PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN TEGAL SKRIPSI. Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN TEGAL SKRIPSI. Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN TEGAL SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Geografi pada Universitas Negeri Semarang Oleh: Laelia Nurpratiwiningsih JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011

2 PERSETUJUAN PEMBIMBING Skipsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial UNNES pada : Hari : Kamis Tanggal : 22 September 2011 Pembimbing I Pembimbing II Drs. Saptono Putro, M.Si. NIP Drs. Tukidi, M. Pd. NIP Mengesahkan: Ketua Jurusan Geografi Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. NIP ii

3 PENGESAHAN KELULUSAN Skipsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang dan disahkan pada: Hari : Senin Tanggal : 3 Oktober 2011 Penguji Utama Dra. Pudji Hardati, M. Si NIP Penguji I Penguji II Drs. Saptono Putro, M. Si. NIP Drs. Tukidi, M. Pd NIP Mengetahui: Dekan Fakultas Ilmu Sosial Drs. Subagyo, M. Pd. NIP iii

4 PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulisan orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, 22 September 2011 Laelia Nurpratiwiningsih NIM iv

5 MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Q.S Ar Ra d ayat 11). Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (Q.S Al-Baqarah ayat 286). Bukan kurangnya pengetahuan yang menghalangi keberhasilan, tetapi tidak cukupnya tindakan. Dan bukan kurang cerdasnya pemikiran yang melambatkan perubahan hidup ini, tetapi kurangnya penggunaan dari pikiran dan kecerdasan. (Mario Teguh) PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan untuk : 1. Bapakku dan Mamaku tercinta yang selalu mendukung dan mempercayaiku dalam setiap langkahku serta selalu memberikan do a demi kesuksesanku. 2. Mba Yuli, Mba Tia, Mas Ipunk, Mas Hendy tersayang yang selalu mendukung, membimbing dan menyayangiku. 3. Sahabat-sahabat terdekatku, Teman-teman Geo 07, KB Sejuk Kost dan seluruh Penghuni Sejuk Kost yang tak dapat ku sebutkan satu per satu. 4. Serta semua pihak yang telah hadir dalam hidupku, Terima kasih semua. v

6 KATA PENGANTAR Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, dengan limpahan rahmat-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Penulis memperoleh bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar sebesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si. selaku Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Drs. Subagyo, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Apik Budi Santoso, M. Si. selaku Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 4. Drs. Saptono Putro, M. Si selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan dan arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Drs. Tukidi, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing II atas bimbingan dan arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini. 6. Dra. Puji Hardati, M.Si selaku Penguji Utama atas bimbingan dan arahannya hingga terselesaikannya skripsi ini. 7. Para Dosen Jurusan Geografi atas ilmu yang telah diberikan selama menempuh studi di Jurusan Geografi. 8. Para Staf TU Jurusan Geografi atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama kuliah di Jurusan Geografi. 9. Kepala Desa Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal terkait yang telah membantu ijin dalam penelitian diwilayah penelitian skripsi ini. 10. Kepala UPT Dikpora Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang telah membantu ijin dalam penelitian di wilayah penelitian skripsi ini. vi

7 11. Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku tercinta atas dukungan dan doa serta kasih sayangnya, semoga engkau senantiasa berada dalam lindungan dan kasih sayang Allah SWT. 12. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis dapat diterima oleh ALLAH SWT sebagai amal shaleh dan hanya ALLAH SWT yang dapat membalas semua kebaikan bapak dan ibu semua. Akhir kata, Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Semarang, 22 September 2011 Penulis vii

8 SARI Laelia Nurpratiwiningsih Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Skripsi. Jurusan Geografi. FIS. UNNES. Pembimbing I. Drs. Saptono, M. Si. Pembimbing II. Drs. Tukidi, M. Pd. Kata kunci: Wajib Belajar 9 Tahun. Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan, karena dengan pendidikan masyarakat akan menjadi cerdas selanjutnya akan membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 721 anak usia sekolah di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 tidak melanjutkan pendidikan. Masalah dalam penelitian: (1) bagaimana pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun? (2) faktor-faktor apa yang menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng?. Tujuan yang ingin dicapai: (1) untuk mengetahui pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun, (2) untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng. Populasi dalam penelitian adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun baik pada tingkat SD/MI atau SMP/MTs di Kecamatan Kedungbanteng. Jumlah populasinya yaitu 721 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara acak menggunakan tehnik Proportional Random Sampling. Jumlah sampel penelitian diambil 10% dari 10 desa yang tersebar di Kecamatan Kedungbanteng yaitu 72 orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun tidak melanjutkan sekolah. Variabel yang digunakan, antara lain: karakter keluarga yang meliputi jumlah tanggungan anak dan jumlah keluarga inti, lingkungan keluarga dengan kondisi anak, tingkat pendidikan orang tua baik formal maupun nonformal, mata pencaharian orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan aksesibilitas yang digunakan anak ketika sekolah. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi, wawancara, observasi dan angket. Metode dokumentasi untuk mengetahui data di Dinas Dikpora, BPPKB dan Kelurahan. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi dari Kepala Sekolah dan Kepala UPTD Dikpora. Metode observasi digunakan untuk mengetahui kenyataan yang terdapat di lapangan mengenai keadaan geografis. Metode angket diberikan kepada orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah. Metode analisis data menggunakan metode deskriptif persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng mengalami kenaikan setiap tahunnya, namun pada tahun 2011 dapat diketegorikan Tuntas Utama. Kategori tersebut tidak sesuai dengan target pemerintah yaitu kurang dari 95%, hal tersebut karena menghadapi beberapa masalah. Faktor-faktor yang menghambat program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng, antara lain: 69,05% tingkat pendapatan orang tua, viii

9 66,77% tingkat pendidikan orang tua, 65,28% mata pencaharian orang tua, 43,75% karakteristik keluarga, 63,87% lingkungan keluarga dan 61,35% aksesibilitas. Kecamatan Kedungbanteng terletak 7 km dari ibukota Kabupaten Tegal, dimana Kecamatan Kedungbanteng memiliki 10 desa dengan kondisi jalan dan kondisi rumah yang kurang baik. Kesimpulan dalam penelitian adalah pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng selama 5 periode (tahun ) mengalami kenaikan. Tingkat APK SD/MI dan SMP/ MTs mengalami kenaikan sebesar 15,86% dan tingkat APM SD/MI dan SMP/MTs mengalami kenaikan sebesar 9,99%. Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal, antara lain: tingkat pendapatan orang tua tergolong rendah yaitu kurang dari Rp , 00, tingkat pendidikan terakhir orang tua rata-rata di tingkat SMP, jenis pekerjaan orang tua mayoritas sebagai petani, keluarga mendukung anak untuk sekolah, waktu yang dibutuhkan anak untuk melakukan perjalanan dari rumah ke sekolah 19 menit dengan jarak tempuh 2 km, dan memiliki keluarga inti 6 orang. Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah Dinas Pendidikan diharapkan dapat mengawasi pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dan dapat menyediakan sarana dan prasarana sekolah, pemberian beasiswa bagi anak sekolah yang tidak mampu serta sekolah lebih meningkatkan kegiatan mensosialisasikan kepada orang tua siswa tentang adanya dana untuk membantu orang tua yang tidak mampu membiayai anaknya untuk melanjutkan sekolah. ix

10 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PERNYATAAN... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi SARI... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah... 5 C. Tujuan Penelitian... 6 D. Manfaat Penelitian... 6 E. Penegasan Istilah... 7 F. Sistematika Skripsi... 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan B. Pelaksanaan Wajib Belajar C. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) 17 D. Tujuan dan Target Wajib Belajar E. Tantangan dalam Wajib Belajar F. Hambatan dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun G. Penelitian Relevan H. Kerangka Berpikir x

11 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian B. Variabel Penelitian C. Definisi Operasional D. Metode Pengumpulan Data E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen F. Metode Analisis Data G. Diagram Alir Penelitian BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian Kondisi Penduduk Daerah Penelitian B. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Tingkat APK dan APM di Kabupaten Tegal Perbandingan antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun C. Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Karakteristik Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Kondisi Lingkungan Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tingkat Pendidikan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun xi

12 4. Jenis Pekerjaan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Aksesibilitas yang Digunakan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun D. Pembahasan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 DAFTAR TABEL Tabel Halaman Tabel 1.1.APK dan APM Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 2.1.Beberapa Penelitian yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Tabel 3.1.Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Mengikuti maupun Tidak Mengikuti Program Wajib Belajar 9 Tahun Tabel 3.2.Klasifikasi Pendapatan Orang Tua Tabel 3.3.Kriteria Deskriptif Persentase Tabel 4.1.Banyaknya Perdukuhan RT dan RW Menurut Desa/ Kelurahan di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 4.2.Luas Penggunaan Lahan Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 (ha) Tabel 4.3.Komposisi Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 4.4.Komposisi Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Kelompok Umur di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 4.5.Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 4.6.Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 4.7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kedungbanteng Tabel 4.8. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Kedungbanteng Tabel 4.9.Data APK/APM Siswa SD/MI dan SMP/ MTs di Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.10.Tingkat APK dan APM pada jenjang SD, SMP, SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia Tahun xiii

14 Tabel 4.11.Penduduk Menurut Kelompok Umur Usia Sekolah (7-15 Tahun) di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 4.12.Banyaknya SD dan SMP Menurut Statusnya di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Pelajaran Tabel 4.13.Jumlah Anggota Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada Tahun Tabel 4.14.Banyaknya Anak dari Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.15.Dukungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.16.Pengaruh Tempat Tinggal Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.17.Kesadaran Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 tentang Pendidikan Tabel 4.18.Lingkungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.19.Pendidikan Formal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.21.Lamanya Pendidikan Formal Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun xiv

15 Tabel 4.22.Lamanya Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Tabel 4.23.Jenis Pekerjaan Pokok Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.24.Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel Klasifikasi Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.26.Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.27.Jarak yang Ditempuh Anak Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.28.Kendaraan yang Digunakan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.29.Transportasi Umum yang Melewati Rumah Anak Usia 7-15 tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Tabel 4.30.Aksesibilitas yang Digunakan Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah dalam Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun Tabel 4.31.Jumlah Penduduk Usia Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun xv

16 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 2.1.Kerangka Berfikir Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Gambar 4.1.Peta Administrasi Kecamatan Kedungbanteng Gambar 4.2.Grafik Perbandingan antara Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Gambar 4.3.Peta Pencapaian APK dan APM di Kabupaten Tegal Tahun Gambar 4.4.Peta Pencapaian APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Gambar 4.5.Grafik Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Gambar 4.6.Diagram Perbandingan Antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Gambar 4.7.Peta Persebaran SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Gambar 18.1.Penggunaan Sawah di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.2.Aktivitas Petani di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.3.Keadaan Jembatan di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.4.Kondisi Jalan di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.5.Kondisi SMP Negeri 1 Kedungbanteng Gambar 18.6.Objek Wisata Waduk Cacaban xvi

17 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Metode Pengumpulan Data Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Lembar Observasi Lembar Dokumentasi Kisi-kisi Instrument Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Wawancara Untuk Kepala UPT Dikpora Wawancara Untuk Kepala Sekolah Angket Penelitian Uji Validitas dan Reabilitas Perhitungan Validitas Angket Perhitungan Reabilitas Angket Tabulasi Pengisian Angket Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Hasil Tabel Rata-rata Analisis Angket Tahun Perhitungan APK dan APM Daftar Nama Anak yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun Daftar Nama Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah Surat Ijin Penelitian Dokumentasi xvii

18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan nasional, karena dengan adanya pendidikan bagi masyarakat akan menjadikan masyarakat lebih maju dalam pemikirannya. Pemikiran masyarakat yang maju akan membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Pendidikan juga tidak lepas dari peran pemerintah. Pemerintah mengutamakan pentingnya pendidikan bagi seluruh masyarakat dengan meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh 1

19 2 peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:36). Salah satu indikator penuntasan program wajib belajar 9 tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMP/sederajat. Penuntasan progam wajib belajar 9 tahun yang bermutu pada tahun bertujuan untuk meningkatkan APK SMP/MTs/setara hingga mencapai minimal 95%. Pada tahun 2009 APK nasional telah mencapai 98,11%, sehingga program wajib belajar 9 tahun telah tuntas sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan pemerintah Indonesia dan bahkan target itu dapat dicapai 7 tahun lebih awal dibandingkan dengan komitmen internasional yang dideklarasikan di Dakar mengenai Education for All (EFA) tahun 2000 yang mewajibkan semua negara di dunia harus menuntaskan wajib belajar 9 tahun paling lambat 2015 nanti (Departemen Pendidikan Nasional, 2010). Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) memiliki arti yang berbeda. Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. APK dan APM dimaksudkan untuk mengetahui sukses tidaknya upaya pemerataan dan perluasan akses pendidikan pada tingkat SD dan SMP (Handoko, 1997:120).

20 3 Seluruh penduduk Kabupaten Tegal berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak. Pemerintah berkewajiban untuk selalu meningkatkan partisipasi sekolah penduduk. Ratusan siswa SD di Kabupaten Tegal pada tahun 2010 sesuai data dari Dinas Dikpora, siswa yang tidak melanjutkan ke SMP sebanyak 2000 orang (Putra, 2011). Kecamatan Kedungbanteng merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tegal. Wilayah ini memiliki jumlah penduduk paling sedikit yaitu jiwa dan kepadatan penduduk sebesar 498 jiwa/km 2. Jumlah penduduk yang sedikit diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya dan dapat memanfaatkan serta mengelola Sumber Daya Alam yang ada pada daerah sekitarnya. Keberadaan sekolah di wilayah ini diharapkan dapat menunjang pendidikan sehingga anak dapat melanjutkan sekolah. Tingkat APK dan APM pada jenjang SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng menurut Dinas Dikpora Kabupaten Tegal Tahun 2010, termasuk dalam urutan ke 10 apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yang berada di Kabupaten Tegal. Data APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. APK dan APM Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Angka Partisipasi APK (%) APM (%) Jenjang Pendidikan SD 104,93 101,57 SMP 70,76 69,07 Sumber: Dinas Dikpora Kabupaten Tegal Tahun 2010 Tingkat APK SD di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 5% anak kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun di Kecamatan Kedungbanteng duduk di bangku SD. Tingkat APK SMP di Kecamatan

21 4 Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan jumlah murid SMP di Kecamatan Kedungbanteng yang ada baru 71% dari penduduk umur tahun. Pencapaian APK SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 mengindikasikan belum semua anak kelompok umur yang sesuai memperoleh pendidikan. Tingkat APM SD di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan lebih dari 100% anak berumur 7-12 tahun terserap di SD, sedangkan APM SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 70% anak penduduk di Kecamatan Kedungbanteng berumur tahun telah terserap di SMP. Peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan lewat pendidikan menghadapi beberapa kendala diantaranya faktor lingkungan fisik maupun non fisik. Penuntasan keberhasilan wajib belajar 9 tahun dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (dalam diri) dan faktor eksternal (luar diri) siswa. Faktor internal, meliputi: kemampuan, minat, motivasi, nilai-nilai dan sikap, ekspektasi (harapan), dan persepsi siswa tentang sekolah. Faktor eksternal, meliputi: latar belakang ekonomi orangtua, persepsi orangtua tentang pendidikan, jarak sekolah dari rumah, hubungan guru-murid, usaha yang dilakukan pemerintah. Banyaknya siswa yang tidak berhasil dalam belajar, termasuk banyaknya anak-anak yang tidak sekolah bisa dilihat dari kedua aspek tersebut (Alwen, 2007: 2). Pendidikan sangat penting bagi masyarakat, maka dari itu peneliti tergugah untuk mengadakan penelitian mengenai pendidikan pada suatu tempat. Fenomena yang terjadi di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal adalah APK pada jenjang SMP belum sesuai dengan target pemerintah, selain itu masih terdapat

22 5 anak usia 7-15 tahun yang belum memperoleh pendidikan. Dari penjelasan tersebut, maka peneliti memilih judul Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. B. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. tingkat APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada tahun 2010 termasuk dalam urutan ke 10 dengan memiliki jumlah penduduk usia 7-15 tahun paling sedikit apabila dibandingkan dengan kecamatan lain yang berada di Kabupaten Tegal. 2. tingkat APK SMP di Kecamatan Kedungbanteng tidak sesuai dengan target pemerintah yaitu jumlah murid SMP di Kecamatan Kedungbanteng yang ada baru 71% dari penduduk umur tahun, padahal pemerintah pada tahun 2009 menargetkan tingkat APK SMP sebesar 95%. 3. tingkat APM SMP di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 menunjukan 70% anak penduduk di Kecamatan Kedungbanteng usia tahun telah terserap di tingkat SMP, sisanya 30% penduduk di Kecamatan Kedungbanteng usia tahun belum memperoleh pendidikan di tingkat SMP. 4. di Kecamatan Kedungbanteng masih terdapat anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah, padahal pemerintah telah menetapkan program wajib belajar 9 tahun. Permasalahan yang akan diteliti berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan adalah: 1. bagaimana pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal?

23 6 2. faktor-faktor apa yang menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan masalah yang muncul adalah: 1. untuk mengetahui pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. 2. untuk mengidentifikasikan hambatan-hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian adalah manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Bagi Dinas Pendidikan, dapat memberikan informasi faktual tentang kondisi fisik dan kondisi sosial ekonomi terhadap program wajib belajar 9 tahun agar dapat memberikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan. b. Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai program wajib belajar 9 tahun dan menerapkan ilmu pengetahuan yang di dapat di bangku perkuliahan, serta membuktikan kesesuian teori dengan di lapangan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat, dapat memberikan masukan tentang visi pendidikan sehingga dapat menyukseskan dan mendukung pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun.

24 7 b. Bagi siswa, dapat memberikan motivasi kepada siswa agar tetap semangat dalam mengikuti program wajib belajar 9 tahun. E. Penegasan Istilah Peneliti agar lebih mudah dalam melakukan penelitian, maka perlu menegaskan beberapa istilah. Penegasan istilah dalam penelitian ini yaitu wajib belajar 9 tahun, jumlah tanggungan orang tua, pendidikan orang tua, lingkungan keluarga, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas. 1. Wajib belajar 9 tahun Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:216). Pendidikan minimal yang dimaksud dalam penelitian adalah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang berusia 7-15 tahun harus mengikuti program wajib belajar 9 tahun sampai dengan tamat. 2. Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dalam penelitian adalah jumlah tanggungan orang tua, pendidikan orang tua, lingkungan keluarga, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas. a. Jumlah Tanggungan Orang Tua Jumlah tanggungan orang tua dalam penelitian adalah jumlah anak yang dimiliki oleh orang tua anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun.

25 8 b. Pendidikan Orang Tua Pendidikan orang tua dalam penelitian, dilihat dari pendidikan formal maupun pendidikan nonformal orang tua. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua, antara lain: pada jenjang SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi maupun tidak pernah mengikuti sekolah. Pendidikan nonformal yang pernah diikuti oleh orang tua, seperti: kursus mengetik, kursus menjahit, kursus elektro ataupun kursus lainnya yang pernah diikuti oleh orang tua. c. Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga dalam penelitian merupakan suatu tempat tinggal dimana anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah tinggal. Lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi anak, berupa: dukungan keluarga, keadaan tempat tingal maupun kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan. d. Jenis Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan orang tua dalam penelitian adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan sumber penghasilan hidup sehari-hari yaitu pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan orang tua. e. Pendapatan Orang Tua Pendapatan adalah hasil yang berupa uang atau barang yang diterimakan sebagai balas jasa atau kontra prestasi (BPS, 1996:8). Pendapatan orang tua dalam penelitian ini adalah seluruh pendapatan

26 9 yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja baik dari penghasilan pokok ataupun sampingan. f. Aksesibilitas Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya (Tamin, 2000: 32). Faktor-faktor yang menentukan aksesibilitas dalam penelitian ini adalah jarak yang ditempuh anak untuk sekolah, waktu tempuh yang diperlukan anak untuk sekolah, biaya/ongkos perjalanan yang dibutuhkan untuk sekolah dan fasilitas transportasi yang digunakan anak ketika sekolah. F. SISTEMATIKA SKRIPSI Hasil penelitian agar lebih mudah dalam mempelajari, maka peneliti membuat sistematika penulisan skripsi. Isi dari sistematika mewakili bab yang ada dalam skripsi yang dibuat peneliti. Sistematika penulisan skripsi disusun menjadi 3 bagian yaitu: pendahuluan, isi dan penutup. 1. Bagian pendahuluan skripsi Pendahuluan terdiri dari: halaman judul, sari penelitian, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel atau grafik dan daftar lampiran. 2. Bagian isi skripsi BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.

27 10 BAB II : Landasan teori yang berisi tentang pengertian pendidikan, pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, tujuan dan target wajib belajar 9 tahun, tantangan wajib belajar 9 tahun, dan hambatan program wajib belajar 9 tahun. BAB III : Metodologi penelitian yang berisi tentang populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, teknik analisis data, dan diagram alir penelitian. BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang uraian hasil penelitian dan pembahasan. BAB V : Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. 3. Bagian penutup skripsi, berisi daftar pustaka dan lampiran.

28 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Pendidikan sangat dibutuhkan dalam penunjang pembangunan nasional Indonesia. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaliaan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:12). Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas sehingga mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu, sehingga tercipta pola hidup pribadi dan sosial yang baik. Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, 11

29 12 dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:17). Implikasi penyelenggaraan pendidikan meliputi: 1)kurikulum yang dirancang dan diterapkan, 2)sistem evaluasi dan promosi yang dianut, 3)pendidikan dan tenaga kependidikan, terutama guru yang ditempuh, 4)pembiayaan pendidikan, dan 5)manajemen penyelenggaraan pendidikan nasional (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI, 2007:21). Tim Redaksi NPM (2009) menyatakan bahwa strategi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dapat dibagi menjadi 3 pilar pembangunan pendidikan, yaitu: 1)perluasan dan pemerataan pendidikan, 2)mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, dan 3)tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa jalur pendidikan terdiri dari atas pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh. 1. Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:98). Jadi, Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya dengan kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan

30 13 tinggi dan yang setaraf dengannya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. a. Pendidikan dasar Pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan ketrampilan, menumbuhkan sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah (Ihsan, 1995:23). Pendidikan dasar pada prinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar bagi perkembangan kehidupan baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar. Pendidikan ini dapat berupa pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah, yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar sekolah yang dapat merupakan pendidikan biasa ataupun pendidikan luar biasa. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:24). b. Pendidikan menengah Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta

31 14 dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja (Ihsan, 1995:22). Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum diselenggarakan selain untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan tinggi juga untuk memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan untuk mengikuti lapangan kerja atau mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan menengah dapat merupakan pendidikan biasa atau pendidikan luar biasa. Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:25). c. Pendidikan tinggi Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki tingkat kemampuan tinggi yang bersifat akademik dan atau professional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, tehnologi dan seni dalam rangka pembangunan nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia. (Ihsan, 1995:23). Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institute atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan

32 15 pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:26). 2. Pendidikan Informal Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:30). Pendidikan informal dengan kata lain adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup seharihari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetanga, lingkungan pekerjaan, dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa. 3. Pendidikan Nonformal Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis (Departemen Pendidikan Nasional, 2010:31). Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Fungsi pendidikan nonformal adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Pendidikan nonformal

33 16 meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. B. Pelaksanaan Wajib Belajar UU No. 47 tahun 2008 tentang wajib belajar mengamanatkan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 1 menyebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, bentuk SD dan MI/ bentuk lain yang sederajat serta SMP dan Madrasah Tsanawiyah/ bentuk lain yang sederajat. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia bukanlah wajib belajar dalam arti compulsory education, seperti yang dilaksanakan di negara-negara maju, dengan ciri-ciri: (1) ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah, (2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar, (3) tolak ukur wajib belajar 9 tahun adalah tidak ada orang tua yang terkena sanksi, karena telah mendorong anaknya tidak bersekolah, dan (4) ada sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI, 2007:121). Pelaksanaan pendidikan dasar untuk semua tentunya diperlukan ketentuanketentuan tertentu sebagaimana di dalam Deklarasi PBB tentang Hak Atas

34 17 Pembangunan yang diadopsi oleh Sidang Umum bulan Desember Tahun Kewajiban Negara dalam hal ini kewajiban pemerintah daerah untuk melaksanakan wajib belajar diperlukan hal-hal sebagai berikut: 1)tersedianya sarana, seperti: gedung sekolah dan tempat pelaksanaan wajib belajar lainnya (appealability), 2)keterjangkauan (accessability) sarana pelaksanaan wajib belajar), 3)penerimaan (acceptability) yaitu diterima tidaknya bentuk kelembagaan pendidikan oleh rakyat, dan 4)kesesuaian (adaptability) yaitu kesesuaian lembaga-lembaga pendidikan dengan kebutuhan lingkungannya (Tilaar, 2006:165). Program pendidikan wajib belajar 9 tahun pada hakekatnya berfungsi memberikan pendidikan dasar bagi setiap warga negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengetahuan dan kemampuan dasar yang diperlukan untuk dapat berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. C. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Pembangunan manusia adalah proses agar manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik dan sebagainya. Badan Pusat Statistik (2010) menjelaskan konsep Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah mengukur pencapaian keseluruh negara atau provinsi. IPM mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial dan ekonomi di negara atau provinsi tertentu. IPM direpresentasikan oleh 3 dimensi, yaitu umur panjang dan sehat (longevity), pengetahuan (knowledge) dan hidup yang layak (standard of living). Indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi umur

35 18 panjang dan sehat adalah angka harapan hidup. Dimensi pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, sedangkan dimensi kehidupan yang layak diukur dengan paritas daya beli (purchsing power parity/ PPP). Keberhasilan Indonesia untuk menurunkan peringkatnya selama periode dari urutan ke-55 (2007) menjadi ke-60 (2008) dan ke-62 (2009) mengalami kenaikan lagi pada tahun pertama periode kedua pemerintahan Presiden SBY. Tahun 2010, peringkat Indonesia naik satu tingkat menjadi urutan ke-61. Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) merilis, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia berada di urutan ke-124 dari 187 negara yang disurvei. IPM Indonesia hanya 0,617, jauh di bawah Malaysia di posisi 61 dunia dengan angka 0,761. UNDP menggunakan versi rata-rata lama sekolah 5,8 tahun diukur dari penduduk usia 25 tahun ke atas, sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memakai data Susenas 2010 Badan Pusat Statistik, yaitu rata-rata lama sekolah 7,9 tahun diukur dari penduduk usia 15 tahun ke atas (Arif, 2011). Strategi pokok yang dituangkan dalam Repelita VI dirumuskan karena masih ditemukannya masalah mendasar dalam bidang pendidikan. Program pendidikan diperlukan indikator yang handal. Indikator proses pendidikan menunjukkan keadaan proses pendidikan yang diimplementasikan terjadi di masyarakat. Sumber data yang dipakai berasal dari sensus atau survey dengan pendekatan rumah tangga atau data administratif instansi terkait. Data yang

36 19 dibutuhkan dalam mengetahui indikator proses pendidikan, antara lain: APK, APM dan rata-rata lama sekolah. a. Angka Partisipasi Kasar (APK) Indikator APK mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut, tetapi indikator ini lebih banyak bercerita tentang keberhasilan sistem pendidikan dalam mendidik anak dan remaja, bukan pada penduduk dewasa. APK memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima pendidikan pada jenjang tertentu. APK biasanya diterapkan untuk jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SLTA. Husaini (2010:20) dalam menghitung nilai APK menggunakan rumus sebagai berikut: b. Angka Partisipasi Murni (APM) Indikator APM menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. APM selalu lebih rendah dibanding APK karena pembilangnya lebih kecil (sementara penyebutnya sama). APM membatasi usia murid sesuai dengan jenjang pendidikan sehingga angkanya lebih kecil karena menunda saat mulai bersekolah, murid tidak naik kelas, berhenti/keluar dari sekolah untuk sementara waktu, dan lulus lebih awal. APM diterapkan untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menegah. Husaini (2010:20) dalam menghitung menggunakan rumus APK sebagai berikut:

37 20 c. Rata-rata lama sekolah Rata-rata lama sekolah menggambarkan tingkat pencapaian setiap penduduk dalam kegiatan bersekolah. Semakin tinggi angka lamanya bersekolah semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah dicapai penduduk. Indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Rata-rata lama sekolah mayoritas penduduk di Indonesia masih relatif rendah dan dalam kondisi memprihatinkan, yakni baru mencapai semester satu kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas yakni 7,5 tahun atau setara dengan kelas dua SMP atau semester satu sekolah menengah pertama (EKSPOSnews, 2011). D. Tujuan dan Target Wajib Belajar Tim Redaksi NPM (2009:145) mengungkap bahwa penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu pada tahun bertujuan untuk: 1. meningkatkan Angka Partisipasi Kasar SMP/ MTs setara hingga mencapai minimal 95%. 2. menurunkan angka putus sekolah SMP dari 2,83% menjadi 2%. 3. meningkatkan kualitas lulusan dengan indikator 70% peserta Ujian Nasional mencapai nilai di atas 6,00

38 21 4. melengkapi sarana pendidikan sehingga 75% SMP memenuhi Standar Nasional Pendidikan, antara lain: minimal 80% SMP mempunyai perpustakaan, 50% SMP memiliki Laboratorium IPA, 50% SMP memiliki laboratorium bahasa, dan 80% SMP mempunyai ruang ketrampilan yang memadai. 5. menyelenggarakan minimal satu rintisan SMP bertaraf internasional di setiap kabupaten/ kota. 6. terbentuk dan berfungsinya jaringan sistem informasi pendidikan di setiap propinsi di seluruh Indonesia dengan baik. 7. meningkatnya mutu pengelolaan SMP dengan 70% SMP Menjalankan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan baik. 8. meningkatkan kesadaran akan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Wajib belajar berfungsi untuk mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi warga negara Indonesia. Tujuan program wajib belajar 9 tahun adalah memberikan kesempatan pendidikan minimal bagi setiap warga negara Indonesia agar dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan dapat hidup mandiri di dalam masyarakat. Pendidikan minimal yang dimaksud adalah masyarakat yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti program wajib belajar 9 tahun yaitu 6 tahun di tingkat SD/MI/sederajat dan 3 tahun di tingkat SMP/MTs/sederajat. E. Tantangan dalam Wajib Belajar Tim Redaksi NPM (2009:149) mengungkapkan bahwa penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun sampai dengan mencapai Angka Partisipasi

39 22 Kasar (APK) pada tingkat SMP sebesar 95% dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam pelaksanaanya. 1. Masih ada sekitar 1,9 juta anak usia tahun belum tertampung Masih terdapat anak yang belum sekolah karena berbagai alasan, masih masih ada sekitar 1,9 juta anak usia tahun di berbagai daerah di Indonesia belum memperoleh layanan pendidikan SMP atau sederajat. 2. APK SMP dari 146 kabupaten di bawah 75% Tahun 2005 APK SMP secara nasional telah mencapai 85,22%. Namun demikian, masih terdapat 146 kabupaten yang angka APK SMP-nya masih rendah di bawah 75%, di bawah APK nasional. Tanpa upaya-upaya khusus, kabupaten-kabupaten tersebut akan terlalu sulit untuk mencapai APK 95% pada tahun 2008/2009. Selain itu, angka absolut anak yang belum tetampung pada daerah padat penduduk masih sangat tinggi. 3. Kondisi geografis yang sulit Anak-anak usia yang belum mendapatkan layanan pendidikan umumnya berdomisili di daerah terpencil, terisolir, dan terpencar-pencar dalam komunitas kecil. Kondisi geografis yang tidak terjangkau membuat anak sulit berangkat sekolah. Kondisi geografis daerah mereka tinggal merupakan kendala dalam pengadaan layanan pendidikan bagi mereka yang membutuhkan. 4. Kemiskinan Kemiskinan sebagai akibat dari krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan penyesuaian harga BBM dan TDL, jumlah keluarga miskin di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 17%. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya putus

40 23 sekolah (angka putus sekolah pada tahun 2005 sebesar 2,83%) dan ketidakmampuan orang tua menyekolahkan anaknya kejenjang yang lebih tinggi. 5. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan Sebagian masyarakat, terutama yang berpendidikan rendah, masih memandang bahwa pendidikan kurang penting. Mereka beranggapan bahwa bekerja lebih menguntungkan bagi anak tanpa menyadari bahwa pendidikan lebih menguntungkan untuk jangka panjang. 6. Peran PEMDA belum optimal Sebagian besar PEMDA Tingkat II belum optimal dalam melaksanakan kewajiban dalam pembangunan pendidikan dengan baik. Sejumlah PEMDA Tingkat II bahkan terkesan mengabaikan sektor pendidikan. Hal ini terlihat, antara lain: masih rendahnya alokasi APBD dan perhatian birokrat pada sektor pendidikan. Penyebab utama dari rendahnya partisipasi ini adalah kurangnya pemahaman mereka akan tugas dan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga banyak tugas dan tanggungjawab yang tidak dilaksanakan dengan baik. 7. Peran perguruan tinggi perlu dioptimalkan Perguruan tinggi idealnya memerankan dirinya secara aktif sebagai agen dan katalisator perubahan dalam berbagai bidang, termasuk dalam penuntasan wajib belajar. Namun demikian, selama ini peran yang mereka mainkan masih sangat terbatas pada tataran konsep. Peran yang menyentuh langsung lapangan

41 24 yang secara nyata dan signifikan memberi kontribusi kepada penuntasan wajib belajar sangat lemah. 8. Sarana dan prasarana pendidikan kurang memadai Daerah-daerah terpencil dan terisolir sarana dan prasarana pendidikannya masih sangat terbatas. Gedung sekolah masih belum memadai atau bahkan belum ada, belum didukung oleh fasilitas pembelajaran yang memadai. Sebagia akibatnya, sebagian anak usia sekolah terpaksa tidak memperoleh layanan pendidikan atau mendapatkan layanan pendidikan dengan kualitas memadai. F. Hambatan dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Keberhasilan Program Wajib Belajar 9 Tahun, menurut Sukardi (2010) dapat dibagi menjadi 2 faktor, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dipengaruhi dari dalam individu. Faktor internal, meliputi: kemampuan anak, minat sekolah, ekspektasi (harapan) anak, persepsi siswa tentang sekolah dan aspirasi/ cita-cita anak. Faktor eksternal yang dipengaruhi oleh keadaan dari luar individu tersebut, meliputi: kondisi geografis, kondisi sosial ekonomi, keutuhan keluarga, persepsi orang tua, dan ketersedian sarana prasarana. Penelitian Abdillah (2010) menyebutkan bahwa permasalahan dalam program wajib belajar 9 tahun, antara lain: tingkat pendidikan orang tua mempunyai angka partisipasi yang rendah, mata pencaharian/pekerjaan dan pendapatan orang tua mempunyai angka partisipasi yang sangat rendah, karakteristik keluarga berperan dalam penuntasan program wajib belajar 9 tahun,

42 25 angka partisipasi lingkungan tempat tinggal rendah, kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan terhitung rendah, faktor aksesibilitas tidak terlalu menjadi suatu masalah. Penelitian pada skripsi ini akan mengkaji 6 (enam) permasalahan yang diduga menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dilihat dari faktor eksternalnya, yakni: karakteristik keluarga, lingkungan keluarga, pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua dan aksesibilitas yang digunakan anak untuk melakukan perjalanan menuju ke sekolah. 1. Karakter Keluarga Kondisi sosial adalah keadaan yang berkaitan dengan masyarakat, kondisi ini selalu mengalami perubahan melalui proses dan interaksi sosial. Interaksi sosial berarti proses hubungan yang saling mempengaruhi, bisa terjadi antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok (Subandiroso, 1987:45). Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak yang belum dewasa. Setiap keluarga memiliki karakter keluarga tersendiri. Apabila salah satu dari unsur-unsur tersebut tidak ada, misal ada ibu namun tidak ada ayah (baik karena meninggal atau bercerai), maka keluarga tersebut tidak bisa dikatakan sebagai keluarga yang utuh lagi. Ini disebut keutuhan keluarga secara stuktur. Disamping itu, ada pula keutuhan dalam interaksi, yaitu adanya interaksi sosial yang wajar (harmonis). Ketidakutuhan keluarga tentunya berpengaruh negatif bagi perkembangan sosial seorang anak (Hasbullah, 2009:90)

43 26 Keluarga inti terdiri dari beberapa individu, yaitu ayah, ibu dan anak. Setiap individu menjadi tanggungan dalam keluarga tersebut. Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang yang menjadi tanggung jawab (secara materi) oleh orang tua. Semakin banyak jumlah tanggungan, maka semakin banyak pula dana yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rismawati (2010:20) mengatakan jumlah tanggungan keluarga digolongkan menjadi 4, yaitu 1) lebih dari 10 orang berarti sangat banyak tanggungan, 2) 7-9 orang berarti banyak tanggungan, 3) 5-6 orang berarti tanggungan sedang, dan 4) 1-4 orang berarti tanggungan sedikit. 2. Lingkungan Keluarga Kondisi sosial, interaksi sosial dapat dilakukan pada keluarga. Keluarga dilihat dari segi pendidikan merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial) dan keluarga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin, tingkah laku yang baik serta pengakuan akan kewibawaan. Tugas utama keluarga bagi pendidikan adalah sebagai peletak dasar bagi pendidik akhlak dan pandangan hidup keagamaan, sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orangtuanya dan dari anggota keluarga yang lain (Hasbullah, 2009:89). Lingkungan keluarga adalah daerah atau kawasan tempat suatu kelompok sosial terkecil yang terdiri dari keluarga dan anak, dimana anak memperoleh bimbingan dan latihan dari keluarga untuk mendapatkan

44 27 perubahan perubahan baru yang akan diperlukan dalam masyarakat. Di dalam keluarga anak belajar bersikap, berfikir dan bergaul dengan sesamanya, agar anak dapat berfikir dan bergaul dengan baik diperlukan peranan keluarga untuk membimbing dan mengarahkannya demi keberhasilan pendidikan anak. Bagi keluarga yang tidak mampu, akan merasa berat dalam memenuhi biaya pendidikan. Keputusan untuk tidak menyekolahkan anak sebagai akibat adanya nilai ekonomis anak yang tinggi bagi orang tua. Masih adanya anggapan orang tua bahwa pendidikan tinggi tidak menjamin hari depan yang lebih baik (Rismayanti, 2010:20). 3. Pendidikan Orang Tua Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya (Rokhana, 2005:19). Pendidikan orang tua dapat berpengaruh terhadap pola asuh orang tua terhadap anak. Bagaimana orang tua dapat memberikan pendidikan di dalam keluarga, sekolah maupun dalam bermasyarakat. Jenjang pendidikan yang didapat orang tua antara lain: SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi. Hal ini dapat diperoleh dari ijasah terakhir yang diterima orang tua. 4. Jenis Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis yang menguraikan fungsi, tugas-tugas, tanggung jawab, wewenang, kondisi kerja dan aspek-aspek

45 28 pekerjaan tertentu lainnya (Handoko, 1997:47). Pekerjaan dapat dikatakan adalah pencaharian, barang yang dijadikan pokok penghidupan, suatu yang dijadikan untuk mendapatkan nafkah. Jenis pekerjaan orang tua merupakan kegiatan yang dilakukan oleh orang tua untuk mendapatkan sumber penghasilan hidup. Jenis pekerjaan dapat berupa pekerjaan pokok ataupun sampingan. Macam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan oleh orang tua, antara lain: polisi, tentara, guru, pegawai bank, karyawan, pengusaha, pedagang, petani, dll. 5. Pendapatan Orang Tua Faktor ekonomi keluarga banyak menentukan dalam belajar anak. Misalnya anak dalam keluarga mampu dapat membeli alat-alat sekolah lengkap, sebaliknya anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat membeli alatalat itu. Dengan alat serba tidak lengkap inilah maka hati anak-anak menjadi kecewa, mundur, putus asa sehingga dorongan belajar mereka kurang (Ahmadi, 2007:266). Profesor P.A Samuel mengatakan bahwa ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan sumber daya yang terbatas tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa dan mendiskripsikannya untuk kebutuhan konsumsi, sekarang dan di masa datang, kepada berbagai individu dan golongan masyarakat (Sukirno, 1996:10).

46 29 Kondisi ekonomi adalah kondisi yang menghendaki seseorang, suatu masyarakat membuat keputusan tentang cara terbaik untuk melakukan sesuatu kegiatan ekonomi. Sedangkan kegiatan ekonomi didefinisikan sebagai kegiatan seseorang atau suatu masyarakat untuk memproduksikan barang dan jasa maupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan jasa tersebut (Sukirno, 1996:4). Jadi, kondisi ekonomi adalah keadaan seseorang dalam hal keuangan rumah tangga. Kegiatan ekonomi yang dapat berlangsung karena aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan. Kondisi ekonomi keluarga meliputi usaha orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup (pekerjaan orang tua), pendapatan efektif (penghasilan orang tua) dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Rokhana (2005:8) mengungkapkan bahwa pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Pendapatan yang diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Orang tua dengan penghasilan yang tinggi akan mampu memenuhi berbagai macam sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar anak. Pendapatan orang tua merupakan sebuah penghasilan yang didapat orang tua sebagai hasil jerih payahnya selama bekerja. Pendapatan orang tua dapat diperoleh selama tiap hari, tiap minggu, atau tiap bulan setelah bekerja. Klasifikasi pendapatan dapat didasarkan pada Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK). Pendapatan keluarga dikatakan tinggi bila pendapatan tiap bulan lebih besar dari UMK, sedangkan pendapatan rendah bila pendapatan tiap bulan lebih kecil dari UMK.

47 30 Sumardi dan Hans Evert (1983;15) menyebutkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat disesuaikan dengan pendapatan dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu ekonomi tinggi, ekonomi sedang dan ekonomi rendah. a. Ekonomi tinggi Golongan yang berpenghasilan tinggi adalah golongan yang mempunyai penghasilan atas pekerjaannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial yang sedapat mungkin harus dipenuhi. Kebutuhan esensial ini seperti makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, partisipasi, transportasi, perawatan pribadi dan rekreasi. b. Ekonomi sedang/ menengah Golongan berpenghasilan sedang sudah dekat dengan golongan yang berpenghasilan tinggi. Ini berarti golongan yang berpenghasilan ekonomi sedang cenderung masih dapat menyisihkan hasil kerjanya untuk kebutuhan lain yang sifatnya tidak esensial. c. Ekonomi rendah Ekonomi rendah adalah golongan miskin yang memperoleh pendapatannya sebagai imbalan atas pekerjaanya yang jumlahnya sangat sedikit apabila dibandingkan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Kebutuhan esensial tidak dapat terpenuhi maksimal. 6. Aksesibilitas Lingkungan tempat tinggal adalah tempat anak anak tinggal, bertumbuh dan berkembang menuju kedewasaan. Lingkungan tempat tinggal

48 31 sangat mempengaruhi kegiatan belajar anak. Anak anak yang tinggal di daerah kumuh akan ikut terbawa pada kondisi yang tidak mementingkan kegiatan belajar (Kamanto, 1988:90). Kondisi lingkungan sekitar yang dengan sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan. Lingkungan berfungsi sebagai wadah atau lapangan terlaksananya proses pendidikan. Lingkungan fisik berupa alam atau benda fisik, seperti rumah, pakaian, tanah datar, pegunungan, sawah dan lain-lain (Hasbullah;2007). Letak merupakan suatu keadaan relatif pada suatu wilayah. Letak dapat dilihat pada letak bujur maupun letak lintangnya. Dari letak tersebut dapat dilihat kondisi wilayah tersebut. Sedangkan topografi adalah kondisi alam yang merintangi atau mempersulit perjalanan antar dua daerah (Soekadijo, 2000:137). Aksesibilitas adalah kemudahan pencapaian terhadap suatu daerah. Semakin dekat dengan jarak antar daerah berarti semakin mudah kontak terjadi (Bintarto, 1979:16). Jarak antara rumah dengan sekolah dapat mempengaruhi minat siswa dengan sekolah, sehingga menimbulkan sikap dan motivasi yang baik terhadap orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah terdekat. Jarak menjadi salah satu faktor dalam aksesibilitas. Jarak adalah sebagai sesuatu yang dapat diukur, adalah dasar dari studi geografi. Jarak menjadi objek utama dalam pembicaraan mengenai karateristik suatu kawasan di atas permukaan bumi (Nopembri, 2007:26). Jarak yang jauh dari rumah akan sulit

49 32 dicapai dan membutuhkan banyak biaya. Dengan jarak yang jauh maka untuk ke sekolah dibutuhkan biaya yang lebih. Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susah nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Tamin, 2000:32). Miro (2005:20) menyebutkan faktor-faktor yang menentukan tinggi rendahnya aksesibilitas, sebagai berikut ini: a. Faktor waktu tempuh Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan sarana transportasi yang dapat diandalkan. Contohnya adalah dukungan jaringan jalan yang berkualitas yang menghubungkan daerah asal dengan daerah tujuan. Cepat lamanya waktu yang diperlukan dapat mempengaruhi anak untuk mau melakukan perjalanan ke sekolah. b. Faktor biaya/ongkos perjalanan Biaya perjalanan ini berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat tujuan dicapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang (terutama kalangan ekonomi bawah) enggan atau bahkan tidak melakukan perjalanan. Begitu pula dengan biaya perjalanan yang dibutuhkan oleh seorang anak untuk mencapai sekolah mereka. Sekolah yang letaknya terlalu jauh dari rumah mereka akan membutuhkan

50 33 ongkos/ biaya yang lebih banyak jika dibandingkan dengan letak sekolah yang dekat dengan mereka. c. Fasilitas transportasi Fasilitas transportasi adalah sektor yang sangat penting karena transportasi sebagai sarana seseorang untuk melakukan perjalanan. Keterkaitan fasilitas transportasi dengan pendidikan adalah bahwa tercukupinya sarana dan prasarana transportasi mempengaruhi anak untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah. G. Penelitian Relevan Peneliti memperluas pengetahuan dengan menambahkan penelitian terlebih dahulu sebagai pembanding dalam penelitiannya. Pembanding dilihat mulai dari judul penelitian, tujuan, variabel, metode, dan hasil penelitian. Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang lain memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 2.1.

51 34 Tabel 2.1. Beberapa Penelitian yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun No Judul Oleh Tahun Variabel Metode Kesimpulan 1. Pencapaian Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Bodeh Kabupaten Pemalang 2. Faktor-faktor Penyebab Ketidaktuntasan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Duana Bagus Abdillah Yaeni Risma 2010 a. Pencapaian program wajib belajar 9 tahun: Nilai APK dan APM Ketersediaan alat-alat penunjang program wajib belajar 9 tahun b. Permasalahan dalam program wajib belajar 9 tahun: Tingkat pendidikan orang tua Pekerjaan dan pendapat orang tua Karakteristik keluarga Pengaruh lingkungan tempat tinggal Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan Faktor aksesibilitas 2009 a. Tingkat pendidikan orang tua b. Mata pencaharian orang tua c. Pendapatan orang tua a. Angket b. Wawancara c. Dokumentasi d. Observasi a. Kuesioner b. Wawancara c. Dokumentasi a. Pencapaian program wajib belajar tahun 2009 berdasarakan APK sebesar 78, 11% dengan APM sebesar 62,49%. b. Permasalahan dalam program wajib belajar 9 tahun, antara lain: tingkat pendidikan orang mempunyai angka partisipasi yang rendah, mata pencaharian/ pekerjaan dan pendapatan orang tua mempunyai angka partisipasi yang sangat rendah, karakteristik keluarga berperan dalam penuntasan program wajib belajar 9 tahun, angka partisipasi lingkungan tempat tinggal rendah, kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan terhitung rendah, faktor aksesibilitas tidak terlalu menjadi suatu masalah. Kabupaten Temanggung tahun 2008 yaitu 88,15%. Pendapatan orang tua merupakan faktor yang memiliki kriteria tingkat penyebab ketidaktuntasan paling tinggi dalam

52 35 Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung Tahun Faktor-faktor Penyebab Anak Usia Sekolah Tidak Menyelesaikan Pendidikan Dasar (Studi kasus di Desa Pesantren Kecamatan Blado Kabupaten Batang 4. Faktor Penghambat Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Bagi Anak Usia Sekolah di Desa Purnomo Adi Saputra d. Jumlah tanggungan orang tua e. Kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak f. Faktor aksesibilitas g. Pelaksanaan program 2009 a. Faktor sosial-ekonomi orang tua b. Faktor aksesibilitas Gigih N a. Tingkat pendidikan orang tua b. Tingkat pendapatan orang tua c. Pekerjaan orang tua d. Faktor lingkungan a. Angket b. Wawancara c. Dokumentasi d. Observasi a. Angket b. Wawancara c. Dokumentasi d. Observasi program wajib belajar 9 tahun di kecamatan Kaloran Sedangkan jarak dari tempat tinggal ke sekolah yang terlalu jauh merupakan faktor yang memiliki kriteria tingkat penyebab ketidaktuntasan paling rendah yaitu 63,04% Faktor penyebab anak usia sekolah tidak menyelesaikan pendidikan dasar sebagai berikut: a. Pendidikan orang tua sangat rendah b. Pendapatan orang tua sangat rendah c. Orang tua menganggap pendidikan kurang penting d. Jarak dari rumah ke sekolah cukup membutuhkan waktu e. Fasilitas jalan kurang baik f. Tidak adanya fasilitas transportasi di desa Pesantren yang bisa mengangkut anak-anak ke sekolah Kriteria Hambatan: a. Tingkat pendidikan orang tua: Tinggi (51, 47%) b. Tingkat Pendapatan orang tua: Tinggi (49,63 %) c. Fasilitas jalan: Rendah (20,10%)

53 36 Sendang Kecamatan Wonogiri Kabupaten Wonogiri 5. Faktor-faktor penyebab rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA bagi penduduk desa Kemiriombo kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung (Suatu Kajian Analisis Geografi) Ferry Indrahart tempat tinggal e. Fasilitas jalan f. Jarak tempuh g. Fasilitas transportasi 2005 Faktor-faktor penyebab rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA: a. Kondisi geografis: Letak Keadaan topografi Tingkat aksesibilitas b. Kondisi sosialekonomi orang tua: Pendidikan orang tua Jenis pekerjaan orang tua Pendapatan orang tua a. Wawancara b. Dokumentasi c. Observasi d. Jarak tempuh: Sangat tinggi (63,60%) e. Fasilitas transportasi: Sangat tinggi (58, 09%) Faktor yang menyebabkan rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA di desa Kemiriombo 2005, terdiri dari: a. Faktor geografi Jarak dari rumah ke sekolah yang terdekat, yaitu lebih dari 10 Km. Keadaaan topografi yang kasar yaitu berupa perbukitan, sehinggga menyebabkan daerah tersebut sulit untuk berhubungan dengan daerah lain. Dan mempengaruhi kelancaran aktivitas penduduk. Aksesibilitas yang rendah, yaitu meliputi : kondisi jalan yang rusak, dan keadaan transportasi yang tidak lancar. b. Faktor sosial ekonomi Pendidikan orang tua rendah yaitu 83,05% hanya lulusan SD. Mata pencaharian orang tua 76,27% ialah petani. Pendapatan orang tua 81,4% rendah yaitu kurang dari Rp ,00

54 37 F. Kerangka Berfikir Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UU Program Wajib Belajar 9 Tahun Penduduk Usia Sekolah (7-15 Tahun) Anak Usia Sekolah yang Sedang Sekolah (7-15 Anak Usia Sekolah yang Tidak Sekolah (7- APK dan APM Sesuai Target Tidak Sesuai Target Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Karakter Keluarga, Lingkungan Keluarga, Pendidikan Orang Tua, Jenis Pekerjaan Orang Tua, Pendapatan Orang Tua, dan Program Wajib Belajar 9 Program Wajib Belajar 9 Tahun Tahun Tercapai Tidak Tercapai Gambar 2.1. Kerangka Berfikir Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun.

55 38 Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Jadi, setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan wajib mengikuti program wajib belajar 9 tahun yaitu 6 tahun di tingkat SD dan 3 tahun di tingkat SMP. Penuntasan program wajib belajar 9 tahun dapat dilihat dari data penduduk usia sekolah (7-15 tahun), anak usia sekolah (7-15 tahun) yang sedang sekolah dan anak usia sekolah (7-15 tahun) yang tidak sekolah. Jumlah penduduk tersebut dapat dilihat untuk mengetahui penghitungan APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni). APK dan APM merupakan salah satu indikator untuk mengetahui pencapaian program wajib belajar 9 tahun. Pemerintah pada tahun 2009 menargetkan APK dan APM sebesar 95%. APK dan APM di suatu wilayah apabila < 95% maka dapat dikategorikan tidak sesuai dengan target pemerintah, namun apabila >95% dapat dikategorikan sesuai dengan target pemerintah. Menurut Dinas Pendidikan Kabupaten Tegal, Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 menunjukkan tingkat APK SD dan SMP sebesar 93,86% dan APM SD dan SMP sebesar 91,02%. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa tingkat APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng tidak sesuai dengan target pemerintah. Selain itu, pada data APK dan APM menunjukkan masih terdapat

56 39 anak usia sekolah yang belum memperoleh pendidikan Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun ditargetkan dapat sukses pada tahun Namun, adakalanya terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.. Anak yang tidak sekolah pada suatu wilayah dapat dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi, antara lain: faktor internal (dari dalam individu) maupun faktor eksternal (dari luar individu). Faktor-faktor yang diduga menghambat dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal dilihat dari faktor eksternalnya, antara lain: karakter keluarga, lingkungan keluarga, pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan aksesibilitas. Keenam faktor tersebut dapat memberikan dampak positif maupun negatif bagi anak usia sekolah. Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal menghadapi suatu masalah. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal yang dapat didefinisikan pada penelitian ini.

57 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Menurut Arikunto (2006:130), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun baik pada tingkat SD/MI atau SMP/MTs. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 721 orang yang tersebar ke dalam 10 desa di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Jumlah populasi diperoleh dari data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun Sampel Penelitian Penelitian ini menggunakan tehnik proportional random sampling yaitu cara pengambilan sampel dilakukan secara acak dari seluruh populasi yang ada. Sampel yang diambil adalah 72 orang yang berada pada 10 desa di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Pengambilan sampel diambil 10% dan dilakukan secara acak agar pada setiap sampel dapat mewakili populasi yang ada. Responden dalam penelitian adalah orang tua dari anak usia 7-15 tahun yang tidak maupun mengikuti program wajib belajar 9 tahun. Sampel responden dapat dilihat pada Tabel

58 41 Tabel 3.1. Jumlah Orang Tua dari Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak maupun Mengikuti Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 No. Nama Desa Populasi % Sampel (orang) (orang) 1 Penujah 65 10% 7 2 Karanganyar % 15 3 Tonggara 52 10% 5 4 Kedungbanteng 87 10% 9 5 Dukuh Jati Wetan 28 10% 3 6 Sumingkir 59 10% 6 7 Margamulya 62 10% 6 8 Kebandingan 68 10% 7 9 Karangmalang 74 10% 7 10 Semedo 73 10% 7 Jumlah % 72 Sumber: Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 B. Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:61). 1. Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun a. Pencapaian APK dan APM pada tingkat SD dan SMP. b. Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng. c. Pengelolaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng. 2. Hambatan dalam pelaksanaan progam wajib belajar 9 tahun, dengan rincian sebagai berikut: a. Karakter keluarga Indikator dari karakter keluarga adalah:

59 42 - berapa jumlah anggota keluarga inti - berapa jumlah tanggungan anak b. Lingkungan Keluarga Indikator dari lingkungan keluarga adalah: - dukungan keluarga terhadap anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah agar dapat sekolah - pengaruh kondisi tempat tinggal anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah - kesadaran orang tua terhadap pendidikan anak usia 7-15 tahun c. Tingkat pendidikan orang tua Indikator dari pendidikan adalah: - pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua, antara lain: SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi - pendidikan nonformal (kursus) yang pernah ditempuh orang tua - lama pendidikan formal dan nonformal yang ditempuh d. Mata Pencaharian orang tua Indikator Mata Pencaharian orang tua adalah: - jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua baik pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan e. Tingkat pendapatan orang tua Indikator dari pendapatan orang tua adalah: - pekerjaan pokok dan sampingan yang dilakukan oleh orang tua - besarnya pendapatan yang diperoleh orang tua - penggunaan pendapatan

60 43 f. Aksesibilitas Faktor yang mempengaruhi aksesibilitas adalah: - jarak yang ditempuh anak untuk sekolah - waktu yang ditempuh anak untuk sekolah - biaya perjalanan yang diperlukan oleh anak menuju ke sekolah - fasilitas yang digunakan anak ketika berangkat sekolah. C. Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa pembatasan istilah, maka dari itu diperlukan definisi operasional agar tidak terjadi kerancuan dalam pembahasan. 1. Pelaksanaan Program WajibBelajar 9 Tahun Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun dalam penelitian ini adalah pendidikan minimal yang harus dilakukan oleh anak usia sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Pendidikan minimal yang dimaksud adalah anak usia 7-15 tahun wajib mengikuti program wajib belajar 9 tahun yaitu 6 tahun di tingkat SD dan 3 tahun di tingkat SMP. 2. Pencapaian APK dan APM APK (Angka Partisipasi Kasar) yaitu persentase perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah di suatu daerah dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk usia sekolah pada jenjang tersebut (SMP/ MTs = tahun, SD/ MI = 7-12 tahun). APM (Angka Partisipasi Murni) yaitu persentase perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah di sekolah pada suatu daerah dengan usia sekolah pada jenjang tertentu (SMP/ MTs = tahun, SD/MI = 7-12 tahun) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk usia sekolah

61 44 pada jenjang tersebut. Husaini (2010: 20) menggunakan rumus sebagai berikut: Pengukuran ketercapaian program wajib belajar 9 tahun pemerintah menggolongkan tingkat ketuntasan menjadi 5 kriteria. Tingkat ketuntasan daerah dalam melaksanakan program wajib belajar 9 tahun, dapat dikategorikan, sebagai berikut ini: a) belum tuntas bila APK < 80%, b) tuntas pratama bila APK mencapai 80-84%, c) tuntas madya bila APK mencapai 85-89%, d) tuntas utama bila APK mencapai 90-94%, dan e) tuntas paripurna bila APK mencapai minimal 95%. 3. Karakter Keluarga Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak yang belum dewasa. Setiap keluarga memiliki karakter keluarga tersendiri. Menurut Rismawati (2010:20), jumlah tanggungan keluarga dapat digolongkan menjadi 4 yaitu: 1) lebih dari 10 orang berarti sangat banyak tanggungan, 2) 7 sampai 9 orang berarti banyak tanggungan, 3) 5 sampai 6 orang berarti tanggungan sedang, dan 4) 1 sampai 4 orang berarti tanggungan sedikit. 4. Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga adalah daerah atau kawasan tempat suatu kelompok sosial terkecil yang terdiri dari keluarga dan anak, dimana anak memperoleh bimbingan dan latihan dari keluarga untuk mendapatkan

62 45 perubahan baru yang akan diperlukan dalam masyarakat. Anak perlu dukungan dari keluarga untuk sekolah. Pengaruh dari tempat tinggal dapat memberikan dampak pada anak untuk sekolah atau tidak. Kesadaran orang tua tentang pendidikan, antara lain: anggapan orang tua tentang pendidikan sangat penting, penting, penting dan tidak penting bagi anak di masa depan. 5. Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua diukur dari orang tua yang tidak sekolah sama sekali atau pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh orang tua baik ayah maupun ibu. Pendidikan yang diperoleh orang tua khususnya pendidikan formal berpengaruh pada pendidikan yang akan diberikan pada anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan berpengaruh pada pendidikan anak mereka agar mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dari orang tuanya. Pendidikan formal yang pernah diikuti orang tua, antara lain: SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pendidikan nonformal orang tua yang pernah diikuti, antara lain: kursus mengetik, kursus menjahit, kursus tehnik. 6. Jenis Pekerjaan Orang Tua Jenis pekerjaan orang tua merupakan suatu aktifitas yang dikerjakan oleh orang tua baik ayah maupun ibu sehingga dapat menghasilkan suatu pendapatan atau sumber penghidupan. Pekerjaan dapat berupa pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan. 7. Tingkat Pendapatan Orang Tua Tingkat pendapatan orang tua dapat digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan keluarga, karena pendapatan orang tua merupakan sumber untuk

63 46 memenuhi semua kebutuhan hidup keluarga. Pendapatan orang tua diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan. Berdasarkan survey dari BPS pada tahun 2009 tingkat pendapatan rumah tangga di pedesaan berdasarkan pendekatan pengeluaran setiap bulan dari penduduk, maka dapat diklasifikasikan seperti pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Klasifikasi Pendapatan Orang Tua No. Klasifikasi Pendapatan Jumlah Pendapatan 1. Pendapatan Tinggi > Rp ,00 2. Pendapatan Menengah Rp ,00 Rp ,00 3. Pendapatan Sedang Rp ,00 Rp ,00 4. Pendapatan Rendah < Rp ,00 Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun Aksesibilitas Black (1981: 98) mengungkapkan bahwa aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi aksesibilitas, antara lain: jarak, waktu, biaya dan fasilitas transportasi yang digunakan. Jarak yang jauh dari rumah akan membutuhkan biaya. Biaya perjalanan berperan dalam menentukan mudah tidaknya tempat tujuan dicapai, karena ongkos perjalanan yang tidak terjangkau mengakibatkan orang tidak mau melakukan perjalanan Cepat lamanya waktu yang diperlukan dapat mempengaruhi anak untuk mau melakukan perjalanan ke sekolah. D. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,

64 47 dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan metode dokumentasi ini digunakan untuk mencari data di Dinas Dikpora, BPPKB, Kelurahan dan instansi lain yang memiliki data yang relevan. 2. Metode Wawancara Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara terpimpin. Wawancara terpimpin yaitu wawancara yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci seperti yang dimaksud dalam interview terstruktur (Arikunto, 2006: 156). Metode wawancara ini digunakan untuk mendapatkan informasi dari Kepala Desa, Kepala Sekolah dan Kepala UPTD Dikpora mengenai pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. Metode wawancara dapat dilakukan untuk melengkapi metode angket, jika responden tidak dapat menjawab angket secara langsung. Pedoman yang digunakan ketika wawancara adalah pertanyaan pada angket responden. 3. Observasi Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan phiskhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiyono, 2010:203). Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kenyataan yang terdapat di lapangan mengenai keadaan geografis wilayah tersebut. 4. Angket Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti tentang laporan

65 48 pribadi atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151). Angket berupa pilihan ganda yang sudah disediakan jawaban. Angket merupakan pertanyaan tertutup mengenai data/ informasi hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. E. Validitas dan Reabilitas Instrument a) Validitas Instrument Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih memiliki validitas yang tinggi. Suatu instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006:168). Angket yang dikatakan memiliki validitas isi apabila dapat menangkap data dari variabel yang telah diteliti secara tepat. Pada penelitian ini validitas diperoleh dengan menggunakan skor angka yang diperoleh dari jawaban pertanyaan pada angket yang diajukan pada responden, sebelum dipergunakan untuk memperoleh data penelitian, terlebih dahulu angket tersebut dikonsultasikan kepada ahlinya. Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment. Menurut Arikunto (2006:170) menggunakan rumus, sebagai berikut: r xy N X N 2 XY X 2 N X Y 2 Y Y 2 Keterangan: r xy = koefisien korelasi antara x dan y N = jumlah responden x = skor dari setiap butir y = skor total

66 49 Cara mengetahui kuesioner yang digunakan valid atau tidak maka r yang diperoleh ( r hitung ) dibandingkan dengan ( r tabel ) product moment dengan taraf signifikan 5%. Apabila ( r hitung ) ( r tabel ) maka instrumen dikatakan valid, dan apabila ( r hitung ) ( r tabel ) maka instrumen dikatakan tidak valid. Hasil uji coba validitas instrumen penelitian sebanyak 40 butir pertanyaan semuanya dalam kategori valid, hal ini dikarenakan nilai r hitung pada seluruh item soal > r tabel dengan taraf signifikansi 5 % atau taraf kepercayaan 95%, dengan kata lain nilai rxy > 0,444. Uji coba validitas instrument dilakukan pada orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun. Sampel penduduk bukan berasal dari lokasi penelitian, namun lokasi di Kecamatan Pangkah karena memiliki karakteristik wilayah yang sama dengan Kecamatan Kedungbanteng. Jumlah sampel yang diambil adalah 20 orang karena jumlah tersebut dianggap dapat mewakili tingkat kelayakan soal. Kriteria koefisien korelasi validitas dapat disajikan pada Lampiran 9. Jumlah soal terdiri dari 40 butir pertanyaan dan terdapat 40 pertanyaan termasuk kriteria tinggi. Kriteria koefisien korelasi validitas, sebagai berikut: 0,000 0,250 : sangat rendah 0,251 0,500 : rendah 0,501 0,750 : cukup 0,751 1,000 : tinggi b) Reabilitas Instrument Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006: 178). Suatu angket dikatakan

67 50 reliabel apabila angket tersebut memberikan indikasi yang stabil dan konsisten dari karakteristik yang diteliti. Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha (Arikunto, 196:2006), dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: r 11 k 2 σ b 2 σ 1 = reliabilitas instrumen = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir = varians total Tingkat reliabilitas instrumen ditentuakn dengan harga r11 yang dikonsultasikan dengan r tabel product moment menggunakan taraf signifikan 5% atau taraf kepercayaan 95%. Jika r hitung > r tabel maka soal bersifat reliabel. Kriteria tingkat reabilitas, sebagai berikut: 0,000 0,250 : sangat rendah 0,251 0,500 : rendah 0,501 0,750 : cukup 0,751 1,000 : tinggi Uji coba reabilitas instrument dilakukan pada orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun. Sampel penduduk bukan berasal dari lokasi penelitian. Lokasi diambil di Kecamatan Pangkah Kabupaten Tegal karena daerah ini memiliki karakteristik wilayah yang sama dengan Kecamatan Kedungbanteng. Jumlah sampel yang diambil adalah 20

68 51 orang. Pengambilan sampel 20 orang karena jumlah tersebut dianggap dapat mewakili tingkat kelayakan soal. Hasil perhitungan reliabilitas instrumen penelitian dapat disajikan pada Lampiran 10. Hasil penelitian menyebutkan bahwa diperoleh hasil r11 sebesar 0,5494. Hasil tersebut kemudian dikonsultasikan dengan r tabel dengan n=20 dan taraf signifikansi 5% yaitu sebesar 0,444. Karena r11 > r tabel yaitu 0,5494 > 0,444 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut reliabel dan termasuk kedalam kriteria tingkat reliabilitas cukup. F. Metode Analisis Data a. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis untuk memberikan gambaran umum mengenai data yang diperoleh. Gambaran umum dapat menjadi acuan dari karakteristik data yang diperoleh. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan Kepala Sekolah, Kepala Desa dan Kepala UPTD Dinas Dikpora mengenai pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun, lingkungan tempat tinggal dan karakteristik keluarga anak yang tidak sekolah. b. Analisis Deskriptif Persentase Pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis kualitatif yang bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan

69 52 untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Data yang terkumpul berasal dari angket yang telah disebar kepada responden. Langkah-langkah analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. data yang didapat berupa data kualitatif. Agar data tersebut dapat dianalisis maka harus diubah menjadi data kuantitatif. Jawaban pertanyaan dengan memberikan tingkat-tingkat skor untuk masing-masing jawaban sebagai berikut: Jawaban pilihan a diberi skor 4 Jawaban pilihan b diberi skor 3 Jawaban pilihan c diberi skor 2 Jawaban pilihan d diberi skor 1 2. menghitung frekuensi untuk tiap-tiap kategori jawaban yang ada pada masing-masing variable atau sub variable. 3. Hasil perhitungan dalam rumus, akan dihasilkan angka dalam bentuk persentase. Adapun rumus yang akan digunakan untuk analisis deskriptif presentase (DP) adalah: 4. analisis data penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga digunakan analisis persentase. Hasil analisis dipersentasikan dengan kalimat yang bersifat kualitatif. Langkah-langkah penghitungan: a. menetapkan skor tertinggi

70 53 b. skor tertinggi diperoleh dari hasil perkalian antara skor tertinggi alternatif jawaban jumlah butir dan jumlah responden c. menetapkan skor terendah d. skor terendah diperoleh dari hasil perkalian antara skor terendah alternatif jawaban jumlah butir dan jumlah responden e. menetapkan jenjang kriteria Penelitian ini menetapkan empat jenjang kriteria yaitu tinggi, cukup, rendah, sangat rendah. a) Menetapkan persentase tertinggi Persentase tertinggi = (skor jawaban maksimal : skor maksimal) 100% = (4 : 4) 100% = 100% b) Menetapkan persentase terendah Persentase terendah = (skor jawaban minimal : skor maksimal) 100% = (1 : 4) 100% = 25% c) Menetapkan rentang persentase Rentang persentase = Persentase maksimum persentase minimum = 100% - 25% = 75% d) Menetapkan interval persentase Interval persentase = Rentang presentase : 4

71 54 = 75% : 4 = 18, 75% Langkah tersebut kemudian dibuat tabel data deskriptif persentase, sebagai berikut: Tabel 3.3 Kriteria Deskriptif Persentase Interval Keterangan 81,26% - 100,00% Tinggi 62,51% - 81,25% Cukup 43,76% - 62,50% Rendah 25,00% - 43,75% Sangat Rendah G. Diagram Alir Penelitian Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. mencari data tingkat APK dan APM Kecamatan Kedungbanteng pada instansi-instansi yang terkait untuk mencari 2. menentukan jumlah sampel penelitian. 3. menentukan metode pengambilan data yaitu wawancara, angket, observasi dan dokumentasi, setelah itu menentukan kisi-kisi instrument. 4. menyusun instrument penelitian berupa angket dan lembar observasi berdasarkan kisi-kisi yang ada. 5. membagikan angket untuk uji validitas dan reliabilitas instrument kepada orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah. 6. menganalisis data pengambilan angket untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrument. 7. memperbaiki soal yang kurang valid dalam penelitian. 8. membagikan kembali soal angket yang telah diperbaiki kepada responden.

72 55 9. menganalisis jawaban yang telah diberikan kepada responden dengan menggunakan rumus deskriptif presentatif. 10. menyusun laporan penelitian.

73 BAB IV PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Daerah Penelitian Kondisi umum daerah penelitian ini dideskripsikan bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai keadaan penelitian dan objek penelitian yang berhubungan dengan masalah penelitian. Latar belakang yang dideskripsikan meliputi kondisi fisik dan kondisi sosial daerah penelitian. 1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian a. Letak Astronomis Wilayah penelitian ini adalah Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Letak astronomis Kecamatan Kedungbanteng adalah 6º57 32 LS - 7º01 29 LS dan 109º09 12 BT - 109º18 08 BT (Peta Administrasi Kecamatan Kedungbanteng disajikan pada gambar 4.1). b. Letak Administrasi Kecamatan Kedungbanteng secara administrasi merupakan bagian dari Kabupaten Tegal dengan batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Suradadi Sebelah Timur : Kecamatan Warureja Sebelah Selatan : Kecamatan Jatinegara Sebelah Barat : Kecamatan Pangkah (Peta Administrasi Kecamatan Kedungbanteng dapat dilihat pada Gambar 4.1.). 56

74 Gambar 4.1. Peta Administrasi Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal 57

75 58 Kecamatan Kedungbanteng merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Tegal dengan memiliki jumlah Perdukuhan, RT dan RW yang berbeda antara desa yang satu dengan lainnya. Kecamatan Kedungbanteng memiliki 21 Perdukuhan, 217 RT dan 89 RW. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Banyaknya Perdukuhan RT dan RW Menurut Desa/ Kelurahan di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Desa/ Kelurahan Perdukuhan RT RW 1. Penujah Karanganyar Tonggara Kedungbanteng Dukuhjati Wetan Sumingkir Margamulya Kebandingan Karangmalang Semedo Jumlah Sumber: Kecamatan Kedungbanteng dalam Angka 2010 c. Kondisi Penggunaan Lahan Kondisi penggunaan lahan di Kecamatan Kedungbanteng berdasarkan luas lahan bukan sawah maupun lahan sawah dapat dilihat pada Tabel 4.2. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 sebesar ha. Penggunaan lahan di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 paling banyak digunakan untuk lahan bukan sawah yaitu ha (84,10%), sedangkan ha (15,90 %) digunakan untuk lahan sawah. Lahan sawah terdiri dari sawah pengairan (irigasi) dan sawah tadah hujan. Penggunaan bukan lahan sawah paling luas terdapat di Desa Karangmalang yaitu ha (34,95 %), sedangkan

76 59 penggunaan bukan lahan sawah yang paling sempit terdapat di Desa Sumingkir sebesar ha (0,49 %). Luas lahan bukan sawah dimanfaatkan oleh penduduk untuk lahan bangunan, pekarangan, kebun, dan kolam. Tabel 4.2. Luas Penggunaan Lahan Menurut Desa/ Kelurahan di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 (ha) Desa/ Kelurahan Lahan Sawah Bukan Lahan Sawah Jumlah (ha) ha % ha % 1. Penujah , , Karanganyar , , Tonggara , , Kedungbanteng , , Dukuhjati , , Wetan 6. Sumingkir , , Margamulya , , Kebandingan , , Karangmalang , , Semedo , , Jumlah Sumber: Kecamatan Kedungbanteng Dalam Angka 2010 Desa yang memiliki lahan sawah paling luas di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 adalah Desa Karangmalang yaitu ha (18,73%), sedangkan Desa Penujah merupakan desa yang memiliki lahan sawah paling sempit yaitu ha (1,58%). Desa Karangmalang memiliki lahan sawah dan lahan bukan sawah paling luas apabila dibandingkan dengan desa-desa lain yang berada di Kecamatan Kedungbanteng. Luas lahan di Desa Karangmalang yaitu ha (32,38%) yang terdiri dari luas lahan sawah ( ha) dan lahan bukan sawah ( ha). Penggunaan lahan sawah di Kecamatan Kedungbanteng menggunakan pengairan tehnis dan tadah hujan.

77 60 2. Kondisi Penduduk Daerah Penelitian Perencanaan adalah suatu kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan. Perencanaan pembangunan perlu ditunjang oleh informasi mengenai data demografis suatu wilayah. Data mengenai jumlah penduduk, persebaran dan susunan penduduk menurut berbagai kelompok umur yang sesuai dengan perencanaan akan membantu dalam keberhasilan dalam kebijakan pembangunan yang akan diambil. 1) Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tabel 4.3.Komposisi Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Desa/ Kelurahan Jumlah Penduduk Sex Laki-Laki Perempuan Laki-laki&Perempuan Ratio 1.Penujah ,48 2.Karanganyar ,94 3.Tonggara ,75 4.Kedungbanteng ,60 5.Dukuhjati Wetan ,78 6.Sumingkir ,40 7.Margamulya ,32 8.Kebandingan ,27 9.Karangmalang ,49 10.Semedo ,63 Jumlah ,42 Sumber: Kecamatan Kedungbanteng dalam Angka Tahun 2010 Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 dapat disajikan pada Tabel 4.3. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 adalah jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Kedungbanteng adalah jiwa dan jumlah penduduk perempuannya adalah jiwa. Desa Karanganyar memiliki jumlah penduduk laki-laki dan perempuan paling banyak. Jumlah penduduk laki-laki paling sedikit di

78 61 Kecamatan Kedungbanteng adalah Desa Penujah (1267 jiwa), sedangkan jumlah penduduk perempuan paling sedikit di Desa Dukuhjati Wetan (1372 jiwa). Grafik perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan Kedungbanteng dapat disajikan pada Gambar 4.2. Jumlah Penduduk (jiwa) Perempuan Laki-laki Desa Gambar 4.2 Grafik Perbandingan antara Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2010 Sex ratio dapat diketahui dengan membandingkan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Tabel 4.3. menunjukkan bahwa sex ratio di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 adalah 91,42, artinya setiap 91 jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 sebanding dengan 100 jumlah penduduk perempuan. Angka sex ratio tersebut kurang dari 100 sehingga muncul masalah karena di wilayah tersebut kekurangan penduduk laki-laki akibatnya antara lain: kekurangan tenaga laki-laki untuk melakukan pembangunan atau masalah lain yang berhubungan dengan perkawinan. Sex ratio paling tinggi di Kecamatan

79 62 Kedungbanteng pada tahun 2010 adalah Desa Kebandingan (100,27) dan sex ratio paling rendah adalah Desa Penujah (51,48). 2) Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur Komposisi penduduk adalah penggolongan penduduk menurut ciriciri tertentu. Data mengenai komposisi penduduk dapat diketahui ciri penduduk, seperti: penduduk menurut kelompok umur. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dimaksudkan untuk mengetahui jumlah penduduk yang produktif. Tabel 4.4 menguraikan komposisi penduduk Kecamatan Kedungbanteng tahun menurut kelompok umur. Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan dan Kelompok Umur di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Desa/ Kelurahan Kelompok Umur Jumlah <1 1-< > Penujah Karanganyar Tonggara Kedungbanteng Dukuhjati Wetan Sumingkir Margamulya Kebandingan Karangmalang Semedo Jumlah Sumber: BPPKB Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Jumlah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 adalah jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng paling padat di Desa Karanganyar yaitu 7466 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang jarang penduduknya di Desa Penujah yaitu 2655 jiwa. Jumlah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng dilihat dari kelompok umur paling

80 63 banyak adalah penduduk pada kelompok umur tahun yaitu sebesar jiwa. Hal ini berarti bahwa di Kecamatan Kedungbanteng memiliki jumlah penduduk produktif yang tinggi, dimana terdiri dari golongan penduduk yang muda. Jumlah penduduk kelompok umur < 1 tahun adalah 447 jiwa, jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Jumlah penduduk yang belum produktif di Kecamatan Kedungbanteng tergolong rendah. Kelompok umur < 1 tahun menunjukkan kelahiran bayi yang terjadi di daerah ini dapat digolongkan rendah, sehingga dapat mengurangi jumlah pertumbuhan penduduk. Tabel 4.5.Jumlah Kepala Keluarga Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Desa/ Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1.Penujah Karanganyar Tonggara Kedungbanteng Dukuhjati Wetan Sumingkir Margamulya Kebandingan Karangmalang Semedo Jumlah Sumber: BPPKB Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 adalah Kepala Keluarga (KK), sedangkan jumlah penduduknya jiwa. Hal ini berarti bahwa tiap Kepala Keluarga memiliki anggota keluarga sebanyak 3,52 artinya besarnya anggota keluarga di Kecamatan Kedungbanteng rata-rata 4 jiwa tiap keluarga. Jumlah Kepala Keluarga

81 64 paling banyak terdapat di Desa Kedungbanteng yaitu 2065 KK, sedangkan jumlah Kepala Keluarga paling sedikit terdapat di Desa Semedo yaitu 745 KK. Tabel 4.5. Kepadatan Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Desa/ Kelurahan Jumlah Kepadatan Luas Daerah (km 2 Penduduk Penduduk ) (jiwa) (jiwa/ km 2 ) 1. Penujah 15, ,02 2. Karanganyar 4, ,70 3. Tonggara 3, ,01 4. Kedungbanteng 5, ,50 5. Dukuhjati Wetan 2, ,63 6. Sumingkir 1, ,45 7. Margamulya 2, ,55 8. Kebandingan 2, ,04 9. Kebandingan 28, ,41 10.Semedo 21, ,92 Jumlah 87, ,53 Sumber: Kecamatan Kedungbanteng dalam Angka 2010 Luas wilayah Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 adalah 87,35 ha dan jumlah penduduknya sebesar jiwa, sehingga kepadatan penduduk aritmatika pada saat penelitian adalah 513,53 jiwa/km 2 atau 514 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk tersebut artinya setiap 1 km 2 luas wilayah di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2010 terdapat 514 jiwa penduduk. Desa Sumingkir memiliki kepadatan penduduk paling padat yaitu 2.291,45 jiwa/km 2, berbeda dengan Desa Semedo yang memiliki tingkat kepadatan penduduk jarang yaitu 130,92 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2009 sebesar 531,23 jiwa/ km 2, sedangkan pada tahun 2010 yaitu 513,53 jiwa/km 2. Hal ini berarti kepadatan penduduk di

82 65 Kecamatan Kedungbanteng semakin padat dengan mengalami kenaikan 17,7 jiwa/km 2. 3) Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tabel 4.7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Kedungbanteng Tingkat Pendidikan Tidak Tamat Desa/ Kelurahan Tamat Tamat Jumlah Tamat SD/ SLTA AK/ PT SD SLTP 1. Penujah Karanganyar Tonggara Kedungbanteng Dukuhjati Wetan Sumingkir Margamulya Kebandingan Kebandingan Semedo Jumlah 4.690/ 37,39% 6.546/ 52,19% 1.045/ 8,33% 262/ 2,09% / 100% Sumber: BPPKB Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan formal dapat disajikan pada Tabel 4.7. Jumlah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng yang tidak tamat sekolah, tamat SD/SMP, tamat SLTA dan tamat AK/PT adalah jiwa. Tingkat pendidikan formal penduduk Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 yang paling tinggi (52,19%) adalah penduduk yang telah tamat SD SLTP (6.546 jiwa) dan paling rendah (2,09%) adalah tamat AK/PT (262 jiwa). Jumlah penduduk yang tidak tamat SD sebesar jiwa (37,39%), sisanya jiwa (8,33%) memiliki tingkat pendidikan tamat SLTA.

83 66 4) Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tabel 4.8.Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Mata Pencaharian Desa/ Kelurahan Pertanian Pertambangan Industri Pedagang PNS 1. Penujah Karanganyar Tonggara Kedungbanteng Dukuhjati Wetan 6. Sumingkir Margamulya Kebandingan Kebandingan Semedo Jumlah 9010/ 76/ 261/ / 87,39% 0,73% 2,53% 6,22% 3,04 Sumber: BPPKB Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Penduduk di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2010 bekerja di bidang pertanian, industri, perdagangan dan jasa. Jumlah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2010 mayoritas bekerja di bidang pertanian yaitu jiwa (87,39%). Penduduk di Kecamatan Kedungbanteng 261 jiwa (2,53%) bekerja di bidang industri, 313 jiwa (3,04%) bekerja sebagai PNS dan 641 jiwa (6,22%) bekerja sebagai pedagang, serta 76 jiwa (0,73%) bekerja di bidang pertambangan. B. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Program wajib belajar 9 tahun merupakan suatu gerakan nasional yang dilaksanakan di seluruh Indonesia bagi warga negara Indonesia yang berusia 7-15 tahun untuk mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan pendidikan minimum yang berlaku untuk semua warganegara, tanpa kecuali. Pendidikan

84 67 dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan dasar berlangsung 9 tahun yaitu 6 tahun di sekolah dasar (SD) dan 3 tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar diselenggarakan dengan memberikan pendidikan, meliputi penumbuhan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak dan kepribadian, serta pemberian pengetahuan dan ketrampilan dasar. Pendidikan dasar juga berusaha memberikan kesanggupan pada peserta didik bagi perkembangan kehidupannya, baik untuk pribadi atau masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar. Program pendidikan dasar dapat diberikan melalui pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Penanggung jawab dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun adalah Kepala Dinas Pendidikan Kecamatan Kedungbanteng. Pengawas pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun adalah dari pihak atau aparat yang terkait dalam program ini, seperti: kantor Camat dan dari pihak Dinas Pendidikan. Dalam rangka mendukung program pemerintah tersebut diperlukan adanya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,

85 68 untuk mengetahui berjalan atau tidaknya program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng diperlukan adanya partisipasi dari masyarakat terutama dukungan dari orang tua dalam menyekolahkan anaknya yang berumur 7-15 tahun. 1. Tingkat Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Tegal Angka Partisipasi Kasar (APK) yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur proporsi anak sekolah pada satu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/ telah menerima pendidikan dasar dan menengah. Target kriteria penentuan Wajar Dikdas berdasarkan APK yaitu persentase perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah di suatu daera dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk usia sekolah pada jenjang tersebut (SMP/ MTs = tahun, SD/ MI = 7-12 tahun). APM adalah persentase perbandingan antara jumlah anak yang bersekolah di sekolah pada suatu daerah dengan usia sekolah jenjang tertentu (SMP/ MTs = tahun, SD/ MI = 7-12 tahun) dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk usia sekolah pada jenjang tersebut. APK dan APM setiap daerah berbeda-beda tergantung dari karakteristik dari kondisi wilayah tersebut. Pemerintah pada tahun 2011 menargetkan tingkat SD mencapai APK sebesar 95%, sedangkan untuk tingkat SMP mencapai APM sebesar 95%. Tingkat APK dan APM di Indonesia secara keseluruhan dapat dikatakan tuntas yaitu 96%.

86 69 Tabel 4.9. Data APK/APM Siswa SD/MI dan SMP/ MTs di Kabupaten Tegal Tahun 2011 APK APM No. Kecamatan SD/ MI SMP/ MTs SD/ MI dan SMP/ MTs SD/ MI SMP/ MTs SD/ MI dan SMP/ MTs 1. Kec. Margasari 124,88 54,23 105,00 115,33 51,80 97,46 2. Kec. Bumijawa 108,25 99,51 106,49 103,85 84,78 100,01 3. Kec. Bojong 132,84 80,83 120,26 124,03 70,70 111,12 4. Kec. Balapulang 108,28 59,37 93,71 100,18 53,59 86,30 5. Kec. Pagerbarang 101,87 48,69 84,11 91,76 37,41 73,61 6. Kec. Lebaksiu 84,55 63,89 79,41 69,79 51,31 65,18 7. Kec. Jatinegara 91,11 86,03 89,79 78,14 77,70 78,02 8. Kec. Kedungbanteng 109,93 70,76 93,86 101,57 69,07 91,02 9. Kec. Pangkah 108,46 87,72 102,21 93,13 66,49 85, Kec. Slawi 89,94 119,88 93,54 71,44 104,55 79, Kec. Dukuhwaru 66,30 114,87 74,68 56,46 96,50 63, Kec. Adiwerna 128,20 144,87 133,27 115,64 135,88 121, Kec. Dukuhturi 115,53 107,06 113,60 99,86 87,44 97, Kec. Talang 206,42 161,40 192,72 190,59 139,20 174, Kec. Tarub 79,41 92,74 82,80 67,78 72,03 68, Kec. Kramat 123,42 89,26 115,18 104,86 81,12 99, Kec. Suradadi 121,35 106,50 118,69 98,29 82,45 95, Kec. Warureja 96,17 124,41 102,38 74,37 113,36 82,94 Jumlah 109,55 95,07 105,65 95,81 86,12 92,84 Sumber: Dinas Dikpora Kabupaten Tegal

87 70 Kabupaten Tegal terdiri dari 18 kecamatan yang tersebar dalam berbagai wilayah. Tabel 4.9. menunjukkan data APK dan APM Siswa SD/MI dan SMP/MTs Kabupaten Tegal Tahun 2011, secara keseluruhan tingkat APK dan APMnya di tingkat Kabupaten dinyatakan tuntas. Tingkat APK dan APM paling tinggi di Kabupaten Tegal adalah Kecamatan Talang, sedangkan tingkat APK dan APM paling rendah adalah Kecamatan Dukuhwaru. Dinas Dikpora Kabupaten Tegal mengungkapkan bahwa Kecamatan Lebaksiu dan Kecamatan Talang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tegal yang setiap tahun mengalami tingkat APK dan APM naik turun. Kecamatan Dukuhwaru setiap tahun berada pada posisi paling rendah apabila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yang berada di Kabupaten Tegal. Tingkat APK dan APM pada jenjang SD/MI, SMP/MTs, SD/MI dan SMP/MTs di Kabupaten Tegal tahun 2011 memiliki nilai pencapaian berbeda. a. Tingkat SD/MI APK = 109,55%, artinya Pada tahun % anak kurang dari 7 tahun dan lebih dari 12 tahun di Kabupaten Tegal duduk di bangku SD. APK tersebut dapat dikategorikan kategori Tuntas Paripurna. %, artinya 96% anak di Kabupaten Tegal tahun 2011 pada kelompok umur 7-12 tahun telah memperoleh pendidikan di tingkat SD/MI. b. Tingkat SMP/MTs APK = %, artinya % anak di Kabupaten Tegal pada tahun 2011 untuk siswa di jenjang pendidikan SMP/ MTs telah memperoleh pendidikan di SMP/MTs. APK tersebut dapat dikategorikan Tuntas Paripurna.

88 71 86% anak di Kabupaten Tegal tahun 2011 pada kelompok umur tahun telah memperoleh pendidikan di tingkat SMP/MTs. c. Tingkat SD/MI dan SMP/MTs artinya 106% anak di Kabupaten Tegal Tahun 2011 untuk jenjang pendidikan SD/ MI dan SMP/MTs telah memperoleh pendidikan di SD/ MI dan SMP/MTs. APK tersebut dapat dikategorikan Tuntas Paripurna. APM = 92,84%, artinya 93% anak di Kecamatan Kedungbanteng umur 7-15 tahun telah memperoleh pendidikan di SD/ MI dan SMP/MTs. Tingkat APK dan APM pada jenjang SD dan SMP yang paling tinggi tinggi terjadi di Kecamatan Talang. Tingkat APK SD di Kecamatan Talang tahun 2011 sebesar 206,42%, sedangkan tingkat APK SMP SMP sebesar 161,40%. Tingkat APM SD di Kecamatan Talang tahun 2011 sebesar 190,59% dan tingkat APM SMP sebesar 139,20%. Berbanding terbalik dengan Kecamatan Dukuh Waru karena Kecamatan ini memiliki tingkat APK SD dan APM SD paling rendah. Tingkat APK SD sebesar 66,30% dan tingkat APM SD sebesar 56,46%. Tingkat APK SMP dan APM SMP paling rendah terjadi di Kecamatan Pagerbarang. Tingkat APK SMP sebesar 48,69% dan APM SMP sebesar 37,41%. Peta pencapaian APK dan APM di Kabupaten Tegal tahun 2011 dapat disajikan pada Gambar 4.2.

89 Gambar 4.2. Peta Pencapaian APK dan APM di Kabupaten Tegal Tahun

90 73 Tinggi rendahnya APK dan APM pada suatu wilayah dapat dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi perhitungan APK dan APM, antara lain: jumlah penduduk antara satu wilayah dengan yang lain berbeda sehingga memungkinan perbedaan dalam perhitungan. Jumlah usia anak sekolah yang ikut berpartisipasi sekolah pada suatu wilayah juga memberikan sumbangan dalam penghitungan data tersebut. Semakin tinggi tingkat APK dan APM pada suatu wilayah, maka semakin baik kualitas Sumber Daya Manusianya. Kecamatan Kedungbanteng merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tegal yang berada di bagian selatan kota Kabupaten Tegal. Tabel 4.8. menunjukkan bahwa tingkat APK dan APM tahun 2011 baik pada jenjang SD/MI maupun SMP/MTs di Kecamatan Kedungbanteng termasuk pada urutan ke 10. Urutan sebelum Kecamatan Kedungbanteng adalah Kecamatan Balapulang, sedangkan setelah Kecamatan Kedungbanteng adalah Kecamatan Suradadi. Karakteristik kedua kondisi wilayah tersebut hampir sama dengan wilayah di Kecamatan Kedungbanteng. Perbandingan antara tingkat APK dan APM pada jenjang SD, SMP, SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia tahun dapat disajikan pada Tabel Setiap tahun Kecamatan Kedungbanteng memiliki tingkat APK dan APM yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat APK dan APM di Kabupaten Tegal. Selama periode 5 tahun ( ) tingkat APK dan APM pada jenjang SD, SMP, SD dan SMP selalu mengalami kenaikan.

91 74 Tabel Tingkat APK dan APM pada Jenjang SD, SMP, SD dan SMP di Indonesia, Jawa Tengah, Kabupaten Tegal dan Kecamatan Kedungbanteng Tahun APK (%) APM (%) No Tahun Lokasi SD/MI SMP/ MTs SD/MI &SMP SD/MI SMP/ MTs /MTs SD/MI &SMP /MTs Indonesia 112,19 86,37 59,46 93,78 66,90 44, Jawa Tengah 114,08 87,64 56,91 94,78 69,17 44,11 Kab. Tegal 109,09 85,99 97,54 95,22 79,33 87,28 Kec.Kedungbanteng 104,11 51,89 78,00 100,72 61,33 81,03 Indonesia 111,12 86,86 59,06 93,99 67,39 44, Jawa Tengah 111,58 88,07 58,72 95,14 69,68 44,39 Kab. Tegal 109,11 86,07 97,59 95,71 81,56 88,64 Kec.Kedungbanteng 104,43 52,37 78,40 101,01 62,66 81,84 Indonesia 110,42 81,25 62,55 94,37 67,43 45, Jawa Tengah 112,02 80,42 60,85 95,63 69,67 44,53 Kab. Tegal 109,41 92,23 100,82 95,73 85,63 90,68 Kec.Kedungbanteng 104,79 68,09 86,44 101,36 66,51 83,94 Indonesia 111,68 80,59 62,85 94,76 67,73 45, Jawa Tengah 113,19 80,60 61,61 95,93 69,92 45,00 Kab. Tegal 109,56 94,56 102,06 95,77 85,79 90,78 Kec.Kedungbanteng 104,90 70,05 87,48 101,53 68,02 84,78 Indonesia 112,70 79,67 63,45 94,89 69,57 44, Jawa Tengah 114,72 80,72 62,34 95,40 70,25 46,01 Kab. Tegal 109,55 95,07 102,31 95,81 86,12 90,96 Kec.Kedungbanteng 104,93 70,76 93,86 101,57 69,07 91,02 Sumber: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Survey Sensus Nasional (BPS-RI Susenas) Tahun

92 75 Tingkat APK di Indonesia secara keseluruhan dapat dikatakan tuntas yaitu telah mencapai > 95% pada jenjang SD. Setiap tahun tingkat APK di Indonesia mengalami kenaikan. Tahun tingkat APK SD mengalami penurunan sebesar 1,77%, sedangkan tahun mengalami kenaikan sebesar 1,02%. Tingkat APK SMP mengalami penurunan sebesar 7.97%. Tingkat APM di Indonesia maupun di Jawa Tengah lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat pencapaian APK pada daerah tersebut. Perbandingan tingkat pencapaian APK dan APM di Indonesia dan Jawa Tengah tidak begitu jauh. Tingkat APK dan APM di Jawa Tengah selalu lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Tingkat APK SD dan SMP paling tinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu 102,31% di Kabupaten Tegal dan 93,86% di Kecamatan Kedungbanteng, sedangkan Tingkat APK SD dan SMP paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu 97,54% di Kabupaten Tegal dan 78,00% di Kecamatan Kedungbanteng. Tingkat APM SD dan SMP paling tinggi terjadi pada tahun 2011 yaitu di Kabupaten Tegal 90,96% dan di Kecamatan Kedungbanteng 91,02%, sedangkan Tingkat APM SD dan SMP paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu di Kabupaten Tegal 80,28% dan di Kecamatan Kedungbanteng 81,03%. Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki tingkat APK dan APM meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut dapat diamati pada tabel Tabel menyatakan APK SD/ MI tahun telah tuntas dengan mengalami kenaikan, sedangkan APK SMP/ MTs dari tahun telah tuntas dengan mengalami kenaikan sebesar 9,08%.

93 76 Tingkat APM SD/MI tahun mengalami kenaikan hingga 0,59% dan APM SMP/ MTs tahun setiap tahun mengalami kenaikan. Tingkat APM SMP/ MTs belum mencapai target pemerintah yaitu 86,12%. Grafik Tingkat APK dan APM di Kec. Kedungbanteng, Kab. Tegal, Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia Tahun Angka Partisipasi (%) Indonesia Jawa Tengah Kab. Tegal Kec. Kedungbanteng Indonesia Jawa Tengah Kab. Tegal Kec. Kedungbanteng Indonesia Jawa Tengah Kab. Tegal Kec. Kedungbanteng Indonesia Jawa Tengah Kab. Tegal Kec. Kedungbanteng Indonesia Jawa Tengah Kab. Tegal Kec. Kedungbanteng APK SD APK SMP APK SD dan SMP APM SD APM SMP APM SD dan SMP Tahun Gambar 4.3.Grafik Tingkat APK dan APM di Kec. Kedungbanteng, Kab.Tegal, Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia Tahun Tingkat APK pada jenjang SD/MI tahun di Kecamatan Kedungbanteng mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan APK SD/MI selama 5 tahun adalah 0,82%. APK SMP/MTs di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun setiap tahun mengalami peningkatan sebesar 18,87%. Tingkat APK SD/MI tahun mengalami peningkatan sebesar 0,85%. Tingkat APM SMP/MTs selama 5 tahun mengalami kenaikan sebesar 7,74. Peta Pencapaian APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng dapat disajikan pada Gambar 4.4.

94 Gambar 4.4.Peta Pencapaian APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun

95 78 2. Perbandingan Antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2010 Tabel 4.10.Penduduk Menurut Kelompok Umur Usia Sekolah (7-15 Tahun) dan Jenis Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Desa/Kelurahan Sekolah Tidak Sekolah Jumlah Laki- Perempuan Laki- Perempuan Laki- Perempuan Laki Laki Laki 1. Penujah Karanganyar Tonggara Kedungbanteng Dukuhjati Wetan Sumingkir Margamulya Kebandingan Karangmalang Semedo Jumlah Sumber: BPPKB Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng perlu diketahui jumlah penduduk usia 7-15 tahun baik yang sekolah maupun yang tidak sekolah. Tabel menunjukkan jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang sekolah dan tidak sekolah berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbandingan antara jumlah penduduk usia sekolah laki-laki dan perempuan mayoritas lebih banyak usia sekolah jenis kelamin laki-laki. Grafik jumlah penduduk di Kecamatan Kedungbanteng yang sekolah dan tidak sekolah dapat dilihat pada gambar 4.1. Penduduk usia 7-15 tahun yang sekolah sebesar jiwa dengan memiliki penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Sedangkan penduduk usia 7-15 yang tidak sekolah sebesar 721 jiwa dengan memiliki 401 penduduk laki-laki dan 320

96 79 penduduk perempuan. Dari 10 desa yang berada di Kecamatan Kedungbanteng terdapat desa yang memiliki penduduk usia 7-15 tahun yang tidak sekolah paling banyak yaitu Desa Karanganyar dengan memiliki 82 penduduk laki-laki dan 71 penduduk perempuan. Banyaknya penduduk yang tidak sekolah di desa tersebut dapat dikarenakan oleh berbagai faktor Grafik Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah Menurut jenis Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 J i w a Desa Jumlah Penduduk Laki- Laki Usia 7-15 Tahun yang Sekolah Jumlah Penduduk Perempuan Usia 7-15 Tahun yang Sekolah Jumlah Penduduk Laki- Laki Usia 7-15 Tahun yang Tidak Sekolah Jumlah Penduduk Perempuan Usia 7-15 Tahun yang Tidak Sekolah Gambar 4.5.Grafik Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah Menurut jenis Kelamin di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Pada gambar 4.5 menunjukan bahwa masih terdapat penduduk usia 7-15 tahun di Kecamatan Kedungbanteng yang tidak sekolah. Perbandingan antara penduduk usia 7-15 tahun yang sekolah dengan penduduk usia 7-15 tahun yang tidak sekolah adalah 9 : 1. Usia sekolah di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2011 adalah (90% ) penduduk usia 7-15 tahun yang sekolah dan 721 (10%) penduduk usia 7-15 tahun di Kecamatan Kedungbanteng yang tidak sekolah. Hal itu, menunjukkan masih terdapat

97 80 penduduk yang belum melaksanakan program pembangunan pemerintah yaitu belum melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Diagram Perbandingan Antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun % 90% Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Tidak Sekolah Gambar 4.6.Diagram Perbandingan Antara Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang Sekolah dan Tidak Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun Sarana dan Prasarana Pendidikan di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2010 Keberadaan sarana pendidikan sangat penting agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan pendidikan dengan mudah. Ketersediaan sarana dan prasarana layanan pendidikan dapat memenuhi standar pelayanan minimal, masih dapat menampung semua lulusan SD yang akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMP, kecuali disebagian kecil wilayah kecamatan. Data BPS pada bidang pendidikan dapat digambarkan pada tabel Tabel tersebut menjelaskan bahwa Jumlah SD Negeri yang berada di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2011 berjumlah 24 unit yang terdiri dari 1 unit SMP Negeri di Kecamatan Kedungbanteng yang berada di Desa Kebandingan dan 1 SMP Swasta yang berada di Desa Tonggara. Peta persebaran sekolah disajikan pada Gambar 4.7.

98 Gambar 4.7.Peta Persebaran SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal 81

99 82 Tabel 4.12.Banyaknya SD dan SMP Menurut Statusnya di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2010 Desa/ Kelurahan SD SMP Negeri Swasta Negeri Swasta 1. Penujah Karanganyar Tonggara Kedungbanteng Dukuhjati Wetan Sumingkir Margamulya Kebandingan Karangmalang Semedo Jumlah Sumber: Kecamatan Kedungbanteng dalam Angka 2010 Tabel menunjukkan banyaknya sekolah di Kecamatan Kedungbanteng secara rinci. Banyaknya sekolah pada suatu daerah dapat membawa pengaruh terhadap kondisi anak untuk sekolah. Jarak dari rumah menuju ke sekolah memberikan pengaruh kepada anak untuk sekolah. Selain itu, aksesibilitas yang memadai juga membawa pengaruh bagi anak untuk sekolah. Semakin dekat jarak yang ditempuh anak untuk sekolah dan tersedianya fasilitas transportasi yang memadai dapat memberikan motivasi kepada anak untuk berangkat sekolah. Keberadaan sekolah yang tersedia di Kecamatan Kedungbanteng dapat dianalisis. a) Desa Penujah Desa Penujah terletak paling selatan di Kecamatan Kedungbanteng. Desa ini berbatasan dengan Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Jatinegara. Desa Penujah memiliki 415 anak usia sekolah yang terdiri dari 386 anak yang sekolah dan 65 anak yang tidak sekolah. Daerah ini memiliki fasilitas pendidikan yaitu terdapat 1 SD. Penelitian menunjukkan bahwa masih

100 83 terdapat anak yang tidak sekolah di desa Penujah dapat dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: keadaan ekonomi orang tua dan jarak yang digunakan anak untuk sekolah. Pendapatan yang diperoleh orang tua dapat berpengaruh terhadap kondisi anak untuk sekolah. Anak membutuhkan dana untuk keperluan sekolah, seperti: peralatan sekolah, buku, alat-alat tulis, pakaian dan lain-lain. Desa Penujah hanya memiliki 1 SD sedangkan penduduk yang ada pada daerah sekitar membutuhkan lebih dari 1 SD dan membutuhkan SMP. Jarak yang digunakan anak dari rumah menuju ke sekolah berpengaruh terhadap keadaan anak. Anak usia sekolah yang berada di daerah tersebut akan mencari sekolah di luar desa tersebut atau mencari sekolah yang lebih dekat. Mereka akan melanjutkan SMP ke Kecamatan Pangkah atau Kecamatan Jatinegara karena sekolah tersebut jaraknya lebih dekat dan memiliki fasilitas sekolah yang lebih baik. Jarak dapat mempengaruhi anak untuk berangkat sekolah. Kondisi jalan yang berbatu menjadikan fasilitas transportasi yang melintasi di daerah ini hanya 1 jenis kendaraan umum. Masyarakat dapat memanfaatkan fasilitastersebut untuk melakukan aktivitas sehari-hari. b) Desa Tonggara Desa Tonggara terletak di sebelah selatan Kecamatan Jatinegara dengan memiliki obyek wisata waduk cacaban. Daerah ini memiliki 3 SD dan 1 SMP swasta, sedangkan jumlah anak usia sekolahnya yaitu 823 anak yang sekolah dan 52 anak yang tidak sekolah. Daerah ini meskipun

101 84 memiliki 3 SD dan 1 SMP, namun masih terdapat anak yang tidak sekolah. Faktor yang mempengaruhi anak tidak sekolah, antara lain: keadaan ekonomi orang tua anak usia sekolah dan pendidikan orang tua tentang pendidikan masih rendah. Pekerjaan yang dilakukan orang tua akan berpengaruh terhadap pendapatan yang dipeoleh orang tua. Pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua lebih didominasi bekerja sebagai buruh sehingga pendapatan yang diperoleh tidak pasti, kalaupun mendapatkan upah hanya sedikit. Pendidikan orang tua yang rendah dapat mempengaruhi anak untuk sekolah. Pendidikan terakhir yang telah ditempuh oleh orang tua adalah tamat SMP. Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi cara berpikir orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua menganggap bahwa anak tidak perlu sekolah terlalu tinggi, sehingga hal tersebut dapat memberikan motivasi kepada anak agar tidak sekolah. Banyaknya sekolah yang ada di desa Tonggara tidak dapat memberikan sumbangan 100% kepada anak usia sekolah agar mengikuti program wajib belajar 9 tahun. Faktor lain yang dapat mempengaruhi anak tidak sekolah adalah fasilitas sekolah yang kurang memadai. SMP yang berada di desa Tonggara adalah SMP swasta sehingga anak usia sekolah lebih berpikir untuk melanjutkan sekolah di tempat lain atau tidak usah sekolah. Transportasi umum yang melewati Desa Tonggara terdapat 2 jenis yaitu kendaraan yang menuju ke objek wisata waduk cacaban dan kendaraan yang menuju kota kecamatan. Fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan oleh

102 85 masyarakat sekitar. Transportasi umum juga melewati sekolah-sekolah yang ada di desa Tonggara. Kondisi jalan yang beraspal memudahkan transportasi umum untuk melewatinya. c) Desa Karanganyar Desa Karanganyar terletak di sebelah timur Kecamatan Pangkah dan sebelah barat desa Tonggara. Daerah ini memiliki 1372 anak usia sekolah yang terdiri dari 1219 anak sekolah dan 153 anak yang tidak sekolah. Dilihat dari sarana pendidikannya, daerah ini memiliki 5 SD. Sekolah tersebut mampu untuk menampung anak usia sekolah di desa Karanganyar, apabila anak akan melanjutkan ke SMP maka mereka dapat melanjutkan sekolah di sekolah terdekat. Masih terdapatnya anak yang tidak sekolah di Desa Karanganyar dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi orang tua dan lingkungan keluarga. Tingkat pendapatan yang diperoleh oleh orang tua di desa Karanganyar rendah sehingga orang tua tidak dapat menyekolahkan anaknya. Keadaan lingkungan sekitar juga memberikan dampak bagi anak untuk tidak sekolah. Masih banyak anak yang tidak sekolah di daerah ini sehingga menimbulkan anak usia sebaya di daerah ini juga tidak sekolah. Aktivitas anak yang tidak sekolah di daerah ini lebih dominan bekerja. Mereka lebih senang bekerja daripada sekolah, karena dengan bekerja maka mereka akan mendapatkan penghasilan sendiri. Aksesibilitas di daerah ini dapat dikatakan mudah karena transpotasi umum dapat melewati tempat ini. Kondisi jalan yang beraspal dan

103 86 berlubang menjadikan tidak hanya transportasi umum saja yang melintas, namun delman dapat juga dijadikan alternatif dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Letak sekolah di daerah ini tersebar secara merata, diharapkan semua anak usia sekolah dapat memperoleh pendidikan. d) Desa Kedungbanteng Desa Kedungbanteng terletak di sebelah barat Kecamatan Jatinegara dan sebelah timur Kecamatan Pangkah. Daerah ini memiliki 1104 usia sekolah yang terdiri dari 1017 anak sekolah dan 87 anak tidak sekolah. Sarana pendidikan di daerah ini terdapat 4 SD. Anak yang tidak sekolah di daerah ini dapat dikarenakan oleh faktor kondisi ekonomi keluarga. Dana yang sedikit menjadikan anak tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang tinggi. Letak Desa Kedungbanteng menjadi pusat dari kota Kecamatan Kedungbanteng. Daerah ini diharapkan dapat menjadi penghubung antar desa, sehingga ketika masyarakat akan melakukan aktivitas di Kantor Kecamatan mudah. Kondisi jalan yang beraspal memudahkan transportasi umum untuk melewatinya. SD di desa Kedungbanteng juga dilewati oleh transportasi umum karena dekat dengan jalan. Transportasi umumyang melewati daerah ini 1 jenis transportasi umum. e) Desa Dukuhjati Wetan Desa Dukuhjati Wetan terletak di sebelah barat Desa Karangmalang dan di sebelah timurnya berbatasan dengan Kecamatan Kedungbanteng. Desa ini memiliki 450 anak usia sekolah yang terdiri dari 422 anak sekolah

104 87 dan 28 anak tidak sekolah. Daerah ini memiliki 2 SD, adanya sarana pendidikan tersebut diharapkan anak usia sekolah dapat menempuh sekolah. Anak usia sekolah yang akan melanjutkan sekolah ke SMP maka dapat melanjutkannya ke SMP terdekat, seperti: SMP Bhakti Praja atau SMP Negeri 1 Kedungbanteng.Letak dari SMP tersebut tidak jauh dari desa Dukuhjati Wetan sehingga anak usia sekolah dapat melanjutkannya. Desa Dukuhjati Wetan masih memiliki jumlah penduduk usia sekolah yang tidak mendapatkan sekolah. Faktor yang menunjukkan masih terdapatnya anak usia sekolah yang tidak sekolah adalah faktor ekonomi keluarga. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah akan berrpengaruh terhadap pekerjaan orang tua dan tingkat pekerjaan orang tua yang rendah akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh oleh orang tua. Pendapatan yang rendah akan berpengaruh terhadap keadaan anak untuk sekolah. Anak sekolah membutuhkan dana untuk kebutuhan sekolahnya. f) Desa Sumingkir Desa Sumingkir merupakan desa yang terletak sebelah barat desa Karangmalang dan sebelah timur Kecamatan Pangkah. Desa ini dilewati oleh 1 jenis transportasi umum yang menghubungkan antar desa di Kecamatan Kedungbanteng. Kondisi jalan di tempat ini rusak karena ketika hujan jalan menjadi berkubang air. Sarana pendidikan di desa ini adalah 2 SD dengan memiliki 528 anak sekolah dan 59 anak tidak sekolah. Anak usia sekolah yang tidak sekolah di daerah ini dikarenakan oleh rendahnya pendidikan orang tua.

105 88 Orang tua menganggap pendidikan yang tinggi tidak penting bagi anak. Pendidikan yang rendah dari orang tua menjadikan anak tidak sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. g) Desa Margamulya Desa Margamulya memiliki sarana pendidikan yaitu terdapat 2 SD dengan mempunyai 672 anak usia sekolah dan 62 anak usia sekolah yang tidak sekolah. Masih terdapatnya anak yang tidak sekolah di tempat ini dapat dikarenakan oleh kondisi ekonomi keluarga yang rendah. Orang tua menginginkan anaknya untuk sekolah, namun mereka tidak mempunyai dana untuk menyekolahkan anaknya. Daerah ini termasuk dalam daerah dataran rendah. Kondisi jalan di daerah ini baik dan beraspal. Aksesibilitas yang mudah menjadikan transportasi umum dapat melewati di daerah ini. Transportasi umum yang tersedia dapat dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan aktivitas seharihari. Letak sekolah yang dekat dengan jalan memudahkan anak untuk berangkat sekolah. h) Desa Kebandingan Desa Kebandingan terletak paling selatan diantara desa-desa lain yang berada di Kecamatan Kedungbanteng. Desa ini memiliki aksesibilitas yang baik dan jalan yang beraspal sehingga transportasi umum dapat melewatinya dengan mudah. Berdasarkan hal tersebut, di daerah ini juga terdapat fasilitas sekolah yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Daerah ini

106 89 memiliki 2 SD dan 1 SMP Negeri. Transportasi umum melewati sekolah tersebut. Desa ini memiliki 561 anak usia sekolah yang terdiri dari 973 anak sekolah dan 68 anak tidak sekolah. Anak yang tidak sekolah di daerah ini dapat dikarenakan oleh faktor ekonomi. Pendapatan yang rendah menjadikan anak tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Letak sekolah di daerah ini tidak berpengaruh terhadap kondisi anak untuk sekolah. Motivasi anak untuk sekolah yang rendah dapat berperan dalam pendidikan. i) Desa Karangmalang Desa Karangmalang memiliki kondisi jalan yang rusak yaitu jalan yang berbatu dan tidak beraspal. Daerah ini memiliki luas lahan yang sangat luas baik lahan pertanian maupun non pertanian. Perjalanan menuju ke desa Semedo dapat dilakukan dengan cara melewati daerah ini, karena daerah ini sebelah barat berbatasan dengan desa Semedo. Tidak terdapat fasilitas transportasi umum di daerah ini karena letaknya yang jauh dengan kota kecamatan. Sarana pendidikan di daerah ini terdapat 2 SD.Desa ini memiliki 842 anak usia sekolah yang terdiri dari 771 anak usia sekolah dan 71 anak tidak sekolah. Anak yang tidak sekolah di daerah ini dapat dikarenakan keadaan ekonomi di daerah ini yang rendah. Mata pencaharian yang dilakukan oleh orang tua adalah sebagai petani, sehingga pendapatan yang mereka terima tidak pasti.

107 90 j) Desa Semedo Desa Semedo terletak di sebelah barat Desa Karangmalang. Desa ini berbatasan dengan Kecamatan Warureja dan sebelah selatan berbatasan dengan tanah perhutani. Jarak daerah ini ke ibu kota kecamatan terdekat adalah 22 km dengan lama tempuh 1 jam. Jarak tempuh daerah ini ke ibu kota kabupaten terdekat adalah 32 km dengan lama tempuh 1,5 jam, namun apabila ditempuh dengan jalan kaki selama 7 jam. Desa ini hanya memiliki 1 SD, sehingga anak usia sekolah dapat sekolah di tempat tersebut. Namun, apabila anak usia sekolah akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi maka dapat melanjutkannya ke sekolah terdekat. Kondisi desa yang rusak dengan panjang aspal 1,5 km/unit menjadikan anak susah untuk melakukan aktivitas di luar desa. Selain itu, daerah ini tidak dilewati oleh fasilitas transportasi sehingga masyarakat sulit melakukan aktivitas di luar desa. C. Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun Angka Partisipasi Kasar (APK) baik pada tingkat SD/MI ataupun SMP/MTs khususnya di Kecamatan Kedungbanteng sebagai objek penelitian telah mencapai 93,86% yang termasuk dalam kategori Tuntas Utama. Walaupun pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng dapat dikatakan tuntas, namun tidak sesuai dengan kriteria dari pemerintah pada tahun 2009 yaitu < 95%, hal ini berarti di Kecamatan Kedungbanteng terdapat sejumlah masalah. Masalah tersebut dapat dikarenakan oleh beberapa hambatan, yaitu: faktor eksternal yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan program wajib belajar

108 91 9 tahun. Faktor eksternal dari anak usia 7-15 tahun menjadikan anak tersebut tidak sekolah. Hambatan yang mempengaruhi diantaranya karakteristik keluarga, lingkungan keluarga, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan aksesibilitas. 1. Karakteristik Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Tabel 4.13.Jumlah Anggota Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada Tahun 2011 No. Jumlah Anggota Keluarga Frekuensi Persentase (%) 1. 3 orang 6 8, orang 11 15, orang 16 22, orang 7 9, orang 15 20, orang 6 8, orang 3 4, orang 4 5, orang 1 1, orang 3 4,17 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Besarnya jumlah tanggungan seorang kepala keluarga, semakin besar kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Jadi, semakin besar jumlah keluarga yang ada maka akan semakin besar kebutuhan hidupnya. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang mempunyai anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah di Kecamatan Kedungbanteng terdapat 6 orang. Anggota keluarga yang paling sedikit adalah anggota keluarga yang berisi 11 orang hanya terdapat 1 orang yang memilih mencapai 1,39%, sedangkan anggota

109 92 keluarga yang paling banyak adalah anggota keluarga yang berjumlah lebih dari 5 orang sebanyak 39 orang yang mencapai 22,22%. Tabel menjelaskan mengenai banyaknya orang tua yang mempunyai anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada tahun Jumlah anak di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2011 yang paling banyak adalah 3 anak dan jumlah anak di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 2011 yang paling rendah adalah 9 anak. Rata-rata anak yang dimiliki adalah 4 anak. Jumlah anak yang mempunyai anak lebih dari 5 anak lebih besar dibandingkan dengan jumlah anak lainnya. Banyaknya jumlah anak yang dimiliki oleh orang tua menunjukan bahwa orang tua belum sadar akan pentingnya keluarga berencana dan kebutuhan yang diperlukan tiap anggota keluarga, seperti: kesejahteraan hidup yang lebih baik maupun kebutuhan sekolah yang diperlukan anak. Tabel 4.14.Banyaknya Anak dari Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%) 1. 1 anak 6 8, anak 11 15, anak 16 22, anak 7 9, anak 15 20, anak 6 8, anak 3 4, anak 4 5, anak 1 1, anak 3 4,17 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011

110 93 2. Kondisi Lingkungan Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Keutuhan keluarga dapat membawa dampak pada psikis anak dalam menerima ataupun melakukan kegiatan belajar mengajar. Karena dengan dukungan dan dorongan keluarga maka anak akan bersemangat untuk melakukan aktivitasnya. Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Tabel menunjukan dukungan keluarga terhadap anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal pada tahun Dukungan keluarga agar anak dapat sekolah dapat dikategorikan tinggi yaitu 45,83%. Dukungan keluarga terhadap anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah pada kriteria cukup 36,11% dan kriteria rendah 11,11% serta sisanya 9,72% pada kriteria rendah. Tabel 4.15.Dukungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Klasifikasi Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 33 45,83 2. Cukup 26 36,11 3. Rendah 7 9,72 4. Sangat Rendah 8 11,11 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Tabel menunjukan pengaruh tempat tinggal anak usia 7-15 tahun agar sekolah dikategorikan sangat rendah. Penggolongan kategori pada tabel

111 diperoleh dari survey hasil analisis penelitian tahun Kategori sangat rendah sebanyak 38,89%, pada kategori rendah dan tinggi sebanyak 23,61% serta pada kategori cukup sebanyak 13,89%. Sangat rendahnya tempat tinggal anak dapat dikarenakan oleh lingkungan keluarga, dimana kegiatan sehari-hari anak lebih didominasi dengan menganggur atau tidak melakukan kegiatan positif. Tabel 4.16.Pengaruh Tempat Tinggal Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Klasifikasi Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 16 23,61 2. Cukup 10 13,89 3. Rendah 17 23,61 4. Sangat Rendah 29 38,89 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Persepsi orang tua tentang pendidikan yaitu anggapan orang tua dalam memandang fungsi pendidikan bagi anaknya. Oleh karena itu, pandangan tersebut dapat diamati dari cara orang tua dalam menilai arti penting belajar bagi anak-anaknya dan dapat pula dilihat dari cara memahami nilai fungsional pendidikan bagi masa depan anaknya. Persepsi orangtua tentang pendidikan anak merupakan suatu konsep pikir orangtua mengenai makna dan arti penting proses pendidikan akan menentukan tinggi rendahnya tingkat partisipasi orangtua dalam menyekolahkan anaknya. Disamping itu, keputusan orangtua untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan pendidikan anak akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya siswa yang tidak sekolah. Hasil penelitian tahun 2011 menyebutkan bahwa orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah menganggap

112 95 bahwa pendidikan penting bagi anak untuk masa depan. Hal itu dapat dilihat pada tabel menunjukan tingkat kesadaran orang tua bahwa pendidikan penting memberikan sumbangan sebesar 48,61%. Anggapan orangtua mengenai pendidikan tidak penting memberikan sumbangan paling sedikit yaitu mencapai 11,11%. Masyarakat Kedungbanteng menganggap sekolah tidak penting, buktinya dengan tidak sekolah saja orang dapat hidup mewah. Biaya sekolah yang memberatkan masyarakat Kedungbanteng membuat mereka beranggapan sekolah hanya untuk orang kaya. Pemerintah dirasa kurang adil dalam pemerataan pendidikan di wilayah Kecamatan Kedungbanteng. Dengan bersekolah anak-anak juga tidak dapat membantu orang tua mencari nafkah. Hal ini sangat berpengaruh dalam pendapatan keluarga. Tabel Kesadaran Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 tentang Pendidikan No. Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%) 1. Sangat Penting 13 18,02 2. Penting 35 48,61 3. Cukup Penting 16 22,22 4. Tidak Penting 8 11,11 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Indikator-indikator mengenai dukungan keluarga, pengaruh tempat tinggal dan kesadaran orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah maka dapat diperoleh Tabel Tabel menyebutkan bahwa lingkungan keluarga memberikan sumbangan yang cukup sebesar yaitu 56,94%. Kondisi lingkungan dimana anak tinggal dan berada dapat menjadi faktor penghambat kelangsungan pendidikan anak. Keluarga

113 96 memiliki peranan yang penting dalam membentuk kepribadian anak. Dukungan dan dorongan keluarga dapat memberikan hal yang positif maupun negative kepada anak untuk melakukan pendidikan. Tabel Lingkungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Kriteria Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 1 1,39 2. Cukup 41 56,94 3. Rendah 30 41,67 4. Sangat Rendah 0 0 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun Tingkat Pendidikan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Tingkat pendidikan formal orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak melanjutkan sekolah baik dari pihak ayah atau ibu di Kecamatan Kedungbanteng lebih didominasi pada tingkat pendidikan SMP dengan mencapai 43,06% ayah dan 48,61% ibu. Pendidikan formal ayah yang tidak tamat SD sebanyak 9,72% dan 8,33% pendidikan ibu tidak tamat SD. Tingkat pendidikan SMA yang ditempuh ayah 12,50% dan 13,89% ibu. Tabel 4.19.Pendidikan Formal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2011 Ayah Ibu No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. SMA 9 12, ,89 2. SMP 31 43, ,61 3. SD 25 34, ,17 4. Tidak Tamat SD 7 9,72 6 8,33 Jumlah , ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011

114 97 Tabel menunjukan bahwa tingkat pendidikan non formal orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun di Kecamatan Kedungbanteng pada tahun 201. Tingkat pendidikan non formal ayah yang pernah mengikuti kursus menjahit adalah 18,06%, 6,94% mengikuti kursus mengetik, 18,06% mengikuti kursus elektro dan 56,94% tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal ibu yang pernah mengikuti kursus menjahit adalah 22,22%, 6,94% mengikuti kursus mengetik, mengikuti kursus elektro 15,27% dan 55,56% tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal. Tabel Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2011 No Ayah Ibu Tingkat Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Pendidikan (%) (%) 1. Kursus Menjahit 13 18, ,22 2. Kursus Mengetik 5 6,94 5 6,94 3. Kursus Elektro 13 18, ,27 4. Tidak Pernah 41 56, ,56 Jumlah , ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Lamanya pendidikan Formal orang tua dapat dilihat pada tabel Lamanya pendidikan formal orang tua paling banyak selama 6-12 tahun. Pendidikan formal ayah selama 6-12 tahun sebanyak 31,94% dan ibu sebanyak 38,89%. Pendidikan formal ayah > 15 tahun adalah 43,05% dan ibu sebanyak 31,94%. Pendidikan formal ayah tahun adalah 13,88% dan ibu 16,67%. Paling sedikit pada Pendidikan formal ayah dan ibu < 6 tahun adalah 12,5%. Rata-rata pendidikan formal responden adalah 12 tahun. Lamanya pendidikan formal 6-12 tahun adalah pendidikan SD, sedangkan tahun adalah SMP.

115 98 Tabel 4.21.Lamanya Pendidikan Formal Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Ayah Ibu No Waktu Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. < 6 tahun 9 12,5 9 12, tahun 23 31, , tahun 10 13, ,67 4. > 15 tahun 31 43, ,94 Jumlah , ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Lamanya pendidikan nonformal orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun di Kecamatan Kedungbanteng tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel Pendidikan nonformal ayah selama < 3 bulan sebanyak 15,27% dan ibu sebanyak 12,5%. Pendidikan nonformal ayah > 6 bulan adalah 16,17% dan ibu sebanyak 13,88%. Pendidikan nonformal ayah 3-6 bulan adalah 12,5% dan ibu 2,77%. Paling banyak ayah dan ibu tidak mengikuti pendidikan nonformal yaitu 55,55% untuk ayah dan 33,33% untuk ibu. Rata-rata lamanya pendidikan nonformal responden adalah 2,5 bulan. Tabel 4.22.Lamanya Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2011 Ayah Ibu No Waktu Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase (%) (%) 1. < 3 bulan 11 15, , bulan 9 12,5 28 2,77 3. >6 bulan 12 16, ,88 4. Tidak Pernah 40 55, ,33 Jumlah , ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011

116 99 4. Jenis Pekerjaan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua anak yang tidak sekolah bermacam-macam. Sebagian besar pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua yang memiliki anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah di Kecamatan Kedungbanteng kabupaten Tegal pada tahun 2011 adalah petani, pedagang, PNS, buruh atau bahkan tidak bekerja. Tabel 4.23.Jenis Pekerjaan Pokok Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No Ayah Ibu Jenis Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Pekerjaan (%) (%) 1. Petani 40 55, ,56 2. Pedagang 23 31, ,22 3. PNS Buruh 9 12,50 7 9,72 5. Tidak Bekerja ,50 Jumlah , ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Tabel menggambarkan jenis pekerjaan orang tua yang memiliki ana usia 7-15 tahun yang tisdak sekolah di Kecamatan Kedungbanteng dapat dikatakan cukup heterogen. Orang tua anak usia 7-15 tahun sebagian besar bekerja sebagai petani dengan persentase sebesar 55,56% baik untuk ayah maupun ibu 31,94% ayah bekerja sebagai pedagang dan 12,50% bekerja sebagai buruh. Jenis pekerjaan ibu 22,22% bekerja sebagai pedagang dan 9,72% bekerja sebagai buruh serta 12,50% tidak bekerja. Jenis pekerjaan pokok yang diperoleh oleh responden tergolong memiliki pekerjaan yang tidak

117 100 tetap. Responden yang bekerja sebagai PNS di daerah ini tidak ada, baik pada ayah maupun ibu. 5. Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Tabel 4.24.Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No Tingkat Pendapatan Ayah Ibu F % F % 1. < Rp , , ,78 2. Rp ,00 Rp , , ,22 3. Rp ,00 Rp , , > Rp ,00 3 4, Jumlah , ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Kondisi ekonomi seseorang dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperolehnya. Tabel menunjukan tingkat pendapatan orang tua yang memilki anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah berdasarkan hasil perhitungan angket tahun Mayoritas pendapatan untuk ayah antara Rp ,00 Rp ,00 dengan persentase mencapai 59,72% dan pendapatan untuk ibu kurang dari Rp ,00 dengan persentase mencapai 77,78%. Pendapatan rata-rata untuk ayah sebesar Rp ,00 dan pendapatan rata-rata ibu sebesar Rp ,00. Pendapatan tertinggi yang diperoleh orang tua sebesar Rp ,00 sedangkan pendapatan terendah dari orang tua adalah Rp ,00. Klasifikasi pendapatan dapat didasarkan pada Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK). Untuk Kabupaten Tegal besarnya UMK adalah Rp ,00/ bulan. Pendapatan suatu keluarga

118 101 dikatakan tinggi apabila mempunyai pendapatan tiap bulan lebih besar dari UMK, sedangkan pendapatan rendah apabila pendapatan tiap bulan lebih kecil dari UMK. Penggolongan pendapatan orang tua berdasarkan BPS, dari hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat pendapatan ayah tergolong rendah dengan memiliki persentase sebesar 95,83% dan sisanya 4,17% pendapatan ayah tergolong sedang. Pendapatan ibu 100% tergolong dalam kriteria pendapatan rendah, hal ini dikarenakan banyak ibu yang tidak bekerja dan kalaupun mempunyai pekerjaan, pekerjaan tersebut tidak tetap sehingga memiliki pendapatan yang sedikit. Tabel 4.25.Klasifikasi Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal No Tingkat Pendapatan Ayah Ibu F % F % 1. Pendapatan Tinggi Pendapatan Menengah Pendapatan Sedang 3 4, Pendapatan Rendah 69 95, Jumlah , ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun Aksesibilitas yang Digunakan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Faktor eksternal yang mempengaruhi anak tidak sekolah, salah satunya adalah aksesibilitas. Aksesibilitas merupakan jarak mudah tidaknya seseorang untuk mencapai wilayah dengan menggunakan suatu alat bantu. Hasil penelitian tahun 2011menunjukan lamanya waktu yang digunakan anak untuk melakukan perjalanan dari rumah menuju ke sekolah. Tabel 4.26

119 102 menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan anak dari rumah menuju ke sekolah paling lama antara menit dengan persentase sebesar 38,89%. Waktu yang dibutuhkan anak paling sedikit adalah kurang dari 10 menit dengan persentase 6,49%. Tabel 4.26.Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Waktu Frekuensi Persentase (%) 1. < 10 menit 5 6, menit 15 menit 21 29, menit 25 menit 28 38,89 4. > 25 menit 18 25,00 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Jarak adalah sesuatu yang dapat diukur sebagai dasar dari studi geografi. Jarak menjadi objek utama dalam pembicaraan mengenai karakteristik permukaan bumi. Jarak yang jauh dari rumah menuju ke sekolah membutuhkan biaya yang lebih. Jarak yang ditempuh anak dari rumah menuju ke sekolah dapat disajikan pada Tabel Jarak paling jauh yang ditempuh oleh anak adalah antara 1 km 3 km dengan persentase sebesar 31,94%. Jarak lebih dari 5 km yang ditempuh oleh anak memiliki persentase sedikit (6,94%). Tabel 4.27.Jarak yang Ditempuh Anak Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Jarak Frekuensi Persentase (%) 1. < 1 km 19 26, km 3 km 23 31, km 5 km 15 20,83 4. > 5 km 5 6,94 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011

120 103 Kendaraan yang digunakan anak untuk melakukan perjalanan dari rumah menuju ke sekolah dapat dilihat pada tabel Tabel tersebut dapat diketahui bahwa kendaraan yang paling sering digunakan anak untuk sekolah adalah transportasi umum dengan persentase sebesar 47,22%. Kendaraan yang jarang digunakan oleh anak adalah sepeda motor dengan persentase sebesaar 4,17%. Anak tidak menggunakan kendaraan bermotor dikarenakan tidak semua anak memiliki kendaraan bermotor, selain itu anak usia 7-15 tahun belum diperbolehkan dan tidak diijinkan untuk mengendarai sepeda motor. Tabel 4.28.Kendaraan yang Digunakan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Jenis Kendaraan Frekuensi Persentase (%) 1. Transportasi Umum 34 47,22 2. Sepeda Motor 3 4,17 3. Sepeda 23 31,94 4. Jalan Kaki 12 16,67 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Fasilitas transportasi adalah sektor yang sangat penting karena transportasi sebagai wahana seseorang untuk melakukan perjalanan. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Tabel menyajikan bahwa lebih dari 3 transportasi umum yang melewati rumah dengan persentase 59,72%, sehingga anak dapat memanfaatkan fasilitas transportasi tersebut untuk berangkat sekolah. 36,11% transportasi umum yang melewati rumah adalah 3 jenis, sisanya 2,78% transportasi umum yang melewati rumah kurang dari 3 jenis.

121 104 Tabel 4.29.Transportasi Umum yang Melewati Rumah Anak Usia 7-15 tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Jumlah Kendaraan Frekuensi Persentase (%) , , ,11 4. Lebih dari ,72 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011 Faktor yang mempengaruhi aksesibilitas, antara lain: waktu, jarak, biaya dan fasilitas transportasi memberikan sumbangan dalam mendukung anak untuk mencari ilmu. Tabel menunjukan kriteria penggolongan aksesibilitas, dimana dalam tabel tersebut menyajikan bahwa aksesibilitas di Kecamatan Kedungbanteng tergolong rendah dengan persentase 65,28%. Transportasi umum yang melewati Kecamatan Kedungbanteng terdiri dari 2 jenis yaitu transportasi umum yang beroperasi menuju ke objek wisata cacaban dan transportasi umum yang menuju ke kota kecamatan. Tabel diperoleh berdasarkan indikator dari faktor jarak, waktu, biaya dan fasilitas transportasi. Tabel 4.30.Aksesibilitas yang Digunakan Anak Usia 7-15 Tahun dalam Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2011 No. Kriteria Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 4 5,56 2. Cukup 21 29,17 3. Rendah 47 65,28 4. Sangat Rendah 0 0 Jumlah ,00 Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011

122 105 D. Pembahasan 1. Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Jumlah anak usia sekolah di SD/ MI (7/12 tahun) dan SMP/MTs (13-15 tahun), selanjutnya APK dan APMnya di kedua satuan pendidikan tersebut, menunjukan terjadinya peningkatan jumlah pada setiap tahunnya. Kondisi tersebut apabila dilihat dari sisi pengembangan kualitas SDM secara umum cukup menggembirakan karena tujuan negara ini mengacu kearah tersebut. Kecenderungan bahwa pelaksanaan wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng berjalan dengan baik dan sukses. Walaupun masih mengalami hambatan-hambatan, tetapi dalam perjalanan pelaksanaannya tetap dilakukan berbagai upaya-upaya yang inovatif. Selama periode 5 tahun ( ) tingkat APK dan APM di Kecamatan Kedungbanteng mengalami peningkatan. Tingkat APK SD/MI dan SMP/ MTs mengalami kenaikan sebesar 15,86% dan tingkat APM SD/MI dan SMP/MTs mengalami kenaikan sebesar 9,99%. Peningkatan nilai APK dan APM disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah penduduk secara keseluruhan (anak usia 7-15 tahun) dan meningkatnya daya tampung sekolah untuk anak usia SD/MI dan SMP/MTs. Dampak positif dari upaya pemerintah dan masyarakat untuk menambah jumlah gedung sekolah yang baru dan penambahan ruang belajar serta dibarengi pula oleh meningkatnya aspirasi anak, aspirasi orang tua, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan. Peningkatan jumlah anak usia sekolah di SD/MI (7-12 tahun) dan SMP/MTs (13-15 tahun), selanjutnya APK dan APMnya di kedua satuan

123 106 pendidikan tersebut pada setiap tahunnya diakibatkan oleh berbagai upaya dari pemerintah pusat maupun pemerintah untuk penuntasan wajib belajar 9 tahun. Upaya tersebut, seperti: pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Salah satu kunci peningkatan kualitas pendidikan adalah pada kebijakan alokasi anggaran, anggaran pendidikan yang rendah kerap kali berbanding lurus dengan mutu pendidikan yang rendah juga. Langkah untuk meningkatkan kualitas pendidikan lewat program BOS. Hakekatnya BOS bertujuan untuk menyukseskan program wajib belajar 9 tahun, dengan harapan tak ada lagi anak yang tidak sekolah dengan dalih tak punya biaya. Pesan inti program BOS adalah membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan siswa lain yang mampu, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar bermutu sampai tamat, selama sembilan tahun. Maka, target program BOS adalah menjamin lulusan SD/MI untuk melangsungkan pendidikannya hingga tingkat SMP/MTs. Tidak boleh ada siswa miskin yang tidak mampu melanjutkan ke SMP/MTs hanya karena mahalnya biaya sekolah. Fakta dalam pelaksanaan bahwa masih terdapat beberapa anak di Kecamatan Kedungbanteng yang tidak sekolah. Jika dilihat dari faktor eksternal, masih terdapatnya anak yang tidak sekolah di Kecamatan Kedungbanteng dikarenakan oleh karakter keluarga, lingkungan keluarga, tingkat pendidikan orang tua, jenis pekerjaan orang tua, tingkat pendapatan orang tua dan aksesibilitas. Informasi yang dapat diperoleh tentang anak yausia

124 tahun yang tidak sekolah di Kecamatan Kedungbanteng dapat dikarenakan oleh beberapa karakteristik. a. Desa Karanganyar memiliki jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang tidak sekolah paling tinggi yaitu. b. Desa Semedo memiliki lokasi/ jarak tempuh dari pusat Kecamatan Kedungbanteng paling jauh yaitu 17 km 2. c. Desa Tonggara memiliki daerah objek wisata Waduk Cacaban. d. Daerah yang tidak memiliki sarana pendidikan SMP sederajat yaitu Panujah, Karanganyar, Kedungabnteng, Dukuh Jati Wetan, Sumingkir, Margamulya, Karangmalang dan Semedo. Namun, masing-masing memiliki sarana pendidikan SD. 2. Hambatan Pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 Hasil penelitian tahun 2011 menunjukkan tingkat pendapatan orang tua di Kecamatan Kedungbanteng menurut penggolongan BPS dapat 97,15% digolongkan rendah yaitu kurang dari Rp ,00/ bulan, artinya orang tua anak yang tidak sekolah dapat digolongkan pada masyarakat yang kurang beruntung dari segi ekonomi sebagai penopang bagi kelancaran pendidikan anak-anaknya. Pendapatan terendah yang dimiliki oleh orang tua adalah Rp ,00 dan pendapatan tertinggi orang tua % adalah Rp ,00. Rata-rata pendapatan yang diterima oleh orang tua adalah Rp ,00. Penghasilan orang tua hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja (makan/ minum dan pakaian), sehingga tidak ada lagi alokasi dana untuk pendidikan anaknya. Fenomena tersebut, menunjukan anak tidak dapat

125 108 melanjutkan sekolah karena kekurangan biaya dalam memenuhi kebutuhan sekolahnya, misal: biaya untuk membeli buku dan peralatan belajar lainnya. Kondisi ini jelas memprihatinkan dan sebagai faktor penghambat tuntasnya wajib belajar 9 tahun yang tentu saja amat memerlukan perhatian dari berbagai kalangan yang bertanggung jawab terhadap sukses dan tuntasnya wajib belajar 9 tahun. Tingkat pendidikan formal orang tua 45,84% pada tingkat SMP. Ijasah terakhir yang diperoleh orang tua rata-rata adalah berada di tingkat SMP dengan lamanya sekolah 14 tahun. Orang tua yang kurang pendidikan kurang mampu mempunyai gagasan jauh ke depan terhadap perkembangan dan tujuan anaknya. Sebaliknya kelompok orang tua yang berpendidikan mempunyai gagasan jauh ke depan terhadap kemajuan dan perkembangan anaknya. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh orang tua akan berpengaruh terhadap kelanjutan pendidikan anaknya. Karena hal tersebut akan menjadi dorongan dan motivasi anak untuk maju. Tingkat pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap jenis mata pencaharian yang dilakukan oleh orang tua. Hal ini terbukti bahwa di Kecamatan Kedungbanteng jenis pekerjaan orang tua 65,28% adalah sebagai petani. Lahan penggunaannya tanah di Kecamatan Kedungbanteng dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk sekitar. Pekerjaan lain selain sebagai petani adalah orang tua 11,11% bekerja sebagai buruh dan 27,08% pedagang.

126 109 Keluarga adalah kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak yang belum dewasa. Apabila salah satu dari unsur-unsur tersebut tidak ada, misal: ada ibu namun tidak ada ayah (baik karena meninggal atau bercerai), maka keluarga tersebut tidak bisa dikatakan sebagai keluarga yang utuh lagi. Ini disebut keutuhan keluarga secara stuktur. Disamping itu ada pula keutuhan dalam interaksi, yaitu adanya interaksi sosial yang wajar (harmonis). Ketidakutuhan keluarga tentunya berpengaruh negatif bagi perkembangan sosial seorang anak. Lingkungan keluarga memberikan sumbangan sebanyak 56,94%, dimana keluarga (48,62%) mempunyai anggapan bahwa pendidikan penting untuk masa depan anak. Berdasarkan hasil observasi bahwa bentuk rumah di daerah penelitian 61% memiliki kondisi rumah yang kurang baik. Kondisi tempat tinggal di daerah penelitian 80% ratarata memiliki kondisi rumah yang kotor. Bentuk lingkungan 86% di daerah penelitian rata-rata adalah sebuah pedesaan. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lainnya dengan melalui transportasi. Jarak dekatnya rumah ke sekolah mempengaruhi minat siswa untuk sekolah. Semakin dekat jarak antar daerah berarti semakin mudah kontal terjadi dan semakin mudah daerah itu mengalami kemajuan. Jarak yang ditempuh anak untuk sekolah 31,94% adalah 1 km-3km dan rata-rata kendaraan yang digunakan anak untuk berangkat sekolah didominasi oleh transportasi umum sehingga membutuhkan dana/ biaya untuk berangkat dan pulang sekolah. Transportasi umum yang melewati rumah lebih dari 3 jenis angkutan. Hasil

127 110 penelitian menyebutkan bahwa aksesibilitas memberikan sumbangan sebesar 61,35%, dimana di Kecamatan Kedungbanteng memiliki tingkat aksesibilitas yang rendah. Faktor lain yang menghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan kedungbanteng adalah karakteristik keluarga. Karakteristik keluarga memberikan sumbangan dalam hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. Besarnya jumlah keluarga di daerah ini tidak begitu berpengaruh terhadap kondisi anak untuk melanjutkan sekolah maupun tidak melanjutkan sekolah. Jumlah keluarga inti di Kecamatan Kedungbaneng adalah 6 orang. Semakin banyak tanggungan yang diemban oleh suatu keluarga maka semakin tinggi pengeluarannya dan semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan tiap anggota keluarga berbeda, seperti: untuk kebutuhan sekolah maupun kebutuhan sehari-hari. Hambatan dalam pelaksanaan wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng paling tinggi pada tingkat pendapatan sebesar 69,05% termasuk pada kriteria tinggi. Faktor penghambat tingkat kedua adalah tingkat pendidikan sebesar 66,77%, ketiga adalah jenis pekerjaan sebesar 65,28%. 63,87% lingkungan keluarga tingkat keempat pada faktor penghambat pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun. Faktor penghambat pada tingkat kedua, ketiga dan keempat termasuk pada kriteria tinggi. Berbeda dengan tingkat kelima dan keenam termasuk pada kriteria rendah yaitu tingkat kelima 61,35% dan tingkat keenam 43,75%.

128 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, sebagai berikut: 1. Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng selama 5 periode (tahun ) mengalami kenaikan. Tingkat APK SD/MI dan SMP/ MTs mengalami kenaikan sebesar 15,86% dan tingkat APM SD/MI dan SMP/MTs mengalami kenaikan sebesar 9,99%. 2. Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal, antara lain: tingkat pendapatan orang tua tergolong rendah yaitu kurang dari Rp , 00, tingkat pendidikan terakhir orang tua rata-rata di tingkat SMP, jenis pekerjaan orang tua mayoritas sebagai petani, keluarga mendukung anak untuk sekolah, waktu yang dibutuhkan anak untuk melakukan perjalanan dari rumah ke sekolah 19 menit dengan jarak tempuh 2 km, dan jumlah ratarata keluarga inti adalah 6 orang B. SARAN Saran-saran yang diberikan berdasarkan kesimpulan dari penelitian, sebagai berikut: 1. Dinas Pendidikan diharapkan selalu menyediakan dana dalam melengkapi sarana dan prasarana sekolah, dan memperbanyak jumlah 111

129 112 pemberian 1beasiswa bagi anak sekolah yang tidak mampu membiayai kebutuhan sekolah. 2. Sekolah lebih meningkatkan kegiatan mensosialisasikan kepada orang tua siswa tentang adanya dana yang disiapkan oleh pemerintah untuk membantu orang tua yang tidak mampu membiayai anaknya unutk melanjutkan sekolah.

130 DAFTAR PUSTAKA Abdillah, Duana Bagus Pencapaian Program Wajib Belajar 9 Tahun di Kecamatan Bodeh Kabupaten Pemalang. Skripsi. Semarang: FIS UNNES. Ahmadi, Abu Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Arif, Ahmad Indonesia Diantara Dua Ironi Besar. Dalam EKSPOnews. dapat diunduh pada Indonesia DiantaraDuaIroniBesar / I. (15/11/11). Bentri, Alwen Efektivitas Pelaksanaan Wajib Belajar di Sumatra Barat. Padang: Universitas Negeri Padang. BKBPP Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan. Kedungbanteng: BKBPP. Bintarto Metode Analisa Geografi.Jakarta: LP3ES. BPS Kecamatan Kedungbanteng dalam Angka Tegal: BPS. BPS. APK dan APM Menurut Provinsi Tahun dapat diunduh pada &notab=1 (14/11/11). Diknas Departemen Pendidikan Nasional Tentang Undang-Undang Sistem P.endidikan Nasional. Jakarta: Diknas. Depdikbud Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jakarta: Direktur Pembinaan SMP. Departemen Pendidikan Nasional Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar 9 Tahun. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dinas Dikpora Dinas Dikpora Kabupaten Tegal. Tegal: Dinas Dikpora. Dinas Dikpora. Dinas Dikpora Kecamatan Kedungbanteng Kedungbanteng: Dinas Dikpora. Guntoro, Eko APK dan APM. dapat diunduh pada I. (12/02/11). 113

131 114 Handoko, Tamin Hani Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: UGM. Hasbullah Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Ihsan, Fuad Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Indraharti, Ferani Faktor Faktor Penyebab Rendahnya Lulusan SMP Melanjutkan ke SMA Bagi Penduduk Desa Kemiriombo Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung. Skripsi. Semarang: FIS UNNES. Miro, Fidel Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencanaan dan Praktisi. Jakarta: Erlangga. Putra, Dwi Ratusan Siswa SD di Kabupaten Tegal Tak Melanjutkan Pendidikan. Suara Merdeka. dapat diunduh pada Tegal_Tak_Melanjutkan_Pendidikan/I (20/03/11). Rokhana, Ninik Asri Skripsi: Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dan Pola Asuh Gizi Dengan Status Gizi Anak Balita Di Betokan Demak. Semarang: FIS UNNES. Rismawati, Y Faktor-faktor penyebab ketidaktuntasan program wajib belajar 9 tahun di kecamatan kaloran kabupaten temanggung tahun Skripsi. Semarang: FIS UNNES Saputro, P.A Faktor-faktor penyebab anak usia sekolah tidak menyelesaikan pendidikan dasar (studi kasus di Desa Pesantren Kecamatan Blado Kabupaten Batang). Skripsi. Semarang: FIS UNNES. Subandiroso Sosiologi Antropologi I. Klaten: Intan Pariwara. Sugiyono Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sukardi Kondisi Anak tidak dan atau Putus i Jenjang Pendidikan Dasar pada Masyarakat Marginal di NTB:ke Arah Percepatan penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun disajikan pada Simposiom Nasional Penelitian dan Inovasi Pendidikan tanggal 3-5 Agustus 2010 dapat diunduh pada (12/02/11). Sukirno, Sadono Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

132 115 Sumardi, Mulyanto dan Hans Dieter Evert Sumber Pendapatan Kebutuhan Pokok dan Perilaku Menyimpang. Jakarta: Rajawali. Sunarto, Kamanto Pengantar Sosiologi. Jakarta: Depdikbud. Tamin, Ofyar Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Bandung: ITB. Tilaar Standarisasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta. Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan UPI Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. Imperial Bakti Utama. Tim Redaksi NPM Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun. Jakarta: Depdikbud. Usman, Husaini Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan Edisi 3.Jakarta: Bumi Aksara.

133 LAMPIRAN 116

134 117 LAMPIRAN 1 METODE PENGUMPULAN DATA PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN TEGAL Variable Sub Variabel Indikator Metode Pengumpulan Data Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun Pencapaian APK dan APM tingkat SD dan SMP Pelaksana program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng. Pengelolaan program wajib belajar 9 tahun Kondisi Sosial Karakter keluarga Berapa jumlah anggota keluarga Berapa anak jumlah Dokumentasi, Wawancara Wawancara Wawancara Angket Angket Lingkungan Dukungan keluarga Angket tempat tinggal Pengaruh tempat Angket tinggal Kesadaran orang Angket tua Keadaan rumah Observasi Lingkungan sosial Perilaku sosial Observasi Interaksi sosial Observasi Tingkat pendidikan Pendidikan yang Angket orang tua pernah ditempuh oleh orang tua Kondisi Ekonomi Tingkat pendapatan Besarnya Angket orang tua pendapatan yang diperoleh orang tua

135 118 Tingkat ekonomi Penggunaan keluarga pendapatan pokok dan pendapatan lebih Jenis pekerjaan Pekerjaan pokok orang tua dan sampingan yang dilakukan oleh orang tua Kondisi Lingkungan Fisik Aksesibilitas Waktu yang ditempuh anak untuk sekolah Angket Angket Angket Jarak ditempuh untuk sekolah yang anak Angket, Dokumentasi, Observasi Biaya perjalanan yang diperlukan oleh anak menuju ke sekolah Fasilitas yang digunakan anak ketika berangkat sekolah. Fasilitas jalan Sarana Transportasi Angket Angket Observasi Observasi

136 119 LAMPIRAN 2 Tabel Observasi Jenis Data Variabel : Data Observasi LEMBAR OBSERVASI : Hambatan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Sub Variabel Indikator Keterangan SB B K SK 1. Lingkungan 1.1. Bentuk Rumah Tempat Tinggal Permanen Semi Permanen Tidak Permanen 1.2. Kondisi Tempat Tinggal Bersih Kotor Kumuh 1.3. Bentuk Lingkungan Perumahan Perkotaan Pedesaan 2. Lingkungan 2.1. Perilaku Sosial Sosial 2.2. Interaksi Sosial 3. Aksesibilitas 3.1. Jarak Jarak Rumah ke SD Jarak Rumah ke SMP 3.2. Sarana Transportasi Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan 3.3. Fasilitas Jalan Keterangan: SB = Sangat Baik B = Baik K = Kurang SK = Sangat Kurang

137 120 LAMPIRAN 3 LEMBAR DOKUMENTASI Tabel Dokumentasi Jenis Data Variabel = Data Primer = Pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Sub Variabel Indikator Sumber Data Keterangan APK dan 1.1. Jumlah anak usia 1.1. Laporan Bulanan APM sekolah (7-15 tahun) (BPPKB) 1.2. Jumlah anak usia 1.2. Laporan Bulanan sekolah (7-15 tahun) (UPTD Dikpora) yang mengikuti pendidikan dasar 1.3. Jumlah anak usia 1.3. Laporan Bulanan sekolah (7-15 tahun) (UPTD Dikpora) yang tidak sekolah 1.4. Nilai APK dan APM 1.4. Laporan Bulanan (UPTD Dikpora)

138 121 LAMPIRAN 4 KISI-KISI INSTRUMENT PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN TEGAL Variable Sub Variabel Indikator Nomor Soal Hambatan Kondisi Sosial pelaksanaan Karakter keluarga Berapa jumlah program wajib anggota keluarga belajar 9 tahun Jumlah Soal 1 1 Berapa jumlah anak 2 1 Lingkungan keluarga Dukungan keluarga 3, 4 2 Pengaruh tempat 5, 6, 7, 4 tinggal 8 Kesadaran orang 9, 10, 3 tua 11 Tingkat pendidikan Pendidikan yang 12, 13, 4 orang tua pernah ditempuh 14, 15 oleh orang tua Lama orang tua sekolah 16, 17, 18, 19 4 Kondisi Ekonomi Jenis pekerjaan orang tua Pekerjaan pokok dan sampingan yang dilakukan oleh orang tua 20, 21, 22, 23 4 Tingkat orang tua pendapatan Besarnya pendapatan pokok dan sampingan yang diperoleh orang tua 24, 25, 26, 27 4 Tingkat ekonomi Penggunaan keluarga pendapatan pokok dan pendapatan lebih Kondisi Lingkungan Fisik Aksesibilitas Waktu dan jarak yang ditempuh anak untuk sekolah 28, 29, 30 31,32,

139 122 Fasilitas yang digunakan anak ketika berangkat sekolah Biaya perjalanan yang diperlukan oleh anak menuju ke sekolah 34, 35, 36, 37, 38, 5 39, 40 2

140 123 LAMPIRAN 5 WAWANCARA (untuk Kepala UPTD Dikpora) Kepada Yth Bapak/ Ibu Kepala UPTD Dikpora di Kecamatan Kedungbanteng Data responden : Nama KK : Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan Umur : Pendidikan : Status Perkawinan : Sudah/ Belum kawin Alamat : 1. Apa tolak ukur dalam tercapainya program wajib belajar 9 tahun? 2. Apakah nilai dari APK dan APM dapat mewakili tercapainya program wajib belajar 9 tahun? 3. Apakah ada peningkatan nilai dari APK dan APM setiap tahun? 4. Siapakah yang menjadi penanggung jawab dalam program wajib belajar 9 tahun? 5. Siapakah yang menjadi pengawas dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun? 6. Adakah sumber lain dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun? 7. Upaya apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi anak yang tidak mengikuti program wajib belajar 9 tahun?

141 124 LAMPIRAN 6 WAWANCARA (untuk Kepala Sekolah) Kepada Yth Bapak/ Ibu Kepala Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Data responden : Nama KK : Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan Umur : Pendidikan : Pekerjaan : Status Perkawinan : Sudah/ Belum kawin Alamat : 1. Apasaja alat-alat penunjang yang digunakan dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun? 2. Apakah alat penunjang dapat membantu pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun? 3. Apakah sarana pendidikan di sekolah sudah terpenuhi? 4. Sarana pendidikan apa yang dapat menunjang dalam program wajib belajar 9 tahun? 5. Apa harapan Bapak/ Ibu dalam pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun?

142 125 LAMPIRAN 7 ANGKET PENELITIAN Judul: PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN TEGAL I. Petunjuk pengisian 1. Bacalah pertanyaan dengan teliti. 2. Jawablah setiap pertanyaan sesuai dengan keadaan saudara yang sebenarbenarnya dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih. II. Identitas responden Nama Kepala Keluarga : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Status Perkawinan : Jumlah Tanggungan Keluarga 1. Berapa jumlah anggota keluarga Bapak/ Ibu/ Saudara? a. 3 orang b. 4 orang c. 5 orang d. Lebih dari 5 orang, sebutkan.. 2. Berapa jumlah anak (putra-putri) Bapak/ Ibu/ Saudara? a. 1 anak b. 2 anak c. 3 anak d. Lebih dari 3 anak, sebutkan.

143 126 Lingkungan Keluarga 3. Dukungan apa yang anda berikan agar anak anda (usia 7-15 tahun) bersedia untuk sekolah? a. Memberikan uang untuk hal yang penting saja b. Memberikan uang saku setiap hari c. Menfasilitasi rumah dengan meja belajar d. Melengkapi semua kebutuhan sekolah anak 4. Ketika di rumah, berapa lama bapak/ ibu/ saudara membimbing anak untuk belajar? a. Kurang dari 1 jam b. 1-3 jam c. 4-5 jam d. Lebih dari 5 jam 5. Dimanakah anak anda (usia 7-15 tahun) tinggalnya? a. Tinggal bersama kedua orang tua b. Tinggal bersama saudara c. Tinggal bersama kakek d. Menempati tempat tinggal sendiri 6. Apakah di lingkungan tempat tinggal banyak anak usia 7-15 tahun yang tidak sekolah? a. Ya, lebih dari 30 anak b. Ya, antara anak c. Ya, antara anak d. Kurang dari 10 anak 7. Aktivitas sehari-hari apa yang dilakukan anak (usia 7-15 tahun) bapak? a. Kursus b. Bekerja c. Membantu orang tua d. Menganggur 8. Berteman dengan siapakah anak anda (usia 7-15 tahun)? a. Berteman dengan anak seusianya

144 127 b. Anak sekolah dan anak tidak sekolah seusianya c. Anak-anak sudah bekerja d. Anak-anak tidak sekolah seusianya 9. Apakah pendidikan penting untuk anak anda? a. Sangat penting b. Penting c. Cukup penting d. Tidak penting 10. Apakah tujuan anda menyekolahkan anak? a. Agar anak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang tinggi b. Agar anak dapat bekerja di tempat yang layak c. Agar anak menjadi orang yang pintar d. Agar anak dapat hidup mandiri 11. Apakah bapak/ ibu tetap mendorong anak untuk melanjutkan sekolah meskipun bapak mengalami kesulitan biaya untuk pendidikan? a. Ya, karena pendidikan sangat penting untuk sekolah b. Ya, untuk bekal mencari kerja c. Tidak, takut tidak bisa membiayai d. Tidak, untuk biaya sehari-hari Tingkat Pendidikan Orang Tua 12. Apa ijasah terakhir yang bapak terima? a. SD b. SMP c. SMA d. Lainnya, sebutkan Apa ijasah terakhir yang ibu terima? a. SD b. SMP c. SMA d. Lainnya, sebutkan..

145 Apakah bapak pernah mengikuti pendidikan non formal (kursus)? a. Pernah, kursus menjahit b. Pernah, kursus mengetik c. Pernah, lainnya d. Tidak pernah 15. Apakah ibu pernah mengikuti pendidikan non formal (kursus)? a. Pernah, kursus menjahit b. Pernah, kursus mengetik c. Pernah, lainnya d. Tidak pernah 16. Berapa lama bapak sekolah? a. Kurang dari 6 tahun b tahun c tahun d. Lebih dari 15 tahun 17. Berapa lama ibu sekolah? a. Kurang dari 6 tahun b tahun c tahun d. Lebih dari 15 tahun 18. Berapa lama bapak mengikuti pendidikan non formal? a. Kurang dari 3 bulan b. 3 6 bulan c. Lebih dari 6 bulan d. Tidak pernah 19. Berapa lama ibu mengikuti pendidikan non formal? a. Kurang dari 3 bulan b. 3 6 bulan c. Lebih dari 6 bulan d. Tidak pernah

146 129 Jenis Pekerjaan Orang Tua 20. Apa pekerjaan pokok bapak? a. Petani b. Pedagang c. PNS d. Lainnya, sebutkan. 21. Apa pekerjaan sampingan bapak? a. Petani b. Pedagang c. Buruh d. Lainnya, sebutkan. 22. Apa pekerjaan pokok ibu? a. Petani b. Pedagang c. PNS d. Lainnya, sebutkan. 23. Apa pekerjaan sampingan ibu? a. Petani b. Pedagang c. Buruh d. Lainnya, sebutkan Tingkat Pendapatan Orang Tua 24. Berapa pendapatan tiap bulan yang bapak peroleh? a. Kurang dari Rp ,00 b. Rp ,00 Rp ,00 c. Rp ,00 Rp ,00 d. Lebih dari Rp , Berapa pendapatan tiap bulan yang ibu peroleh? a. Kurang dari Rp ,00 b. Rp ,00 Rp ,00 c. Rp ,00 Rp ,00

147 130 d. Lebih dari Rp , Berapa penghasilan sampingan tiap bulan yang diperoleh bapak? a. Lebih dari Rp ,00 b. Rp ,00 Rp ,00 c. Kurang dari Rp , 00 d. Tidak ada 27. Berapa penghasilan sampingan tiap bulan yang diperoleh ibu? a. Lebih dari Rp ,00 b. Rp ,00 Rp ,00 c. Kurang dari Rp , 00 d. Tidak ada 28. Apakah pendapatan yang bapak/ ibu peroleh dapat untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari? a. Kurang dari cukup b. Tidak cukup c. Cukup d. Sangat cukup 29. Digunakan untuk apakah pendapatan yang anda peroleh? a. Membayar hutang b. Melengkapi kebutuhan sehari-hari c. Melengkapi kebutuhan sekolah anak d. Menabung 30. Darimanakah dana yang diperoleh anak anda untuk sekolah? a. Hutang b. Biaya Sendiri c. Beasiswa d. Bantuan Operasional Sekolah Aksesibilitas 31. Berapa lama waktu yang diperoleh anak anda dari rumah menuju ke sekolah? a. Kurang dari 10 menit b. Antara 10 menit 15 menit

148 131 c. Antara 16 menit 25 menit d. Lebih dari 25 menit 32. Berapa jarak antara rumah menuju ke jalan raya? a. Kurang dari 500 m b. Antara 500 m 1 km c. Antara 1 km 2 km d. Lebih dari 2 km 33. Berapa jarak antara rumah menuju ke sekolah? a. Kurang dari 1 km b. Antara 1 km 3 km c. Antara 3 km 5 km d. Lebih dari 5 km 34. Bagaimana kondisi jalan di desa anda? a. Rusak b. Berlubang c. Berbatu-batu d. Beraspal 35. Bagaimana kondisi jalan di desa ini ketika musim hujan? a. Berkubang air b. Berbatu-batu c. Licin d. Becek 36. Digunakan untuk apakah lahan yang ada di desa ini? a. Peternakan b. Perikanan c. Persawahan d. Pertanian 37. Kendaraan apa yang digunakan oleh anak untuk sekolah? a. Angkutan umum b. Sepeda motor c. Sepeda

149 132 d. Jalan kaki 38. Berapa jumlah angkutan umum yang melewati daerah ini setiap hari? a. 1 b. 2 c. 3 d. Lebih dari Berapa biaya yang dipakai anak anda jika berangkat sekolah menggunakan transportasi umum? a. Lebih dari Rp 4.000, 00 b. Antara Rp 3.000,00 Rp 4.000,00 c. Antara Rp 2.000,00 Rp 3.000,00 d. Kurang dari Rp 2.000, Ketika Bapak/ Ibu memberikan uang saku untuk sekolah, apakah uang saku yang diberikan cukup untuk biaya transportasi? a. Kurang dari cukup b. Tidak cukup c. Cukup d. Sangat cukup

150 133 LAMPIRAN 8 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ANGKET No. Kode No. Item UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC X X Validitas XY r xy r tabel Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid σ 2 b

151 134 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ANGKET No. Kode No. Item UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC X X Validitas XY r xy r tabel Kriteria Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid σ 2 b

152 135 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ANGKET No. Kode No. Item Y Y UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC X X Validitas XY k = 40 rxy σ2b = r tabel σ t2=84,84 Kriteria Valid Valid Valid Valid r11 = 0,5494 σ2b

153 136 LAMPIRAN 9 Perhitungan Validitas Angket Rumus Kriteria Butir item valid jika r xy > r tabel Perhitungan Berikut ini contoh perhitungan validitas item pada no 1. No. Kode X Y X 2 Y 2 XY 1 UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC UC

154 137 Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh: = 0,992 Pada α = 5% dengan n =20 diperoleh r tabel = 0,992 Karena r xy > r tabel, maka butir no 1 tersebut valid.

155 138 LAMPIRAN 10 Perhitungan Realibilitas Angket Rumus Kriteria Apabila r 11 > r tabel maka instrumen tersebut reliabel. Perhitungan 1. Varians total = = 84, Varians butir

156 = = Koefisien reliabilitas = 0,5494 Pada α = 5 % dengan n = 15 di peroleh r tabel = 0,444 Karena r 11 > r tabel maka dapat disimpulkan instrumen tersebut reliabel.

157 140 TABULASI PENGISIAN ANGKET PELAKSANAAN PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN TEGAL Kondisi Sosial Kondisi Ekonomi No. Nama Karakter Keluarga Lingkungan Keluarga Tingkat Pendidikan Orang Tua Jenis Pekerjaan Orang Tua Pendapatan Orang Tua 1 2 % KR % KR % KR % KR Irwan B SR C C C Yasir SR C C C Diyo R R R C Dayat R R C C Sugeng R R R C Tarim R R C C Adi S R C R SR Slamet R C R C SR Warno C C C C Wastap SR C T R Uripto SR R R R Bambang R R R C Daryono T C C C Warjo SR C C R Rozikin SR R C C Sarwan SR R R C Tarmudi SR C R R Salim T C R R Kusno R C R R Sunarto R C C R Ali W R C C R Santoso R R R R Jenal A C R C R Karyono C R C R Samlawi C C T R Samiun SR C T C Kardi SR C R R Danali SR C R C Casim R C R C Dokkari C C R C Nurokhim R C R C Tanuri T C C C Waryo R C R C Suwarto SR R C C Darman SR R T C Kliwon T R R C Suminah R C R R Wasmar R R C C Latifah C R R C Rokhman C C SR C Maniso C C R C Was'an SR R C C Rosilah SR R C C Sukirman SR R C R Mugiono SR R R C Kaslim SR R R R Jahuri SR C R C Warmun SR R R C Casiyah SR R R R Komari SR C C R Saad SR C C C Masud SR C C R LAMPIRAN 11

158 141 TABULASI PENGISIAN ANGKET No Nama Wahad Wastap Sarwen Kartono Sarwen Wasdi Slamet Ardi Saryo Kliwon Suyono Sugino Sutrisno Nurholis Kardi Slamet Burham Slamet Nurohim Suryadi Kondisi Sosial Kondisi Ekonomi Tanggungan Keluarga Lingkungan Keluarga Tingkat Pendidikan Orang Tua Jenis Pekerjaan Orang Tua Pendapatan Orang Tua 1 2 % KR % KR % KR % KR SR C R C SR R T C SR C C R SR C C C C C C C SR R C R SR R C C SR C C C R C T R SR T T C SR R T T SR R T T SR C C T SR R C T SR R C C SR C T T SR C T T SR C C C SR C C C SR C T C Kriteria SR C C C Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah Sumber: Analisis Data Penelitian Tahun 2011

159 142 K. Ekonomi Aksesibilitas o. Nama Pendapatan OT Jumlah % KR % KR % KR 1 Irwan B C R R 2 Yasir C R R 3 Diyo C R R 4 Dayat C R C 5 Sugeng C R R 6 Tarim C R R 7 Adi S C C R 8 Slamet R R C R 9 Warno C C C 10 Wastap C R C 11 Uripto C R R 12 Bambang C R R 13 Daryono C R C 14 Warjo C R R 15 Rozikin C R R 16 Sarwan C R R 17 Tarmudi C R R 18 Salim C R R 19 Kusno C R R 20 Sunarto C R R 21 Ali W C R R 22 Santoso C R R 23 Jenal A C R R 24 Karyono T C C 25 Samlawi C C C 26 Samiun C C C 27 Kardi C C R 28 Danali T C R 29 Casim T R C 30 Dokkari C R C 31 Nurokhim T R C 32 Tanuri C R C 33 Waryo C R C 34 Suwarto C R R 35 Darman C R R 36 Kliwon T R C 37 Suminah C R C 38 Wasmar C R R 39 Latifah T R R 40 Rokhman T R R 41 Maniso C R C 42 Was'an C R R 43 Rosilah C R R 44 Sukirman T R C 45 Mugiono C R R 46 Kaslim C R R 47 Jahuri C R R 48 Warmun C R R 49 Casiyah C R R 50 Komari C R R 51 Saad C R R 52 Masud C R R

160 143 No Nama Wahad Wastap Sarwen Kartono Sarwen Wasdi Slamet Ardi Saryo Kliwon Suyono Sugino Sutrisno Nurholis Kardi Slamet Burham Adi Nurohim Suryadi K. Ekonomi Aksesibilitas Pendapatan OT Jumlah % KR % KR % KR C C C C R R R C R C C R R T C SR C R SR T R R R R R C R R C C R C R C C C R C R T C C R C R R T C T C C R C C C T C T C C Kriteria ,49 C R R Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah

161 144 LAMPIRAN 12 Hasil Tabel Rata-Rata Analisis Angket Tahun 2011 Tabel Jumlah Anggota Keluarga yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Anggota Keluarga Frekuensi Persentase (%) 1. 3 orang 6 8, orang 11 15, orang 16 22, orang 7 9, orang 15 20, orang 6 8, orang 3 4, orang 4 5, orang 1 1, orang 3 4,17 Jumlah ,00 Tabel Banyaknya Anak dari Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%) 1. 1 anak 6 8, anak 11 15, anak 16 22, anak 7 9, anak 15 20, anak 6 8, anak 3 4, anak 4 5, anak 1 1, anak 3 4,17 Jumlah ,00

162 145 Tabel Dukungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Klasifikasi Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 33 45,83 2. Cukup 26 36,11 3. Rendah 7 9,72 4. Sangat Rendah 8 11,11 Jumlah ,00 Tabel Pengaruh Tempat Tinggal Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Klasifikasi Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 16 23,61 2. Cukup 10 13,89 3. Rendah 17 23,61 4. Sangat Rendah 29 38,89 Jumlah ,00 Tabel Kesadaran Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 tentang Pendidikan No. Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%) 1. Sangat Penting 13 18,02 2. Penting 35 48,61 3. Cukup Penting 16 22,22 4. Tidak Penting 8 11,11 Jumlah ,00 Tabel Lingkungan Keluarga terhadap Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Kriteria Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 1 1,39 2. Cukup 41 56,94 3. Rendah 30 41,67 4. Sangat Rendah 0 0 Jumlah ,00

163 146 Tabel Pendidikan Formal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2011 No Tingkat Ayah Pendidikan Frekuensi Persentase(%) Frekuensi Persentase(%) 1. SMA 9 12, ,89 2. SMP 31 43, ,61 3. SD 25 34, ,17 4. Tidak Tamat SD 7 9,72 6 8,33 Jumlah , ,00 Ibu Tabel Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2011 No Tingkat Ayah Ibu Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. Kursus Menjahit 13 18, ,22 2. Kursus Mengetik 5 6,94 5 6,94 3. Kursus Elektro 13 18, ,27 4. Tidak Pernah 41 56, ,56 Jumlah , ,00 Tabel Lamanya Pendidikan Formal Orang Tua yang Mempunyai Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2011 No Waktu Ayah Ibu Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. < 6 tahun 9 12,5 9 12, tahun 23 31, , tahun 10 13, ,67 4. > 15 tahun 31 43, ,94 Jumlah , ,00 Tabel Lamanya Pendidikan Nonformal Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2011 No Waktu Ayah Ibu Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. < 3 bulan 11 15, , bulan 9 12,5 28 2,77 3. >6 bulan 12 16, ,88 4. Tidak 40 55, ,33 Pernah Jumlah , ,00

164 147 Tabel Jenis Pekerjaan Pokok Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No Jenis Ayah Ibu Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Frekuensi Persentase (%) 1. Petani 40 55, ,56 2. Pedagang 23 31, ,22 3. PNS Buruh 9 12,50 7 9,72 5. Tidak Bekerja ,50 Jumlah , ,00 Tabel 4.24.Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No Tingkat Pendapatan Ayah Ibu F % F % 1. < Rp , , ,78 2. Rp ,00 Rp , , ,22 3. Rp ,00 Rp , , > Rp ,00 3 4, Jumlah , ,0 0 Tabel 4.25.Tingkat Pendapatan Orang Tua yang Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No Tingkat Pendapatan Ayah Ibu F % F % 1. < Rp , , ,78 2. Rp ,00 Rp , , ,22 3. Rp ,00 Rp , , > Rp ,00 3 4, Jumlah , ,00

165 148 Tabel Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Waktu Frekuensi Persentase (%) 1. < 10 menit 5 6, menit 15 menit 21 29, menit 25 menit 28 38,89 4. > 25 menit 18 25,00 Jumlah ,00 Tabel Jarak yang Ditempuh Anak Waktu yang Dibutuhkan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Jarak Frekuensi Persentase (%) 1. < 1 km 19 26, km 3 km 23 31, km 5 km 15 20,83 4. > 5 km 5 6,94 Jumlah ,00 Tabel Kendaraan yang Digunakan Anak untuk Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No. Jenis Kendaraan Frekuensi Persentase (%) 1. Transportasi Umum 34 47,22 2. Sepeda Motor 3 4,17 3. Sepeda 23 31,94 4. Jalan Kaki 12 16,67 Jumlah ,00 Tabel 4.28.Transportasi Umum yang Melewati Rumah Anak Usia 7-15 tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng No. Jumlah Kendaraan Frekuensi Persentase (%) , , ,11 4. Lebih dari ,72 Jumlah ,00

166 149 Tabel Aksesibilitas yang Digunakan Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Melanjutkan Sekolah dalam Melakukan Perjalanan dari Rumah Menuju ke Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal tahun 2011 No. Kriteria Frekuensi Persentase (%) 1. Tinggi 4 5,56 2. Cukup 21 29,17 3. Rendah 47 65,28 4. Sangat Rendah 0 0 Jumlah ,00 (R)

167 150 LAMPIRAN 13 Rumus APK dan APM menurut Husaini (2010: 20), sebagai berikut: Tabel 4.31 Jumlah Penduduk Usia Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 APK APM No Desa A B C D E F SD& SD SMP SMP SD SMP SD& SMP 1. Penujah ,27 88,86 79,57 70,27 82,83 85,59 2. Karanganyar ,26 51,19 74,73 85,51 30,14 88,85 3. Tonggara ,20 92,87 94,53 78,93 85,43 94,11 4. Kedungbanteng ,64 83,97 90,31 87,56 82,91 92,11 5. Dukuhjati Wetan ,20 88,62 90,91 77,55 82,05 93,78 6. Sumingkir ,35 91,08 92,72 78,81 74,68 89,95 7. Margamulya ,99 89,99 92,49 83,46 81,49 91,55 8. Kebandingan ,28 95,54 93,91 86,49 91,30 93,47 9. Karangmalang ,63 82,16 89,40 82,46 70,63 91,24 10 Semedo ,25 69,70 82,48 84,56 45,66 87,10 Jumlah Sumber: Perhitungan Analisis Data Tahun 2011 Keterangan: A = Jumlah siswa usia 7-12 tahun yang sedang sekolah B = Jumlah siswa semua usia kelompok sekolah yang sedang sekolah C = Jumlah penduduk usia 7-12 tahun D = Jumlah siswa usia 7-12 tahun yang sedang sekolah E = Jumlah siswa semua usia kelompok sekolah yang sedang sekolah F = Jumlah penduduk usia 7-12 tahun APK = Angka Partisipasi Kasar APM = Angka Partisipasi Murni Perhitungan tingkat APK dan APM pada jenjang SD, SMP, SD dan SMP di Kecamatan Kedungbanteng Tahun 2011, sebagai berikut: a) Tingkat SD/ MI

168 151 b) Tingkat SMP/ MTs c) Tingkat SD/ MI dan SMP/ MTs

169 152 LAMPIRAN 14 Daftar Nama Anak yang Tidak Melanjutkan Sekolah di Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal Tahun 2011 No Nama Orang Tua Umur Alamat Nama Anak Umur Keterangan (Responden) Orang Tua Anak 1. Irwan Budiyanto 40 Penujah Uci Karlina 14 Tidak Melanjutkan SMP 2. Yasir 43 Penujah Difa Aprianti 14 Tidak Melanjutkan SMP 3. Diyo 56 Penujah Herni 14 Tidak Melanjutkan SMP 4. Dayat 57 Penujah Yelse 14 Tidak Melanjutkan SMP 5. Sugeng 67 Penujah Suhandiko 14 Tidak Melanjutkan SMP 6. Tarim 66 Penujah Azis Maulana 14 Tidak Melanjutkan SMP 7. Adi Suwigyo 71 Penujah Zaki 15 Tidak Melanjutkan SMP 8. Slamet Riyadi 35 Karanganyar St. Hardiyanti 14 Drop Out 9. Warno 36 Karanganyar Muh Alvialdi 15 Drop Out 10 Waatap 40 Karanganyar Nako Pariwara 15 Drop Out 11. Uripto 45 Karanganyar Saropi 14 Drop Out 12. Bambang TP. 47 Karanganyar Nurhadi Atma C. 15 Drop Out 13. Daryono 48 Karanganyar Sutrisno 13 Drop Out 14. Warjo 44 Karanganyar Heru Sucipto 15 Drop Out 15. Rozikin 42 Karanganyar M. Bagus Pranoto 15 Drop Out 16. Sarwan 39 Karanganyar M. Untung 14 Drop Out 17. Tarmudi 38 Karanganyar Khusnul K. 8 Drop Out 18. Salim 45 Karanganyar Triyani 13 Tidak Melanjutkan SMP 19. Kusno 46 Karanganyar Rifky Adi N. 13 Tidak Melanjutkan SMP 20. Sunarto 49 Karanganyar Nurhikmah 13 Tidak Melanjutkan SMP 21. Ali Wardono 50 Karanganyar Wiwit G.S. 13 Tidak Melanjutkan SMP

170 22. Santoso 51 Karanganyar Anggun Purwoko 14 Drop Out 23. Jenal Arifin 55 Tonggara Adi Teguh 14 Drop Out 24. Karyono 56 Tonggara Noer Khamimah 14 Drop Out 25. Samlawi 56 Tonggara Ahmad G. 15 Drop Out 26. Samiun 55 Tonggara Eka Purnama S. 14 Drop Out 27. Kardi 45 Tonggara Abdul Karim 9 Drop Out 28. Danali 48 Kedungbanteng Kusmoro 15 Tidak Melanjutkan SMP 29. Casim 38 Kedungbanteng Kotiah 15 Tidak Melanjutkan SMP 30. Dokkari 45 Kedungbanteng Diah F. 15 Tidak Melanjutkan SMP 31. Nurokhim 50 Kedungbanteng Damiri 14 Tidak Melanjutkan SMP 32. Tanuri 59 Kedungbanteng Jati K. 13 Drop Out 33. Ali Wardono 60 Kedungbanteng Komari 13 Drop Out 34. Suwarto 73 Kedungbanteng Liana 13 Drop Out 35. Darman 38 Kedungbanteng Aji M. 14 Drop Out 36. Kliwon 36 Kedungbanteng Achmad C. 14 Drop Out 37. Suminah 46 Dukuhjati Wetan Ambarwati 13 Tidak Melanjutkan SMP 38. Wasmar 44 Dukuhjati Wetan Desi A. 15 Tidak Melanjutkan 39 Latifah 45 Dukuhjati Wetan Luki Ayu 15 Tidak Melanjutkan SMP 40. Rokhman 47 Sumungkir Siti S. 15 Tidak Melanjutkan SMP 41. Maniso 48 Sumungkir Yuli R. 15 Tidak Melanjutkan SMP 42. Was an 49 Sumungkir Unik 15 Tidak Melanjutkan SMP 43. Rosilah 44 Sumungkir Lidiawati 13 Drop Out 44. Sukirman 46 Sumungkir Jaelani 13 Drop Out 45. Mugiono 47 Sumungkir Dendy P. 14 Drop Out 46. Kaslim 48 Margamulya Neneng 13 Tidak Melanjutkan SMP 47. Jahuri 39 Margamulya Lia R. 13 Tidak Melanjutkan SMP 48. Warmun 40 Margamulya Panji 13 Tidak Melanjutkan SMP 153

171 49. Casiyah 49 Margamulya Ikbal 14 Tidak Melanjutkan SMP 50. Komari 45 Margamulya Wista 13 Tidak Melanjutkan SMP 51. Saad 40 Margamulya Arsis 15 Drop Out 52. Masud 35 Kebandingan Alal 9 Tidak Melanjutkan SMP 53. Wahad 52 Kebandingan Tarjoni 13 Drop Out 54. Wastap 50 Kebandingan Khusnul K. 8 Drop Out 55. Sarwen 33 Kebandingan Abdul Karim 15 Drop Out 56. Kartono 48 Kebandingan Luqman Bahrul I. 14 Tidak Melanjutkan SMP 57. Sarwen 33 Kebandingan Munir 11 Tidak Melanjutkan SMP 58. Wasdi 55 Kebandingan Muh. Fauzi 13 Tidak Melanjutkan SMP 59. Slamet 56 Karangmalang Aliyah P. 12 Drop Out 60. Ardi 60 Karangmalang Tarmuji 14 Drop Out 61. Saryo 65 Karangmalang Muidin 11 Drop Out 62. Kliwon 33 Karangmalang Hilyatun 10 Drop Out 63. Suyono 50 Karangmalang Indri Lestari 13 Tidak Melanjutkan SMP 64. Sugino 40 Karangmalang Nurul Indah Sari 13 Tidak Melanjutkan SMP 65. Sutrisno 38 Karangmalang Winarti 13 Tidak Melanjutkan SMP 66. Nurholis 40 Semedo Isrotun Ariska 13 Tidak Melanjutkan SMP 67. Kardi 35 Semedo Jadi Prasetyo 14 Tidak Melanjutkan SMP 68. Slamet 45 Semedo Riva Swileni 13 Tidak Melanjutkan SMP 69. Burham 50 Semedo Erni Makaida 15 Tidak Melanjutkan SMP 70. Slamet 51 Semedo Fadilah 13 Tidak Melanjutkan SMP 71. Nurohim 50 Semedo Iskandar 13 Tidak Melanjutkan SMP 72. Suryadi 46 Semedo Pandi Riyandi 14 Tidak Melanjutkan SMP 154

172 155 LAMPIRAN 15 Daftar Nama Orang Tua dari Memiliki Anak Usia 7-15 Tahun yang Tidak Sekolah No Nama Alamat Orang Tua 1. Irwan B. Penujah 2. Yasir Penujah 3. Diyo Penujah 4. Dayat Penujah 5. Sugeng Penujah 6. Tarim Penujah 7. Adi Suwigyo Penujah 8. Slamet R. Karanganyar 9. Warno Karanganyar 10. Waatap Karanganyar 11. Uripto Karanganyar 12. Bambang TP. Karanganyar 13. Daryono Karanganyar 14. Warjo Karanganyar 15. Rozikin Karanganyar 16. Sarwan Karanganyar 17. Tarmudi Karanganyar 18. Salim Karanganyar 19. Kusno Karanganyar 20. Sunarto Karanganyar 21. Ali W. Karanganyar 22. Santoso Karanganyar 23. Jenal Arifin Tonggara 24. Karyono Tonggara 25. Samlawi Tonggara 26. Samiun Tonggara 27. Kardi Tonggara 28. Danali Kedungbanteng 29. Casim Kedungbanteng 30. Dokkari Kedungbanteng 31. Nurokhim Kedungbanteng 32. Tanuri Kedungbanteng 33. Ali W. Kedungbanteng 34. Suwarto Kedungbanteng 35. Darman Kedungbanteng 36. Kliwon Kedungbanteng 37. Suminah DukuhjatiWetan 38. Wasmar DukuhjatiWetan No Nama Alamat Orang Tua 39. Latifah DukuhjatiWetan 40. Rokhman Sumungkir 41. Maniso Sumungkir 42. Was an Sumungkir 43. Rosilah Sumungkir 44. Sukirman Sumungkir 45. Mugiono Sumungkir 46. Kaslim Margamulya 47. Jahuri Margamulya 48. Warmun Margamulya 49. Casiyah Margamulya 50. Komari Margamulya 51. Saad Margamulya 52. Masud Kebandingan 53. Wahad Kebandingan 54. Wastap Kebandingan 55. Sarwen Kebandingan 56. Kartono Kebandingan 57. Sarwen Kebandingan 58. Wasdi Kebandingan 59. Slamet Karangmalang 60. Ardi Karangmalang 61. Saryo Karangmalang 62. Kliwon Karangmalang 63. Suyono Karangmalang 64. Sugino Karangmalang 65. Sutrisno Karangmalang 66. Nurholis Semedo 67. Kardi Semedo 68. Slamet Semedo 69. Burham Semedo 70. Slamet Semedo 71. Nurohim Semedo 72. Suryadi Semedo

173 LAMPIRAN

174 157

175 158 LAMPIRAN 17 DOKUMENTASI Gambar 18.1.Lahan Sawah di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.4.Kondisi Jalan di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.2.Aktivitas Petani di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.5.Halaman depan SMP Negeri 1 Kedungbanteng Gambar 18.3.Keadaan Jembatan di Kecamatan Kedungbanteng Gambar 18.6.Objek Wisata Waduk Cacaban

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI

PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI PENGARUH DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI KELAS X IS SMA NEGERI 5 TEGAL TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Safitri

Lebih terperinci

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan

Lebih terperinci

Oleh : Sri Handayani NIM K

Oleh : Sri Handayani NIM K Hubungan antara lingkungan belajar dan persepsi siswa tentang jurusan yang diminati dengan prestasi belajar siswa kelas X S M A N e g e r i 3 S u k o h a r j o tahun ajaran 2005/2006 Oleh : Sri Handayani

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Imam Gunawan Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang undangan sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang udangan yang bertingkat,

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 18 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu amanat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 45 mengamanatkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dan teknologi serta mampu bersaing pada era global ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak yang cukup memperhatikan berbagai kegiatan dan permasalahan yang ada di bidang pendidikan. Melalui kegiatan pendidikanakant erbentuk kualitas sumber

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sektor penting yang secara langsung memberikan kontribusi terbesar dalam mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah sektor pendidikan.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 98 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI DI SDN AJUNG 03 KECAMATAN AJUNG SKRIPSI

KORELASI ANTARA KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI DI SDN AJUNG 03 KECAMATAN AJUNG SKRIPSI KORELASI ANTARA KONDISI SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS TINGGI DI SDN AJUNG 03 KECAMATAN AJUNG SKRIPSI Oleh: Devi Amalia Lisalamah NIM. 090210204053 PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

LAPORA AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2014 (LAKIP)

LAPORA AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2014 (LAKIP) LAPORA AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2014 (LAKIP) Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya kami dapat menyelesaikan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan titik tolak perwujudan generasi muda untuk siap bersaing di era globalisasi dan tuntutan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu

1. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, melalui pendidikan akan terbentuk manusia yang cerdas, berahlak mulia dan melalui

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa globalisasi seperti saat ini masalah yang dihadapi adalah persaingan yang semakin ketat, salah satunya adalah persaingan dalam dunia kerja. Untuk

Lebih terperinci

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Pada misi IV yaitu Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal terdapat 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan pendidikan nasional ditujukan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia khususnya dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan pendidikan yang lebih upaya untuk meningkatkan pembangunan daerah Kota Yogyakarta maka dibuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 1999/ /2012 BUKU 1

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 1999/ /2012 BUKU 1 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 1999/2000 2011/2012 BUKU 1 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500-2,756 3,097 3,078 2,892 2,928 2,556 2,598 82 82 82 83 83 88 92 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan. Sifatnya mutlak dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap negara atau bangsa selalu menyelenggarakan pendidikan demi citacita nasional bangsa yang bersangkutan. Pendididikan sangat penting dalam kehidupan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Oleh karena itu setiap warga negara

I. PENDAHULUAN. baik, yang sesuai dengan martabat manusia. Oleh karena itu setiap warga negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Pendidikan merupakan segala bidang penghidupan dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LAYANAN PENDIDIKAN KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. dan bernegara demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah pelita dan harapan bagi suatu masyarakat, bangsa, dan negara yang kelak akan menjadi motor penggerak kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia pendidikan kini sedang dalam kondisi kritis dan memprihatinkan. Penyebabnya bukan saja anggaran pemerintah yang relatif rendah tetapi juga ketiadaan visi serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa dalam mewujudkan masyarakat Bantul

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, 27 LEMBARAN DAERAH Nopember KABUPATEN LAMONGAN 19/E 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan. Bangsa yang maju selalu diawali dengan kesuksesan di bidang pendidikan serta lembaga pendidikan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG BACA TULIS AL QUR AN BAGI PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR / MADRASAH IBTIDAIYAH, SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun) URUSAN WAJIB: PENDIDIKAN PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 Meningkatnya Budi Pekerti, 1 Persentase pendidik yang disiplin Tata Krama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat akan membawa dampak kemajuan dibidang kehidupan. Agar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

KUMPULAN UU DAN PERATURAN BIMBINGAN DAN KONSELING & PENDIDIKAN

KUMPULAN UU DAN PERATURAN BIMBINGAN DAN KONSELING & PENDIDIKAN KUMPULAN UU DAN PERATURAN BIMBINGAN DAN KONSELING & PENDIDIKAN PENGURUS PUSAT IKATAN KONSELOR INDONESIA ( PP IKI ) 2013 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkembangan jaman telah berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana perkembangan ini telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMP NEGERI 6 SEMARANG

LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMP NEGERI 6 SEMARANG LAPORAN PRAKTIK PENGALAMAN LAPANGAN 2 DI SMP NEGERI 6 SEMARANG Disusun oleh : Nama : Yermia Yuda Prayitno NIM : 4201409025 Program studi : Pendidikan Fisika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

-23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

-23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG -23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa pendidikan harus mampu

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN KOTABARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Menimbang : Mengingat : LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No.15,2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bantul; Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Bantul; Dinas Pendidikan Menengah & Non Formal Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM. KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA

PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM. KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA PENGARUH AKTIVITAS BELAJAR SISWA DAN PARTISIPASI DALAM KEGIATAN OSIS TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MOJOGEDANG KECAMATAN MOJOGEDANG KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pada bab VI tentang jalur jenjang dan jenis pendidikan, pasal 13 ayat ( 1 ) dinyatakan bahwa proses

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pendidikan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 3 PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS ~ 1 ~ SALINAN Menimbang BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN SIDOARJO

KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN SIDOARJO KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus pada SMA Negeri 1 dan SMA Hang Tuah 2 Gedangan di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo) S K R I P S I Disusun oleh : ANICETO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan jaman yang semakin maju dibidang ilmu maupun teknologi akan membawa dampak kemajuan diberbagai bidang kehidupan, oleh karena itu diperlukan

Lebih terperinci

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Lebih terperinci

HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT

HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT HASIL PEMETAAN PROGRAM WAJAR DIKDAS 9 TAHUN DI 6 KECAMATAN DI KABUPATEN GARUT MAKALAH Disampaikan dalam Seminar Hasil Pemetaan dan Pendataan Program Wajar Dikdas di Aula Dinas Pendidikan Kabupaten Garut

Lebih terperinci