ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI KARYA ILMIAH AKHIR NERS"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI KARYA ILMIAH AKHIR NERS APRILIANI SIBURIAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK JULI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ners Ilmu Keperawatan APRILIANI SIBURIAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM REGULER 2008 DEPOK JULI 2013

3

4

5

6 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini yang berjudul Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan Perkotaan pada Pasien Sindrom Nefrotik di Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati. Penulisan karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah akhir ini tidak lepas dari dorongan, bimbingan, bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Nur Agustini, S.Kp., M.Si. selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini; 2. Orang tua dan keluarga saya yang telah mendukung dan memberikan bantuan dukungan material dan moral; dan 3. Sahabat-sahabat saya yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, Juli 2013 Penulis v

7

8 ABSTRAK Nama Judul Penelitian : Apriliani Siburian : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak KesehatanPerkotaan pada Pasien Sindrom Nefrotik di Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak dimana merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Jumlah anak penderita Sindrom Nefrotik setiap tahunnya bertambah di beberapa negara. Angka kejadian Sindrom Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 anak per dan diketahui terjadi paling banyak pada anak antara umur 3 4 tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2 : 1. Sindrom Nefrotik menyebabkan anak harus menjalani hospitalisasi di rumah sakit. Lamanya masa hospitalisasi di rumah sakit dapat meningkatkan kecemasan pada anak dan keluarga. Ketidaktahuan tentang penyakit serta riwayat keluarga yang sebelumnya belum pernah menderita penyakit yang sama turut mempengaruhi kecepatan kesembuhan anak khususnya pada anak pra sekolah. Pendekatan FCC (Family Center Care) menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi efek hospitalisasi dengan mengedepankan komunikasi teraupetik dalam setiap tindakan keperawatan maupun medis kepada anak. Kata kunci : sindrom nefrotik, anak pra sekolah, FCC (Family center Care) vii

9 ABSTRACT Name : Apriliani Siburian Title of the research : Nursing Care in Children with Nephrotic Syndrome and Applications FCC (Family Care Center) for Reducing Effects Children Hospitalization Nephrotic syndrome is a kidney disease that is often found in children, which is a collection of clinical symptoms that consisting of massive proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hiperkolesteronemia. The number of children with Nephrotic Syndrome annually increasing in some countries. The incidence of Nephrotic Syndrome in the United States and Britain ranges from 2-7 per 100,000 children aged under 18 years per year, while in Indonesia reported 6 children per 100,000 and the most widely known to occur in children between the ages of 3-4 years with a ratio of boys men and women is 2: 1. Nephrotic syndrome causes children must undergo hospitalization at the hospital. The long duration of hospitalization in the hospital can increase anxiety in children and also the families. Ignorance about the disease and a family history that had not been suffering from the same disease also affects the speed of healing children, particularly in pre-school children. FCC approach (Family Care Center) is one of the way that can be used to reduce the effects of hospitalization with the advanced communication teraupetik in every medical and nursing actions to the child. Keywords: nephrotic syndrome, pre-school children, the FCC (Family Care Center) viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Aplikatif Manfaat Akademis... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sindrom Nefrotik Etiologi Sindrom Nefrotik Patofisiologi Manifestasi Klinis dan Komplikasi Pemeriksaan Penunjang Penatalaksaaan Penatalaksaaan Medis Perawatan dan Pencegahan Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Pra Sekolah Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik Komunikasi Teraupetik dengan FCC (Family Centered Care) BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA Pengkajian Kasus Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan Implementasi dan Evaluasi BAB 4 ANALISA SITUASI Profil Lahan Praktik Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Alternatif Pemecahan yang dapat dilakukan BAB 5 PENUTUP ix

11 5.1 Kesimpulan Saran Pelayanan Keperawatan Institusi Pendidikan Peneliti Selanjutnya DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : WOC (Web of Causation) Lampiran 2 : Lembar Pengkajian Klien Lampiran 3 : Lembar Rencana Keperawatan Lampiran 4 : Lembar Catatan Perkembangan Lampiran 5 : Leaflet Sindrom Nefrotik Lampiran 6 : Biodata xi

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia sebagai organ pengatur keseimbangan tubuh dan organ pembuangan zat-zat yang tidak berguna serta bersifat toksis. Fungsi ginjal yang terpenting adalah untuk mempertahankan homeostasis bio kimiawi yang normal di dalam tubuh, hal ini dilakukan dengan cara mengekskresikan zat-zat yang tidak diperlukan lagi melalui proses filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Sindrom Nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Sekitar 90 % kasus anak merupakan Sindrom Nefrotik primer. Sindrom Nefrotik yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal yaitu sekitar 76 %. Pasien yang menderita Sindrom Nefrotik untuk pertama kalinya sebagian besar datang ke rumah sakit dengan gejala edema. Pada pasien anak dengan Sindrom Nefrotik biasanya akan didapatkan kenaikan berat badan yang dapat mencapai hingga 50 % dari berat badan sebelum menderita Sindrom Nefrotik. Hal tersebut terjadi karena timbulnya proses edema yang merupakan salah satu gambaran klinis dari Sindrom Nefrotik. Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih tinggi yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002). Jumlah anak penderita Sindrom Nefrotik setiap tahunnya bertambah di beberapa negara. Angka kejadian Sindrom Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 anak per dan diketahui terjadi paling banyak pada anak antara umur 3 4 tahun dengan 1 Universitas Indonesia

14 perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2 : 1. Berdasarkan hasil pencatatan data keluar dan masuk pasien di ruang perawatan Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati dalam 3 bulan terakhir yaitu Maret hingga Juni 2013 berjumlah 16 orang anak dimana 13 anak berjenis kelamin laki laki dan 3 orang anak ber jenis kelamin perempuan. Penyebab sindroma nefrotik sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Sindrom nefrotik bisa terjadi akibat berbagai glomerulopati atau penyakit menahun yang luas. Sejumlah obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal juga bisa menyebabkan sindrom nefrotik. Proteinuria masif merupakan tanda khas Sindrom Nefrotik, tetapi pada Sindrom Nefrotik yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada Sindrom Nefrotik. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada Sindrom Nefrotik.Umumnya pada Sindrom Nefrotik fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pembengkakan yang terjadi pada mata, kaki maupun abdomen bisa diindikasikan sebagai salah satu tanda tanda dari sindrom nefrotik. Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).sindrom nefrotik berkembang menjadi gagal ginjal total apabila tidak dilakukan perawatan dan usaha penyembuhan yang baik dari tenaga kesehatan. Data studi dan epidemiologis tentang Sindrom Nefrotik di Indonesia belum ada, namun di luar negeri yaitu Amerika Serikat, Sindrom Nefrotik merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronik dan merupakan masalah kesehatan yang utama dengan jumlah penderita mencapai 225 orang pertahun (11,86 %), dari 2150 orang orang yang berobat kerumah sakit ( 2 Universitas Indonesia

15 Peran perawat merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom Nefrotik yang berperan secara mandiri dan kolaboratif dalam melaksanakan asuhan keperawatan, misalnya dengan mendorong dan memberi support pada anggota keluarga untuk ikut serta merawat penderita baik di Rumah Sakit maupun setelah pasien pulang dari Rumah Sakit, dan mendeteksi secara dini tentang keluhankeluhan penderita, yang tidak lepas dari usaha promotif dan preventif serta usaha kuratif, rehabilitatif yaitu setelah pasien pulang dari Rumah Sakit (Effendi N, 1998). Anak dengan sindrom nefrotik sering merasa cemas dengan kondisi bengkak pada tubuh dan juga rasa takut untuk dirawat di rumah sakit. Orang tua sebagai pengasuh anak di rumah sering tidak mengetahui tanda awal dari sindrom nefrotik sehingga tidak memberikan pertolongan yang semestinya. Mengingat banyak masalah yang dihadapi, maka perlu perawatan dan pengawasan yang intensif serta tindakan pelayanan keperawatan secara komprehensif melalui proses keperawatan, sehingga diharapkan masalah ini dapat terpecahkan dan teratasi. Melihat hal ini maka penulis tertarik untuk mengambil karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan pada An AR dengan Sindrom Nefrotik di Lantai 3 Selatan IRNA RSUP Fatmawati. 1.2 Perumusan Masalah Sindrom nefrotik dapat mempengaruhi semua kelompok umur. Pada anak-anak, kejadian yang paling umum adalah pada usia 2 sampai 6 tahun, dan umumnya merupakan suatu penyakit gangguan sistem imun. Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak dimana merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, maupun hematuria. Kebanyakan dari sindrom nefrotik bersifat idiopatik dan tidak jarang dilakukan perawatannya yang salah dengan gejala yang ditimbulkan. Anak dengan sindrom nefrotik mengalami hospitalisasi tergantung 3 Universitas Indonesia

16 dengan kondisi yang dialami oleh anak. Ketidaktahuan orang tua akan penyakit menyebakan kecemasan terhadap hospitalisasi anak yang semakin bertambah. Perawat sebagai tenaga profesional kesehatan harus memfasilitasi kondisi keluarga pasien dengan cara pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan teknik komunikasi yang teraupetik sehingga mengurangi kecemasan anak dan orang tua. Serta meningkatkan keterlibatan orang tua dalam proses pengobatan maupun keperawatan. Oleh karena hal tersebut, komunikasi yang teraupetik menjadi salah satu faktor dalam menurunkan kecemasan orang tua dan anak terhadap hosipitalisasi. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien nefrotik sindrom sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi dengan menggunakan teknik komunikasi keperawatan yang baik dan benar. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penyusunan makalah karya ilmiah akhir berikut terbagi atas 2 bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana : Tujuan Umum Tujuan umum penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Sindrom Nefrotik dengan pendekatan proses keperawatan sesuai dengan teori keperawatan dan kondisi yang ada serta melakukan aplikasi FCC melalui komunikasi teraupetik pada keluarga untuk mengurangi efek hospitalisasi pada anak dan keluarga. 4 Universitas Indonesia

17 1.3.2 Tujuan khusus Dalam melakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa dapat : a. Mengidentifikasi pengkajian pada anak dengan Sindrom Nefrotik yang meliputi penyebab masalah keperawatan pada klien sindrom nefrotik sehingga tanda dan gejala serta komplikasinya dapat dicegah sedini mungkin. b. Mengidentifikasi analisa data yang ditemukan pada anak dengan Sindrom Nefrotik untuk memutuskan diagnosa keperawatan c. Mengidentifikasi pelaksanaan asuhan keperawatan serta melakukan evaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada anak dengan Sindrom Nefrotik d. Mengidentifikasi pendokumentasian sebagai hasil dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada anak dengan Sindrom Nefrotik e. Mengidentifikasi adanya kesenjangan asuhan keperawatan antara teori dan kasus nyata serta alternatif pemecahan masalah dari kesenjangan yang ditemukan f. Mengidentifikasi faktor penunjang dan penghambat dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom Nefrotik g. Mengidentifikasi aplikasikan salah satu tesis dalam menurunkan kecemasan hospitalisasi pada anak dengan Sindrom Nefrotik di rumah sakit dengan melakukan teknik komunikasi teraupetik dalam menyampaikan kondisi anak saat masa perawatan sehingga mengurangi kecemasan orang tua dan anak. 5 Universitas Indonesia

18 1.4 Manfaat Penulisan Manfaat Aplikatif Makalah ini dapat digunakan sebagai data penunjang bagi perawat atau tim kesehatan lain untuk melakukan pendidikan kesehatan tentang pencegahan serta perawatan kesehatan pada anak dengan Sindrom Nefrotik serta sebagai salah satu pembanding dalam mengimplementasikan asuhan keperawatan Manfaat Akademis Makalah ini dapat memberikan informasi mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom Nefrotik serta sebagai bahan acuan dalam pembelajaran mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom Nefrotik. 6 Universitas Indonesia

19 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Sindrom nefrotik Sindrom Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia ( 2,5 gr/dl), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001). Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002) Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik : 1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma) Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak usia sekolah. 2. Sindroma Nefrotik Sekunder Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen, seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif. 3. Sindroma Nefirotik Kongenital 7 Universitas Indonesia

20 Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis. 2.2 Etiologi Penyebab sindroma nefrotik ini belum diketahui, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi. Dimana 80% anak dengan sindroma nefrotik yang dilakukan biopsi ginjal menunjukkan hanya sedikit keabnormalannya, sementara sisanya 20 % biopsi ginjal menunjukkan keabnormalan seperti glomerulonefritis (Novak & Broom, 1999). Patogenesis mungkin karena gangguan metabolisme, biokimia dan fisiokimia yang menyebabkan permeabilitas membran glomerulus meningkat terhadap protein (Whalley and Wong, 1998). Sedangkan menurut Behrman (2001), kebanyakan (90%) anak yang menderita nefrosis mempunyai beberapa bentuk sindroma nefrotik idiopatik, penyakit lesi minimal ditemukan pada sekitar 85%. Sindroma nefrotik sebagian besar diperantarai oleh beberapa bentuk glomerulonefritis (infeksi pada glomerulus). 2.3 Patofisiologi Kelainan yang terjadi pada sindroma nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negatif gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindroma nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein di dalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerulus dan akhirnya dieskresikan dalam urin. Pada sindroma nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram per-hari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun di bawah 2,5 gram/dl. Hipoalbumin menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma yang memungkinkan transudasi 8 Universitas Indonesia

21 cairan dari ekstravaskuler ke ruang interstisial. Penurunan volume ekstravaskuler menurunkan tekanan perfusi ginjal, mengaktifkan system renin angiotensin aldosteron yang merangsang reabsorbsi atrium di tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga merangsang pelepasan hormon antidiuretik yang mempertinggi reabsorbsi air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan osmotik plasma berkurang, natrium dan air yang telah diabsorbsi masuk ke ruang interstisial, memperberat edema. Adanya faktor-faktor lain yang juga memainkan peran pada pembentukan edema dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa beberapa penderita sindroma nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang normal/meningkat dan kadar renin serta aldosteron plasma normal/ meningkat dan kadar renin serta aldosteron plasma normal atau menurun Penjelasan secara hipotesis meliputi defek intrarenal dalam ekskresi natrium dan air atau adanya agen dalam sirkulasi yang menaikkan permeabilitas dinding kapiler di seluruh tubuh serta dalam ginjal. Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida) dan lipoprotein serum meningkat. Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas (Behrman, 2000). Sindrom nefrotik dapat terjadi disetiap penyakit renal intrinsic atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Penyebab mencakup glomerulonefrotis kronik, diabetes mellitus disertai glomerulosklerosis intrakapiler, amilodosis ginjal, penyakit lupus eritematosus sistemik dan trombosis vena renal. 2.4 Manifestasi Klinis dan Komplikasi Sindrom Nefrotik Adapun manifestasi klinis menurut Betz & Sowden (2002) adalah proteinuria, retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital, edema dependen, pembengkakan genitelia eksterna, edema fasial, asites dan distensi abdomen, penurunan jumlah urine, hematuria, anorexia, diare, pucat dan gagal tumbuh dan pelisutan (jangka panjang). Sedangkan menurut Dona L. Wong (2004) adalah 9 Universitas Indonesia

22 penambahan berat badan, edema, wajah sembab, pembengkakan abdomen (asites), kesulitan pernafasan (efusi pleura), pembengkakan labial atau scrota. Menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2002), manifestasi klinis dari sindrom nefrotik adalah edema, malese, sakit kepala, iritabilitas dan keletihan. Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon imun, tromboembolisme (terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan peningkatan terjadinya aterosklerosis.(smeltzer, SC, Bare BG, 2002: 1442). Adapun komplikasi secara umum dari sindrom nefrotik adalah : Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik) Kemampuan koagulasi yang berlebihan (trombosit vena) Perburukan nafas (berhubungan dengan retensi cairan). Kerusakan kulit. Infeksi Efek samping steroid yang tidak diinginkan. 2.5 Pemeriksaan Penunjang Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis. Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang berikut yaitu, Urinalisis Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. ph lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan 10 Universitas Indonesia

23 gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dl atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range. Pemeriksaan sedimen urin Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit. Pengukuran protein urin Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak 3g. Albumin serum kualitatif : ++ sampai ++++ kuantitatif :> 50 mg/kgbb/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH) Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis USG renal Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik. Biopsi ginjal 11 Universitas Indonesia

24 Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia> 8 tahun, resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan.pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. Darah: Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal. 2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis Adapun penatalaksanaan medis untuk sindroma nefrotik mencakup komponen berikut ini : Proteinuria 12 Universitas Indonesia

25 ACE inhibitor diindikasikan untuk menurunkan tekanan darah sistemik dan glomerular serta proteinuria. Obat ini mungkin memicu hiperkalemia pada pasien dengan insufisiensi ginjal moderat sampai berat. Restriksi protein tidak lagi direkomendasikan karena tidak memberikan progres yang baik. Edema Diuretik hanya diberikan pada edema yang nyata, dan tidak dapat diberikan pada Sindrom Nefrotik yang disertai dengan diare, muntah atau hipovolemia, karena pemberian diuretik dapat memperburuk gejala tersebut. Pada edema sedang atau edema persisten, dapat diberikan furosemid dengan dosis 1-3 mg/kg per hari. Pemberian spironolakton dapat ditambahkan bila pemberian furosemid telah lebih dari 1 minggu lamanya, dengan dosis 1-2 mg/kg per hari. Bila edema menetap dengan pemberian diuretik, dapat diberikan kombinasi diuretik dengan infus albumin. Pemberian infus albumin diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg intravena. Albumin biasanya diberikan selang sehari untuk menjamin pergeseran cairan ke dalam vaskuler dan untuk mencegah kelebihan cairan (overload). Penderita yang mendapat infus albumin harus dimonitor terhadap gangguan napas dan gagal jantung. Dietetik Jenis diet yang direkomendasikan adalah diet seimbang dengan protein dan kalori yang adekuat. Kebutuhan protein anak ialah 1,5 2 g/kg, namun anak-anak dengan proteinuria persisten yang seringkali mudah mengalami malnutrisi diberikan protein 2 2,25 g/kg per hari. Maksimum 30% kalori berasal dari lemak. Karbohidrat diberikan dalam bentuk kompleks seperti zat tepung dan maltodekstrin. Infeksi Penderita Sindrom Nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering adalah selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan 13 Universitas Indonesia

26 karena pengeluaran imunoglobulin G, protein faktor B dan D di urin, disfungsi sel T, dan kondisi hipoproteinemia itu sendiri. Pemakaian imunosupresif menambah risiko terjadinya infeksi. Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya infeksi perlu dilakukan. Selulitis umumnya disebabkan oleh kuman stafilokokus, sedang sepsis pada SN sering disebabkan oleh kuman Gram negatif. Peritonitis primer umumnya disebabkan oleh kuman Gram-negatif dan Streptococcus pneumoniae sehingga perlu diterapi dengan penisilin parenteral dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke-tiga, seperti sefotaksim atau seftriakson selama hari. Hipertensi Hipertensi pada Sindrom Nefrotik dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai akibat efek samping steroid. Pengobatan hipertensi pada Sindrom Nefrotik dengan golongan inhibitor enzim angiotensin konvertase, calcium channel blockers, atau beta adrenergic blockers. Hipovolemia Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk, peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan plasma sebanyak ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan. Tromboemboli Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan 14 Universitas Indonesia

27 konsentrasi antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat pada kadar albumin plasma < 2 g/dl, kadar fibrinogen > 6 g/dl, atau kadar antitrombin III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. Hiperlipidemia Hiperlipidemia pada Sindrom Nefrotik meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida, fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu katabolisme lipid pada Sindrom Nefrotik juga menurun. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita Sindrom Nefrotik masih belum jelas. Sedangkan manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan Perawatan dan Pencegahan Pada umumnya perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut : Pengaturan minum : Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal. 15 Universitas Indonesia

28 Pengendalian hipertensi : Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam. Pengendalian darah : Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buah-buahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian insulin. Penanggulangan anemia : Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal kronis, usaha pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom trikositik dapat diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan mendesak misalnya insufisiensi karena anemia dan payah jantung. Penanggulangan Asidosis : Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom. Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal. Pengobatan dan pencegahan infeksi : Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada bakteriuria 16 Universitas Indonesia

29 dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya infeksi. Pengaturan diit dan makanan : Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang dapat menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgbb dapat dikurangi apabila didapati obesitas. 2.7 Konsep Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Pra Sekolah Perkembangan anak usia prasekolah masuk pada fase falik (usia 2 sampai 6 tahun) yaitu genital sebagai pusat perkembangan dan daerah yang sensitif. Anak sudah mengenal perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan serta anak jadi ingin tahu perbedaan tersebut. Perilaku memaksa dan penuh semangat, berani berusaha dan imajinasi yang kuat. Karakteristik yang menonjol adalah egosentris, dimana mementingkan diri sendiri atau segala sesuatu yang berpusat pada dirinya. Anak diorientasikan pada kebudayaan untuk mengenali baik atau buruk, benar atau salah. Hal ini ditanamkan anak melalui kegiatan anak yang menyenangkan. Ketakutan fisik terhadap kesakitan terjadi pada usia sekolah dimana anak lebih toleransi terhadap nyeri daripada ia tidak bergerak. Ragu-ragu terhadap kesembuhannya atau kemungkinan meninggal. Anak dengan penyakit kronis lebih suka dengan mengidentifilasi prosedur sebagai tekanan (Whaley & Wong, 1999). 2.8 Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik Adapun data pengkajian yang diperlukan adalah : a. Identitas 17 Universitas Indonesia

30 Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. b. Riwayat Kesehatan. 1) Keluhan utama. Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun 2) Riwayat penyakit dahulu. Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia. 3) Riwayat penyakit sekarang. Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun. c. Riwayat kesehatan keluarga Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. d. Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan. e. Riwayat kesehatan lingkungan Endemik malaria sering terjadi kasus SN. f. Imunisasi Tidak ada hubungan. g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. 18 Universitas Indonesia

31 Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu. Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana. Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa. Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman. h. Riwayat nutrisi Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik). i. Pengkajian persistem. Sistem pernapasan : Frekuensi pernapasan X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen Sistem kardiovaskuler : Nadi X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmhg, hipertensi ringan bisa dijumpai. Sistem persarafan : Dalam batas normal. 19 Universitas Indonesia

32 Sistem perkemihan : Urine/24 jam ml, hematuri, proteinuria, oliguri. Sistem pencernaan : Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii. Sistem muskuloskeletal : Dalam batas normal. Sistem integumen : Edema periorbital, ascites. Sistem endokrin : Dalam batas normal Sistem reproduksi : Dalam batas normal. Persepsi orang tua : Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya 2.9 Komunikasi Teraupetik dengan FCC (Family Centered Care) Dampak yang ditimbulkan dari hospitalisasi tidak hanya pada anak, tetapi juga pada orang tua dan saudara-saudaranya. Menurut Melnyk (2000), respon yang biasa muncul pada anak akibat hospitalisasi antara lain regresi, cemas karena perpisahan, apatis, takut dan gangguan tidur yang terutama terjadi pada anak usia kurang dari 7 tahun. Bagi orang tua, dampak dari hospitalisasi pada anak adalah munculnya reaksi cemas. Takut, cemas dan frustasi merupakan perasaan yang banyak diungkapkan orangtua. Takut dan cemas dapat berkaitan dengan keseriusan penyakit dan jenis prosedur medis yang dilakukan. Untuk mengurangi efek hospitalisasi pada anak dan orangtua, perlu dilakukan pendekatan keperawatan melalui komunikasi teraupetik kepada keluarga (family centered care). Filosofi FCC menurut Neal et al, yang dikutip oleh Fatriansari (2012) adalah kolaborasi antara keluarga, perawat dan staf rumah sakit untuk menrencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan keperawatan. Filosofi tersebut merupakan konsep umum yang melandasi pemikiran bahwa keluarga merupakan konstanta yang tetap sepanjang kehidupan anak. 20 Universitas Indonesia

33 BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA 3.1 Pengkajian Kasus An AR berusia 2 tahun dibawa ke rumah sakit pada tanggal 21 Mei 2013 dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya anak mengalami bengkak pada wajah kemudian diikuti dengan pembengkakan pada kaki dan kemudian sedikit buncit pada perut. Kemudian anak dibawa oleh orang tua ke puskesmas karena disangka alergi dan ditambah dengan badan anak terasa hangat tetapi tidak dilakukan pengukuran suhu. Dari puskesmas anak mendapatkan Vitamin. Ternyata tidak mengalami perubahan, bengkak pada wajah,kaki dan perut masih ada. Kemudian keluarga membawa anak berobat ke klinik dan dilakukan pemeriksaan darah dan urin dan keluarga diberitahu bahwa anak mengalami gangguan pada ginjal. Kemudian klinik merujuk anak ke RSUP Fatmawati. Anak belum pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. An AR tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat ataupun udara. Saat ini hasil observasi pada anak yaitu bengkak pada seluruh wajah, kaki dan perut sedikit membuncit. Anak mengeluhkan tidak selera makan. Anak AR diasuh oleh ayah dan ibu anak. Anak AR adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Anak tinggal di rumah yang terdiri dari 6 anggota keluarga yaitu ayah anak AR, ibu anak AR, ketiga kaka laki-laki anak AR. Ayah AR berprofesi sebagai karyawan swasta. Sebelumnya anak tidak pernah mengalami penyakit yang sama di masa lampau. Ayah dan Ibu anak AR tidak memiliki riwayat penyakit apa pun dan tidak ada riwayat penyakit ginjal di dalam keluarga. Keluarga mengatakan tidak ada keluhan penyakit serupa di keluarga, hipertensi tidak ada, asma tidak ada, jantung tidak ada, dan DM juga tidak ada. Sebelumnya keluarga belum pernah menderita penyakit yang serupa mulai dari kakek nenek dari anak. Keempat kakak laki-laki anak sangat dekat dengan Anak AR. Anak AR selalu bermain dengan ketiga kakaknya dan juga dengan orang tuanya. Ibu mengatakan anak AR termasuk anak yang mudah bergaul dengan orang lain. Anak AR memiliki banyak teman. Anak AR sering bermain bersama 21 Universitas Indonesia

34 dengan teman-temannya seperti bermain lari-larian. Pembawaan anak secara umum sangat kooperatif dan ceria. Anak AR terlihat pembengkakan pada daerah wajah dan mata. Ibu anak AR mengatakan bahwa tidak ada keluhan mual dan muntah tetapi nafsu makan anak menurun tajam. Jumlah urin anak juga berkurang berwarna kuning sebelum masuk rumah sakit. Anak tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya. Hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat pembengkakan pada wajah, mata dan perut yang sedikit membuncit pada anak. Ibu anak mengatakan imunisasi sudah lengkap. Ibu anak mengatakan saat hamil anak AR tidak mengalami keluhan di luar kebiasaan dan persalinan juga spontan serta tidak terdapat kelainan apa pun pada anak saat baru lahir. Anak AR menyukai daging ayam dan buah-buahan khususnya jeruk. Ibu anak mengatakan bahwa anak sudah mengkonsumsi ASI, susu formula, dan bubur serta makanan biasa lainnya. Anak biasanya makan sesuai selera dan nafsu makannya baik. Anak biasanya buang air kecil 3-4 kali/hari dan buang air besar 1 kali dalam sehari. Anak memiliki selera makan yang baik sebelum dirawat di rumah sakit. Anak biasanya makan menggunakan sendok dan piring. Selama dirawat nafsu makan anak sangat menurun dimana anak hanya menghabiskan 3 sendok makanan dari apa yang disediakan oleh gizi rumah sakit. Hasil pengkajian fisik pada anak AR adalah kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/100 mmhg, nadi 88x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu 36,5 C. Pemeriksaan observasi pada kepala normal, pada mata terdapat edema palpebra, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada gigi berlubang, tidak ada nyeri menelan, tidak ada pengeluaran cairan melalui telinga, tidak ada kaku kuduk, dada kiri kanan simetris,tidak ada retraksi dinding dada, suara nafas vesikuler, rhonkhi tidak ada, abdomen supel, terdapat shiffting dullnes, bunyi jantung 1 dan 2, akral hangatm capilary refill time kurang dari 3 detik, berat badan masuk adalah 13 kg dan setelah diberikan lasix menjadi 12 kg, lingkar lengan atas 17 cm, lingkar kepala 47 cm. Anak berada dalam IMT yang normal. Hasil pemeriksaan laboratorium Anak AR pada tanggal 20 Mei 2013 pada pemeriksaan urin didapat protein dalam urin sebanyak 3+, bilirubin trace, ada darah dalam urin 2+, eritrosit 22 Universitas Indonesia

35 bernilai Pada pemeriksaan darah lengkap didapat hasil Eosinofil 4, Netrofil 41 dan Limfosit 51. Pada pemeriksaan kimia klinik fungsi hati didapat Protein Total 4.30, Albumin 2.10, Globulin Keluarga mengatakan sangat khawatir dengan keadaan anak karena anak tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. Keluarga merasa takut jika penyakit anak mempengaruhi kesehatan anak ke depannya. Keluarga mengatakan tidak tahu tentang sindrom nefrotik termasuk definisi, penyebab, faktor risiko, tanda dan gejala, penanganan dan pencegahan. Keluarga ingin mengetahui informasi mengenai penyakit yang dialami oleh anak N. Keluarga mengatakan awalnya mengira anak bertambah gemuk dan tidak tau penyakit ini sebelumnya. Keluarga sangat berharap penyakit anak segera dapat disembuhkan dan anak segera pulang ke rumah karena tidak menyukai suasana rumah sakit. 3.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang ditegakkan melalui pengkajian di atas adalah kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko tinggi infeksi dan kurang pengetahuan kondisi sindrom Nefrotik, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga. 3.3 Rencana Keperawatan Rencana tindakan keperawatan disusun untuk digunakan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah keperawatan dari prioritas hingga diagnosa beresiko. Rencana tindakan mandiri keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa kelebihan volume cairan yaitu pantau pemasukan/pengeluaran, hitung keseimbanagn cairan, catat kehilangan kasat mata, timbang berat badan sesuai indikasi, evaluasi tugor kulit, kelembapan membrane muklosa, adanya edema dependen / umum, pantau tanda vital (tekanan darah, nandi, frekuensi pernafasan), auskultasi bunyi nafas, catat adanya krekels, kaji ulang kebutuhan cairan, buat jadwal 24 jam dan rute yang digunakan, pastikan minuman / makanan yang disukai pasien, hilangkan tanda bahaya dan ketahui dari lingkunagn, anjurkan pasien untuk minum dan makan dengan perlahan sesuai indikasi. Adapun kriteria hasilnya adalah klien 23 Universitas Indonesia

36 menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, berat badan dan tanda vital stabil, elektrolit dalam batas normal. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah resiko infeksi adalah cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, monitor tanda-tanda vital, monitor nilai lab yang mengindikasikan adanya infeksi: nilai leukosit, sedimen urin, hasil kultur, monitor tanda-tanda infeksi: demam, gunakan tehnik aseptik dalam melakukan tindakan kepada klien seperti pemasangan infus, observasi daerah iv line dan ganti iv line setiap 3 hari sekali, berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga, anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi. Adapun kriteria hasil yang diharapkan adalah tidak terjadi peningkatan risiko terserang organisme patogenik dalam waktu 3x24 jam, TTV dalam batas normal (tekanan darah sistolik mmhg, HR x/mnt, RR x/mnt), Leukosit dalam batas normal (5-14,5 ribu/ul) dan tidak terdapat tandatanda infeksi. Diagnosa risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dilakukan penyusunan rencana keperawatan yaitu monitor dan catat jumlah kalori yang masuk, monitor berat badan tiap hari, kaji ulang keluhan dan masalah penyebab kurang nutrisi: mual, muntah, berikan makanan lunak seperti bubur, berikan makanan sedikit tapi sering, jelaskan kepada pasien alasan menghabiskan makanan dan dampaknya. Motivasi pasien untuk mnghabiskan makanan. Adapun kriteria hasil yang diharapkan dari rencana tindakan keperawatan yang sudah disusun adalah asupan nutrisi cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh dalam waktu 3x24 jam dimana keluarga mengatakan nafsu makan anak baik/meningkat, keluarga mengatakan anak tidak muntah, anak mengatakan tidak merasakan mual, anak mengatakan merasakan nyeri di ulu hati berkurang/menghilang, mukosa lembap, konjungtiva normal, BB ideal dan Hb normal. Rencana tindakan keperawatan untuk diagnosa kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga adalah kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya, berikan penjelasan pada 24 Universitas Indonesia

37 klien tentang penyakitnya yaitu defenisi sindrom nefrotik, penyebab sindrom nefrotik, gejala sindrom nefrotik, akibat dari penyakit dan kondisinya sekarang, anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya, minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan, libatkan keluarga selalu dalam segala tindakan yang dilakukan. Serta akan dilakukan aplikasi tesis dengan menerapkan komunikasi teraupetik dengan pendekatan FCC ( Family Care Center) untuk mengurangi efek hospitalisasi pada anak. Adapun kriteria hasil yang diharapkan adalah perawat selalu melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan pada keluarga, keluarga dapat menyebutkan kembali pengertian dari sindrom nefrotik, kelaurga dapat menyebutkan penyebab dan gejalakeluarga memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan serta menerapkan pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat, dan keluarga ikut serta dalam regimen perawatan yang dilakukan di ruang perawatan Lantai 3 Selatan RSUP Fatmawati. 3.4 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Keperawatan Pada diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan telah dilakukan intervensi keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun selama 2 x 12 jam yaitu melakukan pengukuran TTV secara berkala, melakukan pencatatan intake dan output secara akurat, mengkaji dan mencatat tekanan darah, pembesaran abdomen, dan urin, mengkaji BB setiap hari dengan timbangan dengan skala yang sama, memonitoring cairan yang masuk ke tubuh pasien, kolaborasi diet protein 1-2 gr/kg BB/hari serta kolaborasi pemberian diuretik dan diadaptkan hasil terjadi penurunan BB pada anak dan tidak terjadi penambahan edema. Sehingga dapat disebutkan bahwa kelebihan volume cairan teratasi sebagian. Pada diagnosa keperawatan resiko infeksi telah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam yaitu melindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung, mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, mengajarkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum memberikan makanan dan menyentuh anak, melakukan penyuntikan obat (invasif) dengan aseptik, melakukan perawatan pada pemasangan stopper, 25 Universitas Indonesia

38 melakukan observasi infeksi pada tempat pemasangan stopper. Dan didaptkan hasil tidak terdapat tanda-tand infeksi yang bertambah, nilai leukosit anak normal dan orangtua selalu mencuci tangan sebelum menyentuh anak. Pada diagnosa keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh telah dilakukan tindakan keperawatan 4x8 jam yaitu Lakukan pengkajian terhadap nafsu makan pasien memotivasi pasien agar mau makan, membantu memberi makan dalam keadaan hangat untuk meningkatkan nafsu makan, menganjurkan keluarga memberi anaknya makan dengan porsi sedikit tapi sering, menerapkan diit rendah garam, berkolaborasi dengan Ahli Gizi dalam pemberian diit, mencatat jumlah makanan yang dimakan oleh pasien per 8 jam. Sehingga didapatkan evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu terjadi peningkatan nafsu makan pada anak, BB tidak dapat dijadikan sebagai indikator karena anak sedang mengalami edema. Diagnosa keperawatan kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga telah dilakukan intervensi keperawatan yaitu mengkaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang, mengaplikasikan tesis : komunikasi teraupetik untuk mengurangi kecemasan anak dan keluarga akan efek hospitalisasi pada anak, memberikan evaluasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sebelum dan sesudah pemeriksaan, memastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatan sesudah pemeriksaan, menginstruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan tersebut selama 3 x 8 jam didapatkan hasil bahwa keluarga mengalami peningkatan pengetahuan dimana dapat menyebutkan kembali pengertian dari sindrom nefrotik, penyebab serta gejala dan berjanji akan mengaplikasikan pendidikan kesehatan yang sudah dijelaskan oleh perawat. 26 Universitas Indonesia

39 BAB IV ANALISIS SITUASI 4.1 Profil Lahan Praktik Dalam perjalanan sejarah, Rumah Sakit Fatmawati tahun 1984 ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Jakarta Selatan dan tahun 1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas B Pendidikan. RSUP Fatmawati memiliki tujuan sebagai berikut yaitu terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi kaidah keselamatan pasien (Patient Safety), terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian, terwujudnya SDM (Sumber Daya Manusia) yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan pelanggan dan terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber daya manusia rumah sakit. RSUP Fatmawati memiliki banyak ruangan sesuai dengan jenis dan kebutuhan penyakit. Ruang rawat anak lantai III Selatan merupakan salah satu ruang rawat anak di RSUP Fatmawati yang terdiri atas ruang rawat inap kelas III dan ruang rawat anak onkologi dan hematologi. Lantai III Selatan merupakan ruang anak yang memiliki kapasitas kamar untuk kelas III sebanyak 4 kamr, 2 kamar onkologi dan hematologi, 2 kamar isolasi, dan satu ruangan high care unit (HCU). Kapasitas tempat tidur yang ada di ruang III selatan, yaitu 37 tempat tidur. 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan Konsep Kasus Terkait Masyarakat yang mengalami gagal ginjal saat ini semakin meningkat seiring berubahnya pola hidup masyarakat di kota besar yang kurang banyak mengkonsumsi makanan berserat. Hal ini dibuktikan semakin banyaknya pasien yang melakukan cuci darah di beberapa rumah sakit umum dan swasta. Penyebab gagal ginjal dapat dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah sindrom nefrotik. Jumlah 1 penderita di antara orang bertambah setiap tahunnya. Meskipun kebanyakan dari etiologi sindrom nefrotik yang dialami oleh 27 Universitas Indonesia

40 masyarakat adalah idiopatik, seringsekali masyarakat terlambat memberi pertolongan pada anak dengan sindrom nefrotik akrena minimnya informasi. Padahal sindrom nefrotik yang tidak segera ditangai dapat berakibat menjadi gagal ginjal kronik. Kondisi lingkungan perkotaaan yang kumuh dan kebanyakan berada dalam garis kemiskinan turut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap penanggulangan segera sebuah penyakit. Banyaknya masyarakat pendatang dari pedesaan dan tinggal di perkotaan mengakibatkan banyaknya masyarakat yang kurang informasi tentang penyakit sindrom nefrotik. Ditambah dengan kondisi perekonomian yang kurang memadai menyebabkan sindrom nefrotik sering terlambat untuk ditangani dan sering dibiarkan begitu saja. Penyebaran informasi yang merata kepada setiap lapisan masyarakat akan meningkatkan pengetahuan akan penyakit Sindrom Nefrotik sehingga penanggulangan cepat dan segera dapat dilakukan. 4.3 Analisis Salah Satu Iintervensi dengan Konsep Tesis Terkait Adapun tesis yang diaplikasikan dalam karya ilmiah akhir berikut adalah h ubungan komunikasi teraupetik perawat anak dan tingkat kepuasan keluarga yang anaknya menjalani hospitalisasi di RSUD Al-Ihsan Provinsi Jawa Barat oleh Asih Fatriansari. Hospitalisasi dapat menimbulkan reaksi yang berbeda pada setiap tahapan tumbuh kembang anak. Theofanidis (2006) menyatakan bahwa kondisi anak yang memburuk harus menjalani hospitalisasi dalam waktu lama, sehingga berdampak pada perkembangan anak. Dibutuhkan peran keluarga, sebagai bagian integral yang tak terpisahkan dengan anak dalam mengurangi dampak hospitalisasi. Keluarga sebagai pusat pelayanan dalma pendekatan keperawatan anak akan emmbantu proses pelayanan keperawatan selama hospitalisasi sehingga perlu dilibatkan secara aktif. Ball dan Bindler (2003) menjelaskan bahwa keluarga perlu diberikan infromasi terkait dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses hospitalisasi, sehingag keluarga dapat memahami bahwa hospitalisasi dapat menimbulkan reaksi yang berbeda pada anak sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan klien anak dan keluarga harus dapat menempatkan keluarga sebagai 28 Universitas Indonesia

41 bagian integral dari setiap asuhan keperawatan yang diberikan. Hal ini sesuai dengan pendekatan perawatan anak yang berfokus pada keluarga atau family centered care. Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak selama sakit akan membantu meningkatkan kepuasan keluarga terhadap pelayanan asuhan keperawatan sekaligus memandirikan keluarga dalam perawatan anak selanjutnya. Salah satu upaya meningkatkan kepuasan klien anak dan keluarga adalah dengan penerapan komunikasi terapeutik perawat selama masa hospitalisasi klien anak di rumah sakit. Pada profesi keperawatan menurut Marlindawani (2007), komunikasi menjadi sangat bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Adapun teknik teknik yang dipakai dalam FCC adalah menghormati setiap anak dan keluarganya, menghargai perbedaan budaya, agama, suku dan latar belakang keluarga, memperkuat kelebihan yang ada pada anak dan keluarga, mendukung dan memfasilitasi pilihan anak, memberikan kesempatan pada keluarga dan anak untuk memilih fasilitas kesehatan yang sesuai untuk mereka, menjamin pelayanan kesehatan yang diperoleh anak sesuai dengan kebutuhan, memonitor pelayanan keperawatan yang diberikan, berbagi informasi secara jujur dengan keluarga, serta menjamin dan memberikan dukungan formal dan informal untuk anak dan keluarga. Semua teknik tersebut telah dikerjakan dan dapat dilihat bahwa keluarga dan anak memiliki hubungan yang baik dengan perawat dibuktikan dengan keterbukaan anak dan kelaurga dalam berbagi perasaan serta kepercayaan yang diberikan keluarga pada perawat. 4.4 Alternatif Pemecahan yang dapat dilakukan Keterbatasan penyebaran informasi tentang suatu penyakit dapat mempengaruhi kecepatan dalam memberikan pertolongan. Informasi yang masih sangat minim yang didapat oleh masyarakat menjadi salah satu penghalang bagi anak untuk mendapat pengobatan segera. Untuk itu perlu diberikan informasi melalui pemberian pendidikan kesehatan agar masalah tidak terulang kembali dan semakin banyak masyarakat yang dapat melakukan tindakan segera jika mendapati kondisi anak seperti Sindrom Nefrotik. Adapun alternatif pemecahan yang dapat dilakukan oleh penulis adalah perencanaan pembuatan leaflet tentang 29 Universitas Indonesia

42 sindrom nefrotik. Leaflet tersebut akan dijelaskan kepada setiap keluarga dengan anak Sindrom Nefrotik, sehingga jika gejala yang sama berulang kembali dapat segera ditangani. Informasi yang tepat, benar dan mudah dipahami menjadi faktor yang sangat mempengaruhi akan kualitas pemberian pengobatan dan perawatan segera oleh keluarga anak. Dengan informasi yang cukup dan mudah dimengerti akan sangat membantu perawat dalam proses keperawatan dengan melibatkan keluarga. Anak yang datang dengan Sindrom Nefrotik sesampai di ruang perawatan langsung dikaji oleh perawat ruangan kemudian setelah diagnosa ditegakkan, perawat ruangan menggunakan leaflet yang sudah disediakan untuk memberikan penjelasan singkat berupa pendidikan kesehatan. Diharapkan dengan pemberian informasi yang tepat, keluarga dapat mengenali tanda-tanda dari sindrom nefrotik yang harus segera ditangani. Dan diharapkan juga keluarga dapat berbagi informasi dengan masyarakat lainnya setelah keluar dari ruang perawatan. 30 Universitas Indonesia

43 BAB V PENUTUP Pada bab ini dibahas tentang kesimpulan dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dan saran yang diberikan oleh penulis untuk asuhan keperawatan kasus yang sama untuk berikutnya. 5.1 Kesimpulan nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak. Sindrom Nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia. Sindrom Nefrotik dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada orang dewasa. Sindrom Nefrotik terbagi menjadi Sindrom Nefrotik primer yang tidak diketahui kausanya dan Sindrom Nefrotik sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan lain-lain. Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada SN.Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh idiopatik, glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit sistemik. Jumlah anak penderita Sindrom Nefrotik setiap tahunnya bertambah di beberapa negara. Angka kejadian Sindrom Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia 31 Universitas Indonesia

44 dilaporkan 6 anak per dan diketahui terjadi paling banyak pada anak antara umur 3 4 tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2 : 1. Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak selama sakit akan membantu meningkatkan kepuasan keluarga terhadap pelayanan asuhan keperawatan sekaligus memandirikan keluarga dalam perawatan anak selanjutnya. Salah satu upaya meningkatkan kepuasan klien anak dan keluarga adalah dengan penerapan komunikasi terapeutik perawat selama masa hospitalisasi klien anak di rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pendekatan perawatan anak yang berfokus pada keluarga atau Family Centered Care (FCC).Keterlibatan keluarga dalam masa perawatan akan mempercepat proses penyembuhan Sindrom Nefrotik pada anak. 5.2 Saran Penulis mengharapkan karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada sindrom nefrotik pada anak lain. Untuk peneliti berikutnya, penulis menyarankan agar dapat lebih menggali mengenai faktor resiko dan pencegahan terhadap pertambahan jumlah penderita anak dengan sindrom nefrotik. Berdasarkan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, maka penulis memberikan beberapa saran sehingga asuhan keperawatan ini dapat dijadikan acuan untuk perkembangan keilmuan. Adapun saran yang diajukan oleh penulis adalah : Pelayanan Keperawatan Hasil karya ilmiah akhir ini dapat digunakan sebagai acuan oleh perawat untuk menambah tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada anak dengan Sindrom Nefrotik. Serta untuk meningkatkan pengetahuan perawat tentang Sindrom Nefrotik pada anak. Untuk pelayanan rumah sakit, bisa digunakan sebagai pembanding untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan pada anak dengansindrom Nefrotik Institusi Pendidikan 32 Universitas Indonesia

45 Hasil karya ilmiah akhir ini bisa digunakan sebagai acuan dalam mempersiapkan mahasiswa keperawatan sebelum memasuki dunia pelayanan keperawatan di masyarakat. Dimana hasil karya ilmiah akhir ini menjadi tolak ukur bagi mahasiswa sebelum mempraktikkan asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom Nefrotik Peneliti Selanjutnya a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi karya ilmiah akhir selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom Nefrotik dan aplikasi FCC, b. Penelitian selanjutnya dapat memperdalam asuhan keperawatan pada anak dengan Sindrom Nefrotik dengan menambahkan aplikasi tesis lainnya untuk meningkatkan kenyamanan anak dengan hospitalisasi. 33 Universitas Indonesia

46 DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2007). Family centered care. Diambil 15 Mei 2012 Ball, W.J. & Bindler, C., R (2003). Pediatric nursing caring for children. New Jersey: Pearson. Fatriansah, A (2012). Hubungan komunikasi terapeutik perawat anak dan tingkat kepuasan keluarga yang anaknya menjalani hospitalisasi di rsud al-ihsan provinsi jawa barat. Tidak dipublikasikan. Fakultas Ilmu Keperawtan Universitas Indonesia Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia. Behrman, N (2000): Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. Betz, Cecily Lynn, dkk Buku saku keperawatan pediatric. Ed 5. Jakarta: EGC. Brunner & Suddarth Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC. Carpenito, L.J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC Carpenito Moyet, L.J. (2008). Nursing Diagnosis: Application to Clinical Practice. 12 th ed. Philadelphia: J.B. Lippincott Company Corwin, E. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC. Donna L, Wong Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC. Donna L, Wong Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC. Eric P.Cohen, MD. Nephrotic Syndrome. [Online].[Cited On 25 Agustus 2009]. Available From URL : Hazinski MF: Handbook of pediatric critical care, Philadelphia, 1999, WB Saunders. 34 Universitas Indonesia

47 International Study of Kidney Disease in Children, Nephrotic syndrome in children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at time of diagnosis. Kidney Int 13 : 159. Kozier, B.,(2005). Fundamental Nursing, concepts, process and practice. USA:Philadelpia Lin CY, Hsu HC, Hung HY. Nephrotic syndrome associated with varicella infection. Pediatrics.PMID: (PubMed indexed for URL:http//www MEDLINE). Akses: on September 8, 2009 Marlindawani (2007). Komunikasi dalam kperawatan. USU Digital Library. Diambil 15 Mei 2012 Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso. Sindrom Nefrotik. [Online]. [Cited On 2006]. Available from URL: =pdt&file 0&pdf=&html=07110-ebtq258.htm Price A & Wilson L Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC Theofanidis. (2006). Chronic illness in childhood: psychosocial adaptation and nursing support for the child and family. Issue 2 Health Science Journal. rev01.pdf. Dalam fatriansari (2012) :Hubungan komunikasi teraupetik perawat anak dan tingkat kepuasan keluarga yang anaknya menjalani hospitalisasi di rsud al-ihsan provinsi jawa barat Wila Wirya IGN, Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas Indonesia, 14 Oktober. Www. Www. Nefrotik 35 Universitas Indonesia

48 SINDROM NEFROTIK Manifestasi klinis (Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2002) ) Edema, Malese, Sakit Kepala, Iritabilitas, Keletihan Primer Penyebab Sekunder Komplikasi SN: Syok hipovolemik, trombosit vena,gagal nafas,kerusakan kulit,infeksi Idiopatik Genetik Malaria Kuartana Glomerulonefritis akut/kronik Penyakit Kolagen Amoilodosis Pengobatan dan Pencegahan : Pengaturan minum, pengendalian hipertensi, pengendalian darah, penanggulangan asidosis, penanggulangan dan pencegahan infeksi, pengaturan diit dan makanan. Lapisan Kapiler Glomerulus Gangguan Glomerulus Lapisan Basal Lapisan Kapsula Bowman Terdapat glikoprotein yang bermuatan (-) dan berfungsi untuk menahan albumin menembus glomerulus karena albumin bermuatan (-) Hipoalbuminemia dan proteinuria masif Resiko Infeksi Pemeriksaan Penunjang : Urinalisis, sedimen urin, protein urin, albumin serum, biopsi ginjal, USG renal Terjadi Hipovolemi Aliran darah ke ginjal menurun Tubuh melakukan kompensasi Pelepasan Renin Angiotensi Aldosteron Penurunan pengeluaran urin Retensi Na & H2O Turunnya tekanan onkotik plasma (tekanan osmotic yang ditimbulkan olehn koloid protein plasma. Cairan intravaskuler pindah ke cairan intraseluler. Edema Penambahan BB Hiperlipidemia karena hilangnya α-glikoprotein sebagai perangsang enzim lipase sehingga penurunan aktivitas degredasi lemak. Peningkatan kolesterol Kurang Informasi Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga. ADH meningkat Kelebihan volume cairan Vasokontriksi Pembuluh darah Ateriosklerosis Arteriosklerosis

49 Lampiran II PENGKAJIAN A. Identitas/Data Klien Nama : AR Jenis Kelamin : Laki-laki Usia : 2 tahun Tanggal lahir : 17/05/2011 Alamat : Jalan Masjid Al Akyar 40102, Gandul Limo Suku : Jawa Pekerjaan ayah/ibu : Karyawan swasta/ibu Rumah Tangga Masuk RS : 21 Mei 2013 B. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama. Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun. Tidak ada keluhan muntah dan mual. Nafsu makan berkurang. BAB 1 kali 1 hari, tetapi jumlah urin hanya sedikit berwarna kuning sebelum masuk rumah sakit. 2.) Riwayat penyakit dahulu. Batuk pilek, demam, malaria (-), anak belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. 3) Riwayat penyakit sekarang. Badan bengkak, muka sembab, napsu makan menurun. 4) Riwayat Imunisasi Anak sudah mendapatkan imunisasi yaitu Hepatitis 0,Hepatitis 1, Hepatitis 2, Hepatitis 3, BCG, Polio, DPT 1, DPT 2, Campak. 5) Riwayat kehamilan Prenatal Ibu anak rutin memeriksakan kandungan saat hamil setiap bulan dan selama hamil tidak didapatkan keluhan. Intranatal Anak lahir spontan dan ditolong oleh bidan dimana berat badan lahir normal (2700 gr). Anak langsung menangis dan tidak terdapat kelainan apa pun pada anak. Postnatal Anak diberikan ASI ekslusif hingga berumur 6 bulan dan setelah itu ditambah dengan pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI. Anak masih minum ASI hingga saat ini. 6) Riwayat Keluarga Anak merupakan anak ke lima (5) dan lima bersaudara. Keluarga mengatakan tidak ada keluhan penyakit serupa di keluarga, hipertensi tidak ada, asma tidak ada, jantung tidak ada, dan DM juga tidak ada. Sebelumnya keluarga belum pernah menderita penyakit yang serupa mulai dari kakek nenek dari anak. 7) Riwayat Sosial Yang mengasuh: ayah dan ibu kandung anak AR Hubungan dengan anggota keluarga: anak AR sebagai anak bungsu sangat dekat dengan ke 4 saudaranya. Ibu mengatakan anak selalu bermain dengan saudara saudaranya. Hubungan dengan teman sebaya: ibu mengatakan anak AR termasuk anak yang mudah bergaul dengan orang lain. Anak AR memiliki banyak teman. Anak AR sering bermain bersama dengan teman-temannya seperti bermain lari-larian Pembawaan secara umum: anak AR tampak ramah dan kooperatif. 8) Kebutuhan Dasar Makanan yang disukai/tidak disukai: anak menyukai daging ayam dan buah buahan khususnya jeruk. Ibu anak mengatakan bahwa anak sudah mengkonsumsi ASI, susu formula, dan bubur serta makanan biasa lainnya. Anak biasanya makan sesuai selera dan nafsu makannya baik. Anak biasanya buang air kecil 3-4 kali/hari dan buang air besar 1 kali dalam sehari. Selera: anak AR memiliki nafsu makan yang bagus, hanya saja setelah anak dirawat di rumah sakit, anak mengalami penurunan nafsu makan.

50 Alat makan yang dipakai: piring dan sendok Pola makan/jam: anak makan 3 kali sehari, nafsu makan anak AR kurang baik sebelum dirawat maupun selagi dirawat di rumah sakit, anak AR hanya menghabiskan sekitar 3 sendok setiap makan. Pola tidur: anak tidur siang selama 2-3 jam dalam sehari, anak tidur malam 7-8 jam dalam sehari. Mandi: anak dimandikan ibu dua kali dalam sehari Aktifitas bermain: ibu mengatakan anak A adalah anak yang sangat aktif, anak A sering bermain bersama dengan teman-temannya 9) Pemeriksaan fisik Kesadaran : compos mentis TD : 130/100 mmhg Nadi : 88 x/menit Pernapasan : 20 x/menit Suhu : 36,5 C Kepala : normal, rambut penyebaran rata, tidak ada rambut rontok, ubun-ubun besar menutup Mata : edema palpebra positif, sklera ikterik tidak ada, anemis tidak ada Hidung : normal, tidak ada sumbatan jalan nafas Gigi dan mulut : tidak ada gigi berlobang, gigi putih Tenggorokan : normal, tidak ada nyeri menelan Telinga : normal, tidak ada pengeluaran cairan Leher : normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada pembesaran kelenjar, kaku kuduk tidak ada. Thoraks : normal, dada kiri kanan simetris, tidak ada retraksi dada, suara nafas : vesikuler, rhonki tidak ada. Abdomen : supel, datar, shiffting dullnes positif. Jantung : normal, bunyi jantung 1 dan 2, tidak ada mur mur, tidak ada Gallop Ekstremitas : akral hangat, capilary refill time kurang dari 3 detik, edema positif. BB( 06/05/2013): 12 kg BB : 13 kg TB : 87 cm BB koreksi(setelah pemberian lasix) : 12,3 kg Lingkar lengan atas : 17 cm Lingkar kepala : 47 cm 10) Penatalaksanaan medis Terapi yang didapat Minum : 125 cc/8 jam Fungsi Terapi Untuk membatasi asupan cairan karna klien sedang mengalami edema. Lasix : 3 x 20 mg Lasix merupakan obat yang mengandung furosemid. Furosemid diberikan untuk membantu mengobati retensi cairan (edema) dan pembengkakan yang disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif, penyakit hati, penyakit ginjal, atau kondisi medis lainnya. Obat ini bekerja dengan bertindak pada ginjal untuk meningkatkan aliran urin. Prednison : 5 mg Amoxilin : 3 x 1 cth Captopril : 3 x 6,25 mg PO Digunakan untuk mengobati penyakit radang tertentu (seperti reaksi alergi yang parah) dan (pada dosis tinggi) beberapa jenis kanker, tetapi memiliki banyak efek samping yang signifikan. Digunakan untuk pengobatan infeksi pada telinga, hidung, dan tenggorokan, gigi, saluran genitourinaria, kulit dan struktur kulit, dan saluran pernapasan bawah oleh Streptococcus spp, S. pneumoniae, Staphylococcus spp, H. influenzae., E. coli, P. mirabilis, atau E. faecalis. Digunakan untuk hipertensi berat hingga sedang, kombinasi dengan tiazida memberikan efek aditif, sedangkan kombinasi dengan beta bloker memberikan efek yang kurang aditif. Untuk

51 gagal jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan digitalis, dalam hal ini pemberian kaptopril diberikan bersama diuretik dan digitalis. 11) Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Urinalisa PEMERIKSAAN URINALISA Uribilinogen Protein Urin Berat Jenis Bilirubin Keton Nitrit ph Leukosit Darah/HB Glukosa Urin/Reduksi Warna Kejernihan SEDIMEN URIN Epitel Lekosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Lain lain Negative Negative Negative 7.0 Negative Negative Negative Yellow Clear Positive Granula 0-1 Negative Negative Negative >=1.030 Negative Trace Negative 6.0 Negative 2+ Negative Yellow Clear Positive Negative Negative Negative Negative Kesimpulan : terdapat protenuria, dimana ada protein yang terlepas di dalam urin yaitu sebesar 2+ dan massa protein berbentuk silinder yang terlepas ke urin yang menunjukkan fungsi ginjal yang menurun. Pemeriksaan Darah Lengkap PEMERIKSAAN Hasil 20 Mei 2013 Nilai Rujukan HEMATOLOGI Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW HITUNG JENIS Basofil Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit Retikulosit 12, , ,06 77,1 25,2 32,7 14, Kesimpulan : Terjadi peningkatan jenis sel darah putih yang mengindikasikan terjadinya infeksi.

52 Pemeriksaan Kimia Klinik PEMERIKSAAN Hasil 20 Mei 2013 Nilai Rujukan KIMIA KLINIK FUNGSI HATI Protein Total Albumin Globulin FUNGSI GINJAL Ureum darah Kreatinin darah ELEKTROLIT DARAH Natrium Kalium Klorida Kesimpulan : Terjadi penurunan jumlah protein, albumin dan globulin karena terlepasnya protein ke dalam urin. C. Analisa Data Hasil Pengkajian Data Subjektif : Ny K (Ibu anak) mengatakan anak terlihat jauh lebih gemuk dalam 2 minggu terakhir. Ibu mengatakan anak mengalami pembengkakan pada wajah, kaki, dan perut sejak 2 minggu yang lalu tanpa alasan yang jelas dan tiba-tiba. Data Objektif edema ekstremitas : + edema palpebra : + Nilai albumin : 2.10 Protein urin : 2+ Pitting edema : + Peningkatan BB dari 12 kg menjadi 13 kg. Data Subjektif : Ibu pasien mengatakan nafsu makan anak berkurang dalam 2 minggu terakhir dimana hanya makan 2 4 sendok,biasanya 1 porsi makan habis. Anak yang biasanya sangat suka makan mendadak mengurangi porsi makan. Data Objektif : Nilai protein total : 4.30 Nafsu makan berkurang. Makanan yang disediakan tidak habis, anak hanya makan 3 sendok. Data Subjektif : Keluarga mengatakan anak kurang bersemangat sejak 2 minggu yang lalu, padahal sebelumnya anak sangat aktif dan suka bermain. Data Objektif : Eosinofil : 4 Netrofil : 41 Limfosit : 51 Terpasang stopper pada tangan kanan Anak berada dalam ruang perawatan dengan kapasitas bed 6 orang Data Subjektif : Keluarga (Ibu dan ayah anak ) mengatakan kaget dengan kondisi anak yang bengkak tiba-tiba. Ibu anak mengatakan tidak pernah tahu sebelumnya dengan Diagnosa Keperawatan Kelebihan volume cairan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Resiko tinggi infeksi Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga.

53 penyakit yang diderita anak. Ayah dan Ibu anak mengatakan tidak melakukan apa-apa untuk mengurangi sakit anak karna tidak tahu. Ayah dan Ibu anak mengatakan cemas melihat kondisi anak yang tiba-tiba gemuk tetapi nafsu makan nya berkurang. Data Objektif : Ibu anak tidak dapat menjawab saat ditanya apa penyakit yang diderita anak. Keluarga cemas dengan kondisi anak Wajah ibu anak terlihat meringis dan terlihat cemas. Keluarga tidak mengetahui batasan batasan serta tindakan yang harus dilakukan setelah keluar dari rumah sakit. Keluarga menanyakan banyak hal kepada perawat. D. Prioritas Diagnosa 1. Kelebihan volume cairan 2. Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 4. Resiko infeksi

54 Lampiran 3 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN No. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan Rasional 1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, menunjukkan kriteria hasil yang diharapkan yaitu : Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang yaitu output dan input seimbang. Turgor kulit baik Membran mukosa lembab Berat badan mengalami penurunan TD normal yaitu 90/70 mmhg Elektrolit dalam batas normal Mandiri Pantau pemasukan/pengeluaran. Hitung keseimbanagn cairan, catat kehilangan kasat mata. Timbang berat badan sesuai indikasi. Evaluasi tugor kulit, kelembapan membrane muklosa, adanya edema dependen / umum Pantau tanda vital (tekanan darah, nandi, frekuensi pernafasan). Auskultasi bunyi nafas, catat adanya krekels. Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat jadwal 24 jam dan rute yang digunakan. Pastikan minuman / makanan yang disukai pasien. Hilangkan tanda bahaya dan ketahui dari lingkungan. Berikan kebersihan mulut yang sering. Anjurkan pasien untuk minum dan makan dengan perlahan sesuai indikasi Evaluator langsung status cairan. Perubahan tiba-tiba pada berat badan dicurigai kehilanagn/retensi cairan Indikator langsung satatus cairan/perbaikan keseimbangan. Kekurangan cairan mungkin dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardi, karena jantung mencoba untuk mempertahankan curah jantung. Kelebihan cairan/terjadinya gagal mungkin dimanifestasikan oleh hipertensi, takikardi, takipnea, krekels, distress pernafasan Tergantung pasa situasi, cairan dibatasi atau diberikan terus. Pemberian informasi melibatkan pasien pada pembuatan jadwal dengan kesukaan individu dan meningkatkan rasa terkontrol dan kerjasama dalam program Dapat menurunkan rangsangan pusat muntah. Dapat menurunkan terjadinya muntah bila mual. Kolaborasi Universitas Indonesia

55 2. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Asupan nutrisi cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh dalam waktu 3x24 jam. Kriteria Hasil: keluarga mengatakan nafsu makan anak baik/meningkat keluarga mengatakan anak tidak muntah anak mengatakan tidak merasakan mual anak mengatakan merasakan nyeri di ulu hati berkurang/menghilang mukosa lembab konjungtiva normal BB ideal Hb Berikan cairan IV melalui alat control. Pemberian antiemetic, contoh proklorperazin maleat (compazine), trimetobenzamid (Tigan), sesuai indikasi. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh Hb/Ht, BUN/kreatinin, protein plasma, elektrolit Mandiri Monitor dan catat jumlah kalori yang masuk Monitor berat badan tiap hari Kaji ulang keluhan dan masalah penyebab kurang nutrisi: mual, muntah Berikan makanan lunak seperti bubur Berikan makanan sedikit tapi sering Cairan dapat dibutuhkan untuk mencegah dshidrasi, meskipun pembatasan cairan mungkin diperlukan bila pasien GJK Dapat membantu menurunkan mual/muntah (berkerja pada sentral, dari pada dig aster) meningkatkan pemasukan cairan/makanan Mengevaluasi satus hidrasi, fungsi ginjal dan penyebab/efek ketidak seimbangan Mengindentifikasi gambaran nyata jumlah kalori yang masuk Pengawasan kehilangan dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi/keefektifan terapi Mengindentifikasi pemenuhan nutrisi pasien, memperngaruhi pemberian intervensi Kemampuan dan kapasitas gaster menurun akibat adanya infeksi sehingga perlu makan lunak Kemampuan dan kapasitas gaster menurun akibat adanya infeksi sehingga perlu makan sedikit tapi sering Jelaskan kepada pasien alasan menghabiskan makanan dan dampaknya. Motivasi pasien untuk mnghabiskan makanan Untuk meningkatkan masukan makanan, meningkatkan rasa berpatisipasi pada anak selama masa penyembuhan masalah kesehatan Universitas Indonesia

56 Kolaborasi 3. Risiko Infeksi Tidak terjadi peningkatan risiko terserang organisme patogenik dalam waktu 3x24 jam. Kriteria hasil: TTV dalam batas normal (tekanan darah sistolik mmhg, HR x/mnt, RR x/mnt) Leukosit dalam batas normal (5-14,5 ribu/ul) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi. Mandiri Berikan obat anti emetic Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Monitor tanda-tanda vital Monitor nilai lab yang mengindikasikan adanya infeksi: nilai leukosit, sedimen urin, hasil kultur Monitor tanda-tanda infeksi: demam Gunakan tehnik aseptic dalam melakukan tindakan kepada klien seperti pemasangan infus Observasi daerah iv line dan ganti iv line setiap 3 hari sekali Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi. Kolaborasi Berikan antibiotic Mencegah muntah pada anak Mencegah penyebaran bakteri, kontaminasi silang Peningkatan suhu dapat mengindikasikan adanya peningkatan terjadinya infeksi Mengidentifikasi terjadinya infeksi atau tidak Mengidentifikasi terjadinya infeksi atau tidak Mencegah penyebaran bakteri, kontaminasi silang Mencegah terjadinya infeksi Melibatkan orangtua dalam pemulihan kesehatan anak Meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi Diberikan untuk mengatasi infeksi yang terjadi. 4. Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, tampak kriteria hasil yang diharapkan yaitu : melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. Berikan penjelasan pada klien tentang Mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. Dengan mengetahui penyakit dan Universitas Indonesia

57 alasan dari suatu tindakan. memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan ikut serta dalam regimen perawatan. penyakitnya dan kondisinya sekarang. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas. Diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. Libatkan keluarga selalu dalam segala tindakan yang dilakukan mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan. Mengurangi kecemasan keluarga akibat efek hospitalisasi. Universitas Indonesia

58 Lampiran 4 Evaluasi Tindakan Keperawatan Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Kelebihan volume cairan 1. Melakukan pengukuran TTV secara berkala 2. Melakukan pencatatan intake dan output secara akurat 3. Mengkaji dan mencatat tekanan darah, pembesaran abdomen, dan urin 4. Mengkaji BB setiap hari dengan timbangan dengan skala yang sama 5. Memonitoring cairan yang masuk ke tubuh pasien. 6. Kolaborasi diet protein 1-2 gr/kg BB/hari 7. Kolaborasi pemberian diuretik Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : Ibu anak mengatakan anak meminum air (125 cc) sesuai dengan yang dianjurkan. O : BB saat ini : 13 kg O : TD : 120/90 mmhg Nadi : 80x/menit, RR : 24 x/menit Sesak : - Intake per oral : 120 cc, Output : urin : 270 cc, IWL:121. Total output : 391. Balanse cairan : -266 Pembesaran abdomen :- Terpasang stopper pada tangan kanan Lasix 3x20 mg (pkl 10.00, 18.00, 02.00) A : Kelebihan volume cairan belum teratasi P : P : Lanjutkan intervensi S : Ibu mengatakan anak mematuhi intake cairan yang dianjurkan. BB saat ini : 12,8 kg TD : 130/90 Nadi : 84 x/menit, RR : 20 x/menit Sesak : - Intake per oral/8 jam : 125 cc, Output (urin + IWL, =471. Balanse cairan : -346 Dosis lasix dinaikkan menjadi 3 x 25 mg. Capropril per oral : 3x6,25mg A: Kelebihan volume cairan teratasi sebagian Lanjutkan intervensi Lanjutkan dengan diagnosa berikutnya. Diagnosa Keperawatan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tindakan Keperawatan 1. Melakukan pengkajian terhadap nafsu makan pasien. 2. Memotivasi pasien agar mau makan 3. Membantu memberi makan dalam keadaan hangat untuk meningkatkan Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : Ibu anak mengatakan anak tidak nafsu S : Ibu mengatakan anak mulai nafsu makan lagi makan sama sekali. dan minta dibelikan ayam dari kantin rumah sakit. O : O : BB saat ini : 13 kg Nafsu makan : + Nafsu makan : - Nadi : 84 x/menit, RR : 20 x/menit Makanan yang habis : 3 sendok Porsi makan habis setengah. Nadi : 80x/menit, RR : 24 x/menit Anak mau makan roti. Universitas Indonesia

59 nafsu makan 4. Menganjurkan keluarga memberi anaknya makan dengan porsi sedikit tapi sering 5. Pemberian diit rendah garam 6. Berkolaborasi dengan Ahli Gizi dalam pemberian diit. 7. Mencatat jumlah makanan yang dimakan oleh pasien per 8 jam Makan roti tidak mau. Pisang habis (1 buah) A : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi P : Lanjutkan intervensi LILA : 17 cm Intake per oral selama 8 jam : nasi setengah porsi, biskuit 3 buah, buah dan 2 potong ayam. A: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi Lanjutkan dengan diagnosa berikutnya. Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Resiko Infeksi 1. Melindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 3. Mengajarkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum memberikan makanan dan menyentuh anak. 4. Melakukan penyuntikan obat (invasif) dengan aseptik. 5. Melakukan perawatan pada pemasangan stopper. Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : keluarga mengatakan susah untuk S : Ibu anak mengatakan sudah menganjurkan melarang anggota keluarga yang akan anggota keluarga untuk bergantian masuk menjenguk. menjenguk. O : O : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pada pemasangan stopper, rubor (- pemasangan stopper, rubor (-), dolor(-), ), dolor(-), tumor (-). tumor (-). Pembatasan pengunjung : - Pembatasan pengunjung : + Nilai leukosit : 15,1 (normal) Nilai leukosit : 15,1 (normal) Cuci tangan : + Cuci tangan sebelum dan sesudah Stopper terpasang baik :+ ebrsentuhan dengan pasien : + Stopper terpasang baik :+ A : Resiko Infeksi teratasi sebagian. A : Resiko Infeksi teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi P : Lanjutkan intervensi Universitas Indonesia

60 6. Melakukan observasi infeksi pada tempat pemasangan stopper. Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga. Tindakan Keperawatan 1. Mengkaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang 2. Mengaplikasikan tesis : komunikasi teraupetik untuk mengurangi kecemasan anak dan keluarga akan efek hospitalisasi pada anak. 3. Memberikan evaluasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sebelum dan sesudah pemeriksaan. 4. Memastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatan sesudah pemeriksaan. 5. Menginstruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan. 6. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : keluarga mengatakan belum tau tentang S : Ibu anak mengatakan akan mengurangi penyakit yang diderita anaknya sebelumnya. minuman berwarna dan berasa di rumah. O : Keluarga tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh perawat. Keluarga mengatakan tidak tahu pencegahan serta perawatan setelah pulang dari rumah sakit. A : Kurang Pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan terapi pengobatan belum teratasi. P : Lanjutkan intervensi O : Keluarga dapat menjawab tanda tanda awal anak harus dibawa ke rumah sakit. Keluarga mau datang untuk rawat jalan. Keluarga akan memonitor intake nutrisi anak selama di rumah. Keluarga akan mengajarkan anak yang lain agar tidak banyak minum minuman berwarna Keluarga mau mengurangi jajanan yang memiliki banyak pewarna dan perasa buatan di rumah. A : kurang pengetahuan mengenai prognosis penyakit serta terapi pengobatan teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi Universitas Indonesia

61 Lampiran 4 Evaluasi Tindakan Keperawatan Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Kelebihan volume cairan 1. Melakukan pengukuran TTV secara berkala 2. Melakukan pencatatan intake dan output secara akurat 3. Mengkaji dan mencatat tekanan darah, pembesaran abdomen, dan urin 4. Mengkaji BB setiap hari dengan timbangan dengan skala yang sama 5. Memonitoring cairan yang masuk ke tubuh pasien. 6. Kolaborasi diet protein 1-2 gr/kg BB/hari 7. Kolaborasi pemberian diuretik Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : Ibu anak mengatakan anak meminum air (125 cc) sesuai dengan yang dianjurkan. O : BB saat ini : 13 kg O : TD : 120/90 mmhg Nadi : 80x/menit, RR : 24 x/menit Sesak : - Intake per oral : 120 cc, Output : urin : 270 cc, IWL:121. Total output : 391. Balanse cairan : -266 Pembesaran abdomen :- Terpasang stopper pada tangan kanan Lasix 3x20 mg (pkl 10.00, 18.00, 02.00) A : Kelebihan volume cairan belum teratasi P : P : Lanjutkan intervensi S : Ibu mengatakan anak mematuhi intake cairan yang dianjurkan. BB saat ini : 12,8 kg TD : 130/90 Nadi : 84 x/menit, RR : 20 x/menit Sesak : - Intake per oral/8 jam : 125 cc, Output (urin + IWL, =471. Balanse cairan : -346 Dosis lasix dinaikkan menjadi 3 x 25 mg. Capropril per oral : 3x6,25mg A: Kelebihan volume cairan teratasi sebagian Lanjutkan intervensi Lanjutkan dengan diagnosa berikutnya. Diagnosa Keperawatan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tindakan Keperawatan 1. Melakukan pengkajian terhadap nafsu makan pasien. 2. Memotivasi pasien agar mau makan 3. Membantu memberi makan dalam keadaan hangat untuk meningkatkan Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : Ibu anak mengatakan anak tidak nafsu S : Ibu mengatakan anak mulai nafsu makan lagi makan sama sekali. dan minta dibelikan ayam dari kantin rumah sakit. O : O : BB saat ini : 13 kg Nafsu makan : + Nafsu makan : - Nadi : 84 x/menit, RR : 20 x/menit Makanan yang habis : 3 sendok Porsi makan habis setengah. Nadi : 80x/menit, RR : 24 x/menit Anak mau makan roti. Universitas Indonesia

62 nafsu makan 4. Menganjurkan keluarga memberi anaknya makan dengan porsi sedikit tapi sering 5. Pemberian diit rendah garam 6. Berkolaborasi dengan Ahli Gizi dalam pemberian diit. 7. Mencatat jumlah makanan yang dimakan oleh pasien per 8 jam Makan roti tidak mau. Pisang habis (1 buah) A : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi P : Lanjutkan intervensi LILA : 17 cm Intake per oral selama 8 jam : nasi setengah porsi, biskuit 3 buah, buah dan 2 potong ayam. A: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi Lanjutkan dengan diagnosa berikutnya. Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Resiko Infeksi 1. Melindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. 2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 3. Mengajarkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum memberikan makanan dan menyentuh anak. 4. Melakukan penyuntikan obat (invasif) dengan aseptik. 5. Melakukan perawatan pada pemasangan stopper. Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : keluarga mengatakan susah untuk S : Ibu anak mengatakan sudah menganjurkan melarang anggota keluarga yang akan anggota keluarga untuk bergantian masuk menjenguk. menjenguk. O : O : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pada pemasangan stopper, rubor (- pemasangan stopper, rubor (-), dolor(-), ), dolor(-), tumor (-). tumor (-). Pembatasan pengunjung : - Pembatasan pengunjung : + Nilai leukosit : 15,1 (normal) Nilai leukosit : 15,1 (normal) Cuci tangan : + Cuci tangan sebelum dan sesudah Stopper terpasang baik :+ ebrsentuhan dengan pasien : + Stopper terpasang baik :+ A : Resiko Infeksi teratasi sebagian. A : Resiko Infeksi teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi P : Lanjutkan intervensi Universitas Indonesia

63 6. Melakukan observasi infeksi pada tempat pemasangan stopper. Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan pada keluarga. Tindakan Keperawatan 1. Mengkaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang 2. Mengaplikasikan tesis : komunikasi teraupetik untuk mengurangi kecemasan anak dan keluarga akan efek hospitalisasi pada anak. 3. Memberikan evaluasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan yang dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sebelum dan sesudah pemeriksaan. 4. Memastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk perawatan sesudah pemeriksaan. 5. Menginstruksikan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan. 6. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan Evaluasi (SOAP) 23 Mei Mei 2013 S : keluarga mengatakan belum tau tentang S : Ibu anak mengatakan akan mengurangi penyakit yang diderita anaknya sebelumnya. minuman berwarna dan berasa di rumah. O : Keluarga tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh perawat. Keluarga mengatakan tidak tahu pencegahan serta perawatan setelah pulang dari rumah sakit. A : Kurang Pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan terapi pengobatan belum teratasi. P : Lanjutkan intervensi O : Keluarga dapat menjawab tanda tanda awal anak harus dibawa ke rumah sakit. Keluarga mau datang untuk rawat jalan. Keluarga akan memonitor intake nutrisi anak selama di rumah. Keluarga akan mengajarkan anak yang lain agar tidak banyak minum minuman berwarna Keluarga mau mengurangi jajanan yang memiliki banyak pewarna dan perasa buatan di rumah. A : kurang pengetahuan mengenai prognosis penyakit serta terapi pengobatan teratasi sebagian. P : Lanjutkan intervensi Universitas Indonesia

64 Apriliani Siburian Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sindrom Nefrotik merupakan suatu tanda bahwa ginjal tidak dapat bekerja dengan baik sebagaimana mestinya. Apakah sindrom nefrotik itu? Adalah sekumpulan gejala yang menandai adanya penyakit pada ginjal dimana penyakit tersebut merusak unit penyaringan darah kecil atau glomeruli tempat urine dihasilkan. Apa yang menyebabkan sindrom nefrotik? Rusaknya pembuluh darah yang berada pada glomerulus (tempat pembentukan uriene) sehingga protein keluar melalui air seni. Berbagai jenis penyakit seperti penyakit gula, penyakit kuning (pada orang dewasa) Muncul secara mendadak (tidak diketahui penyebabnya). Gejala Lebih dari 3,5 gr kadar protein per hari di dalam air seni Rendahnya kadar protein dalam darah Tingginya kadar kolesterol Terjadinya pembengkakan pada penderita secara mendadak yaitu pada mata, wajah, perut ataupun kaki.

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi sindrom nefrotik (SN) berdasarkan respon terhadap terapi kortikosteroid. Disebut penderita SNRS

Lebih terperinci

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif.

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif. Sindroma Nefrotik Definisi : Dikenal dg istilah nephrosis, yakni suatu kondisi yg ditandai adanya proteinuria dgn nilai dlm kisaran nefrotik, hiperlipidemia & hipoalbuminuria. Pada orang dewasa, proteinuria

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) Pembicara/ Fasilitator: DR. Dr. Dedi Rachmadi, SpA(K), M.Kes Tanggal 15-16 JUNI 2013 Continuing Professional

Lebih terperinci

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT VENTRIKEL SEPTAL DEFECT 1. Defenisi Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan 2. Patofisiologi Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri

Lebih terperinci

17/02/2016. Rabu, 17 Februari

17/02/2016. Rabu, 17 Februari Rabu, 17 Februari 2016 1 A. Pengertian Sindrom nefrotik adalah penyakit dgn gjl edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi

Lebih terperinci

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik Sindrom NEFROTIK SN : suatu sindrom klinik yang ditandai dg 1. proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau ratio protein kreatinin pada urin sewaktu > 2mg/ml atau dipstik 2+ 2. Hipoalbuminemia 2,5 gr/dl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Nefrotik (SN) masih menjadi masalah utama di bagian nefrologi anak..1, 2 Angka kejadian SN pada anak di Eropa dan Amerika Serikat dilaporkan 2-3 kasus per 100.000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mampu merubah gaya hidup manusia. Manusia sekarang cenderung menyukai segala sesuatu yang cepat, praktis dan

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S. Ked

Yayan Akhyar Israr, S. Ked Authors : Yayan Akhyar Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2008 0 Belibis A-17.(http://www.Belibis17.blogspot.com Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk PENDAHULUAN Sindroma

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi Lampiran 1 Senin/ 17-06- 2013 21.00 5. 22.00 6. 23.00 200 7. 8. 05.00 05.30 5. 06.00 06.30 07.00 3. Mengkaji derajat kesulitan mengunyah /menelan. Mengkaji warna, jumlah dan frekuensi Memantau perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) merupakan jenis sindrom nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif.

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 ) BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina.

Lebih terperinci

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) DEFENISI PDA kegagalan menutupnya duktus arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pd minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam 14.30 1. Identitas klien Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama : An. R : 10 th : Perempuan : Jl. Menoreh I Sampangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan BAB I KONSEP DASAR A. Konsep Medis Kurang Energi Protein (KEP) 1. Pengertian Malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang atua lebih. Di Indonesia dengan masih tinggi angka kejadian

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab :

GDS (datang) : 50 mg/dl. Creatinin : 7,75 mg/dl. 1. Apa diagnosis banding saudara? 2. Pemeriksaan apa yang anda usulkan? Jawab : Seorang laki laki 54 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki dan seluruh tubuh lemas. Penderita juga merasa berdebar-debar, keluar keringat dingin (+) di seluruh tubuh dan sulit diajak berkomunikasi. Sesak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Anatomi & Fisiologi Ginjal pada bayi dan anak Ginjal terletak retroperitoneal (vert T12/L1-L4) Neonatus aterm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang sangat

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI OLEH : KELOMPOK 5 HAPPY SAHARA BETTY MANURUNG WASLIFOUR GLORYA DAELI DEWI RAHMADANI LUBIS SRI DEWI SIREGAR 061101090 071101025 071101026 071101027 071101028 Nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI

SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI SKRINING DAN PENILAIAN NUTRISI Skrining nutrisi adalah alat yang penting untuk mengevaluasi status nutrisi seseorang secara cepat dan singkat. - Penilaian nutrisi merupakan langkah yang peting untuk memastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada anak), hipoalbuminemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah salah satu organ utama sitem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Haryson Tondy Winoto, dr,msi.med. Sp.A Bag. IKA UWK ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL pada bayi dan anak Nefrogenesis : s/d 35 mg fetal stop Nefron : unit fungsional terkecil

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar darah Hemoglobin (Hb) atau hematokrit di bawah normal. (Brunner & Suddarth, 2000:

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP AN. R DENGAN BISITOPENIA DI RUANG HCU ANAK RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Oleh : Dewi Rahmawati 201420461011056 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis? Gagal Ginjal Kronis Banyak penyakit ginjal yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda gangguan pada kesehatan. Gagal ginjal mengganggu fungsi normal dari organ-organ tubuh lainnya. Penyakit ini bisa

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 4, Vol. No. 4, 1, No. Juni 1, 2002: Juni 20022-6 Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Partini P Trihono, Eva Miranda Marwali,

Lebih terperinci

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida A. Pengertian Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM) PENDAHULUAN Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam konsensus yang mengacu ke

Lebih terperinci

KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK. ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta

KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK. ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta NUTRISI PADA ANAK Pemenuhan kebutuhan nutrisi anak Pertumbuhan

Lebih terperinci

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut: A. lisa Data B. Analisa Data berikut: Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai No. Data Fokus Problem Etiologi DS: a. badan terasa panas b. mengeluh pusing c. demam selama

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun). Perjalanan penyakit ginjal stadium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Tingkat normal dari hemoglobin umumnya berbeda pada laki-laki dan wanita-wanita. Untuk laki-laki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol OBAT KARDIOVASKULER Kardio Jantung Vaskuler Pembuluh darah Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung Jenis Obat 1. Obat gagal jantung 2. Obat anti aritmia 3. Obat anti hipertensi 4. Obat anti angina

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi sistemik dikarenakan adanya infeksi. 1 Sepsis merupakan masalah kesehatan dunia karena patogenesisnya

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting

Lebih terperinci

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab :

haluaran urin, diet berlebih haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan beserta natrium ditandai dengan - Pemeriksaan lab : E. Analisa data NO DATA MASALAH PENYEBAB DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. DO : Kelebihan volume Penurunan Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan - Terlihat edema derajat I pada kedua kaki cairan haluaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik adalah gangguan faal ginjal yang berjalan kronik dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal kronik

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian ini dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 di Ruang Lukman Rumah Sakit Roemani Semarang. Jam 08.00 WIB 1. Biodata a. Identitas pasien Nama : An. S Umur : 9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat keadaan gizi normal

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** Pasien diabetes yang mengalami gagal ginjal terminal harus menjalani terapi

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

I. BIODATA IDENTITAS PASIEN. Jenis Kelamin : Laki - laki. Status Perkawinan : Menikah

I. BIODATA IDENTITAS PASIEN. Jenis Kelamin : Laki - laki. Status Perkawinan : Menikah PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN USU Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. A Jenis Kelamin : Laki - laki Umur : 50 tahun Status Perkawinan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom nefrotik 2.1.1. Definisi sindrom nefrotik Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan glomerular dengan gejala edema, proteinuria masif

Lebih terperinci

Ns. Sunardi, M.Kep.,Sp.KMB

Ns. Sunardi, M.Kep.,Sp.KMB Ns. Sunardi, M.Kep.,Sp.KMB 1 Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu keadaan klinik yang disebabkan oleh berbagai kausa, yang ditandai oleh meningkatnya permeabilitas membran glomerulus sehingga terjadi proteinuria

Lebih terperinci

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI

MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI MAKALAH KOMA HIPERGLIKEMI OLEH: Vita Wahyuningtias 07.70.0279 Daftar Isi Bab 1 Pendahuluan...1 Bab 2 Tujuan...2 Bab 3 Pembahasan...3 1. Pengertian...3 2. Etiologi...4 3. Patofisiologi...4 4. Gejala dan

Lebih terperinci