PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS), KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS), KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR"

Transkripsi

1 PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS), KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI ANAK SEKOLAH DASAR Ershelly Arfiah Wiraningrum, Astutik Pudjirahaju, Sugeng Iwan Setyobudi Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen 77C Malang Abstract: Food Snacks School Children (PJAS) plays an important role in the energy and nutrient adequacy of school children especially proteins. The purpose of research to analyze the value of energy and nutrients (carbohydrates, proteins, fats, and iron) PJAS in the Elementary School of Village Sukopuro District Jabung-Malang. There are 20 samples analyzed PJAS, showed that 3 PJAS according to the adequacy standard for meals quantitatively (the value of energy and nutrients) that weci B (345Kalori and 6.1 g of protein per 100 g), the contents of chocolate Molen (759 Calories and 6, 7 g protein per 100 g), and fried tempe contain 433 calories and 19.7 g of protein per 100 g), whereas qualitative (protein quality) 6 kinds PJAS that according to the standard of adequacy is Cilok and Tahu C, Chocolate Molen, Banana Molens, Fried Tempe,Fried Tofu, and Tofu Balado. Conclusion of the study, PJAS in the Sukopuro village still not according to the standards adequacy of energy and nutrients are recommended. Keywords: food snacks, energy and substance nutritional value, quality protein, dietary Allowance Abstrak: Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) berperan penting dalam memenuhi kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah khususnya protein. Tujuan penelitian menganalisis nilai energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan zat besi) PJAS di Sekolah Dasar Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Terdapat 20 sampel PJAS yang dianalisis, menunjukkan bahwa 3 PJAS memenuhi standar kecukupan untuk jajanan secara kuantitatif (nilai energi dan zat gizi) yaitu weci B (345Kalori dan 6,1 g protein per100 g), molen isi coklat (759 Kalori dan 6,7 g protein per100 g), dan tempe goreng 433 Kalori dan 19,7 g protein per100 g), sedangkan secara kualitatif (mutu protein) ada 6 macam PJAS yang sesuai standar kecukupan yaitu cilok+tahu C, molen isi coklat, molen isi pisang, tempe goreng, tahu goreng, dan tahu balado. Kesimpulan penelitian, PJAS di Desa Sukopuro masih belum memenuhi standar kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan. Kata Kunci: PJAS, nilai energi dan zat gizi, mutu protein, kecukupan gizi PENDAHULUAN Riskesdas 2010 melaporkan rata-rata kecukupan energi anak usia sekolah (7-12 tahun) berkisar 71,6-89,1% dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, dan sebanyak 44,4% anak mengonsumsi energi dan zat gizi di bawah kecukupan minimal (2.050 Kalori). Selain itu, kontribusi energi dan zat gizi dari sarapan pagi pada anak sekolah masih rendah, sebesar 18% anak usia sekolah kurang dari 25% AKG (Khomsan, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) memegang peranan penting dalam memberikan kontribusi untuk memenuhi kecukupan energi dan zat gizi, khususnya protein. ISSN PJAS sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di berbagai kelompok usia, salah satu diantaranya yaitu anak sekolah baik di perkotaan maupun di pedesaan (Winarno, 2004). Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan 99% anak Sekolah Dasar pada 18 provinsi di Indonesia selalu mengonsumsi PJAS. Hasil penelitian Yanti (2012) di Semarang sesuai dengan survei BPOM tentang kebiasaan jajan, yaitu 90,65% anak sekolah selalu jajan dan 43,76% anak sekolah tidak pernah sarapan. Hal ini disebabkan karena pada umumnya setiap hari anak sekolah menghabiskan seperempat waktunya di sekolah dan lebih banyak menjumpai PJAS kaki lima di lingkungan sekolah, sehingga sebagian besar anak

2 JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: rutin mengonsumsi jajanan di sekolah (Adriani, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan anak usia sekolah, antara lain kebiasaan sarapan pagi, banyaknya penjual PJAS di lingkungan sekolah menyebabkan anak-anak selalu jajan dan melewatkan waktu untuk sarapan pagi di rumah, sebagai gantinya anak jajan di sekolah untuk memenuhi kecukupan energi dan zat gizi sebagai kontribusi dalam mencukupi kecukupan energi dan zat gizi (Khomsan, 2003). Lebih lanjut, Khomsan (2003) menjelaskan bahwa perbandingan pola konsumsi makanan dalam sehari yang baik adalah konsumsi energi dari sumber karbohidrat 50-60%, protein 10-20%, dan lemak 20-30% dari total energi. Sedangkan, makanan selingan atau jajanan 20% dari angka kecukupan energi dalam sehari dengan perbandingan karbohidrat 10-12%, protein 2-4%, dan lemak 4-6% atau minimal harus mengandung energi 300 Kalori dan zat gizi 5 g protein untuk tiap anak dalam sehari (Inpres RI, 1997). Lebih lanjut dijelaskan, untuk meningkatkan kecukupan konsumsi energi dan zat gizi anak sekolah melalui PJAS harus memenuhi syarat yang tercantum di dalamnya, beragam jenisnya, bergizi seimbang dan aman, mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Akan tetapi, kandungan energi dan zat gizi PJAS tidak seimbang karena hanya terdapat satu atau dua jenis zat gizi berupa karbohidrat dan lemak, apabila ada zat gizi lain hanya dalam jumlah kecil (Inpres RI, 1997). PJAS berperan penting dalam memenuhi kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah khususnya protein. Apabila PJAS yang di jual di lingkungan sekolah sudah cukup baik mutu gizinya, anak-anak akan mendapatkan manfaat tambahan energi dan zat gizi, sehingga mampu memenuhi kecukupan energi dan zat gizi dalam tubuh (Sihadi, 2004). Sebaliknya, apabila mutu gizi PJAS tidak cukup baik, anak-anak tidak mampu memenuhi kecukupan energi dan zat gizi sehingga akan terjadi defisiensi energi dan zat gizi tertentu. Hal tersebut disebabkan karena pada PJAS tidak mengandung energi dan zat gizi yang cukup banyak dan pada umumnya lebih banyak mengandung karbohidrat dan lemak (Astawan, 2008). Anak usia sekolah tidak hanya membutuhkan zat gizi berupa karbohidrat dan lemak, akan tetapi protein juga dibutuhkan untuk meningkatkan daya konsentrasi belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi anak di sekolah. Masalah gizi yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu masalah anemia gizi besi (AGB). Prevalensi anemia pada anak sekolah di Indonesia sekitar 26,4%, dimana di daerah pedesaan lebih tinggi (22,8%) dibanding daerah perkotaan (20,6%) (Riskesdas, 2013). Hal ini disebabkan anak sekolah dasar sering melewatkan sarapan pagi, sehingga membutuhkan kontribusi energi dan zat gizi yang dapat memenuhi kecukupan yang dianjurkan dalam sehari dengan PJAS yang dijajakan sekitar lingkungan sekolah. Penelitian Sulistyanto (2005) di Semarang menunjukkan bahwa konsumsi energi dan zat gizi PJAS di dua Sekolah Dasar yang berbeda yaitu di SDN Bendungan dan SD H. Isriati, masih di bawah Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, yaitu masing-masing 292 Kalori dan 245 Kalori dari rata-rata konsumsi per hari. Sedangkan kontribusi protein sudah memenuhi, yaitu 5 g dan 7 g rata-rata konsumsi protein per hari. Sejalan dengan penelitian Oktora (2009) di SDN Tunjungsekar 1 Kota Malang yang menunjukkan nilai energi dan zat gizi PJAS masih di bawah anjuran, yaitu 148 Kalori dan 3 g protein. Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak agar sesuai dengan tahapan usia secara normal, memerlukan konsumsi energi dan zat gizi yang adekuat dan mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan menurut kelompok usia (11-12 tahun) yaitu Kalori. Berdasarkan fakta-fakta di atas, kontribusi PJAS masih belum memenuhi Angka Kecukupan Gizi Jajanan yang dianjurkan, sedangkan pangan jajanan berperan penting bagi anak sekolah untuk memenuhi kecukupan energi dan zat gizi. Sekolah Dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang banyak menjajakan PJAS berupa cilok, jelly, dan lain-lain. Belum diketahui apakah nilai energi dan zat gizi PJAS tersebut memenuhi kecukupan energi dan zat gizi dari kecukupan dalam sehari. Oleh karena itu, 26 ISSN

3 diperlukan kajian penelitian tentang nilai energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak dan zat besi) PJAS terhadap kecukupan energi dan zat gizi anak Sekolah Dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian eksploratif, yaitu menganalisis nilai energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan zat besi) PJAS terhadap kecukupan energi dan zat gizi anak sekolah dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Populasi PJAS sebesar 27 sampel, selanjutnya ditetapkan 20 sampel berdasarkan kesediaan pedagang di lingkungan SD di Desa Sukopuro ditetapkan sebagai produk PJAS yang yang dianalisis. Penelitian ini dilakukan di 4 (empat) Sekolah Dasar di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang pada Bulan Maret hingga April Pengolahan dan analisis data, meliputi : 1) nilai energi menggunakan faktor Atwater, dan ditetapkan melalui perhitungan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak (Almatsier, S., 2001). 2) kadar zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan zat Besi) ditentukan secara empiris menggunakan Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI), 3) mutu protein meliputi mutu cerna (MC), NPU (Net Protein Utilization), PER (Protein Efficiency Ratio). HASIL PENELITIAN Desa Sukopuro merupakan desa yang memiliki potensi bidang pertanian yaitu produk jagung dan singkong. Lahan jagung di desa tersebut tergolong luas. Selain itu, Desa Sukopuro terdapat banyak industri, antara lain produksi tempe, kripik singkong, kripik pisang dan aneka kripik lainnya dengan bahan hasil pertanian di wilayah desa tersebut. Fasilitas pendidikan di Desa Sukopuro berupa Sekolah Dasar terdapat 4 (empat), yaitu SD Sukopuro 1, SD Sukopuro 2, SD Sukopuro 3, dan MI Islamiyah. Tiap sekolah belum terdapat kantin sekolah yang menjajakan PJAS sehat, hanya penjaja PJAS dari lingkungan sekitar sekolah atau dari luar desa yang menjajakan PJAS. PJAS yang dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 20 macam PJAS dan terbagi menjadi 4 jenis, yaitu panganan, makanan utama, minuman, dan buah-buahan. Ada 3 macam pangan jajanan yang memenuhi standar untuk PJAS, yaitu weci B, molen isi coklat, dan tempe goreng. Nilai energi dan kadar protein per 100 g masing-masing 345 Kalori dan 6,1 g protein, 759 Kalori dan 6,7 g, serta 433 Kalori dan 19,7 g protein. Kandungan gizi PJAS disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa masing-masing nilai energi dan kadar zat gizi PJAS berbeda. Sebanyak 60% PJAS jenis panganan dijajakan di lingkungan sekolah dengan komposisi bahan utama berasal dari tepung terigu. Penjaja PJAS jenis panganan banyak menjajakan panganan berupa cilok dengan komposisi, nilai energi dan kadar zat gizi yang masing-masing berbeda. Cilok-cilok tersebut masih belum memenuhi standar PJAS karena komposisi bahan yang digunakan kurang bervariasi. Cilok A merupakan pangan jajanan yang dijajakan di SD Sukopuro 1, komposisi bahan berupa tepung terigu, tepung tapioka, dan daging sapi. Proporsi tepung terigu dan tapioka lebih banyak dibandingkan dengan daging sapi, sehingga dapat memengaruhi kadar protein PJAS. Berbeda dengan cilok + tahu B, C, dan D, komposisi bahan Cilok + tahu B dan D berupa tepung terigu, tepung tapioka, daging sapi, dan tahu goreng, sedangkan cilok + tahu C berupa tepung terigu, tepung tapioka, tepung sagu, telur ayam, daging ayam, dan tahu goreng. Perbedaan komposisi bahan makanan mempengaruhi kadar protein masing-masing cilok, komposisi cilok berupa tahu goreng dan telur ayam dapat meningkatkat kadar protein dibandingkan dengan cilok A yang komposisinya hanya sedikit. Oleh karena itu, untuk memenuhi standar PJAS pada pangan jajanan cilok dapat dilakukan penambahan telur rebus yang kemudian dipotongpotong kecil dan dimasukkan dalam cilok atau menambah komposisi cilok dengan ikan lele. Penambahan bahan pangan pada PJAS akan meningkatkan nilai gizi, selain itu juga berdampak pada harga yang lebih tinggi. Pemenuhan nilai energi dan zat gizi berdasarkan standar yaitu energi 300 Kalori, ISSN

4 JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: No. A Tabel 1. Kandungan Gizi Pangan Jajanan Anak Sekolah/100 Gram Jajanan Jenis Panganan E (Kalori) P (g) Nilai Energi dan Zat Gizi 1 Cilok A Cilok + tahu B Cilok + tahu C Cilok + tahu D Weci A Weci B Molen isi coklat Molen isi pisang Tempe goreng Tahu goreng Tahu balado Kue badut B Jenis Makanan Utama 13 Nasi goreng A Nasi goreng B Bakmi Bakso C Minuman 17 Jelly warna-warni Es salju Es pelangi D Buah-buahan 20 Rujak buah L (g) KH (g) Fe (mg) protein 5 g, lemak 8,3 g, karbohidrat 45 g dan zat besi 4 mg untuk 100 g PJAS. Kadar lemak 55% telah memenuhi standar. Distribusi pemenuhan nilai energi dan zat gizi pangan jajanan anak sekolah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa pemenuhan nilai energi dan zat gizi dominan pada kadar lemak, sedangkan nilai energi, kadar protein, karbohidrat, dan zat besi dalam rentang 55-85% belum memenuhi standar PJAS. Komposisi bahan dan cara pengolahan PJAS berpengaruh dalam pemenuhan nilai energi dan kadar zat gizi, dan banyak PJAS yang diolah dengan cara digoreng disukai oleh siswa sekolah karena rasa yang gurih. Dalam memenuhi standar PJAS tidak hanya dari zat gizi lemak, akan tetapi zat gizi lain yang berperan dalam proses pertumbuhan juga harus terpenuhi khususnya protein. Nilai energi pangan jajanan anak sekolah hasil penelitian berkisar Kalori dengan rata-rata 252 ± 185 Kalori per 100 g PJAS. Nilai energi tersebut kurang dari standar PJAS. Distribusi pangan jajanan anak sekolah berdasarkan standar 28 ISSN

5 Tabel 2. Pemenuhan nilai energi dan zat gizi pangan jajanan anak sekolah (PJAS) Energi dan Zat Gizi Memenuhi Tidak Memenuhi Jumlah n % n % n % Energi Protein Lemak Karbohidrat Zat Besi Tabel 3. Distribusi PJAS berdasarkan standar nilai energi Standar Nilai Energi n % 300 Kalori 3 15 < 300 Kalori Tabel 4. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar protein Standar Kadar Protein n % 5 g 9 45 < 5 g nilai energi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa PJAS 85% nilai energi kurang dari 300 Kalori. Seharusnya, konsumsi energi pada jajanan sesuai dengan yang dianjurkan yaitu lebih dari 300 Kalori. Kadar protein PJAS berkisar 0,1-19,7 g dengan rata-rata 6,1 ± 4,8 g/100 g. Rata-rata kadar protein tersebut sudah memenuhi standar yang ditentukan yaitu 6,1 gram protein. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar protein disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar protein pangan jajanan 55% belum memenuhi standar. Rendahnya kadar protein dalam PJAS disebabkan komposisi bahan pangan produk jajanan sebagian besar sumber karbohidrat dan lemak. Rata-rata komposisi PJAS berupa tepung terigu dan tapioka, yaitu pada pangan jajanan cilok, weci, molen, nasi goreng, dan bakmi. Pada kenyataannya, anak sekolah membutuhkan protein yang cukup untuk proses pertumbuhan dan Tabel 5. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar lemak Standar Kadar Lemak n % 8,3 g < 8,3 g 9 45 Tabel 6. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar karbohidrat Standar Kadar Karbohidrat n % 45 g 3 15 < 45 g Tabel 7. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar zat besi Standar Kadar Zat Besi n % 4 mg 3 15 < 4 mg perkembangan otak yang mampu menunjang prestasi di sekolah, minimal kebutuhan protein untuk PJAS yaitu 5 gram. Kadar lemak PJAS berkisar 0,8-55,5 g dengan rata-rata 13,4 ± 15,9/100 g. Sebanyak 11 jenis PJAS yang memenuhi standar atau sebesar 55% yang memenuhi standar dan 45% yang belum memenuhi standar kadar lemak PJAS. Distribusi Pangan Jajanan Anak Sekolah berdasarkan standar kadar lemak disajikan pada Tabel 5. Kadar lemak PJAS 55% di atas 8,3 g lemak dan memenuhi standar untuk PJAS. Lemak menyumbang energi sebanyak 9 Kalori per 1 g lemak dan lebih besar dari zat gizi karbohidrat, sehingga lemak merupakan penyumbang energi terbesar. Selain itu, lemak juga memiliki cita rasa yang gurih dan menarik. PJAS dengan kadar lemak yang melebihi standar yaitu cilok, weci, molen, tempe goreng, kue badut, nasi goreng dan bakso. Kadar karbohidrat PJAS berkisar 0,8-75,4 g dengan rata-rata 29,7 ± 19,1 g/100 g. Sebanyak 17 jenis PJAS yang belum memenuhi standar. ISSN

6 JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: A B C D No. Jajanan Jenis Panganan Tabel 8. Mutu protein pangan jajanan anak sekolah/100 Gram Mutu Protein SAA Mutu Cerna NPU PER 1 Cilok A Cilok + tahu B Cilok + tahu C Cilok + tahu D Weci A Weci B Molen isi coklat Molen isi pisang Tempe goreng Tahu goreng Tahu balado Kue badut Jenis Makanan Utama 13 Nasi goreng A Nasi goreng B Bakmi Bakso Minuman 17 Jelly warna-warni Es salju Es pelangi Buah-buahan 20 Rujak buah Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar karbohidrat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat PJAS 85% kurang dari standar, yaitu 45 g. Hal ini disebabkan karena ada beberapa jajanan yang berupa minuman yang hanya mengandung sedikit karbohidrat. Selain itu, komposisi bahan makanan hanya berupa sirup atau gula yang menyumbang sedikit karbohidrat. Kadar zat besi PJAS berkisar 0,1-4,7 mg dengan rata-rata 2,3 ± 1,7 mg/100 g. Sebanyak 17 jenis PJAS yang belum memenuhi kadar zat besi yang dianjurkan. Distribusi PJAS berdasarkan standar kadar zat besi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar zat besi pada pangan jajanan anak sekolah 85% belum memenuhi dan kurang dari standar, yaitu > 4 mg. Tidak tercukupinya kadar zat besi dalam PJAS dapat berdampak pada kurangnya konsumsi zat besi siswa sehingga terjadi anemia gizi besi. Manfaat PJAS untuk anak sekolah tidak hanya dalam segi pemenuhan energi dan zat gizi saja, akan tetapi mutu protein pada PJAS juga perlu diperhatikan. Terdapat 6 macam (30%) PJAS yang memenuhi mutu protein yaitu SAA, mutu cerna, NPU, dan PER, sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 menunjukkan 30 ISSN

7 Tabel 9. Distribusi PJAS berdasarkan nilai mutu cerna Nilai Mutu Cerna n % Baik ( 85) Tidak baik (< 85) 6 30 Tabel 10. Distribusi PJAS berdasarkan nilai NPU Nilai NPU n % Baik ( 100) 6 30 Tidak baik (< 100) bahwa mutu protein cilok + tahu C, molen isi coklat, molen isi pisang, tempe goreng, tahu goreng, dan tahu balado adalah baik karena nilai SAA, mutu cerna, NPU dan PER memenuhi standar mutu protein. Dapat diketahui bahwa PJAS dengan nilai energi dan zat gizi memenuhi standar belum tentu baik mutu proteinnya yaitu weci B, weci B memenuhi standar nilai energi dan zat gizi PJAS akan tetapi mutu protein belum cukup baik. PJAS yang mutu gizinya baik secara kualitatif maupun kuantitatif dapat memberi manfaat untuk anak sekolah. PJAS yang secara kuantitatif dan kualitatif memenuhi yaitu molen isi coklat dan tempe goreng. Nilai mutu cerna PJAS dalam rentang 0-96,07 dengan rata-rata 75 ± 28,01 termasuk dalam kategori tidak baik. Distribusi PJAS berdasarkan nilai mutu cerna disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 menunjukkan bahwa mutu cerna dalam kategori baik sebesar 70%. Dikatakan baik apabila hasil perhitungan mutu cerna >85. Hasil perhitungan menunjukkan mutu cerna 14 jajanan dalam kategori baik, dan 6 jajanan tidak memenuhi nilai mutu cerna. Mutu cerna dapat menentukan mutu protein pada bahan makanan, sehingga apabila nilai mutu cerna 85 atau lebih dapat meningkatkan j uml ah asam ami no yang di serap untuk pertumbuhan. Komposisi PJAS sebagian besar berasal dari tepung-tepungan, jenis pangan tepung memiliki nilai mutu cerna 96, sehingga dapat Tabel 11. Distribusi PJAS berdasarkan nilai PER Nilai PER Laki-laki Perempuan n % n % Baik Tidak Baik dikatakan 70% dengan mutu cerna baik. Nilai mutu cerna yang baik terdapat pada telur dan susu dengan nilai cerna 100, pada ikan dan daging 97, dan terigu 96. Hal tersebut menunjukkan bahwa protein yang berasal dari sumber protein hewani lebih mudah untuk dicerna dan diserap di dalam tubuh. Nilai Net Protein Utilization (NPU) PJAS hasil penelitian berkisar 0-123,9 dengan rata-rata 69,7 ± 42.3 dalam kategori tidak baik. Distribusi PJAS berdasarkan standar nilai NPU disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai NPU PJAS dalam kategori tidak baik atau tidak mudah cerna, yaitu sebesar 70%. Rata-rata nilai NPU PJAS sebesar 69,8 (baik, jika nilai NPU 100). Hal ini menunjukkan bahwa bagian protein dari PJAS yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh hanya sekitar 69,8%. Nilai Protein Efficiancy Ratio (PER) hasil penelitian berkisar 0-33,4 dengan rata-rata 11,3 ± 9,3 dalam kategori baik. Distribusi PJAS berdasarkan nilai PER disajikan pada Tabel 11. Nilai PER untuk anak usia sekolah yaitu laki-laki 6,1 dan perempuan 7,2. Nilai PER PJAS di Desa Sukopuro dalam kategori baik, yaitu nilai PER pada laki-laki sebesar 65% dan perempuan 55%. PEMBAHASAN Komposisi bahan pangan jajanan weci A dan B sama yaitu tepung terigu, wortel, dan kubis. Akan tetapi, yang memenuhi standar PJAS hanya weci B, hal ini disebabkan karena perbedaan berat tiap porsi yang disajikan. Weci A tiap porsi 50 g sedangkan weci B tiap porsi 25 g, sehingga mempengaruhi tiap 100 g weci A dan B. Kadar lemak weci A 10,5 g, sedangkan weci B 21,0 g atau dua kali dari weci A. Adriani (2012) menjelaskan bahwa lemak merupakan sumber ISSN

8 JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA (JIKI), VOLUME 1, NO. 1, MEI 2015: energi lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat. Kadar lemak yang tinggi dalam panganan weci B mengakibatkan jumlah energi meningkat dan mampu memenuhi standar PJAS. Pemenuhan pangan jajanan tersebut hanya bersumber dari satu zat gizi yaitu lemak. Hal ini tidak baik untuk kesehatan anak, apabila anak mengonsumsinya dalam jumlah banyak dan dilakukan secara terus menerus akan mengakibatkan obesitas pada anak. Jika tiap porsi pangan jajanan weci 50 g seperti pada weci A dan ditambahkan kacang tanah sebagai komposisi tambahan, maka akan berdampak baik terhadap pemenuhan energi dan zat gizi PJAS. Tahu goreng dan tahu balado merupakan pangan jajanan sumber protein. Nilai energi tahu goreng belum memenuhi standar PJAS, hal ini disebabkan karena hanya protein saja sebagai sumber pemenuhan kadar zat gizi, sehingga diperlukan komposisi bahan lain untuk memenuhi standar PJAS yaitu tepung terigu. Penambahan tepung terigu sebagai lapisan luar, dan isi berupa sayur wortel dan bihun mampu meningkatkan nilai energi dan kadar zat gizi pangan jajanan tersebut. Ada 4 macam pangan jajanan jenis makanan utama antara lain nasi goreng A, nasi goreng B, bakmi, dan bakso. PJAS tersebut masih belum memenuhi standar untuk PJAS. Nasi goreng A merupakan pangan jajanan yang dijajakan di SD Sukopuro 1. Komposisi nasi goreng A yaitu nasi dan mi basah, komposisi bahan ini kurang bervariasi dan hanya sumber karbohidrat. Untuk meningkatkan nilai energi dan zat gizi khususnya protein, pangan jajanan tersebut ditambahkan dengan bahan pangan lain, seperti telur dadar dan sayursayuran, sehingga selain meningkatkan zat gizi protein juga mampu meningkatkan zat besi. Anak usia sekolah membutuhkan nilai energi dan zat gizi yang cukup untuk menunjang prestasi di sekolah, dengan konsumsi yang cukup akan membantu proses belajar dan meningkatkan konsentrasi belajar anak di sekolah. Nasi goreng B sudah lebih baik dibandingkan nasi goreng A, karena pada nasi goreng ini sudah bervariasi komposisi bahan makanannya dengan menambahkan telur dadar. Untuk meningkatkan kadar zat besi lebih baik dilakukan penambahan bahan lain, berupa sayuran bayam. Meskipun sudah ada tambahan telur dadar, namun jumlah telur dadar tersebut hanya sedikit, sehingga kadar protein belum dapat memenuhi standar PJAS. Oleh karena itu, sebaiknya porsi telur dadar tersebut lebih banyak agar mampu memenuhi standar kecukupan protein. Nilai energi dan kadar zat gizi pangan jajanan jenis minuman dan buah-buahan lebih rendah dibandingkan dengan jenis panganan dan makanan utama. Hal ini disebabkan karena pada jenis minuman komposisi bahan pangan berupa susu, agar-agar, dan sirup yang rendah nilai energi dan kadar zat gizi. Hasil penelitian Febry (2006) menunjukkan bahwa dengan melakukan kombinasi pangan jajanan jenis minuman dengan jenis panganan atau makanan utama mampu memenuhi standar PJAS, sehingga dapat melengkapi pemenuhan standar energi dan zat gizi PJAS. Sebagaimana dijelaskan Eka (2007), pola konsumsi tidak hanya sekedar makanan dan minuman utama saja, melainkan jajanan juga berperan dalam menyumbangkan sebagian energi sebagai pemenuhan energi dan zat gizi anak sekolah. PENUTUP Nilai energi dan zat gizi PJAS yang memenuhi standar kecukupan hanya sebesar 15% (dari 20 sampel), yaitu weci B, molen isi coklat, dan tempe goreng. Masing-masing nilai energi dan protein per 100 g PJAS adalah 345 Kalori dan 6,1 gram, 759 Kalori dan 6,7 gram, dan 433 Kalori dan 19,7 gram. Nilai energi dan zat gizi PJAS di Desa Sukopuro 85% belum memenuhi standar kecukupan energi dan zat gizi. Mutu protein PJAS yang memenuhi standar hanya sebesar 30% (dari 20 sampel), yaitu cilok+tahu C, molen isi coklat, molen isi pisang, tempe goreng, tahu goreng, dan tahu balado. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hanya sebesar 10% PJAS di Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang Jawa Timur yang memenuhi nilai energi, zat gizi, dan mutu protein yaitu molen isi coklat, dan tempe goreng. 32 ISSN

9 Saran penelitian adalah diperlukan modifikasi PJAS yang belum memenuhi standar nilai energi dan zat gizi, maupun mutu protein dengan cara menambahkan bahan makanan tinggi protein. Contoh, pada PJAS yang banyak diminati anak sekolah yaitu cilok, untuk meningkatkan mutu gizi dapat ditambahkan ikan lele yang relatif murah pada cilok tersebut, sehingga mampu meningkatkan mutu protein. Bagi anak sekolah diperlukan pendidikan untuk dapat lebih cerdas dalam memilih PJAS yang dijajakan di lingkungan sekolah. Selain itu, mengkombinasikan PJAS jenis makanan utama dengan minuman akan lebih baik karena pemenuhan zat gizi akan lebih bervariasi. Bagi pihak sekolah diperlukan perencanaan terhadap fasilitas kantin sehat di sekolah agar PJAS yang dijajakan terjamin mutu gizi dan keamanan pangannya. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Adriani, M., dkk Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta : Kencana Astawan, M Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta : Gramedia Beck, M. E Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya Penyakit-Penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : CV. Andi Offset BPOM Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi. Departemen Kesehatan RI dan Laporan Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Tahun Badan Litbang Kes Depkes RI Febry, F Penentuan Kombinasi Makanan Jajanan Tradisional Harapan untuk Memenuhi Kecukupan Energi dan Protein Anak Sekolah Dasar di Kota Palembang. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang Gichara, J Ibu Bijak Menghasilkan Anak yang Hebat. Jakarta : Elex Media Komputindo Inpres RI Lampiran pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia pelaksanaan tahun keempat Repelita VI (1 April 1997/98 s/d 31 Maret 1998/99). Pedoman Instruksi Presiden RI. No. 1 Tahun 1997 Hardinsyah dan V. Tambunan Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi Kartasapoetra, G., dan Marsetyo, H Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan, dan Produktifitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta Khomsan, A Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Muchtadi, D Pengantar Ilmu Gizi. Bandung : Alfabeta Oktora, F. D Analisis Mutu Gizi Makanan Jajanan di Kantin SDN Tunjung Sekar 1 Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Karya Tulis Ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan Gizi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah Sihadi Makanan Jajanan Bagi Anak Sekolah. Jurnal Kedokteran Yarsi Sulistyanto, J Kontribusi Makanan Jajanan terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein serta Status Gizi dalam kaitanya dengan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar. Artikel Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Winarno, F. G Keamanan Pangan Jilid 1. Bogor : M-BRIOS PRESS ISSN

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI

BAB I PENDAHULUAN. secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Hal ini dikarenakan ASI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik merupakan gerakan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai harganya yang kelak akan menjadi pewaris dan penerus, begitu juga untuk menjadikan suatu bangsa menjadi lebih baik kedepannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembangunan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan fisik erat hubungannya dengan status gizi anak. Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor utama penentu status gizi seseorang. Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit,

Lebih terperinci

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes

PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes PENGENALAN DKBM (TKPI) & UKURAN RUMAH TANGGA (URT) Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DKBM: 2 Daftar Komposisi Bahan Makanan dimulai tahun 1964 dengan beberapa penerbit. Digabung tahun 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

POLA PANGAN HARAPAN (PPH) PANDUAN PENGHITUNGAN POLA PANGAN HARAPAN (PPH) Skor PPH Nasional Tahun 2009-2014 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 83,4 Kacangkacangan Buah/Biji Berminyak 5,0 3,0 10,0 Minyak dan Lemak Gula 5,0 Sayur & buah Lain-lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah dan cara pengolahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN STUDI TENTANG PENGETAHUAN GIZI, KEBIASAAN MAKAN, AKTIVITAS FISIK,STATUS GIZI DAN BODYIMAGE REMAJA PUTRI YANG BERSTATUS GIZI NORMAL DAN GEMUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar di Sekolah Dasar (SD), anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka

BAB I PENDAHULUAN. Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Titik berat tujuan pembangunan Bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka panjang tahap ke dua ( PJP II) adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak yang sehat merupakan anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental yang normal, sesuai dengan umur mereka. Anak yang sehat memiliki status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok. KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT DIIT GARAM RENDAH Garam yang dimaksud dalam Diit Garam Rendah adalah Garam Natrium yang terdapat dalam garam dapur (NaCl) Soda Kue (NaHCO3), Baking Powder, Natrium Benzoat dan Vetsin (Mono Sodium Glutamat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia untuk bertahan hidup. Pangan sebagai sumber gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Rasanya enak, kandungan gizinya tinggi, mudah didapat, dan harganya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan gizi telah ditetapkan secara nasional dalam widyakarya nasional pangan dan gizi (1993) di Jakarta, keluarga jarang menghitung berapa kalori atau berapa gram

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

I. PENDAHULUAN. Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala. yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam. Salah satu hasilnya adalah umbi-umbian, salah satunya adalah singkong yang mempunyai potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita

BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI. A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita BAB VIII JAJANAN SEBAGAI PENDUKUNG STATUS GIZI A. Jajanan Sebagai Asupan Makanan Balita Makanan jajanan menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 2009 merupakan strategi untuk

Lebih terperinci

PENGATUR POLA MENU MAKANAN BALITA UNTUK MENCAPAI STATUS GIZI SEIMBANG MENGGUNAKAN SISTEM INFERENSI FUZZY METODE SUGENO

PENGATUR POLA MENU MAKANAN BALITA UNTUK MENCAPAI STATUS GIZI SEIMBANG MENGGUNAKAN SISTEM INFERENSI FUZZY METODE SUGENO PENGATUR POLA MENU MAKANAN BALITA UNTUK MENCAPAI STATUS GIZI SEIMBANG MENGGUNAKAN SISTEM INFERENSI FUZZY METODE SUGENO Rosida Wachdani 1, Zainal Abidin 2, M. Ainul Yaqin 3 Program Studi Teknik Informatika,

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang Indonesian Journal of Disability Studies ISSN : - Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang * Agustina Shinta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD), Universitas Brawijaya, Malang,

Lebih terperinci

POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 ABSTRACT

POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 ABSTRACT 1 POLA KONSUMSI SARAPAN PAGI MURID SEKOLAH DASAR DI SDN 060921 KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2015 Ratna Juwita Sari 1, Zulhaida Lubis 2, Jumirah 2 1 Mahasiswa Fakultas Kesehatan Gizi Masyarakat 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang ekonomi, sosial, dan teknologi memberikan dampak positif dan negatif terhadap gaya hidup dan pola konsumsi makanan pada masyarakat di Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG YANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN TAHUN 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan gizinya serta aktif dalam olahraga (Almatsier, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Usia ini merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab, yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu dekat adalah tepung yang berkualitas

Lebih terperinci

PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN 20 RUMBIA KABUPATEN MAROS

PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN 20 RUMBIA KABUPATEN MAROS Media Gizi Pangan, Vol. IX, Edisi, Januari Juni PEMBERIAN TABLET FE DAN ASUPAN ZAT GIZI TERHADAP STATUS ANEMIA PADA MURID SDN RUMBIA KABUPATEN MAROS Sukmawati, Sitti Fatimah, Lydia Fanny Jurusan Gizi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di Negara Indonesia. Derajat kesehatan anak mencerminkan derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pilihan yang banyak disukai masyarakat (Anonim, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi, maka kehadiran makanan siap saji semakin memanjakan konsumen dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Pola konsumsi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II POLA MAKAN SEHAT, JAJANAN, DAN KEBIASAAN ORANG TUA

BAB II POLA MAKAN SEHAT, JAJANAN, DAN KEBIASAAN ORANG TUA BAB II POLA MAKAN SEHAT, JAJANAN, DAN KEBIASAAN ORANG TUA II.1 Pengertian Jajanan Makanan jajanan yang dijual oleh pedangan kaki lima atau dalam istilah lain disebut street food, menurut FAO (Food Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada suatu jenis bahan makanan. Penganekaragaman ini dapat memanfaatkan hasil tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Jajanan 1. Definisi Makanan Jajanan Makanan jajanan merupakan makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran strategis sektor pertanian yakni menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan mengingat pangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan jajanan (street food) menurut Food and Agriculture (FAO) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan lemak yang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang 1.1 Kacang kedelai Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati dan lemak yang penting dan secara tradisional telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat diberbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pangan telah menjadi aspek yang penting karena berkaitan erat dengan kebutuhan pokok masyarakat. Pada umumnya, masalah yang berkaitan dengan pangan dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan peningkatan derajat kesehatan masyarakat karena pemerintah memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH MATA KULIAH BERBASIS GIZI PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA

PENGARUH MATA KULIAH BERBASIS GIZI PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA PENGARUH MATA KULIAH BERBASIS GIZI PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BOGA Oleh: Ai Nurhayati, Elly Lasmanawati, dan Cica Yulia Dosen Jurusan PKK FPTK Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN ANGKET / KUESIONER PENELITIAN Kepada yth. Ibu-ibu Orang tua Balita Di Dusun Mandungan Sehubungan dengan penulisan skripsi yang meneliti tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Balita

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan menggunakan tepung terigu, namun tepung terigu adalah produk impor. Untuk mengurangi kuota impor terigu tersebut

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENYULUHAN GIZI TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENYEDIAAN MENU SEIMBANG UNTUK BALITA DI DESA RAMUNIA-I KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2010 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini gizi menjadi masalah baik di Negara berkembang maupun Negara maju. Di Indonesia sejak tahun 1950 sudah terdapat kekhawatiran bahwa gizi buruk dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih Lampiran Kuesioner NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih PENGETAHUAN MENGENAI ANEMIA 1. Menurut kamu apakah itu anemia?

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga setiap orang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga setiap orang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari itu. Sarapan sehat seyogyanya mengandung unsur empat sehat lima sempurna

Lebih terperinci

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd TERDAPAT 6 REKOMENDASI 1. Konsumsi menu Gizi Seimbang 2. Sesuaikan konsumsi zat gizi dengan AKG 3. Selalu Sarapan 4. Pelihara Otak

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE

SUSTAINABLE DIET FOR FUTURE BIODATA 1. Nama : Iwan Halwani, SKM, M.Si 2. Pendidikan : Akademi Gizi Jakarta, FKM-UI, Fakultas Pasca sarjana UI 3. Pekerjaan : ASN Pada Direktorat Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI SUSTAINABLE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Direktorat Gizi Masyarakat adalah terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Untuk dapat mencapai masyarakat yang sehat, perlu ditanamkan pola

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata pelajaran RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah Mata pelajaran Kelas Semester Alokasi waktu : SD ALAM PACITAN : IPA : V (Lima) : 1 (Satu) : 4 JP (2 x TM) I. STANDAR KOMPETENSI 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali ditemukan tempe, makanan yang terbuat dari kedelai dengan cara fermentasi atau peragian dengan menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus

Lebih terperinci

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014 POLA MAKAN DAN STATUS GIZI PADA ANAK ETNIS CINA DI SD SUTOMO 2 DAN ANAK ETNIS BATAK TOBA DI SD ANTONIUS MEDAN TAHUN 2014 Hetty Gustina Simamora Staff Pengajar STIKes Santa Elisabeth Medan ABSTRAK Pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu keluarga, masyarakat maupun pemerintah harus memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dewasa ini lebih dititikberatkan pada pembangunan ekonomi dan kualitas sumber daya manusia seutuhnya. Salah satu agenda pembangunan nasional adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI KONSUMSI MAKANAN ANAK BALITA DI DESA TANJUNG TANAH KECAMATAN DANAU KERINCI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI Yuliana 1, Lucy Fridayati 1, Apridanti Harmupeka 2 Dosen Fakultas Pariwisata dan perhotelan UNP

Lebih terperinci

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR Hendrayati 1, Sitti Sahariah Rowa 1, Hj. Sumarny Mappeboki 2 1 Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekurangan gizi merupakan penyakit tidak menular yang dapat terjadi pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan berbagai faktor multidisiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi pada periode tahun 2012 mencapai 50-63% yang terjadi pada ibu hamil, survei yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Indonesia,

Lebih terperinci

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG 12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG Makanlah Aneka Ragam Makanan Kecuali bayi diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya Triguna makanan; - zat tenaga; beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura 66 67 Lampiran 2. Kisi-kisi instrumen perilaku KISI-KISI INSTRUMEN Kisi-kisi instrumen pengetahuan asupan nutrisi primigravida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menerapkan pola hidup sehat merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Hidup dengan cara sehat sangat baik untuk kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar 250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sangat beragam jenisnya dan berkembang pesat di Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam tubuh yaitu berkisar antara 10-20%.

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan.

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan. BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Zat gizi adalah bahan dasar yang menyusun bahan makanan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan di dalam alat pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bakso merupakan salah satu olahan daging secara tradisional, yang sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki rasa yang khas, enak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. gaya makanan junk food dan fast food yang tren di tengah masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menuntut sumber daya manusia yang berkualitas. Namun, seiring dengan kemajuannya, kesehatan yang

Lebih terperinci