Vol. 3 No. 1 Januari 2007

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Vol. 3 No. 1 Januari 2007"

Transkripsi

1 g Vol. 3 No. 1 Januari 2007 ISSN GRADIEN JURNAL MIPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BENGKULU Gradien Vol.3 No. 1 Hal Bengkulu, Januari 2007 ISSN

2 g Vol. 3 No. 1 Januari 2007 ISSN GRADIEN DAFTAR ISI JURNAL MIPA Fisika 1. Pengaruh Suhu Muka Laut Samudera Pasifik Zona Nino-3 Terhadap Curah Hujan Wilayah Sumatera (Irkhos) Aplikasi Mikrokontroler Untuk Sistem Perparkiran (Zul Bahrum C.) Perbandingan Kinerja Detektor NaI(Tl) Dengan Detektor CsI(Tl) Pada Spektroskopi Radiasi Gamma (Syamsul Bahri) Kimia 4. Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri (Charles Banon) Sintesis Turunan Benzofenon Melalui Reaksi Penataan Ulang Fries Dari Senyawa Para-Tersier-Butilfenilbenzoat (Devi Ratnawati) Buah Kelor (Moringa Oleifera Lamk) Tanaman Ajaib Yang Dapat Digunakan Untuk Mengurangi Kadar Ion Logam Dalam Air (Teja Dwi Sutanto) Pengaruh Perbandingan Volume Zat Pereaksi Terhadap Esterifikasi Asam Asetat Dengan Fraksi Dari Minyak Fusel (Bambang Trihadi) Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Betaglukan Dari Saccharomyces Cerevisiae (Yosie Andriani) Penghambatan Korosi Baja Beton Dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina (Samsul Bahri) Biologi 10. Pemanfaatan Ruang Secara Vertikal Oleh Burung- Burung Di Hutan Kampus Kandang Limun Universitas Bengkulu (Jarulis)

3 Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : Pengaruh Suhu Muka Laut Samudera Pasifik Zona Nino-3 Terhadap Curah Hujan Wilayah Sumatera Irkhos Jurusan Fisika, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia Diterima 27 Nopember 2006; Disetujui 22 Desember 2006 Abstrak - Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh Suhu Muka Laut (SML) samudera Pasifik wilayah Niño-3 (5 0 LU 5 0 LS) (150 0 BB 90 0 BB) yang bersumber dari Climate Prediction Center ( dan data curah hujan wilayah sumatera Dari hasil penelitian ini di simpulkan bahwa kenaikan SML samudera Pasifik zona nino-3 diiringi dengan kenaikan curah hujan wilayah Sumatera. Kenaikan SML di bagian timur samudera Pasifik mengakibatkan udara yang panas bergerak ke barat dan turun di wilayah Indonesia bagian timur. Kata kunci : SML; Curah hujan 1. Pendahuluan Posisi geografis Indonesia terletak di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan di antara Benua Asia dan Benua Australia serta berada pada ekuator. Kondisi ini menyebabkan cuaca, musim dan iklimnya dipengaruhi oleh sirkulasi atmosfer global, regional dan lokal, seperti sirkulasi utara-selatan (Hadley), sirkulasi barat-timur (Walker) dan sistem angin lokal. Gangguan terhadap salah satu sistem sirkulasi ini akan mempengaruhi cuaca dan iklim di Indonesia [5]. Kemunculan El Niño dan La Niña 1997/1998 terlalu cepat, demikian pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai intensitas maksimum yang sangat singkat (sekitar 2-3 bulan lebih awal) yaitu sekitar bulan Desember serta musim barat yang lemah karena tingginya tekanan udara di atas wilayah Indonesia. Kondisi ini menyebabkan musim kemarau 1997 maju dan musim hujan 1997/1998 mundur sangat jauh (sebagian besar wilayah Indonesia baru mengalami musim hujan pada bulan Februari 1998). Dampaknya adalah jumlah kumulatif curah hujan 1997/1998 berkisar antara 40-70% serta terjadinya kebakaran hutan yang sangat luas karena musim kemarau yang panjang [8]. Penelitian tentang pengaruh El Niño dan La Niña telah banyak dilakukan. Metode yang digunakan adalah metode statistik dan dinamis. Bambang Siswanto (1998) telah membuat model prakiraan El Niño dan La Niña dengan menggunakan model dinamis GCM C SIRO-9 R21 (Global Circulation Model) dan model statistik ARIMA (Auto Regresion Integrated Moving Average) yang digunakan untuk memperkirakan curah hujan sebagai informasi pendukung prakiraan El Niño dan La Niña. Beberapa kejadian El Niño dan La Niña telah mampu diperkirakan. El Niño dan beberapa kejadian El Niño dan La Niña tidak bisa diperkirakan ulang seperti El Niño 1973 [4]. Definisi El Nino dan La Nina Kata El Niño berasal dari bahasa Spanyol yang berarti bayi Kristus. Kata El Niño dipakai oleh nelayan Peru sejak abad ke-19 sebagai nama arus laut yang hangat di perairan lepas pantai Peru yang bergerak ke selatan. Arus ini biasanya terjadi pada bulan Desember sekitar Natal [6]. El Niño merupakan fasa panas dari suatu osilasi raksasa, sedangkan La Niña yang berarti bayi perempuan merupakan fasa dingin dari suatu osilasi raksasa yang ditandai dengan anomali suhu muka laut negatif di daerah Pasifik Tengah sekitar ekuator [5]. Fenomena El Niño ditandai oleh anomali suhu muka laut positif di Samudera Pasifik. El Niño berkaitan dengan arus laut yang lemah dan hangat di sepanjang pantai Amerika Selatan, yang menggantikan arus

4 197 Irkhos / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : dingin dari arus Peru. Gejala ini umumnya muncul setiap 2 sampai 7 tahun sekali [7]. Pemicu El Niño dan La Niña Teori yang dikemukakan untuk menjelaskan pemicu El Niño dan La Niña adalah melemahnya angin passat di daerah Pasifik yang berkaitan dengan osilasi selatan. Melemahnya angin passat menyebabkan kolam hangat yang terkumpul di bagian tengah Samudera Pasifik bergerak ke arah timur Samudera Pasifik. Pemicu lainnya adalah aktifitas konveksi tropis di lautan Hndia dan terjadinya badai yang kuat. Aktifitas ini harus berlangsung minimal selama satu bulan. Oleh karena badai tropis ini bersifat geostropik, maka angin yang ditimbulkan di sekitar ekuator selalu bertiup ke arah timur. Jika badai ini cukup kuat atau berlangsung cukup lama, maka angin baratan ini cukup kuat untuk memicu El Niño [5]. Pada waktu terjadi La Niña, angin passat kuat dan pusat konvergensi sirkulasi Walker bergeser ke arah barat di daerah Indonesia dan sekitarnya. Akibatnya di daerah Indonesia, Australia, Papua Nugini, Selandia Baru, Brasil, Cina, India, Afrika Selatan dan Afrika Timur, hujan meningkat melebihi kondisi normalnya. Sedangkan di Pasifik Tengah dan Timur, Amerika Utara dan Amerika Selatan bagian subtropis dan sekitar pantai Peru, badai dan hujan berkurang, kondisi El Nino merupakan kebalikan dari kondisi La Nina [3]. Curah hujan di Idonesia hampir seluruhnya dipengaruhi oleh EL Nino Southern Oscillation (ENSO), kecuali di sebagian besar Sumatera. Pengaruh ENSO yang paling kuat terjadi pada bulan September s/d November 2002, yang di banyak daerah merupakan musim transisi dari musim kemarau ke musim hujan. Sebagai akibatnya, maka akan dirasakan sebagai musim kemarau yang panjang. Daerah yang terpengaruh oleh ENSO adalah SUMSEL, seluruh P. Jawa, KALBAR, KALTENG, KALSEL, KALTIM, Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Sementara daerah yang tidak terpengaruh oleh ENSO adalah Nanggroe Aceh Darussalam, SUMUT, SUMBAR, RIAU, Jambi, dan Bengkulu ( Gambar 1. Sketsa interaksi laut-atmosfer pada kondisi Normal [5]. Gambar 2. Sketsa interaksi laut-atmosfer pada kondisi El Niño [5] Gambar 3. Sketsa interaksi laut-atmosfer pada kondisi La- Nina [5] Arsitektur ANFIS ANFIS digunakan untuk memproses suatu data dengan struktur pengolahan secara paralel. Pada ANFIS Sugeno orde pertama, ada dua masukan yaitu x dan y serta satu keluaran f, yang menggunakan dua kaidah jika-maka sebagai berikut: Aturan 1: Jika x adalah A 1 dan y adalah B 1, maka f 1 = p1x + q1 y + r Aturan 2 : Jika x adalah A 2 dan y adalah B 2, maka f p x + q y + r 2 = 2 2

5 Irkhos / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : Metode Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder anomali suhu muka laut rerata bulanan dari tahun 1950 hingga 2000 pada daerah Niño-3 (5 0 LU 5 0 LS) (150 0 BB 90 0 BB) [2] muka laut maka aktifitas pembentukan awan akan meningkat sehingga pada wilayah ini terjadi kenaikan curah hujan, sementara di bagian timur samudera Pasifik dan sekitar pantai Amerika selatan terjadi pergerakan turun udara panas. Dari data curah hujan wilayah sumatera pada kurun waktu yang sama ( ) juga mengalami peningkatan hingga bulan ke-24 (Gambar 7). Sementara sebagian besar wilayah timur Indonesia terdapat udara panas di atasnya. Kondisi ini disebabkan massa udara yang panas yang berasal dari kenaikan suhu muka laut samudera Pasifik bergerak turun di wilayah Indonesia bagian timur. Sementara di wilayah Sumatera, kenaikan suhu muka laut di bagian timur sanudera Pasifik tidak begitu berpengaruh. Diagram Alir Penelitian Gambar 6. Suhu muka laut bagian timur samudera Pasifik tahun Gambar 5. Diagram blok penelitian 3. Hasil Dan Pembahasan Dari hasil pengolahan data suhu muka laut di samudera Pasifik seperti yang dapat dilihat pada gambar 6 terlihat adanya kenaikan anomali suhu muka laut pada bulan ke lima hingga bulan ke 25 ( ). Hal ini nengakibatkan aktifitas udara panas di atas samudera Pasifik bagian timur meningkat. Udara panas ini bergerak ke barat di wilayah timur Indonesia, sehingga di bagian timur Indonesia mengalami kekeringan. Sementara di samudera Pasifik bagian timur curah hujan meningkat. Pergerakan udara panas ini dikenal juga dengan sirkulasi walker. Hal sebaliknya jika di bagian barat samudera Pasifik terjadi kenaikan suhu Gambar 7. Curah hujan wilayah Sumatera tahun [2] 4. Kesimpulan Kenaikan suhu muka laut zona nino-3 diiringi dengan kenaikan curah hujan wilayah Sumatera, sedangkan di bagian barat Indonesia terjadi akumulasi udara panas yang berasal dari samudera Pasifik bagian timur. Pada bulan ke 5 hingga bulan ke 24 (tahun )

6 199 Irkhos / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : terjadi kenaikan suhu muka laut samudera Pasifik bagian timur, sementara curah hujan secara umum terjadi peningkatan dari bulan ke 5 hingga bulan ke 24 (tahun ) di wilayah Sumatera (Indonesia bagian barat). Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, untuk mengetahui hubungan suhu muka laut samudera Pasifik terhadap curah hujan wilayah Sumatera disarankan menggunakan data iklim parameter lain sebagai pembanding, misalnya tekanan udara, agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Daftar Pustaka [1] Anonim, -, Kementerian Negara Riset dan teknologi ( [2] Anonim, -, Climate Prediction Center ( [3] Avia, L.Q. dan Hidayati, R., Dampak Peristiwa Enso Terhadap Anomali Curah Hujan di Wilayah Indonesia Selama Periode , 2001, Jurnal LAPAN, vol. 3, no. 2. [4] Cane, M.A., S.E. Zebiak, and S.C. Dolan, Experimental Forecast of El-Nino, 1986, Nature, vol. 321, p [5] Dupe, Z.L., El Nino dan La Nina, Dampaknya Terhadap Cuaca dan Musim di Indonesia. Pengetahuan Alam dan Pengembangan, 2000,Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. [6] Glantz, M.H., Forecasting El-Nino Sciences Gift to the 21 st Century, 1998, elnino/glantz1.html. [7] Peixoto, J.P. dan A.H. Oort, 1995, Physic of Climate. New York; American Institut of Physics. [8] Sulistya, W., Dampak El Nino dan La Nina Terhadap Musim di Jawa Tengah, 2001, Semarang; Prosiding Seminar El Nino dan La Nina.

7 Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : Aplikasi Mikrokontroler Untuk Sistem Perparkiran Zul Bahrum C. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia Diterima 24 Desember 2006; Disetujui 29 Desember 2006 Abstrak - Membajirnya pemilikan motor di masyarakat menimbulkan persoalan ketertiban umum, munculnya arenaarena perparkiran liar, meningkatnya pencurian motor yang meresahkan Kondisi ini menimbulkan rasa ketidak adilan dan ketidak nyamanan, menyuburkan pungutan liar, timbulnya ekonomi biaya tinggi, dan premanisme dalam masyarakat. Sementara itu pemerintah setempat mengklaim secara sepihak tanpa didukung oleh peraturan memadai, menerima bagian dari restribusi parkir sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Oleh karena itu perpakiran perlu di atur sedemikian yang dapat menjaga keterban umum, menimbulkan keadilan, rasa aman dan menghapus premanisme perparkiran, dan bersamaan dengan itu dapat memberi kontribusi kepada PAD. Salah satu usaha untuk mengatasi persoalan adalah dapat kembangkan pengaturan parkir yang lebih aman dan dikontrol, yakni dengan menggunakan mikrokontroler MCS51. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh MCS51, sistem perparkiran memberi jaminan keamanan serta dapat menghindari munculnya perparkiran liar, terutama di daerah perkotaan. Kata Kunci : Mikrokontroler, Perparkiran 1. Pendahuluan Akibat kenaikan BBM yang signifikan tehadap pendapatan masyarakat, alat transportasi masyarakat beralih kepada pemilikan motor (kendaraan roda dua) yang sangat fenomental. Jumlah penjualan motor meningkat tajam yang dipacu pula oleh pembelian secara kredit yang sangat mudah. Akibatnya lalu lintas di jalan raya didominasi oleh motor, demikian juga perparkiran hampir disetiap areal parkir di padati oleh kendaraan roda dua. Membanjirnya kendaraan roda dua, pada sisi lain muncul persoalan ketertiban umum, munculnya pengelola parkir liar dan kasus-kasus pencurian yang juga meresahkan. Terutama pada lingkungan kampus yang tidak memiliki sistem pengaturan perparkiran, telah meresahkan para pemilik motor karena kerap terjadi pencurian. Karena sifatnya meresahkan maka diperlukan sistem perpakiran yang aman dan tertib, yang terbebas dari pencurian dan tertib dalam penempatan areal parkir dengan lahan yang terbatas. Tulisan ini mengemukakan gagasan tentang sistem pengamanan menertibkan perparkiran roda dua Sistem pengamanan perparkiran dengan menggunakan mikrokontroler. Selama ini seolah-olah perparkiran di perkotaan membuka lapangan pekerjaan dan merupakan pemasukan dari pemerintah. Tetapi perparkiran juga menimbulkan kelompok-kelompok premanisme. Berebut menguasai lahan perparkiran yang sesungguhnya bukan lahan yang dapat diperebutkan karena merupakan trotoar milik pejalan kaki. Sementara itu pemerintah setempat mengklaim secara sepihak tanpa didukung oleh peraturan memadai, menerima bagian dari restribusi parkir sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Adalah hal yang tidak adil terhadap masyarakat pemilik kendaraan, karena pungutan parkir tidak memilki kompensasi apa-apa misalnya terjadi kehilangan kendaraan. Kondisi ini menimbulkan rasa ketidak adilan dan ketidak nyamanan, tetapi masyarakat tidak punya pilihan alih-alih berhadapan dengan premanisme perparkiran. Sehingga perparkiran menyuburkan pungutan liar, timbulnya ekonomi biaya tinggi, dan premanisme dalam masyarakat. Oleh karena itu perpakiran perlu di atur sedemikian yang dapat menjaga keterban umum, menimbulkan keadilan, rasa aman dan menghapus premanisme perparkiran, dan bersamaan dengan itu dapat memberi

8 201 Zul Bahrum C. / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : kontribusi kepada PAD. Sistem yang ditawarkan adalah pengalihan pengaturan parkir dari sistem yang dikendalikan secara liar (premanisme) kepada pengaturan yang lebih aman dan dikontrol oleh mikrokontroler yang diperkuat oleh peraturan daerah. Mikroprosesor Mikroprosesor adalah papan (chip) rangkaian piranti elektronik logik yang rumit disusun atas kebutuhan alat memproses (prosesor) sinyal listrik berupa step function yang diibarat sebagai data. Proses yang dilakukan oleh mikroprosesor sedemikian (tersistem dan singkron) menghasilkan sinyal keluaran yang dapat menghubungkan dan mengatur kinerja perangkat I/O[5]. Teknologi mikroprosesor sangat pesat perkembangannnya, hinga sekarang telah dihasilkan mikroprosesor Pentium IV. Namun dari segi fungsi, mikroprosesor tidak berubah, yakni tetap sebagai pusat pengendali pada sistem komputer, yang memiliki 3 saluran(bus) yakni bus data (data bus), bus alamat (address) serta bus kendali (control bus). Pada chip mikroprosesor standar (Intel 8080, Z80, M6800, 89S51) terdapat sekitar 40 pin sebagai elektroda yang bekerja dengan sinyal-sinyal biner. Pinpin sebagai saluran digunakan untuk saluran data 8 bit (I/O), saluran alamat 16 bit dan saluran kontrol bit, yang lainnya adalah sambungan detak (clock), catu daya. Pengaturan yang dilakukan oleh mikroprosesor pada prinsipnya adalah memberikan kombinasi status on atau off pada pin-pin kontrol yang disesuaikan dengan aturan standar oleh pabrik. Setiap kombinasi akan menghasilkan satu perintah yang dilakukan oleh mikroprosesor, peran perintah dilakukan oleh software. Ada puluhan perintah yang dikenal oleh mikroprosor, dan setiap tipe mikroprosesor memiliki printah yang berbeda namun umumnya hampir sama. Mikrokontroler Mikrokontroler pada dasarnya adalah Mikroprosesor, perbedaanya adalah bahwa mikrokontroler telah dilengkapi beberapa komponen pembantu yang telah diintegrasikan didalamnya, antara lain timer, EPROM. Sehingga mikrokontroler telah dapat difungsikan untuk keperluan yang spesifik [1]. Dengan kinerja yang dimiliki oleh mikrokontroler telah banyak digunakan untuk keperluan pengaturan sistem, misalnya pada otomatisasi pengepakan, pengaturan lalu lintas. Mikrokontroler dapat dihubungkan dengan perangkat eksternal, misalnya memori (RAM), perangkat I/O lainnya. Port I/O dan Interface Bagian masukan dan keluaran (port I/O) merupakan sarana yang dipergunakan oleh mikrokontroler untuk mengakses peralatan lain diluar dirinya. Secara fisik, port I/O pada chip mikrokontroler adalah berupa pinpin yang berfungsi mengeleluarkan dan menerima data digital. Pada mikrokonroler (Jenis MCS51) terdapat 4 buah port I/O, masing-masing memiliki saluran data 8 bit. Agar peralatan luar dapat diakses maka antara port I/O dengan alat luar diperlukan antarmuka (interface). Interface terdiri atas rangkaian elektronik yang fungsinya mengubah data digital dari port I/O mikrokontroler yang disikapi oleh alat luar dalam bentuk penampilan yang bermagna (display) atau gerakan mekanik tertentu. Pada rancangan alat ini, maka port input terdiri atas alat baca kartu magnetik dan keypad untuk memasukan data nomor parkir. Sedangkan port output adalah status on/off yang dikirim ke selenoida yang berada pada port parkir untuk menggerakan pelatuk kunci. 2. Logika dan Flowchart Untuk mengoperasikan sistem diperlukan software yang disimpan dalam EEPROM, atau SRAM. Software berfungsi melakukan perintah kendali sesuai dengan sistem. Secara bagan software yang digunakan untuk pengendali sistem ditunjukan sebagai berikut :

9 Zul Bahrum C. / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : Teknis dan Lingkup Rancangan Rancangan teknis sistem perparkiran terdiri atas bagian mekanik, kartu pengenal (kartu magnetik) dan sistem pengaturan (kontrol) oleh mikroprosesor. Gambar 1. Prosedur Masuk Parkir Bagian Mekanik 1. Bagian Mekanik bagi mikroprosesor bertindak sebagai Port. 2. Terdiri dari dua selenoida yang mendorong pelatuk pengunci dengan arah saling berhadapan, yang berfungsi sebagai kunci. 3. Selonoida memiliki status ON dan OFF. Bila status ON posisi pelatuk akan mengunci, dan OFF akan membuka. 4. Motor yang diparkir, roda depan dimasukan antara celah dua selonoida. 5. Jumlah port setiap unit parkir disesuaikan dengan kondisi setempat. Gambar 3. Sistem mekanik (Pengunci) Gambar 2. Prosedur Keluar Parkir Kartu Pengenal Parkir 1. Pada kartu terisi data berupa pulsa magnetik, dengan sistem biner. 2. Pulsa magnetik dalam kartu diisi oleh peralatan pengisian oleh produsen yang memiliki kerahasiaan. 3. Kartu berfungsi mengaktifkan sistem 4. Hanya kartu yang dikenal yang bisa mengaktifkan sistem. 5. Data kartu tersimpan dalam data base sistem. 6. Kartu akan habis masa berlaku setelah jumlah point parkir yang ditentukan terpenuhi. 7. Setiap satu kali parkir maka jumlah point akan berkurang. 8. Harga kartu tergantung jumlah point dan harga satuan point yang ditetapkan.

10 203 Zul Bahrum C. / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : juga dapat meningkatkan PAD dan menghindari kebocoran dana yang berasal dari restribusi parkir. Perpustakaan Gambar 4. Kartu magnetik, pembuka sistem Sistem Pengaturan oleh mikroprosesor 1. Pada sistem pengaturan, terdapat bagian input (slot kartu) berfungsi membaca kartu pelanggan dan keypad untuk memasukan nomor port. 2. Prosedur Masuk Parkir (memarkir) : - Kartu dimasukan dalam slot setelah motor di parkir pada port yang kosong disertai memasukan nomor port pada keypad. (setiap port memiliki nomor) - Apabila kartu dikenal, maka port yang dituju akan terkunci. - Kartu dan nomor port akan diingat sistem. 3. Prosedur Keluar Parkir. - Kartu dimasukan dalam slot, dan masukan nomor port dimana motor di parkir. - Kartu dan nomor port bila sesuai dengan yang diingat sistem akan dibuka. 4. Mikroprosesor bekerja dan dikendalikan oleh software yang disimpan dalam EPPROM. [1] Christianto, Panduan Dasar Mikrokontroler MCS-51, [2] David, A, Computer Organization, 1994, Morgan Kauffmann Pub., [3] Manual Book, 89C51 Development Tools, 2004, Innovative Electronics,. [4] Rahmad Setiawan, Mikroprosesor 8088, 2006, Graha Ilmu. [5] Rodnay Zaks, Teknik Perantaraan Mikroprosesor, 1993 Erlangga, Software mengatur kinerja mikroprosesor dengan mekanisme: 1. Simpan data kartu, simpan jumlah point (berkurang setiap kali parkir), setiap saat kartu parkir digunakan akan melakukan dilakukan pengurangan 1 point. 1. Memberikan perintah buka dan tutup port sesuai dengan proses masuk parkir dan selesai parkir (mengikuti prosedur di atas). 4. Kesimpulan Dengan kinerja yang dimiliki mikrokontroler (MCS51), proses alih data I/O yang cepat dan akurat dapat digunakan untuk pengendalian perangkat keluaran berupa sistem makanik. Dengan peralatan yang sederhana (minimize) namun dapat dikembangkan pada aplikasi yang rumit. Aplikasi pada sistem perparkiran adalah salah satu dirasakan manfaatnya karena dapat memberikan rasa aman, rasa adil kepada masyarakat,

11 Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : Perbandingan Kinerja Detektor NaI(Tl) Dengan Detektor CsI(Tl) Pada Spektroskopi Radiasi Gamma Syamsul Bahri Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia Diterima 1 Oktober 2006, Disetujui 24 Desember 2006 Abstrak - Telah dilakukan pengamatan dan perbandingan kinerja detektor CsI(Tl) pada spektroskopi gamma dengan detektor NaI(Tl). Sumber radiasi gamma yang digunakan adalah sumber radiasi standar yaitu Cs-137 dan Co-60 serta Eu-152 yang memiliki jumlah puncak spektrum tenaga gamma yang banyak. Pengamatan dengan menggunakan kedua detektor dilakukan pada kondisi maksimal dari peralatan spektroskopi yang digunakan. Dari spektrum tenaga gamma hasil perhitungan yang dilakukan diperoleh bahwa resolusi detektor NaI(Tl) lebih baik dibandingkan dengan detektor CsI(Tl), namun dari segi efisiensi menunjukkan bahwa detektor CsI(Tl) lebih baik dibandingkan dengan detektor NaI(Tl). Dari aspek lainnya, detektor CsI(Tl) masih memiliki kelebihan dibandingkan dengan detektor NaI(Tl) diantaranya lebih murah, ekonomis, praktis dalam penggunaannya karena bentuknya yang kecil dan kompak dan penyedia daya listrik yang digunakan lebih hemat yaitu ± 24 Volt untuk detektor CsI(Tl) sedangkan untuk detektor NaI(Tl) penyedia daya listrik yang digunakan berkisar diantara 500 Volt sampai 1200 Volt. Kata Kunci: Detektor; Spektroskopi Gamma 1. Pendahuluan Proses dinamis pada perkembangan teknologi yang berkaitan dengan inti atom akan selalu mengalami kemajuan yang amat pesat. Detektor spektrometer-γ yang lazim digunakan adalah detektor sintilasi NaI(Tl). Namun perkembangan dalam spektroskopi-γ menunjukkan bahwa makin lama detektor NaI(Tl) makin ditinggalkan dan digantikan peranannya oleh detektor lain karena berbagai alasan yang penting. Saat ini pengembangan teknologi detektor yang memiliki nilai kompetitif dengan detektor NaI(Tl) sedang dilakukan. Salah satu usaha adalah menggunakan photodioda CsI(Tl) sebagai detektor. Dengan detektor sistem, sistem pengukuran di lapangan akan lebih murah, kompak dan portabel karena detektor ini menggunakan komponen elektronik yang sedikit dan kompak. Beberapa kajian tentang kemungkinan penggunaan detektor berbasis photodiode telah dilakukan dan proses pembuatan detektor sinar X juga sudah dilakukan dan dapat dikatakan berhasil [2][3]. Photodioda bekerja atas dasar pengubahan cahaya tampak yang mengenai katoda (fotokatoda) sehingga dihasilkan elektron. Melalui tegangan bias yang diberikan antara katoda dan anoda, elektron tersebut akan mengalir sehingga diperoleh arus listrik. Arus listrik tersebut dapat diubah menjadi tegangan. Besarnya tegangan yang dihasilkan tergantung pada kuat cahaya yang mengenai fotokatoda. Secara umum photodioda memiliki dark current yang kecil (orde na). Dark Current adalah arus listrik yang timbul pada photodioda untuk keadaan gelap atau tanpa dikenai cahaya sama sekali. Photodioda juga memiliki tanggap waktu yang cepat dan responsif pada wilayah panjang gelombang cahaya tampak yaitu antara 200 nm sampai 1100 nm dengan panjang geombang efektif pada 800 nm. CsI(Tl) adalah sintilator anorganik yang sangat cocok untuk digandengkan dengan photodioda karena memiliki yield cahaya yang paling tinggi, kuantum efisiensi sebesar 69% sepanjang spektrumnya dibandingan dengan 49% pada NaI(Tl). Sambungan optik antara sintilator dengan photodioda menggunakan optical grease. Luas permukaan sintilator yang lebih luas terhadap permukaan photodioda akan menghasilkan spektrum yang lebih

12 205 Syamsul Bahri / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : baik daripada menggunakan sintilator dengan permukaan yang lebih kecil. dihasilkan impedansi keluaran yang rendah. Penguat ini disebut penguat awal peka muatan. Gambar 1. Kristal sintilator dan penguat awal peka muatan [3] Kristal sintilator CsI(Tl) berbentuk kubus dengan dimensi 10 x 10 x 10 mm 3 dan diletakkan pada photodioda dengan menggunakan teflon tape dan silicon oil. Kristal sintilator CsI(Tl) bersama photodioda dan penguat hibride dikemas dalam aluminium berbentuk silinder yang kecap cahaya. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan deteksi pada saat digunakan untuk mendeteksi foton. Photodioda adalah dioda semikonduktor yang khusus dirancang untuk keperluan pembangitan tenaga listrik oleh penyinaran. Photodioda yang dikopel dengan sintilator dibuat dari silikon dengan resistivitas tinggi, biasanya dari tipe N dengan resistivitas sekitar 5000 Ωcm sampai dengan Ωcm untuk mendapatkan kapasitansi yang rendah pada tegangan bias yang rendah. Jika radiasi gamma menumbuk detektor maka muatan Q dihasilkan dengan amplitudo yang setara dengan tenaga partikel. Sehubungan dengan muatan yang timbul, keluaran penguat peka muatan naik dan bersamaan itu, tegangan dengan polarisasi terbalik muncul pada keluarannya. Penguat ini memiliki open loop gain besar sehingga melalui rangkaian feedback seolah-olah tegangan pada ujung masukan adalah nol. Akibatnya pulsa-pulsa muatan semuanya diintegrasikan terhadap kapasitor feedback dan menimbulkan tegangan keluaran. Pada titik ini tahanan feedback untuk arus searah dihubungkan paralel dengan kapasitor feedback dan tegangan keluaran menjadi pulsa-pulsa tegangan yang meluruh secara perlahan. NaI(Tl) adalah sintilator yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi sinar γ. Dalam bentuk kristal tungga berdiameter 0,75 m dan tebal 0,25 m serta memiliki tingkat kerapatan sebesar 3,67 x 10 3 kg/m 3. Karena rapat massanya yang besar, nomor atom yang tinggi dan ukuran yang besar maka NaI(Tl) sangat efisien untuk mendeteksi radiasi gamma. Jika sumber radiasi pengion melewati kristal maka tingkat tenaga elektron pada kristal akan meningkat sampai ke tingkat eksitasi di bawah conduction band sehingga pada pita valensi terbentuk hole-hole, yang menyebabkan terjadinya eksitasi, yang pada eksitasinya dipancarkan foton-foton. Keluaran dari detektor ini berupa pulsa yang lemah dan lebarnya beberapa nano detik. Oleh karena itu pada detektor ini ditambahkan rangkaian penguat operasional dalam mode integrator dengan menggunakan kapasitor umpan balik. Penguat ini memiliki impedansi masukan tinggi dan mengintegrasikan pulsa-pulsa listrik yang lemah serta mengubahnya menjadi pulsa tegangan sehingga Gambar 2. Skema detektor sintilasi NaI(Tl) [5] Sebagai sebuah materal sintilator NaI(Tl) mempunyai banyak sifat yang merugikan seperti rapuh dan sensitif terhadap temperatur tinggi dan panas mendadak. Selain itu juga bersifat higroskopik sehingga harus terlindung setiap saat. NaI(Tl) selalu mengandung sejumlah kecil potasium yang memberikan efek tertentu karena radioaktivitas. Detektor NaI(Tl) terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah medium sintilasi berupa sintilator

13 Syamsul Bahri / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : NaI(Tl) dimana partikel yang terdeteksi akan menimbulkan pulsa cahaya. Bagian kedua adalah tabung pengubah pancaran cahaya menjadi pulsa listrik setelah proses penggandaan yaitu Photo Multiplier Tub (PMT). 2. Metode Penelitian Sistem detektsi radiasi yang digunakan adalah sistem spektroskopi radiasi gamma detektor sintilasi NaI(Tl) BICRON model 212/2P (seri BT 778) berbasis penguat awal (pre-amplifier) CANBERRA model (seri ) dan detektor CsI(Tl) HAMAMATSU tipe S berbasis penguat awal HAMAMATSU model H4083. Kedua sistem ini dilengkapi dengan penguat (amplifier) ORTEC 485, penganalisa kanal tunggal (single channel analyzer, SCA) CANBERRA model 2030, penganalisa kanal banyak (multi channel analyzer, MCA) EG&G ORTEC dengan program aplikasi Maestro model A65 BI Versi 3 dan pemantau sinyal osiloskop KENWOOD 20 MHz CS Tegangan untuk detektor NaI(Tl) diperoleh melalui catu daya tegangan tinggi (High Voltage Power Supply, HVPS) CANBERRA 3120 dan untuk detektor Photodioda CsI(Tl) diperoleh melalui BIN Module. Adapun susunan peralatan seperti terlihat pada gambar 3. Sumber radiasi gamma yang digunakan adalah unsur Cs-137, Co-60 dan Eu-152. Unsur Cs-137 memiliki satu puncak spektrum yaitu pada tenaga 661,6 kev dan waktu paruh 30 tahun. Unsur Co-60 memiliki dua puncak spektrum pada tenaga 1173,1 kev dan 1334,2 kev sedangkan Eu-152 adalah unsur radiasi yang memiliki banyak puncak spektrum. Analisa Parameter Kinerja Peralatan system deteksi terdiri dari : Spektrum tenaga, terdiri dari latar dan suatu luasan pada puncak tenaga dengan besar tenaga tertentu yang sesuai dengan tenaga sumber radiasi yang digunakan. Setiap sumber radiasi memiliki jumlah puncak tenaga spektrum yang berbeda-beda tergantung pada banyaknya tenaga yang dimiliki sumber radiasi tersebut. Resolusi detektor, dinyatakan dengan lebar setengah tinggi maksimum dimana satuan yang diguanakan adalah kev atau dinyatakan dalam % terhadap tenaga dan dinyatakan dengan persamaan FWHM Resolusi = 100% (1) E dengan E adalah tenagan puncak dari sumber referensi. Nilai resolusi yang semakin kecil menunjukkan resolusi yang semakin baik. Detektor yang memiliki resolusi yang tinggi adalah detektor yang mampu memisahkan dua puncak tenaga yang sangat berdekatan. Efisiensi detektor, dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya cacah dengan aktivitas mutlak sumber yaitu cacah pancaran radiasi yang dihasilkan oleh sumber ke segala arah (4π). Kemampuan detektor untuk menerima pancaran radiasi dapat dipengaruhi oleh jarak sumber radiasi dengan detektor, medium antara detektor dengan sumber radiasi dan besarnya volume aktif detektor (sintilator). Makin besar volume aktifnya makin banyak jumlah cacah radiasi yang dapat diterima oleh detektor. Dengan memperhatikan faktor geometri dan faktor dari sumber, efisiensi detektor dinyatakan dengan persamaan: N η = 100% (2) AotφFY dengan N = cacah pulsa, A o = aktivitas awal sumber radiasi, t = selang waktu aktivitas awal sumber radiasi sampai dengan t. Ф = faktor geometri, F = faktor koreksi dan Y = persentase gamma yang dipancarkan sumber (yield). Gambar 3. Diagram blok sistem deteksi radiasi γ dengan Multi Channerl Analyzer Faktor geometri berhubungan dengan medium antara detektor dan sumber radiasi serta bentuk sumber radiasi. Untuk sumber radiasi yang berbentuk silinder

14 207 Syamsul Bahri / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : (gambar 4), faktor geometri dihitung dengan persamaan berikut [6]: 1 φ = 1 2 d 2 2 ( d + R 2 ) 1 (3) Jika Ф = 1 penyebarannya dikatakan 4π karena detektor menerima semua radiasi dari sumber. Jika Ф = 0,5 penyebarannya dikatakan 4π yaitu detektor hanya menerima setengah dari radiasi yang berasal dari sumber. 3. Hasil Dan Pembahasan Dari spektrum sumber radiasi yang diperoleh, spektrum Cs-137 dari detektor NaI(Tl) dan CsI(Tl) memiliki satu puncak spektrum. Ini sesuai dengan banyaknya energi yang dimilikinya. Spektrum Co-60 dari detektor NaI(Tl) dan CsI(Tl) memiliki dua puncak spektrum tenaga sesuai dengan banyak energi yang dimilikinya. Namun dari hasil yang diperoleh yaitu gambar 4 terlihat bahwa detektor CsI(Tl) tidak mampu menampakkan kedua puncak dari sumber Co-60. Demikian juga halnya untuk spektrum Eu-152, dimana detektor NaI(Tl) mampu menampakkan jumlah puncak tenaga yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh detektor CsI(Tl). Ini disebabkan karena perbandingan jumlah noise terhadap jumlah cacah spektrum tenaga sangat besar. Gambar 5. Spektrum tenaga Co-60 dari detektor NaI(Tl) dan CsI(Tl) Gambar 6. Spektrum tenaga Eu-152 dari detektor NaI(Tl) dan CsI(Tl) Spektrum tenaga yang dihasilkan oleh detektor CsI(Tl) menyebar dibandingkan dengan spektrum yang dihasilkan oleh detektor NaI(Tl). Hal ini dikarenakan intensitas tenaga puncak spektrum yang dihasilkan oleh detektor CsI(Tl) memiliki ralat yang cukup besar jika dibandingkan dengan intensitas tenaga puncak spektrum yang dihasilkan oleh detektor NaI(Tl). Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan profil spektrum yang sempit (baik) jika menggunakan detektor CsI(Tl). Gambar 4. Spektrum tenaga Cs-137 dari detektor NaI(Tl) dan CsI(Tl) Resolusi kedua detektor ditentukan untuk sepektrum Cs_137 dengan menggunakan persamaan (1). Dari data MCA pengaktifan sistem ROI diperoleh data sebagai berikut:

15 Syamsul Bahri / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : Tabel 1. Data pengaktifan sistem ROI MCA Dari data diatas, diperoleh resolusi untuk detektor NaI(Tl) sebesar 10,22% dan untuk detektor CsI(Tl) sebesar 10,96%. Dari hasil hitungan ini dapat dikatakan bahwa resolusi detektor NaI(Tl) lebih baik dibandingkan dengan resolusi detektor CsI(Tl). Secara fisik, resolusi detektor NaI(Tl) lebih baik dibandingkan dengan resolusi detektor CsI(Tl). Kenyataan ini dapat dilihat dari spektrum tenaga puncak yang dihasilkan oleh detektor NaI(Tl), yang lebih ramping dibandingkan dengan spektrum tenaga puncak yang dihasilkan oleh detektor CsI(Tl). Efisiensi detektor ditentukan dari pengukuran sumber radiasi Cs-137. Dari hasil pengujian dengan detektor NaI(Tl) dan CsI(Tl) diperoleh data sebagai berikut: Tabel 2. Data pengujian detektor. Konsekuensinya adalah kanal energi yang diasosiasikan dengan puncak energi akan berbeda. 2. Perbedaan material scintilator, sintilator CsI(Tl) memiliki warna putih sedangkan NaI(Tl) berwarna terang (clear) sehingga respon photodioda pada detektor NaI(Tl) lebih baik dan lebih efektif dari pada detektor CsI(Tl) sebagai sintilator. 3. Perbedaan ketebalan material sintilator, Pada prinsipnya, ketebalan yang besar akan memberikan interaksi yang lebih baik. Ketebalan material sintilasi CsI(Tl) adalah 10 mm sedangkan ketebalan material NaI(Tl) adalah 50 mm. 4. Kesimpulan Berdasarkan bentuk spektrum dan resolusi yang diperoleh, kedua detektor memiliki sifat dan kinerja yang mendekati sama. Dari sudut efisiensi, dengan memperhitungkan faktor koreksi, ternyata detektor CsI(Tl) lebih unggul dibandingkan detektor NaI(Tl). Kedua detektor memiliki kemampuan untuk mendeteksi radiasi γ sebab dari bentuk spektrum yang dihasilkan keduanya dapat menampilkan puncak tenaga dari masing-masing sumber radiasi standar (Cs-137 dan Co-60) yang digunakan namun ada keterbatasan pada detektor CsI(Tl) ketika mendeteksi sumber radiasi yang memiliki puncak spektrum tenaga yang banyak seperti Eu-152. Dengan menggunakan persamaan (2) diperoleh efisiensi detektor NaI(Tl) sebesar 1,408% dan efisiensi detektor CsI(Tl) sebesar 2,014%. Dari hasil ini terlihat bahwa dtektor CsI(Tl) memiliki efisiensi yang lebih besar daripada detektor NaI(Tl). Perbedaan-perbedaan hasil yang diperoleh untuk kedua detektor di atas dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1. Perbedaan pada sistem detektor, sespon detektor tergantung pada bagaimana sinyal dikonversi ke dalam sinyal elektronik dan diperkuat dengan preamplifier. Kedua detektor memiliki perbedaan preamplifier dalam memperkuat sinyal. Dari beberapa aspek detektor CsI(Tl) masih memiliki kelebihan dibandingkan dengan detektor NaI(Tl) diantaranya lebih murah, ekonomis, praktis dalam penggunaannya karena bentuknya yang kecil dan kompak dan lebih hemat penyedia daya listrik yang digunakan yaitu ± 24 Volt untuk detektor CsI(Tl) sedangkan untuk detektor NaI(Tl) penyedia daya listrik yang digunakan berkisar diantara 500 Volt sampai 1200 Volt. Daftar Pustaka [1] Krane, K., Fisika Modern, 1992, UI Press, Jakarta. [2] Sumiardi, Y., 2003, Sistem Sensor Optik Berbasis Photodioda Siemens BPW34, 2003, Skripsi S1, Universitas Gadjah Mada. [3] Setyadi, W.S., Sanyoto, N.T. dan Juningram, Perakitan Detektor Sintilasi CsI(Tl), 2001, Prosiding PPI

16 209 Syamsul Bahri / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, P3TM BATAN, Yogyakarta, 7-8 Agustus. [4] Suparta, G.B., Focusing Computed Tomography Scanner, 1999, Disertasi, Monash University, Victoria, Australia. [5] Susetyo, W., Spektroskopi Gamma dan Penerapannya dalam Pengaktifan Neutron, 1988, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. [6] Tsoulfanidis, N., Measurement and Detection of Radioation, 1972, Helmisphere Publishing Corporation, New York, London.

17 Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri Charles Banon Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia. Diterima 7 September 2006; Disetujui 24 Desember 2006 Abstrak- Studi interaksi molekul NH 3 pada permukaan Cr(111) menggunakan program QCMP 116 yang dijalankan dengan IBM PC Compatible (Pentium III, 660 MHz) telah dilakukan. Permukaan ini terdiri dari 20 atom dengan tiga lapisan. Sebuah NH 3 (dengan bidang molekul planar dibuat sejajar atau tegak lurus bidang permukaan), pada berbagai posisi jatuh dioptimasi tiga dimensi dengan program tersebut. Hasil perhitungan binding energi NH 3 (BE(NH 3 )) pada permukaan dan panjang ikatan antar atom pada kondisi optimal memperlihatkan: molekul NH 3 dengan bidang molekul sejajar bidang permukaan menuju atom permukaan lapisan satu dan tiga, teradsorpsi kimia lemah dengan rentang BE(NH 3 ) 0,9797 1,3421 ev/molekul dan yang menuju lapisan kedua diuraikan oleh permukaan. Molekul NH 3 yang mendatangi permukaan dengan bidang molekul tegak lurus permukaan teradsorpsi secara fisika (sangat lemah) mempunyai rentang BE(NH 3 ) 0,4903 0,5614 ev/molekul. Kata Kunci: Adsorpsi; Energi ikatan. 1. Pendahuluan Sintesis amoniak dari unsurnya nitrogen dan hidrogen dengan menggunakan katalis besi sudah lama dikenal. Disosiasi N 2 pada permukaan katalis merupakan proses yang berlangsung lambat [7]. Kecepatan adsorpsi N 2 pada permukaan logam besi tergantung pada struktur permukaan besi tersebut. Berbagai eksperimen tentang proses katalisis pada bermacam permukaan besi telah dilakukan. Dari eksperimen tersebut diketahui bahwa permukaan Fe (111) sangat aktif yaitu ± 25 kali lebih aktif dari permukaan Fe (100) dan ± 400 kali lebih aktif dari permukaan Fe (110). Sedangkan perbandingan kecepatan adsorpsi N 2 pada Fe (111), (100) dan (110) tersebut pada suhu 275 o C adalah 60 : 3 : 1 (3). Dari percobaan selanjutnya telah dipelajari dan dibandingkan proses disosiasi N 2 pada permukaan (111) antara Fe, Cr, dan Cu, didapat bahwa atom Cr paling reaktif untuk mendisosiasi N 2 (6). Kemudian Dowben et al., (1991) mendapatkan energi desorpsi molekul N 2 pada Cr lebih kecil dibandingkan dari yang diamati pada logam transisi lain termasuk besi. Ini berarti bahwa permukaan Cr lebih reaktif dari permukaan logam transisi lain. Logam ini mungkin dapat digunakan sebagai katalis pembentuk NH 3 secara langsung maupun tidak langsung. Walau demikian kesuksesan menghasilkan NH 3 tidak hanya ditentukan oleh proses disosiasi, tetapi akhir dari proses, apakah NH 3 yang terbentuk akan diadsorpsi secara lemah, kuat atau bahkan diuraikan oleh katalis juga sangat menentukan. Maka perlu dipelajari bagaimana proses adsorpsi/desorpsi NH 3 pada permukaan Cr. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari adsorpsi/desorpsi molekul NH 3 pada permukaan katalis dengan menggunakan metoda Calzaferri yang diolah dengan bantuan komputer IBM-PC (Pentium III, 660 MHz). Permukaan yang diamati adalah Cr dengan irisan permukaan (111) yang terdiri dari 3 lapisan permukaan dengan jumlah atom 20. Sedangkan sebuah molekul NH 3 mendatangi permukaan logam dengan arah bidang molekul (D 3h ) horizontal (bidang molekul sejajar bidang permukaan logam, α = 0 o ) dengan beberapa posisi jatuh yang berbeda, dan arah vertikal (bidang molekul tegak lurus bidang permukaan logam, α = 90 o ) dengan beberapa posisi jatuh yang berbeda pula. Sistem Kristal Pada tahun 1984, Bravis memperkenalkan 14 jenis kristal, dan salah satunya berbentuk kubus [2]. Ada 3 tipe kristal kubus, yaitu kubus sederhana (Simple Cubic), kubus berpusat muka (Face Centered Cubic /

18 211 Charles Banon / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : FCC) dan kubus berpusat tubuh (Body Centered Cubic / BCC). Pada struktur BCC setiap atom mempunyai 8 buah atom tetangga terdekat, atau bilangan koordinasi setiap atom adalah 8. Dalam struktur ini, atom-atom menempati 68% dari ruang yang tersedia. Besi dan khrom adalah beberapa contoh dari logam transisi yang memiliki struktur kristal BCC (5). Gambar 1 memperlihatkan ketiga tipe kristal kubus untuk irisan permukaan (111), (110) dan (100). Kemudian Dowben et al. (1991) mendapatkan energi desorpsi molekul N 2 pada Cr lebih kecil dibandingkan dari yang diamati pada logam transisi lain termasuk besi. Ini berarti bahwa permukaan Cr lebih reaktif dari permukaan logam transisi lain. Di samping dapat mendisosiasi N 2, ternyata katalis logam tersebut juga akan mengadsorpsi gas NH 3, hal ini dikarenakan gas NH 3 mudah teradsorpsi terhadap bahan-bahan yang mempunyai daya serap yang baik (1). 2. Metoda Penelitian Alat yang digunakan adalah, IBM PC (Pentium III, 660MHz), Printer HP Destjet 3920, Disket program QCMP (Calzaferri) Sistem yang diamatistruktur irisan Cr(111) yang akan diamati dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 1. Skema Tipe Struktur Kristal BCC (111), (110), (100) Sintesis Amonia dengan Katalis Cr(111) Peran katalis pada reaksi pembentukan amonia yang diharapkan adalah sebagai media yang dapat mendisosiasi gas N 2, dengan cara mengadsorpsi gas N 2 tersebut, baik secara atomik maupun molekuler. Kecepatan adsorpsi N 2 pada katalis inilah yang menjadi penentu kecepatan reaksi pembentukan amonia. Kecepatan adsorpsi N 2 pada permukaan logam besi ataupun krom tergantung pada struktur permukaan logam tersebut. Berbagai eksperimen tentang proses katalis pada bermacam permukaan besi/krom telah dilakukan. Dari eksperimen tersebut diketahui bahwa permukaan Fe (111) sangat aktif, yaitu ± 25 kali lebih aktif dari permukaan Fe (100) dan ± 400 kali lebih aktif dari permukaan Fe (110). Sedangkan perbandingan kecepatan adsorpsi N 2 pada Fe (111), (100) dan (110) tersebut pada suhu 275 o C adalah 60 : 3 : 1 (3). Dari percobaan selanjutnya telah dipelajari dan dibandingkan proses disosiasi N 2 pada permukaan (111) antara Fe, Cr, dan Cu, didapat bahwa atom Cr paling reaktif untuk mendisosiasi N 2 (6). Gambar 2. Struktur permukaan Cr(111), sumbu Z tegak lurus bidang gambar 1-10 : lapisan satu : lapisan dua 11, 12, : lapisan tiga Senyawa yang diamati adalah NH 3 yang mendatangi permukaan logam Cr dengan irisan permukaan (111), baik secara Horizontal (bidang molekul sejajar bidang permukaan, α = 0 o ) maupun Vertikal (bidang molekul tegak lurus bidang permukaan, α = 90 o ) dengan beberapa posisi jatuh yang berbeda. Adapun posisi jatuh yang diamati sebanyak 20 untuk arah jatuh horizontal dan 4 untuk arah jatuh vertikal. Pada penelitian ini yang dilakukan adalah optimasi 3 dimensi (panjang ikatan, sudut ikatan dan sudut antar bidang) dengan menggunakan program Calzaferri, sehingga didapatkan energi total dari struktur dalam keadaan optimal.

19 Charles Banon / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : Metoda ini memerlukan masukan data suatu molekul sebagai berikut : Parameter atom-atom penyusun molekul, Koordinat internal, yang berfungsi untuk menentukan vektor berdasarkan posisi atom-atom dalam koordinat tersebut. Jumlah, jenis dan muatan atom pada molekul. Jumlah atom dummy. Jenis variasi (jarak antara atom atau panjang ikatan (l), sudut antar vektor/sudut ikatan/bond angle (α), sudut antar bidang/dihedral angle (δ)), jumlah variasi yang diinginkan, jumlah vektor yang divariasikan, selisih antar variasi (increment). merupakan jarak optimum N-H dalam keadaan bebas, < HNH = 120 o merupakan sudut struktur segitiga planar (D 3h ). Tabel 2. Koordinat internal atom-atom penyusun permukaan Cr(111) Adapun parameter atom yang digunakan untuk perhitungan dalam program termuat dalam Tabel 1 (8). Tabel 1. Parameter atom yang digunakan dalam perhitungan 3. Hasil Dan Diskusi Keterangan: n = bil. Kuantum utama, ξ = eksponen orbital VSIE = Valence State Ionization Energi, C = koefisien orbital atom. Parameter Cr dari Yuhernita, 1999, N dari Program Calzaferri, H dari Kusuma, 2001 Sebelum melakukan optimasi, terlebih dahulu dibuat masukan data pada program, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Memperkirakan struktur geometri permukaan Cr(111) yang diamati, dan posisi molekul NH 3 yang mendatangi permukaan tersebut. Kemudian semua atom pada struktur diberi nomor sehingga posisi atom-atom tersebut dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian.. b. Menentukan vektor antara 2 buah atom dan membuat perkiraan panjang ikatan (panjang vektor), sudut ikatan dan sudut antar bidang yang memuat masing-masing vektor dalam koordinat internal Tabel 2. Untuk molekul NH 3 yang mendatangi permukaan Cr(111), panjang ikatan N terhadap permukaan 1,5Å bila tanpa dummy dan 1Å bila pakai dummy seperti yang digambarkan pada Lampiran 1. rn-h = 0,992 Å Optimasi dilakukan secara manual. Set optimasi diulang terus, sehingga beda E T dari dua set berurutan < 1 x 10-5 ev. Diharapkan pada saat itu l = Å, dan α, δ = 0.10 o, Selanjutnya dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap sebuah molekul NH 3 yang mendatangi permukaan logam Cr(111) dengan bidang molekul horizontal dan vertikal terhadap bidang permukaan logam pada berbagai posisi jatuh. Jarak mula-mula atom N ke atom permukaan untuk lapisan 1 adalah 1,5 Å dan 1 Å apabila NH 3 menuju lapisan yang lainnya ataupun menuju pertengahan antara dua atom permukaan. Analisis terhadap sifat adsorpsi molekul NH 3 pada permukaan logam akibat variasi posisi jatuh ini dibuat berdasarkan jarak antara atom N dengan atom permukaan (r Cr-N), atom H dengan atom permukaan (r Cr-H), atom N dengan atom H (r N-H) serta jarak antara atom H dengan atom H (r H-H) dalam keadaan optimal. Ikatan antara masing-masing atom ini secara umum dikatakan putus apabila jarak antara keduanya > 2,2 Å. Diasumsikan sebelum putus kedua atom terikat secara fisika dahulu (2,2 2,3 Å). Bila kedua atom

20 213 Charles Banon / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 1 Januari 2007 : tersebut adalah N dan H maka NH 3 diasumsikan diuraikan oleh permukaan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat ditentukan apakah NH 3 diuraikan atau diadsorpsi oleh permukaan. Selanjutnya NH 3 diadsorpsi secara kimia atau fisika. Namun demikian baik atau kurang baiknya sifat katalis dari permukaan logam Cr(111) tidak hanya ditentukan oleh mudah tidaknya logam mendesorpsi molekul NH 3 saja. Ketahanan katalis dan kemurnian produk yang dihasilkan juga merupakan indikator yang harus diamati secara langsung. mempunyai BE(NH 3 ) lebih besar dari a, dimana dua atom dari molekul NH 3 diikat oleh Cr yang berbeda pada permukaan (Contoh No 1-7 Pada Tabel 3). Tipe a mempunyai BE(NH 3 ) lebih kecil dari b (Contoh No 8-15). Keadaan ini memberikan kemungkinan bahwa struktur a akan lebih mudah didesorpsi oleh permukaan. Arah Jatuh Horizontal Tabel 3. Hasil optimasi molekul NH 3 yang medatangi permukaan logam Cr(111) pada berbagai posisi. Gambar 3. Tipe struktur ikatan NH 3 terhadap permukaan logam, a : Hanya atom N yang terikat pada permukaan, b : Atom N dan salah satu H terikat pada permukaan. Hasil optimasi NH 3 horizontal yang atom N nya mendatangi permukaan logam pada lapisan kedua, memperlihatkan molekul NH 3 diuraikan oleh permukaan. Keadaan ini pada Tabel 3 diberi keterangan putus, yang artinya dua dari tiga ikatan N-H sudah putus dan terbentuk beberapa fragmen. Salah satu atom H akan lepas / terbang sementara atom N dan H lainnya berikatan kuat dengan atom Cr yang berlainan pada permukaan logam. Hal serupa juga terjadi terhadap NH 3 horizontal yang mendatangi permukaan logam lapisan pertama pada posisi ditengah antara atom No 7 dan 8 (atom pada pinggir permukaan). Pada Tabel 3 NH 3 yang diuraikan oleh permukaan adalah No // artinya molekul NH 3 mendatangi permukaan secara horizontal. 9, 1-2 artinya atom N diarahkan ke atom Cr No 9, sebuah ikatan N-H sejajar garis yang menghubungkan atom 1-2. ½ (1-5) artinya atom N diarahkan ditengah-tengah garis yang menghubungkan atom No 1 dan 5 9, NH 9 artinya molekul NH 3 mendatangi permukaan secara vertikal, salah satu NH menuju 9 1,7360 (9) artinya jarak atom terhadap atom Cr No 9 adalah 1,7360 Å. * NH 3 Terurai sehingga data tidak dituliskan. Ada dua tipe struktur ikatan NH 3 horizontal pada permukaan Cr(111), a dan b (Gambar 5). Struktur b Secara keseluruhan molekul NH 3 yang mendatangi permukaan secara horizontal umumnya akan diikat secara kimia dengan masing-masing interval BE(NH 3 ) dan r(cr-n) adalah 0,9797-1,3440 ev/molekul dan 1,7360-1,9180 Å. Untuk permukaan Fe(111) dengan struktur yang sama masing-masing 1,9380-2,2130 ev/molekul dan 1,4920-1,6390 Å (Efendi, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa Cr(111) akan lebih mudah untuk mendesorpsi NH 3 dari pada Fe(111). Arah Jatuh Vertikal Molekul NH 3 yang mendatangi permukaan logam secara vertikal (NH 3 vertikal) hanya akan berikatan secara fisika pada atom-atom permukaan dengan r(cr-

Perbandingan Kinerja Detektor NaI(Tl) Dengan Detektor CsI(Tl) Pada Spektroskopi Radiasi Gamma

Perbandingan Kinerja Detektor NaI(Tl) Dengan Detektor CsI(Tl) Pada Spektroskopi Radiasi Gamma Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 204-209 Perbandingan Kinerja Detektor NaI(Tl) Dengan Detektor CsI(Tl) Pada Spektroskopi Radiasi Gamma Syamsul Bahri Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri

Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 210-214 Studi Adsorpsi Molekul Nh 3 Pada Permukaan Cr(111) Menggunakan Program Calzaferri Charles Banon Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA SISTEM DETEKSI ANTARA DETEKTOR NaI(Tl) DAN CsI(Tl) UNTUK PERANGKAT RENOGRAF PORTABEL JINJING

KAJIAN KINERJA SISTEM DETEKSI ANTARA DETEKTOR NaI(Tl) DAN CsI(Tl) UNTUK PERANGKAT RENOGRAF PORTABEL JINJING KAJIAN KINERJA SISTEM DETEKSI ANTARA DETEKTOR NaI(Tl) DAN CsI(Tl) UNTUK PERANGKAT RENOGRAF PORTABEL JINJING Joko Sumanto, Sigit Bachtiar, Abdul Jalil Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir-BATAN-Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

Kalibrasi Sistem Tomografi Komputer Dengan Metode Perbandingan Jumlah Cacah Puncak Spektrum Berbasis Detektor Photodioda CsI(Tl)

Kalibrasi Sistem Tomografi Komputer Dengan Metode Perbandingan Jumlah Cacah Puncak Spektrum Berbasis Detektor Photodioda CsI(Tl) Jurnal Gradien Vol.1 No.2 Juli 2005 : 56-63 Kalibrasi Sistem Tomografi Komputer Dengan Metode Perbandingan Jumlah Cacah Puncak Spektrum Berbasis Detektor Photodioda CsI(Tl) Syamsul Bahri 1, Gede Bayu Suparta

Lebih terperinci

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id DETEKTOR RADIASI NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id nanikdn@uns.ac.id - Metode deteksi radiasi didasarkan pd hasil interaksi radiasi dg materi: proses ionisasi & proses eksitasi -

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) Veetha Adiyani Pardede M0209054, Program Studi Fisika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah email: veetha_adiyani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R4 EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil dan Verifikasi Hasil simulasi model meliputi sirkulasi arus permukaan rata-rata bulanan dengan periode waktu dari tahun 1996, 1997, dan 1998. Sebelum dianalisis lebih

Lebih terperinci

X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF)

X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) Philips Venus (Picture from http://www.professionalsystems.pk) Alat X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) memanfaatkan sinar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina

Fase Panas El berlangsung antara bulan dengan periode antara 2-7 tahun yang diselingi fase dingin yang disebut dengan La Nina ENSO (EL-NINO SOUTERN OSCILLATION) ENSO (El Nino Southern Oscillation) ENSO adalah peristiwa naiknya suhu di Samudra Pasifik yang menyebabkan perubahan pola angin dan curah hujan serta mempengaruhi perubahan

Lebih terperinci

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si.

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si. DETEKTOR RADIASI INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Alat deteksi sinar radioaktif atau sistem pencacah radiasi dinamakan detektor radiasi. Prinsip: Mengubah radiasi menjadi

Lebih terperinci

Sistem Pencacah dan Spektroskopi

Sistem Pencacah dan Spektroskopi Sistem Pencacah dan Spektroskopi Latar Belakang Sebagian besar aplikasi teknik nuklir sangat bergantung pada hasil pengukuran radiasi, khususnya pengukuran intensitas ataupun dosis radiasi. Alat pengukur

Lebih terperinci

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021)

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021) ALAT UKUR RADIASI Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta 10350 Telepon : (021) 230 1266 Radiasi Nuklir Secara umum dapat dikategorikan menjadi: Partikel bermuatan Proton Sinar alpha

Lebih terperinci

Penentuan Spektrum Energi dan Energi Resolusi β dan γ Menggunakan MCA (Multi Channel Analizer)

Penentuan Spektrum Energi dan Energi Resolusi β dan γ Menggunakan MCA (Multi Channel Analizer) Penentuan Spektrum Energi dan Energi Resolusi β dan γ Menggunakan MCA (Multi Channel Analizer) 1 Mei Budi Utami, 2 Hanu Lutvia, 3 Imroatul Maghfiroh, 4 Dewi Karmila Sari, 5 Muhammad Patria Mahardika Abstrak

Lebih terperinci

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R3 EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza Andiana

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar

Tinjauan Pustaka. II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Variabilitas ARLINDO di Selat Makassar Matsumoto dan Yamagata (1996) dalam penelitiannya berdasarkan Ocean Circulation General Model (OGCM) menunjukkan adanya variabilitas

Lebih terperinci

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA) Veetha Adiyani Pardede M2954, Program Studi Fisika FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami 36 A, Kentingan, Surakarta, Jawa Tengah email: veetha_adiyani@yahoo.com ABSTRAK Aras-aras inti dipelajari

Lebih terperinci

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut Oleh : Martono, Halimurrahman, Rudy Komarudin, Syarief, Slamet Priyanto dan Dita Nugraha Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Penentuan Efisiensi Beta Terhadap Gamma Pada Detektor Geiger Muller

Penentuan Efisiensi Beta Terhadap Gamma Pada Detektor Geiger Muller Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Artikel 0854-0675 Penelitian Volume 15, Nomor 2, April 2007 Artikel Penelitian: 73-77 Penentuan Efisiensi Beta Terhadap Gamma Pada Detektor Geiger Muller M. Azam 1,

Lebih terperinci

PENGARUH ANOMALI SUHU MUKA LAUT (SML) SAMUDERA PASIFIK TERHADAP CURAH HUJAN PROPINSI BENGKULU. Irkhos 1) dan M. Sutarno 2)

PENGARUH ANOMALI SUHU MUKA LAUT (SML) SAMUDERA PASIFIK TERHADAP CURAH HUJAN PROPINSI BENGKULU. Irkhos 1) dan M. Sutarno 2) PENGARUH ANOMALI SUHU MUKA LAUT (SML) SAMUDERA PASIFIK TERHADAP CURAH HUJAN PROPINSI BENGKULU Irkhos 1) dan M. Sutarno 2) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Bengkulu, Jl Raya Kandang Limun Bengkulu, Telp

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar dan Laboratorium Pemodelan Jurusan Fisika Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi. PERCOBAAN R2 EKSPERIMEN RADIASI β DAN γ Dosen Pembina : Drs. R. Arif Wibowo, M.

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi. PERCOBAAN R2 EKSPERIMEN RADIASI β DAN γ Dosen Pembina : Drs. R. Arif Wibowo, M. Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R2 EKSPERIMEN RADIASI β DAN γ Dosen Pembina : Drs. R. Arif Wibowo, M.Si Septia Kholimatussa diah* (891325), Mirza Andiana D.P.*

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R1 EKSPERIMEN DETEKTOR GEIGER MULLER Dosen Pembina : Drs. R. Arif Wibowo, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh

2. TINJAUAN PUSTAKA. oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Laut dan Metode Pengukurannya Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1PHOTODIODA Dioda foto adalah jenis dioda yang berfungsi mendeteksi cahaya. Berbeda dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1PHOTODIODA Dioda foto adalah jenis dioda yang berfungsi mendeteksi cahaya. Berbeda dengan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1PHOTODIODA Dioda foto adalah jenis dioda yang berfungsi mendeteksi cahaya. Berbeda dengan dioda biasa, komponen elektronika ini akan mengubah cahaya menjadi arus listrik. Cahaya

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi

Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi Latar Belakang Radiasi nuklir tidak dapat dirasakan oleh panca indera manusia oleh karena itu alat ukur radiasi mutlak diperlukan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG PADA CEROBONG IRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

ANALISIS UNSUR RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG PADA CEROBONG IRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA No.05 / Tahun III April 2010 ISSN 1979-2409 ANALISIS UNSUR RADIOAKTIVITAS UDARA BUANG PADA CEROBONG IRM MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA Noviarty, Sudaryati, Susanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir -

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

PENGUKURAN RADIOAKTIF MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI, STUDI KASUS LUMPUR LAPINDO

PENGUKURAN RADIOAKTIF MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI, STUDI KASUS LUMPUR LAPINDO PENGUKURAN RADIOAKTIF MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI, STUDI KASUS LUMPUR LAPINDO Insan Kamil Institut Teknologi Bandung Abstrak Pengukuran radioaktif dengan metode scintillation menggunakan detektor NaI untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

DETEKTOR JUMLAH BARANG DI MINIMARKET MENGGUNAKAN SENSOR INFRARED DAN PPI 8255 SEBAGAI INTERFACE

DETEKTOR JUMLAH BARANG DI MINIMARKET MENGGUNAKAN SENSOR INFRARED DAN PPI 8255 SEBAGAI INTERFACE DETEKTOR JUMLAH BARANG DI MINIMARKET MENGGUNAKAN SENSOR INFRARED DAN PPI 8255 SEBAGAI INTERFACE Oleh : Ovi Nova Astria (04105001) Pembimbing : Didik Tristanto, S.Kom., M.Kom. PROGRAM STUDI SISTEM KOMPUTER

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI MASALAH

BAB III DESKRIPSI MASALAH BAB III DESKRIPSI MASALAH 3.1 Perancangan Hardware Perancangan hardware ini meliputi keseluruhan perancangan, artinya dari masukan sampai keluaran dengan menghasilkan energi panas. Dibawah ini adalah diagram

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Karakterisasi XRD. Pengukuran

Karakterisasi XRD. Pengukuran 11 Karakterisasi XRD Pengukuran XRD menggunakan alat XRD7000, kemudian dihubungkan dengan program dikomputer. Puncakpuncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional PDL.PR.TY.PPR.00.D03.BP 1 BAB I : Pendahuluan BAB II : Prinsip dasar deteksi dan pengukuran radiasi A. Besaran Ukur Radiasi B. Penggunaan C.

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab ini menjelaskan tentang perancangan sistem alarm kebakaran menggunakan Arduino Uno dengan mikrokontroller ATmega 328. yang meliputi perancangan perangkat keras (hardware)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE KARAKTERISTIK RATA-RATA SUHU MAKSIMUM DAN SUHU MINIMUM STASIUN METEOROLOGI NABIRE TAHUN 2006 2015 OLEH : 1. EUSEBIO ANDRONIKOS SAMPE, S.Tr 2. RIFKI ADIGUNA SUTOWO, S.Tr

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN : PRISMA FISIKA, Vol. II, No. (24), Hal. - 5 ISSN : 2337-824 Kajian Elevasi Muka Air Laut Di Selat Karimata Pada Tahun Kejadian El Nino Dan Dipole Mode Positif Pracellya Antomy ), Muh. Ishak Jumarang ),

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengukuran resistivitas dikhususkan pada bahan yang bebentuk silinder. Rancangan alat ukur ini dibuat untuk mengukur tegangan dan arus

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN X-RAY FLUORESENCE (XRF)

ANALISIS KERUSAKAN X-RAY FLUORESENCE (XRF) ISSN 1979-2409 Analisis Kerusakan X-Ray Fluoresence (XRF) (Agus Jamaludin, Darma Adiantoro) ANALISIS KERUSAKAN X-RAY FLUORESENCE (XRF) Agus Jamaludin, Darma Adiantoro Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource,

BAB II DASAR TEORI. Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource, BAB II DASAR TEORI 2.1 ARDUINO Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat opensource, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai bidang.

Lebih terperinci

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b

Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b Variabilitas Suhu dan Salinitas Perairan Selatan Jawa Timur Riska Candra Arisandi a, M. Ishak Jumarang a*, Apriansyah b a Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, b Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi

Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi Jurnal Gradien Vol. 2 No. 2 Juli 2006 : 161-166 Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi Zul Bahrum Caniago Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN

BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN BAB II TEORI DASAR SISTEM C-V METER PENGUKUR KARAKTERISTIK KAPASITANSI-TEGANGAN 2.1. C-V Meter Karakteristik kapasitansi-tegangan (C-V characteristic) biasa digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan

BAB III PERANCANGAN ALAT. Gambar 3.1 Diagram Blok Pengukur Kecepatan BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 PERANCANGAN PERANGKAT KERAS Setelah mempelajari teori yang menunjang dalam pembuatan alat, maka langkah berikutnya adalah membuat suatu rancangan dengan tujuan untuk mempermudah

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI

PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI PENGARUH FENOMENA GLOBAL DIPOLE MODE POSITIF DAN EL NINO TERHADAP KEKERINGAN DI PROVINSI BALI Maulani Septiadi 1, Munawar Ali 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

OXEA - Alat Analisis Unsur Online

OXEA - Alat Analisis Unsur Online OXEA - Alat Analisis Unsur Online OXEA ( Online X-ray Elemental Analyzer) didasarkan pada teknologi fluoresens sinar X (XRF) yang terkenal di bidang laboratorium. Dengan bantuan dari sebuah prosedur yang

Lebih terperinci

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN diperkuat oleh rangkainan op-amp. Untuk op-amp digunakan IC LM-324. 3.3.2.2. Rangkaian Penggerak Motor (Driver Motor) Untuk menjalankan motor DC digunakan sebuah IC L293D. IC L293D dapat mengontrol dua

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2 Hendri, Elvaswer Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang,

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA OPTIMASI PENGUKURAN KEAKTIVAN RADIOISOTOP Cs-137 MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA NOVIARTY, DIAN ANGGRAINI, ROSIKA, DARMA ADIANTORO Pranata Nuklir Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Abstrak OPTIMASI

Lebih terperinci

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM

BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM 1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT; ANALISIS & PREDIKSI CURAH HUJAN DASARIAN II FEBRUARI 2018 BIDANG ANALISIS VARIABILITAS IKLIM OUTLINE Analisis dan Prediksi Angin, dan Monsun; Analisis OLR; Analisis dan

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya - 2 Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya Missa Lamsani Hal 1 SAP Semikonduktor tipe P dan tipe N, pembawa mayoritas dan pembawa minoritas pada kedua jenis bahan tersebut. Sambungan P-N, daerah deplesi

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018

PRAKIRAAN MUSIM 2017/2018 1 Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenannya, kami dapat menyelesaikan Buku Prakiraan Musim Hujan Tahun Provinsi Kalimantan Barat. Buku ini berisi kondisi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data 7 jam dan disonikasi selama jam agar membran yang dihasilkan homogen. Langkah selanjutnya, membran dituangkan ke permukaan kaca yang kedua sisi kanan dan kiri telah diisolasi. Selanjutnya membran direndam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Pontianak, 1 April 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI SIANTAN PONTIANAK. WANDAYANTOLIS, S.Si, M.Si NIP KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak pada tahun 2016 menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau dan Prakiraan Musim Hujan. Pada buku Prakiraan Musim Kemarau 2016

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN

BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN BAB III PERANCANGAN DAN CARA KERJA RANGKAIAN 3.1 Diagram Blok Rangkaian Secara Detail Pada rangkaian yang penulis buat berdasarkan cara kerja rangkaian secara keseluruhan penulis membagi rangkaian menjadi

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S.

KATA PENGANTAR REDAKSI. Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si. Penanggung Jawab : Subandriyo, SP. Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. i REDAKSI KATA PENGANTAR Pengarah : Wandayantolis, S. SI, M. Si Penanggung Jawab : Subandriyo, SP Pemimpin Redaksi : Ismaharto Adi, S. Kom Editor : Idrus, SE Staf Redaksi : 1. Fanni Aditya, S. Si 2. M.

Lebih terperinci

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-15 CAKUPAN MATERI

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-15 CAKUPAN MATERI MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-122 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-15 CAKUPAN MATERI 1. EKSITASI ATOMIK 2. SPEKTRUM EMISI HIDROGEN 3. DERET SPEKTRUM HIDROGEN 4. TINGKAT ENERGI DAN

Lebih terperinci

Dualisme Partikel Gelombang

Dualisme Partikel Gelombang Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah

Lebih terperinci

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG

ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER LAUT & PROSPEK CUACA WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR DESEMBER 2016 JANUARI 2017 FORECASTER BMKG EL TARI KUPANG KUPANG, 12 JANUARI 2017 OUTLINE ANALISIS DINAMIKA SKALA GLOBAL Gerak

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG

PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG PENENTUAN KOEFISIEN ABSORBSI DAN IMPEDANSI MATERIAL AKUSTIK RESONATOR PANEL KAYU LAPIS (PLYWOOD) BERLUBANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE TABUNG Sonya Yuliantika, Elvaswer Laboratorium Fisika Material, Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang Abstrak Cuaca akhir-akhir ini sulit diprediksi dan tidak menentu, sering terjadi cuaca ekstrem

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim global sekitar 3 4 juta tahun yang lalu telah mempengaruhi evolusi hominidis melalui pengeringan di Afrika dan mungkin pertanda zaman es pleistosin kira-kira

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51

MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51 MANAJEMEN ENERGI PADA SISTEM PENDINGINAN RUANG KULIAH MELALUI METODE PENCACAHAN KEHADIRAN & SUHU RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLLER AT89S51 TUGAS UTS MATA KULIAH E-BUSSINES Dosen Pengampu : Prof. M.Suyanto,MM

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya 10 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sensor TGS 2610 2.1.1 Gambaran umum Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran gas. Sensor ini merupakan suatu semikonduktor oksida-logam,

Lebih terperinci

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima ABSTRAK EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA Rosmiati STKIP Bima Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki pulau pulau besar dan kecil berada di daerah tropis, menerima radiasi matahari paling banyak

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA

PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA PENGARUH WAKTU PENGAMBILAN SAMPLING PADA ANALISIS UNSUR RADIOAKTIF DI UDARA DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROMETER GAMMA Noviarty, Iis Haryati, Sudaryati, Susanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir-BATAN Kawasan

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci