PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A"

Transkripsi

1 PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor LISA ANISA A DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN LISA ANISA. Perencanaan Lanskap Riparian Sungai Martapura untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Alami Kota Banjarmasin. Dibimbing oleh DR. IR. SITI NURISJAH, MSLA. Sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan alami kota. Begitu juga halnya dengan Kota Banjarmasin yang memiliki 107 sungai, dan dikenal dengan sebutan Kota Seribu Sungai. Sebagai ibukota propinsi, ketersediaan fasilitas dan utilitas pada kota ini sangat menjadi perhatian pemerintah dalam usaha pembangunan dan peningkatan kesejahteraan kota. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan alami kota. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan biofisik. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan penataan lanskap riparian Sungai Martapura guna meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Banjarmasin serta menghasilkan model lanskap riparian Sungai Martapura yang nyaman, fungsional, dan lestari. Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menentukan arah kebijakan kota, terutama di riparian-riparian sungai dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Banjarmasin. Penelitian ini dilakukan di sepanjang riparian Sungai Martapura, Kota Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan. Panjang riparian Sungai Martapura yang diamati sekitar km, dengan batas kawasan riparian sejauh 30 m dari tepi sungai tersebut Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara survei langsung ke lapang dan wawancara dengan perwakilan masyarakat di sekitar tapak. Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, Dinas Pertanian Kota Banjarmasin, Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, PDAM Bandarmasih, Dinas Tata Kota dan Perumahan Banjarmasin, Badan Meteorologi dan Geofisika, serta studi pustaka yang berkaitan dengan lanskap riparian sungai. Tahap analisis dan sintesis dilakukan untuk menentukan batas kawasan penelitian dan ruang-ruang fungsionalnya yang dinilai dari aspek legal (RTRW), aspek fisik (RTH dan land cover), dan aspek ekologis (sinuositas). Sintesis dilakukan untuk menentukan ruang dan alternatif yang akan dilakukan dengan meng-overlay tiga aspek analisis tersebut untuk memperbaiki kualitas lingkungan alami Sungai Martapura.. Dari aspek ekologis, analisis dilakukan terhadap data sinuositas untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen sungai. Kategori skoring nilai

4 sinuositas yang diberikan, yaitu: 1 (kurang tinggi), 2 (tinggi), dan 3 (sangat tinggi). Bentuk kelokan Sungai Martapura termasuk ke dalam bentuk sinuous dan meander. Pada aspek fisik, dilakukan analisis terhadap luas RTH dan jenis land cover yang ada pada riparian sungai tersebut. Kategori skoring nilai pada luas RTH ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen riparian sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas riparian Sungai Martapura pada peta kondisi eksisting Kota Banjarmasin. Sedangkan kategori skoring pada jenis land cover ditentukan berdasarkan perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan kosong dan bangunan yang terdapat pada riparian sungai, yaitu: 1 (kurang), 2 (sedang), dan 3 (baik). Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun dan kondisi alaminya harus dilindungi, salah satunya dengan dijadikan sebagai hutan kota. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan pemanfaatan ketersediaan RTH kota, misalnya dengan pembuatan taman kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi pada lahan kosong di antara bangunan. Subkawasan riparian Sungai Martapura yang harus ditanami dengan tanaman yang berfungsi melindungi riparian antara lain dalam bentuk hutan kota atau penanaman yang rapat (densitas tanaman tinggi) dalam perencanaan ini memiliki luas ± m 2 (7.63%), untuk perencanaan taman kota seluas ± m 2 (16.25%), dan lahan untuk penanaman vegetasi di antara bangunan seluas ± m 2 (6.22%). Subkawasan Sungai Martapura yang harus dilindungi dalam keadaan alami adalah 3 kelurahan di Banjarmasin Selatan (sebagian Mantuil, sebagian Basirih, dan Kelayan Selatan), dan 3 kelurahan di Banjarmasin Timur (Sungai Lulut, Banua Anyar, dan Pengambangan). Pemanfaatan ketersediaan RTH pada subkawasan Sungai Martapura menjadi taman kota melingkupi 1 kelurahan di Banjarmasin Selatan (Mantuil), 3 kelurahan di Banjarmasin Barat (Basirih, Teluk Tiram dan Telawang) dan 2 kelurahan di Banjarmasin Selatan (Kelayan Selatan dan Pekauman). Sedangkan penanaman vegetasi pada lahan-lahan kosong di antara bangunan dilakukan pada 1 kelurahan di Banjarmasin Barat (Telawang), 2 kelurahan di Banjarmasin Selatan (Pekauman dan Kelayan Barat), 9 kelurahan di Banjarmasin Tengah (Kelayan Luar, Sungai Baru, Gadang, Kertak Baru Ulu, Kertak Baru Ilir, Antasan Besar, Seberang Masjid, Pasar Lama, dan Melayu), dan 3 kelurahan di Banjarmasin Utara (Antasan Kecil Timur, Surgi Mufti, dan Sungai Jingah), 3 kelurahan di Banjarmasin Timur (Sungai Bilu, Sungai Lulut, dan Banua Anyar). Vegetasi yang dipergunakan untuk perencanaan pada lanskap riparian Sungai Martapura adalah vegetasi berkayu yang akarnya dapat menahan erosi tebing sungai dan vegetasi penutup tanah. Penggunaan teknik rekayasa dalam mencegah erosi tebing sungai lebih ditekankan pada penggunaan teknik bioengineering. Teknik bioengineering yang dipergunakan adalah live stake dan gabion wall. Kata kunci: karakter alami, kualitas lingkungan alami, riparian, sinuositas sungai.

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : Perencanaan Lanskap Riparian Sungai Martapura untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Alami Kota Banjarmasin : Lisa Anisa : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS NIP Tanggal disetujui:

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 5 September 1987 dari pasangan Bapak Syafruddin dan Ibu Enny. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lintau Buo dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis berhasil melalui seleksi masuk Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, setelah menjalani Tahap Persiapan Bersama selama setahun sebelumnya. Selama mengikuti perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) dua tahun berturut-turut, yaitu periode tahun 2007 dan tahun Dalam himpunan kemahasiswaan ini penulis menjadi bagian dari staf Divisi Kewirausahaan. Pada akhir periode HIMASKAP tahun 2008, penulis mendapatkan penghargaan sebagai Pengurus Teladan HIMASKAP 2008.

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi dengan judul Perencanaan Lanskap Riparian Sungai Martapura untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Alami Kota Banjarmasin ini dapat diselesaikan. Tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai bentuk pemaparan hasil penelitian yang penulis lakukan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak dalam proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai pembimbing skripsi yang banyak memberikan nasehat, masukan, dan motivasi kepada penulis. 2. Bapak Ir. Qodarian Pramukanto, MSi dan Ibu Fitriyah Nurul Hidayah Utami, ST, MT sebagai penguji ujian skripsi yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Mama, Papa, Alvi, Lina dan keluarga besar Lintau-Ujung Batu-Jambi yang tidak pernah bosan memberikan dukungan dan doa kepada penulis. 4. Bapak Supriadi dan keluarga yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di Kota Banjarmasin. 5. Tek Nun dan keluarga yang telah banyak memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi. 6. Anak 1000 Sungai ( M, Chan-chan, Rindha, Dara, Dika, dan Dina), teman-teman seperjuangan penulis dalam pengumpulan data-data penelitian di Kota Banjarmasin. 7. Farida, Rindha, Trisna, Yoki, Tri, Thicute, Tika, Riska, Rina, Nani, Mas Bay, Boep, dan Fajar yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis di saat-saat terapuh. 8. Indri, Melda, Uni Yeyen, Dini, Azi, Indah, CF, Vella, Kalla, Hudi, Dhofir atas dukungan moral yang telah diberikan kepada penulis.

8 9. Teman-teman ARL 40, 41, dan 42 atas masukan dan motivasi yang diberikan kepada penulis. 10. Teman-teman Mahasiswa Lintau Bogor (MLB). 11. Teman-teman di Wisma Gajah. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita bersama. Bogor, Agustus 2009 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pikir Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Lanskap Sungai Sinuositas Sungai Lanskap Riparian Tata Guna Lahan III. KONDISI UMUM WILAYAH 3.1. Geografis dan Administrasi Kota Sejarah Perkembangan Kawasan Kondisi Fisik Kota Banjarmasin Kondisi Morfologi Kondisi Geologi Kondisi Tanah Kondisi Iklim dan Curah Hujan Kondisi Pasang Surut Vegetasi Kependudukan Perekonomian Tata Guna Lahan... 24

10 ii 3.7. Tata Ruang Kota IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pendekatan dan Tahapan Perencanaan Penelitian Metode Penelitian Pengumpulan Data dan Informasi Analisis dan Sintesis Perencanaan Lanskap V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Aspek Legal Aspek Ekologis Aspek Fisik Sintesis VI. PERENCANAAN LANSKAP 6.1. Konsep Dasar Pengembangan Konsep Konsep Ruang Konsep Tata Hijau Konsep Infrastruktur Sungai Perencanaan Lanskap VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... vii LAMPIRAN... ix

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Wilayah administrasi Kota Banjarmasin yang dilalui Sungai Martapura Tabel 2. Perbandingan perkembangan pemanfaatan Sungai Martapura Tabel 3. Kepadatan penduduk tiap kecamatan tahun Tabel 4. Pertumbuhan PDRB Kota Banjarmasin tahun Tabel 5. PDRB perkapita Kota Banjarmasin tahun Tabel 6. Tata guna lahan Kota Banjarmasin Tabel 7. Alokasi waktu penelitian Tabel 8. Pembagian subkawasan penelitian berdasarkan grid Tabel 9. Data penelitian Tabel 10. Standar penilaian peubah pada luas RTH Tabel 11. Standar penilaian peubah pada land cover Tabel 12. Standar penilaian peubah pada sinuositas Tabel 13. Perbandingan peraturan tentang sempadan sungai Tabel 14. Nilai sinuositas Sungai Martapura Tabel 15. Geometri Sungai Martapura Tabel 16. Kualitas lingkungan Sungai Martapura berdasarkan kondisi eksisting Tabel 17. Sintesis untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami Sungai Martapura Tabel 18. Komposisi perencanaan lanskap riparian Sungai Martapura Tabel 19. Jenis tanaman pohon untuk riparian Sungai Martapura... 61

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka pikir penelitian... 4 Gambar 2. Perubahan penampang sungai yang menunjukkan umur sungai... 6 Gambar 3. Bentuk alur sungai... 8 Gambar 4. Perhitungan Sinuosity Rasio... 9 Gambar 5. Peta administrasi Kota Banjarmasin Gambar 6. Rengas (Gluta wallichii) Gambar 7. Bakung piai (Crinum asiticum) Gambar 8. Rambai (Baccaurea motleyana) Gambar 9. Pandan (Pandanus sp.) Gambar 10. Jeruju (Acanthus ilicifolius) Gambar 11. Bakau (Rhizopora sp.) Gambar 12. Peta subkawasan penelitian Gambar 13. Alur tahapan penelitian Gambar 14. Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover Gambar 15. Penghitungan sinuositas sungai Gambar 16. GSS menurut PP Nomor 35 tahun 1991 tentang sungai pasal Gambar 17. GSS menurut PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (1) Gambar 18. GSS menurut PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (2) Gambar 19. GSS menurut PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (3) Gambar 20. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (1) Gambar 21. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (2) Gambar 22. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/

13 iv 1993 (1) Gambar 23. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/ 1993 (2) Gambar 24. Perumahan di bantaran dan badan Sungai Martapura Gambar 25. Batas perencanaan pola riparian Sungai Martapura Gambar 26. Peta Sinuositas Sungai Martapura Gambar 27. Peta Kualitas Lingkungan Alami Sungai Martapura Gambar 28. Rumah tiang Gambar 29. Rumah lanting Gambar 30. Taman Siring Gambar 31. Pergudangan Gambar 32. Pabrik saw mill plywood Gambar 33. Pasar Baru Gambar 34. Metro City Gambar 35. Taman Siring dari arah sungai Gambar 36. RTH lanjutan Taman Siring Gambar 37. Permukiman di perairan sungai Gambar 38. RTH pada segmen Gambar 39. Pohon Belangiran (Shorea belangeran) Gambar 40. Pohon Meranti (Dipterocorpus spesi) Gambar 41. Potongan bioengineering Live Stake. 62 Gambar 42. Struktur Gabion wall. 62 Gambar 43. Rencana alternatif pola bioengineering live stake untuk Kawasan alami yang dilindungi (1) Gambar 44. Rencana alternatif pola bioengineering live stake untuk Kawasan alami yang dilindungi (2) Gambar 45. Rencana alternatif bioengineering live stake untuk taman kota Gambar 46. Contoh jalan inspeksi 66 Gambar 47. Contoh jalan warga 66 Gambar 48. Rencana penataan lanskap subkawasan dengan kualitas lingkungan alami tinggi... 68

14 v Gambar 49. Rencana penataan lanskap subkawasan dengan kualitas lingkungan alami sedang Gambar 50. Rencana penataan lanskap subkawasan dengan kualitas lingkungan alami rendah Gambar 51. Contoh hutan kota. 71 Gambar 52. Contoh taman kota. 71 Gambar 53. Contoh perencanaan kawasan sungai yang alami Gambar 54. Contoh perencanaan kawasan sungai yang semi alami Gambar 55. Contoh perencanaan kawasan sungai yang tidak alami... 72

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Wilayah administrasi Kota Banjarmasin yang dilalui Sungai Martapura Tabel 2. Perbandingan perkembangan pemanfaatan Sungai Martapura Tabel 3. Kepadatan penduduk tiap kecamatan tahun Tabel 4. Pertumbuhan PDRB Kota Banjarmasin tahun Tabel 5. PDRB perkapita Kota Banjarmasin tahun Tabel 6. Tata guna lahan Kota Banjarmasin Tabel 7. Alokasi waktu penelitian Tabel 8. Pembagian subkawasan penelitian berdasarkan grid Tabel 9. Data penelitian Tabel 10. Standar penilaian peubah pada luas RTH Tabel 11. Standar penilaian peubah pada land cover Tabel 12. Standar penilaian peubah pada sinuositas Tabel 13. Perbandingan peraturan tentang sempadan sungai Tabel 14. Nilai sinuositas Sungai Martapura Tabel 15. Geometri Sungai Martapura Tabel 16. Kualitas lingkungan Sungai Martapura berdasarkan kondisi eksisting Tabel 17. Sintesis untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami Sungai Martapura Tabel 18. Komposisi perencanaan lanskap riparian Sungai Martapura Tabel 19. Jenis tanaman pohon untuk riparian Sungai Martapura... 61

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentukan badan air mengalir yang menjadi sumber kehidupan. Pada umumnya peradaban manusia mulai berkembang dari pinggiran sungai. Hal ini disebabkan karena aliran sungai menyediakan endapan tanah yang subur untuk dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian pada daerah pinggirannya. Selain itu, hasil dari sungai itu sendiri juga dapat dimanfaatkan untuk dapat bertahan hidup bagi masyarakat yang tinggal di pinggir sungai, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk menjalankan roda perekonomian, dan mobilitas transportasi. Sehingga, tidak mengherankan apabila banyak kota-kota besar yang berkembang di pinggir sungai. Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota di Indonesia yang berkembang di pinggir sungai. Kota Banjarmasin dilalui oleh banyak sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil. Sehingga, Kota Banjarmasin sering disebut sebagai Kota Seribu Sungai. Sungai besar yang terdapat di Banjarmasin adalah Sungai Barito. Namun, sungai yang tepat membelah Kota Banjarmasin adalah Sungai Martapura, yang merupakan anak Sungai Barito. Pinggiran sungai tersebut kemudian berkembang menjadi permukiman yang membentuk Kota Banjarmasin. Sejak dahulu, pinggiran Sungai Martapura telah dihuni oleh penduduk asli Suku Banjar dan suku pendatang lainnya. Pola permukiman yang dibentuk oleh suku-suku tersebut merupakan pola permukiman yang berorientasi sungai. Setiap kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh suku-suku tersebut tidak terlepas dari pemanfaatan terhadap Sungai Martapura. Sungai Martapura merupakan urat nadi utama dari kehidupan perekonomian mereka. Hal ini mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan pada pinggiran Sungai Martapura, yang sebelumnya merupakan kawasan alami berubah menjadi permukiman. Dengan maraknya perkembangan Kota Banjarmasin yang berada di pinggir Sungai Martapura, maka ketersediaan kawasan alami di pinggiran sungai tersebut semakin lama semakin berkurang. Secara perlahan, hal ini akan mempengaruhi kestabilan dari fungsi ekologis sungai tersebut. Apabila perkembangan pembangunan di pinggiran sungai tersebut melebihi daya dukungnya atau tidak

17 2 sesuai dengan peruntukan alaminya, maka dikhawatirkan akan merusak kestabilan ekosistem yang ada di dalamnya. Selain itu, keterbatasan kawasan alami tersebut juga akan mengurangi kenyamanan masyarakat pengguna sungai. Sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Selatan, ketersediaan fasilitas dan utilitas pada Kota Banjarmasin sudah semestinya menjadi perhatian dalam usaha perkembangan kota. Sehingga tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam usaha penyediaan fasilitas dan utilitas tersebut tentunya membutuhkan lahan untuk tempat penyediaannya. Berhubung letak Kota Banjarmasin berada di pinggir Sungai Martapura, maka lahan pada pinggiran Sungai Martapura tersebut tentunya tidak terlepas dari pembangunan. Pembangunan fasilitas dan utilitas Kota Banjarmasin menyebabkan lahan-lahan yang belum dibangun pada pinggiran Sungai Martapura berubah menjadi lahan terbangun. Penyusutan luasan lahanlahan yang belum dibangun tersebut terjadi secara terus-menerus seiring dengan bertambahnya desakan akan kebutuhan permukiman penduduk yang semakin lama juga semakin meningkat. Jika dibiarkan, tanpa disadari hal tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan alami Sungai Martapura yang juga akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan alami Kota Banjarmasin. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk merencanakan penataan lanskap riparian Sungai Martapura guna meningkatkan kualitas lingkungan alami Kota Banjarmasin. Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan kawasan penelitian a. Mengidentifikasi aspek legal lanskap riparian Sungai Martapura dengan menganalisis beberapa peraturan yang terkait dengan Garis Sempadan Sungai (GSS) untuk menentukan batas riparian b. Menganalisis aspek ekologis lanskap riparian Sungai Martapura dengan perhitungan nilai sinuositas sungai untuk mengetahui karakter alami sungai tersebut c. Mengidentifikasi aspek fisik administratif lanskap riparian Sungai Martapura dengan menganalisis luas RTH dan jenis land cover pada

18 3 ripariannya untuk mengetahui kualitas lingkungan alami yang dimiliki sungai tersebut 2. Menganalisis lanskap riparian Sungai Martapura 3. Merencanakan model penataan lanskap riparian Sungai Martapura guna mendukung perbaikan kualitas lingkungan alami Kota Banjarmasin. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjadi masukan bagi pemerintah Kota Banjarmasin untuk menentukan arah kebijakan kota terkait kestabilan riparian 2. Meningkatkan kualitas lingkungan alami kota 3. Sebagai bahan pertimbangan untuk desain alami kota. Kerangka Pikir Penelitian Pada Kota Banjarmasin, yang terkenal sebagai Kota Seribu Sungai, terdapat kawasan Sungai Martapura. Kawasan Sungai Martapura ini memiliki riparian yang akan direncanakan berdasarkan 3 aspek, yaitu: aspek legal, aspek ekologis, dan aspek fisik. Ketiga aspek tersebut menghasilkan ruang administrasi, ruang ekologis, dan ruang fisik untuk menentukan zonasi pada kawasan perencanaan riparian. Setelah itu, dilakukan fungsionalisasi terhadap kawasan Sungai Martapura yang akan menentukan bentuk perencanaan apa yang akan dilakukan pada lanskap riparian Sungai Martapura. Kerangka pikir dilakukannya penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

19 4 Kota Banjarmasin Kota Seribu Sungai Kawasan Sungai Martapura Ruang administrasi (penentuan batas riparian) Ruang ekologis (penentuan karakter alami sungai Ruang fisik (penentuan kualitas lingkungan alami sungai) Zonasi kawasan perencanaan riparian Fungsionalisasi kawasan Sungai Martapura Rencana lanskap riparian Sungai Martapura Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

20 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Lanskap Menurut Simonds (1983), proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Suatu lanskap memerlukan perencanaan yang benar-benar matang agar dapat tertata dengan baik. Rencana awal yang dibuat akan menjadi patokan terhadap perkembangan selanjutnya. Sedangkan menurut Nurisyah dan Pramukanto (2008), perencanaan lanskap adalah suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan, termasuk kesehatannya. Kemampuan analisis yang tajam terhadap potensi dan kendala yang terdapat di tapak sangat dibutuhkan dalam proses perencanaan. Hal ini bertujuan agar perencanaan yang dibuat tepat sasaran (fungsional) terhadap pemecahan masalah yang terdapat di tapak. Menurut Simonds (1983), dalam lanskap dikenal dua jenis elemen, yaitu elemen lanskap mayor dan elemen lanskap minor. Elemen lanskap mayor terdiri dari bentukan alam seperti topografi, pegunungan, lembah sungai dan kekuatan alam seperti angin, suhu, curah hujan yang relatif sulit diubah oleh manusia. Sedangkan elemen lanskap minor adalah elemen yang masih dapat dimodifikasi atau diubah oleh manusia, seperti bukit, anak sungai dan hutan-hutan kecil. Sungai Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), sungai merupakan tempat mengalirnya air yang berasal dari air hujan pada suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi, dan merupakan salah satu badan air lotik yang utama. Berdasarkan sistem aliran airnya, terdapat dua bentuk utama badan air alami, yaitu: 1. Badan air dengan air yang mengalir (sistem lotik)

21 6 2. Badan air dengan air yang tidak mengalir (sistem lentik) Menurut Morris (1980), sungai dan lembahnya ibarat organisme hidup yang selalu berubah dari waktu ke waktu, mulai dari masa muda, dewasa, dan masa tua (Gambar 2). Siklus kehidupan sungai dimulai ketika tanah baru muncul di atas permukaan laut. Hujan kemudian mengikis tanah tersebut membentuk parit, kemudian parit-parit bertemu sesamanya membentuk sungai. Selain itu, sungai bisa juga terbentuk dari danau yang perlahan menghilang sebagai sungai dangkal dan terkikis membentuk sisi yang curam atau lembah berbentuk V. Anakanak sungai kemudian tumbuh dari sungai utamanya seperti cabang pohon. Semakin tua sungai, lembahnya akan semakin dalam dan anak-anak sungainya akan semakin panjang. Sungai masih bayi. Sempit dan curam Sungai muda. Anak sungainya bertambah Sungai tua. Daerah alirannya semakin melebar dan berkelok Sungai sudah tua sekali Gambar 2. Perubahan penampang sungai yang menunjukkan umur sungai (Morris, 1980) Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu: aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan bergerak ke dalam arah paralel terhadap saluran. aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas, tengah, bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai akibat adanya perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran turbulen umumnya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap kedalaman sungai.

22 7 Erosi terjadi pada dinding ataupun dasar sungai dibawah kondisi aliran yang bersifat turbulen. Pengendapan akan terjadi jika material yang dipindahkan jauh lebih besar untuk digerakkan oleh kecepatan dan kondisi aliran. Pada kondisi aliran turbulen erosi akan terjadi akibat terbawanya material dan pengendapan terjadi ketika hasil erosi tersebut menuju ke arah bawah tidak terpindahkan lagi oleh aliran. Sebagai elemen lanskap yang utama, sungai dan segala komponenkomponennya merupakan mata rantai hidrologi tempat terjadinya erosi, transportasi, dan deposisi yang mengangkut aliran energi dan material geologi bumi. Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan kirinya sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (PP No. 35 tahun 1991). Sebagai badan air yang bersifat lotik (air mengalir), ekosistem sungai yang satu akan berbeda dengan sungai yang lain, tergantung dari kecepatan arus, pertukaran tanah atau material yang terangkut, dan kadar oksigen air sungai tersebut. Sifat dan karakter suatu sungai dipengaruhi oleh luas dan bentuk Daerah Aliran Sungai (DAS) serta kemiringannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, Sungai Martapura tergolong dalam kategori sungai tidak bertanggul yang terletak dalam wilayah kota dengan kedalaman 3-20 meter. Sehingga, Garis Sempadan Sungai (GSS) pada Sungai Martapura adalah sebesar 15 meter dari tepi kiri kanan sungai yang merupakan kawasan yang harus dilindungi dan tidak layak untuk pengembangan fisik terbangun kota. Namun, pada kondisi saat ini, ketentuan tersebut belum dapat diterapkan. Sinuositas Sungai Sinuositas sungai cenderung bergerak berkelok melewati bantaran banjir, dengan pola huruf S. Kelokan yang melewati bantaran bajir tersebut meninggalkan bekas dimana alur sungai terbentuk. Perbandingan sinuositas sungai dapat dipergunakan untuk mengetahui karakter alami dari suatu sungai. Menurut Allen (1970), bentuk alur sungai secara garis besar dibagi ke dalam 3

23 8 jenis berdasarkan perbandingan sinuositasnya (Sinuosity rasio), yaitu: lurus, sinuous, dan meander. Bentuk alur sungai tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Bentuk alur sungai (Miall, 1977) Sinuosity rasio diperoleh dengan menghitung perbandingan antara panjang alur sungai dari satu titik ke titik tertentu dengan panjang garis lurus yang menghubungkan kedua titik tersebut. Ilustrasi mengenai perhitungan sinuosity rasio dapat dilihat pada Gambar 4.

24 9 Gambar 4. Perhitungan Sinuosity Rasio (Allen, 1970) Nilai sinuosity rasio 1 menunjukkan bahwa bentuk alur sungai tersebut lurus. Nilai sinuosity rasio antara menunjukkan bahwa bentuk alur sungai tersebut sinuous. Dan nilai sinuosity rasio >1.5 menunjukkan bahwa bentuk alur sungai tersebut meander.

25 10 Menurut Church (1992), pola aliran yang terdapat pada sungai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Perubahan sedimen yang dihasilkan pada daerah hulu 2. Volume dan mutu dari sedimen yang masuk pada aliran sungai 3. Kemiringan alur sungai Lanskap Riparian Lanskap riparian tidak hanya diartikan sebagai batas dari sungai, namun juga mencakup zona riparian yang mengandung ciri-ciri dominan yang fungsional dan elemen terkait lainnya. Riparian merupakan bagian sungai dan daerah di dekat sungai yang dipengaruhi secara langsung oleh proses yang berkaitan dengan sungai tersebut (Graf, 1985). Riparian pada suatu DAS terdiri dari kumpulan vegetasi yang berdekatan, dan dipengaruhi langsung oleh aliran sungai kecil, sungai, atau danau. Riparian sangat berpengaruh bagi kondisi area akuatik. Riparian memiliki fungsi utama untuk menjaga kondisi sungai dan habitat di sekelilingnya. Fungsi lain dari riparian antara lain sebagai berikut: Memberikan naungan Perakaran membantu menahan tanah (mencegah erosi) Tumbuhan membantu menyaring air yang mengalir dari dataran tinggi Berperan sebagai penyerap, terendam kelebihan air ketika aliran tinggi Menyediakan habitat untuk bermacam-macam hewan dan tumbuhan Menyediakan makanan bagi organisme akuatik Naungan yang disediakan oleh tumbuhan di sepanjang sungai membantu mengatur temperatur sungai dan temperatur udara. Hewan yang hidup di sungai hanya bisa toleran terhadap tingkat temperatur tertentu. Vegetasi pada riparian memperkuat pingiran sungai, membantu mencegah erosi dan memelihara aliran sungai, serta menjaga kejernihan air. Vegetasi ini membatasi kontaminasi air, menyaring kecepatan air dan mengumpulkan sedimen dalam jumlah besar. Sedimen yang tidak terkontrol bisa membunuh ikan dan merusak area tempat ikan bertelur. Dalam kondisi baik, pinggiran yang ditumbuhi vegetasi berperan sebagai

26 11 penyerap alami. Membantu memelihara struktur tanah, memungkinkan peningkatan infiltrasi, dan mengurangi erosi tebing sungai. Riparian memberikan tempat berlindung untuk hewan akuatik dan hewan darat. Kondisi riparian yang baik menciptakan koridor untuk hewan yang dipengaruhi langsung oleh ekologi sungai. Jaringan makanan pada sungai juga tergantung pada area riparian karena riparian menyediakan sampah organik untuk nutrisi. Riparian merupakan area dengan lingkungan yang unik posisinya di dalam laskap yang merupakan zona ekoton antara darat dan perairan dan merupakan koridor suatu wilayah. Sebagai area transisi semiterestrial, riparian secara periodik digenangi oleh air, pada umumnya merupakan tambahan batas luar dari badan air sampai batas terluar dari komunitas daratan. Hal ini menyebabkan terbentuknya ekosistem yang unik pada riparian tersebut. Perbedaan penutupan lahan pada zona riparian akan menentukan kualitas dari ekosistem riparian tersebut. Selain itu, kondisi riparian juga sangat ditentukan oleh aliran materi, energi dan spesies yang terjadi pada sungai setempat. Interaksi dari zona riparian terjadi melalui siklus hidrologi yang terjadi pada sungai, saat terjadi pengangkutan air, sedimen, nutrisi, dan zat pencemar yang terkandung pada air sungai tersebut. Tata Guna Lahan Status rencana tata guna lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna lahan suatu lingkungan pada masa yang akan datang. Setelah diketahui dengan jelas tujuan dari penataan lingkungan, maka selanjutnya perencana harus mengetahui tentang: (1) Tipe penggunaan lingkungan sebelum adanya rencana penataan baru. (2) Daya atau kemampuan dukung dari lingkungan. Tipe penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi: (a) Tipe agraris: seluruh lingkungan atau daerah terutama dipergunakan untuk usaha pertanian dalam arti yang luas (pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan).

27 12 (b) Tipe perkotaan-perindustrian: lingkungan merupakan pusat pemerintahan, permukiman, perdagangan, politik, dan perindustrian. (c) Tipe lingkungan buatan manusia (manmade environment) seperti: taman nasional, taman rekreasi, dan taman pariwisata. (d) Tipe lingkungan yang belum (banyak) dijamah manusia dan perlu dilindungi: lingkungan alami seperti, hutan lindung, padang rumput alami, danau, dan rawa.

28 KONDISI UMUM WILAYAH Geografis dan Administrasi Kota Kota Banjarmasin terletak pada posisi 3 16'32 LS 3 22'43 LS dan '02 BT '24 BT. Secara administratif, Kota Banjarmasin memiliki batas wilayah sebagai berikut : Utara : Kabupaten Barito Kuala Selatan : Kabupaten Banjar Timur : Kabupaten Banjar Barat : Sungai Barito (Kabupaten Barito Kuala) Kota Banjarmasin memiliki luas wilayah mencapai ± Ha atau 0,22% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Selatan dan terbagi menjadi 5 (lima) kecamatan, yaitu: Banjarmasin Utara, Banjarmasin Selatan, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin Barat, dan Banjarmasin Timur. Berdasarkan administrasi, Sungai Martapura melewati 24 kelurahan di Kota Banjarmasin. Kelurahan yang paling banyak dilalui oleh Sungai Martapura adalah kelurahan di Kecamatan Banjarmasin Tengah, yang juga merupakan pusat Kota Banjarmasin. Kelurahan-kelurahan yang dilewati Sungai Martapura tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Wilayah Administrasi Kota Banjarmasin yang dilalui Sungai Martapura No. Kecamatan Kelurahan 1. Banjarmasin Utara 3 kelurahan (Surgi Mufti, Sungai Jingah, Antasan Kecil Timur) 10 kelurahan (Kertak Baru Ilir, Kertak Baru Ulu, 2. Banjarmasin Seberang Mesjid, Pasar Lama, Gedang, Kelayan Tengah Luar, Pekapuran Laut, Antasan Besar, Sungai Baru, Melayu) 3. Banjarmasin 4 kelurahan (Kelayan Barat, Kelayan Selatan, Selatan Pekauman, Mantuil) 4. Banjarmasin Timur 4 kelurahan (Sungai Lulut, Banua Anyar, Sungai Bilu, Pengambangan) 5. Banjarmasin Barat 3 kelurahan (Teluk Tiram, Telawang, Basirih) Sumber: Bappeko Banjarmasin, 2008

29 14 Secara spasial, batas wilayah administrasi Kota Banjarmasin yang dilalui Sungai Martapura dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Peta Administrasi Kota Banjarmasin Sejarah Perkembangan Kawasan Sejak jaman dahulu, Kota Banjarmasin telah berkembang dalam segi pelayaran dan transportasi air. Setiap kegiatan keseharian tidak pernah terlepas dari jalur-jalur air. Untuk pergi dari suatu tempat ke tempat lain, masyarakat memanfaatkan sungai maupun kanal yang ada di kota tersebut. Tempat-tempat penting di Kota Banjarmasin dihubungkan oleh jalur-jalur air, baik yang alami ataupun yang sengaja dibuat dahulunya. Penggunaan jalur darat sewaktu itu masih belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini disebabkan karena cepat rusaknya struktur jalan di darat karena keadaan tanah yang sering tergenang air. Seiring berjalannya waktu, pembangunan jalur darat di Kota Banjarmasin semakin pesat. Pembangunan lebih terfokus terhadap penyediaan sarana dan prasarana transportasi darat. Semakin lama, masyarakat Kota Banjarmasin

30 15 semakin beralih dari penggunaan jalur air ke jalur darat. Sementara itu, ketersediaan lahan di darat yang semakin sempit menyebabkan permukiman merambah hingga ke pinggir sungai. Hal ini mengakibatkan perubahan penutupan lahan di riparian sungai. Perkembangan pemanfaatan Sungai Martapura dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 2. Bagian sungai Tabel 2. Perbandingan Perkembangan Pemanfaatan Sungai Martapura Waktu SDA Penggunaan oleh masyarakat Bantaran Dahulu Hutan dan sawah masih banyak, lahan terbangun masih sedikit Sekarang Hutan dan sawah semakin berkurang, lahan terbangun semakin mendominasi Perairan Dahulu Udang dan ikan masih banyak Sekarang Udang, ikan semakin berkurang jumlah dan ketersediaannya Permukiman sedikit, sawah dan lahan kosong masih banyak Permukiman semakin banyak, sawah dan lahan kosong semakin sedikit Permukiman sedikit, transportasi banyak Permukiman bertambah banyak, transportasi berkurang Aktivitas Bermukim, bercocok tanam, perekonomian, pendidikan, administratif Bermukim, perekonomian, pendidikan, administratif Bermukim,, jual beli, memancing Bermukim,, jual beli, memancing Sarana dan Prasarana Masih sederhana dan terbatas, penggunanya sedikit Semakin membaik dan jumlah penggunaannya meningkat Masih sederhana, banyak penggunanya Semakin modern, namun jumlah penggunanya berkurang Sumber: Hasil wawancara dengan 5 orang perwakilan masyarakat di sekitar tapak (Kepala Bappeko Banjarmasin, Kepala Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, Security Balai Kota Banjarmasin, seorang ibu rumah tangga, dan seorang wanita lulusan SMA), 2009 Dari Tabel 2 terlihat bahwa kawasan alami pada sepanjang Sungai Martapura semakin lama semakin berkurang. Penurunan kawasan alami di bantaran sungai disebabkan oleh perubahan fungsi lahan kosong menjadi lahan terbangun. Penggunaan bantaran dan perairan sebagai permukiman semakin lama semakin meningkat, sedangkan penggunaan lahan untuk sawah semakin lama semakin berkurang. Jenis aktivitas yang dilakukan di sungai maupun bantaran Sungai Martapura tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sedangkan

31 16 sarana dan prasarana yang tersedia di bantaran dan perairan semakin lama semakin baik. Pembangunan sarana dan prasarana di bantaran yang semakin baik menyebabkan penurunan terhadap penggunaan transportasi air. Namun demikian, upaya terhadap perbaikan sarana dan prasarana di perairan tetap mendukung berlangsungnya penggunaan transportasi di perairan. Kondisi riparian Sungai Martapura saat ini didominasi oleh permukiman. Permukiman tersebut dibangun berupa rumah panggung tepat di bibir sungai atau sebagian tiang penyangganya berada di air sungai. Selain itu, sebagian rumah ada juga yang berupa rumah lanting yang berada terapung di atas air di pinggir sungai. Keberadaan permukiman tersebut semakin lama semakin menunjukkan peningkatan. Sehingga, tidak mengherankan jika pada segmen tertentu dari Sungai Martapura sama sekali tidak ditemukan lahan kosong di sepanjang ripariannya karena telah dipadati oleh permukiman. Kondisi Fisik Kota Banjarmasin Kota Banjarmasin dikenal dengan sebutan Kota Seribu Sungai. Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah sungai yang melalui Kota Banjarmasin, baik sungai besar maupun sungai kecil dan cabang-cabangnya. Tidak mengherankan apabila kelurahan yang dilalui oleh alur sungai terkadang diberi nama sesuai dengan nama sungai yang melintasi kelurahan tersebut. Sebutan Kota Seribu Sungai tidak memiliki makna yang sebenarnya, karena pada kenyataannya sungai yang terdapat di Kota Banjarmasin hanya berjumlah 107 sungai. Dan hingga saat ini, hanya tercatat sebanyak 71 sungai di Kota Banjarmasin yang telah diberi nama (lampiran 1). Berdasarkan ukuran lebar sungainya, sungai-sungai di Kota Banjarmasin diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu: sungai besar, sungai sedang dan sungai kecil. Sungai besar merupakan sungai-sungai yang memiliki lebar sungai lebih dari 500 m. Sungai sedang merupakan sungai-sungai dengan lebar sungai antara 25 m sampai dengan lebih kecil dari 500 m. Sedangkan sungai kecil merupakan sungai-sungai dengan lebar sungai antara 2 m sampai dengan kurang dari 25 m.

32 17 Kondisi Morfologi Kota Banjarmasin terletak sekitar 50 km dari muara sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura, sehingga secara umum kondisi morfologi Banjarmasin didominasi oleh daerah yang relatif datar dan berada di dataran rendah. Daerah ini terletak di bawah permukaan air laut rata-rata 0,16 m (dpl) dengan tingkat kemiringan lereng 0-2%. Satuan morfologi ini merupakan daerah dominan yang terdapat di wilayah Kota Banjarmasin, sedangkan jika dibandingkan dengan luas Propinsi Kalimantan Selatan, proporsi kondisi morfologi ini mencapai 14%. Kondisi ini sangat menunjang bagi pengembangan perkotaan sebagai area fisik terbangun. Namun, ketinggian di bawah permukaan laut menyebabkan sebagian besar wilayah Kota Banjarmasin merupakan rawa tergenang yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air. Kondisi Geologi Sebagian besar formasi batuan dan tanah di wilayah Kota Banjarmasin adalah jenis Alluvium (Qa) yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lempung, dan lumpur. Adapun kondisi dan struktur geologi di Kota Banjarmasin adalah sebagai berikut : a. Formasi Berai (tomb); terbentuk dari batu gamping putih berlapis dengan ketebalan cm. b. Formasi Dahor (Tqd); terbentuk oleh batu pasir kwarsa, konglomerat, dan batu lempeng, dengan susunan lignit dengan ketebalan 5-10 cm. c. Formasi Karamalan (KaK); dibentuk oleh perselingan batu lanau dan batu lempung dengan ketebalan berkisar cm. d. Formasi Pudak (Kap); dibentuk oleh lava yang ditambah perselingan antara bleksi/konglomerat dan batu pasir dengan olistolit berupa batu gamping, basal, batuan malihan, dan ultramafik. e. Formasi Tanjung (Tet); dibentuk oleh batu pasir kwarsa berlapis ( cm) dengan sisipan batu lempeung kolabu yang memilki ketebalan cm pada bagian atas, serta batubara hitam mengkilap dengan ketebalan cm pada bagian bawah. f. Alluvium (Qa); dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung, dan lumpur.

33 18 g. Formasi Pitanak (Kvep); disusun dan dibentuk oleh lava yang terdiri atas struktur bantal berasosiasi dengan breksi dan konglomerat. h. Kelompok batuan Ultramafik (Mub); disusun oleh harzborgit, piroksenit, dan serpentinit. Kondisi Tanah Secara umum jenis tanah yang dominan di Banjarmasin adalah Alluvial dan sebagian berupa tanah Organoso Glei Humus. Jenis tanah ini mempunyai ciri tanah dengan tingkat kesuburan yang baik, sehingga potensial untuk pengembangan budidaya tanaman pangan (khususnya padi sawah dan hortikultura). Masalahnya dominasi jenis tanah ini terdapat pada lahan datar, sehingga kendala yang sering terjadi adalah tanah ini akan tergenang air pada musim hujan. Kondisi Iklim dan Curah Hujan Secara klimatologi, Kota Banjarmasin beriklim tropis dengan klasifikasi tipe iklim A dengan nilai Q=14,29% (rasio jumlah rata-rata bulan kering dengan bulan basah). Temperatur udara bulanan di wilayah ini rata-rata 26 C dengan sedikit variasi musiman, dimana suhu udara maksimum 33 C dan suhu udara minimum 22 C. Curah hujan rata-rata mencapai mm mm dengan fluktuasi tahunan berkisar antara m mm. Penyinaran matahari tahunan rata-rata pada saat musim hujan 2,8 jam/hari dan di musim kemarau 6,5 jam/hari. Kelembaban udara relatif bulanan rata-rata tersebar jatuh pada bulan Januari yaitu ±74 91% dan terkecil pada bulan September yaitu ±52%. Evaporasi dari permukiman air bebas karena penyinaran matahari dan pengaruh angin, rata-rata harian sebesar 3,4 mm/hari di musim hujan dan 4,1 mm/hari di musim kemarau. Evaporasi maksimum yang pernah terjadi sebesar 11,4 mm/hari dan minimum 0,2 mm/hari. Kondisi Pasang Surut Secara hidrologi (terutama air permukaan), Kota Banjarmasin dikelilingi oleh sungai-sungai besar beserta cabang-cabangnya, mengalir dari arah utara dan

34 19 timur laut ke arah barat daya dan selatan. Sungai-sungai tersebut mengalir dan membentuk pola aliran mendaun (dendritik drainage pattern). Sungai utama yang besar adalah Sungai Barito dengan beberapa cabang utama seperti Sungai Martapura, Sungai Alalak, dan sebagainya. Muka air Sungai Barito dan Sungai Martapura dipengaruhi oleh pasang surut Laut Jawa, sehingga mempengaruhi drainase kota dan apabila air laut pasang, sebagian wilayah kota digenangi air. Rendahnya permukaan lahan (-0,16 dpl) menyebabkan air sungai menjadi payau dan asin di musim kemarau karena terjadi intrusi air laut. Secara umum, tipe pasang surut yang ada di Kalimantan Selatan adalah tipe diurnal, yaitu dalam 24 jam terjadi gelombang pasang 1 kali pasang dan 1 kali surut. Lama pasang rata-rata 5-6 jam dalam satu hari. Selama waktu pasang, air di Sungai Barito dan Martapura tidak dapat keluar akibat terbendung oleh naiknya muka air laut. Kondisi ini tetap aman selama tidak ada penambahan air oleh curah hujan tinggi. Air yang terakumulasi akan menyebar ke daerah-daerah resapan seperti rawa, dan akan keluar kembali ke sungai pada saat muka air sungai surut. Kondisi kritis terjadi pada saat muka air pasang tertinggi waktunya bersamaan dengan curah hujan maksimum. Aliran air yang terbendung di bagian hilir sungai yang menyebabkan debit air sungai naik dan menyebar ke daerah-daerah resapan, debitnya akan mendapat tambahan dari air hujan. Apabila kondisi daerah resapan tidak mampu lagi menampung air, maka air akan bertambah naik dan meluap ke daerah-daerah permukiman dan jalan. Untuk sungai di Banjarmasin, ketinggian permukaan air sungai umumnya mengacu pada pasang surut air di muara (ambang luar) Sungai Barito, karena semua sungai yang ada di Banjarmasin dipengaruhi oleh pasokan air dari muara Sungai Barito. Menurut perhitungan yang dilakukan oleh Dinas Ad-Pel Banjarmasin, muka air tertinggi pada ambang Sungai Barito setiap hari terjadi secara relatif. Hal ini pula yang mempengaruhi jadwal keluar dan masuknya kapal dari atau ke pelabuhan (RTRW Kota Banjarmasin ). Vegetasi Vegetasi yang dapat tumbuh baik pada suatu riparian tentunya adalah vegetasi endemik yang telah beradaptasi terhadap lingkungan riparian tersebut.

35 20 Adapun jenis vegetasi endemik yang dapat ditemukan di Kota Banjarmasin antara lain: Rengas (Gluta wallichii), Bakau (Rhizopora sp.), Kayu Galam (Melaleuca cajuputi), Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri), Meranti (Dipterocorpus spesi), Panggang pulantan, Api-api (Avicennia alba), Warn tancang, Belangiran (Shorea belangeran), Jambu (Eugenia sp.), Nipah (Nypa fruticans), Bakung piai (Crinum asiaticum), Jeruju (Acanthus ilicifolius), Rambai (Baccaurea motleyana), dan Pandan (Pandanus sp.). Jenis vegetasi endemik tersebut dapat dilihat pada Gamabr Gambar 6. Rengas (Gluta wallichii) ( Gambar 7. Bakung piai (Crinum asiaticum) ( Gambar 8. Rambai (Baccaurea motleyana) ( Gambar 9. Pandan (Pandanus sp.) (

36 21 Gambar 10. Jeruju (Acanthus ilicifolius) ( Gambar 11. Bakau (Rhizopora sp.) ( Keberadaan vegetasi alami di sepanjang riparian Sungai Martapura jumlahnya terlihat sangat sedikit. Semakin menuju ke pusat Kota Banjarmasin, vegetasi pada riparian Sungai Martapura sudah semakin sedikit jumlahnya. Vegetasi tersebut pada umumnya merupakan tanaman budidaya yang sengaja ditanam pada RTH yang masih tersisa ataupun pada halaman sempit dari beberapa lahan perumahan maupun perkantoran. Sedangkan pada daerah di luar pusat kota, masih dapat ditemukan lahan pada riparian Sungai Martapura yang ditumbuhi vegetasi endemik Kalimantan Selatan. Kependudukan Menurut data BPS Kota Banjarmasin, jumlah penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2004 berjumlah jiwa. Pertumbuhan penduduk selama lima tahun terakhir 7,49% atau rata-rata pertumbuhan 1,50% pertahun. Kepadatan penduduk pada tiap kecamatan di Kota Banjarmasin tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 3.

37 22 Tabel 3. Kepadatan Penduduk pada Tiap Kecamatan Tahun 2004 No. Kecamatan Kepadatan per Luas Jumlah (km 2 ) Penduduk (km 2 Rumah ) Tangga 1. Banjarmasin Selatan ,929 6, Banjarmasin Timur ,552 9, Banjarmasin Barat ,262 8, Banjarmasin Tengah ,712 10, Banjarmasin Utara ,008 6, Jumlah ,700 40, Sumber: BPS Kota Banjarmasin, 2004 Berdasarkan Tabel 3, kecamatan dengan penduduk terpadat adalah Kecamatan Banjarmasin Tengah. Kecamatan tersebut merupakan pusat Kota Banjarmasin. Sehingga, aktivitas kegiatan masyarakat Kota Banjarmasin terpusat pada kecamatan tersebut, terutama kegiatan perekonomian. Hal ini menjadi faktor pendorong terhadap peningkatan jumlah penduduk pada kecamatan tersebut. Perekonomian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan pembangunan. Perkembangan sektor ekonomi yang terbentuk dari laju pertumbuhan akan memberikan gambaran tentang tingkat perubahan ekonomi yang terjadi, dimana pergerakan laju pertumbuhan ini merupakan indikator penting untuk mengetahui hasil pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan di masa yang akan datang. Selain itu, angka ini juga memberikan indikasi tentang tingkat aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu terhadap tambahan pendapatan penduduk. Pada Tabel 4 dapat dilihat pertumbuhan PDRB Kota Banjarmasin tahun

38 23 Tabel 4. Pertumbuhan PDRB Kota Banjarmasin Tahun No. Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Minum Bangunan/Konstruksi -8, Perdagangan, Restoran, dan Hotel Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan,dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total Sumber: PDRB Kota Banjarmasin, 2004 Pertumbuhan ekonomi Kota Banjarmasin sebagaimana Tabel 4 cenderung fluktuatif selama 5 tahun terakhir. Hampir semua nilai tambah sektor ekonomi Kota Banjarmasin mengalami pertumbuhan, kecuali sektor pertanian dan industri yang tumbuh negatif. PDRB merupakan salah satu indikator pembangunan yang menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam meningkatkan produktivitas. Tinggi rendahnya PDRB perkapita suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: besaran PDRB yang dihasilkan suatu daerah dan jumlah penduduknya. Tingkat pertumbuhan ekonomi perkapita juga dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk memacu kemampuan suatu daerah dalam meningkatkan output pada tingkat yang lebih cepat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduknya. Adapun perkembangan PDRB perkapita Kota Banjarmasin tahun dapat dilihat pada Tabel 5.

39 24 Tabel 5. PDRB Perkapita Kota Banjarmasin Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Tahun PDRB Perkapita (RP) Pertumbuhan (%) PDRB Perkapita (RP) Pertumbuhan (%) ,287, ,242, ,033, ,300, ,140, ,214, ,725, ,306, ,297, ,394, Sumber: PDRB Kota Banjarmasin, 2004 Laju pertumbuhan PDRB Perkapita yang riil biasanya didasarkan atas dasar harga konstan, yang umumnya digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur ekonomi rakyat secara keseluruhan dalam arti luas, yaitu berapa banyak barang riil dan jasa-jasa yang dihasilkan untuk keperluan konsumsi dan investasi penduduk. Berdasarkan Tabel 5 diketahui dalam selang waktu 5 tahun tersebut ( ) Kota Banjarmasin mengalami proses perbaikan ekonomi. Tata Guna Lahan Tata guna lahan pada Kota Banjarmasin pada umumnya dibagi ke dalam beberapa jenis penggunaan (Tabel 6). No. Penggunaan Tanah Tabel 6. Tata Guna Lahan Kota Banjarmasin Luas (Ha) (%) 1. Perumahan Pertanian Perusahaan Jasa Jumlah Sumber: Wikipedia, 2007 Sedangkan secara spasial, tata guna lahan Kota Banjarmasin berdasarkan RTRW Kota Banjarmasin dapat dilihat pada Gambar 12.

40 25 Gambar 12. Peta Tata Guna Lahan Kota Banjarmasin Tata Ruang Kota Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk kota adalah karakter fisik (kondisi alam dan fisiografis), karakteristik penduduk, dan fungsi kota tersebut (Hibberseimer dalam RTRW Kota Banjarmasin ). Implikasi dari kondisi fisik Kota Banjarmasin yang terletak dan dibelah oleh sungai, karakteristik penduduknya berdagang, dan fungsi yang diemban adalah ibukota provinsi, pusat jasa perdagangan, dan simpul transportasi adalah pola perkembangan kota yang cenderung linear, sehingga akhirnya membentuk pola ribbon city. Pembangunan jaringan jalan poros utama tidak membuat sistem permukiman yang menyebar, hanya berkembang mengelompok di sepanjang pinggiran jalan tersebut. Namun, struktur jaringan jalan Kota Banjarmasin yang radial mengubah bentuk kota menjadi konsentrik. Kondisi struktur dan bentuk Kota Banjarmasin sangat dipengaruhi oleh aktivitas pelabuhan sebagai pusat bongkar-muat barang dan penumpang, kawasan industri sebagai sentra produksi komoditas daerah, tempat transaksi (kawasan

41 26 perdagangan), serta lokasi permukiman para penduduk. Dominannya pengaruh kegiatan ekonomi tersebut menyebabkan tingginya penggunaan lahan campuran, yaitu: Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan) karena tipe penggunaan lahan ini sangat efektif dan efisien dari segi aliran barang. Hal ini menyebabkan sulitnya pembentukan sistem pelayanan perkotaan yang terdesentralisasi. Dengan pertimbangan comprehensiveness, yaitu kepentingan peran regional dan lokal Kota Banjarmasin yang telah diterjemahkan dalam strategi utama (core strategy) pengembangan Kota Banjarmasin ( memantapkan arahan pemanfaatan ruang untuk mewadahi kegiatan berskala regional yang didukung oleh aksesibilitas tinggi melalui pengembangan sistem jaringan transportasi primer yang secara hirarkis sekaligus terhadap kawasan kegiatan skala lokal ) dan pembangunan kota dalam jangka waktu yang panjang, seingga usulan-usulan perbaikan terhadap struktur kota menjadi penting (essential) dan merupakan initial step untuk penyusunan langkah lanjutan perencanaan guna lahan, sistem transportasi, dan sistem permukimannya. Secara teoritis, struktur internal Kota Banjarmasin dikembangkan dengan konsep polisentris (multiple nuclea) yang mengkombinasikan model konsentrik dalam sektoral karena wilayah pelayanan yang luas. Artinya perkembangan kota diarahkan dengan mengembangkan pusat-pusat kegiatan baru di pinggir kota dengan orientasi regional, sehingga beban pusat kota dapat berkurang dan pemanfaatan lahan pinggiran dapat memberikan kontribusi ekonomi yang lebih produktif (RTRW Kota Banjarmasin ).

42 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di riparian Sungai Martapura, Kota Banjarmasin, Propinsi Kalimantan Selatan. Panjang Sungai Martapura yang melalui wilayah Kota Banjarmasin sekitar 20,964 km. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan (Maret-Juli 2009) dengan alokasi waktu seperti yang tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Alokasi Waktu Penelitian Maret April Mei Juni Juli Rencana Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Perijinan Pengumpulan data Pengolahan data Perencanaan Untuk pengamatan penelitian ini, kawasan Sungai Martapura dibagi menjadi 7 segmen berdasarkan posisi latitude dan longitude (grid). Pembagian segmen kawasan sungai tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Secara spasial, peta subkawasan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12.

43 28 Tabel 8. Pembagian Subkawasan Penelitian Berdasarkan Grid No. Lokasi Kelurahan 1. Segmen 1 (3 o LS- 3 o LS dan 114 o BT- 114 o BT) 2. Segmen 2 (3 o LS- 3 o LS dan 114 o BT- 114 o BT) 3. Segmen 3 (3 o LS- 3 o LS dan 114 o BT- 114 o BT) 4. Segmen 4 (3 o LS- 3 o LS dan 114 o BT- 114 o BT) 5. Segmen 5 (3 o LS- 3 o LS dan 114 o BT- 114 o BT) 6. Segmen 6 (3 o LS- 3 o LS dan 114 o BT- 114 o BT) 7. Segmen 7 (3 o LS- 3 o LS dan 114 o BT- 114 o BT) Panjang (km) Luas (m 2 ) Mantuil 1,659 29,629 Mantuil, Basirih, Kelayan Selatan Basirih, Kelayan Selatan, Teluk Tiram, Telawang, Pekauman Telawang, Pekauman, Kelayan Barat, Kelayan Luar, Sungai Baru, Gadang, Kertak Baru Ulu, Kertak Baru Ilir, Antasan Besar Antasan Besar, Gadang, Seberang Masjid, Pasar Lama, Antasan Kecil Timur, Surgi Mufti, Melayu Surgi Mufti, Melayu, Sungai Jingah, Sungai Bilu, Sungai Lulut, Banua Anyar Banua Anyar, Sungai Lulut, Pengambangan 4,314 88,469 3,815 75,018 3,038 43,154 1,709 23,046 3,225 48,871 3,204 43,931 Total 20, ,118 Sumber: Bappeko Banjarmasin, 2008

44 29 Gambar 12. Peta Subkawasan Penelitian Pendekatan dan Tahapan Perencanaan Penelitian Pendekatan yang dipergunakan dalam perencanaan lanskap ini adalah pendekatan biofisik. Alur tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 13. Tahapan: Pengumpulan data Analisis data Sintesis Perencanaan lanskap Data: Aspek administrasi dan RTRW Aspek ekologis: Sinuositas Aspek fisik: - RTH - Land cover Batas kawasan perencanaan Ruang ekologis Ruang fisik Zonasi kawasan perencanaan Alternatif perlakuan terhadap kawasan Fungsionalisasi kawasan untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami kota Gambar 13. Alur Tahapan Penelitian

45 30 Metode Penelitian Pengumpulan Data dan Informasi Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara survei langsung ke lapang dan wawancara kepada 5 orang perwakilan masyarakat di sekitar tapak, yaitu: Kepala Bappeko Banjarmasin, Kepala Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, Security Balai Kota Banjarmasin, seorang ibu rumah tangga, dan seorang wanita lulusan SMA. Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, Dinas Pertanian Kota Banjarmasin, Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin, PDAM Bandarmasih, Dinas Tata Kota dan Perumahan Banjarmasin, Badan Meteorologi dan Geofisika, serta studi pustaka yang berkaitan dengan lanskap riparian sungai. Data dan informasi yang dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Data Penelitian No. Kelompok Data Jenis Data Tipe Data Bentuk Cara Pengambilan 1. Administrasi Batas dan luas tapak Sekunder Peta administrasi Data instansi terkait 2. Biofisik RTH Sekunder Peta RTH Data instansi terkait Land cover Primer dan Peta Land cover, foto- Data instansi terkait, foto eksisting Sekunder 3. Ekologis Sinuositas Primer Peta sinuositas sungai 4. Sejarah perkembangan kawasan Hasil wawancara Primer Tabulasi hasil wawancara Survei Survei, penghitungan Wawancara 5. Legal RTRW Sekunder RTRW Data instansi terkait Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: buku catatan, alat gambar, kamera digital, GPS, peta rupa bumi, komputer dengan software AutoCAD 2006, software Corel Draw X3, dan software Adobe Photoshop CS2.

46 31 Analisis dan Sintesis Tahap analisis dan sintesis dilakukan untuk menentukan batas kawasan penelitian dan ruang-ruang fungsionalnya yang dinilai dari aspek legal (RTRW), aspek fisik (RTH dan land cover), dan aspek ekologis (sinuositas). Sintesis dilakukan untuk menentukan ruang dan alternatif yang akan dilakukan dengan meng-overlay tiga aspek analisis tersebut untuk memperbaiki kualitas lingkungan alami Sungai Martapura. Pada aspek fisik, dilakukan analisis terhadap luas RTH dan jenis land cover yang ada pada riparian sungai tersebut. Klasifikasi skoring nilai pada luas RTH ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen riparian sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas persegmen riparian Sungai Martapura pada peta kondisi eksisting Kota Banjarmasin. Analisis terhadap RTH ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kawasan alami yang terdapat pada riparian Sungai Martapura. Standar penilaian peubah tersebut kemudian ditentukan intervalnya berdasarkan rentangan nilai persentase RTH yang diperoleh. Interval pada standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Standar Penilaian Peubah pada Luas RTH Skor Peubah 1 (rendah) 2 (sedang) 3 (tinggi) Luas RTH <23% 23-46% >46% Sedangkan klasifikasi skoring pada jenis land cover ditentukan berdasarkan perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan kosong dan bangunan yang terdapat pada riparian sungai, yaitu: 1 (kurang), 2 (sedang), dan 3 (baik). Analisis terhadap jenis land cover ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan riparian pada tiap segmen Sungai Martapura. Standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.

47 32 Peubah Land cover Tabel 11. Standar Penilaian Peubah pada Land cover Skor 1 (kurang) 2 (sedang) 3 (baik) Vegetasi tidak ada Vegetasi cukup Vegetasi sangat sampai jarang, rapat, diantara rapat (dominan dominasi ruang vegetasi terdapat vegetasi), tidak terbangun bangunan ada bangunan individual atau ruang kosong lainnya Gambaran rasio standar penilaian peubah pada land cover dapat dilihat pada Gambar 14. Lahan terbangun Lahan terbangun Lahan terbangun Vegetasi Vegetasi Vegetasi Gambar 14. Rasio Standar Penilaian Peubah pada Jenis Land cover Hasil analisis luas RTH dan jenis land cover kemudian di-overlay untuk menentukan nilai kualitas lingkungan alami. Sehingga, akan diperoleh pembagian ruang fisik sungai yang menggambarkan kondisi eksisting kualitas lingkungan alami yang dimiliki tiap segmennya. Dari aspek ekologis, proses analisis dilakukan terhadap data sinuositas untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen sungai. Klasifikasi skoring nilai sinuositas yang diberikan, yaitu: 1 (kurang tinggi), 2 (tinggi), dan 3 (sangat tinggi). Perhitungan sinuositas sungai dapat dilihat pada Gambar 15.

48 33 A Sinuositas = B Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B Panjang garis lurus sungai yang menghubungkan titik A- Gambar 15. Penghitungan Sinuositas Sungai Sedangkan standar penilaian peubah pada sinuositas Sungai Martapura diperoleh dengan melakukan perhitungan terhadap sinuositas tiap segmen sungai tersebut. Kemudian, dibuat interval dari rentangan nilai sinuositas yang diperoleh pada tiap segmen sungai. Standar penilaian peubah pada sinuositas Sungai Martapura dapat dilihat pada Tabel 12. Peubah Tabel 12. Standar Penilaian Peubah pada Sinuositas Skor 1 (kurang tinggi) 2 (tinggi) 3 (sangat tinggi) Sinuositas 1,245-1,597 1,598-1,949 1,950-2,301 Setelah itu, dilakukan overlay terhadap hasil analisis dari aspek legal, aspek fisik, dan aspek ekologis untuk disintesis menghasilkan ruang dan alternatif yang akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami sungai. Perencanaan Lanskap Perencanaan lanskap ini ditentukan dengan mengarah pada perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan alami Sungai Martapura dan kualitas lingkungan alami Kota Banjarmasin. Pada tahap ini dilakukan fungsionalisasi riparian berdasarkan karakter alami sungai dan kondisi eksisting terhadap kualitas

49 34 lingkungan alami yang dimiliki sungai. Kemudian dihasilkan suatu rencana lanskap untuk riparian Sungai Martapura. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun dan kondisi alaminya harus dilindungi agar tidak rusak. Subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan pemanfaatan ketersediaan RTH kota, misalnya dengan pembuatan taman kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi pada lahan kosong yang masih tersedia.

50 HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Legal Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menghasilkan batas kawasan perencanaan. Dalam hal ini, ada beberapa Peraturan Pemerintah yang ditinjau untuk menentukan batas kawasan perencanaan tersebut yang terkait masalah sungai dan sempadan sungai, yang dapat dilihat pada Tabel 13 dan Gambar Garis Sempadan Sungai Martapura pada RTRW Kota Banjarmasin tahun sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari pinggir sungai tersebut. Namun berdasarkan hasil survei Dinas Sungai Kota Banjarmasin, Sungai Martapura diklasifikasikan sebagai sungai besar dan bertanggul dengan garis sempadan sungai 30 meter dihitung dari pinggir sungai. Tanggul yang dibangun pada Sungai Martapura disebut dengan siring. Pada umumnya, sepanjang siring Sungai Martapura dimanfaatkan sebagai RTH Kota Banjarmasin. Tetapi, tidak tertutup kemungkinan sepanjang siring juga dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi masyarakat setempat, mengingat semakin susahnya ditemukan lahan kosong di Kota Banjarmasin. Berdasarkan hasil analisis SWOT yang dilakukan dalam pengembangan konsep dan struktur tata ruang Kota Banjarmasin, tidak teraturnya pemanfaatan lanskap riparian sungai merupakan salah satu permasalahan sangat kompleks yang dihadapi kota tersebut saat ini. Salah satu bentuk permasalahannya adalah keberadaan perumahan-perumahan di bantaran sungai, bahkan sampai ke dalam badan Sungai Martapura (Gambar 24). Hal ini tidak terlepas dari budaya masyarakat Kota Banjarmasin yang kehidupan kesehariannya berorientasi sungai. Realisasi Garis Sempadan Sungai (GSS) yang oleh Pemerintah Kota Banjarmasin membutuhkan campur tangan dari berbagai pihak. Pemerintah kota harus melakukan sosialisasi dan bertindak tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan peraturan tersebut. Selain itu, masyarakat Kota Banjarmasin juga harus memiliki kesadaran untuk mematuhi peraturan yang berlaku dan menjaga kebersihan sungai dengan tujuan ikut berperan serta dalam memperbaiki kualitas lingkungan alami Sungai Martapura.

51 Tabel 13. Perbandingan Peraturan tentang Sempadan Sungai No. Peraturan Positif Negatif 1. PP Nomor 35 tahun 1991 tentang sungai pasal 5: Efisiensi lahan Tidak bisa menjadi daerah resapan air a. Garis sempadan sungai bertanggul dengan batas lahan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul b. Garis sempadan sungai tidak bertanggul berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat yang berwenang Efisiensi lahan untuk kegiatan ekonomi masyarakat setempat Penggunaan sempadan sungai sangat rawan terhadap kelongsoran c. Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan tersendiri oleh pejabat yang berwenang 2. PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B: a. Daratan tepi sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar b. Daratan tepian sungai besar tidak bertanggul sebelah luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 meter dari tepian sungai c. Daratan sepanjang anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 meter dari tepi sungai 3. Kepres RI Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung pasal 16: Kriteria Sempadan Sungai a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan anak sungai yang berada di luar permukiman Efisiensi lahan di wilayah perkotaan Dengan adanya tanggul, luapan banjir bisa ditahan agar tidak masuk ke sempadan sungai Efisiensi lahan di wilayah perkotaan Memberikan ruang untuk luapan banjir, sempadan dapat ditanami vegetasi pencegah erosi sungai Efisiensi lahan Memberikan ruang untuk luapan banjir, sempadan dapat ditanami vegetasi pencegah erosi sungai Rawan longsor pada sungai yang tidak bertanggul Tidak ekonomis, memerlukan biaya besar untuk pembuatan tanggul Jika tidak ada vegetasi, maka akan mempercepat terjadinya erosi Jika tidak ada vegetasi, maka akan mempercepat terjadinya erosi Jika tidak ada vegetasi, maka akan mempercepat terjadinya erosi 36

52 No. Peraturan Positif Negatif b. Untuk kawasan permukiman di luar sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk di lingkungan jalan inspeksi antara meter Efisiensi lahan untuk kepentingan inspeksi Dengan adanya jalan inspeksi, akan menyebabkan banyaknya penggunaan di sepanjang jalan yang akan berdampak buruk pada sempadan sungai, terlebih lagi pada sempadan yang tidak bertanggul 4. Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993: a. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul b. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul 5. RTRW Kota Banjarmasin : Garis Sempadan Sungai Martapura berjarak 15 meter dari pinggir sungai tersebut 6. Perda hasil survei Dinas Pengelolaan Sungai dan Drainase Kota Banjarmasin: Sungai Martapura termasuk klasifikasi sungai besar dan bertanggul dengan Garis Sempadan Sungai (GSS) berjarak 30 meter diukur dari pinggir sungai tersebut Efisiensi lahan Efisiensi lahan di wilayah perkotaan Efisiensi lahan pada kawasam perkotaan Memberikan ruang untuk penanaman vegetasi guna menjaga kawasan alami riparian Tidak bisa menjadi daerah resapan air Jika air sungai meluap melebihi tanggul, maka akan terjadi genangan Tidak bisa menjadi daerah resapan air Tidak ekonomis Jika air sungai meluap melebihi tanggul, maka akan terjadi genangan Sempitnya kawasan alami riparian sungai Sulit direalisasikan pada bagian pusat kota 37

53 Tanggul 5 m 25 m 5 m Gambar 16. GSS menurut PP Nomor 35 tahun 1991 tentang sungai pasal 5 38

54 Tanggul 5m 25 m 5m Gambar 17. GSS menurut PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (1) Gambar 18. GSS menurut PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (2) 39

55 Gambar 19. GSS menurut PP Nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (3) Gambar 20. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (1) 40

56 Gambar 21. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (2) 41 Gambar 22. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (1)

57 Tanggul Gambar 23. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (2) 42

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN LISA ANISA A44050670 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 27 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1. Kota Banjarmasin Secara geografis Kota Banjarmasin terletak pada posisi antara 3 15 LS 3 22 LS dan 114 52 LS - 114 98 LS. Adapun jika ditinjau secara administratif Kota

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

III. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN III. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 3.1. Geografis dan Administratif Tapak secara geografis terletak di 3 o 16 32-3 o 22 43 Lintang Selatan dan 114 o 3 02 114 o 35 24 Bujur Timur administratif termasuk

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN

PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN PERENCANAAN LANSKAP RIPARIAN SUNGAI MARTAPURA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN ALAMI KOTA BANJARMASIN Riparian Landscape Planning of Martapura River to Increase the Banjarmasin City s Natural Environment

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai 4 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Lanskap Menurut Simond (1983), proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang menentukan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA OLEH: MOCH SAEPULLOH A44052066 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung

Peta Rencana Lanskap (Zonasi) Kawasan Situ Gintung 50 BAB VI SINTESIS Untuk menetapkan zonasi perencanaan tapak diterapkan teori Marsh (2005) tentang penataan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membagi tapak menjadi tiga satuan lahan, yaitu Satuan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KECAMATAN BANJARMASIN BARAT, KECAMATAN BANJARMASIN TIMUR, KECAMATAN BANJARMASIN UTARA, KECAMATAN BANJARMASIN

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 39 BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI 4.1 KARAKTERISTIK UMUM KABUPATEN SUBANG 4.1.1 Batas Administratif Kabupaten Subang Kabupaten Subang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian

Bab 3. Deskripsi Daerah Penelitian Bab 3 Deskripsi Daerah Penelitian 25 III.1. Pengantar Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Aluh-Aluh, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, dengan mengambil studi kasus praktik pendidikan dan pembelajaran

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Kota Bandung dan 119 km

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 19 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang sempadan Sungai Ciliwung, Kota Bogor (Gambar 7). Panjang Sungai Ciliwung yang melewati Kota Bogor sekitar 14,5 km dengan garis

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN KOTA BANJARMASIN ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Banjarmasin yang letaknya strategis yaitu di sekitar muara Sungai Barito, menyebabkan kampung

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) YUNI PUJIRAHAYU DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat dan peningkatan sektor pertanian yang menjadi roda penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah berupaya melaksanakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA OLEH: MOCH SAEPULLOH A44052066 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Administrasi Kabupaten Bangka Tengah secara administratif terdiri atas Kecamatan Koba, Kecamatan Lubuk Besar, Kecamatan Namang, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN

BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN BAB III PUSAT STUDI PENGEMBANGAN BELUT DI SLEMAN 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Sleman 3.1.1 Kondisi Geografis Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari

BAB I PENDAHULUAN. Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Palembang terletak pada 2 59 27.99 LS-104 45 24.24 BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Palembang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum Kota Banjarmasin yang terdiri dari kondisi fisik dasar, pemanfaatan lahan dan kependudukan. Selain itu, dibahas pula

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci