SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan"

Transkripsi

1 SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi para penyuluh dan pelaku utama maupun pelaku usaha. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada para penyusun yang telah mencurahkan pikiran, waktu, dan tenaganya, sehingga materi ini siap untuk digunakan. Materi Penyuluhan merupakan salah satu bagian yang penting dalam penyelenggaraan suatu penyuluhan agar pelaksanaan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dapat tercapai. Kami berharap materi ini akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian tujuan dari Penyelenggaraan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan materi penyuluhan ini masih banyak kekurangan. Kritik, usul, atau saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaannya di masa mendatang. Jakarta, Nopember 2011 Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan i

2 PENGANTAR Materi penyuluhan ini berjudul Budidaya Udang Vaname (Littopenaeus vannamei) yang terdiri dari 5 ruang lingkup yaitu Biologi udang vaname, Persiapan pemeliharaan, Penebaran benur, Pengelolaan pakan dan air media pemeliharaan, dan Panen. Disajikan dengan sistematis agar dapat dengan mudah dipahami oleh para pembaca kususnya pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan sehingga akan meningkatkan kompetensi dasar para pembudidaya udang vaname. Diharapkan dengan meningkatnya kompetensi pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan maka akan diiringi juga peningkatan produksi udang sehingga akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat perikanan kususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Penyusun ii

3 Daftar Isi Sambutan... i Pengantar... ii Daftar isi... iii Daftar gambar... v Daftar table... vi Petunjuk penggunaan modul... vii Pendahuluan A. Latar belakang... 1 B. Deskripsi singkat... 1 C. Tujuan... 1 Materi Pokok I Biologi Udang Vaname... 3 A. Materi Klasifikasi dan morfologi Penyebaran Daur hidup Pakan dan kebiasaan makan Pertumbuhan Pematangan gonad... 8 iii

4 7. Perkawinan dan pemijahan Perkembangan embrio Perkembangan larva B. Latihan I C. Rangkuman D. Evaluasi I E. Umpan balik dan tindak lanjut Materi Pokok II Persiapan Pemeliharaan A. Materi Pemilihan lokasi Pengolahan lahan B. Latihan II C. Rangkuman D. Evaluasi II E. Umpan balik dan tindak lanjut Materi Pokok III Penebaran Benur A. Materi Pemilihan benur Aklimatisasi Penghitungan SR tebar B. Latihan III C. Rangkuman iv

5 D. Evaluasi III E. Umpan balik dan tindak lanjut Materi Pokok IV Pengelolaan Pakan Dan Air Media Pemeliharaan A. Materi Pengelolaan pakan Pengelolaan air media B. Latihan IV C. Rangkuman D. Evaluasi IV E. Umpan balik dan tindak lanjut Materi Pokok V Panen A. Materi Penentuan waktu panen Teknik panen B. Latihan V C. Rangkuman D. Evaluasi V E. Umpan balik dan tindak lanjut Kunci Jawaban Daftar Pustaka Daftar Istilah v

6 Daftar Gambar Gambar 1. Morfologi udang...5 Gambar 2. Udang vaname...6 Gambar 3. Siklus hidup udang...7 Gambar 4. Induk udang vaname...11 Gambar 5. Ovarium udang yang berkembang...11 Gambar 6. Pengeringan tambak plastic...19 Gambar 7. Pengeringan tambak tanah...20 Gambar 8. Saringan air masuk...21 Gambar 9. Proses aklimatisasi benur...24 Gambar 10. Hapa (baby box)...25 Gambar 11. Penentuan titik sampling jala...29 Gambar 12. Gudang penyimpanan pakan...32 Gambar 13. Proses penyiponan...35 Gambar 14. Proses pembuangan plankton yang mati...35 Gambar 15. Panen udang dengan jarring kantong...42 vi

7 Gambar 16. Penampungan udang saat panen...42 Daftar Table Table 1. Perkembangan stadia udang Table 2. spesifikasi tambak plastic Table 3. Program pakan Table 4. Berbagai jenis bakteri pengurai Table 5. parameter kualitas air Petunjuk Penggunaan Modul vii

8 1. Pelajari daftar isi serta skema kedudukan modul dengan cermat dan teliti karena dalam skema modul akan nampak kedudukan modul yang sedang Anda pelajari ini antara modul-modul yang lain. 2. Perhatikan langkah-langkah dalam melakukan pekerjaan dengan benar untuk mempermudah dalam memahami suatu proses pekerjaan, sehingga diperoleh hasil yang optimal. 3. Pahami setiap teori dasar yang akan menunjang penguasaan materi dengan membaca secara teliti. Bilamana terdapat evaluasi maka kerjakan evaluasi tersebut sebagai sarana latihan. 4. Jawablah soal dengan jawaban yang singkat dan jelas serta kerjakan sesuai dengan kemampuan Anda setelah mempelajari modul ini. 5. Bila terdapat penugasan, kerjakan tugas tersebut dengan baik dan bila 6. perlu konsultasikan hasil penugasan tersebut kepada guru/instruktur. 7. Catatlah semua kesulitan anda dalam mempelajari modul ini untuk ditanyakan pada guru/instruktur pada saat tatap muka. Bacalah referensi lain yang ada hubungan dengan materi modul ini agar Anda mendapatkan pengetahuan tambahan. viii

9 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya udang di Indonesia sudah lama dilakukan oleh masyarakat pembudidaya pada periode 80-an, dari mulai penerapan teknologi yang sangat sederhana hingga penerapan teknologi intensif, berkembangnya penerapan teknologi ini karena permintaan jumlah konsumsi udang yang semakin meningkat dari tahun ke tahun baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri, sehingga menuntut pula produktifitas udang semakin meningkat. Masyarakat pembudidaya udang telah mempunyai prinsip bahwa budidaya udang mampu menjanjikan hasil yang tinggi tetapi juga sebanding dengan biaya dan resiko yang tinggi pula, sehingga bermunculan perorangan maupun kelompok yang membuka lahan untuk melakukan budidaya udang serta tidak sedikit pula perusahaan yang telah lama bergerak dibidang budidaya udang mengalami gulung tikar. Timbul tenggelamnya para pembudidaya udang ini dikarenakan adanya berbagai masalah baru yang menjadi momok kegagalan budidaya, tetapi hal ini malah menjadi tantangan bagi para ilmuan baik dilingkup swasta maupun pemerintahan untuk terus melakukan penelitian agar masalah yang kian timbul mampu ditemukan solusi bagi masyarakat pembudidaya. Sehingga pada tanggal 14 Juli 2001 berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.41/MEN/2001 Indonesia melakukan introduksi udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yang berasal dari negeri Paman Sam (Amerika), sebagai solusi adanya serangan WSSV (White spots syndrome virus) terhadap udang asli indonesia yaitu udang windu (Penaeus monodon) yang pada tahun 2000 terjadi gagal panen akibat serangan WSSV, menyebabkan kerugian negara berupa devisa diperkirakan mencapai 2,5 trilyun rupiah per tahun (Ditjen Perikanan Budidaya, 2005). B. Deskripsi Singkat Penulisan materi penyuluhan ini adalah sebagai tambahan pengetahuan dan panduan bagi para pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan kususnya udang vaname. Materi penyuluhan ini berjudul Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)yang di dalamnya meliputi biologi udang vaname, pemilihan lokasi budidaya, pemeliharan udang vaname, pengelolaan pakan, pengelolaan kualitas air, dan panen. C. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran materi penyuluhan budidaya udang vaname adalah: a. Pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat menerapkan cara budidaya udang vaname dengan benar

10 b. Pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat melakukan persiapan lahan dengan baik dan benar c. Pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat memahami sifat biologi udang vaname sebagai pengetahuan dasar dalam melakukan budidaya udang vaname d. Pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat menentukan atau memilih lokasi yang sesuai untuk budidaya udang vaname e. Pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat mengelola pakan dengan benar selama proses budidaya udang f. Pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat melakukan pengelolaan kualitas air pemeliharaan dengan baik g. Pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat menerapkan cara panen udang dengan baik dan benar 2

11 MATERI POKOK I Biologi Udang Vaname Setelah mempelajari materi penyuluhan ini pembudidaya atau pelaku utama dapat memahami dan menjelaskan biologi udang vaname yang meliputi : klasifikasi dan morfologi, habitat dan penyebaran, siklus hidup dan pemijahan A. Materi 1. Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi udang vaname adalah sebagai berikut: Phylum Kelas Sub-kelas : Arthropoda : Crustacea : Malacostraca Series : Eumalacostraca Super order Order Sub order Infra order Famili : Eucarida : Decapoda : Dendrobranchiata : Penaeidea : Penaeidae Genus : Penaeus Sub genus Spesies : Litopenaeus : Litopenaeus vannamei 3

12 Udang penaeid mempunyai ciri khas yaitu: kaki jalan 1,2, & 3 bercapit dan kulit citin.udang penaeid termasuk crustaceae yang merupakan binatang air memiliki tubuh beruas-ruas, pada setiap ruasnya terdapat sepasang kaki. Udang vaname termasuk salah satu famili penaide termasuk semua jenis udang laut, udang air tawar. Secara morfologi udang dapat di bedakan menjadi 2 bagian: - Cephalothorax (bagian.kepala dan badan yang dilindungi carapace) - Abdomen (bagian perut terdiri dari segmen/ruas-ruas) Bagian kepala Pada ruas kepala terdapat mata majemuk yang bertangkai. Selain itu, memiliki 2 antena yaitu: antenna I dan antenna II. Antena I dan antenulles mempunyai dua buah flagellata pendek berfungsi sebagai alat peraba atau penciuman. Antena II atau antenae mempunyai dua cabang, exopodite berbentuk pipih disebut prosantema dan endopodite berupa cambuk panjang yang berfungsi sebagai alat perasa dan peraba. Juga, pada bagian kepala terdapat mandibula yang berfungsi untuk menghancurkan makanan yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi membawa makanan ke mandibula. Bagain dada (thorax) Bagian dada terdiri 8 ruas, masing-masing mempunyai sepasang anggota badan disebut thoracopoda. Thoracopoda 1-3 disebut maxiliped berfungsi pelengkap bagian mulut dalam memegang makanan. Thoracopoda 4-8 berfungsi sebagai kaki jalan (periopoda); sedangkan pada periopoda 1-3 mempunyai capit kecil yang merupakan ciri khas udang penaeidae. Bagian perut (abdomen) Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas. Ruas 1-5 memiliki sepasang anggota badan berupa kaki renang disebut pleopoda (swimmered). Pleopoda berfungsi sebagai alat untuk berenang bentuknya pendek dan ujungnya berbulu (setae). Pada ruas ke 6, berupa uropoda dan bersama dengan telson berfungsi sebagai kemudi. 4

13 Keterangan gambar: Gambar 1. Morfologi udang 1. Carapace 2. Rostrum 3. Mata majemuk 4. Antennules 5. Prosartema 6. Antena 7. Maxilliped 8. Pereopoda 9. Pleopoda 10. Uropoda 11. Telson a. Oesophagus b. Ruang cardiac c. Ruang pyloric d. Cardiac plate e. Gigi-gigi cardiac f. Cardiac ossicle g. Hepatopancreas h. Usus (mid gut) i. Anus Tanda-tanda anatomi L.vannamei yang penting, antara lain. : 1. Pada rostrum ada 2 gigi disisi ventral, dan 9 gigi disisi atas (dorsal). 2. Pada badan tidak ada rambut-rambut halus (setae) 3. Pada jantan Petasma tumbuh dari ruas coxae kaki renang No:1. yaitu protopodit yang menjulur kearah depan. Panjang petasma kira-kira 12 mm. Lubang pengeluaran sperma ada dua kiri dan kanan terletak pada dasar coxae dari pereopoda (kaki jalan) no Pada betina thelycum terbuka berupa cekungan yang ditepinya banyak ditumbuhi oleh bulu-bulu halus, terletak dibagian ventral dada/thorax, antara ruas coxae kaki jalan no: 3 dan 4. yang juga disebut Fertilization chamber. Lubang pengeluaran telur terletak pada coxae kaki jalan no:3. Coxae ialah ruas no:1 dari kaki jalan dan kaki renang. 5

14 Gambar 2. Udang vaname 2. Penyebaran Daerah penyebaran alami L.vaname ialah pantai Lautan Pasifik sebelah barat Mexiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu air laut sekitar 20 o C sepanjang tahun. Sekarang L.vaname telah menyebar, karena diperkenalkan diberbagai belahan dunia karena sifatnya yang relatif mudah dibudidayakan, termasuk di Indonesia. 3. Daur Hidup. L.vaname adalah binatang catadroma, artinya ketika dewasa ia bertelur dilaut lepas berkadar garam tinggi, sedangkan ketika stadia larva ia migrasi ke daerah estuaria berkadar garam rendah. Pada awalnya udang vaname ditemukan setelah matang kelamin akan melakukan perkawinan di laut dalam sekitar 70 m diwilayah Pasifik lepas pantai (depan) Mexico dan Amerika tengah dan Selatan pada suhu air o C dan salinitas 35 ppt. Telurnya menyebar dalam air dan menetas menjadi nauplius diperairan laut lepas (off shore) bersifat zooplankton. Selanjutnya dalam perjalanan migrasi kearah estuaria, larva L.vaname mengalami beberapa kali metamorfosa, seperti halnya pada udang P.monodon. Diwilayah estuaria yang subur dengan pakan alaminya, larva udang-udang itu berkembang cepat sampai stadia juwana dimana telah terbentuk alat kelaminnya. Tetapi, tidak dapat matang telur karena masih berada pada salinitas rendah. Sehingga ia bermigrasi kembali ketengah laut yang berkadar garam tinggi, tempat udang itu menjadi dewasa, dapat matang kelamin dan kawin serta bertelur. Siklus hidup udang dapat dilihat pada gambar 3. 6

15 Gambar 3. Siklus hidup udang 4. Pakan dan kebiasaan makan Semula udang Penaeid dikenal sebagai hewan bersifat omnivorousscavenger artinya ia pemakan segala bahan makanan dan sekaligus juga pemakan bangkai. Namun penelitian selanjutnya dengan cara memeriksa isi usus, mengindikasikan bahwa udang Penaeid bersifat karnivora yang memangsa berbagai krustasea renik amphipoda, dan polychaeta (cacing). Oceanic Institute di Hawai membuktikan bahwa bacteria dan algae yang banyak tumbuh di badan (kolom) air kolam yang agak keruh, ternyata berperan penting sebagai makanan udang, menyebabkan udang tumbuh lebih cepat 50% dibanding dengan udang L.vannamei yang dipelihara didalam kolam/bak yang berair sangat bersih. Catatan ini membuktikan bahwa udang tumbuh optimum dikolam karena adanya komunitas microbial (Wyban & Sweeney,1991). L.vannamei bersifat nocturnal. Sering ditemukan L.vannamei memendamkan diri dalam lumpur/pasir dasar kolam bila siang hari, dan tidak mencari makanan. Akan tetapi pada kolam budidaya jika siang hari diberi pakan maka udang vaname akan bergerak untuk mencarinya, ini berarti sifat nocturnal tidak mutlak L.vannamei memerlukan pakan dengan kandungan protein 35 %. Ini lebih rendah dibanding dengan kebutuhan untuk udang P.monodon, dan P.japonicus yang kebutuhan protein pakannya mencapai 45 % untuk tumbuh baik. Ini berarti dari segi pakan L.vannamei lebih ekonomis, sebab bahan pangan yang mengandung protein banyak tentu lebih mahal. L.vannamei tumbuh cepat jika pakannya mengandung cumi-cumi. Cumi-cumi telah diketahui mengandung banyak lemak tak jenuh (HUFA) antara lain Cholesterol yang diperlukan untuk pertumbuhan gonada udang, maupun untuk percepatan pertumbuhannya. 7

16 5. Pertumbuhan Kecepatan tumbuh pada udang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu frekuensi molting (ganti kulit) dan kenaikan berat tubuh setelah setiap kali ganti kulit.karena daging tubuh tertutup oleh kulit yang keras, secara periodik kulit keras itu akan lepas dan diganti dengan kulit baru yang semula lunak untuk beberapa jam, memberi kesempatan daging untuk bertambah besar, lalu kulit menjadi keras kembali. Proses molting dimulai dari lokasi kulit diantara karapas dan intercalary sclerite (garis molting dibelakang karapas) yang retak/ pecah memungkinkan cephalothorax dan kaki-kaki (appendiges) depan ditarik keluar. Udang dapat lepas sama sekali dari kulit yang lama dengan cara sekali melentikkan ekornya. Semula kulit yang baru itu lunak, lalu mengeras yang lamanya tak sama menurut ukuran/umur udangnya. Udang yang masih kecil, kulitnya yang baru akan mengeras dalam 1-2 jam, pada udang yang besar bisa sampai 1-2 hari. Kondisi lingkungan dan faktor nutrisi juga mempengaruhi frekuensi molting. Misalnya, suhu semakin tinggi semakin sering molting. Ketika sedang molting, penyerapan oksigen kurang efisien, sehingga seringkali udang mati disebabkan hypoxia (kurang oksigen). Udang yang menderita stress, dapat melakukan molting secara tiba-tiba, karena itu tehnisi harus waspada dengan keadaan yang menyebabkan stress itu (molting merupakan proses fisiologi). Secara alamiah, udang yang sedang molting membenamkan diri didalam pasir dasar perairan untuk menyembunyikan diri terhadap predator. 6. Pematangan gonad (Maturation). Istilah maturasi ialah proses perkembangan telur (oogenesis) dalam ovarium udang betina. System reproduksi udang terdiri dari sepasang ovarium, oviduct (saluran telur), genital aperture (lubang genitalia), dan thelycum. Bakal telur (oogonia) diproduksi secara pembelahan mitose dari germinal epithelium didalam ovarium yang terjadi sepanjang hidup udang betina. Selanjutnya, oogonia melakukan meiosis, diferensiasi menjadi oocytes, dan dikelilingi oleh sel-sel follicle. Oosites (telur) lalu menyerap bahan kuning telur (yolk) dari darah induknya melalui sel-sel folikel. Komponen utama dari kuning telur udang ialah lipoglycoprotein, yang disebut lipovitellin. Sumber kuning telur hanya didalam hemolymph dari induk udang yang sedang dalam proses pematangan gonad, organ itu disebut hepatopancrea.(hepatopancreas terletak dibagian dorsal dari torax, tertutup karapas, terlihat sebagai bayangan putih). 8

17 Organ reproduksi utama pada udang jantan ialah sepasang testes, vasa diferensia (saluran air mani), petasma dan appendix masculina. Sperma udang tidak ber-flagella dan tidak bergerak dengan nucleus yang tidak nyata terkumpul. Bagian sel sperma yang telah matang ialah kepala, topi, dasar dan spika. Dalam perjalanan (aliran) sperma sepanjang vas diferensia sperma terkumpul dalam cairan yang kental dan tersimpan didalam spermatopora berbentuk bulat kecil berkulit chitine. Perhatikan petasma dan thelycum terbuka pada induk betina L.vannamei 7. Perkawinan dan Pemijahan Walaupun proses pematangan telur didalam gonad dilakukan rangsangan, seperti ablasi mata, tetapi perkawinan udang di panti pembenihan dilakukan secara alami didalam bak khusus pemijahan. Walaupun proses pematangan telur didalam gonad dilakukan rangsangan, seperti ablasi mata, tetapi perkawinan udang di panti pembenihan dilakukan secara alami didalam bak khusus pemijahan. Perkawinan (mating). Udang L.vannamei kawin pada awal senja hari. Durasi lamanya perkawinan hanya 3 16 detik.pejantan mendekati betina dengan cara berjalan didasar bak, dari arah belakang si betina. Setelah dekat dengan si betina, jantan akan merangkak mendekatkan kepalanya ke ekor betina. Hal ini dapat menyebabkan betina akan lari terkejut. Betina seringkali belum siap untuk kawin, bila induk betina siap, induk jantan akan terus merangkak dibawah tubuh betina. Induk betina berenang meliuk sepanjang dinding tegak bak atau berenang kearah tengah bak sejauh 2-3 m. induk jantan menyentuh betina dari bawah dan dalam posisi paralel, terus mengikuti betina. Seekor induk betina mungkin saja didekati oleh 2-3 ekor jantan pada satu saat bersamaan. Betina dengan ovarium yang matang lebih sering didekati induk jantan dari pada yang belum matang gonad. Pada L.vannamei, proses pendekatan itu seringkali tidak selalu jantan dengan betina melainkan jantan dengan jantan, sebab diduga induk betina yang telah matang gonad mengeluarkan pheromon jenis 1 yang dapat merangsang setiap udang jantan dalam satu bak untuk melakukan proses pengejaran. Diketahui adanya 2 macam hormon sebagai sex attractan (daya tarik sex) yang disebut pheromone yang diproduksi oleh induk betina matang gonad yang merangsang perilaku chasing dan mating. Pheromon 1 merangsang perilaku chasing sifatnya stabil dalam air. Pheromon 2 merangsang proses kawin, bersifat cepat rusak dan mungkin hanya merangsang bila bersentuhan tubuh. Pheromon 2 ini diduga hanya diproduksi oleh 9

18 induk betina yang benar-benar sudah matang telur dan benar-benar siap untuk kawin. Setelah jantan dan betina berkejaran, Pejantan membalikkan tubuhnya sehingga bagian ventral keduanya berhadapan. Jantan memeluk betinanya dengan kaki jalannya. Posisi berhadapan ventral to ventral itu hanya berlangsung 1-2 detik saja dimana saat itu induk jantan mengeluarkan cairan mani (spermatophora) yang kental dari petasma. Spermatophora itu tetap melekat pada thelicum. Kadangkadang dapat terjadi, spermatophora tidak tersalur, maka segera pejantan berbalik keposisi tertelungkup lagi dan berenang berdampingan dengan betina. Dalam waktu singkat, induk jantan berbalik telentang dengan posisi dibawah betina. Proses itu mungkin berulang 2-3 kali. Biasanya bila betina sudah matang gonad, perkawinan akan selalu berhasil (tidak gagal). Pada L.vannamei dan L.stylirostris yang ber-thelycum terbuka, spermatophora hanya melekat di sekitar thelycum yang berbentuk cekungan dikelilingi oleh rambutrambut halus. Perkawinan terjadi saat induk betina dalam keadaan intermolt ( berkulit keras) dimana pematangan gonad sudah sempurna, lalu pemijahan telur terjadi 1-2 jam setelah kawin. Pemijahan Yang disebut memijah ialah proses keluarnya telur-telur yang siap dibuahi dari induk betina. Proses pemijahan hanya berlangsung kira-kira 2 menit saja pada L.vannamei, dimana proses ini terjadi ketika induk betina berenang secara perlahan dalam badan air. Pada proses ini biasanya semua telur matang gonad dikeluarkan sekaligus. Begitu telur-telur keluar, induk betina mencampurkan telur-telur dengan sperma yang sudah menempel di thelycum dengan cara menghentakkan kaki-kaki renangnya (pereopoda). Telur-telur dikeluarkan oleh induk betina melalui lubang genitalia yang terletak pada coxa dari pereopoda ke-tiga, dan mengarah ke depan,sehingga telur-telur terkumpul di dalam rongga yang berada diantara coxa pada pereopoda ke-3 dan ke-4. Ceruk (rongga) itu disebut fertilization chamber. Didalam ceruk ini telur-telur bercampur sperma dan air, sehingga terjadi fertilisasi. Setelah fertilisasi, barulah telur keluar menyebar kedalam air disekitarnya (Wyband & Sweeney,1991). Sperma masuk kedalam sel telur lalu menyatu (fusi) sebagai diuraikan oleh Clark dkk. (1984) dalam Wyban & Sweeney (1991). Antara sel telur dan sperma terjadi serangkaian perubahan bio kimia, namun yang berhasil menyatu hanyalah satu sperma dan satu sel telur saja. Proses itu berlangsung selama 11 menit pada suhu 28 o C. 10

19 L.vannamei biasa memijah di malam hari, beberapa jam setelah kawin. Karena interval antara kawin dan mijah sangat pendek, maka perlu dilakukan tindakan tehnis untuk mengamankan (mengendalikan) proses pembuahan, penetasan telur dan pemeliharaan larva, didalam panti pembenihan. Udang harus ditinggalkan dalam keadaan tenang dalam bak agar terjadi perkawinan. Tetapi betina yang telah kawin, harus segera ditangkap sebelum memijahkan telur, untuk dipindahkan ke dalam bak pemijahan yang lebih kecil volumenya. Gambar 4. Induk vaname yang telah matang gona Gambar 5. Udang dengan ovarium yang sudah berkembang 8. Perkembangan embrio Perkembangan embrio udang terjadi secara cepat setelah pembuahan. Pembelahan pertama terjadi setelah 50 menit setelah pembuahan, pada suhu 27oC dan terbagi embrio dan yolk (kuning telur) menjadi 2 sel, secara kontinyu sampai menjadi banyak sel dan mencapai bentuk blastula. Setelah 12 jam, nauplius pada 11

20 setiap telur telah terbentu sempurna dan setelah 16 jam telur mulai menetas. Nauplii yang baru menetas berenang perlahan dan phototaksis positif. 9. Perkembangan larva Larva akan berkembang sempurna pada kondisi suhu 26-28oC, oksigen terlarut 5-7 mg/liter, salinitas 35 ppt sesuai dengan kondisi dialamnya. Setelah menetas larva akan berkembang menjadi 3 stadia yaitu nauplius, zoea dan mysis. Setiap stadia akan dibedakan menjadi sub stadia sesuai dengan perkembangan morfologinya. Perkembangan stadia terjadi setelah larva mengalami molting. Selama stadia nauplius larva masih memanfaatkannutrisi dari yolk egg yang dibawanya, dan setelah molting menjadi zoea baru mencari makanan dari luar berupa mikroalga. Setelah zoea metamorphosis menjadi mysis, larva berubah dari herbivore menjadi karnivora, yaitu dengan makanan zooplankton. Stadia mysis kemudian berakhir dan menginjak stadia post larva, stadia ini sudah menyerupai udang muda dalam hal makanan maupun tingkah lakunya. Pada stadia larva bersifat planktonik, setelah post larva bersifat bentik. Larva akan berpindah tempat dari laut terbuka bermigrasi kea rah pantai dan estuary sampai menjadi dewasa. Tabel 1. Perkembangan stadia udang Hari ke Stadia Karakteristik 1 Naupli-1 Badan berbentuk bulat telur dengan 3 pasang anggota tubuh 2 Naupli-2 Pada ujung antenna pertama terdapat setae yang satu panjang dan 2 buah yang pendek 3 Naupli-3 Dua buah furctel mulai tampak jelas dengan masing-masing tida duri, tunas maxiliped mulai tampak 4 Naupli-4 Masing-masing furcel terdapat empat buah duri, antenna kedua beruas-ruas 5 Naupli-5 Struktur tojolan pada pangkal maxilliped mulai tampak jelas 6 Naupli-6 Perkembangan stae makin sempurna dan duri pada forcel tumbuh makin panjang 12

21 7 Zoea-1 Badan pipih dan karapac mulai jelas, mata mulai tampak, namun belum bertangkai, maxilla pertama dan kedua serta alat pencernaan mulai berfungsi 8 Zoea-2 Mata bertangkai, rostrum mulai tampak dan spin suborbital muali bercabang 9 Zoea-3 Sepasang uropoda biramus mulai berkembang dan duri pada ruas-ruas tubuh mulai tampak 10 Mysis-1 Badan berbentuk bengkok seperti udang dewasa 11 Mysis-2 Tunas pleopoda mulai tampak 12 Mysis-3 Tunas pleopoda bertambah panjang dan beruas-ruas 13 Post larva Larva seperti udang dewasa begitu pula cara berenangnya, pada stadia ini udang tidak lagi mengalami perubahan morfologi tubuh Sumber: Subaidah,S., dkk (2006) B. Latihan 1 Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar! 1. Udang vaname termasuk salah satu family penaeidae, apa cirri khas dari family tersebut 2. L.vannamai adalah binatang catadroma. Apa yang dimaksud dengan catadroma, jelaskan! 3. Gambarkan siklus hidup udang penaeid di alam. 4. Jelaskan secara singkat gambar tersebut! 5. Gambarkan morfologi udang vaname beserta keterangannya. C. Rangkuman Secara morfologi udang dapat di bedakan menjadi 2 bagian: Cephalothorax (bagian.kepala dan badan yang dilindungi carapace), dan Abdomen (bagian perut terdiri dari segmen/ruas-ruas). Antena berfungsi sebagai alat peraba atau penciuman. Pada bagian kepala terdapat mandibula yang berfungsi untuk menghancurkan makanan yang keras dan dua pasang maxilla yang berfungsi membawa makanan ke mandibula L.vaname adalah binatang catadroma, artinya ketika dewasa ia bertelur dilaut lepas berkadar garam tinggi, sedangkan ketika stadia larva ia migrasi ke daerah estuaria berkadar garam rendah. Pada awalnya udang vaname ditemukan setelah matang kelamin akan 13

22 melakukan perkawinan di laut dalam sekitar 70 m. Semula udang Penaeid dikenal sebagai hewan bersifat omnivorous-scavenger artinya ia pemakan segala bahan makanan dan sekaligus juga pemakan bangkai. Namun penelitian selanjutnya dengan cara memeriksa isi usus, mengindikasikan bahwa udang Penaeid bersifat karnivora yang memangsa berbagai krustasea renik amphipoda, dan polychaeta (cacing). L.vannamei bersifat nocturnal. Sering ditemukan L.vannamei memendamkan diri dalam lumpur/pasir dasar kolam bila siang hari, dan tidak mencari makanan. Kecepatan tumbuh pada udang dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu frekuensi molting (ganti kulit) dan kenaikan berat tubuh setelah setiap kali ganti kulit. Kondisi lingkungan dan faktor nutrisi juga mempengaruhi frekuensi molting. Misalnya, suhu semakin tinggi semakin sering molting. Organ reproduksi utama pada udang jantan ialah sepasang testes, vasa diferensia (saluran air mani), petasma dan appendix masculina. Walaupun proses pematangan telur didalam gonad dilakukan rangsangan, seperti ablasi mata, tetapi perkawinan udang di panti pembenihan dilakukan secara alami didalam bak khusus pemijahan. Pada L.vannamei dan L.stylirostris yang ber-thelycum terbuka, spermatophora hanya melekat di sekitar thelycum yang berbentuk cekungan. Perkawinan terjadi saat induk betina dalam keadaan intermolt ( berkulit keras) dimana pematangan gonad sudah sempurna, lalu pemijahan telur terjadi 1-2 jam setelah kawin. D. Evaluasi Pilihlah salah satu jawaban yang benar dibawah ini dengan memberi tanda silang. 1. Alat kelamin udang vaname jantan disebut. a. Thelycum b. Petasma c. Appendage d. Antenulles 2. Udang vaname ketika dewasa ia bertelur dilaut lepas berkadar garam tinggi, sedangkan ketika stadia larva ia migrasi ke daerah estuaria berkadar garam rendah. Sifat tersebut dinamakan. a. Nocturnal b. Katadroma c. Scavenger d. Diurnal 3. Proses keluarnya telur-telur dari induk betina yang siap dibuahi disebut a. Fertilisasi b. Memijah 14

23 c. Perkawinan d. Maturasi 4. Secara garis besar udang secara mrfogi dibagi menjadi 2 bagian,yaitu: a. Cepalpthorax dan uropoda b. Chepalothorax dan abdomen c. Abdomen dan uropoda d. Uropoda dan periopoda 5. Pada awalnya udang penaeid tergolong binatang pemakan segala dan pemakan bangkai, istilah dari definisi tersebut adalah. a. Nocturnal b. Omnivore scavenger c. Herbivore karnivora d. Karnivora E. Umpan balik dan tindak lanjut dcocokan jawaban dengan kunci jawaban test formatif yang terdapat diakhir modul ini. Hitung jawaban yang benar, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan saudara terhadap materi ini. Tingkat penguasaan = Arti tingkat penguasaan: %= baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Jumlah jawaban yang benar Jumlah soal X 100% Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, anda dapat meneruskan modul selanjutnya. Jika masih dibawah 80% anda harus mengulangi kegiatan belajar tersebut, terutama bagian yang belum dikuasai. 15

24 MATERI POKOK II Persiapan Pemeliharaan Setelah mempelajari materi penyuluhan ini pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat memahami dan menjelaskan lahan budidaya A. Materi persiapan pemeliharaan udang vaname yang meliputi : pemilihan lokasi dan persiapan 1. Pemilihan lokasi Salah satu factor penentu keberhasilan budidaya udang adalah pemilihan lokasi. Lahan budidaya selanjutnya akan berpengaru terhadap tata letak dan konstruksi kolam yang akan dibuat. Lokasi untuk mendirikan lahan budidaya udang ditentukan setelah dilakukan studi dan analisis terhadap data atau informasi tentang topografi tanah, pengairan, ekosistem (hubungan antara flora dan fauna), dan iklim. Usaha budidaya yang ditunjang dengan data tersebut mememungkinkan dibuat desain dan rekayasa perkolaman yang mengarah kepola pengelolaan budidaya udang yang baik. Lokasi tambak budidaya udang vaname yang dipilih mempunyai persyaratan antara lain: a. Lahan mendapatkan air pasang surut air laut. Tinggi pasang surut yang ideal adalah 1,5-2,5 meter. Paa lokasi yang pasang surutnya rendah dibawah 1 m, maka pengelolaan air menggunakan pompa. b. Tersedianya air tawar. Pada musim kemarau salinitas dapat naik terus apalgi jika budidaya udang dilakukan secara intensif dengan system tertutup sehingga air tawar diperlukan untuk menurunkan salinitas. c. Lokasi yang cocok untuk budidaya udang pada pantai dengan tanah yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir d. Lokasi ideal terdapat jalur hijau (green belt) yang ditumbuhi hutan mangrove/bakau dengan panjang minimal 100 m dari garis pantai. e. Keadaan social ekonomi mendukung untuk kegiatan budidaya udang, seperti: keamanan kondusif, asset jalan cukup baik, lokasi mudah mendapatkan sarana produksi seperti pakan, kapur, obat obatan dan lain-lain. 2. Pengolahan lahan 16

25 Dalam budidaya udang vaname terdapat dua wadah yang digunakan untuk menampung media budidaya, yaitu: kolam dengan konstruksi tanah dan kolam dengan konstruksi wadah plasti atau beton. Yang jelas keduanya memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai wadah pemeliharaan. a. Persiapan lahan tambak plastic Secara garis besar operasional budidaya udang dengan konstruksi wadah plastik tidak berbeda jauh dengan kegiatan budidaya udang pada umumnya, hanya terdapat sedikit perbedaan pada tahap persiapan lahan, hal ini dikarenakan perbedaan wadah budidaya. Tahapan kegiatan operasional tambak plastic harus dilakukan secara matang dan benar, agar kegiatan budidaya tambak dapat berjalan dengan baik, contoh tahapan jenis kegiatan yang dilakukan antara lain : 17

26 1) Spesifikasi Tambak Tambak plastic dibuat karena tambak yang digunakan untuk budidaya udang berukuran kecil (mini), luasannya tidak seluas tambak budidaya udang pada umumnya, seperti halnya yang terdapat disalah satu perusahaan pertambakan udang di beberapa daerah dengan luasan lahan perpetaknya ± 1-2 ha. Adapun spesifikasi tambak plastic adalah sebagai berikut : Table 2. Spesifikasi tambak plastik NO URAIAN KETERANGAN 1 Jenis plastik HDPE 0,5 mm/terpal 2 Luas m 2 3 Kedalaman cm 4 System Semi Close System 2) Pengeringan kolam plastik Lahan tambak yang menggunakan wadah plastic terlebih dahulu dikeringkan, guna keperluan pengukuran luasan petakan sebagai acuan pembuatan plastik (wealding), untuk perbaikan kontruksi tambak, membersihkan tambak dari benda-benda yang dapat merusak plastik dan juga penjemuran tanah dasar tambak agar lebih kering sehingga nanti dapat mempermudah pemasangan plastic/perbaikan plastic yang rusak. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pompa untuk membuang lumpur dan sisa kotoran metabolism selama pemeliharaan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan pembilasan dengan menyemprot seluruh bagian permukaan plastic dan mengumpulkan kotoran di bagian kolam yang rendah untuk selanjutnya dibuang keluar kolam. setelah itu dilanjutkan penjemuran selama 2 hari untuk memutus siklus organism yang dapat mengganggu pada saat kegiatan operasional berjalan. 18

27 b. Persiapan Lahan tanah Pengolahan lahan tanah, meliputi : Gambar 6. Pengeringan tambak plastic - Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon. - Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet. - Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibitbibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masingmasing 1 ton/ha. - Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecahpecah, untuk membunuh bibit penyakit. - Pemupukan. Pemupukan adalah proses pemberian nutrisi atau hara ke dalam petakan kolam untuk menumbuhkan pakan alami. Pupuk dapat dilakukan pada saat pengolahan lahan, yaitu dengan memberikan pupuk dasar dan dapat juga untuk pemupukan air. Beberapa petambak tidak melakukan pengolahan tanah dasar karena tekstur tanah dasar/pelataran berpasir dan kuat menahan air atau tidak porous, serta dasar tambak dilapisi plastic. Tujuan pengolahan tanah adalah: - Mengoksidasi tanah dengan oksigen dari udara - Menghilangkan gas-gas beracun setelah pemeliharaan 19

28 - Menambah suplai O2 pada bakteri aerob untuk merombak dan menguraikan bahan organic melaui proses nitrifikasi - Memutus siklus penyakit, dan - Memperbaiki tekstur tanah. c. Pengisian air Gambar 7. Pengeringan lahan tanah Pengisian air dilakukan dapat dilakukan menggunakan pompa atau dengan menggunakan energi gravitasi (beda tinggi air di tandon dengan petakan tambak), air yang digunakan adalah air yang sudah diendapkan kurang lebih 3-7 hari dipetakan tandon, sehingga partikel terlarut sudah mengendap didasar tandon dan tidak ikut masuk ke petakan tambak yang akan diisi air. Jika menggunakan pompa untuk mengisi air, maka letak dasar pompa diusahakan tidak menyentuh dasar tandon, sehingga partikel yang mengendap tidak tersedot pompa. Bagian ujung paralon diberi saringgan tiga lapis, pertama saringan paralon yang berlubang dengan diameter 0,5 cm, saringan lapis kedua di buat dari waring dengan diameter 0.2 mm dan saringan lapis ketiga dibuat dari waring dengan diameter 0,1 mm, sehingga kotoran yang mungkin tersedot pompa dapat tersaring dan tidak masuk petakan tambak. Jika menggunakan pompa untuk mengisi air, maka letak dasar pompa diusahakan tidak menyentuh dasar tandon, sehingga partikel yang mengendap tidak tersedot pompa. Bagian ujung paralon diberi saringgan tiga lapis, pertama saringan paralon yang berlubang dengan diameter 0,5 cm, saringan lapis kedua di buat dari waring dengan diameter 0.2 mm dan saringan lapis ketiga dibuat dari waring dengan diameter 0,1 mm, sehingga kotoran yang mungkin tersedot pompa dapat tersaring dan tidak masuk petakan tambak 20

29 Gambar 8. Saringan air masuk B. Latihan Jawablah pertanyaan dengan singkat dan jelas 1. Jelaskan criteria lokasi yang ideal untuk budidaya udang vaname! 2. Jelaskan cara pengolahan lahan yang benar untuk budidaya udang vaname! 3. Apa tujuan melakukan pengolahan tanah dalam budidaya udang vaname? C. Rangkuman Salah satu factor penentu keberhasilan budidaya udang adalah pemilihan lokasi. Lahan budidaya selanjutnya akan berpengaru terhadap tata letak dan konstruksi kolam yang akan dibuat. Secara garis besar operasional budidaya udang dengan konstruksi wadah plastik tidak berbeda jauh dengan kegiatan budidaya udang pada umumnya, hanya terdapat sedikit perbedaan pada tahap persiapan lahan, hal ini dikarenakan perbedaan wadah budidaya. Criteria lokasi budidaya vaname - Lahan mendapatkan air pasang surut air laut - Tersedianya air tawar - Lokasi yang cocok untuk budidaya udang pada pantai dengan tanah yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir - Lokasi yang cocok untuk budidaya udang pada pantai dengan tanah yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir - Keadaan social ekonomi mendukung untuk kegiatan budidaya udang Tujuan pengolahan tanah adalah: - Mengoksidasi tanah dengan oksigen dari udara - Menghilangkan gas-gas beracun setelah pemeliharaan - Menambah suplai O2 pada bakteri aerob untuk merombak dan menguraikan bahan organic melaui proses nitrifikasi - Memutus siklus penyakit, dan 21

30 - Memperbaiki tekstur tanah. D. Evaluasi Jawablah pertanyaan dengan (B) jika benar dan (S) jika salah. 1. Dalam budidaya udang vaname permilihan lokasi sangat menentukan keberhasilan dan kelancaran operasional budidaya, lokasi yang dekat dengan pelabuhan sangat ideal karena 2. Tambak dengan lapisan dasar plastic sangat membantu dan cocok di l okasi yang tanahnya bersifat porous 3. Salah satu fungsi pengeringan dalam pengolahan tanah adalah menghilangkan gas-gas beracun yang tertinggal selama masa pemeliharaan. E. Umpan balik dan tindak lanjut Cocokan jawaban dengan kunci jawaban test formatif yang terdapat diakhir modul ini. Hitung jawaban yang benar, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan saudara terhadap materi ini. Tingkat penguasaan = Arti tingkat penguasaan: %= baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Jumlah jawaban yang benar Jumlah soal X 100% Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, anda dapat meneruskan modul selanjutnya. Jika masih dibawah 80% anda harus mengulangi kegiatan belajar tersebut, terutama bagian yang belum dikuasai. 22

31 MATERI POKOK III Penebaran Benur Setelah mempelajari materi penyuluhan ini pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat memahami dan menjelaskan cara penebaran benur yang meliputi pemilihan benur, aklimatisasi dan penebaran benur udang F. Materi vaname dengan baik dan benar. 1. Penebaran Benur Ketersediaan benur pada saat jadwal penebaran harus disiapkan jauh hari sebelum tahap persiapan, yaitu dengan cara memesan benur sejumlah yang diinginkan di perusahaan pembenihan udang, sehingga jadwal tebal benur disesuaikan dengan panen naupli dari perusahaan tersebut. a. Pemilihan Benur Kualitas benur yang ditebar sangat menentukan keberhasilan budidaya udang, benur yang berkualitas dapat diperoleh dari hatchery yang telah memiliki sertifikat SPF (Spesific pathogen free) sehingga benur yang ditebar dapat tumbuh dengan baik. Secara morfologi benur yang mempunyai kualitas yang baik adalah dengan criteria sebagai berikut: 1. Umur benur sudah mencapai PL 9 di panti pembenihan 2. Gerakannya lincah dan apabila terjadi perubahan lingkungan yang mendadak maka benur akan melompat 3. Ukuran seragam, pada umur PL 12 panjang telah mencapai > 10 mm 4. Di badan air benur menyebar, tidak menggeromboldan atau menggumpal pada saat transportasi. 5. Responsive terhadap cahaya (fototaxis positif), gerakan atraktif dari sumber cahaya 6. Warna badan dan kaki serta kulit jernih, tidak terdapat penempelan parasit. 7. Hepatopancreas penuh dengan pakan dan berwarna gelap 23

32 b. Waktu penebaran benur Penebaran benur vaname harus segera dilakukan setelah petakan tambak siap untuk pemeliharaan. Waktu penebaran sebaiknya dilakukan pada pagi hari sebelum jam atau pada malam hari atau pada saat kondisi cuaca teduh. Karena pada waktu tersebut kondisi fluktuasi suhu tidak menyolok, parameter air yang lain seperti ph, salinitas tidak benyak berubah. Kondisi lingkungan demikian mengurang tingkat stress pada benih yang akan ditebar. 2. Aklimatisasi Aklimatisasi yaitu proses penyesuaian terhadap lingkungan yang baru dari biota yang akan dipindahkan ke lingkungan pemeliharaan sehingga tidak menimbulkan stress yang mengakibatkan kematian. Waktu penebaran dilakukan ketika kondisi suhu lingkungan tidak tinggi, penebaran dapat dilakukan pagi, sore atau malam hari sehingga dapat mengurangi tingkat stress, sebelum benih ditebar terlebih dahulu dilakukan pengecekan salinitas air tambak dan salinitas di kantong benur, suhu di tambak dan suhu di kantong benur. Kemudian kantong benur diapung-apungkan disalah satu sudut tambak kurang lebih menit, untuk mempermudah proses aklimatisasi dibagian sudut diberi bambu sebagai alat untuk penahan agar kantong benur tidak menyebar keseluruh petakan tambak, tujuan cara ini untuk mempercepat penyesuaian suhu air tambak dengan suhu dikantong benur. Setelah 45 menit kantong benur dibuka dan secara perlahan ditambahkan air dari tamba, dilakukan secara manual menggunakan tangan atau menggunakan alat bantu gayung sehingga proses aklimatisasi salinitas lebih cepat, volume air yang ditambahkan ke dalam kantong benur disesuaikan (kurang lebih 1/3 dari volume kantong benur), untuk mengetahui kesesuaian salinitas tambak dengan salinitas dikantong benur dilakukan pengukuran menggunakan refraktometer, sebagai indikatornya bisa dicoba mengeluarkan sebagian benur dikantong ke air tambak, jika benur telah keluar dan tidak masuk lagi ke kantong benur maka benur bisa dilepaskan semua. Gambar. 9. Proses aklimatisasi benur. 24

33 3. Perhitungan SR Tebar Data jumlah benur yang ditebar dapat diperoleh dari jumlah benur disetiap kantong benur dikalikan jumlah kantong benur, tetapi data ini kurang akurat karena memungkinkan terjadinya kematian benur saat transportasi, sehingga perlu dilakukan perhitungan kembali setelah benur ditebar ditambak, sehingga data yang diperoleh lebih akurat untuk acuan menentukan jumlah pakan. Gambar 10. Hapa (baby box) untuk penghitungan SR tebar Tempat untuk menghitung jumlah benur yang hidup dinamakan di baby box yaitu jaring terapung dengan ukuran tertentu yang dipakai untuk menghitung kelulushidupan benur setelah 24 jam setelah ditebar di tambak. Hasil dari perhitungan ini dikalikan dengan jumlah kantong benur yang ditebar, maka akan diperoleh populasi tebar. B. Latihan Jawablah pertanyaan dengan singkat dan jelas 4. Jelaskan criteria benur vaname yang berkualitas 5. Apa yang harus dipertimbangkan pada saat akan melakukan penebaran benur? 6. Mengapa penebaran benur dilakukan pada saat cuaca teduh? C. Rangkuman Kualitas benur yang ditebar sangat menentukan keberhasilan budidaya udang, benur yang berkualitas dapat diperoleh dari hatchery yang telah memiliki sertifikat SPF (Spesific pathogen free) sehingga benur yang ditebar dapat tumbuh dengan baik. Aklimatisasi yaitu proses penyesuaian terhadap lingkungan yang baru dari biota yang akan dipindahkan ke lingkungan pemeliharaan sehingga tidak menimbulkan stress yang mengakibatkan kematian. Waktu penebaran dilakukan ketika kondisi suhu lingkungan tidak tinggi, penebaran dapat dilakukan pagi, sore atau malam hari sehingga dapat mengurangi tingkat stress, sebelum benih ditebar terlebih dahulu dilakukan pengecekan salinitas air tambak dan salinitas di kantong benur, suhu di tambak dan suhu di kantong benur. 25

34 D. Evaluasi Jawablah pertanyaan dengan (B) jika benar dan (S) jika salah. 4. Aklimatisasi sangat berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup benih yang ditebar karena aklimatisasi yang tidak benar dapat menyebabkan kematian. 5. Dalam penebaran benur sebaiknya dilakukan pada siang hari atau cuaca terik karena dengan demikian benur akan terlihat yang hidup dan yang mati. 6. Parameter air yang utama diukur dan disesuaikan dengan air dalam kantong benur pada saat aklimatisasi adalah salinitas dan suhu 7. Salah satu fungsi pengeringan dalam pengolahan tanah adalah menghilangkan gas-gas beracun yang tertinggal selama masa pemeliharaan. E. Umpan balik dan tindak lanjut Cocokan jawaban dengan kunci jawaban test formatif yang terdapat diakhir modul ini. Hitung jawaban yang benar, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan saudara terhadap materi ini. Tingkat penguasaan = Arti tingkat penguasaan: %= baik sekali 80-89% = baik 70-79% = cukup < 70% = kurang Jumlah jawaban yang benar Jumlah soal X 100% Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, anda dapat meneruskan modul selanjutnya. Jika masih dibawah 80% anda harus mengulangi kegiatan belajar tersebut, terutama bagian yang belum dikuasai. 26

35 MATERI POKOK IV Pengelolaan Pakan Dan Air Media Pemeliharaan Setelah mempelajari materi IV penyuluhan ini pelaku utama dan atau pelaku usaha/penyuluh perikanan dapat memahami dan menjelaskan cara pengelolaan pakan dan air media pemeliharaan pada budidaya udang vaname dengan baik dan benar A. Materi Pakan merupakan komponen penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang dan lingkungan budidaya serta memiliki dampak fisiologis dan ekonomis. Pada tambak intensif biaya pakan lebih dari 60% dari keseluruhan biaya operasional. Kelebihan penggunaan pakan akan mengakibatkan bahan organic yang mengendap terlalu banyak sehingga menurunkan kualitas air, demikian juga kekurangan pakan akan berdampak pada pertumbuhan udang yang tidak maksimal dan dapat menyebabkan kanibal, daya tahan tubuh turun dan daya tahan terhadap penyakit menurun. Beberapa pakan yang digunakan di tambak adalah pakan buatan dan pakan alami. 1. Pengelolaan Pakan a. Menentukan kebutuhan pakan selama masa pemeliharaan. Langkah-langkah menentukan kebutuhan pakan selama masa pemeliharaan dapat diketahui dengan cara : - Menentukan Food Conversation Rate (FCR), FCR diupayakan antara Menentukan size panen dan target biomasa - Menentuntukan Survival Rate (SR) panen Contoh perhitungan : Jumlah tebar ekor, Ditentukan FCR panen 1.3, Perkiraan size udang ketika panen 60 ekor per kg, Perkiraan SR panen 87 %, 27

36 Maka diperoleh kebutuhan pakan sebagai berikut : SR 87 % = Jumlah tebar x 0.87 = ekor x 0.87 = ekor Hasil panen = SR panen (ekor) / Size udang (ekor/kg) = (ekor) / 60 (ekor/kg) = kg Jumlah pakan = Hasil panen x FCR = (kg) x 1.3 = kg Maka diperoleh jumlah pakan yang diperlukan selama proses budidaya udang sebanyak kg. b. Teknik pemberian pakan Acuan Pemberian pakan udang adalah memberikan pakan secara cukup sesuai kebutuhan nutrisi udang dan jumlah yang dibutuhkan, secara garis besar teknik penentuan dosis pakan yang diberikan dibagi menjadi dua metode penentuan dosis pakan. Blind feeding Metode blind feeding maksudnya adalah menentukan dosis pakan udang dengan memperkirakan dosis yang diperlukan tanpa melakukan sampling berat udang. Penentuan pakan yang dibutuhkan selama 1 bulan diperoleh dengan menghitung 5 9 % dari total pakan selama prose pemeliharaan, kemudian hasilnya menjadi acuan total pakan selama 1 bulan. Selain dengan menentukan prosentase 5 9 % dari total pakan, dapat juga mengunakan metode memperkirakan berat udang yang akan dicapai selama masa pemeliharaan 1 bulan, dikalikan dengan persentase Survival Rate selama masa pemeliharaan 1 bulan, dan dikalikan FCR di bulan pertama (30 hari), di bulan pertama FCR nya masih 1. Sehingga akan diketahui total kebutuhan pakan selama satu bulan dan kemudian jumlah pakan yang diperolah dijadikan acuan total pakan selama 1 bulan. Setelah mengetahui total pakan selama 1 bulan berikutnya dilakukan 28

37 pembagian pakan setiap harinya (feed per day), seiring dengan berjalannya proses pemeliharaan udang, juga dilakukan pemantauan laju pertumbuhan udang untuk mengetahui tingkat efektifitas jumlah pakan yang diberikan, sehingga feed per day dapat disesuaikan. Sampling Biomass Sampling untuk mengetahui biomassa udang dapat dilakukan ketika udang telah berumur 30 hari dengan frekuensi 7 hari sekali. alat yang disarankan untuk sampling adalah jala tebar dengan ukuran mess size disesuaikan dengan besar udang. Waktu Sampling pada pagi atau sore hari, agar udang tidak mengalami tingkat stress yang tinggi, penentuan titik sampling disesuaikan dengan luasan tambak, jumlah titik sampling 2 4 titik, titik lokasi sampling berada di sekitar kincir dan di wilayah antar kincir. Lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut : Titik sampling Titik sampling a Titik sampling Titik sampling Gambar 11. Penentuan titik sampling jala dalam menentukan biomass Langkah langkah sampling jala antara lain : - Waktu sampling jala dilakukan pada pagi atau sore hari. - Sampling jala dilakukan sebelum jam pakan, agar sebaran udang merata. - Peralatan sampling yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu, - Selama sampling kincir dimatikan agar sebaran udang ditambak lebih merata. - Udang yang telah disampling tidak dikembalikan ke tambak. - Jika akan melakukan sampling ditambak lain, peralatan sampling terlebih dahulu disterilkan, untuk mengantisipasi masuknya patoghen. 29

1. Morfologi dan Klasifikasi Penggolongan udang vaname menurut Anonim (2011) adalah sebagai berikut :

1. Morfologi dan Klasifikasi Penggolongan udang vaname menurut Anonim (2011) adalah sebagai berikut : Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster Kelompok Macrura Bangsa Udang dan Lobster Bentuk tubuh memanjang Terdiri kepala-dada (cephalothorax) dan abdomen (yang disebut ekor) Kaki beruas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Udang adalah komoditas unggulan perikanan budidaya yang berprospek cerah. Udang termasuk komoditas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei 2.1 Biologi Udang Vannamei 2.1.1 Klasifikasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sebagai berikut : Kingdom Sub kingdom Filum Sub

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke. Sub Ordo : Matantia. Famili: Penaedae. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu (Penaeus monodon) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi Udang windu menurut Mujiman dan Suyanto (2003) tergolong ke dalam Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele

Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Peluang Usaha Budi Daya Ikan Lele Oleh : Rangga Ongky Wibowo (10.11.4041) S1Ti 2G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 Kata Pengantar... Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang windu merupakan salah satu komoditas ekspor non migas dalam sektor perikanan. Kegiatan produksi calon induk udang windu merupakan rangkaian proses domestifikasi dan pemuliaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Udang Vannamei Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang yang memiliki pertumbuhan cepat dan nafsu makan tinggi, namun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

Budidaya Udang Windu

Budidaya Udang Windu Budidaya Udang Windu Oleh: Mukhammad Abdul Fatah, S. Pd.* I. Pendahuluan Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga pada

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M : LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS NAMA KELAS : IMADUDIN ATHIF : S1-SI-02 N.I.M : 11.12.5452 KELOMPOK : G STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan Standar Nasional Indonesia Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE Disusun oleh: Felik Ferdiawan (10.11.3827) TEKHNIK INFORMATIKA STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 ABSTRAK Ikan lele memang memiliki banyak penggemar, karena

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia SNI 7311:2009 Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 7311:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) LOBSTER LAUT Salah satu jenis komoditas yang biasa ditemukan di kawasan terumbu karang adalah udang barong atau udang karang (lobster).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau Klasifikasi Scylla paramamosain menurut King (1995) dan Keenan (1999) dalam Pavasovic (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Subfilum: Crustacea

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Nomor: KEP. 41/MEN/2001 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.78/MEN/2009 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG VANAME UNGGUL NUSANTARA I MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah tingkat Provinsi yang mempunyai fungsi menyebar luaskan teknologi perbenihan

Lebih terperinci

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan)

USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) USAHA PEMBENIHAN IKAN (salah satu faktor penentu di dalam usaha budidaya ikan) Melalui berbagai media komunikasi pemerintah selalu menganjurkan kepada masyarakat untuk makan ikan. Tujuannya adalah untuk

Lebih terperinci

1.Abstrak. 2.Isi/jenis

1.Abstrak. 2.Isi/jenis 1.Abstrak Lele merupakan ikan marga clarias terkenal dari tubuhnya yang licin panjang tak bersisik, dengan sirip punggung dan sirip anus yang juga panjang, yang terkadang menyatu dengan sirip ekor menjadikanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok

Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Usaha Pembenihan Ikan Bawal Di susun oleh: Nama : Lisman Prihadi NIM : 10.11.4493 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010 / 2011 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan bawal merupakan salah satu

Lebih terperinci

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR Standar Nasional Indonesia Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT

AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT UNDERSTANDING POND AQUACULTURE POND BOTTOM SOIL QUALITY MANAGEMENT Soil Profile Soil Triangle Clear plastic liner tube & sediment removal tool Sediment Sampler Soil acidity tester Food web in Aquaculture

Lebih terperinci

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA BBPBAT Sukabumi 2007 Daftar Isi 1. Penduluan... 1 2. Persyaratan Teknis... 2 2.1. Sumber Air... 2 2.2. Lokasi...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata

PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA. B. Sistematika Berikut adalah klasifikasi ikan nila dalam dunia taksonomi : Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata PENGELOLAAN INDUK IKAN NILA A. Pendahuluan Keluarga cichlidae terdiri dari 600 jenis, salah satunya adalah ikan nila (Oreochromis sp). Ikan ini merupakan salah satu komoditas perikanan yang sangat popouler

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY UDANG AIR PAYAU (Windu, Vannamei dan Rostris) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) adalah jenis udang yang pada awal kemunculannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah. Subordo : Siluroidae BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var) Klasifikasi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus var) menurut Kordi, (2010) adalah sebagai berikut : Phylum

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PELEPASAN UDANG GALAH GI MACRO II DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN

II. METODE PENELITIAN II. METODE PENELITIAN 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, dimulai dengan pemeliharaan udang vaname ke stadia uji, persiapan wadah dan media, pembuatan pakan meniran, persiapan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.15/MEN/2002 TENTANG PELEPASAN VARIETAS UDANG ROSTRIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka memperkaya

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) Kelompok Macrura (lanjutan) Bangsa Udang Penaeid Pada stadium post larva, anakan udang hidup merayap atau melekat pada benda2 di dasar

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra)

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) 1. PENDAHULUAN Teripang atau juga disebut suaal, merupakan salah satu jenis komoditi laut yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik dipasaran

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1

Lebih terperinci

MODUL: PENEBARAN NENER

MODUL: PENEBARAN NENER BDI P/1/1.2 BIDANG BUDIDAYA PERIKANAN PROGRAM KEAHLIAN IKAN AIR PAYAU PEMBESARAN IKAN BANDENG MODUL: PENEBARAN NENER DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Lebih terperinci

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL 6.1. Aspek Pasar Pasar merupakan suatu sekelompok orang yang diorganisasikan untuk melakukan tawar-manawar, sehingga dengan demikian terbentuk harga (Umar 2007).

Lebih terperinci

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar

Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Benih udang windu Penaeus monodon (Fabricius, 1798) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Bisnis Ternak Ikan Lele

Bisnis Ternak Ikan Lele Bisnis Ternak Ikan Lele Tugas Karya Ilmiah Peluang Bisnis Disusun Oleh : Bukhari Muslim. ( 10.01.2668 ) D3-2A Teknik Informatika SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sumber daya alam di Indonesia cukup melimpah dan luas termasuk dalam bidang kelautan dan perikanan, namun dalam pemanfaatan dan pengelolaan yang kurang optimal mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam.

Sebagai acuan / pedoman pelaku percontohan budidaya lele dengan menggunakan pakan (pellet) jenis tenggelam. PETUNJUK TEKNIS DEMPOND BUDIDAYA LELE MENGGUNAKAN PAKAN (PELET) TENGGELAM DI KAB I. Pendahuluan 1. Latar Belakang Usaha Budidaya lele sampe sekarang banyak diminati masyarakat dikarenakan dalam perlakuannya

Lebih terperinci

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial

Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial Kisi-kisi Soal Uji Kompetensi Program studi Agribisnis Sumberdaya Perairan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Essensial 1. Mengidentifikasi potensi dan peran budidaya perairan 2. Mengidentifikasi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen. OLEH : Ir. SUPRATO Pendahuluan Budidaya lele telah berkembang sejak lama. Awalnya jenis ikan lele yang dibudidayakan adalah lele lokal (Clarias batrachus L.) dengan waktu pemeliharaan 6 8 bulan, dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2006, di PT Centralpertiwi Bahari yang berlokasi di Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo, Lampung Selatan.

Lebih terperinci

f. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, g. karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan ba

f. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha. Kondisi perairan tenang dan bersih, g. karena ikan nila tidak dapat berkembang biak dengan ba BUDIDAYA IKAN NILA 1. JENIS Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut: Kelas: Osteichthyes Sub-kelas : Acanthoptherigii Crdo : Percomorphi Sub-ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar SNI : 01-6483.4-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6135 - 1999 Standar Nasional Indonesia Produksi Induk Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) strain Sinyonya kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar produksi induk ikan lele dumbo kelas induk

Lebih terperinci

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN

MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN BDI-L/1/1.3 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENDEDERAN KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMANENAN DAN PENGEMASAN DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) 1. PENDAHULUAN Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA

KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA KORELASI ANTARA PANJANG DAN BERAT UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF DENGAN KEPADATAN BERBEDA Adna Sumadikarta 1, Srie Rahayu 2, Rahman 3 1&2 Program Studi Biologi, FMIPA,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA BUDIDAYA IKAN LELE Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Lingkungan Bisnis STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Oleh: Mada Mahatma 11.12.5828 Kelas 11.S1SI.07 Sistem Informasi Budidaya Ikan Lele Jenis Ikan Lele memang memiliki

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR

MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR BDI-L/3/3.2 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMIJAHAN DAN PEMANENAN TELUR DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN I. MENCEGAH HAMA DAN PENYAKIT IKAN Hama dan penyakit ikan dapat dibedakan berdasarkan penyerangan yaitu hama umumnya jenis organisme pemangsa (predator) dengan ukuran tubuh lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Budidaya Tambak Kegiatan budidaya tambak merupakan pemanfaatan wilayah pesisir sebagai lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk masyarakat

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK BDI L/3/3.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMELIHARAAN INDUK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

Bisnis Budidaya Ikan Bawal

Bisnis Budidaya Ikan Bawal Bisnis Budidaya Ikan Bawal Nama : Anung Aninditha Nim : 10.11.3944 Kelas : S1.TI.2F STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Ikan bawal merupakan jenis ikan yang cukup poluper di pasar ikan konsumsi. Selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri dan klasifikasi Moina sp 1. Ciri-ciri dan morfologi Moina sp Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik yang termasuk dalam filum Crustacea,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

MODUL: PENYIAPAN TAMBAK

MODUL: PENYIAPAN TAMBAK BDI-P/1/1.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR PAYAU PEMBESARAN IKAN BANDENG MODUL: PENYIAPAN TAMBAK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN

RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN RINGKASAN LAPORAN KEAHLIAN TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI BAK TERPAL BAPPL STP SERANG, BANTEN Wadah pemeliharaan yang digunakan adalah bak berlapis terpaulin dan berlapis plastik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei Juni 2014, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci