PELUANG DAN TANTANGAN SEKTOR INDUSTRI MENGHADAPI PEREKONOMIAN NASIONAL, REGIONAL, GLOBAL DI MASA DEPAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELUANG DAN TANTANGAN SEKTOR INDUSTRI MENGHADAPI PEREKONOMIAN NASIONAL, REGIONAL, GLOBAL DI MASA DEPAN"

Transkripsi

1 PELUANG DAN TANTANGAN SEKTOR INDUSTRI MENGHADAPI PEREKONOMIAN NASIONAL, REGIONAL, GLOBAL DI MASA DEPAN Disampaikan oleh : Ir. H Airlangga Hartarto., MMT, MBA Ketua Komisi VI DPR RI Pada Rapat Kerja Kementerian Perindustrian RI Tema : Undang-Undang Perindustrian sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara Industri Tangguh Hotel Borobudur, Kamis 6 Februari 2014

2 1. Pendahuluan 2. Arah dan Pengembangan Industri Menurut Undang- Undang Perindustrian 3. Peluang dan Tantangan Dalam Pengembangan Sektor Industri Secara Nasional, Regional dan Global 4. Langkah Strategi Mengembangkan Industri Nasional Kedepan 5. Kesimpulan

3 Keberhasilan pembangunan ekonomi, sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan industri nasional. (lihat Grafik ) Untuk menjadi negara dengan industri yang bertumbuh, kuat, dan maju, kontribusi industri manufaktur harus setidaknya 40% terhadap PDB. Kontribusi industri manufaktur diharapkan bisa naik menjadi 40% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam beberapa tahun ke depan. Jika angka tersebut tercapai, Indonesia baru bisa mengaku sebagai negara dengan industri yang kuat. (tahun 2011, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional tercatat 20,92%; tahun 2012, dengan pertumbuhan 6,4%, industri manufaktur menyumbang 20,8% atau sekitar Rp 1.714,3 triliun terhadap PDB nasional yang sebesar Rp 8.241,9 triliun). Untuk memacu percepatan pertumbuhan industri nasional tersebut, maka perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi merupakan sarana yang akan menjadi andalan bagi peningkatan kualitas produk serta keunggulan dan daya saing ekonomi dan industri nasional. Karena berkembangnya kegiatan di sektor industri sudah tentu memberi sumbangan besar bagi keberhasilan pembangunan ekonomi, terutama dapat menghemat devisa, mendorong ekspor, menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan, mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan menyumbang pemerataan pendapatan masyarakat. Percepatan pembangunan ekonomi dengan mengandalkan industri utamanya pengembangan Iptek dan inovasi (knowledge based economy) serta didukung oleh upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif akan mendorong sektor swasta untuk berinvestasi dalam industri.

4 Meningkatnya investasi dalam sektor industri akan mempercepat pula penciptaan kesempatan berusaha serta mendorong produktivitas tenaga kerja yang tinggi dibarengi dengan pemanfaatan modal secara efisien, proteksi terhadap UMKM dan Koperasi, serta kelembagaan yang bersih dan efektif. Bidang industri yang sangat terkait dengan pemanfaatan iptek adalah dalam pengembangan industri dasar, manufaktur, industri makanan dan minuman, industri penerbangan, industri transportasi, industri perikanan, industri pertanian, industri perkebunan, industri kesehatan atau farmasi dan industri pertahanan dan industri strategis. Bila Indonesia kedepan mampu mengembangkan industri dengan memanfaatkan iptek ini maka akan memberi sumbangan yang sangat besar terhadap pemenuhan kebutuhan produk industri dalam negeri, mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk industri luar negeri yang pada gilirannya akan mendorong kemajuan ekonomi bangsa dan meningkatkan daya saing nasional. Undang-Undang Perindustrian yang baru saja selesai disahkan oleh DPR-RI dan Pemerintah pada akhir tahun 2013 lalu diharapkan akan memberi ruang dan payung hukum yang memadai untuk mengembangkan industri nasional sehingga mampu menjadi pelaku industri baik secara nasional, regional dan global. Undang-undang ini telah membangun suatu paradigma pembangunan dan pembangunan industri dengan mengakomodir perkembangan yang terjadi di dunia industri sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta inovasi yang ada di seantero dunia ini.

5 Pertumbuhan PDB Nasional, pada Triwulan I 2013 meningkat 6,0 % Dari tahun Pertumbuhan itu Didukung oleh pertumbuhan Industri Manufaktur dan Non-Migas sebesar 6,7 % Kontribusi beberapa sub sektor industri Terhadap pertumbuhan PDB (selama triwulan I Tahun 2013 Sumber :Laporan Ekonomi Bappenas 2013

6 UU PERINDUSTRIAN 27 BAB 123 Pasal MELIPUTI : Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Bidang Perindustrian Rencana Induk Penbangunan Industri Nasional Kebijakan Industri Nasional Perwilayahan Industri Pembangunan SDM Industri Pembangunan Sarana Dan Prasarana Industri Pembaberdayaan Industri Tindakan Pengamanan dan Penyelamatan Industri Perizinan, Penanaman modal bidang Industri dan Fasilitasi Komite Industri Nasional Memberikan Kepastian Dalam Mengatur Tatanan Perindustrian Nasional TUJUAN PERINDUSTRIAN Mewujudkan Industri nasional sebagai PILAR DAN PENGGERAK PEREKONOMIAN NASIONAL Mermberikan KEDALAMAN DAN KEKUATAN STRUKTUR INDUSTRI Mewujudkan INDUSTRI YANG MANDIRI, BERDAYA SAING DAN MAJU SERTA INDUSTRI HIJAU Mewujudkan KEPASTIAN BERUSAHA, PERSAINGAN YANG SEHAT, serta MENCEGAH PEMUSATAN atau PENGUASAAN INDUSTRI OLEH SATU KELOMPOK atau PERSERORANGAN YANG MERUGIKAN MASYARAKAT Mewujudkan PEMERATAAN PEMBANGUNAN INDUSTRI ke seluruh wilayah Indonesia guna MEMPERKUAT DAN MEMPERKUKUH KETAHANAN NASIONAl Meningkatkan DAYA SAING Nasional Merupakan Strategi Pembangunan Jangka Panjang yang Komprehensif dan Payung Hukum untuk Ketegasan atau Kejelasan terhadap Penciptaan Daya Saing Nasional Kedaulatan Ekonomi Nasional yang Mensejahterakan Rakyat Indonesia Peran Serta Masyarakat Pengawasan dan Pengendalian Meningkatkan KEMAKMURAN DAN KESEJATERAAH MASYARAKAT SECARA BERKEADILAN.

7 Key Issues 1. Rencana Induk Kebijakan Industri Nasional Arah dan Pengembangan Merupakan National Industrial Policy (yang mengatur antara lain industri prioritas, industri strategis termasuk insentive serta hilirisasi (down-stream) industri hingga intermediate industry),dll 2. Affitmative Action 3. Keberpihakan terhadap UKM 4. Pengembangan Industri Strategis UU Perindustrian ini menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk memajukan sektor industri secara menyeluruh, dengan merumuskan dengan baik tentang (1) Penguasaan dan Pengusahaan oleh negara, seperti rumusan industri strategis yang jelas dan ketat dimana pemerintah harus lebih banyak berinisiatif masuk ke industri yang swastanya tidak bersedia. Rumusan industri prioritas termasuk penentuan IKM dimana seluruh industri selayaknya diarahkan menjadi ramah terhadap lingkungan Perlu ada ketegasan bahwa industri nasional harus berpihak untuk mendorong UKM mengingat akan berlakunya era perdagangan bebas (AFTA, CAFTA, Asean Economy Community, etc) Perlu adanya ketentuan kepemilikan industri strategis khususnya terhadap pilihan jenis industri strategis yang harus dikuasai oleh negara serta industri strategis mana yang diberikan perlakuan khusus.

8 Key Issues 5. Daya Saing Nasional dan Standardisasi Produk Industri 6. Lembaga Pembina Sektor Industri Arah dan Pengembangan Perlunya pengaturan standardisasi, HAKI, pemanfaatan penggunaan teknologi yang mendukung efektifitas kegiatan perindustrian dalam rangka penigkatan standardisasi yang bersesuaian dengan peningkatan kinerja industri Perlu dibangun kesadaran bahwa tantangan peningkatan standard industri nasional adalah dalam rangka memenuhi regulasi global Mengadakan satu lembaga yang berwenang melakukan pembinaan terhadap sektor industri 7. Kawasan Industri Mencegah terpusatnya pembangunan kawasan industri hanya di tempat tertentu saja dengan mengatur (1) ketentuan tentang batasan-batasan wilayah industri masing-masing wilayah ; (2) ketentuan tentang kriteria kawasan industri ; (3) pemetaan sentra industri pada masing-masing wilayah/klaster industri 8. Penggunaan Produk Dalam Negeri (hasil dari Industri dalam negeri) 9. Peran BUMN dan BUMN dalam pengembangan Industri keberpihakan pada produk dalam negeri dalam strategi industri nasional yang komprehensfi termasuk penciptaan pasar bagi produk dalam negeri Perlu dicantumkan peran dan fungsi BUMN dan BUMD sebagai anchor untuk mendorong Pengembangan Industri Nasional mendukung dengan menekan cost (input cost, transportation cost, energy cost, capital cost, labor cost) dengan melibatkan BUMN penciptaan pasar dalam dan luar negeri dengan berbagai comprehensive strategy termasuk menciptakan pasar bagi BUMN

9 Key Issues 10. Menjadikan SDA sebagai modal dalam pengembangan Industri 11. Ketimpangan Struktur industri Arah Pengembangan mengatur pemanfaatan SDA untuk kepentingan industri dalam negeri (pengendalian ekspor & ekspor jika kebutuhan terpenuhi Struktur Industri Indonesia saat ini sangat timpang, di mana jumlah industri kecil sangat besar sementara industri menengah, besar sangat sedikit. 12. Pencegahan Deindustrialisasi Mengidentifikasi faktor-faktor yang mengancam industri nasional 13. Pengeluaran R&D Perlu ada intervensi pemerintah untuk mempercepat kemajuan industri khususnya terhadap industri yang berbasis peningkatan (1) faktor produksi (modal & tenaga kerja) dan (2) produktivitas input: Tujuan intervensi perlu untuk peningkatan produktivitas atau daya saing Peningkatan produktivitas industri perlu lebih ditekankan dari pada daya saing. Bentuk intervensi pemerintah yang dapat dilakukan adalah terhadap (1) penyediaan faktor produksi (input): public good (infrastruktur); pasokan feed stock dan tenaga kerja; modal (investasi); dll. (2) mendorong peningkatan produktivitas faktor: R&D; inovasi; pendidikan dan latihan, dll. Perlu ada pendalaman teknologi melalui fasilitasi inovasi dan pembiayaan yang konsisten

10 Key Issues Arah Pengembangan 14. Industri Hijau Seluruh industri selayaknya diarahkan menjadi ramah terhadap lingkungan. 15. Industri Kreatif UU Perindustrian ini telah mengakomodasi industri kreatif secara ekstensif mengingat pada masa mendatang berbagai cabang yang dicakup dalam kelompok industri ini akan menjadi penentu dalam "paradigm shift" industri dan perindustrian masa mendatang 16. Infant Industry-Industri Lokal Perlu ada perbendaan perlakuan terhadap industri lnfant maupun industri lokal 17. Bahan Baku Industri Perlu diatur ketentuan tentang pembatasan bahan baku impor dan fasilitas penyediaan bahan baku substitusi pengganti bahan baku impor mengingat maraknya penggunaan bahan baku impor pada industri Indonesia, padahal dengan menggunakan bahan baku dalam negeri dapat mendorong investasi hulu-hilir yang meminimalisir biaya 17. KOMITE INDUSTRI NASIONAL Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan Industri dengan melakukan koordinasi dan evaluasi dalam rangka pembangunan industri yang memerlukan dukungan lintas sektor daerah terlaot pembangunan sumberdaya industri, sarana dan prasarana industri, pemberdayaan industri, perwilayanaan industri, pengamanan dan penyelamatan industri, melakulan pemantauan tindak lanjut hasil koordinasi, melakukan koordiasi kewenangan pengaturan bersifat teknis untuk bidang infustri tertentu dalam rangka pembinaan, pengembangan dan pengaturan industri, memberi masukan dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional, Kebijakan Industri Nasional dan Rencana Kerja Pembangunan Industri.

11 PELUANG TANTANGAN SDA : penghasil bahan mentah dan bahan setengah jadi bagi industri karena memiliki sumber daya alam dan sumber daya genetik yang cukup banyak dan beraneka ragam PENDUDUK : Jumlah penduduk mencapai 245 juta jiwa ( merupakan terbesar keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat.) Kemajuan teknologi dan Ilmu Pengetahuan Perubahan perilaku dan orientasi stakeholder industri Keterlambatan pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi yang belum tuntas, korupsi. NASIONAL KELAS MENENGAH : Pertumbuhan kelas menengah yang cukup tinggi belum didayagunakan sebagai potensi strategis dalam menggerakkan sektor riil dan mendorong pertumbuhan ekonomi DAYA TAHAN EKONOMI : Di tengah krisis ekonomi global pada tahun 2011/2012, ekonomi Indonesia tetap tumbuh dengan angka sekitar 6,5%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi kekuatan ekonomi utama di kawasan ASEAN, POTENSI IPTEK DAN INOVASI : kemampuan manusia indonesia untuk mengembangkan iptek dan inovasi perlu dikelola secara optimal untuk mendorong transformasi perkembangan ekonomi dari yang berbasis pertanian menuju industri, kemudian berbasis pengetahuan, dan akhirnya berbasis inovasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah proses produksi Rendahnya penguasaan aset dan akses rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi (lahan untuk usaha dan sumber permodalan) sehingga mengakibatkan ; (a) ketimpangan antara kelompok yang kaya dan miskin, (b) Ketimpangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan (c) Ketimpanga antar wilayah barat dan timur Indonesia. (d) ketimpangan sosial ekonomi ini juga disebabkan karena terjadinya disparitas pembangunan yang tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia

12 PELUANG TANTANGAN REGIONAL Elastisitas ekonomi Indonesia yang cukup baik dibanding negara lain dengan tetap tumbuh dengan angka sekitar 6,2%. Potensi kemampuan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi utama di kawasan ASEAN, yang terbukti dari ketahanan Indonesia menghadapi krisis ekonomi Jumlah penduduk Indonesia yang merupakan merupakan terbesar kelima di dunia (setelah China, India, dan Amerika Serikat dan Nigeria), merupakan market potensial baik secara nasional maupun regional Pertumbuhan kelas menengah yang cukup tinggi merupakan potensi strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi ASIAN ECONOMIC COMMUNITY & BERTUMBUHNYA KOMUNITAS KERJASAMA REGINAL SEJENIS (seperti EUROPEAN ECONOMIC COMMUNITY, Persaingan antarnegara makin ketat akibat makin pesat dan meluasnya proses globalisasi, sehingga perlu dilakukan perubahan basis kekuatan ekonomi dari yang mengandalkan upah tenaga kerja murah dan ekspor bahan mentah bernilai tambah rendah hasil eksploitasi sumber daya alam, menjadi perekonomian berbasiskan ketrampilan sumber daya manusia dan produk dengan nilai tambah tinggi. Belum dikembangkannya upaya untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri strategis guna memenuhi kebutuhan nasional secara mandiri, menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap berbagai produk impor.

13 Skema Kerjasama Lembaga Internasional WTO APEC ASEAN Regional Forum ASEAN+3 ASEAN+1 Sub Regional Bilateral PELUANG TANTANGAN GLOBAL Semakin terbukanya sistem perekonomian dunia yang memberi ruang bagi ekspansi perekonomian nasional. Masuknya Indonesia menjadi Anggota APEC, WTO merupakan peluang untuk menjalin kerjasama dalam berbagai bidang dengan negara lain yang dapat memberi nilai tambah bagi industri nasional GLOBALISASI EKONOMI DAN KOLABORASI & STANDAR INTERNASIONAL Dampak globalisasi yang paling dirasakan adalah persaingan yang semakin ketat di erbagai kegiata ekooni teritama di sektor industri Salah sat perubahan di bidang industri ditandai dengan berubahnya sistem produksi dari produksi masssal menjadi kustomisasi. Peruahan mass customisazion telah menhibah fokus industri dari berorientasi mampu memuat menjadi mampu memenuhi harapan pasar

14 Strategi mengembangkan industri nasional ke depan perlu dilakukan dengan beberapa langkah-langkah sebagai berikut : Membangun Industri berbasis Iptek dan Inovasi berdaya saing tinggi Pengembangan Iptek dan inovasi diarahkan untuk mengembangkan industri nasional, khususnya industri energi, agroindustri, manufaktur, dan industri transportasi. Pengembangan industri energi diarahkan untuk mengembangkan energi baru terbarukan demi mendukung terwujudnya ketahanan energi nasional. Revitalisasi Pertanian Pangan dan Pertanian Niaga Agar pengembangan sektor pertanian tidak tertinggal dari sektor industri dan jasa, maka pertanian khususnya pangan diarahkan untuk terwujudnya swasembada dan kedaulatan pangan yang didukung oleh mekanisasi pertanian dan pertanian berskala besar. Pertanian berskala besar diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi di pasar global. Pengembangan industri hilir dari produk pertanian berskala besar perlu dilakukan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar Penguatan Daya Saing Industri dengan Meningkatkan Produktivitas dan Infrastruktur yang Andal Kebijakan industri yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing industri nasional melalui diversifikasi produk dan pasar guna meningkatkan ekspor; Kebijakan industri khususnya industri energi, agroindustri, manufaktur, dan industri transportasi diarahkan untuk meningkatkan daya saing industri nasional melalui diversifikasi produk dan pasar guna meningkatkan ekspor; melakukan transformasi industri berdasarkan keunggulan komparatif (dari industri berbasis buruh murah dan sumber daya alam) menuju industri berbasis produktivitas yang didukung oleh SDM berkualitas serta ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi

15 Revitalisasi Industri Pertanian dalam rangka Ketahanan Pangan Strategi pengembangan sektor pertanian agar tidak tertinggal dari sektor industri dan jasa. Pertanian pangan diarahkan untuk terwujudnya swasembada dan kedaulatan pangan yang didukung oleh mekanisasi pertanian dan pertanian berskala besar. Pertanian berskala besar diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi di pasar global. Pengembangan industri hilir dari produk pertanian berskala besar perlu dilakukan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan (khusus untuk beras 70% produksi lokal dan 30% impor) melalui program intensifikasi berbasis keunggulan wilayah. (sebagai contoh, Sumatera untuk kelapa sawit, karet dan gula; Jawa untuk beras; Kalimantan untuk kelapa sawit dan kayu; Sulawesi untuk pangan, kakao, dan perikanan; Bali dan Nusa Tenggara untuk peternakan dan perikanan; serta Papua dan Maluku untuk food estate, peternakan dan perikanan). Revitalisasi Industri Minyak dan Gas dalam rangka Ketahanan Energi Mengupayakan terwujudnya ketahanan energi, termasuk diversifikasi energi dengan mengubah penggunaan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas dan bahan bakar yang bersumberkan energi baru terbarukan, seperti panas bumi, tenaga surya, dan energi nuklir; Mengupayakan ketersediaan energi dalam jumlah yang memadai untuk sektor transportasi, industri, dan pembangkit tenaga listrik; mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak dengan menerapkan kebijakan harga yang rasional, pengendalian konsumsi bahan bakar subsidi, pendidikan atau sosialisasi mengenai penghematan dan keamanan energi; serta mengoptimalisasi produksi minyak bumi dan gas serta pertambangan mineral dengan meninjau ulang kontrak karya dan kontrak production sharing yang akan berakhir; meningkatkan permodalan, akses teknologi, sumber daya manusia, dan kinerja BUMN.

16 Revitalisasi Industri Manufaktur. Mendorong pengembangan sektor manufaktur yang dinamis dan produktif, serta revitalisasi dan transformasi Industri Manufaktur. Pengembangan kebijakan yang terfokus dan sistimatis dalam meningkatkan Industri Logam Dasar dan Industri Kimia, antara lain melalui kerjasama internasional; Pengembangan industri makanan dan minuman secara terintegrasi; Menjadikan Indonesia sebagai pusat industri otomotif di Asia Tenggara; Revitalisasi dan pengembangan industri kayu, produk kayu dan rotan; serta Pertumbuhan industri manufaktur ditargetkan 9 11 % per tahun. Mendorong hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah yang berasal dari sumber daya alam, dari pertambangan, kehutanan, perkebunan dan pertanian.. Memperbaiki Iklim Usaha yang Kondusif Memperbaiki iklim usaha melalui penyederhanaan peraturan agar menciptakan kepastian peraturan, kontrak, dan hukum; serta merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan-peraturan yang terkait serta membuat undangundang tentang berusaha.

17 Industri Indonesia mempunyai peluang yang cukup besar untuk berkembang dan tangguh, sekalipun terhampar tantangan yang juga tidak bisa dianggap ringan. Industri Indonesia akan mampu bersaing dan bangkit sejajar dengan industri di negara tetangga dan regional lainnya sepanjang pemerintah dan segenap pemangku kepentingan lainnya memiliki visi dan komitmen yang kuat mengenmbangkannya yaitu dengan mengidentifikasikan semua tantangan dan peluang yang ada secara cermat dan menuangkannya di dalam Rencana Induk Perindustian Nasional maupun Kebijakan Industri Nasional sebagi impelentasi untuk menentukan priorotas industri yang akan dibangun termasuk bidang industri yang akan dijadikan unggulan Undang-Undang Perindustrian yang baru saja disahkan oleh DPR-RI pada akhir tahun 2013 lalu memiliki kekuatan hukum yang memadai dan komprehensif sebagai payung hukum dalam membuat perencanaan dan implementasi kebijakan Industri Nasional. Mengingat industri merupakan salah satu faktor pendorong perekonomian nasional, maka untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, mau tidak mau pemerintah harus sudah mulai membuat perencanaan dan kebijakan impelementasi yang utuh, komprehemsif serta terpadu dan memadai untuk membangkitkan kembali industri nasional. Melalui Komite Industri Nasional, pemerintah diharapkan akan menjadikan komite ini sebagai wadah untuk membuat langkah strategis dalam menyusun rencana industri nasional.

18

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 JAKARTA, 16 FEBRUARI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Pimpinan Komisi

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA KUNJUNGAN DI UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG, 14 APRIL 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Saudara Rektor Universitas Nusa

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG Parigi, 4 Mei 2015 Yth.: 1. Bupati Parigi Moutong; 2.

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011

RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011 RANGKUMAN HASIL RAKOR PANGAN NASIONAL, FEED INDONESIA FEED THE WORLD II JAKARTA, 26 JULI 2011 Tujuan Rakor Pangan : Rakor pangan bertujuan mengsinkronisasikan kebijakan dan kegiatan seluruh pemangku kepentingan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2014 Jakarta, 5-7 Februari 2014 Rapat Kerja dengan tema Undang-Undang Perindustrian Sebagai Landasan Pembangunan Industri Untuk Menjadi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016

LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016 CAPAIAN KINERJA PENYERAPAN ANGGARAN PEMANTAUAN KEGIATAN Triwulan II Tahun 2016 Kode Dan Nama Program

Lebih terperinci

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA MENINGKATKAN NILAI TAMBAH IKM MELALUI SISTEM PEMBINAAN YANG TEPAT DAN KOORDINASI YANG EFEKTIF (RENCANA KERJA 2010) Oleh : Dirjen Industri Kecil dan Menengah Disampaikan ik pada acara : Rapat Kerja Departemen

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RAPAT KERJA DENGAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, MENTERI PERTANIAN, MENTERI PERINDUSTRIAN, MENTERI PERDAGANGAN,

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

Transformasi Desa Indonesia

Transformasi Desa Indonesia Transformasi Desa Indonesia 2003-2025 Dr. Ivanovich Agusta iagusta1970@gmail.com Relevansi Transformasi dari Pemerintah Sumber Penerimaan Total Penerimaan (Rp x 1.000) Persentase PAD 3.210.863 18,13 Bantuan

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016 PEMANTAUAN KEGIATAN Triwulan I Tahun 2016 Kode Dan Nama Program [035.01.06] Program Koordinasi

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI

DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI DR.IR. BAMBANG SETIADI, IPU KETUA DEWAN RISET NASIONAL ANGGOTA DEWAN PERGURUAN TINGGI VISI KEMENRISTEKDIKTI Terwujudnya Pendidikan Tinggi Yang Bermutu Serta Kemampuan Iptek Dan Inovasi Untuk Mendukung

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas. Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013

Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas. Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 Dr. Prasetijono Widjojo MJ, MA Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Penutupan Pra-Musrenbangnas 2013 Jakarta, 29 April 2013 SISTEMATIKA 1. Arah Kebijakan Prioritas Nasional 2. Isu-isu Penting dalam Prioritas

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN DALAM KULIAH UMUM UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI (UIGM) DI PALEMBANG MENGENAI GERAKAN NASIONAL DALAM RANGKA MEMASUKI ERA MASYARAKAT

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 Oleh : Menteri PPN/Kepala Bappenas Disampaikan dalam acara Musyawarah

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA KONGRES GERAKAN ANGKATAN MUDA KRISTEN INDONESIA (GAMKI) TAHUN 2015 Memajukan Industri Kawasan Timur Indonesia Manado, 30 April 2015 Yth.: 1. Gubernur

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

VI. KESIMPULAN DAN SARAN VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai peranan investasi pemerintah total dan menurut jenis yang dibelanjakan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya 1.1. Latar Belakang Strategi pembangunan ekonomi bangsa yang tidak tepat pada masa lalu ditambah dengan krisis ekonomi berkepanjangan, menimbulkan berbagai persoalan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Mulai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana

I. PENDAHULUAN. Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arah kebijakan pembangunan pertanian yang dituangkan dalam rencana strategis tahun 2010-2014 adalah terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis

Lebih terperinci

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013

SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013 SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT Bandung, 8 Juni 2013 Yang Saya Hormati: 1. Gubernur Jawa Barat; 2. Saudara Menteri PPN/Kepala Bappenas; 3. Ketua Kadin Prov. Jawa Barat; 4. Ketua Forum Ekonomi

Lebih terperinci

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016

Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA LAPORAN TRIWULAN I KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2016 BIRO PERENCANAAN 2016 Formulir C Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tanggal

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

RANCANGAN TEKNOKRATIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2015-2019

RANCANGAN TEKNOKRATIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2015-2019 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RANCANGAN TEKNOKRATIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN) 2015-2019 Oleh: Menteri PPN/Kepala Bappenas

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk menopang perekonomian nasional dan daerah, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang dialami

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016 PEMANTAUAN KEGIATAN Triwulan III Tahun 2016 Kode dan Nama Unit Organisasi Kode Dan Nama Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

Strategi UKM Indonesia

Strategi UKM Indonesia Strategi UKM Indonesia I WAYAN DIPTA Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah ILO/OECD Workshop for Policy Makers on Productivity and Working Conditions in

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014

Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian REPUBLIK INDONESIA Formulir C Laporan Pengendalian dan Evaluasi Pelaksana Rencana Pembangunan Triwulan III Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 Tahun Anggaran 2014 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci