GUBERNUR JAWA TIMUR JAWA TIMUR SOEKARWO SEKAPUR SIRIH. Kondisi lingkungan hidup tersebut terangkum dalam Laporan Status Lingkungan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GUBERNUR JAWA TIMUR JAWA TIMUR SOEKARWO SEKAPUR SIRIH. Kondisi lingkungan hidup tersebut terangkum dalam Laporan Status Lingkungan."

Transkripsi

1

2 GUBERNUR JAWA TIMUR SEKAPUR SIRIH Tekanan Kondisi Lingkungan Hidup di Jawa Tlmur masih cukup memprihatinkan, hal ini tenadi karena tidak menyatunya kegiatan perlindungan fungsi lingkungan hidup dengan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, sehingga sering melahirkan konflik kepentingan antara ekonomi, sumber daya alam dan lingkungan. Selama ini pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali telah mengakibatkan rusaknya sumber daya alam, antara lain berkurangnya luas hutan, hilangnya habitat alami, menurunnya produkivitas lahan pertanian, pencemaran dan erosi tanah, punahnya beberapa spesies langka, bertambahnya lahan kritis, serta berkurangnya debit air tanah. Kondisi lingkungan hidup tersebut terangkum dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Jawa nmur Tahun 2011 yang merupakan wujud aplikasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam hal keterbukaan informasi, sehingga Laporan SLHD ini dapat digunakan dalam menilai dan menentukan prioritas masalah, membuat rekomendasi bagi penyusunan kebijakan, perencanaan pembangunan berkelanjutan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Untuk itu saya berharap Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur dapat duadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan pembangunan di Provinsi Jawa Timur dengan selalu memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup di Provinsi lawa nmur, serta agar di informasikan kepada seluruh masyarakat karena saya menyadari berbagai regulasi pengelolaan lingkungan hidup ternyata belum cukup, tanpa diiringi dengan upaya untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran semua pihak, Sekian terima kasih, Semoga ALLAH SWT selalu kekuatan kepada kita dalam perlindungan dan pengelolaan li petunjuk dan JAWA TIMUR SOEKARWO

3 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR BADAN LINGKUNGAN HIDUP (B L H) Jl. Wisata Menanggal No. 38 Telp. (031) Fax SURABAYA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat ALLAI-I SWT karena atas Uin dan kemurahan-nya, penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 ini dapat diselesaikan sesuai dengan pedoman dan harapan kita bersama. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 disusun dalam rangka memenuhi amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pedindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 65 ayat 2 yaitu : "Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses paftisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat" Disamping itu, untuk mendokumentasikan perubahan dan kecenderungan kondisi lingkungan dalam setiap tahunnya, sehingga terjamin akses informasi lingkungan yang terbaru dan akurat. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah yang berisi analisis keterkaitan antara berubahan kualitas lingkungan hidup (status), kegiatan yang menyebabkan teq'adinya perubahan kualitas lingkungan hidup (tekanan) dan upaya untuk mengatasinya serta kumpulan Data Status Lingkungunan Hidup Daerah yang memuat media lingkungan (air, udara, lahan, pesisir dan pantai) serta data penunjang lainnya untuk melengkapi dan mempeftajam analis. Akhirnya kepada semua pihak saya sampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, terutama kepada nm Penyusun Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 201L, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pelakanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Jawa Timur, dengan motto *Sumberdaya alam terjaga hidup sejahtera, lingkungan yang baik mengurangi kemiskinan", Surabaya, April 2012 KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Pembina Utatna Madya NrP

4 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ii iii iv BAB I. Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG... I GAMBARAN UMUM... I Geografis I Topografi I Struktur Geologi I ISU LINGKUNGAN HIDUP... I-6 BAB II. Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya 2.1. LAHAN DAN HUTAN... II Penggunaan Tanah... II Lahan Pertanian... II Hutan... II Hutan Rakyat... II Alih Fungsi Lahan dan Hutan... II Kerusakan Lahan dan Hutan... II Lahan Kritis Kerusakan Hutan KEANEKARAGAMAN HAYATI... II Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Jawa Timur II AIR... II Kondisi Air... II Ketersediaan dan Konsumsi Air... II Kualitas Air di Jawa Timur... II Sungai... II DAS Bengawan Solo... II DAS Brantas... II Air Bersih... Air Laut... II-53 II-56 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Daftar isi

5 2.4. UDARA... II PESISIR DAN LAUT... II Terumbu Karang... II Mangrove... II Distribusi Mangrove II Distribusi Mangrove II Padang Lamun... Iklim... Bencana Alam... II-92 II-94 II-97 BAB III. Tekanan Terhadap Lingkungan 3.1. KEPENDUDUKAN... III Jumlah dan Kepadatan Penduduk... III Penduduk Laki-Laki dan Perempuan... III Migrasi III Status Pendidikan... III Pendidikan Tertinggi... III PERMUKIMAN... III Rumah Tangga di Jawa Timur... III Sumber Air Minum... III Persampahan... III Sanitasi... III KESEHATAN... III Kelahiran dan Kematian... III Penyakit... III PERTANIAN... III Padi dan Palawija... III Perkebunan... III Perubahan Lahan Pertanian... III PETERNAKAN... III Emisi Metana dan CO2... III INDUSTRI... III PERTAMBANGAN... III ENERGI... III Penggunaan Bahan Bakar... III Emisi dan Karbondioksida... III TRANSPORTASI... III PARIWISATA... III LIMBAH B3... III-42 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Daftar isi

6 BAB IV. Upaya Pengelolaan Lingkungan IV REHABILITASI LINGKUNGAN... IV Kegiatan Penghijauan... IV Kegiatan Reboisasi... IV Kegiatan Fisik Lainnya... IV Pengelolaan Hutan... IV Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan... IV Pengamanan Hutan... IV Pemanfaatan Energi Alternatif... IV PENGAWASAN AMDAL... IV PENEGAKAN HUKUM... IV PERAN SERTA MASYARAKAT... IV KELEMBAGAAN... IV Anggaran... IV Personil... IV UPT. Laboratorium... IV STRATEGI PENGELOLAAN LINGKUNGAN... IV-47 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Daftar isi

7 DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN Gambar 1.1 Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Air (PP 82/2001) di Seluruh DAS Jatim Tahun 2011 Gambar 1.2 Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Kelas I & II PP 42/2001 di Sepanjang DAS Brantas Tahun 2011 Gambar 1.3 Rata-rata Pemenuhan Baku Mutu di Sepanjang DAS Brantas Tahun 2011 BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGAN Gambar 2.2 Penggunaan Tanah/Tutupan Lahan Jawa Timur Tahun 2011 Gambar 2.3 Kondisi Eksisting Tata Guna Lahan Jatim Tahun 2011 Gambar 2.4 Perubahan Penggunaan Tanah di Jatim Tahun 2007 s/d 2010 Gambar 2.5 Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Gambar 2.6 Produksi Palawija di Jatim tahun Gambar 2.7 Luas Kawasan Hutan menurut Fungsi/Statusnya Provinsi Jawa Timur Gambar 2.8 Luas Kawasan Hutan di Jatim (Pengelolaan) Tahun 2011 Gambar 2.9 Posisi Kawasan Hutan Negara Dalam Perspektif DAS Gambar 2.10 Luas Hutan Tanaman Industri di Jatim Tahun Gambar 2.11 Tukar Menukar Kawasan Hutan di Jatim Tahun Gambar 2.12 Luas Lahan Kritis di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Gambar 2.13 Luas Lahan Kritis Jawa Timur Tahun Gambar 2.14 Luas (Ha) Kerusakan Hutan Jatim Tahun 2011 Gambar 2.15 Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya Th Gambar 2.16 Kapasitas Curah Hujan Berdasarkan 6 Station Pemantauan Provinsi Jawa Timur Tahun 2001 s/d 2010 (BMKG Jatim, 2011) Gambar 2.17 Curah Hujan (mm) Max-Min Tahun 2001 sampai 2010 Gambar 2.18 Kebutuhan Air di Jawa Timur tahun 2011 Gambar 2.19 Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Air di Seluruh DAS Jatim Tahun 2011 Gambar 2.20 Pemenuhan Parameter dio DAS Jawa Timur Tahun 2011 Gambar 2.21 Prosentase Pemenuhan Konsentrasi DO di DAS Bengawan Solo Tahun 2011 Gambar 2.24 Jembatan Tangen, Tahun 2011 Sungai Bengawan Solo (Kelas II) Gambar 2.23 Konsentrasi DO Minimum, Rata-rata dan Maksimum Di Sepanjang Sungai Bengawan Solo Periode Tahun 2011 Gambar 2.25 Pemenuhan Konsentrasi BOD pada DAS Bengawan Solo Tahun 2011 Gambar 2.26 Konsentrasi BOD Minimum, Rata-rata dan Maksimum Di sepanjang Sungai Bengawan Solo Periode Tahun 2011 Gambar 2.27 Lokasi Tambangan Napel, Sungai Bengawan Solo (Kelas III) Tahun 2011 Gambar 2.28 Pemenuhan Konsentrasi COD pada DAS Bengawan Solo Tahun 2011 Gambar 2.29 Konsentrasi COD Minimum, Rata-rata dan Maksimum di Sepanjang Sungai Bengawan Solo Periode tahun 2011 Gambar 2.30 Prosentase Pemenuhan Kriteria Baku Mutu Air Kelas I,II,II PP 82/2001 Pada 3 Pengamatan Kali Madiun Tahun 2011 Gambar 2.31 DAS Brantas dari Citra Satelit Gambar 2.34 Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Kelas I & II PP 42/2001 Di Sepanjang DAS Brantas Tahun 2011 Gambar 2.35 Rata-rata Pemenuhan Baku Mutu di Sepanjang DAS Brantas Th.2011 Gambar 2.36 Konsentrasi DO Minimum, Rata-rata dan Maksimum Di Sepanjang Kali Brantas, Kali Surabaya dan Kali Mas Gambar 2.37 Konsentrasi DO Kali Brantas Tahun 2011 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Daftar Gambar

8 Gambar 2.38 Parameter DO di Kali Surabaya Gambar 2.39 Parameter BOD Gambar 2.40 Parameter BOD di Kali Surabaya Gambar 2.41 Parameter Chemical Oxygen Demand Gambar 2.42 Kali Surabaya COD Gambar 2.43 Pemenuhan Konsentrasi TSS di Kali Brantas Tahun 2011 Gambar 2.44 Konsentrasi Tss Kali Brantas Tahun 2011 Gambar 2.45 Grafik Total Dissolved Solid Gambar 2.46 Grafik Kesadahan Gambar 2.47 Grafik Mangan Gambar 2.48 Grafik Zat Organik Gambar 2.49 Gambar Parameter SO2 Udara Ambien Tahun 2011 Gambar 2.50 Konsentrasi Parameter NO2 Udara Ambien Tahun 2011 Gambar 2.51 Konsentrasi Parameter O3 Udara Ambien Tahun 2011 Gambar 2.52 Konsentrasi Parameter Debu Udara Ambien Tahun 2011 Gambar 2.53 Konsentrasi Parameter Pb Udara Ambien Tahun 2011 Gambar 2.54 Konsentrasi Parameter H2S Udara Ambien Tahun 2011 Gambar 2.55 Konsentrasi Parameter NH3 Udara Ambien Tahun 2011 Gambar 2.56 Gambar 2.57 Peta Distribusi Hutan Mangrove Kabupaten Gresik Gambar 2.58 Kerapatan Hutan Mangrove Kabupaten Gresik Gambar 2.59 Peta Distribusi Mangrove Kabupaten Lamongan Gambar 2.60 Kerapatan Mangrove Setiap Kecamatan di Kabupaten Lamongan Gambar 2.61 Citra Landsat Wilayah Pesisir Kabupaten Tuban Gambar 2.62 Gambar 2.63 Citra Landsat Wilayah Pesisir Kabupaten Banyuwangi Gambar 2.64 Prosentase Kerapatan Hutan Mangrove Kabupaten Banyuwangi Gambar 2.65 Citra Landsat Wilayah Pesisir Kabupaten Jember Gambar 2.66 Gambar 2.67 Prosentase Kerapatan Hutan Mangrove Kabupaten Jember Gambar 2.68 Luas dan Kondisi Padang lamun Provinsi Jatim,2010 Gambar 2.69 Rata-rata Suhu Tahun Gambar 2.70 Suhu Max.Min dan Rata-rata Tahun Gambar 2.71 Kelembapan Udara BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Gambar 3.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Jawa Timur Tahun 2011 Gambar 3.2 Piramida Penduduk Jawa Timur Tahun 2011 Gambar 3.3 Migrasi Penduduk Jawa Timur per Kab./Kota Gambar 3.4 Status Pendidikan Laki-laki Gambar 3.5 Status Pendidikan Perempuan Gambar 3.6 Laki-laki Menurut Pendidikan Tertinggi Gambar 3.7 Perempuan Menurut Pendidikan Tertinggi Gambar 3.8 Rumah Tangga Miskin Gambar 3.9 Perbandingan Permukiman Kumuh dan Bantaran Sungai Gambar 3.10 Rumah Tangga dan Sumber Air Gambar 3.11 Cara Pembuangan Sampah Gambar 3.12 Sumber Sampah Gambar 3.13 Komposisi Sampah Gambar 3.14 Fasilitas Tempat BAB Gambar 3.15 Jumlah Kelahiran Menurut Kab./Kota Gambar 3.16 Kelahiran dan Kematian Gambar 3.17 Kematian Menurut Kab./Kota Gambar 3.18 Jumlah Penyakit Utama di Jawa Timur Gambar 3.19 Kasus Penyakit Berbasis Lingkungan di Jawa Timur Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Daftar Gambar

9 Gambar 3.20 Kasus Penyakit HIV di Jawa Timur Gambar 3.21 Luas Lahan Pertanian Menurut Frekuensi Penanaman Gambar 3.22 Produksi Sawah Per Hektar Gambar 3.23 Produksi Palawija Gambar 3.24 Produksi Buah-buahan Gambar 3.25 Produksi Sayuran Gambar 3.26 Produksi Tanaman Hias Gambar 3.27 Penggunaan Pupuk Untuk Padi dan Palawija Gambar 3.28 Luas dan Produksi Perkebunan Gambar 3.29 Penggunaan Pupuk Untuk Perkebunan Gambar 3.30 Prosentase Ternak Gambar 3.31 Methan Dari Ternak Gambar 3.32 Prosentase Unggas Gambar 3.33 Methan Dari Unggas Gambar 3.34 Metana Berdasar Kegiatan Gambar 3.35 Metana Menurut kabupaten Kota Gambar 3.36 CO2 Dari Pemakaian Urea Gambar 3.37 Industri di Sepanjang Sungai Brantas Gambar 3.38 Beban Limbah Industri Untuk Parameter BOD Gambar 3.39 Beban Limbah Industri Menurut Parameter Gambar 3.40 Beban Emisi Industri Gambar 3.41 Perijinan pertamabangan di Jawa Timur Gambar 3.42 Pertambangan Rakyat di Jawa Timur Gambar 3.43 Kendaraan Bermotor Gambar 3.44 Persentase Beban Emisi CO2 Menurut Kegiatan Gambar 3.45 Persentase Beban Emisi CO2 Menurut Bahan Bakar Gambar 3.46 Informasi Panjang Jalan di Jawa Timur Gambar 3.47 Jumlah Wisatawan Menurut Lokasi Wisata Gambar 3.48 Informasi Panjang Jalan di Jawa Timur BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN Gambar 4.1 Rencana dan Realisasi Gerakan Penghijauan Gambar 4.2 Realisasi Gerakan 1 Milyar Pohon 2011 Gambar 4.3 Pembangkit Listrik Alternatif Gambar 4.3 Jenis Pengaduan Kasus Lingkungan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Daftar Gambar

10 BAB I PENDAHULUAN Menurunnya kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur kian hari semakin memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan kualitas udara dan atmosfer yang terjadi secara berkelanjutan, meningkatnya pencemaran air sebagai akibat dari aktifitas manusia melalui kegiatan industri, rumah tangga, pertambangan dan pertanian. Kondisi ini semakin diperparah dengan degradasi hutan dari kegiatan ilegal yang terus meningkat, peralihan fungsi kawasan hutan menjadi permukiman, perkebunan, perindustrian, pertambangan, dan bencana kebakaran hutan. Dampak paling krusial yang saat ini perlu ditangani secara serius adalah berkurangnya kawasan hutan sebagai akibat lemahnya pelaksanaan sistem pengelolaan hutan menyebabkan I.1. Latar terganggunya Belakang kondisi tata air dan ekosistem keanekaragaman hayati.

11 PENDAHULUAN [Pick the date] Jumlah populasi penduduk Jawa Timur tahun 1980 berjumlah 29,1 juta jiwa, dan pada tahun 2011 meningkat hingga mencapai 37,4 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk sebesar itu, Jawa Timur adalah penduduk terbanyak kedua setelah Jawa Barat. Jawa Timur telah tumbuh sebagai salah satu kekuatan ekonomi regional yang berkontribusi dalam struktur ekonomi nasional. Pada akhir tahun 2010 Jawa Timur menyumbang sekitar 14,81 persen terhadap perekonomian nasional dan perekonomian Jawa Timur di sepanjang tahun 2011 mencatat pertumbuhan sebesar 7,22%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,68%. Pertumbuhan ekonomi tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 6,50% ( Namun, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dalam pembangunan Jawa Timur yaitu jumlah penduduk di wilayah perkotaan semakin bertambah, sektor jasa juga semakin berkembang, daya dukung sumber daya alam dan lingkungan yang menurun serta masalah kemiskinan baik di kawasan perkotaan dan perdesaan. BPS Jatim mencatat bahwa Penduduk miskin Jawa Timur pada bulan September 2011 sebanyak 5,227 juta (13,85 persen) atau turun 2,41 persen dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2011 yang sebesar 5,356 juta (14,23 persen). Persentase penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 0,53 poin persen dari 18,19 di bulan Maret 2011 persen menjadi 17,66 persen di bulan September Untuk daerah perkotaan persentase penduduk miskin berkurang 0,21 poin persen dari 9,87 persen menjadi 9,66 persen. Dari Keseluruhan penduduk miskin di Jawa Timur, 66,82 persen diantaranya berdomisili di daerah perdesaan atau sebesar 3,493 juta penduduk. Karenanya pertumbuhan ekonomi yang selama ini terjadi telah mampu mengurangi masyarakat miskin di Jawa Timur dan diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Jawa Timur. Walaupun disadari bahwa dampak pertumbuhan ekonomi tersebut terhadap lingkungan masih belum sepenuhnya mengurangi tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan baik pada air, udara, lahan dan hutan, pesisir dan lautan serta keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi harus diikuti dengan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan atau dikenal dengan istilah Pembangunan berkelanjutan yaitu dengan meminimalkan degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi, hal ini sesuai dengan RPJMD yang mengamanatkan agar pilar pembangunan di Provinsi Jawa Timur bertumpu pada pro I-1

12 PENDAHULUAN [Pick the date] jobs, pro poor, pro gender dan pro environment. Berdasarkan hal tersebut, adalah sangat penting dan relevan untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup dalam dimensi ruang dan waktu terkait dengan pembangunan di Jawa Timur. Karena dimensi Permasalahan lingkungan pada umumnya menyangkut dimensi yang luas. Dimensi pertama, bahwa permasalahan lingkungan cenderung lintas ruang; adanya suatu kondisi bahwa permasalahan lingkungan cenderung melewati batas wilayah administrasi. Sehingga diperlukan suatu jaringan informasi lingkungan antar wilayah administrasi, minimal pada satu Daerah Aliran Sungai. Dimensi Kedua, bahwa fenomena lingkungan selalu berkaitan dengan lintas pelaku. Perubahan suatu lingkungan umumnya diakibatkan adanya tekanan atau pressure oleh kegiatan manusia terhadap sumber daya alam. Sumberdaya alam selanjutnya akan memberikan sinyal yang berupa state, dan bagaimana response manusia untuk mengatasi permasalahan tekanan tersebut. Serta dimensi ketiga, permasalahan lingkungan selalu menyangkut lintas generasi. Kenyataan ini selayaknya diinformasikan kepada generasi berikutnya sebagai perwujudan tranparansi dan bentuk audit lingkungan Disamping itu, selaras dengan amanah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terutama pada Pasal 62 ayat 1, disebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan ditegaskan dalam ayat 2 bahwa Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain. Untuk itu, sebagai perwujudan tranparansi dan akuntabilitas publik, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur menyusun Status Lingkungan Hidup Daerah yang disingkat SLHD Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, melalui SLHD dapat diketahui tentang deskripsi, analisis dan presentasi informasi ilmiah mengenai kondisi, kecenderungan dan pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan, status keberlanjutan ekosistem, pengaruhnya pada kegiatan manusia, serta pada kesehatan dan kesejahteraan sosioekonomis. Laporan SLHD dimaksudkan untuk mendokumentasikan perubahan/ kecenderungan kondisi lingkungan dan juga akan menyediakan referensi dasar tentang keadaan lingkungan bagi I-2

13 PENDAHULUAN [Pick the date] pengambil kebijakan sehingga akan memungkinkan diambilnya kebijakan yang baik dalam rangka mempertahankan proses ekologis dalam pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Oleh karena itu tujuan dasar dalam penyusunan Laporan SLHD Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, adalah : Menyediakan dasar bagi perbaikan pengambilan keputusan pada semua tingkat; Meningkatkan kesadaran dan kefahaman akan kecenderungan dan kondisi lingkungan; Memfasilitasi pengukuran kemajuan menuju keberlanjutan. Selanjutnya guna mempermu- dah dalam presentasi suatu laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 ini, maka SLHD dibagi dalam dua buah buku yaitu : Buku Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (Buku I) Kerangka laporan SLHD didasarkan kepada konsep hubungan sebab akibat dimana kegiatan manusia memberikan tekanan kepada lingkungan (pressure) dan menyebabkan perubahan pada sumber daya alam dan lingkungan baik secara kualitas maupun kuantitas (state). Selanjutnya pemerintah dan masyarakat/stakeholder melakukan reaksi terhadap perubahan ini baik melakukan adaptasi maupun mitigasi melalui berbagai kebijakan, program, maupun kegiatan (societal respons). Hal yang terakhir merupakan umpan balik terhadap tekanan melalui kegiatan manusia. Aktivitas manusia yang memanfaatkan sumberdaya alam akan menimbulkan tekanan pada lingkungan dan merubah keadaannya, atau kondisinya. Manusia kemudian memberikan respons terhadap perubahan tersebut dengan membangun dan sebagai perwujudan kebijakan. Analisis terhadap tekanan yang muncul, kondisi eksisting yang terjadi berikut dampaknya serta respons yang dilakukan kemudian dikenal sebagai pendekatan P-S-R (Pressure State Respons). Buku Kumpulan Data (Buku II) Proses sistem pelaporan yang ideal adalah kerangka pelaporan yang didukung oleh basis data informasi lingkungan (Environmental Information Database) yang komprehensif. Database informasi lingkungan tersebut terdiri dari data dan informasi yang lengkap dan mendalam berdasarkan suatu set indikator yang secara berkala direview dan dilaporkan. Dengan demikian tujuan utama penyusunan database ini adalah untuk membangun dan menyediakan mekanisme yang disepakati untuk memperbaharui jaringan informasi lingkungan. I-3

14 PENDAHULUAN [Pick the date] Database informasi lingkungan Berisi data kualitas lingkungan hidup menurut media lingkungan (air, tanah, udara), data kegiatan/hasil kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan hidup, data upaya atau kegiatan untuk mengatasi permasalahan lingkungan, dan data penunjang lainnya yang diperlukan untuk melengkapi analisis. I.2. Gambaran Umum 29 kabupaten, sembilan kota, dan 658 kecamatan dengan desa/kelurahan (2.400 kelurahan dan desa). Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian besar, yaitu Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, dan wilayah Kepulauan Madura yang sekitar 10% dari luas wilayah Jawa Timur. Di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. I.2.1. Geografis Provinsi Jawa Timur terletak pada hingga Bujur Timur, dan 7 12 hingga 8 48 Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur mencapai Ha atau ,75 km², terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah (Bakorwil), Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah selatan berbatasan dengan perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. I-4

15 PENDAHULUAN [Pick the date] Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer, sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu. Secara fisiografis, wilayah Jawa Timur dapat dikelompokkan dalam tiga zona : zona selatan-barat (plato), merupakan pegunungan yang memiliki potensi tambang cukup besar; zona tengah (gunung berapi), merupakan daerah relatif subur terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi (dari Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso); dan zona utara dan Madura (lipatan), merupakan daerah relatif kurang subur (pantai, dataran rendah dan pegunungan). Di bagian utara (dari Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Pulau Madura) ini terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng yang relatif tandus. Pada bagian tengah wilayah Jawa Timur terbentang rangkaian pegunungan berapi: Di perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Gunung Lawu (3.265 Gunung Bromo, Foto Dispudpar Jatim, 2011 I-5

16 PENDAHULUAN [Pick the date] meter). Di sebelah selatan Nganjuk terdapat Gunung Wilis (2.169 meter) dan Gunung Liman (2.563 meter). Pada koridor tengah terdapat kelompok Anjasmoro dengan puncak-puncaknya Gunung Arjuno (3.239 meter), Gunung Welirang (3.156 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter), Gunung Wayang (2.198 meter), Gunung Kawi (2.681 meter), dan Gunung Kelud (1.731 meter). Pegunungan tersebut terletak di sebagian Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang. Kelompok Tengger memiliki puncak Gunung Bromo (2.192 meter) dan Gunung Semeru (3.676 meter). Semeru, dengan puncaknya yang disebut Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Di bagian timur terdapat dua kelompok pegunungan: Pegunungan Iyang dengan puncaknya Gunung Argopuro (3.088 meter), dan Pegunungan Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.332 meter). Pada bagian selatan terdapat rangkaian perbukitan, yakni dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, hingga Malang. Pegunungan Kapur Selatan merupakan kelanjutan dari rangkaian Pegunungan Sewu di Yogyakarta. I.2.2. Topografi Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga wilayah dataran, yakni dataran tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah dengan ketinggian ratarata di atas 100 meter dari permukaan laut (Magetan, Trenggalek, Blitar, Malang, Batu, Bondowoso). Dataran sedang mempunyai ketinggian meter di atas permukaan laut (Ponorogo, Tulungagung, Kediri, Lumajang, Jember, Nganjuk, Madiun, Ngawi). Kabupaten/kota (20) sisanya berada di daerah dataran rendah, yakni dengan ketinggian di bawah 45 meter dari permukaan laut. Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur merupakan kota yang letaknya paling rendah, yaitu sekitar 2 meter di atas permukaan laut. Sedangkan kota yang letaknya paling tinggi dari permukaan laut adalah Malang, dengan ketinggian 445 meter di atas permukaan laut. I.2.3. Struktur Geologi Struktur Geologi Jawa Timur di dominasi oleh Alluvium dan bentukan hasil gunung api kwarter muda, keduanya meliputi 44,5 % dari luas wilayah darat, sedangkan bantuan yang relatif juga agak luas persebarannya adalah miosen sekitar 12,33 % dan hasil gunung api kwarter tua sekitar 9,78 % dari luas total wilayah daratan. Sementara itu batuan lain hanya mempunyai proporsi antara 0-7% saja. Batuan sedimen Alluvium tersebar disepanjang sungai Brantas dan Bengawan Solo yang merupakan daerah subur. Batuan hasil gunung api kwater muda tersebar dibagian tengah wilayah Jawa I-6

17 PENDAHULUAN [Pick the date] Timur membujur kearah timur yang merupakan daerah relatif subur. Batuan Miosen tersebar disebelah selatan dan utara Jawa Timur membujur kearah Timur yang merupakan daerah kurang subur Bagi kepulauan Madura batuan ini sangat dominan dan utamanya merupakan batuan gamping. Dari beragamnya jenis batuan yang ada, memberikan banyak kemungkinan mengenai ketersediaan bahan tambang di Jawa Timur. Atas dasar struktur, sifat dan persebaran jenis tanah diidentifikasi karakteristik wilayah Jawa Timur menurut kesuburan tanah : Jawa Timur bagian Tengah, Merupakan daerah subur, mulai dari daerah kabupaten Banyuwangi. Wilayah ini dilalui sungai - sungai Madiun, Brantas, Konto, Sampean. Jawa Timur bagian Utara, Merupakan daerah Relatif tandus dan merupakan daerah yang persebarannya mengikuti alur pegunungan kapur utara mulai dari daerah Bojonegoro, Tuban kearah Timur sampai dengan pulau Madura. Pantai Klayar Pacitan, Foto Dispudpar 2011 I-7

18 PENDAHULUAN [Pick the date] Lapindo 2006, Foto BPBD Jatim 2011 I.3. Isu Lingkungan Hidup. Konsep pembangunan berkelan- jutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup. Sebagaimana pembangunan di Jawa Timur masih sangat tergantung pada sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam lain yang terbarukan maupun yang tak terbarukan. Namun demikian, sumberdaya alam mempunyai keterbatasan di dalam banyak hal, baik menurut kuantitas maupun kualitasnya. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana karena antara lingkungan dan manusia saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Untuk itu, penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan di Jawa Timur memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan pilar pembangunan (ekonomi, sosial dan lingkungan) secara proposional. Karena keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa udara dan air, sebaliknya aktivitas manusia I-8

19 PENDAHULUAN [Pick the date] mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasuskasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas dari aktivitas manusia, yang pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri. Secara makro menggambarkan bahwa pembangunan yang mem- punyai tujuan untuk meningkat kan kesejahteraan masyarakat, namun demikian proses pembangunan yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibat- kan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan. Berikut ini akan digambarkan beberapa Isu lingkungan hidup di Jatim 2011, sebagai berikut : 1. Kerusakan Hutan dan Lahan. Akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat, maka tekanan penduduk terhadap lahan pertanian dan hutan juga semakin meningkat sehingga mengakibatkan perubahan alih fungsi lahan. Akibat perubahan tataguna lahan tersebut adalah terjadinya degradasi lahan dalam bentuk lahan kritis sebesar 56,3% dari luas wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur (BP DAS Brantas, 2011). Kondisi Hutan yang sangat kritis, BP DAS Brantas, 2010 I-9

20 PENDAHULUAN [Pick the date] Foto BP DAS Brantas, 2011 Hasil laporan Menuju Indonesia Hijau (MIH) Tahun 2011, hutan primer di Jawa Timur tinggal hektar, sedangkan total penutupan lahan pada hutan primer dan sekunder hanya mencapai hektar atau 14 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, sehingga lebih rendah dari yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) minimal 30 persen harus berupa hutan dan pada daerah perkotaan 30 persennya berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sedangkan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2009 dan 2010 menurun ratarata sebesar 0,67%. Trend perubahan penggunaan sawah sejak tahun 2005 sampai dengan 2009, rata-rata perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman/ bangunan sebesar 794,6 hektar atau terjadi perubahan dalam tiap tahunnya sebesar 40%, berubah menjadi lahan perindustrian sebesar 469,3 atau 23,7% (Dinas Pertanian Jatim, 2010). Perubahan alih fungsi lahan di Jawa Timur memang tidak dapat di hindari terkait dengan tekanan jumlah penduduk dan tuntutan kebutuhan kehidupan yang terus meningkat. Upaya moratorium alih fungsi lahan misalnya melalui Instruksi Presiden tentang pelarangan konversi lahan irigasi teknis tidak sepenuhnya berhasil, malah dalam kenyataan sebaliknya terutama terjadi di daerah hinterland perkotaan. Hasil perhitungan Jejak ekologi menunjukkan daya dukung lahan di semua provinsi di jawa sudah terlampaui yaitu baik I-10

21 PENDAHULUAN [Pick the date] menggunakan standar kebutuhan lahan sangat sederhana (0,256 hektar/kapita), atau dengan standar kebutuhan lahan sedang (0,78 hektar/kapita). 2. Kebutuhan Air Semakin Meningkat. Kecenderungan kebutuhan air sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Berdasarkan data jumlah penduduk dan tingkat pendapatan penduduk dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa kebutuhan air bersih di Jawa Timur terus meningkat. Secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah tangga pelanggan PDAM) menurut standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per hari, yakni mencapai 37.1 m 3 per orang atau setara dengan liter per hari. Karenanya kuantitas dan kualitas air di sumber-sumber air di daratan perlu dijaga, karena air adalah salah satu kebutuhan dasar bagi makhluk hidup dalam melangsungkan keberlanjutan hidupnya. Mengambil standar WHO tersebut, dengan jumlah penduduk jiwa pada tahun 2011, maka kebutuhan air bersih di Jawa Timur seharusnya ,20 m 3 per orang atau setara dengan ,08 liter perhari. Sedangkan ketersediaan air di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 mencapai , m 3 dengan cathment area = ,59 km 2, atau terjadi penurunan sebesar 2.245, m 3 bila dilihat dengan posisi tahun Potensi air dimaksud terbagi atas potensi air tanah sebesar 9.160, m 3 dan air permukaan = , m 3, atau terjadi penurunan sebesar 0,52% dan sebesar 10,54%. Namun demikian, Jumlah total tahunan air yang tersedia di Jawa Timur masih lebih besar dari kebutuhan air. Dengan kata lain, sampai tahun 2011 di Jawa Timur masih surplus air ditinjau dari potensi volume air tahunan. Meskipun jumlah air surplus namun kecenderungan semakin berkurang, hal ini dapat dilihat pada tingkat devisiasi Qmax/Qmin sebesar + 85,77%, maka dimasa mendatang dengan semakin meningkatnya penduduk dan pembangunan di Jawa Timur maka ketersediaan air akan menjadi masalah. Pada saat sekarangpun kalau kita lihat neraca air bulanan, dibeberapa tempat banyak mengalami defisit air, karena I-11

22 PENDAHULUAN [Pick the date] distribusi hujan bulanan tidak merata sepanjang tahun sehingga pada bulanbulan tertentu di Jawa Timur secara keseluruhan akan mengalami defisit. Penyebabnya karena distribusi ketersediaan air di Jawa Timur tidak merata. Jawa Timur tergolong kritis air (water stress area) dimana setiap penduduk di Jawa hanya terpenuhi kebutuhan airnya dalam satu tahun sebesar meter kubik per kapita. Suatu wilayah masuk dalam kategori kritis air karena pemenuhan kebutuhan airnya sudah di bawah meter kubik per kapita per tahun yang dipersyaratkan. 3. Banjir dan Kekeringan dalam Siklus Hidrologi. Dalam siklus hidrologi sering terjadi dua hal yang ekstrim yaitu kekeringan dan banjir. Untuk memahami keadaan kedua ekstrim tersebut diperlukan pemahaman bagaimana air dapat disimpan dengan baik didalam maupun dipermukaan tanah dan bagaimana agar siklus air bekerja secara alamiah. Beberapa faktor yang menjadi penyebab banjir, ternyata bukan hanya disebabkan karena curah hujan yang tinggi, akan tetapi juga diakibatkan karena Banjir Longsor di Jember, foto BPPD Jatim, 2010 I-12

23 PENDAHULUAN [Pick the date] kondisi iklim global yang menyebabkan naiknya air laut, sehingga air hujan tidak dapat mengalir dengan lancar ke laut. Secara umum kondisi Sungai di Jawa Timur sebagian besar mengalami penurunan debit air pada musim kemarau, menunjukan tingkat perbedaan antara maximum dan minumum rata rata + 85,77%, sehingga pada musim penghujan mengalami kebanjiran dan pada musim kemarau kekeringan dan kesulitan air. Jumlah wilayah yang menderita kekeringan dari tahun ketahun terlihat semakin meningkat dan meluas. Hal ini diakibatkan tidak hanya oleh rusaknya lingkungan di daerah tangkapan air, akan tetapi juga diakibatkan oleh banyaknya saluran irigasi yang mengalami kerusakan serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penggunaan air yang tidak diikuti dengan upaya menjaga dan melestarikan sumber daya air. Menurut Departemen PU Dirjen Cipta Karya tahun 2011, setidaknya terdapat desa yang mengalami rawan air bersih, dan tergolong parah adalah yaitu di 13 kabupaten di provinsi Jawa Timur. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur melaporkan bahwa 15 Kabupaten di Jawa Timur mempunyai pontensi bencana banjir yang tinggi, sedangkan 24 Kab/Kota berpotensi tinggi terhadap bencana longsor. 4. Penurunan Kualitas Air Kualitas air sungai di Provinsi Jawa Timur cenderung semakin menurun, hal ini berakibat pada kualitas air bersih di Jawa Timur semakin terbatas. Kecenderungan pemenuhan parameter PH, BOD, COD dan DO pada beberapa sungai terpantau di Madura (Bangkalan, Sampang dan Pamekasan), DAS Pekalen Sampean (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, I-13

24 PENDAHULUAN [Pick the date] 1,10 1,05 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 0,70 0,65 0,60 0,55 0,50 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 - Gambar 1.1 Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Air (PP 82/2001) di Seluruh DAS Jatim Tahun 2011 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 ph 0,99 0,96 1,00 DO 0,46 0,66 0,94 BOD 0,22 0,21 0,40 COD 0,62 0,64 0,79 ph DO BOD COD Bondowoso, Lumajang, Jember dan Banyuwangi), DAS Bengawan Solo (Pacitan, Ponorogo, Ngawi, Magetan, Madiun, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Lamongan dan Gresik) serta DAS Brantas (Malang, Blitar, Kediri, Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Gresik dan Surabaya), sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 menunjukkan bahwa parameter Ph untuk sungai kelas I, II dan III sebagian telah terpenuhi (> 95%). Parameter DO trend pemenuhan menurun dari Kelas III = 94%, Kelas II = 66% dan Kelas I = 46%, untuk parameter BOD pada baku mutu kelas I dan II berada pada posisi 22% dan 21%, sedangkan untuk kelas III pemenuhannya sebesar 40%. Selanjutnya untuk parameter COD prosentase pemenuhan masih dibawah 35% atau secara rata-rata parameter COD terbilang tinggi pada seluruh segmen sungai di Jawa Timur. Bilamana dilihat dalam posisi Daerah Aliran Sungai, tekanan kualitas air sungai terbesar terjadi DAS Brantas, yaitu sebagai berikut : KONDISI DAS BRANTAS Berdasarkan PP No. 42 Tahun 2008 tentang pengelolaan sumber daya air, menetapkan DAS Brantas menjadi sungai strategis nasional sejak tahun Hal ini merujuk pada besarnya kontribusi DAS Brantas pada stok pangan nasional, yang mencapai 9 jt ton beras pertahun atau I-14

25 PENDAHULUAN [Pick the date] hampir 18 % stok pangan nasional, mempunyai luas + 25% luas Provinsi Jawa Timur ( km 2 ), mempunyai panjang 320 km dengan jumlah air per tahun 12 milyar m 3. sebagai penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti untuk pembangkit tenaga listrik, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain. Sebagaimana tabel 1 : yang termasuk dalam wilayah DAS Brantas Hulu adalah DAS Ambang (Sungai Amprong dan Bango), DAS Melamon (Sungai Metro, Lahor dan Lemon) dan DAS Lesti (Sungai Lesti). Untuk selengkapnya gambaran mengenai kondisi masing-masing Sub DAS dijelaskan berikut : a. Sub DAS Ambang Berdasarkan data BP DAS Brantas (2003) dapat diketahui luas wilayah Sub DAS Ambang adalah ha, yang terbagi menjadi 3 Sub-sub DAS, sebagai berikut : Sub-sub DAS Sumber Brantas seluas : ,23 ha (42,81 % ) Sub-sub DAS Bango seluas : ,85 ha ( 34,32 % ) Sub-sub DAS Amprong seluas : ,95 ha ( 22,87 % ) Ketiga cabang sungai utama tersebut terbagi ke dalam anak sungai kecil-kecil sebanyak 157 anak sungai. Bentuk percabangan sungai dan drainage wilayah sangat rapat, terutama di daerah hulu sungai Amprong dan sungai Sumber Brantas. A.1. W. Administrasi dan J. Penduduk DAS Brantas melewati 11 Kab di Jawa Timur yaitu Kab Malang, Kab. Blitar, Trenggalek, Tulungagung, Kab. Kediri, Kab. Nganjuk, Kab. Jombang, Kab. Mojokerto, Kab. Sidoarjo dan Kab. Gresik, serta 5 Kota yaitu Kota Malang, Kota Blitar, Tabel 1. Wilayah DAS Brantas DAS Brantas Sub DAS DAS Brantas Sub DAS 1. Utara Rejoso Ds 4. Tengah Lahar Welang Ngowo Ngasinan 2. Selatan Gedongan Diodo Widas Pasiraman Ds Konto Barek Glidik Ds 3. Hulu Ambang 5. Hilir Bluwek Lesti Brangkal Melamon Maspo Kota Kediri, Kota Mojokerto dan Kota I-15

26 PENDAHULUAN [Pick the date] Surabaya. Dari 17 Wilayah administrasi Kab/Kota dimaksud mempunyai penduduk sebanyak jiwa, dengan tingkat B. Tekanan Terhadap DAS Brantas B.1. Hulu DAS Brantas Kondisi Hulu DAS Brantas, Foto BLH Jatim, 2009 kepadatan mencapai jiwa/km 2 (BPS Jatim, 2011). A.2. Penggunaan Tanah Luas Hutan Primer dan sekunder di DAS Brantas berdasarkan laporan MIH 2011 adalah ,44 hektar atau 17,6% dari luas kawasan DAS Brantas, terinci kawasan Lindung hektar dan kawasan budidaya seluas ,44 hektar dan masih perlu penambahan sebesar 13,4% ( hektar) agar sesuai dengan peraturan yang ada. Daerah hulu DAS Brantas, terdiri dari Kab. Malang, Kota Malang, dan Kota Batu, dimana luas lahan kritisnya didalam kawasan hutan berdasarkan laporan BD DAS Brantas tahun 2011 sebesar hektar atau 8,3% dari luas hutan yang ada, dengan rincian sangat kritis = 623 hektar, kritis = hektar, agak kritis = hektar dan potensial kritis sebesar 228 hektar. Disisi lain sebagaimana gambaran kondisi lahan dan hutan di Jawa Timur, ternyata kondisi air permukaan bila dilihat I-16

27 PENDAHULUAN [Pick the date] dari fluktuasi debit maximum dan minimum, dapat dicermati bahwa tingkat kerusakan DAS Brantas mempunyai aliran maksimum (Q-maks) yang besar dan aliran minimum (Q-min) yang kecil, sehingga nisbah Q- maks/q-min adalah besar. Dampak lain sebagai akibat kerusakan lahan dan hutan adalah keberadaan Mata Air, laporan PDA Dinas PU Jatim 2011, menunjukkan bahwa kondisi awal, jumlah mata air di wilayah DAS Brantas sebanyak buah yang tersebar 10 kabupaten, dan Berdasarkan laporan penyusunan rencana detail kawasan lindung Kabupaten Malang tahun 2006, menunjukkan bahwa mata air di Kab. Malang tinggal 264 buah yang sebelumnya berjumlah 369 buah atau berkurang sebanyak 109 buah. Sumber mata air terbesar Kali Brantas yaitu di Sumber Brantas, Kota Batu sebanyak 50% mata air hilang dalam kurun 2 (dua) tahun terakhir. 11 (sebelas) mata air mengering, sedangkan 46 mata air mengalami penurunan debit dari 10 m 3 / detik menjadi kurang dari 5 m 3 / detik (Jumlah mata air tahun 2007: 170; tahun 2008: 111; tahun 2009: 46). B.2. Tengah DAS Brantas Kawasan tengah DAS Brantas terdiri dari Kab/Kota Blitar, Kab/Kota Kediri, Kab. Tulungagung, Kab. Nganjuk, dan Kab. Jombang telah mengalami Degradasi dasar sungai akibat eksploitasi pengerukan pasir. Penambangan Pasir Liar, Foto PJT I Jatim, 2010 I-17

28 PENDAHULUAN [Pick the date] Aktivitas pengerukan ini sangat luar biasa, hampir setiap jengkal 500 meter terlihat ada aktivitas pengerukan pasir, mulai dari para penyelam hingga memakai alat mekanik. Eksploitasi pengambilan pasir di sungai Brantas tiap tahunnya mencapai 1,6 juta meter kubik, padahal secara normal kapasitas pasir di sungai ini hanya sekitar 450 ribu meter kubik tiap tahun. Akibatnya dasar sungai terus tergerus dan rusaknya beberapa tanggul sungai, dampaknya sejumlah bangunan yang berada di sekitar lokasi DAS Brantas terancam longsor atau rusak. Seperti anjloknya dinding dam Jatim lerek di Jombang, keroposnya jembatan Senden dan jembatan Bansongan, Kediri. B.3. Hilir DAS Brantas Kawasan Hilir DAS Brantas terdiri dari Kab. Mojokerto, Kab. Sidoarjo, Kab. Gresik dan Kota Surabaya atau bisa juga disebut Kali Surabaya. Tekanan terbesar adalah pencemaran air, karena tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan banyaknya industri dengan potensi pencemar yang ada di DAS Brantas industri, di Kali Surabaya 65 industri dan Kali Tengah 33 industri. Hasil kajian BLH Jatim Tahun 2010 menunjukkan bahwa sumber pencemar berasal dari limbah domestik = 50 %, l. industri = 40 %, l. pertanian dll (10%). Pe langgaran yang sering dilakukan industri : Pembuangan Limbah Oleh PT. XXX di Kali Surabaya, Foto PJT I Jatim, 2010 I-18

29 PENDAHULUAN [Pick the date] Gambar 1.2. Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Kelas I & II PP 42/2001 di Sepanjang DAS Brantas Tahun 2011 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% ph DO BOD COD ph DO BOD COD Kelas 1 Kelas 2 - Pembuangan air limbah secara langsung ke lingkungan (by pass). - Tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). - Tidak mengoperasionalkan IPAL secara optimal. - Membuang yang melebihi baku mutu. - Tidak memiliki ijin pembuangan limbah cair (IPLC). Sedangkan untuk limbah domestik menunjukkan Trend kontribusi beban pencemaran mengalami peningkatan yang signifikan. Keadaan ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah penduduk yang bertempat tinggal di sempadan sungai yang tidak memiliki sarana sanitasi mandi cuci kakus (MCK) dan tempat pengolahan sampah. Mereka pada umumnya memanfaatkan kali/sungai sebagai tempat MCK dan tempat pembuangan sampah. Potensi Permasalahan karena : - Budaya dan Perilaku masyarakat yang tidak sadar dalam menjaga lingkungan, - Sarana Sanitasi yang tidak mendukung, - Lahan terbatas, bahkan tidak ada, 100% Gambar 1.3 Rata-Rata Pemenuhan Baku Mutu di sepanjang Das Brantas Th % 11% 55% 100% 53% 19% 69% ph DO BOD COD ph DO BOD COD Kelas 1 Kelas 2 I-19

30 PENDAHULUAN [Pick the date] Sebagaimana Gambar 1.2 dan 1.3., sepanjang tahun 2011, hasil pengujian sampel menunjukkan bahwa untuk parameter ph di sepanjang DAS Brantas telah memenuhi Baku Mutu yang telah ditetapkan oleh PERGUB PROV. JATIM NO. 61 TAHUN 2010 II. Untuk parameter DO rata-rata pemenuhan hanya 43% pada baku mutu kelas 1 dan hanya 53% pada buku mutu kelas 2. Sedangkan untuk parameter COD rata-rata diatas 50% pada baku mutu kelas 1 maupun kelas 2. Selanjutnya untuk parameter BOD hampir selalu dibawah 20% yaitu 11% pada kelas 1 dan 19% pada kelas 2. C. Upaya/Respon Peningkatan Kualitas DAS Brantas. 1. Konservasi dan Pemulihan Dalam penanganan pemulihan kerusakan lingkungan DAS Brantas di Jawa Timur, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, telah memfasilitasi kegiatan stimulan pada tahun 2011, diantaranya sebagai berikut : Pembuatan Demplot Perlindungan Sumber Air di Kabupaten Jombang yaitu di Sumber Penganten Ds. Jogoroto, Kec. Jogoroto dan Sumber Grogol Ds. Pelabuhan, Kec. Plandaan Pembuatan Demplot Konservasi Sumber Mata Air di Hulu DAS Brantas. di Kota Batu : Ds. Junrejo, Kec. Junrejo - Kota Batu dan Kabupaten Malang : Ds. Pandansari, Kec. Ngantang - Kab. Malang Pembuatan Demplot Pertanian Ramah Lingkungan dengan Vegetasi, lokasi kegiatan di : a. Kota Batu : Ds. Tulungrejo, Kec. Bumiaji - Kota Batu b. Kabupaten Malang : Ds. Banjarejo, Kec. Ngantang - Kab. Malang Demplot Pembuatan Pupuk Organik pada Tanaman Tembakau, Lokasi kegiatan di : Kabupaten Mojokerto : Dsn. Ngagrok Ds. Simo Ngagrok, Kec. Dawarblandong Kab. Mojokerto Disamping hal tersebut, Upaya lain yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2009 dalam Pemulihan Lingkungan antara lain adalah : - Pembinaan Masyarakat Daerah Penyangga Tahura R. Soerjo - Fasilitasi pertemuan aparat desa bagi 15 Kecamatan dan 42 Desa disekitar wilayah Tahura R. Soerjo agar keberadaan Tahura R. Soerjo sebagai perlindungan tata air dan penyangga kehidupan masyarakat Jawa Timur tetap terjaga dengan baik. Sosialisasi ini diharapkan masyarakat di wilayah kawasan penyangga Tahura R. Soeryo dapat mengelola lahannya berbasis konservasi misalnya dengan pembuatan teraserring dalam pertanian dan penghijauan, pembuatan saluran I-20

31 PENDAHULUAN [Pick the date] pembuang air dan dam penahan, sumur resapan dan sebagainya. - Merubah Pola Tanaman semusim di DAS Brantas dengan sosialisasi pengembangan tanaman dari tanaman semusim menjadi tanaman tahunan yang mempunyai fungsi sebagai penyangga. - Sosialisasi Pengembangan Daerah Penyangga pada Kawasan Lindung - Sosialisasi Pengembangan Hutan Kota, dalam rangka peningkatan peran aktif pemerintah daerah dan masyarakat untuk berperan dalam pengembangan hutan kota dalam mewujudkan perbaikan lingkungan melalui penambahan ruang terbuka hijau, guna mengantisipasi permasalahan lingkungan yang timbul di perkotaan (pencemaran udara, penapis bau, penghasil oksigen, mengatasi penggenagan dll. 2. Penegakan Hukum Berdasarkan Pergub No.61 Tahun 2010 tentang Penetapan kelas air pada air sungai di Jawa Timur pasal 4 penetapan kelas air pada sungai Brantas dibagi menjadi beberapa segmen meliputi : air sungai Brantas hulu Desa Sumber Brantas, Kota Batu sampai dengan Jembatan Pendem Kabupaten Malang menurut klasifikasi mutu air ditetapkan sebagai kelas I, sedangkan segmen Jembatan Pendem sampai dengan pintu air Mlirip dan Dam Lengkong Kabupaten Mojokerto menurut klasifikasi mutu air ditetapkan sebagai kelas II. Demikian pula air sungai Surabaya dari Dam Mlirip sampai dengan Dam Jagir ditetapkan sebagai kelas II yang peruntukannya sebagai sarana/prasarana rekreasi air. Sesuai dengan amanat PP 82 tahun 2001 bahwa Penetapan kelas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota adalah kewenangan Provinsi. Jawa Timur telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur. a. Patroli Air Patroli Air Kali Surabaya merupakan salah satu bentuk pengawasan dan pembinaan serta penegakan hukum terhadap industri yang melanggar ketaatan terhadap peraturan perundangan yang berlaku. Patroli Air Kali Surabaya ditandatangani tanggal 28 Agustus 2008 dalam bentuk Kesepakatan Bersama antara Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, Polwiltabes Surabaya dan Perum Jasa Tirta I tentang Pengendalian Pencemaran Air Kali Surabaya Nomor : 660/2832/203.3/2008, No. : B/3842/IX/08/TBS, Nomor : KP.017/PK/DU/20. Kesepakatan bersama tersebut dilakukan dalam berbagai kegiatan yang terkait dengan pengawasan I-21

32 PENDAHULUAN [Pick the date] dan pembinaan serta penegakan hukum terhadap pencemar Kali Surabaya, yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Pelaksanaan pengawasan terhadap Kali Surabaya melalui kegiatan patroli / susur sungai di sepanjang Kali Surabaya yang melibatkan 4 (empat) Kabupaten/Kota yaitu Kab. Mojokerto, Gresik, Sidoarjo dan Kota Surabaya. Selain itu Patroli air Kali Surabaya dilaksanakan melalui kegiatan susur sungai di sepanjang Kali Surabaya yang bertujuan untuk mengawasi kinerja IPAL industri dan usaha/kegiatan lainnya yang membuang air limbahnya ke Kali Surabaya serta anak sungainya termasuk Kali Tengah. Apabila ditemukan pelanggaran maka akan diberikan sanksi sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan. Sanksi Pengambilan sampling air Kali Surabaya, Patroli Air 2010 Patroli air Kali Surabaya tersebut melibatkan beberapa Dinas/instansi terkait antara lain : Polwiltabes Surabaya, Polrestabes Surabaya, Perum Jasa Tirta I, Dinas PU Pengairan Prov. Jatim, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jatim, BBWS Brantas, BLH Kota Surabaya, BLH Kab. Sidoarjo, BLH Gresik, BLH Kab. Mojokerto serta organisasi kemasyarakatan dan LSM. tersebut dapat berupa Sanksi Adiministrasi berupa peringatan maupun Sanksi Pidana sebagai sock terapi agar industri tersebut tidak mengulangi perbuatannya dan terhadap industri lainnya agar tidak meniru. b. Penegakan Hukum Lingkungan Langkah-langkah hukum dilakukan terhadap industri tidak mengindahkan upaya perbaikan pengelolaan lingkungan industri yang baik dan benar. I-22

33 PENDAHULUAN [Pick the date] Langkah hukum ini sebagai shock terapi agar industri tersebut tidak mengulangi perbuatannya dan industri yang lain tidak meniru. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi ancaman yang sangat serius, dampak yang lebih besar/luas, serta kerugian pada Pasal 65 ayat (1) UU No. 32 Tahun Langkah yang akan diambil dalam upaya penegakan hukum tidak hanya berpedoman secara normatif/yuridis namun juga memperhatikan rasa keadilan bagi masyarakat berdasarkan Tabel 1.4. Industri Yang Dalam Proses Penegakan Hukum Tahun yang lebih besar bagi manusia maupun lingkungan hidup. Mengingat Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten sangat berkepentingan untuk menjaga lingkungannya dalam rangka memberikan lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada masyarakat yang merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana diamanahkan asas manfaat. Pada tahun 2008 s/d 2010 industri yang dalam proses penyidikan sebanyak 16 industri. 8 industri masih dalam proses pemberkasan/penyidikan, 2 industri proses sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, 1 industri proses sidang di Pengadilan Negeri Pasuruan dan 5 industri telah diputus oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Tabel berikut ini I-23

34 PENDAHULUAN [Pick the date] memberikan daftar industri yang dalam proses penegakan hukum. diarahkan pada bentuk-bentuk kegiatan antara lain : Tabel 1.5. Industri Yang Telah Dilakukan Penegakan Hukum Pada tahun 2011 telah dilakukan Penegakan Hukum terhadap 7 industri, 6 industri proses pidana dan 1 industri diberikan sanksi administrasi. Proses pidana dilakukan oleh Polda Jatim terhadap 3 industri di wilayah Kab. Banyuwangi, 2 industri di wilayah Kab. Pasuruan dan 1 industri di wilayah Kab. Jombang. Perkembangan saat ini 2 industri sudah P21 dan 4 industri dalam proses penyidikan/pemberkasan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel Komunikasi Lingkungan Strategi komunikasi lingkungan dalam rangka memberikan kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk lebih peduli dalam pengelolaan lingkungan hidup, Stop Cemari Kali Surabaya (SCKS) Pola yang dilakukan oleh BLH Jatim selama ini adalah command and control ternyata belum cukup untuk menurunkan beban pencemaran, maka pada tahun 2009 diperkuat dengan menggunakan pendekatan atur diri sendiri, khususnya pendekatan insentif dan disinsentif. Dalam pendekatan disinsentif terhadap industri dilakukan dengan menggerakkan masyarakat dan media massa untuk melakukan kontrol dengan menggunakan media-media atau sistem nilai yang dimiliki masyarakat sehingga industri sadar akan perbuatannya. Pendekatan insentif dilakukan dengan mendukung setiap program yang dilakukan oleh masyarakat I-24

35 PENDAHULUAN [Pick the date] dan industri dengan menggunakan media atau sistem nilai tersebut. Pada tanggal 20 Januari 2009, GUBERNUR JAWA TIMUR melakukan Pencanangan Gerakan STOP CEMARI KALI SURABAYA, yang bertujuan untuk menggerakan masyarakat agar ikut berberan serta dalam pengendalian pencemaran Kali Surabaya akibat limbah domestik melalui penandatanganan Deklarasi Stop Pencemaran Kali Surabaya antara Bapak Gubernur, Steering Comitte dan perwakilan masyarakat, diharapkan kegiatan ini dapat mendukung upaya pengendalian pencemaran yang sudah dilaksanakan pemerintah. Hari Lingkungan Hidup Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia diselenggarakan di bawah koordinasi United Nations Environment Programme (UNEP), yang dibentuk PBB sejak Sedangkan pemilihan tema hari Lingkungan Hidup disesuaikan dengan berbagai moment lingkungan yang menjadi isu strategis di dunia. Selaras dengan Tema hari Lingkungan Hidup Se Dunia 2009 yang ditetapkan UNEP (Badan Lingkungan Hidup Dunia) adalah Bersama Selamatkan Bumi dan Perubahan Iklim maka Provinsi Jawa Timur mengambil tema Bersama Selamatkan Mata Air Daerah Aliran Sungai, yang artinya menjaga sumber air sama dengan halnya menjaga hutan sebagai kantong-kantong mata air. Dalam kesempatan itu Gubernur, meminta wali kota Batu, Jasa Tirta, dan Perum Perhutani untuk segera meneken MoU (memorandum of understanding/nota kesepahaman) penyelamatan lingkungan. Gubernur juga mengharapkan bantuan pemerintah pusat untuk penanganan lingkungan di sumber Brantas. Sebab, keberadaan sumber Brantas menopang kebutuhan air di 14 kota/kabupaten di Jawa Timur. Sedangkan pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2010 menetapkan tema Many Species, One Planet, One Future dan diterjemahkan secara bebas oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup adalah Keanekaragaman Hayati Masa Depan Bumi Kita. Pada Hari I-25

36 PENDAHULUAN [Pick the date] Lingkungan Hidup 2010 yang puncaknya dilaksanakan pada 26 Juli 2010 di Taman Wisata Bendungan Selorejo Ngantang, Kabupaten Malang. Provinsi Jawa Timur menetapkan tema Pelestarian Keanekaragaman Hayati, Selamatkan Daerah Aliran Sungai. Hal ini mengingat Daerah Aliran Sungai mempunyai fungsi strategis dalam menopang perekonomian dan bagaimana kita merebut berbagai peluang dari Green kebijakan ekonomi. Dalam rangkaian hari Lingkungan Hidup Jawa Timur 2010 yang dilaksanakan mulai 23 s/d 26 Juli 2010, dilaksanakan uji emisi kendaraan di Jalan Raya Kota Batu yang diikuti oleh penyebaran angket Peduli Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, pohon di Jawa Timur yang atas kepedulian mereka terhadap lingkungan hidup, Jawa timur memperoleh tiga buah mobil hijau. Bantuan itu diterima langsung oleh Ibu Nina Soekarwo selaku Ketua Tim Penggerak PKK Prov Jatim dari ibu negara Ani Susilo Bambang Yudhoyono. Dan pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2011 menetapkan tema Forests: Nature at Your Service, selanjutnya disesuaikan dengan konteks Indonesia maka Tema Hari Lingkungan Hidup Indonesia 2011 adalah Hutan Penyangga Kehidupan. Peringatan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2011 di Jawa Timur dilaksanakan di Kebun Raya Purwodadi - Kabupaten Pasuruan, Juli 2011, pada momen acara ini Gubernur Jawa Timur, Bapak Soekarwo menyerahkan Penghargaan Kalpataru, Adipura, Adiwiyata, Laporan SLHD, serta menandatangani Nota Kesepahaman dengan berbagai pihak perusahaan yang ramah lingkungan. c. Kampanye Peduli Kali Brantas Kampanye peduli Kali Brantas dilaksanakan dalam 3 bentuk kegiatan yaitu : Kegiatan kemah hijau, Gelar seni pelajar yang diikuti pelajar SMA dan SMP se-jatim, Lomba Lukis Mural.Gubernur Jawa Timur, Dr H. Soekarwo memberikan apresiasi tinggi kepada gerakan perempuan tanam a. Suara Anak Peduli Kali Brantas, yang terdiri dari melukis mural diatas kain mural dengan tema kepedulian dan pentingnya penyelamatan kali brantas dari pencemaran. I-26

37 PENDAHULUAN [Pick the date] b. Pameran Daur Limbah serta Unjuk Karya siswa (Bernyanyi, Berpuisi dan berpidato) Sekolah Adiwiyata. c. Penyebaran angket untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kepedulian masyarakat terhadap kondisi Kali Brantas. Harapan Kampanye Peduli Kali Brantas adalah menggugah masyarakat untuk ikut peduli terhadap Kali Brantas yang sangat kita butuh kan bersama sehingga kondisi nya tidak semakin terpuruk. 4. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Peningkatan Peran Serta Masyarakat yang dimaksudkan disini adalah bentuk perencanaan sampai dengan pengambilan keputusan. Sedangkan bentuk Program Pendampingan Masyarakat dari Pemerintah yang dilakukan adalah lebih ditekankan kepada sosialisasi program, edukasi lingkungan, dan memberikan peluang dan stimulant bagi warga sekitar untuk berperan aktif, mandiri dan inovatif dalam menciptakan lingkungan yang sehat wilayah permukimannya sendiri. Prinsip Peningkatan Peran Serta Masyarakat dengan melibatkan Masyarakat adalah : - Masyarakat adalah utama - Peningkatan pengetahuan dan keikut sertaan, keterlibatan dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari ketrampilan masyarakat - Melibatkan perempuan - Meningkatkan tanggung jawab pada masyarakat I-27

38 PENDAHULUAN [Pick the date] - Mendukung masyarakat untuk mengambil keputusan Bentuk Pendampingan Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah : - Pelatihan Pengelolaan Sampah Organik (Komposting) - Pelatihan Pengelolaan dan Pemilahan Sampah dengan sistem 3 R - Sosialisasi cara pengelolaan sampah kepada warga masyarakat ditingkat Anak, Orang Tua dan Karang Taruna - Daur Ulang Pembungkus makanan dan minuman untuk kerajinan, dsb Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat di bidang lingkungan, khususnya dalam upaya pengendalian pencemaran limbah cair domestik dan sampah, di wilayah DAS Brantas (Kali Surabaya), telah diadakan pendampingan kepada masyarakat sebelum dan pasca pembangunan IPAL Komunal dan pendampingan dalam pengelolaan sampah dengan pola 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan lokasi kegiatan sebagai berikut : - Desa Kemantren Kab. Mojokerto - Desa Tawangsari Kab. Sidoarjo Dalam Pendampingan tersebut memanfaatkan tenaga Outsourcing dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) antara lain : LSM Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Corservation). LSM Tunas Hijau Juga difasilitasi / dibantu : Pembangunan rumah kompos, Gerobak sampah sampah, Komposter aerub dan Kompuster Takakura Masyarakat diajak studi banding tentang cara pengelolaan sampah benar dan bisa mempunyai nilai ekonomis - Desa Driyorejo Kec. Driyorejo Kab. Gresik - Desa Cangkir Kec. Driyorejo Kab. Gresik. - Desa Bambe Kec. Driyorejo Kab. Gresik. - Kelurahan Karah Kec. Jambangan Kota Surabaya. - Kelurahan Sawunggaling Kota Surabaya I-28

39 PENDAHULUAN [Pick the date] 5. Kerusakan Pesisir dan Pantai. Potensi ekosistem pesisir Provinsi Jawa Timur tersebar di 22 Kabupaten/Kota pesisir. Sumberdaya pesisir yang potensial berupa mangrove, terumbu karang, wisata bahari. Mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan di wilayah pesisir, mempunyai fungsi ekologis penyedia nutrient biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan biota perairan, penahan abrasi, angin dan gelombang tsunami, penyerap limbah polutan, dan pencegah intrusi air laut ke daratan. Selain itu dari sisi fungsi ekonomisnya adalah sebagai penyedia kayu, pemanfaatan daun dan biji untuk bahan baku obat-obatan, kalau tidak dikendalikan hal ini menjadi salah satu penyebab keruasakan hutan mangrove. Luas hutan mangrove kurang lebih Ha atau 6,24% luas hutan di Jawa Timur, tumbuh di kawasan pesisir dan rentan terhadap kerusakan. Hutan mangrove yang mengalami kerusakan seluas Ha; sebagai akibat adanya alih fungsi menjadi tambak, dan/atau peruntukan lain seperti industry dan pemukiman, termasuk penebangan yang dilakukan masyarakat. Dengan kondisi kerusakan yang makin parah tanpa upaya rehabilitasi, akan mempengaruhi produktifitas perikanan serta mengganggu fungsi-fungsi ekologisnya. Selanjutnya untuk Luasan terumbu karang di Jawa Timur belum diketahui Kawasan ekosistem esensial teluk Pangpang (ekosistem mangrove) I-29

40 PENDAHULUAN [Pick the date] secara pasti, namun demikian hasil pengamatan menunjukan tingkat kerusakanya mencapai 60%. Keberadaan terumbu karang memberi pengaruh terhadap system ruang dan habitat jenis ikan karang dan sebangsanya. Kerusakan disebabkan oleh dampak penangkapan ikan dengan menggunakan potassium maupun bahan peledak. Hamparan terumbu karang antar lain di sekitar Pulau Bawean Kab. Gresik, Pulau Mandangin Kab. Sampang, Kab.Probolinggo, Madura Kepulauan Kab. Sumenep, Kab. Situbondo, Kab. Banywangi, Kab. Jember, Kab. Malang, Kab. Trenggalek, dan Kab. Pacitan. Sebagian besar terumbu karang dijumpai dalam kondisi rusak, terutama disebabkan oleh aktivitas anthropogenic dengan digunakannya alat tangkap ikan yang kurang tepat, antar lain penggunaan pukat dasar. Pengaruh anthropogenic pada ekosistem terumbu karang bersifat langsung ataupun tidak langsung. Kerusakan karang akibat penggunaan alat tangkap merupakan salah satu pengaruh langsung, adapun pengaruh tidak langsung dapat disebabakan oleh penurunan kualitas air seperti kekeruhan maupun pencemaran. Menurut hasil kajian Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur tahun 2009 menunjukkan bahwa banyak dijumpai terumbu karang mati yang tertutup turf algae dan lumpur, dan tidak dijumpai adanya jenis karang bercabang baik dari family Acroporidae maupun family lainya. Karang yang dijumpai kebanyakan merupakan jenis yang tahan terhadap kekeruhan seperti jenis karang massif (seperti Favites spp, Porites sp dan Platygira sp), karang submatif (Goniopora sp, Symphillia sp), karang merayap (Leptoseris sp), mushroom coral (Heliofungia actiniformis dan Halomitra pileus). Jenis dominan adalah Goniopora sp dan berbagai jenis sponge seperti Haliclona spp, Xestospongia testudinaria, Plakortis nigra dan Gelliodes sp. Dan untuk kondisi Padang lamun Provinsi Jawa Timur menurut pendataan BPS dan DKP Jatim pada tahun 2010 seluas 1.442,59 Ha, dari luas dimaksud 805,22 Ha dalam kondisi baik, sedang : 267,19 Ha dan kondisi rusak 370,17 Ha. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 s/d 2010 rata-rata mengalami penurunan 2 Ha. Dalam setiap tahunnya. D. Permasalahan Lingkungan Perkotaan Permasalahan lingkungan yang paling utama di perkotaan adalah masalah pengelolaan sampah, banjir, emisi kendaraan bermotor, limbah cair domestik, minimnya ruang terbuka hijau (RTH), penataan ruang kota dan sebagainya. Timbulan sampah meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, I-30

41 PENDAHULUAN [Pick the date] sedangkan jenis sampah dipengaruhi gaya hidup. Jenis sampah di perkotaan mulai bergeser dari organik ke kertas dan plastik, dimana plastik memberikan tekanan tersendiri bagi lingkungan karena sulit hancur secara alami. Disisi lain kependudukan menuntut sandang pangan dan papan yang memerlukan sumber daya alam dan lahan. Perubahan Lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman menyebabkan bergesernya keseimbangan alam. Sampah dan banjir menjadi masalah perkotaan bila pengelolaannya kurang tepat dapat berakibat menurunnya derajad kesehatan masyarakat. Seperti halnya Kota Surabaya, kota terbesar sekaligus dengan jumlah penduduk tertinggi di Jawa Timur. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, dengan asumsi jumlah timbulan sampah per kapita sebesar 3 L/orang/hari, maka jumlah timbulan sampah rata-rata per hari Kota Surabaya pada tahun 2011 adalah 8.904,82 m 3. Timbulan sampah di Kota Surabaya berasal dari berbagai macam sumber dan memiliki komposisi yang bermacam-macam. Sebagian besar komposisi sampah yang berasal dari pemukiman adalah sampah rumah tangga yaitu sampah organik. Tidak semua sampah kota dapat terkelola, oleh karena itu semakin lama semakin banyak tumpukan sampah yang tercecer dan menimbulkan masalah baru. Dari jumlah timbulan sampah rata-rata per hari Kota Surabaya, hanya sebesar m 3 yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Transportasi yang digunakan dalam proses pengumpulan sampah di daerah permukiman adalah pick-up. Permukiman yang tidak dapat dilalui pick-up, menggunakan gerobak untuk mengangkut sampah di masing-masing rumah. Sampah yang telah dikumpulkan dengan pick-up atau gerobak sampah ditampung sementara di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau dibawa ke transfer depo. Dari transfer depo, sampah diangkut dengan truck sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada awal tahun 2001, terjadi masalah besar pada sektor persampahan di Kota Surabaya. Kota Surabaya yang pada awalnya memiliki 2 TPA yaitu TPA Sukolilo dengan luas 40,5 Ha dan TPA Lakarsantri dengan luas 8,5 Ha, harus menutup kedua TPA tersebut. Penutupan kedua TPA tersebut dilakukan karena adanya protes dari warga sekitar TPA akibat pencemaran dan ketidaknyamanan dengan adanya TPA tersebut. Pada saat ini, seluruh sampah dari Kota Surabaya yang dapat dikelola, dibuang ke TPA Benowo yang berada di Kecamatan Benowo. I-31

42 Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2008, luas Provinsi Jawa Timur sebesar ,00 dan terbagi atas 29 wilayah kabupaten dan 9 kota, terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah (Bakorwil), 29 kabupaten, 9 kota, dan 640 kecamatan dengan desa/kelurahan. Uraian terinci lihat Tabel 2.1 dan Peta 1.2 batas administratif wilayah Propinsi Jawa Timur. Dalam konstelasi wilayah yang lebih besar, propinsi Jawa Timur terletak di wilayah Timur pulau Jawa. Batas wilayah propinsi Jawa Timur di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa. Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali, selatan berbatasan dengan Tabel 2.1. Pembagian Administrasi Propinsi Jawa Timur No Kab./Kota Luas Wilayah Kec Desa/ Kel Kab/Kota Luas Wilayah Kec Desa/ Kel Kota 1 Surabaya , Ponorogo , Mojokerto 1.668, Madiun , Madiun 3.438, Trenggalek , Kediri 6.426, Tulungagung , Blitar 3.302, Nganjuk , Malang , Kediri , Pasuruan 3.707, Blitar , Probolinggo 5.282, Malang , Batu , Pasuruan , Kabupaten 29 Probolinggo , Gresik , Lumajang , Sidoarjo , Jember , Mojokerto , Bondowoso , Jombang , Situbondo , Lamongan , Banyuwangi , Tuban , Bangkalan , Bojonegoro , Sampang , Pacitan , Pamekasan , Magetan , Sumenep , Ngawi , JUMLAH , Sumber data : BPN Jatim, dan Hasil Olahan Tim SLHD, 2011 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 1

43 perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan tingkat kemiringan tanah di Jawa Timur terdapat enam klasifikasi kemiringan tanah, yaitu lereng 0-2%, lereng 2-15%, lereng 15-40% dan lereng di atas 40%. Tingkat kemiringan di wilayah Provinsi Jawa Timur yang terbesar adalah tingkat kemiringan 0-2% yaitu menempati wilayah seluas ,81 Ha (35,7 %), sedangkan tingkat kemiringan 15-40%, menempati wilayah paling kecil yaitu seluas ,29 Ha (14,06), serta kemiringannya > 40 %, seluas ,39 Ha (20,47 %). Wilayah dengan tingkat kemiringan 0-2% yang terbesar berada pada Kabupaten Banyuwangi seluas ,56 Ha. Untuk wilayah dengan tingkat kemiringan tanah 2-15 % yang terbesar berada pada Kabupaten Malang seluas ,57 Ha. Wilayah dengan tingkat kemiringan % yang terbesar berada pada Kabupaten Malang seluas ,41 Ha. Untuk wilayah dengan tingkat kemiringan > 40 % yang terbesar berada pada Kabupaten Lumajang seluas ,46 Ha dan Kabupaten Jember seluas ,32 Ha. Selanjutnya berdasarkan perhitungan peta digital Bakosurtanal, Wilayah Jawa Timur mempunyai seluas 4,800, Ha, sedangkan hasil perhitungan peta digital penggunaan tanah Provinsi Jawa Timur tahun 2011 yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur, adalah ,3348 Km 2 atau ,48 Hektar. Adanya perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya pulau-pulau kecil maupun adanya kegiatan pembangunan pelabuhan yang menjorok ke laut. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 2

44 2.1. LAHAN DAN HUTAN Penggunaan Tanah Pola penggunaan tanah wilayah Provinsi Jawa Timur terdiri atas 2 kawasan yaitu kawasan budidaya dan kawasan Lindung, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2004 bahwa : Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Di Kawasan Lindung atau Kawasan Budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam RTRW. Pada tahun 2011 luas wilayah penggunaan tanah Ha yang meliputi areal seluas ,85 Ha (77,95 %) untuk kawasan budidaya dan seluas ,15 Ha (22,05 %) untuk kawasan non budidaya/lindung. Kawasan tersebut meliputi lima kelompok penggunaan tanah (Gambar 2.2), yaitu : 1. Kawasan Budidaya : a. Non Pertanian Merupakan lahan yang digunakan untuk segala jenis bangunan, termasuk daerah sekitar yang dalam penggunaan sehari-hari berkaitan dengan keperluan pemukiman seperti rumah mukim, industri, daerah daerah perdagangan, daerah perkantoran, daerah rekreasi, dan lain sebagainya. Terdapat secara mengelompok Grafik 2.2 Penggunaan Tanah/Tutupan Lahan Jawa Timur Tahun ,25% 13,47% 22,05% 7,62% 24,22% Non Pertanian Pertanian Sawah 23,39% lahan kering perkebunan Hutan di sekitar / menyesuaikan arah aliran sungai, pola jalan, dan kawasan-kawasan yang berpotensi untuk dapat berkembang. Luasan keseluruhan kurang lebih 643, Ha (13.47 %) Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 3

45 Penggunaan tanah non pertanian terluas terdapat di Kabupaten Jember yaitu ,87 Ha dan yang terkecil terdapat di Kota Mojokerto seluas 832,09 Ha. Lahan ini merupakan lahan yang tergolong sangat baik/subur dan permukaan datar dengan lereng tanah berkisar antara (0-2%) sampai dengan (2 8%). Sifat tanah tidak peka terhadap erosi, tekstur lempung pasiran dan mudah diolah. Permeabilitas tanah sedang, drainase baik sampai dengan sedang, terdapat genangan-genangan bersifat sementara. b. Persawahan Secara umum lahan persawahan di Provinsi Jawa Timur dapat ditanami padi 2x satu tahun dengan luas kurang lebih 1,118, Ha (23.39 %), Persawahan tersebar terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota. Persawahan terluas terdapat di Kabupaten Banyuwangi seluas ,27 Ha. Lahan ini merupakan lahan yang tergolong sangat baik/subur dengan permukaan rata-rata datar dengan lereng tanah 0-8 persen. Tanah tidak peka terhadap erosi, tekstur lempung dan mudah diolah. Permeabilitas tanah sedang dengan drainase umumnya baik sampai sedang terdapat genangan-genangan kecil bersifat sementara dan setempat. c. Lahan Kering Tegalan adalah pertanian kering semusim yang tidak pernah diairi dan ditanami dengan jenis tanaman umur pendek saja, tanaman keras yang mungkin ada hanya pada pematangpematang. Di Provinsi Jawa Timur, tanah tegalan mempunyai luasan kurang lebih 1,157, Ha (24.22 %). Luas tegalan terbesar terletak di Kabupaten Malang seluas ,42 Ha. Umumnya menempati kemiringan tanah (lereng 8-25%). Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 4

46 d. Perkebunan Perkebunan adalah usaha pertanian dengan komoditas tanaman keras/tahunan, pada umumnya dilakukan oleh perusahan/badan hukum maupun perorangan. Di Provinsi Jawa Timur, Perkebunan mempunyai luasan kurang lebih ,29 Ha (7,62 %), Luas Perkebunan terbesar terletak di Kabupaten Banyuwangi seluas ,23 Ha. Umumnya menempati kemiringan tanah bervariasai dari (lereng 8-45% dan lebih dari 45 %). e. Lainnya Penggunaan tanah lainnya adalah merupakan teori sisa dari seluruh penggunaan tanah yang ada di Provinsi Jawa Timur, terdiri dari berbagai macam penggunaan tanah terdiri dari sungai, jalan, danau/waduk/rawa, tanah tandus, tanah rusak, dimungkinkan juga merupakan daerah pertambangan, padang, tanah terbuka, tanah terlantar, kawasan wisata dan lain-lain. Di Provinsi Jawa Timur menempati areal seluas ,43 Ha (9,25 %), Penggunaan tanah lain-lain ini mempunyai manfaat yang besar dan penting dalam pengaturan tata air, pencegah erosi, iklim, keindahan dan kepentingan strategis. 2. Kawasan Lindung/Non Budidaya : Hutan adalah suatu lapangan yang ditumbuhi pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Di Provinsi Jawa Timur, hutan menempati areal seluas ,15 ha (22,05 %), dari luas hutan dimaksud terluas berada di Kabupaten Banyuwangi seluas ,69 Ha. Penggunaan tanah hutan sebagian Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 5

47 Luas (Ha) besar selatan. menempati sebagian daerah bagian utara, barat dan bagian Sedangkan menurut Luas Kawasan Lindung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Tutupan Lahannya menunjukkan bahwa kawasan lindung mempunyai luas sebesar ,00 hektar dengan rincian K. Hutan Lindung hektar, K. Perlindungan setempat ha dan Kawasan Suaka Pelestarian Alam, Alam dan Cagar Budaya seluas ,00. Gambar 2.3 Kondisi Eksisting Tata Guna Lahan Jatim Tahun 2011 Industri; 7.404,00 Perikanan; ,00 Perkebunan; ,00 Pemukiman; ,00 P.L.Kering; ,00 H.Lindung; ,00 P.L. Basah; ,00 H.Produksi; ,00 Rawa/Danau/ Waduk; ,00 Suaka/P.Alam; ,00 H. Rakyat; ,00 Dari kondisi dimaksud berdasarkan kesepakatan Tim SLHD Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 bahwa tutupan lahan bervegetasi sebesar 90%, area tutupan lahan sebesar 1.8%, tanah terbuka sebesar 6,8% dan untuk badan air seluas 0,52%. Namun demikian, sebagaimana laporan Rancangan Peraturan Gambar 2.4 Perubahan Penggunaan Tanah di Jatim Tahun 2007 s/d , , ,00 0,00 Penggunaan Lahan Daerah RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 tata guna lahan yang berfungsi sebagai hutan yaitu hutan lindung, hutan produksi, hutan rakyat dan kawasan suaka Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 6

48 margasatwa/pelestarian alam seluas Ha, 36,3% dari luas administrasi Provinsi Jawa Timur, hal ini secara jelas dapat digambarkan dengan Gambar 2.3. Disamping itu Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur melaporkan bahwa luas wilayah menurut penggunaan tanah di Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2007 ke 2010, terjadi perubahan/penambahan penggunaan tanah pada kawasan budidaya sebesar ,20 Ha (0,60 % dari seluruh wilayah Jawa Timur) atau terjadi pengurangan kawasan Non Budidaya. Secara terinci pada dijelaskan pada gambar 2.4. yaitu adanya perubahan yang meliputi penambahan penggunaan tanah non pertanian sebesar 14, Ha atau 0,31 % dari seluruh wilayah Jawa Timur yaitu digunakan untuk tanah permukiman, industri dan lain-lain. Pengurangannya terjadi pada tanah pertanian sawah yaitu sebesar 0,16% dan perkebunan sebesar 0,33%, yang berakibat pada bertambahnya penggunaan tanah pertanian lahan kering sebesar 0,42 % dan lainnya sebesar 0,38% serta terjadi pengurangan kawasan Lindung/non budidaya sebesar 0,59% atau berkurang ,2 Ha Lahan Pertanian Karakteristik Ekosistem Lahan Pertanian berdasarkan kondisi geofisik dan alamiahnya, dapat dibagi menjadi empat sub-wilayah, yaitu: a. Wilayah dataran tinggi bagian tengah yang dikategorikan sebagai daerah subur dan sudah berkembang, mulai dari Ngawi hingga Banyuwangi. b. Wilayah dataran rendah bagian utara yang dikategorikan sebagai daerah yang memiliki kesuburan medium dan sedang berkembang, mulai dari Bojonegoro, Gresik hingga Madura. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 7

49 c. Wilayah pegunungan kapur bagian selatan yang dikategorikan sebagai daerah kurang subur dan baru mulai berkembang, mulai dari Pacitan hingga Malang bagian selatan. d. Pulau-pulau terpencil yang belum berkembang, terletak di Kabupaten Sumenep, Sampang, Gresik, Probolinggo, Jember dan Malang. 3 kali : % Pembagian wilayah tersebut di atas mengisyaratkan adanya potensi ekosistem lahan yang berbeda-beda dan menghendaki upaya pengelolaan yang berbeda pula. Konsepsi-konsepsi tentang ekosistem lahan dan pengelolaannya, mengisyaratkan bahwa lahan di suatu wilayah Gambar 2.5 Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman Prov. Jawa Timur Tahun kali : % 1 kali : % merupakan suatu sistem yang kompleks terdiri atas berbagai komponen yang saling berinteraksi membentuk suatu struktur yang mantap dan perilakunya menghasilkan keluaran-keluaran yang tertentu. Demikian juga upaya pengelolaannya melibatkan berbagai aktivitas menejerial yang biasanya mempunyai horison waktu panjang ( tahun), terutama kalau melibatkan nilai investasi yang besar. Gambar 2.5. yang dirilis oleh Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur bahwa penggunaan lahan sawah di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 seluas Ha, dengan total produksi yang dihasilkan sebesar Ku, atas frekuensi penanaman terbesar sebanyak 2 kali, dimana produksi terbesar berada di Kab. Bojonegoro sebesar Ku. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 8

50 Jenis produksi Tanaman Palawija di Jawa Timur sebanyak Gambar 2.6. Produksi Palawija di Jatim Tahun diuraikan pada Gambar Ton atau mengalami kenaikan sebanyak Ton (5,11%) dengan tahun 2010, Jenis Palawija Padi masih yang terbesar yaitu : (54%), yang Dan untuk lahan perkebunan di Jawa Timur pada tahun 2011 seluas Ha, tahun 2010 seluas Ha. Atau mengalami kenaikan seluas Ha. Dari luas lahan perkebunan dimaksud sebagian besar dikuasai oleh masyarakat yaitu sebesar 86,69% dan negara hanya menguasai 13,31%. Kapasitas Produksi pada tahun yang sama yaitu sebesar Ton, dengan rincian Ton Perkebunan Negara dan 1.356,857 Ton Perkebunan Rakyat. Lebih lengkap lihat Tabel 2.2. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 9

51 Tabel 2.2 Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Besar dan Rakyat menurut Jenis Tanaman Provinsi Jawa Timur Tahun No. Tahun 2010 Tahun 2011 Jenis Tanaman Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Besar Rakyat Besar Rakyat Besar Rakyat Besar Rakyat 1. Karet Kelapa Kelapa sawit Kopi Kakoa Teh Cengkeh Tebu Tembakau Kapas Jarak Kapuk Randu Kina Jambu mete Pala Kayu manis JUMLAH JUMLAH TOTAL Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur Hutan Gambar 2.7 Luas Kawasan Hutan Menurut ungsi/statusnya Provinsi Jawa Timur ,0 2 ; 60% ,5 0 ; 17% ,3 0 ; 23% Hutan Konservasi Hutan Lindung Hutan Produksi Berdasarkan penetapan SK Menteri Kehutanan No 417/Kpts II/1999 tanggal 15 Juni 1999, menetapkan bahwa luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya di Jawa Timur adalah ,82 Ha atau + 28,54 % dari luas daratan Propinsi Jawa Timur, yang terbagi berdasarkan fungsinya sebagaimana Gambar 2.7, dimana Kawasan Hutan Konservasi, terurai : Cagar Alam seluas : ,90 ha Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 10

52 Suaka Margasatwa seluas : ,60 ha Taman Wisata Alam seluas : 297,50 ha Taman Nasional seluas : ,20 ha Taman Hutan Raya seluas : ,30 ha Sedangkan kalau dilihat dari pengelolanya, Hutan di Jawa Timur 82,86% dikuasai oleh Perhutani Unit II Jatim, 59,8% Hutan Produksi dan 23,07% Hutan Lindung. Sisa dari hutan dimaksud dikuasai oleh Balai atau instansi Pusat seluas 15,09%, sedangkan Pemerintahan Provinsi Jawa Timur hanya menguasai 2,04% yaitu Tahura R. Soerjo (Dishut Jatim), yang tergambar secara lengkap pada gambar 2.8. Kawasan hutan negara di Provinsi Jawa Timur tersebar berada dalam bebarapa daerah aliran sungai (DAS). Pengelolaan DAS ini ditangani oleh Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) yaitu BPDAS Brantas, BPDAS Sampeyan dan BPDAS Solo. Keberadaan kawasan hutan yang berada di hulu DAS mencapai 59,60 %, di tengah DAS 24,06 % dan di hilir DAS 16,34 %. Kondisi ini mengindikasikan bahwa hutan negara yang ada di Provinsi Jawa Timur sebagian besar berada pada hulu DAS yang perlu mendapatkan perhatian lebih karena posisinya tersebut. Kawasan hutan yang berada di hulu DAS mengindikasikan bahwa kondisi kawasan tersebut akan banyak mempengaruhi keadaan pada daerah tengah dan hilir DAS. Gambar 2.8. Luas Kawasan Hutan di Jatim (Pengelolaan) Tahun % 3% 4% 2% 4% 2% 83% Perhutani II Jatim Balai TN BTS Balai TN Baluran Balai TN Alas Purwo Balai TN Meru Betiri BBKSDA Jatim Dishut Jatim Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 11

53 ,32; 24,06% Memperhatikan Gambar 2.9 terlihat bahwa semua kawasan hutan sebagian besar proporsi luasnya berada di hulu DAS. Kawasan hutan konservasi yang berada di hulu DAS mencapai 50 %, kawasan hutan lindung yang berada di hulu DAS mencapai 74%, dan kawasan hutan produksi yang berada di hulu DAS mencapai proporsi 57%. Gambar 2.9 Posisi Kawasan Hutan Negara Dalam Perspektif DAS ,37; 59,60% Hilir Hulu Tengah ,61; 16,34% Luas Hutan Berdasarkan Penutupan/Penggunaan Lahan Laporan Menuju Indonesia Hijau (MIH) 2011 luas hutan menurut kenampakan yang ada di permukaan bumi/vegetasi (penutupan lahan /land cover) menyebutkan bahwa hutan primer di Jawa Timur tinggal hektar, sedangkan total penutupan lahan pada hutan primer dan sekunder hanya mencapai hektar atau 14 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Jawa Timur, sehingga lebih rendah dari yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) minimal 30 persen harus berupa hutan dan pada daerah perkotaan 30 persennya berupa Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sedangkan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2009 dan 2010 menurun rata-rata sebesar 0,67%. Berdasarkan hal tersebut, ternyata kegiatan manusia pada obyek (penggunaan Lahan/land use) hutan di Jawa Timur pada tahun 2011 lebih besar bila disejajarkan dengan penutupannya yaitu seluas 1,053, ha atau % dari wilayah Jatim (BPN Jatim, 2011). Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 12

54 hektar Luas Hutan Tanaman Industri Luas Hutan Tanaman Industri di Jawa Timur yang dikuasai oleh perhutani Unit II Jawa Timur menggambarkan bahwa pada tahun 2011 Gambar 2.10 Luas Hutan Tanaman Industri di Jatim Tahun , , , , , ,00 - Tahun 2010 Tahun 2011 hektar seluas ,35 atau berkurang sebesar ,66 hektar, dimana posisi tahun 2010 seluas ,01 hektar. Dari luasan dimaksud 71,6% ( ,79 hektar) ditanami jati, selanjutnya Pinus sebesar 21,38% ( ,5 hektar). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar Hutan Rakyat Untuk memenuhi kecukupan 30% tutupan lahan berupa hutan dapat diperoleh dari luas kawasan hutan negara dan hutan rakyat. Keberadaan hutan rakyat di Provinsi Jawa Timur berkembang dengan semakin tingginya permintaan kayu rakyat. Luas indikasi hutan rakyat di Provinsi Jawa Timur berdasarkan penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ liputan tahun 2006/2008 seluas ,68 ha sebagaimana hasil analisa BPKH Wilayah XI Jawa-Madura, sedangkan menurut laporan BAPPEPROV Jawa Timur tahun 2011, menunjukkan luas hutan rakyat adalah Ha atau mengalami penurunan sebesar + 31%. Hutan rakyat terluas berada di Kabupaten Pacitan seluas ,56 ha, disusul Kabupaten Banyuwangi ,84 ha, dan Kabupaten Jember ,26 ha. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 13

55 Konversi (Alih fungsi) Lahan dan Hutan Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat mengakibatkan kebutuhan akan lahan yang semakin meningkat, pertumbuhan yang sangat pesat tersebut merupakan ancaman terhadap lingkungan hidup, akibat peningkatan kebutuhan lahan yang memang sulit untuk dihindarkan. Selama ini pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan kegiatan pembangunan telah mengakibatkan rusaknya sumber daya alam, antara lain berkurangnya luas hutan, hilangnya habitat alami, menurunnya produktivitas lahan pertanian, pencemaran dan erosi tanah, punahnya beberapa spesies langka, bertambahnya lahan kritis, dan berkurangnya debit air tanah. Dengan kata lain, akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat, maka tekanan penduduk terhadap lahan pertanian dan hutan juga semakin meningkat sehingga mengakibatkan perubahan alih fungsi lahan. Akibat perubahan tataguna lahan tersebut adalah terjadinya degradasi lahan dalam bentuk lahan kritis sebesar 56,3% dari luas wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur. Masalah lainnya adalah alih fungsi besar-besaran dari lahan pertanian sawah irigasi teknis menjadi kawasan perindustrian dan pemukiman. Hal ini dapat dilihat pada trend perubahan penggunaan sawah sejak tahun 2005 sampai dengan 2009, rata-rata perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman/bangunan sebesar 794,6 atau terjadi perubahan dalam tiap tahunnya sebesar 40%, berubah menjadi lahan perindustrian sebesar 469,3 atau 23,7%. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.3. Bilamana ditinjau dari Kabupaten/Kota di Jawa Timur, tingkat perubahan lahan pertanian terbesar berada di Kabupaten Sidoarjo yaitu seluas 166,6 Ha atau kondisi lahan pertanian yang sebelumnya ,8 Ha menjadi , 2 Ha. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 14

56 Berubah menjadi Tabel 2.3 Perubahan Sawah Menjadi Non Sawah Provinsi Jatim 2005 s/d 2009 Perubahan Sawah menjadi non sawah 5 thn (ha) % Bangunan 1.560,8 348, ,5 406,5 135,5 794,6 40,2 Industri 529,5 797,5 325,0 620,6 74,1 469,3 23,7 Prasarana 106,7 50,2 297,1 14,1 3,4 94,3 4,8 Lahan kering 382,9 148,0 122,0 18,0 41,0 142,4 7,2 Perkebunan 264,7 54,7 66,7 14,7 0,0 80,2 4,1 Tambak 75,0 100, ,2 0,5 0,3 274,6 13,9 Lain-lain 253,3 59,0 295,5-7,7 123,1 6,2 Jumlah 3.172, , , ,3 262, ,4 100,0 Sumber Data : Dinas Pertanian Jatim, 2010 Hal lain, alih fungsi lahan dan hutan adalah Aktifitas penggunaan kawasan hutan atau lazim disebut pinjam pakai kawasan hutan dan tukar menukar kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur cukup tinggi. Kegiatan pinjam pakai kawasan hutan telah diatur dengan Peraturan Menteri Kehutanan No. 43/Menhut-II/2008 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, sedangkan kegiatan Tukar Menukar Kawasan Hutan diatur dengan Permenhut No. P.16/Menhut-II/2009 Tentang Perubahaan Kelima Atas Keputusan Menteri Kehutanan N0.292/Kpts-II/1995 tentang Tukar Menukar Kawasan hutan. Kegiatan tukar menukar kawasan hutan di Jawa Timur sampai dengan tahun Tahun 2010 tercatat sebanyak 5.392,30 Ha (0,40%) dari total luas kawasan hutan Jawa Timur 4.000, , , ,00 Gambar 2.11 Tukar Menukar Kawasan Hutan di Jatim Tahun Tukar Menukar PP tanpa Kompensasi dengan jumlah pemohon 14 lembaga. Sampai Tahun 2011 kawasan hutan kegiatan non kehutanan dengan skema pinjam pakai kawasan hutan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 15

57 mencapai luasan Ha atau terjadi penurunan sebesar 618 Ha bila dibandingkan dengan tahun Penggunaan kawasan hutan dengan skema pinjam pakai ini sebagian besar untuk kegiatan pemukiman dan perkebunan, secara lengkap dapat dilihat pada Gambar Namun demikian, laporan Potret Hutan Jawa Timur menunjukkan bahwa dari sekian banyak penggunaan lahan dan tukar menukar kawasan hutan belum semua prosedur tuntas dijalankan. Diperlukan koordinasi pihak-pihak terkait utuk menyelesaikan segala permasalahan baik dari pihak pemohon maupun pihak pemberi ijin Kerusakan Lahan dan Hutan Lahan Kritis Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan retensi Berdasarkan karbon. kondisi vegetasi, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai sangat kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi normal. BP Das Brantas Provinsi Potensial Kritis 47,21% Gambar 2.12 Luas Lahan Kritis Di dalam dan Di luar Kawasan Hutan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 Sangat Kritis 0,03 Jawa Timur Tahun 2011 melaporkan luas lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan pada tahun 2011 yaitu sebesar ,8 Ha, dengan rincian sangat kritis = ,1 Ha, Kritis = ,85 Ha, Agak Kritis = ,34 Ha dan Potensial Kritis = ,49 Ha. Jumlah besaran Kritis 19% Agak Kritis 31% Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 16

58 lahan kritis tersebut merupakan 56,3% dari luas wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur, seperti terlihat pada Gambar Selanjutnya sebagaimana laporan Potret Hutan di Jawa Timur Gambar Luas Lahan Kritis Jawa Timur Tahun , , ,00 0,00 S. Kritis Kritis A. Kritis P. Kritis Tahun 2008 yang dirilis oleh BPKH Wilayah XI Jawa- Madura, tergambar bahwa Luas lahan kritis (di dalam maupun di luar kawasan hutan) di Provinsi Jawa Timur meliputi : kriteria sangat kritis ,76 ha, kritis mencapai ,07 ha, agak kritis seluas ,96 ha dan potensial kritis seluas ,38 ha, dengan total luas lahan kritis seluas ,17 Ha (gambar 2.13). Bila dibandingkan dengan tahun 2011 luas lahan sangat kritis dan agak kritis mengalami penurunan 59,68% ( ,66 ha) dan 0,8% ( ,62), sedangkan criteria kritis dan potensial kritis terjadi penam- bahan 43,52% ( ,78 ha) dan 92,88% ( ,11 ha) atau secara keseluruhan luas lahan kritis di Jawa Timur mengalami penambahan sebesar 30,49% ( ,61 ha), Bilamana dilihat menurut Daerah Aliran Sungai, Das Pekalen Sampeyan mempunyai tingkat kekritisan yang terbesar yaitu seluas ,8 Ha, selanjutnya DAS Solo = ,4 Ha dan terakhir DAS Brantas serta Madura = ,7 Ha. Sedangkan untuk tingkat kekritisan Lahan menurut Kabupaten/Kota, terbesar berada di Kab. Banyuwangi yaitu seluas = ,23 Ha yang dilalui oleh DAS Pekalen Sampeyan, untuk di DAS Solo terbesar berada di Kab. Bojonegoro = ,08 Ha, Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 17

59 serta yang terakhir di Das Brantas yang mempunyai tingkat kekritisan terbesar berada di Kab. Trenggalek = ,1 Ha. Disamping itu, Data Perum Perhutani menyebutkan, bahwa 80 persen lebih hutan di Pulau Jawa adalah hutan produksi miskin riap jenis (monokultur), didominasi oleh jati 72 persen dan pinus 21,4 persen, sisanya ditanami sengon, damar dan lain-lain Kerusakan Hutan Secara umum para ahli kehutanan di dalam negeri dan di luar negeri menganggap bahwa kondisi kehutanan di Indonesia, termasuk di Jawa pada akhir-akhir tahun 2001 yang cukup serius. Luas hutan telah menurun secara drastis sebagai akibat penebangan yang tidak terkendali termasuk penebangan tanpa ijin, perambahan, penanaman hutan yang tidak berjalan dan lain-lain yang secara keseluruhan disinyalir merupakan ancaman terhadap kelestarian hutan. Menurut para ahli, timbulnya kejadian-kejadian tersebut tidak dapat dipisahkan dari kejadian-kejadian yang terjadi dikawasan Indonesia lainnya. Disebut-senut bahwa kejadian tersebut telah timbul karena (i) menurunnya kesadaran hukum kesadaran masyarakat, (ii) adanya kesimpangsiuran dan tumpang tindih peraturan-peraturan dan perundangundangan yang mengatur sistem pengurusan hutan, (iii) kurangnya pasokan bahan baku industri kayu hulu, (vi) belum tuntasnya pengaturan pelaksanaan Otonomi Daerah. Para ahli banyak yang mengemukakan pendapat bahwa keadaan tersebut terjadi karena : 1. Pengelolaan hutan yang tidak dapat dilaksanakan secara maksimal, termasuk pengawasannya karena masih ada peraturan-peraturan yang Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 18

60 tumpang tindih yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 2. Kebutuhan kayu yang tidak dapat dipenuhi, sedang kebutuhan terus meningkat. Kekurangan bahan baku industri kayu yang sangat besar yang telah mendorong timbulnya penebangan hutan tanpa ijin melalui perambahan hutan termasuk Hutan Lindung dan Hutan Suaka Alam. 3. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh beberapa unsur masyarakat yang mencari jalan pintas untuk mendapatkan tambahan pendapatan melalui perambahan hutan, penebangan liar, penyelundupan kayu ke luar negeri dan lain-lain. 4. Kondisi peralihan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang di bidang Kehutanan yang ternyata belum disiapkan secara menyeluruh. Ancaman terhadap keberadaan dan keselamatan Hutan Negara, baik Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi terus meningkat. Sampai dengan tahun 2010 kondisi hutan di Jawa Timur mengalami pengurangan seluas ,20 Ha, disamping itu Dinas kehutanan Jatim melaporkan pada tahun 2011 bahwa kerusakan hutan seluas 2.429,86 Ha (gambar 2.14), dimana penyebab terbesar terjadi pada kebakaran hutan seluas Gambar 2.14 Luas (Ha) Kerusakan Hutan Jatim Tahun ,56% Kebakaran Hutan Ladang Berpindah Penebangan Liar Perambahan Hutan Pencurian Pohon Bibrikan Penggembalaan Liar Bencana Alam 2.346,35 Ha. Bila dibandingkan dengan tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 629,86% (Gambar 2.15 Luas kerusakan hutan di Jatim tahun ). Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 19

61 Disamping itu keberadaan tanah kosong di hutan di Jawa Timur,dan terlah dirambah banyak telah berubah menjadi kawasan pemukiman, pertanian dan lain-lain. Karena itu, upaya-upaya penghutanan kembali, terutama di kawasan-kawasan yang telah diduduki masyarakat tidak dapat menjadi lancar. Karenanya tingkat gangguan keamanan hutan mengalami fluktuatif (naik-turun) pada tahun 2009 nilai kerugiannya sebesar , tahun 2010 Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya Th dan 2.500,00 pada tahun , ,00 mengalami 1.000, kenaikan sebesar 500, Untuk itu saat ini Masyarakat mulai mengkhawtirkan akan terganggunya kondisi tata air yang dapat menjamin ketersediaan air secara cukup, merata dan berkesinambungan. Kesadaran masyarakat telah meningkat yang mengharapkan dan merasa perlu adanya peningkatan perlindungan terhadap bahaya banjir, erosi, abrasi dan bahaya-bahaya lain yang mengancam. Menurut data hasil penelitin Puslitbang Pengairan Departemen Pengerjaan Umum, pada tahun 2000 diperkirakan Indonesia juag menghadapi defisit ketersediaan air dibandingkan dengan kebutuhannya, terutama dibulan-bulan kering. Secara khusus, kemungkinan kekurangan air tersebut dikaitkan dengan peranan kawasan-kawasan hutan yang berfungsi konservasi belum berfungsi sepenuhnya. Kondisi kurangnya peran hutan terkait dengan luas hutan yang tersedia. Masyarakat sudah menyadari dan mendambakan terciptanya lingkungan yang nyaman dan aman. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 20

62 2.2. KEANEKARAGAMAN HAYATI Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah keanekaragaman organisme yang hidup di berbagai kawasan baik di daratan, lautan, dan ekosistem perairan lainnya. Didalamnya terdapat berbagai keanekaragaman dalam satu spesies, antar spesies, dan keanekaragaman ekosistem/ kawasan. Manfaat keanekaragaman hayati adalah untuk menjaga pelestarian fungsi dan tata air, tata udara, tata guna tanah, juga sangat strategis bagi pengembangan pertanian, yakni untuk pangan, sandang, papan, obatobatan, dan energi biomassa secara berelanjutan, selain sebagai potensi ekowisata. No. Golongan Tabel 2.4. Jumlah Spesies yang Diketahui dan Dilindungi Provinsi Jawa Timur Tahun Jumlah spesies diketahui Jumlah spesies dilindungi Jumlah spesies diketahui Jumlah spesies dilindungi 1 Mamalia Aves Reptil Pisces Insekta Tumbuh-tumbuhan Jumlah Sumber : BBKSDA Jawa Timur, 2011 Jumlah spesies diketahui pada tahun 2011 di Jawa timur 873 species, dari jumlah dimaksud dilindungi sebanyak 142 species. dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 2010 jumlah species yang diketahui meningkat 240%, trend peningkatan tersebut terbanyak pada species insekta yaitu sebesar 1660% yang dilanjutkan oleh mamalia sebesar 479%. Golongan burung juga meningkat dari 102 spesies pada tahun 2010 menjadi 211 (107%) spesies pada tahun Peningkatan Bila Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 21

63 jumlah hewan menyusui dan burung didukung oleh identifikasi spesies baik di dalam maupun diluar kawasan, selain beberapa jenis yang mulai ditangkarkan di Jawa Timur. Selanjutnya, golongan reptil meningkat dari 24 spesies menjadi 57 (138%) spesies. Pada tahun 2010, ketiga reptil yang ditemukan merupakan penyu hijau, penyu sisik dan ular sanca bodo. Penyu hijau ditangkarkan di Ngagelan, Taman Nasional Alas Purwo dan di Sukomade, Taman Nasional Meru Betiri. Spesies ikan yang diketahui pada tahun sebanyak 102 serta dilindungi sebanyak 2 jenis, dari jenis dimaksud pada diantaranya adalah Belida Jawa (Nothopterus spp.), keberadaan spesies ini diketahui dari penggagalan pengiriman spesies ini dari Tulungagung ke Gorontalo. Spesies keong yang diketahui keseluruhan mempunyai habitat ekosistem terumbu karang. Peningkatan jumlah spesies didukung oleh identifikasi di lapangan maupun penggagalan penyelundupan dan ketidaklengkapan dokumen pengiriman baik ke dalam maupun keluar negeri. Golongan serangga meningkat menjadi 88 spesies pada tahun 2011, dimana terjadi pening yang keseluruhan spesies tidak ditemukan pada tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah spesies serangga didukung adanya penangkaran ke- 15 jenis kupu-kupu yang dilindungi pada tahun Keanekaragaman hayati merupakan salah satu indikator kelestarian lingkungan, karena dapat menggambarkan berfungsinya sistem ekologi pada sebuah ekosistem. Jumlah spesies yang diketahui dan dilindungi di wilayah Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2.4. Beberapa spesies yang dalam status terancam adalah Elang Laut, Elang Bodo, Madu Sriganti, Perkutut, Jalak Putih (Burung); Tupai, Kalong, Lutung, Kucing Hutan, Macan Tutul, Trenggiling (Hewan Menyususi); Ular Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 22

64 Sowo, Biawak (Reptilia); Katak Kebun, Katak Sawah (Amphibia) (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur, 2009). Kotak 1 SILI Macronathus aculeatus Ikan sili masuk dalam kategori langka karena hanya ditemukan satu ekor di daerah Minggiran Kediri. Di daerah hilir perairan Kali Surabaya ikan jenis ini sudah tidak lagi dijumpai. Memiliki garis titik-titik dari atas mata hingga pangkal ekor, ekor memiliki corak kuning garis dipadu dengan titik, Sepanjang bagian bawah sirip punggung terdapat corak bulatan sebanyak 4 buah. Moncong berdaging membesar. Warnanya degradasi warna dari coklat tua pada punggung hingga kuning gading pada bagian perut, bentuk perut mencembung. Terdapat bercak /titik pada bagian sirip ekor, dan bentuk garis antara pangkal ekor dan sirip ekor. Sili merupakan ikan yang berasal dari famili Mastacembellidae dan kelas Actinopterygii. Ikan ini hanya ditemukan di 1 stasiun yaitu T1 dan hanya berjumlah 1 ekor. Sili yang tertangkap memiliki panjang 33,5 cm dan berat 190 gram. Panjang sili yang tercatat dalam Aquatic community (2011) adalah sepanjang 40 cm. Ikan ini biasanya ditemukan pada sungai sungai yang berukuran sedang hingga besar (Fishbase,2009). Ikan ini membutuhkan tempat untuk bersembunyi dan menyergap mangsanya. Sili kadang kadang membenamkan dirinya ke dalam pasir dan menunggu untuk menyergap mangsanya yang berupa ikan kecil (Aquatic community, 2011). Substrat sungai pada T1 yang didominasi oleh padas berpasir memberikan perlindungan dan tempat yang tepat untuk sili mencari makanan. Makanan ikan ini adalah makroinertebrata dan ikan kecil dan sili merupakan predator yang menyergap mangsanya (Aquatic community,2011). Berdasarkan hasil wawancara dengan para pemancing, mereka biasanya menggunakan umpan berupa udang untuk mendapatkan sili. Suhu air yang diperlukan atau ideal bagi sili berkisar antara C berdasarkan Aquatic community (2011) dan suhu air di T1 adalah 27,14 C sehingga memenuhi kebutuhan suhu air yang ideal untuk ikan ini. Ikan ini diduga terbatas populasinya dan hanya ditemukan 1 ekor disebabkan karena substrat yang kurang sesuai untuk pemijahan. Berdasarkan Aquatic community (2011), perilaku pemijahan pada sili adalah pejantan akan memaksa betina untuk meletakkan telur pada substrat yang kemudian akan dibuahi oleh pejantan. Dengan kecepatan arus yang cukup deras (60,9 cm/detik) menyulitkan bagi betina untuk meletakkan telurnya pada substrat, belum lagi gangguan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir yang dilakukan. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 23

65 Pengelolaan Keanekaragaman Hayati di Jawa Timur Pengelolaan keanekaragaman hayati di Jawa Timur melalui kawasan lindung salah satunya melalui Taman Nasional yang melaksanakan konservasi keanekaragaman hayati secara in-situ. Terdapat 4 Taman Nasional di Jawa Timur antara lain : Ayam Hutan a. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 24

66 Taman Nasional ini terletak di 4 kabupaten yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Lumajang. Disini terdapat flora fauna antara lain macan tutul (Panthera pardus), Ayam hutan merah (Gallus gallus) dan kera ekor panjang (Maccaca fascicularis) yang kian lama semakin sulit dijumpai. b. Taman Nasional Baluran Taman Nasional Baluran terletak di Kabupaten Situbondo merupakan perwakilan ekosistem hutan yang spesifik kering di Pulau Jawa terdri dari vegetasi Banteng savanna, hutan mangrove, hutan pantai. Disini terdapat flora fauna yang khas yaitu Banteng (Bos javanicus) Rusa (Cervus timorensis) dan Ajag (Cuon alpinus). c. Taman Nasional Meru Betiri Taman Nasional Meru Betiri terletak di 2 Kabupaten yaitu Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Taman Nasional ini memiliki 3 ekosistem yang berbeda yakni mangrove, Penyu Belimbing hutan rawa dan hutan hujan dataran rendah. Disini terdapat tempat bertelurnya penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 25

67 d. Taman Nasional Alas Purwo Taman Nasional ini terletak di Kabupaten Banyuwangi yang merupaka tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah. Disini terdapat satwa liar antara lain burung merak (Pavo muticus)dan kucing bakau (Prionailurus bengalensis). Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur juga telah menyusun Buku Profil Keanekaragaman Hayati Jawa Timur dan memfasilitasi pembangunan Taman Kehati di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Merak Hijau Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 26

68 2.3 AIR Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting fauna dan makhluk hidup lainnya. Manusia memerlukan air tidak hanya sebagai zat makanan untuk mendukung metabolisme tubuh, melainkan juga untuk kepentingan lainnya. Penyediaan air untuk kehidupan di bumi diatur atau mengikuti suatu siklus hidrologi, yaitu suatu siklus yang menggambarkan sirkulasi air secara terus-menerus melalui proses alami. Melalui siklus ini, suplai air yang tersedia bagi manusia dan organisme lainnya dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu air permukaan dan air tanah. Berdasarkan Neraca Sumber Daya, yang dirilis oleh Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011, menempati cathment area seluas ,59 km 2 dengan potensi air permukaan sebanyak , m 2 dan potensi air tanah sebanyak 9.160, m 2. Lingkungan sungai beserta daerah aliran sungainya sejak dahulu mengalami tekanan karena merupakan pusat masyarakat. Sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan ketersediaan air untuk berbagai kepentingan Tekanan penduduk dengan kegiatannya yang semakin meningkat, telah melampaui daya dukung lingkungan, maupun kualitas air. Gejala kerusakan lingkungan sudah nampak pada sebagian besar sungai di Jawa Timur saat ini. indikasi kondisi sumber atau air di penurunan baik jumlah, debit, maupun kualitasnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adalah akibat penggundulan hutan dan berubahnya fungsi daerah resapan. Di Jawa Timur terdapat 6 (enam) sungai utama dan sekitar 623 anak sungai, serta 205 Danau/Waduk/Situ/Embung. Peran sungai dan danau selain berperan secara hidrologis, juga berperan dalam memelihara potensi keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, budidaya, transportasi, pariwisata dan lain-lain. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 27

69 Saat ini kondisi kuantitas (debit) sebagian dan hujan, banjir pada musim kemarau dan kekeringan pada musim kemarau. Selain itu kualitas air pada sebagian besar sungai dan danau juga sudah mengalami pencemaran akibat tekanan beban pencemaran dari berbagai sumber. Penyebab penurunan kuantitas dan kualitas air antara lain erosi di lahan kritis, limbah domestik, industri dan perdagangan. Penurunan kualitas dan kuantitas terjadi selain karena peningkatan penduduk dan aktivitas ekonomi, juga karena rendahnya kesadaran masyarakat serta kurang efektifnya upaya yang selama ini sudah berjalan Kondisi Air 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 Gambar 2.16 Kapasitas Curah Hujan berdasarkan 6 Station Pemantauan Provinsi Jawa Timur Tahun 2001 s/d 2010 (BMKG Jatim, 2011) Kab. Nganjuk Kab. Banyuwangi Kab. Malang Kab. Gresik Kab. Sumenep Kota Surabaya 0, Peningkatan jumlah penduduk membawa banyak konsekuensi, diantaranya terhadap kecukupan penyediaan air. Berdasarkan dugaan para ahli kelangkaan air bersih akan terjadi dalam beberapa tahun yang akan dating, pada tahun 2040 ketersediaan air bersih akan berkurang sebanyak 50% dari jumlah kebutuhan, hal ini disebabkan oleh Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 28

70 peningkatan jumlah penduduk, semakin panjangnya masa harapan hidup serta hampir selalu terjadi pemborosan dalam setiap pemakaian air. Secara umum tingkat konsumsi air bersih per kapita (rumah tangga pelanggan PDAM) menurut standar kuantitas WHO sebesar 150 liter per hari, yakni mencapai 37.1 m 3 per orang atau setara dengan liter per hari. Karenanya kuantitas dan kualitas air di sumber-sumber air di daratan perlu dijaga, karena air adalah salah satu kebutuhan dasar bagi makhluk hidup dalam melangsungkan keberlanjutan hidupnya. Mengambil standar WHO tersebut, dengan jumlah penduduk jiwa pada tahun 2011, maka kebutuhan air bersih di Jawa Timur seharusnya ,20 m 3 per orang atau setara dengan ,08 liter perhari. Kecenderungan kebutuhan air sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Berdasarkan data jumlah penduduk dan tingkat pendapatan penduduk dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa kebutuhan air bersih di Jawa Timur cenderung terus meningkat Ketersedian dan Konsumsi Air Ketersediaan sumber daya air ditandai antara lain dengan curah hujan, berdasarkan pengamatan pada 6 stasiun sejak tahun 2001 s/d 2010 sebagaimana gambar 2.16, curah hujan tertinggi 600,0 500,0 400,0 300,0 200,0 100,0 0,0 Gambar Curah Hujan (mm) Max - Min Tahun 2001 sampai 2010 Max Min secara rata-rata terjadi pada tahun Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 29

71 2010 sebesar 281,1 mm dan terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 179,0 mm, sedangkan pada wilayah statiun pemantauan terjadi secara rata-rata di Statiun pemantauan Kabupaten Nganjuk yaitu sebesar 345,5 mm dan yang terendah secara rata-rata di statiun pemantauan Kabupaten Banyuwangi sebesar 124,0. Sedangkan untuk nilai maximum dan minimum dapat dilhat pada gambar 2.17, terbaca bahwa curah hujan maximum terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 520,6 mm terjadi di statiun pemantauan Kab. Nganjuk namun pada tahun yang sama (2002) di statiun pemantaun Kabupaten Sumenep terjadi curah hujan minimum sebesar 101,3 mm dan secara umum terhitung sejak tahun 2001 s/d 2010 tidak pernah terjadi curah hujan diatas 500 mm, posisi ini terus menurun berada pada posisi curah hujan 300 mm, dan kembali meninggi pada tahun 2010 yaitu sebesar 453,7 mm, hal ini berdasarkan hasil evaluasi bulanan di ketahui sepanjang tahun 2010 di Jawa Timur sifat hujannya di atas normal artinya sebagian besar Kab/Kota intensitas hujannya tinggi. Sesuai dengan daur hidrologis, maka air hujan tersebut sebagian akan mengisi danau dan situ baik secara langsung atau tidak langsung seperti melalui mata air dan aliran sungai. Jawa Timur diperkirakan memiliki lebih kurang 217 embung/waduk yang tersebar dari dataran rendah hingga puncak gunung. Dari sekian banyak tampungan air tersebut, terbesar berada di Tabel 2.5 Debit Max Min di beberapa ruas sungai di Jawa Timur Tahun 2010 NO Sungai Debit (m3/dtk) Maks Min 1 K. Brantas Pundensari 71,44 49,94 2 K. Bango 14,28 3,83 3 K. Bengawan Solo 338,55 75,68 4 K. Madiun 283,32 8,02 5 K. Rejoso Winongan 156,000 4,407 6 K. Rejoso Hilir 61,952 5,470 7 K. Sampean 39,58 5,14 8 K. Tambong 15,78 1,54 9 K. Nipah Tebanah 78,80 0,14 10 K. Blega Telok 206,00 0,11 11 K. Kemuning Pangilen 366,00 0,00 Sumber data : Pengairan Dalam Angka, 2011 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 30

72 kabupaten Bojonegoro yaitu embung Pancal seluas ha dengan volume tampungan air sebanyak m 3 Hasil pemantauan volume beberapa waduk utama di Jawa Timur, menunjukkan bahwa pada kemarau volume waduk pada umumnya menurun pada bulan April hingga Oktober. Prosentase penurunan volume waduk selama musim kemarau mengindikasikan adanya kerusakan fungsi resapan air di bagian hulu. Disamping itu kondisi Sungai di Jawa Timur sebagian besar mengalami penurunan debit air pada musim kemarau, hal ini tergambar secara jelas pada tabel 2.5. menunjukan tingkat perbedaan antara maximum dan minumum rata rata + 85,77%, sehingga pada musim penghujan mengalami kebanjiran dan pada musim kemarau kekeringan. Atas dasar hal dimaksud diatas, maka ketersediaan air di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 mencapai , m 3 dengan cathment area = ,59 km 2, atau terjadi penurunan sebesar 2.245, m 3 bila dilihat dengan posisi tahun Potensi air dimaksud terbagi atas potensi air tanah sebesar 9.160, m 3 dan air permukaan = , m 3, atau terjadi penurunan sebesar 0,52% dan pada potensi air tanah menurun sebesar 10,54%. Gambar 2.18 Kebutuhan Air di Jawa Timur Tahun 2011 Belum Digunakan 59,58% Domestik 10,97% Industri 0,40% Pertanian 29,05% Sumber daya air tersebut dimanfaatkan dalam berbagai bentuk kepentingan penggunaan yaitu : kepentingan domestik 5.735,81 (10,97%) atau terjadi peningkatan sebesar Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 31

73 0,22% dengan posisi tahun 2010, pertanian = ,93 penurunan pemakaian sebesar -4,17%, dan kebutuhan industri sebesar 206,86 peningkatan 0,15%. Secara jelas dapat digambarkan pada gambar Berdasarkan angka-angka perkiraan ketersediaan dan kebutuhan air tersebut di atas, jumlah total tahunan air yang tersedia di Jawa Timur masih lebih besar dari kebutuhan air (Gambar 2.18). Dengan kata lain, sampai tahun 2011 di Jawa Timur masih surplus air ditinjau dari potensi volume air tahunan. Meskipun jumlah air surplus tersebut cenderung semakin berkurang. Oleh karena itu dimasa mendatang dengan semakin meningkatnya penduduk dan pembangunan di Jawa Timur maka ketersediaan air akan menjadi masalah. Pada saat sekarangpun kalau kita lihat neraca air bulanan, dibeberapa tempat banyak mengalami defisit air, karena distribusi hujan bulanan tidak merata sepanjang tahun sehingga pada bulan-bulan tertentu di Jawa Timur secara keseluruhan akan mengalami defisit. Tabel 2.6 Fluktuasi Debit yang mengalami Kritis dan Ambang Kritis Provinsi Jawa Timur 2010 No. Nama Sungai Debit (m3/dtk) Fluktuasi Maks Min Max-Min Ket I Bengawan Solo 1 K.Bengawan Solo Kauman 270,63 38,78 231,9 Kritis 2 K. Bengawan Solo Napel 1197,3 196, ,1 Kritis 3 K. Grindulu 92,54 1,34 91,2 Ambang Kritis 4 K. Lorok 104,24 8,78 95,5 Ambang Kritis 5 K. Solo Padangan 960,8 12,03 948,8 Kritis 6 K. Madiun Ngawi 1398,9 6, ,1 Kritis 7 K. Kening 98, ,3 Ambang Kritis 8 K. Solo babat 1862,32 277, ,6 Kritis 9 K. Solo Karang geneng 1336,41 258, ,8 Kritis II. Brantas 10 K. Pundensari 295,21 200,43 94,8 Ambang Kritis 11 K. Brantas 964,20 347,00 617,2 Kritis Sumber : Data Pengairan dalam Angka Th 2010 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 32

74 Disisi lain sebagaimana gambaran kondisi lahan dan hutan di Jawa Timur, ternyata kondisi air permukaan bila dilihat dari fluktuasi debit maximum dan minimum, dapat dicermati bahwa tingkat kerusakan sebuah DAS di Jawa Timur dapat dilihat pada table 2.6. di adalah aliran maksimum (Q-maks) yang besar dan aliran minimum (Q-min) yang kecil, sehingga nisbah Q-maks/Q-min adalah besar. Dampak lain sebagai akibat kerusakan lahan dan hutan adalah keberadaan Mata Air. Berdasarkan laporan dari Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur mencatat pada tahun 2011 bahwa Jawa Timur mempunyai mata air sebanyak buah tersebar di 30 kabupaten. Selanjutnya mengingat keberadaan data yang tidak mencukupi sehingga dirasakan kesulitan untuk memastikan berapa kondisi terkini mata air di Jawa Timur. Beberapa media massa melaporkan bahwa kondisi mata air yang tersebar pada 30 Kab/kota telah berkurang sebesar + 50%, dari sisa 50% dimaksud secara umum telah mengalami penurunan debit airnya. Sebagai gambaran sebagaimana laporan Perum Jasatirta I, menunjukkan bahwa kondisi awal, jumlah mata air di wilayah DAS Brantas sebanyak buah yang tersebar 10 kabupaten. Kabupaten/Kota Malang dan terdapat 358 sumber mata air dan kota Batu sebanyak 109 sumber mata air. Kondisi saat ini sumber mata air yang berada di Batu telah mengalami kekeringan 52 mata air dan 30 % berada di Kec. Bumiaji. Letak sumber mata air yang mengalami kekeringan tersebut 20 buah berada di lahan milik Perhutani dan 32 sumber mata air di lahan rakyat. Investigasi yang dilakukan di daerah Toyomerto - Gunung Arjuno dan Sumberdem - Gunung Kawi menunjukkan mengecilnya mata air yang ada dan bahkan hilangnya beberapa sumber mata air. Sumber mata air terbesar Kali Brantas yaitu di Sumber Brantas, Kota Batu sebanyak 50% mata air hilang dalam kurun 2 (dua) tahun terakhir. 11 (sebelas) mata air mengering, sedangkan 46 mata air Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 33

75 mengalami penurunan debit dari 10 m 3 / detik menjadi kurang dari 5 m 3 / detik (Jumlah mata air tahun 2007: 170; tahun 2008: 111; tahun 2009: 46) Kualitas Air di Jawa Timur Sungai Kualitas air sungai di Provinsi Jawa Timur cenderung semakin menurun, hal ini berakibat pada kualitas air bersih di Jawa Timur semakin terbatas. Kecenderungan pemenuhan parameter PH, BOD, COD dan DO pada beberapa sungai terpantau di Madura (Bangkalan, Sampang dan Pamekasan), DAS Pekalen Sampean (Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Bondowoso, Lumajang, Jember dan Banyuwangi), DAS Bengawan Solo (Pacitan, Ponorogo, Ngawi, Magetan, Madiun, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Lamongan dan Gresik) serta DAS Brantas (Malang, Blitar, Kediri, Trenggalek, Tulungagung, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo, Gresik dan Surabaya) pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar ,10 1,05 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75 0,70 0,65 0,60 0,55 0,50 0,45 0,40 0,35 0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 - Gambar 2.19 Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Air (PP 82/2001) di Seluruh DAS Jatim Tahun 2011 Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 ph 0,99 0,96 1,00 DO 0,46 0,66 0,94 BOD 0,22 0,21 0,40 COD 0,62 0,64 0,79 ph DO BOD COD Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 34

76 Prosentase pemenuhan Baku Mutu Air sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 menunjukkan bahwa parameter Ph untuk sungai kelas I, II dan III sebagian telah terpenuhi (> 95%). Parameter DO trend pemenuhan menurun dari Kelas III = 94%, Kelas II = 66% dan Kelas I = 46%, untuk parameter BOD pada baku mutu kelas I dan II berada pada posisi 22% dan 21%, sedangkan untuk kelas III pemenuhannya sebesar 40%. Selanjutnya untuk parameter COD prosentase pemenuhan masih dibawah 35% atau secara rata-rata parameter COD terbilang tinggi pada seluruh segmen sungai di Jawa Timur. Sedangkan untuk hasil pengujian segmen sungai sejak bulan Januari s/d Nopember 2011, dapat digambarkan pada Gambar Berikut ini diuraikan beberapa segmen sungai di 4 DAS di Jawa Timur, yaitu sebagai berikut : A. DAS Bengawan Solo Kualitas sungai Bengawan Solo secara umum berada pada Kelas II dan Kelas III, kalau dicermati dalam konsentrasi DO, BOD, COD dan Tss pada tahun 2011 (Januari s/d Desember 2011), hasil pengujian sampel menunjukkan bahwa untuk parameter DO dan COD rata-rata hampir selalu memenuhi baku mutu air sungai kelas sedangkan untuk parameter BOD rata-rata belum memenuhi baku mutu air sungai kelas II menurut PERGUB PROV. JATIM NO. 61 TAHUN 2010 (Gambar 2.20), yang dapat diuraikan : 1. Parameter DO (Dissolved Oxygen ) Parameter Oksigen Terlarut (DO) di DAS Bengawan solo wilayah Jawa Timur 94% memenuhi baku mutu kelas III >= 3 mg/l, 66% memenuhi baku mutu kelas II >= 4 mg/l, secara lengkap dapat dilihat pada Gambar Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 35

77 ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD ph DO BOD COD Gambar 2.20 Pemenuhan Parameter di DAS-DAS Jawa Timur Tahun ,0% 90,0% 80,0% 70,0% 60,0% 50,0% 40,0% Kelas I Kelas II Kelas III 30,0% 20,0% 10,0% 0,0% Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 33

78 (mg/l) Gambar 2.21 Prosentase pemenuhan Konsentrasi DO di DAS B. Solo Tahun 2011 Kelas 1 DO Kelas 2 DO Kelas 3 DO 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 - Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Sebagaimana gambar 2.21 konsentrasi DO minimum, maksimum dan rata-rata menunjukkan secara umum disepanjang sungai B. Solo telah melebihi baku mutu kelas II >= 4 mg/l, hanya pada titik pantau jembatan tangen mempunyai konsentrasi lebih kecil dari 4 mg/l atau secara rata-rata dapat dicermati pada Gambar 2.23 yang berada di bawah baku mutu kelas III yaitu 1,7 mg/l. Konsentrasi DO tersebut berada pada bulan Juli 2011, atau dilihat pada tabel Gambar 2.24 Lokasi : Jembatan Tangen, tahun 2011 Sungai : Bengawan Solo (Kelas II) Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Baku mutu min. DO DO 6,4 3,5 4,8 2,2 2,9 7 1,7 6,8 6,7 5 3,5 2,7 Baku mutu maks. BOD BOD 3,25 11,2 9,25 9,2 5,35 6,75 13,75 9,2 9,3 5,45 8,25 7,9 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 34

79 ===> DO Gambar 2.23 KONSENTRASI DO MINIMUM, RATA-RATA DAN MAKSIMUM Di sepanjang Sungai Bengawan Solo Periode : Tahun Waduk Wonogiri Jembatan Serenan Jembatan Bacem Jembatan Jurug Jembatan Kemiri Lokasi pemantauan Jembatan Tangen Tamb. Benteng Pendem (Kajangan) Tambangan Napel Jembatan Padangan Jembatan Kali Kethek Dam Plangwot Baku mutu air kelas II Baku mutu air kelas III Minimum Rata-rata Maksimum Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 34

80 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des 2. Parameter Biologycal Oxygen Demand (BOD) Kebutuhan Oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi/alami pada DAS Bengawan Solo Wilayah Jawa Timur yang memenuhi kualitas baku mutu pada kelas II <= 3 mg/l hanya 21% atau tidak memenuhi yang sebesar 79% dari pantau dilakukan, Sedangkan untuk titik yang baku mutu kelas III yang memenuhi sebesar 40% atau 60% tidak memenuhi baku mutu kelas III<=6 mg/l. 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 - Gambar 2.25 Pemenuhan Konsentrasi BOD pada DAS B. Solo Tahun 2011 Kelas 1 BOD Kelas 2 BOD Kelas 3 BOD Dengan melihat Gambar 2.25 tergambarkan bahwa tingkat pemenuhan disepanjang sungai Bengawan Solo masih sangat kecil, dan pada bulan Nopember 2011 tingkat pemenuhan dibawah 10% untuk baku mutu kelas II dan III. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 34

81 ===> BOD Gambar 2.26 KONSENTRASI BOD MINIMUM, RATA-RATA DAN MAKSIMUM Di sepanjang Sungai Bengawan Solo Periode : Tahun Waduk Wonogiri Jembatan Serenan Jembatan Bacem Jembatan Jurug Jembatan Kemiri Jembatan Tangen Tamb. Benteng Pendem (Kajangan) Tambangan Napel Jembatan Padangan Jembatan Kali Kethek Dam Plangwot Baku mutu air kelas II Baku mutu air kelas III Minimum Rata-rata Maksimum Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 34

82 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des (mg/l) Konsentrasi BOD yang secara rata-rata tidak memenuhi baku mutu kelas 3. Hal paling mendapatkan perhatian pada posisi jembatan napel hanya pada bulan tertentu saja yaitu pada bulan Mei yaitu + 3,09 mg/l. Secara jelas dapat dilihat pada Gambar Gambar 2.27 Lokasi : Tambangan Napel Sungai : Bengawan Solo (Kelas III) Tahun 2011 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Baku mutu min. DO DO (rata-rata) 3,67 3,76 5,56 4,72 6,18 5,88 5,82 5,54 4,91 4,99 4,41 4,97 Baku mutu maks. BOD BOD (rata-rata) 7,68 6,49 5,45 5,1 3,09 5,64 5,33 10,22 4,62 6,11 8,9 7,05 3. Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan oksigen untuk mengurangi zat organik secara kimiawi (laboratorium) menunjukkan bahwa secara umum di DAS Bengawan Solo, telah memenuhi Baku Mutu Kelas III <= 50 mg/l yaitu sebesar 79%. Sedangkan untuk baku mutu kelas II yang memenuhi baku mutu kelas II <= 25 mg/l, sebesar 64% atau tidak memenuhi sebanyak 36%, secara jelas dapat dilihat pada gambar Gambar 2.28 Pemenuhan Konsentrasi COD pada DAS B. Solo Tahun ,00 0,80 0,60 0,40 0,20 - Kelas 1 COD Kelas 2 COD Kelas 3 COD Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 34

83 ===> COD Gambar 2.29 KONSENTRASI COD MINIMUM, RATA-RATA DAN MAKSIMUM Di sepanjang Sungai Bengawan Solo Periode : Tahun Waduk Wonogiri Jembatan Serenan Jembatan Bacem Jembatan Jurug Jembatan Kemiri Jembatan Tangen Tamb. Benteng Pendem (Kajangan) Tambangan Napel Jembatan Padangan Jembatan Kali Kethek Dam Plangwot Baku mutu air kelas II Baku mutu air kelas III Minimum Rata-rata Maksimum Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 34

84 4. Parameter Total Suspended Solids (TSS), Kepadatan yang terlarut di DAS Bengawan Solo, hanya 11,5% yang tidak memenuhi baku mutu kelas III <= 400 mg/l, dan 56,2% tidak memenuhi baku mutu kelas II <= 50 mg/l atau 43,8% memenuhi baku mutu kelas II. Gambar 2.30 Prosentase Pemenuhan Kriteria Baku Mutu Air Kelas I, II, III PP 82/2001 pada 3 Pengamatan Kali Madiun Tahun ,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 TSS DO BOD COD Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Selanjutnya untuk kecenderungan pemenuhan baku mutu sesuai dengan PP 82 tahun 2001 pada 3 titik pantau di Kali Madiun dapat digambarkan pada Gambar 2.30, menunjukkan bahwa untuk parameter TSS dan BOD telah memenuhi sebesar 87% untuk Baku Mutu Kelas I, II dan III, COD = 93% untuk kelas I, II dan III sedangkan untuk DO prosentase pemenuhan kriteria Baku Mutu Air Kelas I sebesar 33% dan Kelas II/Kelas III sebesar 100%. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 35

85 B. Das Brantas DAS Brantas merupakan DAS strategis sebagai penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti sumber tenaga pada pembangkit listrik tenaga air, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain. DAS Brantas memiliki panjang 320 km dengan luas km 2, mencakup kurang lebih 25 % luas Propinsi Jawa Timur. DAS Brantas melewati 9 kabupaten dan 6 kota, serta sebagian Kabupaten Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Gresik. Itu berarti sekitar seperempat lebih luas dari Provinsi Jawa Timur. Gambar 2.27 DAS Brantas dari Citra Satelit Kondisi daerah tangkapan hujan di bagian hulu DAS Brantas semakin memburuk akibat dari perambahan hutan dan pemanfaatan lahan yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah maupun konservasi air. Hal ini menyebabkan peningkatan erosi tanah yang pada akhirnya dapat mengakibatkan sedimentasi pada sungai dan prasarana sungai seperti waduk dan bendungan, penurunan base - flow, dan kekeringan pada saat musim kemarau dan terjadinya banjir di musim penghujan. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 36

86 Kotak 2 PROSENTASE JENIS KELAMIN IKAN BETINA DI KALI BRANTAS SEGMEN TENGAH DAN HILIR PERBANDINGAN PROSENTASE JENIS KELAMIN IKAN BETINA DAN JANTAN DI KALI BRANTAS SEGEMEN TENGAH DAN HILIR JANTAN 20% BETINA 80% Dari Penelitian ini juga di temukan bahwa ikan dengan jenis kelamin betina lebih mendominasi dibandingkan ikan dengan jenis kelamin jantan. 80% ikan yang ditemukan memiliki kelengkapan alat kelamin betina dan pada beberapa jenis ikan juga ditemukan dalam kondisi bertelur. 100% PERBANDINGAN PROSENTASE JENIS KELAMIN IKAN BENTINA DAN JANTAN PADA MASING-MASING LOKASI PENELITIAN DI KALI BRANTAS SEGMEN TENGAH DAN HILIR 50% 0% T1 T2 T3 H1 H2 H3 H4 H5 BETINA JANTAN Tingginnya prosentase ikan berjenis kelamin betina di Segmen Tengah dan Hilir Kali Brantas diduga karena ikan jantan mengalami feminisasi yang dipicu oleh tingginya tingkat pencemaran di Kali Brantas. Feminisasi ikan adalah perubahan fisiologis pada ikan jantan sehingga memiliki 2 organ kelamin yaitu kelamin jantan dan betina (ikan interseksual) serta dapat menghasilkan sel telur. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangannya ikan jantan terpapar oleh Limbah urin perempuan yang mengkonsumsi pil kontrasepsi dan bahan-bahan kimia, antara lain pestisida, PCB, logam berat, deterjen, plastilizer (bahan pembuat plastik) dan shampo serta obatobatan kimia yang berperilaku menyerupai estrogen. Bahan-bahan pembuat plastik yang terserap oleh tubuh ikan akan menghambat produksi hormon testoteron sehingga ikan yang hidup pada lingkungan perairan yang terpapar oleh senyawa pembuat plastik dalam proses pembentukan organ kelamin akan lebih banyak mengekspresikan organ-organ betina dibandingkan organ kelamin jantan. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 37

87 Hasil Penelitian LSM Ecoton pada tahun 2011 terhadap penilaian habitat Ikan dan kondisi sungai menggunakan tabel RSAT yaitu Rapid Stream Assessment Technique, menunjukkan bahwa dari 8 Stasiun pengamatan, hanya lokasi H2 yang menunjukkan habitat masuk dalam kategori sedang. Sedangkan 7 lokasi lainnya menunjukkan kondisi yang buruk. Nilai RSAT yang digolongkan baik adalah 30 sedangkan nilai RSAT 7 Lokasi pengamatan adalah 10-19, sedangkan untuk habitat yang masuk dalam buruk memiliki nilai RSAT dibawah T1 T2 T3 H1 H2 H3 H4 H5 RSAT Baik Linear (Buruk) Gambar 2.28 Grafik nilai RSAT di Kali Brantas Buruknya kualitas habitat di Brantas dikarenakan banyaknya aktivitas manusia di daerah bantaran kali Brantas. Pada daerah Kali Brantas Segmen tengah kegiatan penambangan pasir sepuluh tahun terakhir membawa dampak serius pada perubahan profil sungai. Aktivitas penambangan pasir dengan menggunakan mesin diesel atau yang umum disebut ponton menimbulkan beberapa perubahan fisik Kali Brantas berupa : pendalaman dasar sungai, kegiatan pengambilan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 38

88 pasir dengan diesel ini menyedot lapisan pasir pada dasar sungai bahkan pada beberapa lokasi penambangan pengambilan pasir dilakukan dengan mengebor dasar sungai yang keras karena dibawah lapisan keras ini terdapat cadangan pasir yang melimpah. Pengambilan pasir ini menimbulkan semakin dalamnya dasar sungai. Dampak lainnya adalah membuat membuat bantaran sungai menjadi ambles. Terdapat dua pola kerusakan bantaran sungai di Kali Brantas segmen tengah yaitu : Pertama, penurunan dasar sungai sehingga menimbulkan terjadinya palung yang sangat dalam hingga kedalaman dasar sungai mencapai lebih dari 15 meter. Kedua, Amblesnya tanggul dan dinding sungai. Pengambilan pasir selain dilakukan secara vertical intensif juga ada yang melakukan pola horizontal yaitu dengan menyedot pasir pada beberapa titik, hal ini menyebabkan sungai menjadi lebar dan pada gilirannya akan membuat longsor dinding sungai dan tanggul sungai. Pemantauan Kualitas Air dengan Metode RSAT Laporan Hasil penelitian LSM Ecoton menggambarkan bahwa Kualitas air memegang peranan penting dalam ketersediaan habitat yang ideal bagi ikan. Sepanjang Kali Brantas Segmen tengah hingga hilir digunakan 6 parameter yaitu DO, Turbidity, TDS (Total Dissolved Solid), ph (tingkat keasaman), suhu dan Arus air. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada tabel tentang rata-rata kualitas air lokasi penelitian. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 39

89 Kandungan Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Tabel 2.7 Data Rata-Rata Kualitas Air Lokasi Penelitian STASIUN KUALITAS AIR DO TURBIDITY TDS ph Suhu Arus T1 7, 47 21,51 217,46 8,33 26,58 0,62 T2 7,76 15,26 183,84 8,25 24,74 0,66 T3 7,59 14,73 173,50 8,11 26,16 0,62 H1 6,55 26,40 238,25 7,98 26,70 1,00 H2 6,90 27,26 248,11 8,05 28,24 0,71 H3 6,10 26,08 263,22 8,14 27,18 0,49 H4 5,28 25,85 265,94 8,26 29,22 0,42 H5 4,62 26,38 264,75 8,15 28,58 0,23 Keterangan T1 : Minggiran Ngrombot H1 : Kedung Klinter Bogem T2 : Ngrombot - Ngares H2 : Bogem Jembatan Legundi T3 : Ngares Lespadangan H3 : Jembatan legundi - Gading H4 H5 : Gading Warugunung (Spindo) : Warugunung (Spindo) Gunung sari Kandungan Oksigen Terlarut Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas dalam budidaya ikan, oksigen terlarut sendiri merupakan oksigen yang terkandung di permukaan bumi, yang terlarut dalam perairan sungai. Oksigen terlarut di sungai ini dianggap sangat penting karena keberadaannya sangat Gambar Kandungan Oksigen menentukan 10 kelangsungan hidup 5 0 T1 T2 T3 H1 H2 H3 H4 H5 DO (mg/l) suatu organisme dan berkaitan dengan parameter lainnya. Seperti halnya dengan gas lain, oksigen tidaklah bereaksi dengan air tetapi molekul ini berada dalam sudut lancip yang dibentuk oleh hidrogen-hidrogen pada molekul-molekul air sehingga mudah larut dan tidak mudah lepas. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 40

90 Kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan merupakan parameter pengubah kualitas air yang paling kritis dalam perairan sungai, sebab dapat mempengaruhi kehidupan ikan yang ada dalam sungai. Aktivitas organisme yang paling banyak menggunakan oksigen adalah proses pembusukan. Proses ini dapat berlangsung karena adanya aktivitas bakteri pembusuk yang menguraikan bahan-bahan organik seperti sisa makanan, kotoran ikan dan bahan organik lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Pada beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup di perairan dengan konsentrasi oksigen 2 ppm, tetapi konsentrasi minimum pada sebagian spesies ikan untuk hidup dengan baik pada oksigen pada 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi dibawah 4 ppm ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makannya rendah bahkan tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhanya menjadi terlambat kemudian ikan akan mati dan mengalami stress bila konsentrasi oksigen mencapai titik nol (Effendi, 2003). Hasil pengamatan untuk kandungan oksigen terlarut (DO) di lokasilokasi penelitian kita berkisar antara 7,76 4,62 mg/l, dengan DO tertinggi terdapat segmen Jombang (Ngrombot-Ngares) sebesar 7,76 mg/l dan DO terendah di segmen Surabaya (H5, Spindo-Gunungsari). Kandungan oksigen terlarut dari stasiun Brantas Tengah sampai Brantas Hilir menunjukkan tren penurunan akibat semakin banyaknya limbah domestik dan industri yang masuk ke dalam perairan sungai. Turbidity (Kekeruhan) Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 41

91 menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan air mengandung begitu banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan kotor. Adapun penyebab kekeruhan ini antara lain meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil tersuspensi lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan air maka semakin menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Pengaruh tingkat pencahayaan matahari sangat besar pada metabolisme makhluk hidup dalam air, jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka makhluk hidup dalam air terganggu, khususnya makhluk hidup pada kedalaman air tertentu, demikian pula sebaliknya (M. Ghufra, 2007). Kekeruhan yang tinggi dalam perairan sungai dapat perpengaruh terhadap populasi ikan dalam perairan dan memiliki dampak langsung yang berbahaya terhadap kehidupannya serta bisa mengakibatkan kerusakan ekologis yang signifikan melalui beberapa mekanisme berikut ini: 1) Abrasi langsung terhadap insang binatang air atau jaringan tipis dari tumbuhan air; 2) Penyumbatan insang ikan atau selaput pernapasan lainnya; ) Menghambat tumbuhnya/smothering telur atau kurangnya asupan oksigen karena terlapisi oleh padatan; Gambar 2.30 Turbidity Pada Lokasi Penelitian (NTU) T1 T2 T3 H1 H2 H3 H4 H5 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 42

92 4) Gangguan terhadap proses makan, termasuk proses mencari mangsa dan menyeleksi makanan (terutama bagi predation dan filter feeding; 5) Gangguan terhadap proses fotosintesis oleh ganggang atau rumput air karena padatan menghalangi sinar yang masuk. Kekeruhan pada lokasi penelitian didapatkan hasil 14,73 27,26 NTU. Kekeruhan dalam perairan merupakan faktor pembatas juga untuk ikan, dalam hal ini mempengaruhi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan untuk proses fotosintesis dan kandungan oksigen terlarut. Seperti yang terlihat dalam tabel (DO dan Turbidity) lokasi T3 (Ngares) memiliki kekeruhan yang rendah mengakibatkan kandungan oksigennya paling tinggi (7,59 mg/l) di lokasi penelitian. Total Disolved Solid (TDS) Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula (Effendi, 2003). Padatan tersuspensi perairan yang baik untuk usaha budidaya perikanan laut adalah mg/l (Effendi, 2003). Keasaman (ph) Gambar 2.31 Pengukuran TDS/Total Dissolved Solid (mg/l) T1 T2 T3 H1 H2 H3 H4 H5 ph (tingkat keasaman) dalam perairan merupakan faktor pembatas yang penting dan sangat berperan penting dalam kehidupan ikan. Derajat keasaman yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 43

93 antara 6,7-8,6. Ada jenis ikan yang hidup pada daerah rawa yang mempunyai ketahanan untuk tetap bertahan hidup pada kisaran ph yang sangat rendah maupun tinggi yaitu 4 dan 9, misalnya ikan sepat siam (Effendi, 2003). Derajat keasaman (ph) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hidrogen dalam satuan volume air. Skala ph yang digunakan berkisar dari 1 sampai 14. Air bersifat netral pada ph 7, bersifat asam pada skala kurang dari 7 dan bersifat basa pada skala lebih dari 7. Derajat Keasaman (ph) mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan air, sehingga sering dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup, walaupun baik buruknya suatu perairan masih tergantung pula pada faktor-faktor yang lain. 8,4 8,3 8,2 8,1 8 7,9 7,8 Untuk menciptakan suasana yang bagus dalam suatu perairan, Gambar 2.32 Hasil Pengukuran Tingkat Keasaman ph T1 T2 T3 H1 H2 H3 H4 H5 ph air harus sudah agak mantapatau stabil, karena ikan hanya tahan terhadap perubahan ph antara 5 sampai 8. Akan tetapi meskipun perubahan ph terjadi di suatu perairan kecil tetapi kalau perubahan yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat (mendadak-loading shock), ikan tetap tidak dapat hidup dengan normal, bahkan kadang-kadang ikan akan mati. Seperti ikan karper dan gurami, mereka tidak dapat hidup terus bila ph turun dari 7,2 menjadi 4,6 secara mendadak. Tetapi kelihatannya tidak berlaku pada ikan rawa seperti sepat siam dan gabus, kar ena Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 44

94 mereka tahan terhadap pergoncangan ph antara 5 sampai 9 (Effendi, 2003). Untuk hasil pengamatan di lokasi penelitian didapatkan Kadar Keasaman (ph) Brantas Tengah sampai Brantas Hilir berkisar dari 7,98-8,40. Kondisi ini masih dalam kisaran dan perubahan yang masih stabil untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan di sungai Suhu Suhu merupakan faktor pembatas utama dilingkungan perairan karena organisme perairan cenderung stenoterma yaitu memiliki toleransi Gambar 2.33 Hasil Pengukuran Suhu ( 0 C) T1 T2 T3 H1 H2 H3 H4 H5 Suhu yang sempit perubahan sangat terhadap suhu (Odum, 1994). Perubahan suhu di terhadap perairan berpengaruh proses metabolisme sehingga dapat merubah aktifitas ikan mencari makan dan pertumbuhan ikan muda. Selain itu juga suhu juga berpengaruh langsung pada kelarutan gas dalam air, semakin tinggi suhu kelarutan oksigen dalam air menjadi rendah. Effendi (2003) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air. Selanjutnya, densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air. Suhu air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air di Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 45

95 badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati. Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (M. Ghufra, 2007). Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk budidaya ikan adalah C (M. Ghufra, 2007) karena pada kisaran ini nafsu ikan paling tinggi. Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organisme perairan (Brown dan Gratzek, 1980 dalam M. Ghufra, 2007). Selanjutnya Kinne (1972) menyatakan bahwa suhu air berkisar antara C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian. Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari di berbagai tempat berkisar antara 28,2 0 C sampai 34,6 0 C dan pada malam hari suhu berkisar antara 12,8 0 C sampai 30 0 C. Secara umum, suhu air di perairan Indonesia sangat mendukung bagi pengembangan budidaya perikanan (BPS, 2003 dalam M. Ghufra, 2007).Hasil pengamatan terhadap suhu di lokasi penelitian, kondisinya masih memenuhi Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 46

96 persyaratan untuk hidup dan berkembangnya ikan. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian berkisar antara 29,22-24,07 o C yang masih termasuk dalam kisaran suhu diatas. Pemantauan Kualitas Air Menurut Baku Mutu Gambar 2.34 Prosentase Pemenuhan Baku Mutu Kelas I & II PP 42/2001 di Sepanjang DAS Brantas Tahun 2011 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% ph DO BOD COD ph DO BOD COD Kelas 1 Kelas 2 Sebagaimana Gambar 2.34 dan 2.35., sepanjang tahun 2011, hasil pengujian sampel menunjukkan bahwa untuk parameter ph di sepanjang DAS Brantas telah memenuhi Baku Mutu yang telah ditetapkan oleh PERGUB PROV. JATIM NO. 61 TAHUN 2010 II. Untuk parameter DO rata-rata pemenuhan hanya 43% pada baku mutu kelas 1 dan hanya 53% pada buku mutu kelas 2. Sedangkan untuk parameter COD rata-rata diatas 50% pada baku mutu kelas 1 maupun kelas 2. Selanjutnya untuk parameter BOD hampir selalu dibawah 20% yaitu 11% pada kelas 1 dan 19% pada kelas 2, dengan rincian sebagai berikut : Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 47

97 Gambar 2.35 Rata-Rata Pemenuhan Baku Mutu di sepanjang Das Brantas Th % 100% 41% 55% 53% 69% 11% 19% ph DO BOD COD ph DO BOD COD Kelas 1 Kelas 2 Parameter DO (Dissolved Oxygen) Gambar KONSENTRASI DO MINIMUM, RATA-RATA DAN MAKSIMUM Di sepanjang K. Brantas, K. Surabaya & K. Mas Periode : Tahun 2011 K. Brantas K. Surabaya K. Jarak pemantauan (km) Baku mutu air Kelas II Baku mutu air Kelas III Minimum Rata-rata Maksimum Oksigen terlarut pada tahun 2011 di DAS Brantas menunjukkan sebagaimana gambar 2.18, puncak nilai maksimum terjadi pada jarak pantau 140 km 150 km di Jembatan Ngujang Kabupaten Tulungagung Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 48

98 mg/l sebesar 10,7 mg/l, artinya kondisi DO melebihi baku yang disyaratkan yaitu Baku Mutu Kelas II = 4 mg bahkan diatas baku mutu kelas I = 6 mg/l. Secara rata-rata kondisi sungai disepanjang Das Brantas, Kota Batu Kab/Kota Malang sampai dengan Jembatan Ngagel telah memenuhi baku mutu kelas II Gambar 2.37 Konsentrasi DO KALI BRANTAS Tahun 2011 Maret Mei Juli Sep Nop Baku mutu kelas II Berdasarkan Gambar 2.36 dan Gambar 2.37 menunjukkan tingkat perbedaan nilai maksimum dan minimum sangat tinggi yaitu dengan nilai maksimum = 0,1 mg/l, hal ini menunjukkan stabilitas kualitas air masih sangat memprihatinkan, disamping itu pada bulan Mei nilai maksimum parameter DO turun drastis menjadi 7,5 mg/l. Gambaran musim hujan dan kemarau sangat mempengaruhi konsentrasi DO pada seluruh sungai DAS Brantas, dimana sangat musim hujan rata-rata DO berada di Kelas II/I, serta pada musim kemarau berada di bawah Kelas III >= 3 mg/l. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 49

99 mg/l Selanjutnya bila dilihat pada beberapa ruas sungai khususnya di Kali Surabaya dapat digambarkan pada Gambar 2.38, titik pantau di Jembatan Canggu telah memenuhi kelas I yaitu diatas 6 mg/l. Sedangkan secara umum semakin ke hilir pada Bendung Gunungsari mengalami penurunan bahwa berada dibawah kelas II yaitu pada bulan Mei 2011 di titik pantau Jembatan Sepanjang Gambar 2.38 Parameter DO di KALI SURABAYA (Maret, Mei, Juli, Sep 2011 J. Canggu J. Ciro J.Jrembeng T.P. Cangkir T. Bambe Karangpilang J. Sepanjang B.Gunungsari Maret Mei Juli Sep Nop Baku mutu kelas II Parameter BOD Kebutuhan Oksigen untuk mereduksi zat organik secara biologi/ alami pada DAS Brantas pada tahun 2011 secara rata-rata terendah berada 3,9 mg/l terjadi pada bulan juni 2011 dan tertinggi pada bulan Agustus 2011 yaitu 119,1 mg/l, sedangkan untuk nilai maksimum tertinggi sebesar 665 mg/l pada bulan Agustus, terendah 10,5 pada bulan Mei Dan untuk nilai minimum tertinggi berada pada bulan Juli 2011 yaitu 2,1 mg/l dan terendah pada bulan Desember 2011 = 0,3 mg/l. Dan lebih jelasnya dapat digambarkan pada Gambar 2.39 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 50

100 mg/l Gambar ,0 19,0 18,0 17,0 16,0 15,0 14,0 13,0 12,0 11,0 10,0 9,0 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 0,0 Max Max Max 7,1 5,0 5,3 5,3 4,4 BM (I) BM (III) 3,9 4,3 4,4 4,1 4,9 4,8 BM (II) Min Selanjutnya bila dilihat pada beberapa ruas sungai khususnya di Kali Surabaya dapat digambarkan pada Gambar 2.40, titik pantau di Jembatan Canggu tidak memenuhi parameter kelas II yaitu dibawah atau sama dengan 3 mg/l. Peningkatan parameter yang tidak wajar berada bulan Juli 2011 di Jembatan Jrebeng Legundi Gambar 2.40 Parameter BOD di KALI SURABAYA (Maret, Mei, Juli, Sep 2011 Maret Mei Juli Sep Nop Baku mutu kelas II Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 51

101 mg/l Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan Gambar 2.41 oksigen untuk 100,0 95,0 90,0 85,0 mengurangi zat 80,0 75,0 70,0 Max organik secara 65,0 60,0 Max 55,0 kimiawi 50,0 BM (III) 45,0 40,0 (laboratorium) 35,0 30,0 25,0 menunjukkan 17,515,7 19,125,1 BM (II) 20,0 15,0 15,013,413,8 16,7 12,212,3 15,6 14,8 10,0 BM (I) 5,0 bahwa secara 0,0 Min -5,0-10, umum di DAS Brantas, telah memenuhi Baku Mutu Kelas II <= 25 mg/l (Gambar 2.41). Hasil pemantauan pada bulan januari s/d Nopemebr 2011 di Kali Surabaya dapat digambarkan pada Gambar 2.42, titik pantau di Jembatan Canggu tidak memenuhi parameter kelas II yaitu dibawah atau sama dengan 3 mg/l. Peningkatan parameter yang tidak wajar berada bulan Juli 2011 di Jembatan Jrebeng Legundi. Gambar KALI SURABAYA COD J. Canggu J.Jrembeng T. Bambe J. Sepanjang Maret Mei Juli Sep Nop Baku mutu kelas II Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 52

102 mg/l J.Batu J. Pendem J.Gadang J.Sengguruh J.Kali Pare J.Kademangan J.Ngujang J.Jong Biru J.Kertosono J.Ploso J.Padangan Parameter Total Suspended Solids (TSS), Kepadatan yang terlarut di Kali Brantas, secara umum sebesar 53% memenuhi baku mutu kelas II <= 50 mg/l (gambar 2.43), nilai prosentase dimaksud semakin ke hilir berada pada kecenderungan dibawah 40%. Prosentase tertinggi berada di Hulu Kali Brantas (Jembatan Batu dan Pendem), bahkan sepanjang tahun 2011 di jembatan pendem belum pernah memenuhi baku mutu TSS kelas II, dan disisi lain di Jembatan Pare pada pemantauan bulan Maret s/d Nopember 2011 selalu lebih kecil dari 50 mg/l atau memenuhi baku mutu kelas I/II. Hasil Pemantauan pada 11 Titik sungai ditemukan parameter Tss terbesar di Jembatan Batu Kota Batu yaitu 400 mg/l, hal ini seringkali terjadi bila musim penghujan(gambar 2.44). 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Gambar 2.43 Pemenuhan Konsentrasi TSS di Kali Brantas Tahun 2011 Pemenuhan Gambar Konsentrasi Tss KALI BRANTAS Tahun 2011 Maret Mei Juli Sep Nop Baku mutu kelas II Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 53

103 Konsentrasi Air Bersih Berdasarkan hasil pemantauan air bersih di Propinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut : 1. Parameter Fisika Berdasarkan hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa air bersih di 38 Kota / Kabupaten di Jawa Timur dengan parameter fisika seperti TDS, rasa, warna, kekeruhan masih memenuhi baku mutu air bersih menurut Permenkes RI No.416/Menkes/PER/IX/90. Berikut ini adalah grafik nilai jumlah padatan terlarut / Total Dissolved Solid (TDS) dari tiap kota/kabupaten di Jawa Timur tahun Gambar 2.45 Grafik Total Dissolved Solid Kota Malang Bojonegoro Kab.Situbondo Sampang Bangkalan Kab.Mojokerto Kab.Jember Tuban Kab.Kediri Kab.Jombang Bondowoso Kota.Blitar Kota Probolinggo Kab.Tulungagung Kab.Gresik Kota Mojokerto Kab.Lumajang Kab.Ngawi Kab.Probolinggo Kab.Sumenep Banyuwangi Lamongan Kota Madiun Kota Kediri Kota Pasuruan Kab.Nganjuk Blitar Kab.Madiun Kab.Pacitan Kab.Trenggalek Kota Surabaya Kab.Sidoarjo Kab Malang Kab.Pasuruan Nama Kota/Kabupaten Kab.Ponorogo Kab.Magetan Kab.Pamekasan Kota Batu Series1 Berdasarkan grafik TDS diatas dapat diketahui bahwa nilai TDS tertinggi dari hasil sampling air bersih ada di Kab.Lamongan. Nilai TDS di Kab.Lamongan menunjukkan angka 2160 mg/l. Nilai tersebut melebihi baku mutu TDS yaitu 1500 mg/l. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kondisi air tanah di daerah tersebut cenderung berkapur sehingga jumlah padatan yang terlarut (TDS) cukup tinggi. Adapun akibat yang dapat ditimbulkan dari tingginya jumlah padatan terlarut (TDS) antara lain memberi rasa yang tidak enak pada lidah, rasa mual terutama yang disebabkan karena natrium sulfat dan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 54

104 magnesium sulfat. Selain itu juga menyebabkan cardiac discase toxemia pada wanita hamil. 2. Parameter Kimia Anorganik Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, diketahui bahwa beberapa daerah memiliki nilai konsentrasi yang cukup tinggi untuk salah satu parameter kimia anorganik. Beberapa parameter dianalisis secara deskriptif dan sebagian lainnya dianalisis lebih lanjut dengan metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Parameter yang dianalisis dengan metode ARKL antara lain besi (Fe), Fluorida (F), Mangan (Mn), dan Nitrit (NO 2 ). Metode ARKL merupakan suatu model kajian untuk mengenal, memahami dan meramalkan kondisi dan karateristik lingkungan yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan. Secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa Kabupaten Lamongan cenderung memiliki nilai kesadahan yang cukup tinggi. Kabupaten Sidoarjo memiliki nilai kandungan Mangan (Mn) yang cukup tinggi, sedangkan parameter yang lain masih memenuhi baku mutu. Konsentrasi kesadahan yang tinggi apabila dikonsumsi secara terus menerus dapat menyebabkan batu ginjal. Konsentrasi mangan yang lebih besar dari 0.5 mg/l menyebabkan rasa yang aneh pada minuman dan dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Hasil analisis dengan metode ARKL menunjukkan bahwa dari 38 kota/kabupaten di Jawa Timur, untuk parameter besi (Fe), Fluorida (F), Mangan (Mn), dan Nitrit (NO 2 ) memiliki nilai risiko (Risk Quotient) < 1. Nilai RQ < 1 menunjukkan bahwa penduduk dengan berat badan 55 Kg, aman untuk meminum air di daerah tersebut jika laju asupan 2 L/hari, selama 350 hari/tahun untuk jangka waktu 30 tahun ke depan jika nilai konsentrasi risk agent kimia air tidak lebih dari yang ada. Berikut ini adalah grafik beberapa parameter kimia anorganik : Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 55

105 Surabaya Kab.Sidoarjo Kab Malang Kab.Pasurua Kota Malang Bojonegoro Kab.Situbond Sampang Bangkalan Kab.Mojokert Kab.Jember Tuban Kab.Kediri Kab.Jombang Bondowoso Kota.Blitar Kota Kab.Tulunga Kab.Gresik Kota Kab.Lumajan Kab.Ngawi Kab.Probolin Kab.Sumene Banyuwangi Lamongan Kota Madiun Kota Kediri Kota Kab.Nganjuk Kab Blitar Kab.Madiun Kab.Pacitan Kab.Trenggal Kab.Ponorog Kab.Magetan Kab.Pamekas Kota Batu Konsentrasi Kota Surabaya Kab.Sidoarjo Kab Malang Kab.Pasuruan Kota Malang Bojonegoro Kab.Situbondo Sampang Bangkalan Kab.Mojokerto Kab.Jember Tuban Kab.Kediri Kab.Jombang Bondowoso Kota.Blitar Kota Kab.Tulungag Kab.Gresik Kota Mojokerto Kab.Lumajang Kab.Ngawi Kab.Proboling Kab.Sumenep Banyuwangi Lamongan Kota Madiun Kota Kediri Kota Pasuruan Kab.Nganjuk Kab Blitar Kab.Madiun Kab.Pacitan Kab.Trenggale Kab.Ponorogo Kab.Magetan Kab.Pamekas Kota Batu Konsentrasi Pada grafik di atas terlihat bahwa nilai konsentrasi kesadahan pada Gambar 2.46 Grafik Kesadahan Series1 Nama Kota/Kabupaten sampel air bersih tertinggi ada di Kabupaten Lamongan (506.9 mg/l). Konsentrasi ini melebihi baku mutu air bersih sebesar 500 mg/l. Gambar 2.47 Grafik Mangan Series1 Nama Kota/Kabupaten Pada grafik di atas dapat diketahui bahwa konsentrsi mangan (Mn) pada sampel air bersih tertinggi berada di Kabupaten Sidoarjo ( mg/l). Konsentrasi ini melebihi baku mutut air bersih sebesar 0.5 mg/l. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 56

106 Surabaya Kab.Sidoarjo Kab Malang Kab.Pasurua Kota Malang Bojonegoro Kab.Situbond Sampang Bangkalan Kab.Mojokert Kab.Jember Tuban Kab.Kediri Kab.Jombang Bondowoso Kota.Blitar Kota Kab.Tulungag Kab.Gresik Kota Kab.Lumajan Kab.Ngawi Kab.Proboling Kab.Sumene Banyuwangi Lamongan Kota Madiun Kota Kediri Kota Kab.Nganjuk Kab Blitar Kab.Madiun Kab.Pacitan Kab.Trenggal Kab.Ponorog Kab.Magetan Kab.Pameka Kota Batu Konsentrasi 3. Parameter Kimia Organik Parameter kimia organik yang diperiksa antara lain zat organik (KMnO 4 ) dan deterjen. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium dapat diketahui bahwa untuk parameter zat organic dan deterjen, semua kota/ kabupaten masih memenuhi baku mutu, yaitu 10 mg/l untuk zat organik dan 0.5 mg/l untuk deterjen. Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa konsentrasi zat organik tertinggi pada pengambilan sample tersebut adalah kota Surabaya sebesar 7.34 mg/l. Nilai tersebut masih memenuhi baku mutu air bersih sebesar 10 mg/l. Zat organic yang melebihi baku mutu dapat menimbulkan bau tidak sedap, dan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dapat menyebabkan sakit perut. Gambar 2.48 Grafik Zat Organik Series1 Nama Kota/Kabupaten Air Laut Berdasarkan laporan dari BBTKL Provinsi Jawa Timur yang secara rutin melakukan pemantauan, dan pada Tahun 2011 dapat dirangkum sebagai berikut : Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 57

107 1. Fisika Berdasarkan pemantauan fisik air badan air yang meliputi warna, bau, kecerahan, kekeruhan, TSS, Sampah, temperatur dan lapisan minyak, hanya parameter kekeruhan yang terdapat di beberapa titik lokasi pemantauan memiliki nilai diatas baku mutu yang ditetapkan yaitu 5 NTU yang terdapat di air badan air di Kota Surabaya dan Kabupaten Tuban. Nilai kekeruhan paling tinggi terdapat di Air badan air di Muara Wonorejo yang bernilai 10,7 NTU. 2. Kimia Pada pemantauan Kimia air badan air di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Timur untuk parameter ph, Salinitas, DO, BOD s, BOD, Amonia Total, PO 4, Sianida, Sulfida, minyak, fenol, pestisida, PCB, Detergen, Merkuri, Krom, Arsen, Kadmium, Tembaga, Timbal, Seng dan Nikel masih sesuai dengan nilai baku mutu yang ditetapkan. Sedangkan untuk parameter NO 3, di beberapa titik di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Gresik, Probolinggo, Tuban dan Pacitan melebihi nilai baku mutu yang disyaratkan yaitu 0,008 mg/l, konsentrasi paling tinggi ditunjukkan di Air badan air di sebelah barat Pelabuhan khusus PT.Semen Gresik di Tuban yaitu mg/l. 3. Biologi Pada pemeriksaan E. Coli dan Coliform di Kabupaten Pacitan, hasilnya menunjukkan kedua kabupaten tersebut dalam air badan airnya masih memenuhi nilai baku mutu yang ditetapkan yaitu 1000 JPT/100ml. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 58

108 2.4. UDARA Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara / tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara juga merupakan atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang berfungsi sangat penting bagi kehidupan didunia ini. Sehingga kualitas udara harus dijaga agar tetap aman bagi kelangsungan hidup dari seluruh mahkluk hidup di dunia ini. Dalam udara terdapat oksigen (O 2 ) untuk bernapas, karbondioksida untuk proses fotosintesis oleh khlorofil dan ozon (O 3 ) untuk menahan sinar ultra violet. Gas-gas lain yang terdapat dalam udara antara lain gas-gas mulia, nitrogen oksida, hidrogen, methana, belerang dioksida, amonia dan lainlain. Apabila susunan udara mengalami perubahan dari susunan keadaan normal seperti tersebut diatas dan kemudian mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang, maka udara telah tercemar. Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999, yang dimaksud dengan pencemaran udara yaitu masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Sedangkan udara ambien yaitu udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdikasi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Pemantauan kualitas udara ambien perkotaan di Propinsi Jawa Timur diperlukan untuk mengetahui dampak dari sumber pencemar terhadap kualitas udara ambien di Jawa Timur. Beberapa permasalahan pencemaran udara yang sering terjadi di Jawa Timur : Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 59

109 1. Pertumbuhan kegiatan sektor transportasi, industri, pembangkit tenaga, rumah tangga, yang semakin meningkat telah memberikan kontribusi kepada pencemaran udara, khususnya di kota-kota besar dan di sekitar kawasan industri. 2. Masih digunakan bahan bakar yang kurang ramah lingkungan seperti bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar sulfur tinggi, bahan bakar kendaraan bermotor seperti bensin yang masih mengandung zat timbel dan solar yang mengandung sulfur tinggi. 3. Belum semua industri memasang alat pengendalian pencemar udara untuk menurunkan beban pencemar udara seperti alat elektrostatik presipitator, bag house filter, cyclonic duster, wet scrubber, dll. 4. Masih adanya emisi gas yang di buang ke udara tidak dilewatkan melalui cerobong. 5. Belum semua cerobong yang ada di industri dilengkapi dengan lubang sampling dan sarana pendukung sampling. 6. Belum semua cerobong dilakukan pengujian emisi secara berkala (sekurang-kurangnya setiap 6 bulan sekali). Kegiatan monitoring udara ambien juga diperlukan untuk mengetahui tingkat penurunan kualitas udara, dapat memperkirakan dampak terhadap lingkungan akibat pencemaran udara, dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pemerintah dalam rangka menjaga kualitas udara di Jawa Timur. Berikut disampaikan hasil pemantauan udara di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 yang dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Surabaya. Data diperoleh dari data sekunder baik dari kegiatan program BBTKL PPM sendiri maupun kegiatan pengambilan sampel udara dengan konsultan. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut : Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 60

110 1) PARAMETER SO 2 Salah satu gas yang berbahaya bagi kesehatan yaitu Sulfur Dioksida (SO 2 ), yang merupakan hasil pembakaran dari kegiatan rumah tangga/ domestik, pembangkit tenaga listrik, kilang minyak, pabrik baja/ logam. Berdasarkan hasil pemantauan sebagian besar kualitas ambien sesaat di kabupaten dan kota di Jawa Timur Tahun 2011, sudah memenuhi kriteria atau tidak melebihi standar baku mutu yang ditentukan (Baku mutu udara ambien SO 2 = 0,1 ppm). Kabupaten Sidoarjo dan Probolinggo memiliki tingkat konsentrasi SO 2 yang tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Meskipun kedua wilayah daerah itu masih aman karena nilai RQ < 1. Nilai RQ < 1 menunjukkan bahwa bila udara dihirup 0,83 m 3 /jam selama 24 jam dalam waktu 350 hari/tahun serta jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan 55 Kg atau kurang masih aman bagi masyarakat. Berikut hasil perhitungkan Angka Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), Daerah yang memiliki nilai RQ tertinggi di Provinsi Jawa Timur : Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 61

111 Parameter (PPM) Tahun Daerah Nilai RQ SO Kota Malang 0, Kabupaten Gresik 0, Kabupaten Probolinggo Kabupaten Sidoarjo 0, Sumber data : BBTKL PPM SURABAYA, 2011 Berdasarkan tabel diatas, nilai SO 2 masih dalam batas aman. Bila RQ > 1, dapat menimbulkan efek non karsinogenik bila dihirup 0,83 m 3 /jam selama 24 jam dalam waktu 350 hari/tahun serta jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan 55 Kg atau kurang. Berdasarkan nilai RQ tersebut, daerah yang paling berisiko yakni Kabupaten Sidoarjo. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Risk Quotient (RQ) yang lebih tinggi dari daerah yang lain. Paparan SO 2 dapat menimbulkan efek iritasi (luka lecet) pada saluran nafas, sehingga menimbulkan gejala batuk, sesak nafas (meningkatkan kasus asma). 2) PARAMETER NO 2 mesin industri. Kualitas NO 2 sesaat tiap dan Sumber penghasil NO 2 adalah mesin kendaraan bermotor dan di kota kabupaten di Jawa Timur rata-rata 0,05 0,03 0,01-0,01 Gambar Konsentrasi Parameter NO 2 Udara Ambien Tahun 2011 Lokasi Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 62

112 Parameter (PPM) bagus dan berada di bawah standar baku mutu udara ambien (Baku mutu udara ambien NO 2 yaitu 0,05 ppm). Konsentrasi NO 2 tertinggi terdapat di Kota Batu yaitu 0,04 ppm. Secara keseluruhan konsentrasi NO 2 kabupaten/kota di Jawa Timur masih dibawah nilai standar baku mutu, namun secara perhitungan Anilisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), Kota Batu memiliki nilai RQ > 1 yaitu 1,4. Nilai RQ > 1 menunjukkan bahwa udara di kota Batu sangat tidak aman (dapat menimbulkan efek non karsinogenik) bila dihirup 0,83 m3/jam selam 24 jam dalam waktu 350 hari/tahun dalam jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan 55 Kg atau kurang. Dengan nilai RQ tersebut, diprediksi masyarakat Kota Batu akan mengalami dampak kesehatan akibat menghirup NO 2 dalam jangka waktu 21 tahun. Menghirup Nitrogen dioksida (NO 2 ) dalam konsentrasi > 0.05 ppm dapat menyebabkan gangguan pernapasan, dan dapat juga menyebabkan kematian. 3) PARAMETER OZON (O 3 ) Berikut ini adalah grafik nilai konsentrasi Ozon (O 3 ) pada udara ambien di beberapa kota/ kabupaten di Jawa Timur tahun ,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 Gambar 2.51 Konsentrasi Parameter 0 3 Udara Ambien Tahun 2011 Lokasi Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui dari pemantauan O 3, konsentrasi paling tinggi terdapat di Kota Pasuruan, dengan nilai 0,0075 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 63

113 ug/nm 3. Ozon sebenarnya adalah gas yang juga dapat merugikan manusia. Jauh di atas stratosfer, ozon memang berguna menghadang radiasi UV yang berbahaya bagi kehidupan. Ini jika lapisan tersebut berada 20 Km di atas permukaan bumi. Tapi jika lebih dekat dari itu, ozon justru menjadi polutan yang bertindak sebagai gas rumah kaca, membendung energi, dan membuat bumi jadi lebih panas. Menghirup ozon juga tidak dapat dikatakan baik karena menyebabkan nyeri pada dada, batuk, iritasi tenggorokan, dan sesak nafas. Sudah diketahui juga bahwa menghirup ozon memperparah bronkitis, emfisema, dan juga asma. Paparan ozon secara langsung, menurut United States Environmental Protection Agency, juga dapat mengakibatkan luka pada jaringan paru-paru. 4) PARAMETER CO Karbon Monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan beracun yang dihasilkan dari emisi kendaraan bermotor. Karbon Monoksida yang ikut dalam aliran darah akan membentuk karboksihaemoglobin (COHb). karboksihaemoglobin (COHb) merupakan senyawa yang stabil sehingga fungsi darah sebagai pengangkut oksigen terganggu. Keracunan gas CO ditandai dengan pusing/ bingung, sakit kepala, dan mual. Keadaan lebih berat berupa menurunnya kemampuan gerak tubuh, gangguan kardiovaskular, serangan jantung, sampai pada kematian. Kualitas CO sesaat di tiap-tiap kota/kabupaten di Propinsi Jawa Timur masih berada dibawah standar baku mutu udara ambien yang ada (baku mutu udara ambien CO = 20 ppm). Kota Surabaya adalah kota di Jawa Timur dengan konsentrasi CO sesaat tertinggi, yaitu 0,75 ppm. 5) PARAMETER DEBU Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 64

114 Parameter (mg/m 3 ) Berikut ini adalah grafik nilai konsentrasi Debu pada udara ambien di beberapa kota/ kabupaten di Jawa Timur tahun ,5 2,25 1,75 2 1,5 1,25 0,75 1 0,5 0,25 0 Gambar 2.52 Konsentrasi Parameter Debu Udara Ambien Tahun 2011 Lokasi Berdasarkan hasil pemantauan, sebagian besar kualitas debu ambien sesaat di kabupaten/ kota Provinsi Jawa Timur, masih di bawah standar baku mutu udara ambien yang ada (Baku mutu udara ambien debu = 0,26 mg/m 3 ). Namun di Kota Surabaya dan Kabupaten Nganjuk nilai debu ambien melebihi standar baku mutu yaitu mg/m 3 untuk Kota Surabaya dan mg/m3 untuk Kabupaten Nganjuk. Untuk mengetahui faktor risiko dari parameter tersebut dilakukan analisis dengan metode ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan). Meskipun semua kabupaten / kota di Jawa Timur memiliki nilai RQ < 1, perlu dilakukan usaha untuk menurunkan konsentrasi debu ambien, di beberapa kota yang memiliki nilai debu ambien di atas standar baku mutu seperti Kota Surabaya dan Kabupaten Nganjuk. Usaha yang perlu untuk mengurangi risiko konsentrasi debu ambien antara lain dengan penanaman pohon di areal permukiman, pusat perkotaan, areal industri serta sosialisasi penggunaan masker. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 65

115 Parameter (mg/m 3 ) Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh debu dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumokoniosis. Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran debu yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Debu yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Debu yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru, menempel pada alveoli. Debu yang lebih kecil lagi, kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan. Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya debu yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. 6) PARAMETER Pb Berikut ini adalah grafik nilai konsentrasi Pb pada udara ambien di beberapa kota/ kabupaten di Jawa Timur tahun Gambar 2.53 Konsentrasi Parameter Pb Udara Ambien Tahun , ,0002 0, ,0001 0, Lokasi Timbal Hitam (Pb) adalah gas buang kendaraan bermotor dapat membahayakan kesehatan manusia dan dapat merusak lingkungan. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 66

116 Parameter (ppm) Kualitas Pb sesaat di tiap-tiap kota dan kabupaten di Propinsi Jawa Timur masih berada dibawah standar baku mutu udara ambien yang ada (baku mutu udara ambien Pb = 0,06 mg/m 3. Konsentrasi tertinggi terdapat di Kota Surabaya yaitu mg/m 3. Dari hasil ARKL yang dihitung, semua kabupaten/ kota Jawa Timur menunjukkan bahwa nilai RQ < 1. Sehingga perlu dipertahankan kualitas udara ambien khususnya parameter Pb, dengan langkah-langkah pemeriksaan kelayakan secara berkala kendaraan bermotor maupun roda empat, penggunaan Tetra Etil Lead (TEL) pada bahan bakar bermotor dan mobil, dan penanaman pohon S. macrophylla yang mampu mereduksi kadar Pb di udara. Pb yang terhirup oleh manusia khususnya masyarakat Provinsi Jawa Timur, setiap hari akan diserap, disimpan dan terakumulasi dalam darah. Di dalam tubuh Pb dapat menyebabkan keracunan akut maupun kronik. 7) PARAMETER H2S Berikut ini adalah grafik nilai konsentrasi Pb pada udara ambien di beberapa kota/ kabupaten di Jawa Timur tahun , , , , , , , Gambar 2.54 Konsentrasi Parameter H2S Udara Ambien Tahun 2011 Dari grafik di atas, konsentrasi H2S udara ambien Jawa Timur, tertinggi terdapat di Kabupaten Lamongan, dengan nilai ppm. Konsentrasi yang cukup rentan bagi gangguan kesehatan masyarakat Lamongan. Dari analisa menggunakan metode ARKL, disimpulkan semua Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 67

117 kabupaten/ kota di Jawa Timur memiliki RQ < 1. Sehingga kualitas udara ambien untuk parameter H2S tetap dijaga agar konsentrasi H2S selalu berada di bawah standar baku mutu. Gas H2S merupakan ancaman yang membahayakan. Antara lain sifat-sifatnya yaitu bersifat asam, tidak berwarna, beracun, bisa terbakar, berat jenis 1.18 sg (lebih berat dari udara) dan sangat korosif. Tingkat bahaya bagi masyarakat yang terpapar H2S antara lain sebagai berikut : ppm : berbau seperti telur busuk, tidak berbahaya ppm : menimbulkan kepala pussing, 'aman' untuk 8 jam ekposure ppm : indera penciuman 'hilang', 'menusuk ' mata dan tenggorokan 500 ppm : bernafas susah setelah 30menit 700 ppm : meninggal dalam 15 menit 1000 ppm : mati dalam 1 menit Untuk menurunkan kadar H2S, dilakukan penambahan alat amine absorber dan thermal oxydizer pada industri yang sebagian besar gas buangannya menghasilkan H2S. 8) PARAMETER NH3 Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 68

118 Parameter (ppm) Berikut ini adalah grafik nilai konsentrasi NH3 pada udara ambien di beberapa kota/ kabupaten di Jawa Timur tahun , , , , , , , , Gambar 2.55 Konsentrasi Parameter NH3 Udara Ambien Tahun 2011 Dari hasil pemantauan, semua kabupaten/ kota di Jawa Timur memiliki konsentrasi Amonia (NH 3 ) ambien di bawah standar baku mutu yang berbahaya bagi kesehatan (baku mutu udara ambien untuk amonia = 2.0 ppm). Berdasarkan grafik di atas, nilai NH 3 tertinggi di Jawa Timur yaitu Kabupaten Tuban, yaitu 0, ppm. Untuk mengetahui faktor risiko dari parameter tersebut dilakukan analisis dengan metode ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan). Berdasarkan hasil perhitungan ARKL, Daerah yang memiliki nilai RQ > 1 adalah sebagai berikut: Tahun Daerah Nilai RQ NH3 Dt awal Kabupaten 1, ,1 tahun Tulungagung Kabupaten 1, ,1 tahun Situbondo Kabupaten 1, ,8 tahun Jombang 2011 Kabupaten Jember 1, ,3 tahun Kabupaten Blitar 1, ,7 tahun Kabupaten 1, ,57 tahun Probolinggo Kota Probolinggo 1, ,8 tahun Kota Pasuruan 2, ,1 tahun Kabupaten Tuban 2, tahun Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 69

119 Berdasarkan tabel diatas, nilai NH 3 di Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan dan Kabupaten Tuban sangat tidak aman (dapat menimbulkan efek non karsinogenik) bila dihirup 0,83 m 3 /jam selam 24 jam dalam waktu 350 hari/tahun serta jangka waktu 30 tahun oleh orang dengan berat badan 55 Kg atau kurang. Berdasarkan nilai RQ tersebut, Daerah yang paling beresiko yakni Kabupaten Tuban dengan nilai risiko (RQ) tertinggi. Dengan mengetahui nilai RQ maka dapat diprediksi waktu awal terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa waktu awal terjadinya penyakit akibat parameter NH 3 tercepat ada di Kabupaten Tuban yaitu 13 tahun, disusul Kota Pasuruan yang akan berdampak dalam 13,1 tahun. Bahaya NH 3 untuk efek jangka pendek, dapat menimbulkan kematian pada konsentrasi 5000 ppm. Kontak dengan mata, dapat menimbulkan kebutaan total, sedang pada kulit dapat menyebabkan luka bakar. Efek jangka panjang dapat mengakibatkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru. NH 3 termasuk bahan teratogenik. Dari paparan di atas, setiap parameter polutan yang ada di udara mengandung faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada manusia PESISIR DAN LAUT Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 70

120 Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian tanah baik yang kering maupun yang terendam air laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut, sedangkan ke arah laut mencakup bagian perairan laut yang dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar dari sungai maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah, perluasan permukiman serta intensifikasi pertanian (UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Dan Jika dilihat dari tujuannya, wilayah pesisir salah satunya bertujuan untuk melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistemekologisnya secara berkelanjutan (UU No. 27 Tahun 2007 tentang PWP dan PPK). Tren penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan laut mengalami tekanan dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Sumber daya yang paling terdegradasi adalah terumbu karang dan hutan mangrove. Dari beberapa data terlihat penurunan penutupan karang hidup di beberapa lokasi kawasan timur Indonesia dan bahkan di beberapa kawasan konservasi. Lingkungan pesisir dan lautan yang bersih dan tidak tercemar merupakan jaminan bagi potensinya sebagai sumber daya alam. Berbagai pihak harus terus memberikan dorongan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan pesisir. Dibutuhkan suatu gerakan yang melibatkan seluruh unsur masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir,pemerintah dan dunia usaha, serta stakeholder lainnya yang terkait dengan kehidupan di wilayah pesisir. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 71

121 Provinsi jawa Timur dengan luas perairan km 2, panjang garis pantai kilometer, dan memiliki 446 pulau, merupakan tempat hunian bagi banyak biota laut dan sekitar 60 persen penduduk Jawa Timur bermukim di kawasan pesisir Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef ) merupakan salah satu ekosistem pesisir yang terdiri dari berbagai macam habitat, terumbu adalah endapan massif dari kalsium karbonat (Ca CO 3 ) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan kapur Ca CO 3 (Nybakken, 1986). Terumbu karang tumbuh subur di perairan laut tropis walaupu ada beberapa diantaranya ada di perairan sub tropis. Perairan pantai yang dangkal didominasi oleh terumbu karang yang merupakan ciri khas daerah tropis. Terumbu karang hidup dan berkembang pada perairan dengan kedalaman kurang dari 25 m dan tidak dapat berkembang pada perairan dengan kedalaman lebih dari m. Perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya antara C. Terumbu karang (coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin, 1993). tipe terumbu karang yang banyak dijumpai diperairan Indonesia adalah tipe terumbu karang tepi (fringing reef). Menurut Munro dan William dalam Dahuri (1996) dari perairan yang terdapat ekosistem terumbu karang pada kedalaman 30 m setiap Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 72

122 kilometer perseginya terkandung ikan sebanyak 15 ton. Menurut Salm (1984) dalam Supriharyono (2000), bahwa 16% dari total hasil ekspor ikan Indonesia berasal dari daerah karang. Namun dibalik potensinya yang begitu besar, ekosistem terumbu karang mendapat tekanan yang besar pula akibat aktivitas manusia dalam rangka pemanfaatan potensi sumberdaya alam didaerah pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung akan merusak ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang di Jawa Timur dapat ditemui di beberapa lokasi di Pantai Utara yang berbatasan dengan Laut Jawa seperti Tuban, Lamongan, Gresik dan Pesisir Utara Madura. Sedangkan di wilayah Selat Madura, terumbu karang dapat ditemui di sepanjang pantai selatan Jawa timur. Akan tetapi, kondisi kerusakannya sudah mencapai 60% dengan laju kerusakan mencapai 20% setahun. Kerusakan terumbu karang lebih banyak disebabkan oleh kegiatan destructive fishing atau penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak, selain itu pencemaran tranportasi laut dan sedimentasi dari wilayah daratan juga memberikan kontribusi besar terhadap kerusakan terumbu karang. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, luas tutupan dan kondisi terumbu karang di Provinsi Jawa Timur adalah ,7 Ha, dimana 3% kondisinya sangat baik, 53,8% dalam kondisi baik, kondisi sedang = 15,4% dan Rusak = 28,5, sebagaimana terlihat pada tabel 2.4. Dari luas tutupan terumbu karang dimaksud terbesar berada di Kabupaten Sumenep 30,99% dilanjutkan kabupaten Tuban seluas 27,77% dari seluruh luas terumbu karang di Jawa Timur. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 73

123 Tabel 2.4. Luas tutupan dan kondisi terumbu karang di Jawa Timur Tahun 2011 No. Kabupaten/Kot a (di pesisir) Luas Tutupan (Ha) Persentase Luas Terumbu Karang (%) Sangat Baik Baik Sedang Rusak 1 Kota Surabaya 341, Kota Probolinggo 8, Kab. Sidoarjo 742, Kab.Gresik 5.921,6 9,6 90,4 5 Kab. Lamongan 9.241,1 15,8 84,2 6 Kab. Tulungagung 7 Kab. Trenggalek 8 Kab. Jember 9 Kab. Probolinggo 960,0 100, ,0 100,0 992,2 74,0 26,0 300,0 40,0 23,3 36,7 10 Kab. Lumajang 2.338,0 99,7 0,3 11 Kab. Bangkalan 700, Kab. Sampang 110, Kab. Pasuruan 14 Kab. Pacitan 0, ,0 7,7 100,0 15 Kab. Tuban ,4 70,5 29,5 16 Kab. Situbondo 293, Kab. Malang Kab. Blitar 820, Kab. Banyuwangi 20 Kab. Sumenep 7.457,4 85,7 14, ,0 70,2 29,8 Jumlah ,7 3,0 58,8 15,4 23,5 Keterangan: Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 74

124 Berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur 2009, kerusakan terumbu karang terparah terjadi di pesisir Laut Utara Jawa Timur, mulai Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik, serta pesisir Pulau Madura. Penyelamatan terumbu karang di kawasan Pantai Utara Jawa Timur sangat memprihatinkan. Sejauh ini langkah yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur baru sebatas sosialisasi larangan penggunaan bom ikan dan racun sianida, sedangkan pembuatan terumbu karang buatan hanya dilakukan di 2 (dua) daerah yaitu Kabupaten Situbondo dan Sampang dengan jumlah 100 unit. Padahal 60 persen terumbu karang di sepanjang Pantai Utara Jawa Timur rusak parah. Penyelamatan terumbu karang di kawasan Pantai Utara Jawa Timur sangat mendesak dilakukan, karena setiap bulan sekitar 20 ton terumbu karang diambil. Pengambilan terumbu karang melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentag Perikanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 75

125 Mangrove Menurut data dari BKSDA Jawa Timur (2009), di sepanjang pesisir Selat Madura terdapat kurang lebih 25 jenis tumbuhan mangrove. Tumbuhan yang ditemukan sebagian besar merupakan jenis bakau dan api-api, kedua golongan ini paling umum dijumpai dan dikenal Gambar Ekosistem Hutan Mangrove masyarakat pesisir karena selain tumbuh alami di tepi pantai jenis ini ditanam masyarakat ditepi-tepi tambak tradisional yang difungsikan sebagai penahan pematang tambak agar tidak longsor. Sebagian lagi ditanam ditengah tambak untuk mengundang kawanan burung untuk bersarang dipohon. Oleh karena itu sebagian besar petambak di daerah Ujung Pangkah Gresik, Sememi (Surabaya) dan Curah sawo (Probolinggo) merasakan manfaat keberadaan burung tersebut karena menurut mereka kotoran burung berpengaruh pada produksi ikan yang mereka panen. Hutan mangrove yang ada di Jawa Timur umumnya menempati daerah muara sungai, kawasan terbesar adalah daerah delta Brantas yang meliputi Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan dan sebagian Probolinggo, karena transport sedimen yang cukup besar dari Sungai yang bermuara disepanjang pantai tersebut lambat laun daerah tersebut membentuk tanah yang terus maju kelaut (tanah oloran) hal ini semakin dipercepat dengan pantai yang landai dengan ombak yang tenang. Pada tahun 70-an kawasan ini merupakan belantara mangrove yang menyimpan keanekaragaman hayati tinggi, hal ini terbukti dengan digunakannya daerah ini sebagai daerah persinggahan burung pengembara (migran) yang berasal dari benua eropa menuju Australia, tempat tinggal dari Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 76

126 puluhan jenis burung air diantaranya kuntul (Egretta alba), Bangau Tongtong (Leptoptilos javanicus), Belibis kembang (Dendrocygna arquata), Pecuk ular (Anhinga melanogaster), dan jenis burung air lainnya, namun sekarang karena semakin bertambah banyaknya jumlah manusia di Jawa Timur keberadaan mangrove digantikan oleh lahan-lahan yang memenuhi kebutuhan hidup manusia seperti tambak udang dan bandeng, pemukiman, tempat rekreasi, pelabuhan laut, pemukiman dan persawahan. Hutan mangrove dapat tumbuh pada daerah pesisir Selat Madura yang memiliki ciri khusus yaitu: 1. Memiiliki topografi pantai yang landai dengan kemiringan 0-5 derajat. 2. Adanya pengaruh pasang surut dan memiliki suplai air tawar 3. Kondisi sedimen pantai yang didominasi oleh substrat lumpur 4. Beriklim sedang dengan kisaran suhu Derajat Celcius. Kondisi pesisir Selat Madura di Jawa Timur saat ini telah mengalami kerusakan lahan, terutama daerah yang pernah digunakan sebagai tambak intensif yang mengalami kegagalan dan ditinggalkan pemiliknya, sehingga saat ini banyak lahan tidur yang terdapat di daerah Situbondo dan Probolinggo. Di Sidoarjo keberadaan mangrove dilindungi oleh Perda 17 Tahun 2003 tentang Kawasan lindung yang menetapkan sepanjang 400 meter pada daerah pasang surut merupakan kawasan lindung, untuk lebih melindungi mangrove dalam Perda ini juga diatur tentang sanksi 5 Juta rupiah bagi penebangan mangrove pada kawasan lindung. Dengan kebijakan ini mangrove di Sidoarjo dapat dikatakan relatif terlindungi, hal ini berbeda dengan Hutan Mangrove di Wilayah Kota Surabaya yang sebagian besar diubah menjadi kawasan pengembangan Real Estate dan budidaya perikanan Payau di Pesisir Timur serta pengembangan kawasan industri dan Pergudangan untuk Kawasan Utara. Bahkan untuk Wilayah Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 77

127 Gresik sebagian besar mangrovenya telah direklamasi menjadi kawasan pergudangan dan industri. Banyak kajian ilmiah yang menunjukkan bahwa mangrove memiliki peran penting dalam menunjang kualitas dan keberlangsungan kehidupan diwilayah pesisir sekaligus menjaga sumber perikanan, dari kajian yang dilakukan oleh LSM Ecoton disepanjang Jawa Timur masih terdapat 25 Jenis vegetasi mangrove dari 12 Famili keberdaan mangrove di Jatim didominasi oleh jenis Pohon Api-api (Familia Avicenniaceae), Pohon Bakau/Bako (Familia Rhizophoraceae), dan Pohon Bogem (Familia Sonneratiaceae). Ekosistem mangrove di Pantura Jatim memiliki 4 fungsi spesifik yang dapat mempengaruhi kualitas perairan pesisir yaitu : 1. Kemampuannya mensuplai nutrien bagi peraian di sekitarnya. Dalam kajian yang dilakukan oleh ecoton tercatat lebih dari 7 ton/ha/tahun serasah (daun kering) diproduksi oleh ekosistem mangrove dipesisir Surabaya, hasil ini setara dengan produktivitas ekosistem mangrove umumnya yang tersebar dari daerah Tropis sampai sub tropis. Serasah mangrove memainkan peranan penting dalam proses ini karena serasah mengandung 40% senyawa larut dalam air yang diubah menjadi biomassa bakteri kurang dari 8 jam setelah gugur ke perairan mangrove.. Hal ini membuat kawasan mangrove sering dikunjungi oleh beragam satwa untuk mendapatkan nutrisi. Sekitar 90% dari jumlah ikan yang ditangkap dalam jarak 10 km dari pantai di Jawa dan Bali mengandung fragmen mangrove dalam ususnya. 2. Mangrove sebagai habitat burung air. Sebagai ekosistem yang subur dan kaya akan nutrisi membuat kawasan ini ramai dikunjungi oleh beragam satwa seperti burung, bahkan pada musim hujan (bulan Oktober-Desember) tercatat lebih dari populasi burung yang menjadikan kawasan utara Jatim sebagai daerah untuk mencari makan dan berkembang biak dari jenis kuntul (Ardeideae), pecuk Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 78

128 (Phalacrocorax). Sampai tahun 2003 tercatat 43 burung air mengandalkan Mangrove sebagai ekosistem yang menunjang kelestarian mereka. Kawasan Pesisir Selatan Jatim termasuk dalam satu kesatuan wilayah Pantura Jawa yang menjadi kawasan transit bagi burung-burung yang melakukan migrasi dari belahan bumi utara menuju bumi selatan untuk menghindari musim dingin. Tercatat lebih dari 43 jenis burung air dan 25 jenis burung migran. Bahkan di Daerah Curah Sawo Kecamatan Gending Probolinggo dan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, pemilik tambak mendapatkan penghasilan tambahan dari telur-telur burung yang bersarang diatas pohon-pohon mangrove. 3. Keberadaan mangrove berperan penting dalam siklus hidup beberapa biota yang bernilai ekonomis seperti Kepiting, udang, bandeng dan ikan laut lainnya, karena pada masa bertelur dan memijahkan anaknya sebagian besar biota-biota itu bersiklus dikawasan pesisir yang bermangrove, baru setelah mereka dewasa akan kembali kelaut lepas. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tingginya populasi zooplankton (mata rantai penting dalam jaring-jaring makanan. Keberadaannya dapat menghubungkan antara produsen dengan konsumen organisme ini sebagian besar akan tumbuh dewasa menjadi jenis ikan, udang, kepiting dan kerang. 4. Selain itu beberapa jenis pohon mangrove seperti Pohon Bakau (Rhizophora mucronata) dan Pohon Api-api (Avicennia marina) memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akan dan batang) logam berat pencemar, sehingga keberadaan mangrove di perairan Kali Lamong dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran logan berat di perairan laut. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 79

129 5. Selain 4 fungsi spesifik ini, mangrove secara umum juga memiliki peran dalam mengurangi abrasi atau erosi pantai, berfungsi sebagai filtrasi air laut sehingga dapat menghambat laju intrusi air laut, barrier bagi daratan terhadap angin laut, pengendali bagi vektor Malaria. Mengingat besarnya potensi dan ancaman terhadap kelestarian fungsi ekosistem mangrove, Pemprov Jatim harus mengambil dua langkah startegis yaitu, Pertama Eksplorasi potensi dan daya dukung ekosistem pesisir khususnya ekosistem mangrove di Pantura Jatim mengingat pentingnya peran ekosistem ini dalam mendukung budidaya perairan payau dan menunjang kualitas lingkungan estuari (kawasan yang terpengaruh oleh sungai dan laut) Distribusi Mangrove 2010 Berdasarkan hasil kajian pada tahun 2010 luas total ekosistem hutan mangrove di wilayah Kota Surabaya pada tahun 2009 adalah seluas 378,19 Ha. Daerah dengan luas hutan mangrove tertinggi adalah Sukolilo (119,99 Ha), Gununganyar (96,49 Ha) dan Rungkut (63,78 Ha). Akan tetapi, berdasarkan klasifikasi berdasarkan indeks NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) atau karekteristik vegetation endemik terlihat bahwa sebagian besar hutan mangrove di Kota Surabaya memiliki kerapatan rendah (jarang atau sangat jarang) dengan prosentase 33.05% dan 37.83%. Sedangkan hutan mangrove dengan kerapatan tinggi, hanya memiliki prosentase sebesar 7.86% (rapat) dan 0.13% (sangat rapat). Menurut hasil analisa citra Landsat (laporan hasil Kajian Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim, 2011) yang kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi tingkat kerapatan vegetasi, maka dapat diketahui bahwa luas total hutan mangrove di Kab.Sidoarjo adalah 1.236, 42 Ha. Jenis mangrove yang mendominasi adalah Avicennia sp diikuti jenis Bruguiera Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 80

130 sp, Rhizophora stylosa dan Sonneratia alba. Secara umum, dari Tabel 4 diatas terlihat bahwa prosentase antara hutan dengan kondisi rusak (kerapatan jarang dan sangat jarang) dengan kondisi hutan mangrove yang masih baik (kerapatan sedang sampai dengan sangat tinggi) cukup jauh berbeda. Akan tetapi apabila dilihat dari luasanya, hal ini dinilai lebih baik daripada kondisi di Surabaya. Luas hutan mangrove yang rusak di Kab.Sidoarjo mencapai 884,06 Ha, sedangkan hutan mangrove dengan kondisi baik mencapai luas kurang lebih 356,36 Ha. Menurut beberapa penelusuran data di wilayah Pasuruan, berdasarkan pengamatan foto udara tahun 1981 sampai dengan 1994 terjadi penurunan luas hutan mangrove sebesar 582, 2 Ha. Penurunan luas terbesar terjadi di wilayah Kecamatan Kraton yaitu sebesar 312,8 Ha. Sedangkan pada kurun waktu antara 1994 sampai dengan 2008 terjadi penambahan luas sebesar 337,8 Ha. Akan tetapi berdasarkan pengamatan citra, pada Tahun 2009 terdapat luas hutan mangrove sebesar 294,40 Ha (Muryani, 2009). Kerusakan ekosistem mangrove yang terjadi di Pasuruan banyak disebabkan oleh penebangan liar yang dilakukan oleh masyarakat. Jenis yang banyak ditemui di kawasan hutan mangrove Pasuruan adalah Avicennia yang terkenal sebagai penghasil kayu bakar berkualitas. Oleh karena itu, jenis ini banyak dicari untuk dijual sebagai kayu bakar. Beberapa jenis lain seperti tinjang (Rhizopora) dan bogem (Sonneratia) relatif tidak banyak dirusak. Hasil kajian 2010 menunjukkan bahwa hutan mangrove di Pasuruan mencapai luas sebesar Ha. Berdasarkan data-data hasil kajian, kondisi mangrove di Kabupaten dan Kota Pasuruan cukup mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari prosentase ekosistem mangrove dengan tingkat kerapatan yang rendah (sangat jarang) yaitu sekitar 54,22% di Kabupaten Pasuruan dan 51,78% di wilayah Kota Pasuruan. Sebaliknya kawasan hutan mangrove yang dapat dikategorikan baik hanya sedikit sekali, yaitu kurang dari 5% saja. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 81

131 Berdasarkan hasil analisa citra satelit, luas ekosistem mangrove di wilayah Kab.Probolinggo adalah sebesar 267,65 Ha. Akan tetapi sebagian besar dapat dikategorikan dalam kondisi yang rusak (tingkat kerapatan sangat jarang dan jarang), yaitu kurang lebih seluas 167,5 Ha. Sedangkan di wilayah Kota Probolinggo, dapat dideteksi bahwa hanya terdapat sekitar 38,94 Ha hutan mangrove. Sebagian besar dikategorikan dalam tingkat kerapatan jarang dan sedang. Secara umum, berdasarkan hasil pengamatan citra satelit Landsat, tampak bahwa ekosistem hutan mangrove di wilayah Kabupaten dan Kota Probolinggo dapat dijumpai di sepanjang pantai utara yang berbatasan dengan Selat Madura. Tidak banyak dijumpai hutan mangrove yang tumbuh di sekitar aliran sungai, seperti halnya yang terdapat di Sidoarjo dan Pasuruan. Wilayah dimana ditemui ekosistem mangrove antara lain Tongas, Sumberasih, Dringu, Gending, Pajarakan dan Kraksaan, serta di pesisir Kota Probolinggo. Jenis yang banyak dijumpai antara lain Rhizopora sp, Avicennia sp, Sonneratia sp dan Brugueira sp. Seperti halnya di lokasi-lokasi lainnya, ekosistem hutan mangrove di wilayah tersebut juga sudah mulai terdegradasi, akibat kerusakan lingkungan dan ulah masyarakat. Masalah lingkungan yang ditemui di lokasi ini antara lain adalah sampah domestik, penebangan liar dan pengurukan pasir. Ekosistem hutan mangrove din wilayah Kabupaten Situbondo dapat ditemui di dua lokasi utama, yaitu di sepanjang pantai (terutama di kawasan Besuki, Bungatan, Panarukan) serta di sepanjang aliran sungai (seperti di daerah Panji, Kapongan dan Jangkar). luas total hutan mangrove yang dapat ditemui di Kabupaten Situbondo adalah sebesar 96,93 Ha. Akan tetapi, seperti halnya di wilayah lainnya, sebagian besar berada pada kondisi yang mengkhawatirkan. Sekitar 39,31% dapat dikategorikan kerapatan sangat rendah dan sekitar 30,81 dapat Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 82

132 dikategorikan kerapatan rendah. Hanya sekitar 31 % hutan mangrove di Kabupaten ini masih dalam keadaan baik. Permasalahan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem mangrove di Kabupaten ini antara lain adalah : perubahan tata guna lahan, penebangan liar oleh masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga Gambar 2.57 kelestarian hutan mangrove. Ekosistem mangrove yang tersebar di sekitar aliran sungai, banyak dirusak untuk diambil kayunya. Sedangkan yang tersebar di pesisir pantai, mengalami tekanan karena semakin banyaknya penduduk yang membangun perumahan. Selain itu, kendala yang dihadapi oleh pertumbuhan mangrove di wilayah ini, terutama yang ada di pinggir pantai adalah jenis substratnya. Menurut hasil observasi, jenis substrat yang dominan di pinggir pantai Situbondo adalah pasir berbatu (pasir berkarang). Jenis substrat ini sangat sedikit mengandung unsur hara untuk mendukung pertumbuhan mangrove. Selain itu, apabila dilakukan rehabilitasi/ reboisasi lahan, dengan jenis substrat yang seperti ini, tingkat keberhasilannya rendah. Seperti yang dipahami bersama, bahwa mangrove akan tumbuh subur di lingkungan pasir berlumpur. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 83

133 Distribusi Mangrove Tahun 2011 A. Kabupaten Gresik Isu utama mengenai kelestarian hutan mangrove di Kabupaten Gresik adalah rawannya pengrusakan akibat pembalakan liar dan konversi lahan.untuk proses kerusakan alami, rata-rata disebabkan karena abrasi pantai dan gelombang pasang besar, seperti tsunami dan angin topan. Sedangkan dari gangguan atas akibat dari aktivitas manusia lebih banyak Tabel 2.5. Luas Hutan Mangrove Kabupaten Gresik KECAMATAN LUAS (M 2 ) LUAS (HA) Bungah 7,495, Cerme 5, Duduk Sampeyan 1,880, Gresik 104, Kebomas 31, Manyar 7,971, Panceng 3,757, Sidayu 2,958, Ujung Pangkah 12,430, , Wringin Anom 1, Grand Total 36,636, , distribusi hutan mangrove yang tidak merata. Gambar 2.58 Kerapatan Hutan Mangrove Kab.Gresik 4% 94% 2% Jarang Sedang Rapat diakibatkan oleh adanya penebangan kayu, reklamasi pantai untuk perluasan pemukiman, industri, bisnis dan perluasan tambak untuk budidaya tambak maupun produksi garam. Selain isu mengenai kerusakan lahan mangrove, masalah lain yang dihadapi adalah Hal ini dapat dimungkinkan karena secara biologis mangrove tumbuh di pantai yang landai dengan kondisi tanah berlumpur atau berpasir. Mangrove tidak dapat tumbuh lebat pada pantai yang terjal dan berombak besar. Sehingga, pertumbuhannya rata-rata pada wilayah muara atau delta sungai yang membawa Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 84

134 aliran sungai dengan kandungan lumpur dan pasir yang menjadi media utama pertumbuhannya. Gambar 2.58 diatas merupakan peta yang menyajikan sebaran hutan mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Gresik berdasarkan hasil analisa citra satelit Landsat tahun Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa vegetasi mangrove tersebar di beberapa kecamatan seperti Kebomas, Manyar, Bungah, Sidayu, Panceng dan Ujung Pangkah. Secara umum, penyebaran vegetasi ini terbagi dalam 2 lokasi, yaitu di pinggir pantai dan masuk kedaratan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, meskipun mangrove dikenal sebagai tumbuhan pesisir pantai yang berlumpur, akan tetapi banyak petambak yang menanam mangrove di pematang tambak sebagai sumber pakan alami. Luasan hutan mangrove di Kabupaten Gresik disajikan pada Tabel 2.5. Berdasarkan data diatas terlihat bahwa luas hutan mangrove di Kabupaten Gresik adalah sekitar 3.663,63 Ha dengan populasi terbesar terdapat di wilayah Kecamatan Ujung Pangkah (1.243,02 Ha) dan Kecamatan Bungah (749,54 Ha). Tingginya luasan hutan mangrove di Ujung Pangkah disebabkan karena di kawasan tersebut merupakan muara sungai dan tekstur sedimennya adalah lumpur yang banyak mengandung nutrient bagi Gambar 2.59 pertumbuhan mangrove. Sementara itu, di Kecamatan Bungah dan sekitarnya, selain terdapat mangrove yang tumbuh secara alami, banyak pula Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 85

135 terdapat mangrove yang sengaja ditanam di lahan dan pematang tambak oleh para petani ikan. Selain sebagai penahan pematang, serasah atau jatuhan daun mangrove juga berfungsi sebagai pakan alami bagi ikan maupun biota perairan lainnya. Tingkat kerapatan dari hutan mangrove di Kabupaten Gresik disajikan pada Gambar Berdasarkan pada hasil analisa data lanjutan menggunakan indeks NDVI, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar hutan mangrove di Kabupaten Gresik (94%) dapat dikategorikan sebagai hutan dengan kerapatan sedang. Hanya 2% dari seluruh hutan mangrove di Kabupaten Gresik yang tergolong memiliki kerapatan tinggi. B. Kabupaten Lamongan Wilayah pesisir Kabupaten Lamongan terletak berbatasan dengan Laut Jawa. Apabila dilihat dari konturnya, maka kawasan pesisir Lamongan memiliki pantai yang cukup landai dengan kemiringan <5 0. Berdasarkan citra Landsat pada Gambar diatas terlihat bahwa hutan mangrove di kawasan Kabupaten Lamongan memiliki luasan yang lebih sedikit apabila dibandingan dengan wilayah Kabupaten Gresik. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena perbedaan tipe substrat yang terdapat di wilayah pantai Lamongan. Tabel 2.6 Luas Hutan Mangrove Kabupaten Lamongan KECAMATAN LUAS (M 2 ) LUAS (HA) Brondong 2,948, Paciran 385, Solokuro 6, Grand Total 3,339, Berdasarkan hasil survey, sebagian besar pantai di wilayah Kabupaten ini adalah pantai berpasir dan berbatu. Pada jenis substrat ini, mangrove tidak dapat tumbuh. Hal ini berbeda dengan kawasan Gresik, dimana pantainya didominasi oleh substrat berlumpur. Faktor lainnya adalah keterlindungan wilayah pantai. Wilayah pantai Kabupaten Lamongan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 86

136 langsung berhadapan dengan laut lepas. Sehingga pengaruh ombak dan arus laut lagsung diterima oleh pantai. Mangrove adalah vegetasi yang hidup di pantai yang tenang dan terlindung. Oleh sebab itu, di kawasan pantai Lamongan, mangrove jarang ditemui. Hal ini jelas berbeda dengan karakteristik pantai di kawasan Gresik dan sebagian Surabaya yang berbatasan dengan perairan Selat Madura yang relatif tidak memiliki ombak besar. Selain itu, kawasan Surabaya Sidoarjo Gresik, sampai relatif Gambar 2.60 Kerapatan Mangrove Setiap Kecamatan di Kab.Lamongan terlindung oleh pulau Madura. Faktor selanjutnya adalah pasokan air tawar. Karena Kabupaten Lamongan bukan wilayah muara sungai, maka pasokan air tawar yang masuk ke laut relatif tidak ada. Mangrove termasuk vegetasi yang dapat hidup di air payau, sehingga apabila tidak terdapat pasokan air tawar dari darat, mangrove akan sulit untuk hidup dan berkembang. Ketidakadaan muara sungai, membuat pasokan lumpur yang merupakan substrat dimana mangrove dapat hidup juga tidak ada. Tentu saja hal ini berbeda dengan wilayah Gresik, Surabaya dan Sidoarjo, dimana ketiga daerah ini merupakan muara dari sungai-sungai besar. Distribusi ekosistem mangrove di Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada Gambar 30 diatas. Dapat dilihat bahwa, hutan mangrove tersebar hanya di dua kecamatan, yaitu di Kecamatan Paciran dan Brondong. Luas hutan mangrove di Kabupaten Lamongan disajikan pada Tabel 2.7. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 87

137 Berdasarkan hasil analisa citra satelit Landsat 2009, luas hutan mangrove yang terdeteksi di Kabupaten Lamongan adalah sekitar 333,963 Ha dan tersebar di Kecamatan Brondong, Paciran dan Solokuro. Menurut klasifikasi kerapatan, maka hutan mangrove di Kabupaten Lamongan dikategorikan dalam kerapatan sedang dan rapat. Prosentase luas berdasarkan tingkat kerapatan disajikan pada Gambar C. Kabupaten Tuban Tampak pada Gambar 2.61 tergambar bahwa Kabupaten Tuban Gambar 2.61 Citra Landsat Wilayah Pesisir Kab.Tuban memiliki distribusi lahan mangrove yang lebih banyak dibandingkan dengan Kabupaten Lamongan. Vegetasi mangrove di Kabupaten ini ada Tabel 2.7 Luas Hutan Mangrove Kabupaten Tuban KEC LUAS (M 2 ) LUAS (HA) Bancar 31, Jenu 249, Kerek Merakurak 43, Palang 641, Semanding 15, Tambakboyo 80, Tuban 142, Grand Total 1,204, yang tersebar di tepi pantai, namun ada pula vegetasi mangrove yang terdeteksi untuk tumbuh di daratan yang terletak agak jauh dari pantai. Hal ini menjelaskan bahwa wilayah pantai Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 88

138 Kabupaten Tuban lebih cocok sebagai habitat dari vegetasi mangrove dibandingkan dengan kawasan pesisir Kabupaten Lamongan. Daerah Jenu yang memiliki tipe pantai menjorok ke laut, menyebabkan lokasi seperti Kecamatan Tuban dan Palang menjadi cukup terlindungi. Sehingga pengaruh arus dan ombak dari Laut Jawa menjadi minimal. Sehingga tipe substrat pada wilayah ini relatif lebih banyak didominasi oleh substrat lumpur. Berdasarkan pada Tabel 2.7, terlihat bahwa luas total ekosistem mangrove di Kabupaten Tuban adalah sekitar Ha yang tersebar di 8 kecamatan. Kecamatan yang memiliki hutan mangrove paling luas adalah Kecamatan Palang (64.18 Ha), Kecamatan Jenu (24.95 Ha) dan Kecamatan (14.22 Ha). Tuban Pada Gambar 2.61 terlihat bahwa sebagian besar hutan mangrove Kabupaten di Tuban dapat dikelompokkan kedalam hutan Gambar 2.61 Kerapatan Mangrove Setiap Kecamatan di Kab.Tuban dengan kerapatan sedang (88.61%). Meskipun tidak begitu banyak, namun sebaran hutan mangrove dengan kerapatan tinggi juga dapat ditemui di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Semanding, Kecamatan Tuban, Kecamatan Jenu dan Kecamatan Palang. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 89

139 D. Kabupaten Banyuwangi Gambar 2.62 Gambar 2.63 Citra Landsat Wilayah Pesisir Kab.Banyuwangi Berdasarkan Renstra Kabupaten Banyuwangi (2010) mangrove disebutkan mempunyai kemampuan untuk tumbuh dengan cepat, membentuk struktur hutan yang kompleks dan memiliki produktivitas tinggi. Namun ekosistem ini sangat sensitif terhadap faktor-faktor seperti sirkulasi air, salinitas dan aspek fisika kimia dari substrat hidupnya. Konservasi ekosistem dan sumber daya di dalamnya dapat di capai dengan mencegah terjadinya perubahan-perubahan nyata dari faktorfaktor di atas. Konservasi dan pemanfaatan mangrove bergantung sepenuhnya pada perencanaan yang terintergrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan ekosistem mangrove. Pengelolaan mangrove di Kabupaten Banyuwangi selain ditangani oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, juga dibantu oleh pengelola Taman Nasional Tabel 2.8. Luas Hutan Mangrove Kabupaten Banyuwangi KECAMATAN LUAS (M 2 ) LUAS (HA) BANGOREJO 45, BANYUWANGI 186, KABAT 66, KALIPURO 32, MUNCAR 1,347, PASANGGARAN 381, PURWOHARJO 715, ROGOJAMPI 26, TEGAL DLIMO 10,563, , WONGSOREJO 77, TOTAL 13,442, , Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 90

140 Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo yang berada dibawah koordinasi Kementerian Kehutanan. Gambar 2.63 diatas menunjukkan distribusi ekosistem mangrove yang tersebar di wilayah Kabupaten Banyuwangi. Dari peta tersebut terlihat bahwa hutan mangrove sebagian besar tersebar di wilayah pinggir pantai. Apabila ditinjau dari segi geo-morfologinya, maka kawasan pantai Banyuwangi termasuk kedalam wilayah perairan yang semi terlindung/tertutup. Hal ini utamanya karena wilayah pesisir Banyuwangi berbatasan dengan Selat Bali. Selain itu, keberadaan teluk di wilayah Muncar, Tegal Dlimo dan Purwoharjo membuat perairan tersebut juga terlindung dari hempasan ombak besar dan arus kuat. Kombinasi dari sekian faktor geo-morfologi ini membuat kawasan pesisir Banyuwangi menjadi habitat yang sesuai sebagai tempat hidup dari vegetasi mangrove. Luasan hutan mangrove untuk wilayah ini ditampilkan dalam Tabel 2.9. Gambar 2.64 Prosentase Kerapatan Hutan Mangrove Kab.Banyuwangi Berdasarkan hasil analisa citra Landsat tahun 2010, luas hutan mangrove di Kabupaten Banyuwangi adalah 1.344,27 Ha. Hampir 50% (1.056,36 Ha) tersebar di wilayah Kecamatan Tegal Dlimo. Selain itu, hutan mangrove juga dapat ditemui di kawasan Kecamatan Muncar (134,72 Ha) dan Kecamatan Purwoharjo (71,54 Ha). Sebaran mangrove berdasarkan kerapatan disajikan pada Gambar 2.19 diatas. Apabila dilihat dari grafik diatas, terlihat bahwa sebagian besar hutan mangrove di Kabupaten Banyuwangi dapat dikategorikan sebagai Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 91

141 hutan dengan kerapatan sedang. Akan tetapi terdapat pula hutan mangrove kerapatan tinggi, yaitu di Kecamatan Tegal Dlimo dan Muncar. Sedangkan ekosistem mangrove dengan kerapatan jarang dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah kecamatan. E. Kabupaten Jember Gambar 2.66 Peta Distribusi Ekosistem Mangrove Kab. Jember Gambar 2.65 Citra Landsat Wilayah Pesisir Kab.Jember Ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Jember seperti halnya di Kabupaten Banyuwangi, dapat ditemui di wilayah tepi pantai. Selain itu, vegetasi hutan mangrove juga dapat ditemui di Pulau Nusa Barong. Secara administratif, hutan mangrove di Kabupaten Jember berada di Kecamatan Tempurejo di Timur sampai dengan Kecamatan Kencong di Barat. Wilayah seperti Kecamatan Puger dan Gumuk Mas daratan mendapatkan manfaat dari keberadaan Pulau Nusa Barong. Sehingga kawasan daratan ini terlindungi dari pengaruh ombak besar yang berasal dari Samudera Hindia di Selatan. Luas hutan mangrove untuk setiap kecamatan di Kabupaten Jember disajikan pada Tabel 2.9. Menurut hasi analisa citra satelit Landsat 2010, luas total ekosistem mangrove di Tabel 2.9 Luas Hutan Mangrove Kabupaten Jember KECAMATAN LUAS (M 2 ) LUAS (Ha) AMBULU 99, GUMUK MAS 2,706, KENCONG 438, PUGER 297, TEMPUREJO 672, WULUHAN 165, Grand Total 4,379, Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 92

142 Kabupaten Jember adalah sebesar 437,995 Ha. Lebih dari 50% dari luasan tersebut, dapat dijumpai di wilayah Kecamatan Gumuk Mas. Selain Gumuk Mas, kecamatan lainnya yang memiliki luas hutan mangrove yang cukup besar antara lain Kecamatan Kencong dan Kecamatan Tempurejo. Gambar 2.67 Prosentase Kerapatan Hutan Mangrove Kab.Jember Apabila ditinjau dari segi kerapatan, maka sebagian besar hutan mangrove di Kabupaten Jember termasuk kedalam kategori kerapatan sedang. Hutan mangrove kerapatan tinggi dapat ditemui di Kecamatan Tempurejo dan Kecamatan Gumuk Mas. Sedangkan hutan mangrove kerapatan jarang terdapat di Kecamatan Puger, Wuluhan dan Tempurejo Padang Lamun Kondisi ekosistem padang lamun diperairan pesisir Indonesia sekitar 30-40%. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah industri dan pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sebanyak 60% lamun telah mengalami kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan pulau Lombok gangguan bersumber dari penggunaan potassium sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai dan kerapatan sepsiens lamun (Anonymous, 2009). Rekolonialisasi ekosistem padang lamun dari kerusakan yang telah terjadi membutuhkan waktu antara 5-15 tahun dan biaya yang dibutuhkan dalam mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 93

143 berkisar US $/Ha. Oleh karena itu aktivitas pembangunan di wilayah pesisir hendaknya dapat meminimalkan dampak negative melalui pengkajian yang mendalam pada tiga aspek yang terkait yaitu : aspek kelestarian lingkungan, aspek ekonomi dan aspek social (Anonymou, 2009). Hasil rekapitulasi luas padang lamun dari LSLHD Kab/Kota di Jawa Timur menunjukkan bahwa luas padang lamun di Jawa Timur yaitu 4.088,42 Ha dengan tingkat kerusakan dalam setiap tahun sebesar 20%. Luas Padang lamun 1.145,98 Ha. terbesar berada di Kabupaten Sumenep yaitu Kerusakan yang terjadi pada padang lamun dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress. Natural stress bisa disebabkan gunung meletus, tsunami, kompeisi, predasi. Sedangkan anthrogenik stress disebabkan bisa oleh (1) Perubahan L u a s ( h a ) fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga, (2) Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh sinar matahari, (3) Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak) dan (4) Water pollution (logam berat dan minyak). Gambar 2.68 Luas dan Kondisi Padang Lamun Provinsi Jatim, Baik Sedang Rusak Selain beberapa ancaman tersebut limbah pertanian, industry, dan rumah tangga yang dibuang ke Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 94

144 laut, pengerukan lumpur, lalu lintas perahu yang padat dapat mempengaruhi kerusakan lamun IKLIM Perubahan iklim merupakan salah satu isu global yang paling banyak dibicarakan di seantero dunia. Perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global (global warming) menyebabkan kenaikan temperatur dan pergeseran musim. Kenaikan temperatur menyebabkan es dan gletser di Kutub Utara dan Selatan mencair. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya pemuaian masa air laut dan kenaikan permukaan air laut. Bagi kehidupan nelayan atau masyarakat pesisir hal ini akan menurunkan produksi tambak ikan dan udang. Pola musim yang tidak beraturan menyebabkan pada musim kemarau cenderung kering dengan trend hujan makin turun yang mengakibatkan salah satu dampak kebakaran lahan dan hutan sering terjadi. Kondisi perubahan iklim berupa peningkatan suhu wilayah-wilayah di Provinsi Jawa Timur dilihat dengan membandingkan kondisi suhu ratarata bulanan tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 (Gambar 2..) 29,0 28,5 28,0 27,5 27,0 26,5 26,0 25,5 25,0 24,5 Gambar 2.69 rata-rata Suhu tahun 2001 s/d 2010 Kab. Banyuwangi Kab. Malang Kab. Gresik Kab. Sumenep Kota Surabaya Hasilnya adalah Suhu tertinggi terjadi pada tahun 2009 di Kabupaten Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 95

145 Gresik yaitu 28,4 0 C, sedangkan terendah berada di Kabupaten Malang pada tahun 2003 yaitu 24,7 0 C. Secara umum suhu di Jawa Timur sejak tahun 2001 s/d 2010 sangat fluktuatif dengan kisaran antara 24,7 0 C s/d 28,4 0 C. 30,0 Gambar Suhu Max. Min dan Rata-rata Tahun ,0 20,0 15,0 10,0 5,0 Max Rata-rata Min 0,0 Berdasarkan data yang dimiliki oleh BLH Provinsi Jawa Timur, suhu tertinggi di Provinsi Jawa Timur adalah 31 o C terjadi di Kabupaten Nganjuk, sedangkan suhu terendah adalah 18,10 o C terjadi di Kabupaten Bondowoso. Suhu udara rata-rata bulanan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010 diwakili oleh 8 (delapan) kota dapat dilihat pada Gambar Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 96

146 Gambar 2.71 Kelembaban Udara Kab. Nganjuk Kab. Banyuwangi Kab. Malang Kab. Gresik Kab. Sumenep Kota Surabaya Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 97

147 2.7. BENCANA ALAM Maraknya kabar mengenai negara-negara maupun daerah-daerah yang terkena bencana alam menghiasi surat kabar maupun berita-berita yang ada di televisi. Bencana alam tidak dapat dianggap sebagai masalah yang sepele. Dari setiap bencana alam yang terjadi pasti menimbulkan kerugian yang besar dari setiap aspek kehidupan. Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan. Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap manusia peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami. Dalam skala Provinsi Jawa Timur, disamping ancaman tersebut diatas, hal yang selalu terjadi adalah bencana banjir, tanah longsor, gagal panen, seakan-akan menjadi langganan bagi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur melaporkan pada tahun 2011 bahwa luas areal yang tergenang adalah 174 Ha dengan kerugian material Rp ,00, sedangkan berdasarkan hasil laporan SLHD Kab/Kota tahun 2010 luas areal yang tergenang adalah 957,28 Ha, 4020 orang mengungsi, 2 orang meninggal dunia dengan kerugian material Rp ,-. Jumlah kejadian banjir terbesar pada tahun 2011 terjadi di Kabupaten Bojonegoro dengan Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 98

148 luas areal tergenang sebesar 64 Ha, dengan kerugian material Rp ,00. Kejadian banjir, tanah langsor dan lain sebagainya disebabkan oleh volume hujan yang tinggi serta tingkat kerusakan hutan dan lahan yang sudah kritis. Dan untuk kejadian bencana gempa alam pada tahun 2011 terjadi pada 10 Kab/Kota di Jawa Timur dengan kerugian sebesar ,00 dan meninggal sebanyak 10 orang. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur II - 99

149 BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN Berdasarkan sensus penduduk tahun 2011, penduduk Jawa Timur telah mencapai 37,69 juta jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 0,8 ribu jiwa /km2, kepadatan tertinggi di Kota Surabaya (8,5 ribu jiwa/km2) dan terendah di Kab. Banyuwangi (0,27 ribu jiwa/km2). Tingkat kepadatan yang tinggi berdampak pada ekploitasi lahan khususnya untuk pemukiman, yang berdampak berkurangnya lahan terbuka sehingga berpotensi terjadinya banjir. Di sisi lain sampah dan limbah lainnya yang timbul akibat aktivitas masyarakat juga memberikan tekanan terhadap lingkungan khususnya sungai. Hasil pemantauan menunjukkan kualitas air sungai Brantas tidak memenuhi baku mutu, IPAL komunal sepanjang sungai Brantas adalah salah satu solusi yang dipilih Jawa Timur untuk mengurangi pencemaran sungai Brantas akibat limbah domestik dengan diiringi pemberdayaan masyarakat, serta upaya-upaya lainnya. Sumbangan Gas Rumah Kaca dari Jawa Timur berupa gas metana khususnya dari kegiatan pertanian dan peternakan pada tahun 2011 sebesar 5,68 juta ton, sumbangan terbesar berasal dari sektor ternak sapi perah yaitu 2,7 juta ton atau 47,5 persen. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 0

150 3.1. KEPENDUDUKAN Jumlah dan kepadatan penduduk Penduduk Jawa Timur tahun 2011 sebesar 37,69 juta jiwa, terdiri dari juta jiwa laki-laki dan 18,99 perempuan. Selama periode lima puluh tahun ( ) penduduk Jawa Timur hanya bertambah tujuh persepuluh kali lipat dari penduduk tahun 1961 yaitu sekitar 21,82 juta jiwa. Sejak tahun 2000 pertumbuhan penduduk di Jawa Timur sudah dibawah 1,00 persen per tahun. Laju pertumbuhan penduduk Jawa Timur dari tahun 2009 hingga tahun 2011 meningkat dari pertumbuhan 0,51 persen menjadi 0,56 persen, terjadi peningkatan 0,05 persen. Konsentrasi penduduk terbanyak berada di Kota Surabaya yaitu 2,78 juta jiwa, sedangkan konsentrasi penduduk paling sedikit adalah Kabupaten Pacitan yaitu sekitar 0,54 juta jiwa. Penyebaran penduduk yang tidak merata merupakan salah satu permasalahan kependudukan yang dihadapi Jawa Timur. Gambar 3.1. Jumlah dan kepadatan penduduk Jawa Timur Tahun 2011 Kepadatan penduduk Jawa Timur rata-rata 0,81 ribu jiwa per km2, sedangkan kepadatan penduduk di wilayah Kabupaten/Kota bervariasi. Wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi pada umumnya berada di daerah perkotaan, Kota Surabaya memiliki kepadatan penduduk tertinggi dibanding kota lainnya yaitu yaitu 8,5 ribu jiwa per km2 (sepuluh kali lipat kepadatan rata-rata penduduk Jawa Timur). Sedangkan wilayah dengan kepadatan penduduk terendah berada di Kabupaten Banyuwangi yaitu 0,27 ribu jiwa per km2, disusul Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 1

151 Pacitan. Pada tahun 2010 Kabupaten Pacitan merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk terendah, dan pada tahun 2011 posisinya digantikan Kabupaten Banyuwangi. Diharapkan peningkatan kepadatan penduduk ini dikarenakan adanya ketersediaan sarana dan pekerjaan bagi penduduk, sehingga tidak terjadi migrasi ke daerah lain yang akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan penduduk. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk secara umum memberikan tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan, karena dalam pemenuhan kebutuhan hidup akan pangan, sandang dan papan membutuhkan lahan dan air. Alih fungsi lahan dan konversi lahan masih cenderung terjadi untuk memenuhi kebutuhan akan lahan untuk pemukuman dan industri. Pertambahan penduduk akan terus menekan kebutuhan air khususnya air bersih dan air, di sisi lain akan berakibatkan menimbulkan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Gambar 3.2. Piramida Penduduk Jawa Timur Tahun 2011 Laki-laki Perempuan Kecenderungan pertambahan penduduk juga meningkatkan volume alat transportasi dan konsumsi bahan bakar, khususnya yang berbasis fossil. Selanjutnya dalam pemanfaat enegi khususnya dengan cara pembakaran dapat tekanan terhadap kualitas udara di beberapa kota-kota besar Penduduk laki-laki dan perempuan Berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, piramida penduduk Jawa Timur menunjukkan jumlah penduduk perempuan (19,08 juta jiwa) Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 2

152 lebih besar dibanding penduduk laki-laki (18,6 juta jiwa), selisih jumlah penduduk laki-laki dan perempuan sekitar 7,6 ribu. Jumlah penduduk usia anak-anak mulai 0 tahun sampai 10 th selalu meningkat, kemudian menurun hingga 24 tahun dan relatif stabil hingga usia 44 tahun. Selanjutnya penduduk pada usia 45 tahun hingga 75+ th jumlahnya selalu menurun. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Jawa Timur menunjukkan angka sex rasio rata-rata 97,5 yang berarti penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Angka sex rasio penduduk berubah seiring dengan meningkatnya usia, apabila ditinjau dari kelompok usia dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : a. Angka sex rasio diatas 100 yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibanding perempuan, terjadi pada kelompok usia 0 tahun sampai 19 tahun, dan usia 55 hingga 59 tahun. b. Angka sex rasio dibawah 100 yang berarti jumlah penduduk perempuan lebih besar dibanding laki-laki terjadi pada kelompok usia 20 tahun hingga 54 tahun, dan usia 60 tahun keatas Dari hal tersebut diatas nampak bahwa jumlah anak lahir laki-laki lebih banyak dibanding perempuan hingga usia mereka menginjak 19 tahun, tetapi pada kelompok usia 20 sampai 54 tahun jumlah laki-laki lebih sedikit dibanding perempuan, hal ini diduga terjadinya kasus kematian laki-laki lebih banyak dibanding perempuan khususnya terjadi pada kelompok usia 20 sampai 24 tahun. Selanjutnya pada kelompok usia 55 sampai 59 terjadi hal yang sebaliknya, diduga kasus kematian perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Angka sex rasio semakin kecil seiring dengan usia yang semakin lanjut (tua) yang berarti bahwa kasus kematian lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan, angka sex rasio kelompok usia 75+ adalah 63,85 persen artinya diantara 100 jiwa perempuan terdapat 64 jiwa laki-laki. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 3

153 Migrasi Penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen demografi yaitu kelahiran (birth), kematian (death) dan perpindahan penduduk (migration). Kelahiran yang terjadi akan bersifat penambahan sedang kematian akan bersifat pengurangan terhadap jumlah penduduk. Begitu pula halnya dengan migrasi, jumlah penduduk yang masuk bersifat penambahan dan penduduk yang keluar bersifat pengurangan. Angka migrasi di Kab./Kota Jawa Timur sangat fluktuatif, dari 38 Kab./Kota yang memiliki angka migrasi positif tertinggi adalah Kab. Gresik dan Kab. Lamongan, berarti jumlah penduduk yang datang ke daerah tersebut lebih banyak dibanding jumlah penduduk yang pindah. Sedangkan di Kab./Kota yang lain jumlah penduduk yang datang seimbang dengan yang pindah, kecuali Kabupaten Jombang memiliki angka migrasi negatif yang berarti jumlah peduduk yang pindah lebih banyak dibanding penduduk yang datang. Gambar 3.3. Migrasi Penduduk Jawa Timur per Kab,/Kota Kejadian penduduk yang datang yang paling besar tercacat pada bulan Maret dan April, sedangkan yang paling kecil terjadi pada bulan Agustus. Penduduk pindah yang paling besar terjadi pada bulan januari dan Pebruari, sedang yang paling kecil terjadi pada bulan Desember. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 4

154 Sebaran penduduk Jawa Timur ditinjau dari tempat tinggal meliputi penduduk yang bertempat tinggal di daerah pegunungan atau di pantai dan pesisir, khusus untuk penduduk di pantai dan pesisir yang terbanyak berada di Kabupaten Sumenep yaitu 144 Desa, 164 ribu rumah tangga, dan 504 ribu jiwa, penduduk pantai dan pesisir pada umumnya berprofesi sebagai nelayan, petani tambak atau petani garam Status Pendidikan Angka melek huruf merupakan salah satu indikator pendidikan yang digunakan untuk mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf terutama di daerah pedesaan dimana jumlah penduduk yang tidak pernah bersekolah/tidak tamat SD masih cukup tinggi. Indikator angka melek huruf dapat digunakan untuk mengukur kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media dan kemampuan penduduk untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Gambar 3.4. Status Pendidikan Laki-laki Gambar 3.5. Status Pendidikan Perempuan Status pendidikan bagi penduduk di Jawa Timur pada usia sekolah antara 5 tahun sampai 24 tahun antara laki-laki dan perempuan relatif sama, status pendidikan SD untuk laki-laki dan perempuan memiliki persentase yang paling besar yaitu sekitar 35 persen, disusul SLTP, SLTA, Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 5

155 Diploma dan Universitas. Sedangkan persentase penduduk yang tidak sekolah sekitar 10 persen atau sekitar 796 ribu jiwa. Penduduk yang tidak/belum sekolah terdiri dari perempuan 382 ribu jiwa dan laki-laki 413 ribu jiwa, kondisi ini terjadi dimungkinkan karena masih rendahnya kesadaran untuk menyekolahkan anaknya, karena adanya prinsip di masyarakat pedesaan bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah karena nantinya hanya akan di rumah saja sebagai ibu rumah tangga, disamping kemungkinan karena tingkat ekonomi penduduk masih rendah/miskin sehingga tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya Pendidikan Tertinggi Penduduk usia 5 sampai 75+ menurut pendidikan tertinggi pada tahun 2011 terdapat 8,29 juta jiwa tidak tamat SD atau sekitar 26 persen laki-laki (4,0 juta jiwa) dan perempuan 27 persen (4,2 juta jiwa). Penduduk dengan pendidikan tertinggi SD menempati persentase terbesar yaitu 30 persen, relatif sama antara laki-laki dan perempuan. Persentase pendidikan tertinggi sarjana S2 atau S3 sekitar 1 persen dari seluruh penduduk Jawa Timur, persentase ini paling sedikit dibanding pendidikan tertinggi lainnya. Gambar 3.6. Laki-laki menurut pendidikan tertinggi Gambar 3.7. Perempuan menurut pendidikan tertinggi Di seluruh daerah Jawa Timur, pendidikan SD masih mendominasi, disusul status pendidikan SLTP dan SLTA, kecuali Kota Surabaya dimana Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 6

156 SLTA merupakan status pendidikan yang cukup dominan. Sedangkan status pendidikan Diploma, S1, S2 atau S3 masih sangat rendah di semua Kab./Kota, hal ini berarti bahwa masih belum semua atau masih sangat sedikit penduduk Jawa Timur yang dapat merasakan pendidikan hingga perguruan tinggi, terutama Kabupaten Jember hanya 5,5 ribu jiwa yang mencapai pendidikan hingga perguruan tinggi. Tingkat pendidikan menurut kabupaten/kota menunjukkan bahwa penduduk yang tidak pernah sekolah paling besar berada di Kabupaten Jember sekitar 230 ribu jiwa, sedangkan yang paling sedikit Kota Mojokerto sekitar 1,9 ribu jiwa. Kebutuhan penduduk Jawa Timur terhadap ketersediaan sekolah sangat besar hal ini dapat dilihat dari bentuk piramida penduduk dimana penduduk usia sekolah paling besar. Jawa Timur hingga tahun 2011 sudah memiliki sekolah sejumlah 35,11 ribu sekolah mulai SD, SLTP, dan SLTA baik negeri maupun swasta. Pendidikan SD paling banyak dimiliki Kab. Malang, Kab. Jember dan Kab. Sumenep serta Kabupaten di kepulauan Madura lainnya, ketersediaan sekolah ini diharapkan dapat mencukupi permasalahan kebutuhan pendidikan penduduk. Jenis sekolah dengan penekanan keagamaan di Jawa Timur tersedia cukup banyak, tercatat sekolah Madrasah Ibtidaiyah setara SD sekitar 6,7 ribu sekolah, Madrasah Tsanawiyah setara SLTP sekitar 2,7 ribu sekolah, dan Madrasah Aliyah setara SLTA sekitar 1,19 ribu sekolah. Besarnya tekanan terhadap lingkungan dari penduduk selain dipengaruhi oleh jumlah dan kepadatan penduduk juga dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena sikap kepedulian terhadap lingkungan dapat diperoleh dari pembelajaran di sekolah, misalnya melalui program Adiwiyata. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 7

157 3.2. PERMUKIMAN Rumah tangga di Jawa Timur Diketahui secara luas bahwa kaum miskin menanggung konsekuensi terbesar dari kerusakan lingkungan untuk berbagai alasan : a. Mata pencaharian sebagian besar kaum miskin terkait langsung dengan mutu dan produktivitas sumber daya alam (air, tanah, hutan, perikanan). b. Keluarga miskin memiliki tingkat akses terendah ke jasa dan manfaat lingkungan seperti air minum, sanitasi, energi bersih. c. Rumah tangga yang berpenghasilan Gambar 3.8. Rumah Tangga miskin rendah lebih rentan terhadap bencana alam dan antropogenik karena mereka biasanya hidup di daerah beresiko lebih tinggi. d. Kaum miskin tidak mampu menghadapi kerusakan lingkungan seefektif segmen masyarakat yang lebih berada. Kaum miskin pada umumnya memiliki mata pencaharian terkait dengan lingkungan, misalkan terkait dengan hutan, kehilangan hutan akan memperlemah mata pencaharian, sehingga kaum miskin akan menjadi lebih kesulitan dalam memenuhi kehidupannya. Rumah tangga miskin di Jawa Timur tahun 2010 mencapai jumlah rumah tangga atau 16% dari total jumlah rumah tangga di Jawa Timur. Sebaran rumah tangga miskin paling besar berada di Kab. Pasuruan dan Kab. Banyuwangi. Lokasi tempat tinggal penduduk di Jawa Timur dapat dibedakan menurut lokasi permukiman yaitu mewah, menengah, sederhana, kumuh, bantaran sungai, dan pasang surut. Pada tahun 2011 penduduk yang tinggal di lokasi permukiman kumuh sebesar rumah tangga atau sebesar 0,23%, sedang penduduk yang berada di lokasi permukiman Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 8

158 bantaran sungai sebesar rumah tangga atau 0,16 %. Prosentase penduduk miskin dibanding penduduk yang berada di permukiman kumuh perbedaannya sangat besar, hal ini menunjukkan bahwa penduduk miskin di Jawa Timur belum tentu bertempat tinggal di lokasi permukiman kumuh. Sedangkan apabila ditinjau dari rumah tangga yang bertempat tinggal di lokasi pemukiman kumuh dan bantaran sungai, tampak bahwa pemukiman di bantaran sungai belum tentu merupakan pemukiman kumuh. Pemukiman bantaran sungai terbanyak berada di Kab. Lamongan dan Kab. Bojonegoro, tetapi pada kedua Kabupaten tersebut pemukiman kumuh sangat sedikit. Sedangkan pemukiman kumuh terbanyak berada di Kota Surabaya, dan yang paling sedikit memiliki pemukiman kumuh adalah Kab. Blitar dan Kab. Lamongan. Sistem pengelolaan air limbah domestik di Jawa Timur belum tertata dengan baik, hampir sebagian besar limbah cair dari pemukiman bermuara ke sungai. Dan ironisnya sungai masih merupakan jamban umum dan keranjang sampah bagi sebagian penduduk. Hasil pemantauan BLH Provinsi Jawa Timur, Dinas PU Pengairan dan PJT I Malang menunjukkan bahwa kualitas air sungai Brantas tidak memenuhi baku mutu khususnya untuk parameter Chemical Oxygen Demand (COD). Pembangunan IPAL Komunal sepanjang sungai Brantas menjadi salah satu solusi pilihan Jawa Timur untuk mengurangi beban pencemaran sungai Brantas dengan diiringi pemberdayaan masyarakat dan upaya-upaya lainnya. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 9

159 Pemukiman Bantaran Sungai Pemukiman Kumuh Gambar 3.9. Perbandingan pemukiman kumuh dan bantaran sungai Sumber air minum Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan diantaranya memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, dsb. Penurunan kualitas lingkungan akibat kependudukan beriringan dengan kondisi pemukiman, semakin banyak penduduk memiliki rumah sehat maka kualitas lingkungan akan semakin terjaga. Gambar Rumah Tangga dan sumber air Konsumsi air minum untuk rumah tangga di Jawa Timur pada tahun 2011 sebagian besar atau sekitar 51 persen dipenuhi dari air tanah (sumur). Sisanya dipenuhi dari air sungai 27 persen dan ledeng (Perusahaan Daerah Air Minum) sekitar 20 persen, air hujan 1 persen, air kemasan 0,01 persen, dan lainnya 0,42 persen. Status Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur III - 10

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

Perencanaan Perjanjian Kinerja

Perencanaan Perjanjian Kinerja Bab II Perencanaan Perjanjian Kinerja Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan suatu waduk merupakan salah satu upaya manusia untuk mencukupi kebutuhan dan menjaga ketersediaan air sepanjang tahun sesuai dengan fungsi

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Jawa selain Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta), Banten,

Lebih terperinci

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan

Daftar Tabel. halaman. Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan halaman Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN 2008-2012 PADA MASING-MASING DAS (BRANTAS, SOLO DAN SAMPEAN) No Kabupaten Luas Wilayah Lahan Kritis Luar Kawasan Hutan (Ha) Ket. (Ha)

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29

Daftar Tabel. Kualitas Air Rawa... I 28 Tabel SD-15. Kualitas Air Sumur... I 29 Daftar Tabel Bab I Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya A. Lahan dan Hutan Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan... I - 1 Tabel SD-2. Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (Angka Ramalan II Tahun 2014) No. 75/11/35/Th.XII, 3 November 2014 A. PADI Produksi Padi Provinsi Jawa Timur berdasarkan Angka Ramalan II (ARAM

Lebih terperinci

Nomor : KT.304/ 689 /MJUD/XI/2014 Surabaya, 20 Nopember 2014 Lampiran : - Perihal : Awal Musim Hujan 2014/2015 Prov. Jawa Timur.

Nomor : KT.304/ 689 /MJUD/XI/2014 Surabaya, 20 Nopember 2014 Lampiran : - Perihal : Awal Musim Hujan 2014/2015 Prov. Jawa Timur. BMKG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8667540 Pes. 104, Fax. 031-8673119 E-mail : meteojuanda@bmg.go.id

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Sementara Tahun ) No.22/03/35/Th XIII,2 Maret 2015 A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar 12,398 juta ton Gabah

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur Disampaikan dalam Acara: World Café Method Pada Kajian Konversi Lahan Pertanian Tanaman Pangan dan Ketahanan Pangan Surabaya, 26 September 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi

Lebih terperinci

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Profil Provinsi Jawa Timur Jawa Timur sudah dikenal sebagai salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *)

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *) STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO Oleh : Rhenny Ratnawati *) Abstrak Sumber air pada DAS Bengawan Solo ini berpotensi bagi usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan sumber

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH 5.1. Prioritasdan Arah Kebijakan RKPD Tahun 2013 5.1.1. Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA KERJA TAHUN 2012

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA KERJA TAHUN 2012 BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA KERJA TAHUN 2012 II.1. Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2012 dan Prioritas Renstra Program merupakan instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2014 dan Angka Ramalan I 2015) No. 47/07/35/Th XIII,1 Juli 2015 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2014 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Eks Karesidenan Madiun Karesidenan merupakan pembagian administratif menjadi kedalam sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Berdasarkan Tipologi Klassen periode 1984-2012, maka ada 8 (delapan) daerah yang termasuk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010

RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 200 KODE PERMEN 2 05 000 2 Kelautan dan Program Peningkatan Kesejahteraan Petani Dinas 2.400.000 Fasilitasi Program Anti Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

LUAS KAWASAN HUTAN PERUM PERHUTANI DIVRE JAWA TIMUR BERDASARKAN PERUNTUKANNYA TAHUN

LUAS KAWASAN HUTAN PERUM PERHUTANI DIVRE JAWA TIMUR BERDASARKAN PERUNTUKANNYA TAHUN Tabel I.A.1. LUAS KAWASAN HUTAN PERUM PERHUTANI DIVRE JAWA TIMUR BERDASARKAN PERUNTUKANNYA TAHUN 2010-2014 TAHUN 2010 TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHUN 2014 NO. KABUPATEN HUTAN HUTAN HUTAN HUTAN HUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 33 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Provinsi Jawa Timur terletak pada 111 0 hingga 114 4 Bujur Timur, dan 7 12 hingga 8 48 Lintang Selatan. Disebelah

Lebih terperinci

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016 BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA BLITAR DINAS LINGKUNGAN HIDUP JL. Pemuda Soempono Kel. Gedog Kec. Sananwetan Telp.

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA

ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA Ayu Kumala Novitasari 1) dan Eddy Setiadi Soedjono 1 1) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Dalam kerangka pembangunan Good Governance yang berorientasi pada hasil, dan dalam rangka mendukung pencapaian

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) BPS PROVINSI JAWA TIMUR PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014) No. 45/07/35/Th XII,1 Juli 2014 A. PADI Angka Tetap (ATAP) 2013 produksi Padi Provinsi Jawa Timur sebesar

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( )

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( ) JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah (115100901111013) Layyin Yeprila Ningrum (115100900111039) Puji sri lestari (115100907111004) Rizki dwika

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika pembangunan yang berjalan pesat memberikan dampak tersendiri bagi kelestarian lingkungan hidup Indonesia, khususnya keanekaragaman hayati, luasan hutan dan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA G U B E R N U R NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Rasio Konsumsi Normatif Rasio konsumsi normatif adalah perbandingan antara total konsumsi dan produksi yang menunjukkan tingkat ketersediaan pangan di suatu wilayah. Rasio konsumsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum...... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 5 1.4. Sistematika Dokumen RKPD... 5 1.5. Maksud dan Tujuan... Hal BAB II EVALUASI HASIL

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PEME RI NTAH PROVINS I JAW A T I MUR BADAN LINGKUNGAN HIDUP (B L H) Jl. Wisata Menanggal No. 38

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR No. 16/02/35/Th. XIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Jawa Timur Hasil Pendataan Potensi Desa 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 B. Pemanfaatan dari Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah 1.3. Manfaat SLHD Provinsi DKI Jakarta 1.3.1. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi DKI Jakarta dimanfaatkan

Lebih terperinci

DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR

DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - DAFTAR PERDA/PERKADA KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR YANG DIBATALKAN OLEH GUBERNUR JAWA TIMUR NO. KABUPATEN/KOTA JML PERATURAN DAERAH PEMBATALAN PERATURAN BUPATI/ PERATURAN WALIKOTA KEPUTUSAN GUBERNUR

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO 2 Penjelasan Umum Sensus Ekonomi 2016 Sensus Ekonomi merupakan kegiatan pendataan lengkap atas seluruh unit usaha/perusahaan (kecuali

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan. GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Selatan GUBERNUR SULAWESI SELATAN Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH PROFIL WILAYAH SULAWESI SELATAN Luas Area : 46.083,94 Km2 Panjang Pesisir

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DIKAWASAN DAS BRANTAS ( Studi kasus Kabupaten Malang Jawa Timur ) Oleh : Sylviani. Ringkasan

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DIKAWASAN DAS BRANTAS ( Studi kasus Kabupaten Malang Jawa Timur ) Oleh : Sylviani. Ringkasan PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DIKAWASAN DAS BRANTAS ( Studi kasus Kabupaten Malang Jawa Timur ) Oleh : Sylviani Ringkasan Pemanfaatan sumber air dikawasan DAS Brantas mulai dari hulu sampai hilir (termasuk

Lebih terperinci

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r

JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r JO~ ~I~~~JA ~JAMA II~~I ra~~~ ~~1~ ~A~AN li~g~~~gan ~m~f frovin~1 JAWA rim~r Instansi Visi Misi Tujuan Tugas Fungsi Badan Hidup Provinsi Jawa Timur Ketersediaan Hidup Jawa Timur yang Baik dan Sehat 1.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Berikut dijelaskan tentang tugas pokok dan fungsi, profil, visi misi, dan keorganisasian Badan Ketahanan Pangan

Lebih terperinci