BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan acuan pendidikan di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan acuan pendidikan di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan acuan pendidikan di Indonesia, pada tingkat sekolah dasar menekankan 3 aspek diantaranya: bilangan, geometri dan pengukuran, dan pengolahan data (statistika). Pembelajaran bilangan tingkat sekolah dasar menjadi penting untuk pembelajaran topik lainnya (Freudhental, 1973; NCTM, 2000), pembelajaran bilangan cenderung untuk membentuk pemahaman tentang notasi, simbol, dan bentuk lainnya yang mewakili sehingga dapat mendukung pemikiran dan pemahaman anak untuk menyelesaikan masalah mereka (NCTM, 2000). Karena itu, pembelajaran bilangan menjadi salah satu pengetahuan prasyarat untuk pembelajaran topik lainnya dalam pembelajaran matematika. Anak-anak Indonesia memiliki kesenangan dengan bermain. Contoh, anak sekolah dasar di daerah Sulawesi Tenggara menggemari permainan bermain satu rumah, kemudian permainan tersebut dimainkan di waktu istirahat sekolah, dikenal keluar main. Uniknya, permainan ini juga dimainkan di daerah Palembang. Meskipun namanya tidak jelas (anonim), menurut responden (warga Palembang) yang diwawancarai mengatakan bahwa sekitar tahun 1993 permainan ini menjadi salah satu jenis permainan yang digemari siswa SDN 64 Palembang (sekarang menjadi SDN 1 Palembang). Dalam kegiatan bermain tersebut, usitan dan gambar rumah menjadi bagian yang menarik bagi pemain (siswa) untuk berkompetisi satu sama lain sebagai pemenang, dan untuk materi pembelajaran dapat dikaitkan dengan penggunaan bilangan di dalamnya. Wijaya (2008) telah melakukan penelitian dengan merancang pembelajaran yang melibatkan permainan gundu dan benthik (patok lele) untuk konsep pengukuran linear, hasilnya diungkapkan bahwa siswa memahami ide transitivitas dan perbandingan tak 1

2 langsung. Untuk memahami bilangan, kebanyakan siswa Cina belajar berhitung menggunakan abakus (Sun, 2008). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah satu pendekatan pembelajaran yang diterapkan di Indonesia yang juga dikenal Realistic Mathematics Education untuk di luar Indonesia. Penerapan PMRI di Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2001 (Zulkardi, 2009). Salah satu kemajuan penerapan PMRI di Indonesia adalah penggunaan konteks, misalnya busway di Jakarta, jembatan Suramadu di Surabaya, Jembatan Ampera di Palembang, Gunung Bromo di Malang, Perbelanjaan di Bandung yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran konsep matematika (Zulkardi, 2007; Zulkardi, 2009). Bagi mahasiswa program pascasarjana Universitas Sriwijaya, khususnya program studi pendidikan matematika kelas Bilingual, Mathematics Siswaroom Observation menjadi mata kuliah yang di dalamnya memuat aktivitas kunjungan ke sekolah, mengobservasi kegiatan pembelajaran, dan bersama guru mendiskusikan rencana pelaksanaan pembelajaran, khususnya di sekolah PMRI. MIN 2 Palembang menjadi salah satu sekolah PMRI di Indonesia, mulai dari kelas I hingga kelas IV telah diperkenalkan PMRI sebagai pendekatan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, pertanyaan Treffers (Streefland, 1991) menjadi menarik untuk dikaji tentang pengajaran berhitung acoustic, synchronous dan resultative. Dia berasumsi bahwa meskipun mereka dapat berhitung banyak bilangan dari 1 digit lalu 2 digit, tidak menjamin mereka benar memahami konsep dasar berhitung synchronous dan resultative. Masalah seperti ini yang banyak terjadi pada siswa di Indonesia. Masalah tersebut membutuhkan penyelesaian yang tepat terutama untuk siswa, salah satu alternatif yang menarik adalah permainan dan pengetahuan bilangan siswa yang dimiliki. Siswa bermain dan siswa memiliki pengetahuan bilangan, bahkan bersamaan siswa belajar dengan permainan akan mengoptimalkan potensi pemahaman bilangannya. 2

3 Melalui suatu penelitian desain, bermain satu rumah sebagai konteks akan diterapkan sebagai titik awal (starting point) dalam pembelajaran bilangan siswa. Terpadu dengan pendekatan PMRI akan diterapkan di MIN 2 Palembang melalui percobaan desain untuk mengetahui sejauhmana peran konteks bermain satu rumah dalam mendukung pembelajaran bilangan siswa. Selain itu, bagaimana perkembangan pemahaman bilangan siswa mulai dari aktivitas main (informal) hingga aktivitas formal. B. Rumusan Masalah Berdasarkan tinjauan yang dikemukakan di atas, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana permainan tradisional dapat digunakan siswa untuk memperoleh pengetahuan awal bilangan dan konsep dasar bilangan di kelas III sekolah dasar? 2. Bagaimana perkembangan pemahaman bilangan siswa tentang konsep bilangan melalui aktivitas informal ke formal di kelas III sekolah dasar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Menerapkan permainan tradisional terpadu dengan pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia untuk pembelajaran bilangan pada siswa kelas III sekolah dasar. 2. Mengembangkan pemahaman bilangan siswa dengan materi pembelajaran yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama: 1. Bagi guru matematika a. Menggunakan hasil desain berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia dalam kegiatan pembelajaran bilangan tingkat sekolah dasar, misalnya 3

4 kelas III. b. Membantu guru untuk mengembangkan pemahaman bilangan siswa yang diajarnya dengan penerapan pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia. 2. Bagi siswa a. Melatih siswa untuk mengembangkan strategi berhitung dalam pembelajaran matematika tingkat sekolah dasar, khususnya kelas III. b. Melatih siswa untuk mengemukakan ide dan pemahaman bilangan dengan pemberian soal matematika berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik Indonesia. 3. Bagi peneliti lain Sebagai bahan untuk penelitian atau kajian lanjut bagi topik pembelajaran matematika lainnya. 4

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konteks Bermain Satu Rumah sebagai Permainan Tradisional Konteks menurut de Lange (1987; dalam Zulkardi dan Ratu Ilma, 2006) terbagi atas 4 bagian diantaranya: (1) Personal Siswa- situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa, (2) Sekolah/Pekerjaan situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah, kerja di kantor, dan yang terkait dengan proses yang terjadi di sekolah atau di tempat kerja, (3) Masyarakat/Publik, situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar dimana siswa tersebut tinggal, (4) Ilmiah, situasi yang berkaitan dengan fenomena dan substansi secara ilmiah atau berkaitan dengan matematika itu sendiri. Dari hasil survei, Siswa SDN 07 Kendari Barat, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara gemar bermain yang disebut bermain satu rumah. Jenis permainan ini merupakan salah satu konteks yang sering siswa peragakan sebelum masuk kelas atau waktu istirahat di sekolah. Sekitar tahun 1993, menurut responden yang diwawancarai mengemukakan kalau permainan seperti ini juga pernah popular dikalangan anak SDN 64 Palembang (sekarang dikenal dengan SDN 1 Palembang). Terkait dengan itu, permainan merupakan sebuah aktivitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama-sama (kelompok) ( Bermain satu rumah termasuk kreasi permainan di masa yang lama berlalu, sehingga demikian dikenal juga sebagai permainan tradisional. Perhatikan gambar berikut. 5

6 Gambar 1. Siswa asyik bermain satu rumah Salah satu kegiatan dalam permainan ini adalah melakukan pengundian dengan cara usitan (bagi siswa di Palembang). Bagi pemain yang menang dalam pengundian tersebut berhak untuk mengisi rumah mereka dengan satu tanda / atau \ pada kotak yang terdapat pada rumah yang telah digambar. Gambar 2. Jenis bermain satu rumah Apabila setiap kotak pada gambar rumah tersebut telah terisi dengan tanda / dan \, maka pemain akan menghapus rumahnya untuk membangun rumah baru dan pada bagian atapnya akan ditulis sebuah angka yang menunjukkan mereka telah berpindah ke rumah selanjutnya, mereka menyebutnya dengan rumah baru. 6

7 Gambar 3. Siswa yang telah menyelesaikan satu rumah berhak untuk rumah baru Proses menyelesaikan satu rumah dengan usitan, kemudian menuliskan tanda garis diagonal yang saling bersilangan hingga memenuhi satu kotak, diteruskan memenuhi seluruh kotak pada satu rumah tersebut. Lalu pemain tersebut berhak untuk berpindah dengan membangun satu rumah selanjutnya, yang dikenal dengan rumah baru, sehingga perubahan setiap kali membangun rumah yang terjadi adalah adanya urutan bilangan 1, 2, 3,, dan seterusnya. Penentuan akhir dari permainan ini dapat dilihat dari kelas terakhir yang diperoleh oleh pemain tersebut, yang paling tinggi kelasnya adalah yang menang hingga akhir waktu permainan yang ditentukan. B. Teori Pembelajaran Menurut Bell (1978), dalam bukunya yang berjudul Teaching and Learning Mathematics dinyatakan bahwa understanding of theories about how people learn and the ability to apply these theories in teaching mathematics are important prerequisites for effective mathematics teaching. Implikasi dari pernyataan tersebut membuat kita dapat mengenal Jean Piaget dengan teori perkembangan intelektual, bahwa komponen pusat dari teori pengembangan Piaget tentang pembelajaran dan penalaran adalah keduanya melibatkan pebelajar (Wanda Y. Ginn, J. P. Guilford dengan model struktur intelektual manusia, mengemukakan bahwa hal banyak diperbincangkan guru: bila siswa yang sangat 7

8 cerdas memiliki kesulitan dalam menyelesaikan tugas khusus mental; sedangkan siswa yang memperoleh skor rendah dari tes kecerdasan biasanya secara mengejutkan berjalan baik untuk beberapa aktivitas mental (Bell, 1978). Robert Gagne dengan hirarki pembelajaran ( Zoltan Dienes dengan kajian struktur dan hubungan diantara struktur dalam pembelajaran konsep matematika (Bell, 1978, Secara psikologis, mereka adalah orang-orang yang mempengaruhi pendidikan matematika bagi perkembangan belajar matematika siswa. Sebagian dari teori mereka dapat menjadi bagian dalam pembelajaran dalam bentuk, pendekatan atau metode. Aspek pendekatan menjadi menarik ketika dikaji kemudian dibandingkan dengan apa yang siswa dapat lakukan dengan pendekatan yang diberikan, sebagaimana siswa yang merasa dilibatkan ketika mereka mendapatkan peran penuh dalam pembelajaran di kelas (Clare Lee, 2006). Beberapa pendekatan dalam pembelajaran matematika yang juga dikembangkan seperti pendidikan matematika realistik Indonesia (dikenal dengan realistic mathematics education), pembelajaran kontekstual (dikenal dengan contextual teaching and learning), pendekatan problem solving, atau pendekatan open-ended. Lebih khusus, untuk pendekatan pembelajaran seperti pendidikan matematika realistik. Freudenthal berpendapat bahwa bukan hanya yang dia inginkan penggabungan realitas sehari-hari secara empatik ke dalam pendidikan matematika, tetapi dengan khusus juga bagi ide mendasarnya untuk menempatkan realitas yang kaya dengan konteks memberikan suatu sumber pembelajaran matematika (Treffers, 1993). Kemudian, pembelajaran kontekstual yang beorientasi bahwa pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (pebelajar) memproses informasi atau pengetahuan baru dengan suatu cara sehingga orang lain memahami dengan kerangka mereka sendiri (dunia mereka sendiri dengan ingatan, pengalaman, dan respons) ( WhatIsCTL.htm). Problem solving, bagi Polya, terdiri atas beberapa tahap yang dengan hal 8

9 tersebut dapat diarahkan dalam pembelajaran matematika siswa. 4 tahap dalam problem solving tersebut adalah: (1) Understanding the problem (Recognizing what is asked for), (2) Devising a plan (Responding to what is asked for), (3) Carrying out the plan (Developing the result of the response), dan (4) Looking back (Checking, What does the result tell me?) ( Gambar 4. Contoh Problem Solving Why Polya Mengetahui sejumlah teori pembelajaran yang dikemukakan para ahli tersebut di atas, dengan orientasi pada bagaimana mengajarkan pengetahuan matematika abstrak kepada siswa (Gravemeijer, 1994). Hal yang dapat diperoleh dengan memahami teori pembelajaran ini adalah kita tahu bagaimana siswa sebaiknya belajar dan mengajar dengan cara yang sebaiknya mereka dapatkan. C. Pembelajaran Bilangan Bilangan merupakan salah satu bagian dalam KTSP yang diajukan sebagai bahan pembelajaran untuk tingkat sekolah dasar (Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, & Dirdikmenum, 2006). Pengetahuan bilangan menjadi penting bagi siswa yang hendak beranjak pada tingkat selanjutnya, karena itulah bilangan dan fenomena numerik memacu minat siswa sejak dini (Panhuizen, 2001). Penggunaan pengetahuan bilangan biasanya dilakukan anak dalam berbagai aktivitas (Panhuizen, 2001). Contoh yang lebih rumit seperti bermain suatu game dimana 9

10 anak mencoba suatu aturan yang mengaitkan antara beberapa pasangan bilangan di dalamnya diberikan kumpulan pasangan nilai masukan luaran: (3, 6),(7, 10),(5, 8),. Barisan yang diberikan dituliskan dengan cara berbeda, seperti pemetaan atau menggunakan tabel (Rivera, 2006). Ketika menentukan berapa banyak, bilangan apa yang mereka inginkan untuk mewakili sesuatu, maka mereka menghitung sambil mengukur kuantitas hingga pada tingkat membandingkan terhadap suatu objek (Freudhental, 1968). Lainnya, ketika anda melihat beberapa pisang yang terlihat lezat di pasar. Bagaimana anda menyampaikan kepada pedagang di pasar itu kalau anda ingin membeli tiga sisir pisang yang dijualnya? (Zaslavsky, 2001). Pengetahuan bilangan yang dikemukakan Freudhental (Gravemeijer, 1994) terbagi atas lima istilah, seperti ada yang dikenal dengan bilangan acuan misalnya bus nomor 14, membilang, bilangan numerosity dimana Freudhental menganggap bilangan ini seperti bilangan kardinal atau kuantitas, lainnya adalah bilangan perbandingan dimana untuk yang satu ini diberikan contoh seperti 1 pon tomat harganya 4 dollar? harga tersebut mahal. Kemudian bilangan hitung, untuk yang satu ini melibatkan aspek aritmetika bilangan seperti dalam perkalian adanya aturan 16 x 2 = 2 x 16. Pengetahuan tentang hal ini dapat juga dikembangkan kalau 16 x 2 dapat dengan mudah diturunkan dari 2 x 16 = =

11 Bilangan acuan Membilang Bilangan numerosity Bilangan pengukuran Angka Barisan bilangan Korespondensi 1-1 Konsep bahasa matematika Membilang resultative Strategi membilang Garis bilangan sebagai model kerja Menyusun bilangan ( 6, 12) Prosedur penjumlahan dan pengurangan ketepatan perbandingan bilangan dan palang Tanda operator (rumah, bahasa arah, 20) Garis bilangan sebagai model refleksi Notasi formal (situasi statis) Menyusun bilangan ( 20) Otomatisasi ( 20) Gambar 5. Struktur pembelajaran (Gravemeijer, 1994) Struktur pembelajaran yang dimaksudkan dan berkaitan dengan gambar di atas adalah langkah-langkah hirarki yang menunjukkan suatu skema keseluruhan dari struktur pembelajaran bilangan. Untuk itu, Gravemeijer (1994) memperkenalkan aspek formalisasi dan generalisasi sebagai proses matematika yang terlibat dalam aktivitas menemukan kembali (reinvent) untuk pembelajaran bilangan. 11

12 D. Pemahaman Bilangan Aktivitas membilang mendorong siswa untuk mengembangkan pemahaman bilangan siswa. Menurut Reys & Yang (1998), pengetahuan tentang bilangan menunjukkan pengetahuan umum seseorang mengenai bilangan dan operasi. Memahami bilangan dan operasi menjadi sangat penting bagi siswa berdasarkan kerangka konseptual yang tersusun dengan baik mengenai informasi bilangan sehingga memungkinkan seseorang untuk mengerti bilangan dan kaitan bilangan serta untuk menyelesaikan masalah matematis yang tidak terbatas oleh algoritma tradisional (Bobis, 1996, Yea-Ling Tsao, 2004). Pemahaman bilangan dapat dibagi menjadi lima komponen yang mencirikan yaitu: mengerti bilangan, hubungan bilangan, besaran bilangan, operasi yang melibatkan bilangan dan simbol untuk bilangan dan kuantitasnya. Berkaitan dengan pengembangan pemahaman bilangan, ada tiga tujuan (Nickerson & Whitacre, 2010) diantaranya siswa yang menunjukkan pemahaman bilangan dapat menuliskan pada kesempatan menggunakan strategi berkaitan bilangan untuk situasi pemecahan masalah bagi di dalam dan di luar kelas. Pike & Forrester (bsrlm.org.uk) mengemukakan bahwa pemahaman bilangan dinilai dengan menggunakan tiga tugas, diantaranya mental berhitung, memahami besaran bilangan, dan memahami hubungan bilangan. E. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Freudenthal (1968), dengan artikelnya yang berjudul Why to teach mathematics so as to be useful mengemukakan pernyataan I will not speak about how to teach mathematics so as to be useful but about why we should teach mathematics so as to be useful, or rather about why we should teach mathematics so as to be more useful. Suatu pemikiran yang menarik dan mendorong munculnya suatu inspirasi mengubah posisi matematika, yang tidak hanya sekedar ilmu pengetahuan yang diproduksi 12

13 tanpa kegunaan apapun dan bagi siapapun. Dienes (1971) pernah menyatakan Everybody knows that mathematics is an abstract subject. Hingga saat matematika berkembang dengan new math pun, salah satu masalah yang masih berkembang adalah bagaimana membuat matematika itu berguna (Freudhental, 1968). Menurut Freudhental (Gravemeijer, 1994), aktivitas matematika berarti dikaitkan dengan realitas melalui situasi masalah. Istilah realitas berarti bahwa situasi masalah seharusnya nyata ditunjukkan pada siswa. Dengan melakukan penelitian, permainan tradisional Indonesia yang dikumpulkan sebagai situasi masalah nyata bagi anak untuk mempelajari bilangan. Dalam hal ini, bermain satu rumah adalah salah satu permainan tradisional yang membangun aktivitas membilang, menghitung, menaksir, dan memanipulasi dengan melibatkan konflik yang tepat sebagai isu penting ketika membandingkan tahap demi tahap dalam permainan. Dengan demikian, permainan tradisional Indonesia memberikan suatu dasar aktivitas berbasis pengalaman untuk pembelajaran bilangan. Prinsip pendidikan matematika realistik (RME) menawarkan petunjuk dan desain heuristik untuk menampilkan aktivitas situasional dari permainan tradisional yang dilakukan untuk matematika formal. a) Karakteristik dan Prinsip Pendidikan Matematika Realistik Proses merancang serangkaian aktivitas pembelajaran mulai dengan aktivitas berbasis pengalaman untuk penelitian ini didasari dengan lima karakteristik pendidikan matematika realistik. Treffers (1987) menguraikan kelima hal tersebut sebagai berikut: 1) Eksplorasi informasi/fenomena: Ide tentang matematika dikemukakan dalam bentuk matematisasi. 2) Menjembatani level pembelajaran: Dimana matematisasi horizontal terlibat dalam proses peralihan konteks realistik menuju suatu istilah definisi matematika dan menerjemahkan penyelesaiannya dengan pengaturan realistik, suatu matematisasi 13

14 vertikal untuk mendukung matematisasi progresif (Freudenthal, 1991; Streefland, 1985; Treffers, 1978). 3) Pembelajaran adalah aktivitas konstruktif: prinsip ini menekankan peran penting solusi anak dengan tujuan bagi perancang untuk mengukur tingkat pembelajaran mereka dan mengembangkan instruksi yang tepat dapat merangsang mereka menuju tingkat pembelajaran selanjutnya. 4) Pembelajaran melalui interaksi: prinsip memperkenalkan manfaat penyelidikan jenis strategi berbeda yang digunakan anak dalam suatu pengaturan pembelajaran. Kesempatan ini memberikan keleluasaan anak untuk mengumpulkan contoh dari siswa lain dan belajar satu sama lain, sehingga memberikan masukan yang berguna bagi guru untuk mendiskusikan dan menggeneralisasi strategi yang siswa ketahui. 5) Topik pembelajaran yang berkaitan: Prinsip ini berkenaan dengan hubungan yang saling berkaitan antara berbagai konsep matematika dan topik pembelajaran. Kemudian Gravemeijer (1994) mengemukakan 3 prinsip yang terkait dengan pendidikan matematika realistik Indonesia, diantaranya: 1) Penemuan (kembali) terbimbing (guided reinvention) dan matematisasi progresip (progressive mathematization). Penemuan (kembali) terbimbing dapat juga terinspirasi dari prosedur penyelesaian informal. Kemudian strategi informal berguna untuk menuju prosedur yang lebih formal. Untuk mendukung proses mendapatkan prosedur solusi yang bervariasi, diharapkan mengikuti jalur pembelajaran melalui suatu proses matematisasi progresip. 2) Fenomenologi didaktik (didactical phenomenology). Situasi dalam fenomenologi didaktik tentang topik matematika diterapkan untuk menyelidiki 2 hal, yaitu: mengungkap bagian aplikasi dan menyesuaikan terhadap proses matematisasi progresip. 14

15 3) Pengembangan model sendiri (self-developed models). Prinsip ini digunakan untuk menjembatan perbedaan antara pengetahuan informal dan matematika formal. b) Pemodelan Salah satu implementasi prinsip kedua RME adalah merangsang perubahan pengetahuan dari informal menuju formal, anak didorong untuk mengkonstruk model seperti skema, notasi, atau deskripsi (Nes, 2009). Demikian khusus untuk konteks awal dan terinspirasi oleh strategi informasi siswa (Gravemeijer, 1999). Matematisasi progresip, anak dituntun secara didaktik untuk bergerak secara efisien dari level berpikir satu ke level lain melalui matematisasi (Zulkardi, 2002). Hal ini mendukung generalisasi model lintas situasi. Karena itu, situasi dari pengetahuan matematika tertentu menjadi suatu model-of, kemudian yang berkaitan dengan konsep matematika adalah model-for (Gravemeijer, 1999). Peralihan ini mendasari karakter bawah-atas dari prinsip penemuan. Proses dari menggunakan membilang tidak baku menuju penggunaan operasi hitung baku yang memfokuskan pada perubahan aktivitas dan konsep berhitung dicirikan sebagai pemodelan. Tingkat pemodelan dimulai dari tingkat situasional menuju penalaran formal yang ditunjukkan dengan gambar berikut: Gambar 6. Tingkat pemodelan yang muncul dari situasional ke penalaran formal Implementasi empat level pemodelan yang muncul dalam penelitian diuraikan sebagai berikut: 15

16 1) Level situasional: Level situasional adalah level dasar yang memunculkan pengetahuan situasional dan strategi yang digunakan bersamaan situasi konteksnya. 2) Level referensial: Penggunaan model dan strategi pada level ini menunjukkan situasi yang diuraikan dalam masalah, level referensial adalah level model-of. 3) Level general: Pada level general, model-for muncul dalam bentuk pengetahuan matematika dengan fokus strategi mendominasi rujukan konteks permasalahan. 4) Level formal: Pada level formal, penalaran dengan simbolisasi konvensional tidak berlangsung lama untuk mendukung akvitas matematika model-for. Fokus diskusi berkembang pada karakteristik model yang berkaitan dengan konsep penjumlahan, pengurangan, dan perkalian. F. Membilang dalam Kurikulum Indonesia untuk Siswa Sekolah Dasar Pembelajaran bilangan di Indonesia telah diajarkan sejak kelas I tingkat sekolah dasar dimana siswa belajar mengenai pengertian bilangan, kaitan bilangan, besaran bilangan, dan operasi yang melibatkan bilangan. Tabel berikut menguraikan sasaran pembelajaran bilangan untuk kelas 3 bagi kurikulum Indonesia. Tabel 1. SK dan KD Pembelajaran Matematika Siswa Kelas III Sekolah Dasar Standar Kompetensi Bilangan 1. Melakukan operasi hitung bilangan sampai tiga angka Kompetensi Dasar 1.1 Menentukan letak bilangan pada garis bilangan 1.2 Melakukan penjumlahan dan pengurangan tiga angka 1.3 Melakukan perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka dan pembagian bilangan tiga angka (Sumber: Depdiknas, Dirjen Dikdasmen, & Dirdikmenum, 2006) G. Desain Pembelajaran Bilangan melalui Permainan Tradisional Akker, dkk. (2006) menyusun buku yang berjudul Educational Design Research, di dalamnya dikemukakan tentang tiga macam perspektif penelitian desain, diantaranya desain dalam perspektif pembelajaran (Gravemeijer & Cobb, dalam Akker, dkk., 2006), 16

17 perspektif teknologi (Reeves, dalam Akker, dkk., 2006), dan perspektif kurikulum (McKenney, Nieveen, & Akker, dalam Akker, dkk., 2006). Desain dalam perspektif Gravemeijer & Cobb ( dalam Akker, 2006) membagi atas tiga fase utama, yaitu persiapan desain, percobaan desain, dan analisis retrospektif (lebih lanjut akan diuraikan dalam metodologi). Desain pembelajaran bilangan yang dimaksudkan adalah serangkaian aktivitas pembelajaran tentang bilangan yang diawali dengan aktivitas berbasis pengalaman (misalnya, bermain satu rumah) hingga menuju pada pencapaian konsep tentang bilangan. Berkaitan dengan pembelajaran yang didesain, beberapa media yang diajukan dalam rangkaian pembelajaran dideskripsikan dalam tabel berikut. Tabel 2. Deskripsi Alat yang Digunakan dalam Aktivitas Pembelajaran Alat Sasaran Penerapan Konsep Usitan Dasar membilang Rumah Bilangan tidak baku Konservasi bilangan Garis Bersilangan Mengenali bilangan dari Membilang (point Angka, Bilangan hasil melakukan usitan counting) numerosity sebagai satuan untuk menentukan nomor rumah Nomor rumah Mengenali iterasi Mengurutkan Bilangan acuan membilang seperti rumah 1, rumah 2,, dan seterusnya. Bilangan berbasis Mengenali perlunya Penggunaan strategi Bilangan numerosity rumah strategi membilang resultative untuk membilang resultative untuk dan Membilang mendukung pemahaman mendukung bilangan melalui permainan pemahaman bilangan melalui permainan Garis bilangan Mengenali perlunya cara Penalaran tentang Penjumlahan, membilang untuk cara membilang perkalian, dan mengembangkan untuk mendukung pengurangan penalaran matematis penalaran dengan dengan bilangan bilangan Untuk percobaan desain, Gravemeijer & Cobb (dalam Akker, 2006) mengilustrasikan ke dalam bentuk diagram berikut. 17

18 Gambar 7. Hubungan refleksif antara teori dan percobaan (Gravemeijer & Cobb, dalam Akker 2006) Gambar ini mendeskripsikan bahwa siklus kecil antara percobaan rintisan dan percobaan pengajaran mendukung pengembangan teori instruksi lokal. Pengembangan dalam hal ini meliputi dugaan teori instruksi lokal untuk menuntun percobaan rintisan dan pengajaran, dan yang membentuk teori instruksi lokal. Untuk analisis retrospektif, Gravemeijer & Cobb (dalam Akker, 2006) menyatakan bahwa analisis ini berperan untuk pengembangan teori instruksi lokal, mengajukan isu atau inovasi selanjutnya. Dalam analisis ini, data yang diperoleh dioptimalkan sebaik mungkin karena itu peran validitas dan reliabilitas data sangat penting. Validitas yang dimaksudkan adalah ketiadaan bias sistematik dan reliabilitas adalah ketiadaan bias tidak sistematik (Maso & Smaling, 1998; Bakker, 2004; Nes, 2009). Bias sistematik yang dihindari dalam hal ini adalah ketidaksesuaian rencana lintasan belajar dengan data percobaan desain sedemikian sehingga tidak terhubung pada pembentukan teori instruksi lokal, karena itu rencana lintasan belajar menjadi dan pengambilan kesimpulan menjadi acuan validitas data desain pembelajaran (Wijaya, 2008; Nes, 2009). Bias tidak sistematik adalah konsistensi data hasil penelitian bukan karena subjek dan kondisi saat pelaksanaan penelitian (Bakker, 2004). Untuk itu, triangulasi (Huberman & Miles, 1994) menjadi salah satu metode dalam reliabilitas, dan interpretasi silang (Bakker, 2004; Nes, 2009) untuk menginterpretasi data bukan atas dasar subjektivitas desainer atau peneliti. 18

19 BAB III METODOLOGI Dasar metodologi penelitian dan unsur utama dalam penelitian diuraikan dalam beberapa hal berikut: A. Metodologi Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah menelusuri bagaimana permainan tradisional Indonesia dapat digunakan untuk mengembangkan pemahaman bilangan siswa dan mencapai tujuan pembelajaran matematika berkaitan dengan bilangan. Menurut Gravemeijer & Cobb (dalam Gravemeijer & Eerde, 2009) penelitian desain menekankan pada penyesuaian pengembangan subjek dan topik untuk teori instruksi khusus dalam pendidikan matematika. Wang & Hannafin (dalam Simonson, 2006) mendefinisikan penelitian desain sebagai metodologi yang sistematik ditujukan untuk meningkatkan pelaksanaan pengajaran melalui analisis berulang, desain berulang, dan implementasi, mengacu pada kolaborasi antara peneliti dan praktisi dengan situasi kehidupan sehari-hari. Fase dalam penelitian desain ini diringkas ke dalam diagram sebagai berikut: Gambar 8. Fase penelitian desain a. Desain pendahuluan Dalam desain pendahuluan, ide awal yang diimplementasikan merupakan inspirasi 19

20 dari kajian literatur sebelum merancang aktivitas pembelajaran. Ada 2 hal yang dilakukan, yaitu: (a) Kajian literatur, penelitian ini dimulai dengan mengkaji literatur mengenai membilang dan pemahaman bilangan, pendidikan matematika realistik Indonesia, dan penelitian desain sebagai basis untuk merumuskan dugaan awal dalam pembelajaran membilang; (b) Mendesain Rencana Lintasan Belajar, pada fase ini, dikembangkan serangkaian aktivitas pembelajaran memuat dugaan strategi dan penalaran siswa. b. Percobaan desain Simon s (1995) mathematical teaching cycle, mengemukakan bahwa guru sebaiknya mencoba untuk menduga sebelumya aktivitas mental siswa (tought experiment), kemudian mencoba untuk menemukan proses berfikir siswa yang sebenarnya berkaitan dengan yang diduga dalam proses pengajaran (teaching experiment). Karena itu, percobaan desain ini terbagi atas 2 percobaan: (1) Percobaan rintisan merupakan suatu jembatan antara fase desain awal dan percobaan mengajar. Tujuan dari aktivitas percobaan rintisan adalah: (a) Menelusuri pengetahuan awal siswa, (b) mengumpulkan data untuk mendukung penyesuaian rencana lintasan belajar sebelumnya. (2) Percobaan pengajaran, bertujuan sebagai pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan penelitian. c. Analisis retrospektif Rencana lintasan belajar yang digunakan dalam analisis retrospektif merupakan petunjuk dan acuan pokok dalam menjawab pertanyaan penelitian. Deskripsi lanjutan dari analisis data dijelaskan dalam teknik analisis data, validitas, dan reliabilitas. B. Subjek dan Waktu Penelitian Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas III MIN 2 Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Lebih khusus lagi, siswa kelas III/C sebanyak 30 orang dan seorang guru yang mengajar di kelas tersebut. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pengaturan dalam tabel berikut. 20

21 Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian No. Tahap Waktu Deskripsi Desain Pendahuluan 1. Mengkaji literature dan merancang rencana lintasan belajar awal September Oktober Diskusi dengan guru Oktober 2010 Mengkomunikasikan rencana lintasan belajar yang dirancang Percobaan Rintisan 1. Pengamatan di kelas 3 Oktober 2010 Menelusuri pengetahuan awal dan interaksi sosial siswa dengan siswa lainnya. 2. Diskusi dengan guru Oktober 2010 Menelusuri pengetahuan awa siswa 3. Ujicoba di kelas 3 Oktober 2010 Mengujicoba rencana lintasan belajar awal Percobaan Pengajaran I 1. Aktivitas 1 Oktober November Diskusi kelas Oktober November Aktivitas 2 Oktober November Diskusi kelas Oktober November Aktivitas 3 Oktober November Diskusi kelas Oktober November Aktivitas 4 Oktober November Diskusi kelas Oktober November 2010 Percobaan pengajaran II 1. Aktivitas 1 Oktober November Diskusi kelas Oktober November 2010 Menekankan konservasi pengenalan bilangan terhadap simbol permainan Menekankan konservasi pengenalan bilangan terhadap simbol permainan Menekankan konservasi berhitung dengan menggunakan simbol permainan Menekankan konservasi berhitung dengan menggunakan simbol permainan Menekankan konservasi berhitung dengan mengembangkan ke dalam bentuk lain, misalnya garis bilangan Menekankan konservasi berhitung dengan mengembangkan ke dalam bentuk lain, misalnya garis bilangan Menekankan konservasi berhitung pada tingkat formal Menekankan konservasi berhitung pada tingkat formal Menekankan konservasi berhitung dengan menggunakan simbol permainan Menekankan konservasi berhitung dengan menggunakan simbol permainan 21

22 No. Tahap Waktu Deskripsi 3. Aktivitas 2 Oktober November Diskusi kelas Oktober November Aktivitas 3 Oktober November Diskusi kelas Oktober November 2010 C. Rencana Lintasan Belajar dan Teori Instruksi Lokal Menekankan konservasi berhitung dengan mengembangkan ke dalam bentuk lain, misalnya garis bilangan Menekankan konservasi berhitung dengan mengembangkan ke dalam bentuk lain, misalnya garis bilangan Menekankan konservasi berhitung pada tingkat formal Menekankan konservasi berhitung pada tingkat formal Ada 2 hal penting yang berkaitan dengan penelitian desain, yaitu rencana lintasan belajar dan teori instruksi lokal. Keduanya akan diarahkan pada aktivitas pembelajaran sebagai jalur pembelajaran yang akan ditempuh oleh siswa dalam kegiatan pembelajarannya. a. Rencana Lintasan Belajar Untuk merancang aktivitas pembelajaran, rencana lintasan belajar memuat dugaan yang dibuat guru dan diharapkan mendapat respon dari siswa untuk setiap tahap dalam lintasan belajar tersebut. Dugaan tersebut yang diuraikan dengan basis tiap pertemuan dari suatu perencanaan aktivitas intruksional yang disebut dengan rencana lintasan belajar (Gravemeijer, 2004). Suatu rencana lintasan belajar meliputi tujuan pembelajaran untuk siswa, aktvitas pembelajaran terencana, dan suatu dugaan proses pembelajaran dimana guru mengantisipasi kumpulan perkembangan pengetahuan matematika mereka di kelas dan bagaimana pemahaman siswa berkembang sebagaimana mereka terlibat dalam aktivitas pembelajaran di kelompoknya (Cobb, 2000; Cobb & Bowers, 1999; Simon 1995). Selama fase awal dan percobaan pengajaran, rencana lintasan belajar yang digunakan sebagai panduan untuk melaksanakan praktek pengajaran yang mana aktivitas pembelajaran diasumsikan untuk mendukung proses pembelajaran siswa, juga digunakan 22

23 dalam analisis retrospektip sebagai panduan dan pokok acuan dalam menjawab pertanyaan penelitian. Seperti yang dimaksudkan Bakker (2004), suatu rencana lintasan belajar adalah penghubung antara suatu instruksi teori dan percobaan pengajaran sebenarnya, karena itu rencana lintasan belajar mendukung penelitian desain ini untuk memunculkan teori yang mengakar secara empirik dalam pembelajaran bilangan. b. Teori Instruksi Lokal Teori instruksi lokal berkenaan dengan deskripsi, dan latar belakang, rute pembelajaran yang diharapkan sehingga berhubungan dengan sekumpulan aktivitas intruksional untuk topik tertentu (Gravemeijer, 2004). Menurut pendapat Gravemeijer (1999), (1) rencana lintasan belajar berkaitan dengan sejumlah kecil aktvitas pembelajaran dan teori instruksi lokal yang mencakup seluruh rangkaian, dan (2) rencana lintasan belajar yang diinginkan sesuai dengan pengaturan ruang kelas tertentu, sedangkan teori instruksi lokal terdiri dari suatu kerangka kerja, yang menginformasikan pengembangan rencana lintasan belajar untuk ruang kelas tertentu. D. Pengumpulan Data Untuk mendukung pelaksanaan penelitian, ada 4 cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, diuraikan ke dalam tabel di bawah ini. Tabel 4. Komponen yang digunakan dalam pengumpulan data No. Teknik Pengumpulan Data Sasaran Instrumen Data yang diperoleh 1. Rekaman Video Untuk mengumpulkan Handycam Rekaman dan informasi selama kegiatan transkrip penelitian ini dilaksanakan. Khususnya, proses pembelajaran yang berlangsung dimana merekam kegiatan yang menginformasikan tentang bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan guru dan siswa 23

24 No. Teknik Pengumpulan Data setiap pertemuan. 2. Catatan Lapangan Fenomena yang terjadi selama kegiatan penelitian 3. Observasi Mengamati proses pelaksanaan desain pembelajaran 4. Dokumentasi Mengumpulkan respon dan bukti yang terkait pelaksanaan penelitian desain Sasaran Instrumen Data yang diperoleh selama 70 menit untuk Pedoman catatan lapangan Lembar observasi Lembar kerja siswa, Kamera Deskripsi Hasil observasi Jawaban siswa, photo kegiatan E. Analisis Data Jenis penelitian desain ini adalah penelitian kualitatif, sehingga analisis data dilakukan dengan prinsip penelitian kualitatif. Untuk suatu penelitian yang memperhatikan validitas dan reliabilitas, kedua hal ini diuraikan sebagai bagian dalam proses analisis data. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut. a. Validitas Validitas data secara kualitatif dalam penelitian ini mengacu pada: (a) Rencana lintasan belajar sebagai acuan; rencana lintasan belajar memuat tujuan pembelajaran untuk siswa, aktvitas pembelajaran terencana, dan suatu dugaan proses pembelajaran dan bagaimana kemampuan pemahaman siswa yang berkembang dalam aktivitas pembelajaran selama penelitian. Bagian-bagian tersebut termuat dalam suatu jalur yang diharapkan terlaksana sehingga terlihat dengan jelas dan baik untuk mengemukakan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang diajukan. (b) Pengambilan kesimpulan; proses pengambilan kesimpulan mengacu pada rekaman video, catatan lapangan, hasil observasi, dan hasil kerja siswa. Informasi tersebut memungkinkan pembaca untuk mengkonstruk ide dan mengarahkan argumen menuju suatu kesimpulan. 24

25 b. Reliabilitas Reliabilitas secara kualitatif dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: (a) Triangulasi data (Denzin, 1970; Bakker, 2004; Nes, 2009), dimana teknik ini akan digunakan untuk melihat keterkaitan yang diperoleh dari sumber data berupa catatan lapangan dan lembar observasi, dokumentasi dan rekaman video terhadap rencana lintasan belajar. (b) Interpretasi silang, dimana teknik ini akan digunakan untuk meminta pertimbangan pakar (misalnya, pembimbing) untuk memberikan saran mengenai data yang diperoleh seperti data video. Hal ini dilakukan untuk mengurangi subjektivitas peneliti dalam menginterpretasi data hasil penelitian yang diperoleh di lapangan. c. Teknik analisis data Data yang telah memenuhi proses validitas dan reliabilitas yang dilakukan kemudian dianalisis lebih lanjut dengan metode berikut: (a) Metode deskriptif, metode ini digunakan untuk menguraikan informasi yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan penelitian desain. (b) Metode transkrip, metode ini digunakan untuk mentransfer informasi rekaman video ke dalam bahasa tulisan. (c) Metode klasifikasi, metode ini digunakan untuk menginterpretasi hasil observasi yang diperoleh dalam kegiatan penelitian desain. 25

26 BAB IV DESAIN PEMBELAJARAN Analisis jalur pembelajaran dan lintasan belajar siswa untuk konsep tertentu adalah bagian penting dalam merancang aktivitas pembelajaran untuk siswa. Karena itu, rencana jalur pembelajaran siswa yang direncanakan dianalisis sebelum merancang suatu rangkaian aktvitas pembelajaran untuk pembelajaran bilangan. Berikut ini adalah gambaran jalur siswa untuk pembelajaran bilangan siswa kelas III: Gambar 9. Jalur Pembelajaran Berbasis Bermain Satu Rumah Jalur pembelajaran siswa untuk bilangan dibagi ke dalam tiga tahap; diantaranya, konservasi bilangan, menggunakan model satuan, dan membilang resultative. a. Konsevasi bilangan Konservasi bilangan merupakan aktivitas penting untuk mendalami apa yang anak ketahui tentang bilangan. Lebih dari itu, anak seharusnya mendalami bilangan yang mencerminkan bagaimana mereka berpikir. Hal tersebut menekankan pentingnya untuk menyadari gejala kelemahan konservasi dan dampaknya untuk bilangan awal (Reys, Robert E., Suydam, Marilyn N., & Lindquist, Mary M., 1984). Konservasi bilangan membantu pembentukan kemampuan dasar berhitung; karena itu aktivitas konservasi diberdayakan dalam permainan tradisional yang digunakan sebagai awal pembelajaran bilangan untuk siswa kelas III. Konteks permainan seperti bermain satu rumah dapat digunakan untuk 26

27 mengarahkan siswa untuk memahami konsep bilangan numerosity dan pentingnya dasar membilang tidak baku. Mengenali rumah dan garis bilangan melalui aktivitas bermain merupakan salah satu cara dalam konservasi bilangan. b. Menggunakan model satuan Awal proses membilang, orang menggunakan satuan membilang tidak baku. Karena itu, penggunaan satuan tidak baku di awal aktivitas berhitung penting dan menguntungkan untuk semua tingkatan. Manfaat pertama adalah satuan tidak baku membantu siswa untuk mengarahkan secara langsung pada atribut yang dihitung. Keuntungan kedua, penggunaan satuan tidak baku pada awal aktivitas berhitung memberikan alasan yang baik untuk bekerja dengan satuan baku. Konservasi bilangan yang mengarah pada permainan tersebut untuk mengenali model bilangan apa yang dapat dihitung. Garis bersilangan dan nomor rumah merupakan model dimana siswa dapat menentukan berapa banyak kemenangan dari rumah yang mereka peroleh setelah bermain. Pertanyaan berapa banyak mengarah pada bilangan kardinal, sasarannya adalah bilangan acuan dan numerosity. Pada level model-of digunakan gambar rumah dengan garis bersilangan dan nomor untuk menelusuri cara berpikir siswa dalam berhitung. Jika siswa telah mendapatkan bilangan dalam permainan ini yang digabung dengan pertanyaan kritis untuk menelusuri pemahaman bilangan, mereka seharusnya menerapkan penalaran mereka untuk mengerjakan masalah tentang matematika yang diberikan. Harapannya, membilang resultative akan diarahkan untuk mendukung mental berhitung mereka. Gambar rumah sebagai representasi bilangan diharapkan berfungsi ketika siswa bekerja dengan garis bilangan sebagai model dalam prosedur membilang. Bilangan berbasis rumah memiliki kesamaan dengan pola garis bilangan sehingga memungkinkan untuk membuat korespondensi 1 1. Selain itu, siswa menyusun bilangan pada garis mulai 27

28 dari instrumen berhitung tidak baku menuju garis bilangan sebagai instrumen berhitung baku. Hasilnya, siswa harus menentukan barisan bilangan pada garis bilangan berdasarkan pengetahuan membilang dan bilangan numerosity. Jadi, untuk melengkapi garis bilangan tidak lengkap saat menaksir siswa harus melakukan membilang resultative dengan mengaitkan antara membilang ke bilangan numerosity. c. Membilang resultative Salah satu manfaat prosedur Davydov adalah membantu pengembangan membilang resultative dengan menghubungkan membilang ke bilangan numerosity. Hal yang diharapkan adalah siswa dapat menjumlah dan mengurang karena mereka mampu membilang resultative. Secara teoretis, struktur pembelajaran (Gravemeijer, 1994) adalah model pembelajaran bilangan yang dapat mengarahkan peneliti untuk mengetahui jalur pembelajaran sedemikian sehingga konsep pengetahuan matematika, penjumlahan dan perkalian, dan pengurangan, dapat dilibatkan siswa dalam kegiatan sehari-harinya. Rangkaian aktivitas pembelajaran dibagi menjadi lima aktivitas berbeda. Hubungan antara jalur pembelajaran siswa, aktivitas pembelajaran dan konsep dasar bilangan yang ditunjukkan ke dalam bentuk diagram berikut. 28

29 Aktivitas berbasis pengalaman Dasar counting, membilang calculating, tidak baku Dasar membilang baku Bermain satu rumah dan diskusi Bilangan berbasis rumah dan diskusi Konservasi bilangan Bilangan acuan Bilangan Numerosity Aktivitas penghubung Instrumen membilang tidak baku Siswa menyusun bilangan pada garis Mengkorespondensikan antara garis bilangan berbasis rumah dan garis bilangan Korespondensi 1 1 Menentukan posisi bilangan pada garis bilangan Aktivitas berhitung formal Instrumen membilang baku Berhitung dan menaksir dengan menggunakan garis bilangan tidak lengkap Membilang resultative Penjumlahan, Perkalian Pengurangan Jalur pembelajaran siswa Aktivitas Pembelajaran Konsep dasar bilangan Gambar 10. Kerangka pikir aktivitas berbasis pengalaman untuk pembelajaran bilangan Aktivitas pembelajaran yang disisipkan rencana lintasan belajar diuraikan sebagai berikut: A. Bermain Satu Rumah Aktivitas ini bertujuan untuk merangsang siswa memperhatikan gambar rumah dalam membilang tidak baku yang setelahnya menjadi satuan membilang baku untuk aktivitas selanjutnya. Aturan (diadopsi dari permainan tradisional Sulawesi Tenggara, Indonesia dan 29

30 disesuaikan dengan kebiasaan siswa di Palembang) sebagai berikut: 1. Setiap pemain yang berpasangan menggambar satu rumah dan melakukan usitan untuk menentukan siapa pemain pertama mengisi rumah dengan garis bersilangan seperti / atau \. Berikut adalah contoh gambar rumah yang terbagi atas rumah lengkap (gambar c) dan tidak lengkap (gambar a dan b). (a) (b) (c) Gambar 11. Beberapa Contoh Rumah dalam Permainan Bermain Satu Rumah 2. Pemain yang menang usitan dari pemain lain berhak untuk menggambar garis bersilangan pada rumahnya. Setelah rumahnya dilengkapi dengan garis bersilangan dianggap sebagai rumah pertama. Kemudian melakukan usitan lagi, setelah rumah tersebut lengkap dengan garis bersilangan, maka rumah selanjutnya disebut rumah 2, dan seterusnya. 3. Ketika bermain, memungkinkan bagi pemain menemukan beberapa jenis rumah. Rumah dikatakan rumah lengkap jika telah lengkap dengan garis bersilangan. Jika ada pemain yang bermain lalu memperoleh rumah yang tidak dipenuhi garis bersilangan seperti gambar (a) dan (b), yang demikian dikatakan rumah tidak lengkap. 4. Permainan akan berakhir ketika kedua pemain sepakat untuk menyelesaikan permainan tersebut, atau mereka telah menentukan beberapa kesepakatan kapan harus berhenti, misalnya setelah mendapat 10 rumah atau bermain 10 kali, dan lain sebagainya. 5. Pemain yang memperoleh nomor rumah tertinggi adalah yang menang, dengan kata lain pemain yang memiliki banyak rumah. Fenomena konservasi bilangan mencerminkan bagaimana anak berpikir (Reys, 30

31 Robert E., Suydam, Marilyn N., & Lindquist, Mary M., 1984). Ketika anak belajar tentang bilangan, kita perlu sadar terhadap lemahnya konservasi dan implikasi untuk perkembangan bilangan awal dan berhitung. Penggunaan konteks bermain satu rumah untuk mendukung pembelajaran bilangan siswa sehingga membantu mereka mengkonstruksi pemahaman awal dan konesep tentang bilangan. Skemp (1971) memperkenalkan formasi konsep matematika yang berkaitan dengan struktur konseptual, yang dikenal skema. Demikian itu berasal dari proses perubahan bahasa sehari-hari menuju bahasa formal matematika (Gravemeijer, 1994). Memahami garis bersilangan dan nomor rumah berarti siswa dapat mengetahui bilangan, sehingga mereka dapat mengembangkan proses berpikir untuk beranjak pada tingkat berikutnya sebagai bagian dari matematisasi, yang dikenal formalisasi. Proses ini menjadi salah satu dari beberapa tingkatan dimana kita perlu tahu apa yang siswa lakukan untuk membangun pengetahuan mereka dengan mempelajari bilangan. Lebih dari itu, seperti rumah yang mewakili tanda nomor (angka) dan bilangan acuan dapat digunakan untuk menelusuri cara siswa bekerja dalam menyelesaikan masalah. Berikut uraian yang berkaitan dengan aktivitas bermain satu rumah. Topik aktivitas I: Bermain Satu Rumah Tujuan: 1. Merangsang siswa untuk mengenali usitan sebagai cara untuk memperoleh kemenangan 2. Merangsang siswa untuk mengenali garis bersilangan sebagai representasi kemenangan yang diperoleh melalui usitan 3. Merangsang siswa untuk mengenali rumah sebagai akumulasi kemenangan yang diperoleh 31

32 Deskripsi: Siswa akan bermain satu rumah dan memiliki gambar rumah yang diperoleh dari hasil usitan, untuk setiap rumah yang diperoleh diberikan nomor. Nomor yang diberikan pada rumah menjadi tanda rumah ke-.... Nomor terakhir atau tertinggi pada rumah yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan nilai paling tinggi yang telah dicapai pemain dan dianggap sebagai pemenang. Dugaan: Untuk mendukung ketercapaian pelaksanaan penelitian desain dengan memilih bermain satu rumah sebagai konteks, dalam aktivitas I ini, siswa akan melakukan kegiatan berikut. 1. Guru mendemonstrasikan cara bermain satu rumah (usit 2 kali) bersama dengan seorang siswa yang dilakukan di depan kelas. Aktivitas pada demonstrasi ini ditunjukkan dengan siswa akan membuat gambar dengan garis silang sebanyak 2 karena usitannya sebanyak 2 kali. Perhatikan gambar di bawah ini! Gambar 12. Contoh gambar rumah kecil yang didemonstrasikan guru 2. Hal yang diharapkan dari kegiatan bermain satu rumah untuk pembelajaran matematika siswa adalah mereka mengenali garis bersilangan dan nomor pada setiap rumah lengkap yang diperolehnya. Jika demikian dipenuhi, guru dapat mengeksplorasi pengetahuan tersebut sebagai suatu bahan aktivitas pembelajaran matematika siswa. Untuk itu, pertanyaan yang diajukan dengan tujuan mengekplorasi pengetahuan siswa tersebut diantaranya: (a) Berapa kali menang, dan (b) Berapa banyak rumah. B. Diskusi Kelas Masalah yang diberikan bertujuan agar siswa dapat memacu dirinya dengan mental berhitung. Khususnya, garis bersilangan tersebut berpotensi sebagai bilangan yang dapat 32

33 digunakan siswa dalam konservasi. Oleh karena itu, jika siswa memahami kegunaan garis bersilangan maka mereka dapat menentukan banyak kemenangan pemain. Begitu pula, untuk setiap nomor pada rumah lengkap yang diperoleh siswa dapat digunakan untuk menentukan banyak rumah yang diperoleh. Jadi, sasarannya adalah siswa akan mengerahkan strategi berhitung yang diketahui. C. Bilangan Berbasis Rumah Setelah siswa mendapatkan pemahaman terhadap apa yang diperoleh dari bermain satu rumah berupa rumah yang mempunyai nomor rumah dan garis bilangan. Selanjutnya memodifikasi hasil yang diperoleh dalam permainan berupa barisan rumah lengkap dan nomor rumah, sebagai bilangan berbasis rumah. Berikut uraian yang berkaitan dengan aktivitas bermain satu rumah. Topik aktivitas II: Bilangan Berbasis Rumah Tujuan: 1. Merangsang siswa untuk mengenali garis bersilangan sebagai angka (numeral) dan membilang 2. Merangsang siswa untuk mengenali nomor rumah sebagai bilangan acuan 3. Merangsang siswa untuk mengenali bilangan numerosity setiap rumah 4. Merangsang siswa untuk membilang resultative Deskripsi: Gambar rumah yang siswa diperoleh dari hasil bermain berpotensi sebagai objek eksplorasi pemahaman bilangan siswa. Oleh karena itu, gambar rumah yang menekankan pada banyak kemenangan dan nomor rumah menjadi bilangan numerosity dan bilangan acuan. Jika siswa dapat menghubungkan keduanya maka mereka dapat melakukan membilang resultative. 33

34 Dugaan: Potensi membilang dan bilangan acuan pada gambar rumah merupakan faktor yang mendukung pemunculan strategi berhitung siswa. Hal demikian yang dibutuhkan agar pemahaman bilangan dapat muncul. Berkaitan dengan hal tersebut, contoh permasalahan yang diberikan seperti di bawah ini. Masalah 1 10 M Gambar 13. Contoh gambar bilangan berbasis rumah Pertanyaan 1. Berapa banyak kemenangan dari mulai main (M) ke rumah 10? 2. Berapa banyak kemenangan yang dibutuhkan pemain tersebut untuk mencapai rumah 20? Soal yang diberikan dengan mengajukan pertanyaan berapa banyak kemenangan dan berapa banyak kemenangan yang dibutuhkan untuk mencapai merupakan tantangan dimana siswa diharapkan memberikan respon. Respon mereka adalah strategi yang dapat ditunjukkan untuk menyelesaikan masalah ini. D. Diskusi Kelas Aktivitas II merupakan aktivitas model-of dari situasi yang dipilih dimana sasaran materi pembelajaran terletak pada rumah yang telah dimiliki setelah bermain. Oleh karena itu, sederetan rumah yang sebelumnya mereka buat 1 sampai 10 dimanipulasi menjadi masalah dengan menekankan berapa banyak kemenangan yang diperoleh atau diperlukan untuk mencapai rumah berikutnya. Untuk menjawab pertanyaan (1), siswa dapat merepresentasikan garis bersilangan 34

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Hongki Julie, St. Suwarsono, dan Dwi Juniati Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma,

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Carolin Olivia 1, Pinta Deniyanti 2, Meiliasari 3 1,2,3 Jurusan Matematika FMIPA UNJ 1 mariacarolineolivia@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG Oleh : Dewi Hamidah Abstrak : Observasi ini bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME Oleh: Lailatul Muniroh email: lail.mpd@gmail.com ABSTRAK Pembelajaran matematika dengan pendekatan RME memberi peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG Hariyati 1, Indaryanti 2, Zulkardi 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengembangkan

Lebih terperinci

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR Rini Setianingsih Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ABSTRAK. Salah satu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR Martianty Nalole Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstract : Study of reduction through approach

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) A. Pendahuluan Oleh: Atmini Dhoruri, MS Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Realistic Mathematics Education (RME) yang di Indonesia dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Lebih terperinci

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI Desain Aturan Sinus... (Rika Firma Yenni,dkk) 97 DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI DESIGN OF SINUS AND COSINUS RULE BASED ON INDONESIAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION Rika Firma Yenni,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika Para ahli _naeaclefinisikan tentang matematika antara lain; Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi (Sujono, 1988);

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK MANGARATUA M. SIMANJORANG Abstrak Konstruktivis memandang bahwa siswa harusnya diberi kebebasan dalam membangun sendiri pengetahuannya. Salah satu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP, PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS Vivi Utari 1), Ahmad Fauzan 2),Media Rosha 3) 1) FMIPA UNP, email: vee_oethary@yahoo.com 2,3) Staf Pengajar

Lebih terperinci

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Vol. 1 No. 1 Th. Jan-Des 2016 ISSN: PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) PENGGUNAAN ICEBERG DALAM PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Allen Marga Retta, M.Pd Universitas PGRI Palembang Email: allen_marga_retta@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka 6 BAB II Tinjauan Pustaka A. Keyakinan Keyakinan merupakan suatu bentuk kepercayaan diri seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya. Goldin (2002) mengungkapkan bahwa keyakinan matematika seseorang

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME 1. Teori Belajar dari Bruner Menurut Bruner (dalam Ruseffendi, 1988), terdapat empat dalil yang

Lebih terperinci

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN:

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN: PENGEMBANGAN MODUL MATERI STATISTIK BERBASIS PENDEKATAN PMR BAGI SISWA SMK KELAS XI Uki Suhendar Universitas Muhammadiyah Ponorogo uki.suhendar@yahoo.com Abstract This research kind is a research and development.

Lebih terperinci

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SEMESTER I Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013 InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol, No., Februari 0 PENDEKATAN ICEBERG DALAM PEMBELAJARAN PEMBAGIAN PECAHAN DI SEKOLAH DASAR Oleh: Saleh Haji Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari. Hal ini ditegaskan oleh Suherman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada masa kini diseluruh dunia telah timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Penggunaan Pendekatan dan Metode dalam Pembelajaran Pendeketan merupakan salah satu komponen dalam salah satu strategi belajar mengajar. Berhubungan dengan hal

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang) PEMBELAJARAN PMRI Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang) Pendahuluan Kebanyakan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas masih bersifat konvensional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu untuk memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak,

BAB II KAJIAN TEORI. membilang, menjumlahkan, mengurangi, menambah, memperbanyak, 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berhitung Kemampuan berhitung terdiri dari dua kata yaitu kemampuan dan berhitung. Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa, melakukan sesuatu, dapat. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Ditinjau dari makna secara globalnya, komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Pendidikan Matematika Realistik... PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Siti Maslihah Abstrak Matematika sering dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit bagi siswa.

Lebih terperinci

LINTASAN BELAJAR UNTUK MEMBELAJARKAN MATERI SISTEM PERSAMAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DENGAN DENGAN PENDEKATAN PMR UNTUK SISWA KELAS VIII

LINTASAN BELAJAR UNTUK MEMBELAJARKAN MATERI SISTEM PERSAMAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DENGAN DENGAN PENDEKATAN PMR UNTUK SISWA KELAS VIII LINTASAN BELAJAR UNTUK MEMBELAJARKAN MATERI SISTEM PERSAMAN LINEAR DUA VARIABEL (SPLDV) DENGAN DENGAN PENDEKATAN PMR UNTUK SISWA KELAS VIII Yulius Keremata Lede 1, Yuliana Ina Kii 2 1,2 FKIP Universitas

Lebih terperinci

P 30 PENJUMLAHAN BILANGAN DESIMAL MELALUI PERMAINAN RODA DESIMAL

P 30 PENJUMLAHAN BILANGAN DESIMAL MELALUI PERMAINAN RODA DESIMAL P 30 PENJUMLAHAN BILANGAN DESIMAL MELALUI PERMAINAN RODA DESIMAL Ekasatya Aldila Afriansyah 1 1 STKIP Garut 1 e_satya@yahoo.com Abstrak Berbagai penelitian terdahulu mendasari pelaksanaan penelitian ini.

Lebih terperinci

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI Makalah dipresentasikan pada Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka Pengabdian Pada Masyarakat Pada tanggal 14 15 Agustus 2009 di FMIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika, telah banyak upaya dilakukan untuk memperbaiki aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERI KESEBANGUNAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SMP NEGERI 5 TALANG UBI

PENGEMBANGAN MATERI KESEBANGUNAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SMP NEGERI 5 TALANG UBI PENGEMBANGAN MATERI KESEBANGUNAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SMP NEGERI 5 TALANG UBI Deboy Hendri 1 Zulkardi 2 dan Ratu Ilma 3 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan materi ajar matematika untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan II. KAJIAN TEORI A. Pendekatan Matematika Realistik Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dimulai sekitar tahun 1970-an. Yayasan yang diprakarsai

Lebih terperinci

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika PRISMA 1 (2018) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika Wulida Arina

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI LIMAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI LIMAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI LIMAS MENGGUNAKAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) Rizky Putri Jannati 1 Muhammad Isnaini 2 Muhammad Win Afgani 3 1 Alumni UIN Raden

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Realistic Mathematics Education (RME) 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata oleh : Wahyudi (Dosen S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana) A. PENDAHULUAN Salah satu karakteristik matematika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana (1991:22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LKS DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL UNTUK SMP KELAS VIII

PENGEMBANGAN LKS DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL UNTUK SMP KELAS VIII Vol.4, No.1, April 2016 PENGEMBANGAN LKS DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL UNTUK SMP KELAS VIII (THE DEVELOPMENT OF STUDENS WORKSHEET USING PMRI APPROACH ON TWO VARIABLE

Lebih terperinci

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk MAKALAH PELATIHAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SEKOLAH DASAR SELAIN MITRA TIM PMRI UNY Oleh: R. Rosnawati, dkk Dibiayai oleh

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik

Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik Pembelajaran Matematika Melalui Pemecahan Masalah Realistik Posted by abdussakir on March 21, 2009 A. Pengertian Masalah Matematika Hudojo (1979) menyatakan bahwa suatu soal akan merupakan masalah jika

Lebih terperinci

DESAIN KE-4 PEMBELAJARAN PMRI: Belajar Mengurangkan Tiga Bilangan Berturut-turut melalui Aktivitas Bermain Tepuk Bergambar/Ambulan

DESAIN KE-4 PEMBELAJARAN PMRI: Belajar Mengurangkan Tiga Bilangan Berturut-turut melalui Aktivitas Bermain Tepuk Bergambar/Ambulan 6 th Observation Report: SD Pusri Palembang, Sumatera Selatan DESAIN KE-4 PEMBELAJARAN PMRI: Belajar Mengurangkan Tiga Bilangan Berturut-turut melalui Aktivitas Bermain Tepuk Bergambar/Ambulan Evangelista

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 8 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Mathematical Habits of Mind Djaali (2008) mengemukakan bahwa melakukan kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 11 BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar pada umumnya berusia 7 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik

Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik Menjebatani Keabstrakan Matematika melalui Pembelajaran Matematika Realistik Erik Santoso Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Majalengka Email: eriksantoso.math07@gmail.com Abstrak Keabstrakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut kurikulum KTSP SD/MI tahun 2006 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam mengembangkan siswa agar nantinya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat mengikuti kemajuan

Lebih terperinci

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii Dian Septi Nur Afifah STKIP PGRI Sidoarjo email de4nz_c@yahoo.com ABSTRAK Objek matematika merupakan sesuatu

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

Desain Pembelajaran Operasi Bilangan Rasional Menggunakan Pola Busana Di Kelas X SMK

Desain Pembelajaran Operasi Bilangan Rasional Menggunakan Pola Busana Di Kelas X SMK JURNAL KREANO, ISSN : 2086-2334 Diterbitkan oleh Jurusan Matematika FMIPA UNNES Volume 3 Nomor 2, Desember 2012 Desain Pembelajaran Operasi Bilangan Rasional Menggunakan Pola Busana Di Kelas X SMK Intan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV Haniek Sri Pratini 1) Veronica Fitri Rianasari 2) Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Sanata Dharma

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada penjelasan berikut ini. 1. Efektifitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama manusia sepanjang hayat. Sejak lahir manusia memerlukan pendidikan sebagai bekal hidupnya. Pendidikan sangat penting sebab tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Kelompok Menurut Thomas (dalam Bell, 1978), pembelajaran metode proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) Jurnal Ilmiah Edukasi Matematika (JIEM) 93 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) Khosmas Aditya 1, Rudi Santoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi yang dapat diajarkan kepada peserta didik melalui pembelajaran matematika disebut komunikasi matematis. Komunikasi dalam matematika memang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa, karena manusia diberikan akal dan pikiran. Jika manusia tidak memiliki akal dan pikiran maka dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, dimana peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia dalam

Lebih terperinci

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP Effriyanti, Edy Tandililing, Agung Hartoyo Program studi Magister Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH LAYANG-LAYANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH DASAR Aji Setiaji Hj. Epon Nur aeni L Rosarina Giyartini UPI Kampus Tasikmalaya Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2 PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1 Oleh: Rahmah Johar 2 PENDAHULUAN Di dalam latar belakang dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran

Lebih terperinci

BELAJAR KONSEP PEMBAGIAN MELALUI PERMAINAN MEMBAGI PERMEN DENGAN DADU

BELAJAR KONSEP PEMBAGIAN MELALUI PERMAINAN MEMBAGI PERMEN DENGAN DADU BELAJAR KONSEP PEMBAGIAN MELALUI PERMAINAN MEMBAGI PERMEN DENGAN DADU Navel O. Mangelep Email : navelmangelep@gmail.com A. PENDAHULUAN Matematika sebagai cabang ilmu yang terstruktur dan terorganisir secara

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN :

PROSIDING ISBN : P 79 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VII DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DI SMP NEGERI 1 MUNTILAN Trisnawati 1, Dwi Astuti

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Lampiran B3 DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI UNTUK SISWA SMP KELAS VII SEMESTER GENAP UNTUK AHLI MATERI 1. Kelayakan Isi

Lebih terperinci

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994) imagorganisir bahan ajar. Ketiga hal tersebut perlu diorganisir secara matematis linatematisasi). Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan. Peranannya dalam berbagai disiplin ilmu dan pengembangan daya nalar manusia sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pendidikan merupakan unsur dasar yang menentukan kecakapan berpikir tentang dirinya dan lingkungannya. Seseorang yang mampu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno

II. TINJAUAN PUSTAKA. sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Efektivitas dapat dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION Eka Puji Lestari 1), Kuswadi 2), Karsono 3) PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi

Lebih terperinci

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama Atmini Dhoruri, R. Rosnawati, Ariyadi Wijaya Jurusan Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sungguminasa melalui pembelajaran matematika melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan mengenyam pendidikan di sekolah baik sekolah formal maupun informal, manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Peran pendidikan sangat penting

Lebih terperinci