Penguatan Pelibatan DU/DI dalam Upaya Revitalisasi SMK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penguatan Pelibatan DU/DI dalam Upaya Revitalisasi SMK"

Transkripsi

1 Artikel Penguatan Pelibatan DU/DI dalam Upaya Revitalisasi SMK Oleh : Dedy Iswanto, S.Pd. Guru SMK Diponegoro Lebaksiu Kab. Tegal A. Pengantar Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sesuai dengan nawacita ke-6 yang dicanangkan oleh masa pemerintahan Joko Widodo, sepertinya perlu segera diwujudkan. Untuk mencapai amanah tersebut, pemerintah Indonesia perlu berpikir matang agar dapat meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi, baik secara regional maupun global. Dalam hal ini, sumber daya manusia yang perlu disiapkan yaitu dalam bentuk tenaga kerja terampil. Peningkatan daya saing pada tenaga kerja terampil sangat dibutuhkan dalam rangka pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Disinilah peluang besar yang perlu diraih Indonesia sehingga dapat meningkatkan sektor perekonomian. Menurut data dari Archipelaga Economy, Unleashing Indonesia s Potential (2012), diperlukan tambahan 58 juta tenaga kerja terampil untuk menjadikan ekonomi Indonesia peringkat ke-7 dunia pada tahun Disamping itu, untuk memenangkan sumber daya manusia Indonesia di lingkup regional yaitu ASEAN Economic Community (AEC), terdapat 14 juta lapangan kerja terbuka sampai dengan Sedangkan di lingkup global, adanya penurunan penduduk usia kerja sebanyak 23% di Eropa sejak tahun 2010 sampai dengan 2050 akibat ageing society sehingga Artikel Simposium

2 SDM Indonesia berpeluang penuh untuk memenangkan persaingan tersebut. Inilah tantangan besar yang harus dihadapi pemerintah dalam upaya menciptakan tenaga kerja terampil sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja, dalam hal ini Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI). Peranan sektor pendidikan dalam hal ini kemdikbud dianggap sebagai penentu kebijakan dalam mewujudkan tenaga kerja terampil. Peran kemdikbud dalam upaya menciptakan tenaga kerja terampil perlu dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan pendidikan kejuruan dalam bentuk Sekolah Menegah Kejuruan (SMK). SMK sebagai lembaga penyelenggaraan program pendidikan kejuruan tentunya berkaitan erat dengan ketenagakerjaan. Apalagi tujuan utama penyelenggaraan pendidikan SMK adalah menciptakan lulusannya sebagai tenaga kerja terampil sesuai dengan bidang keahlian serta lulusan SMK dapat terserap oleh DU/DI. Hal ini senada dengan tujuan khusus SMK yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, yaitu menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, dan mengisi lowongan pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya. B. Masalah Sejatinya dengan kian berkembangnya SMK selama ini, semestinya angka tingkat pengangguran yang terjadi di Indonesia akan semakin berkurang. Namun ironisnya, perkembangan SMK selama ini justru hanya menambah angka tingkat pengangguran saja. Realita permasalahan yang terjadi dalam dua tahun terakhir ini, angka tingkat Artikel Simposium

3 pengangguran di Indonesia dari lulusan SMK tidak hanya semakin meningkat, tetapi juga tertinggi jika dibandingkan dari lulusan lain. Ini menunjukkan bahwa penerapan sistem pendidikan di SMK dinilai belum sesuai dengan tujuan SMK yang diharapkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat yang diterbitkan oleh berita pada hari Sabtu, 7 Mei Angka tingkat pengangguran dari lulusan SMK di Indonesia pada bulan Februari 2014 mencapai 7,21%. Hal ini dinilai masih lebih rendah daripada angka tingkat pengangguran dari lulusan SMA yang mencapai 9,10%. Namun, pada bulan Februari 2015, angka tingkat pengangguran dari lulusan SMK menjadi yang tertinggi, yaitu 9,05% atau 1,2 juta orang. Kemudian, pada bulan Februari 2016 dari total pengangguran terbuka mencapai 7,56 juta orang. Angka tingkat pengangguran tertinggi dari lulusan SMK yang bertambah menjadi 9,84%. Namun, angka tingkat pengangguran dari lulusan SMA justru turun menjadi 6,95%. Faktor penyebab tingginya angka tingkat pengangguran dari lulusan SMK karena antara kompetensi yang ditawarkan oleh pemerintah dengan kebutuhan tenaga kerja yang diminta oleh DU/DI dinilai belum relevan. Sehingga terjadi kesenjangan antara jumlah lulusan SMK dengan jumlah peluang kerja atau kebutuhan dunia kerja. Data Direktorat Pembinaan SMK Kemdikbud Tahun 2016 mencatat, ada beberapa kesenjangan yang terjadi antara bidang keahlian pada lulusan SMK dengan ketersediaan kebutuhan tenaga kerja. Pada lulusan SMK bidang kelautan dan perikanan (maritim) hanya orang, sedangkan kebutuhan tenaga kerja mencapai orang. Di bidang agribisnis dan agroteknologi (pertanian), kebutuhan tenaga kerja di bidang tersebut sebanyak orang, sedangkan lulusan SMK yang tersedia hanya orang. Peluang kebutuhan tenaga kerja di bidang pariwisata mencapai orang, tetapi jumlah lulusan SMK di Artikel Simposium

4 bidang ini hanya orang. Peluang kebutuhan tenaga kerja di bidang seni rupa dan kriya (ekonomi kreatif) mencapai orang, tetapi jumlah lulusan SMK di bidang ini hanya orang. Sebaliknya, jumlah lulusan SMK bidang bisnis dan manajemen membeludak. Peluang kebutuhan tenaga kerja bagi bidang ini hanya orang, sedangkan lulusan yang dihasilkannya mencapai orang. Untuk itu, perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah terhadap permasalahan kesenjangan tersebut. Selain itu juga perlunya solusi dalam menangani masalah kekurangan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan data di atas yang didominasi oleh empat bidang keahlian, seperti maritim, pertanian, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Faktor penyebab lain akan tingginya angka tingkat pengangguran di Indonesia yaitu masih banyak lulusan SMK yang dinilai kurang berkualitas, dalam arti rendahnya keahlian dan keterampilan yang dimiliki lulusan SMK. Apalagi tidak adanya sertifikasi bagi lulusan SMK sebagai bukti kelayakan tenaga kerja terampil. Menurut pendapat Mahardika Halim, Center Director EF English First, yang diterbitkan oleh berita pada hari Jumat, 20 Mei Rasio keterampilan tenaga kerja Indonesia sangat jauh dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan ASEAN. Dari orang angkatan kerja, tenaga kerja yang terampil di Indonesia hanya 4,3%. Sementara itu, di Singapura bisa mencapai 34,7%, Malaysia 32,6%, dan Filipina sebanyak 8,3%. Tenaga kerja Indonesia dinilai kurang terampil lantaran tidak memiliki sertifikasi profesi sebagai bukti kelayakan untuk bisa sejajar dengan para profesional di negara lain. Rendahnya kualitas lulusan SMK dipengaruhi oleh kualitas sekolah yang dinilai kurang layak. Artinya belum memenuhi standar nasional pendidikan sesuai dengan penilaian akreditasi SMK yang telah Artikel Simposium

5 ditentukan oleh pemerintah. Bahkan masih banyak kompetensi keahlian di SMK yang belum terakreditasi. Sesuai dengan data dari Direktorat Pembinaan SMK Kemdikbud pada Tahun 2016, dari jumlah kompetensi keahlian SMK di Indonesia, hanya kompetensi keahlian SMK yang terakreditasi A. Selain itu, kompetensi keahlian SMK yang belum terakreditasi mencapai kompetensi keahlian. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SMK masih perlu diperhatikan sehingga lulusan yang dihasilkan dapat menjadi tenaga kerja yang berkualitas. Selain faktor penyebab akan tingginya angka pengangguran dari lulusan SMK. Masalah tersebut juga merupakan dampak dari penerapan sistem pendidikan kejuruan di SMK selama ini dinilai kurang efektif. Sebab selama ini sistem pendidikan kejuruan di SMK masih menggunakan pendekatan supply driven. Artinya sistem pendidikan dilakukan secara sepihak oleh penyelenggaraan pendidikan kejuruan, dalam hal ini Kemdikbud melalui sekolah. Dengan tanpa adanya keterlibatan DU/DI sebagai penyedia kebutuhan tenaga kerja. C. Pembahasan dan Solusi Fenomena paradoks di atas merupakan tantangan besar bagi Kemdikbud yang kini berupaya menambah jumlah SMK di Indonesia. Apalagi muncul pemikiran untuk mengubah proporsi perbandingan antara jumlah SMK dengan SMA sebesar 70:30. Pemikiran tersebut dinilai kurang tepat. Pasalnya belum dapat menjawab permasalahan mendasar akan tenaga kerja yang dianggap kurang berkualitas. SMK sebagai lembaga penyelenggaran pendidikan kejuruan, semestinya SMK dapat memfasilitasi lulusannya untuk siap kerja. Namun ironisnya, banyak lulusan SMK yang belum terserap oleh DU/DI. Inilah anomali yang terjadi pada sistem pendidikan di SMK sehingga perlu Artikel Simposium

6 adanya revitalisasi. Lalu bagaimana peran Kemdikbud dalam upaya revitalisasi sistem pendidikan kejuruan di SMK agar lulusan SMK dapat menjadi tenaga kerja terampil serta dapat terserap oleh DU/DI?. Solusi yang perlu diterapkan oleh Kemdikbud dalam upaya mengatasi permasalahan di atas adalah perlunya perubahan pendekatan sistem pendidikan dari supply driven menjadi demand driven. Pendekatan demand driven merupakan pendekatan sistem pendidikan kejuruan dengan melibatkan DU/DI selaku penyedia kebutuhan tenaga kerja. Pendidikan kejuruan di SMK dirasa perlu adanya revitalisasi karena memiliki paradigma yang menekankan pada penyesuaian antara pendidikan kejuruan dengan permintaan pasar (demand driven) guna mendukung pembangunan ekonomi kreatif. Ketersambungan (link) diantara pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match) antara employee dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan kejuruan dapat dilihat dari tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang. (Renstra Kemdiknas Tahun : 2010). Pendekatan demand driven dinilai sangat tepat untuk diterapkan dalam sistem pendidikan kejuruan agar lulusan SMK dapat terserap oleh DU/DI. Pasalnya dalam pendekatan ini, pelibatan DU/DI diprioritaskan sebagai penentu kebijakan dalam penyelenggaraaan pendidikan kejuruan di SMK. Sementara DUDI juga dituntut untuk lebih berperan aktif dalam menentukan, mendorong, dan menggerakan pendidikan kejuruan di SMK, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan. Sebab mereka adalah pihak yang lebih berkepentingan dari sudut kebutuhan tenaga kerja. Upaya pelibatan DU/DI dalam proses perencanaan pendidikan kejuruan dapat dilakukan mulai dari pembenahan spektrum keahlian SMK Artikel Simposium

7 yang masih belum relevan dengan kebutuhan DU/DI. Spektrum keahlian SMK perlu dibenahi dengan mengedepankan pada kebutuhan pasar kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah bidang keahlian yang sedang dibutuhkan maupun dapat mengurangi bidang keahlian yang memang sudah minimnya peluang kerjanya lagi. Sesuai dengan masalah yang ada mengenai kekurangan tenaga kerja yang didominasi pada empat bidang keahlian, seperti maritim, pertanian, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Nampaknya perlu upaya yang lebih maksimal dari Kemdikbud. Dimana Kemdikbud perlu menambah keberadaan SMK pada bidang keahlian tersebut yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tenaga kerja di daerah. Sebagai contoh, salah satu bidang keahlian yang paling butuhkan saat ini adalah bidang keahlian maritim. Sebenarnya peluang kerja pada bidang keahlian tersebut di Indonesia sangat banyak. Apalagi Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim dunia mengingat Indonesia berada di daerah equator, antara dua benua Asia dan Australia, antara dua samudera Pasifik dan Hindia, serta negara-negara Asia Tenggara. Maka dari itu, Indonesia harus berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan, pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, industri perkapalan, serta pariwisata maritim. Indonesia juga harus berkomitmen menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim. Dari latar belakang itulah, Indonesia perlu membutuhkan banyak perwira laut yang handal dari lulusan SMK dalam rangka mengatasi permasalahan kekurangan tenaga kerja pada bidang kemaritiman. Sehingga perlu adanya pengembangan SMK Maritim di Indonesia dengan menambah jumlah SMK pada bidang keahlian tersebut Artikel Simposium

8 yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan daerah kemaritiman di Indonesia. Namun disisi lain, keberadaan SMK pada empat bidang kompetesi di atas justru sampai saat ini masih kurang diminati masyarakat. Realita yang terjadi saat ini, banyak SMK seperti Pertanian, Maritim, Pariwisata, maupun Kriya/Ekonomi Kreatif membuka bidang keahlian baru yang sedang berkembang, seperti TIK. Sebab, asumsi masyarakat bahwa keempat bidang keahlian tersebut dinilai sebagai SMK yang kurang berpotensi. Apalagi sejalan dengan era globalisasi yang sekarang ini dengan teknologi yang semakin berkembang sehingga empat bidang keahlian tersebut dianggap sebagai bidang keahlian yang konvensional dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Inilah yang perlu dilakukan keseimbangan antara pengembangan SMK pada empat bidang prioritas dengan minat masyarakat. Peran kemdikbud dalam rangka meningkatkan minat masyarakat terutama pada empat bidang prioritas di atas dinilai sangat diperlukan. Bentuk upaya yang dapat dilakukan Kemdikbud adalah dengan melakukan optimalisasi kerjasama antara pihak sekolah dengan DU/DI. Dalam arti perlu dilakukan nota kesepakatan diantara kedua pihak, agar lulusan dapat langsung direkrut oleh DU/DI. Selain itu, pihak pemerintah juga perlu memperhatikan keberadaan DU/DI terutama pada empat bidang prioritas yang relevan dengan potensi produk unggulan daerah agar DU/DI yang ada dapat berkembang secara luas. Sehingga hal ini berdampak pada meningkatnya peluang kerja dan produk unggulan daerah. Secara otomatis, minat masyarakat pada bidang keahlian tersebut pun akan meningkat. Untuk itu, perlu adanya sinergitas antara kemdikbud, kementerian BUMN, pemerintah daerah dengan DU/DI sehingga bidang keahlian yang Artikel Simposium

9 dibuka dapat relevan dengan kebutuhan DU/DI yang disesuaikan pada potensi dan kebutuhan tenaga kerja di daerah. Dalam proses perencanaan pendidikan, DU/DI juga perlu dilibatkan dalam rangka pendirian SMK baru dan pembukaan bidang keahlian baru. Selama ini, ijin pendirian SMK baru maupun pembukaan bidang keahlian baru dinilai sangat mudah, tanpa memperhatikan potensi dan kebutuhan tenaga kerja di daerah. DU/DI sebagai penyedia kebutuhan tenaga kerja dinilai lebih memahami, dimana SMK dibangun dan dimana pula bidang keahlian dibuka. Untuk itu, setiap daerah diperlukan pengembangan SMK unggulan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan potensi daerah masing-masing sehingga dapat menghasilkan produk unggulan daerah. Sebagai contoh di Tegal. Tegal yang dianggap sebagai Jepangnya Indonesia dengan berbagai kreativitas ekonomi yang semakin berkembang, terutama pada kerajinan logam. Sehingga sampai saat ini semakin berkembangnya industri logam yandg ada di daerah Tegal. Untuk itu, perlu juga ada pengembangan SMK Kriya di daerah tersebut dalam rangka meningkatkan tenaga kerja yang lebih terampil dan inovatif agar potensi produk unggulan Tegal dapat berkembang. Selanjutnya, DU/DI juga perlu terlibat aktif dalam proses pendidikan kejuruan. Dalam kegiatan magang atau praktik kerja industri (prakerin), pihak sekolah perlu saling bersinergi dan bekerjasama dengan DU/DI dalam rangka menerapkan pendidikan sistem ganda (dual education system). Sebab, sampai saat ini kegiatan prakerin yang dilakukan belum relevan dengan kompetensi yang harus dikembangkan oleh siswa, terutama mengenai tempat prakerin. Akibatnya, siswa tidak dapat memperoleh kompetensi yang seharusnya dikembangkan. Sehingga perlu adanya relevansi antara kompetensi yang dikembangkan dengan tempat prakerin, dalam hal ini DU/DI. Artikel Simposium

10 Dalam kegiatan kunjungan industri yang selama ini sudah dilakukan oleh beberapa SMK juga perlu ditingkatkan. Kegiatan tersebut dilakukan agar dapat memberikan pengetahuan siswa terhadap orientasi akan dunia kerja yang ada pada DU/DI. Namun, masih banyak DU/DI yang dituju belum relevan dengan kompetensi yang ada di sekolah. Bahkan masih banyak lembaga SMK yang belum menerapkan kegiatan tersebut. Untuk itu, dalam rangka sinergitas antara pihak sekolah dengan DU/DI, maka perlu dilakukan kegiatan tersebut secara kontinu. Jika perlu diadakan nota kesepakatan antara kedua pihak, sehingga siswa dapat mengikuti prakerin serta lulusannya juga dapat direkrut pada industri tersebut. Selain itu, dalam rangka penyelarasan pola pembelajaran di SMK yang sesuai dengan kebutuhan DU/DI, perlu adanya penerapan program teaching factory. Teaching factory merupakan penerapan dari sistem industri dengan mitra di unit produksi (business center) yang telah ada di SMK. Penerapan pola pembelajaran teaching factory merupakan proses interaksi antara lembaga pendidikan kejuruan, dalam hal ini SMK dengan DU/DI. Sehingga dapat menjaga dan memelihara keselarasan (link and match) antara teori dan praktik di sekolah dengan kebutuhan DU/DI. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuswantoro (2014), teaching factory menjadi konsep pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya untuk menjembatani kesenjangan kompetensi antara pengetahuan yang diberikan sekolah dan kebutuhan industri. DU/DI juga perlu dilibatkan dalam proses pemberian sertifikasi bagi lulusan sesuai dengan SKL yang harus ditempuh. Pemberian sertifikasi dilakukan melalui Tes Uji Kompetensi (TUK) pada SMK Rujukan yang dilakukan oleh penguji/asesor baik dari guru maupun dari pihak DU/DI. Hal ini sangat diperlukan bagi lulusan SMK agar mereka dapat diakui oleh DU/DI sebagai tenaga kerja yang berkualitas. Program Artikel Simposium

11 sertifikasi tenaga kerja tersebut dinilai sangat penting sebagai acuan kredibilitas seseorang untuk mengukur keterampilan sesuai bidang keahlian atau pekerjaan untuk dapat bersaing secara global. Sebagai contoh perlunya sertifikasi bagi lulusan SMK pada bidang keahlian maritim. Lulusan SMK maritim harus memiliki sertifikasi International Maritime Organization (IMO) agar tenaga kerjanya dapat menjadi perwira laut yang handal dan diakui oleh dunia kemaritiman. Untuk itu, perlu adanya sertifikasi bagi lulusan SMK melalui kerjasama antara pihak SMK dengan DU/DI ataupun pihak SMK dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak Pertama (LSP-P1). Dimana LSP-P1 hanya dilakukan pada SMK Rujukan yang telah ditentukan oleh Kemdikbud. Untuk itu, Kemdikbud juga perlu menunjuk SMK Rujukan dalam upaya memberikan sertifikasi tenaga kerja. Dalam proses evaluasi pendidikan, DU/DI juga dinilai perlu terlibat aktif. Pelaksanaan evaluasi pendidikan kejuruan dalam bentuk akreditasi kompetensi keahlian selama ini masih berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang telah ditentukan oleh pemerintah. Dalam komponen SNP tersebut, masih banyak instrumen yang belum sesuai dengan standar yang telah disusun oleh DU/DI. SMK yang selama ini memperoleh akreditasi A, tidak mesti kualitasnya relevan dengan standar yang ditentukan oleh DU/DI. Oleh karena itu, dalam penyusunan instrumen akreditasi sekolah, DU/DI perlu terlibat di dalamnya. Dalam proses pengujian akreditasi SMK yang selama ini hanya dilakukan oleh asesor dari pelaku pendidikan, baik pengawas, kepala sekolah, maupun guru. Asesor juga salah satunya perlu diambil dari DU/DI. Sehingga hasil akreditasi kompetensi keahlian pada jenjang SMK dinilai relevan dengan penilaian kelayakan dari DU/DI. Selain dalam proses pendidikan, DU/DI juga perlu dilibatkan dalam rangka memfasilitasi lulusan SMK agar dapat terserap oleh DU/DI. Artikel Simposium

12 Bentuk lembaga di SMK dalam rangka menampung lulusan SMK untuk siap kerja adalah Bursa Kerja Khusus (BKK). BKK dinilai sangat berpengaruh pada kualitas SMK. Sebab, BKK dibentuk untuk memberikan informasi lowongan pekerjaan serta merekrut tenaga kerja baru terutama pada lulusan SMK. Jika BKK dapat merealisasikan lulusan hingga terserap oleh DU/DI, maka kualitas SMK dinilai sangat terjamin. Untuk itu, perlunya sinergitas antara pihak sekolah dengan lembaga pemerintahan daerah melalui Dinas Tenaga Kerja maupun dengan Asosiasi Bursa Kerja Indoensia (ABKI) agar dapat terjalin kerjasama yang lebih luas dengan pihak DU/DI. Sehingga informasi lowongan kerja yang dibutuhkan dapat dinikmati oleh pengguna kebutuhan yaitu lulusan SMK. Disamping itu, BKK juga perlu mengadakan kerjasama dengan DU/DI dalam upaya memberikan motivasi kepada siswa agar memiliki mental untuk siap bekerja serta memberikan pelatihan mengenai trik-trik khusus tes seleksi agar dapat lulus secara mudah. Selain solusi di atas, perlu juga adanya sinergitas antara pihak sekolah dengan DU/DI berkaitan dengan penyusunan kurikulum, pemenuhan guru produktif, dan pemenuhan fasilitas SMK. Pelibatan DU/DI juga diperlukan dalam proses penyusunan dan penyempurnaan kurikulum agar relevan dengan kebutuhan DU/DI. Dalam segi kurikulum, DU/DI perlu terlibat dalam penyusunan SK/KD pada mata pelajaran produktif sesuai dengan standar SKKNI. SK/KD juga perlu disusun urutan pembagian disetiap jenjangnya, sehingga setiap SMK ada kesamaan dalam mengajarkan materi sesuai urutan yang telah ditentukan, baik di kelas X, XI, maupun XII. DU/DI juga perlu terlibat dalam penyusunan modul ajar sesuai dengan SK/KD yang ditentukan. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan guru produktif, DU/DI juga harus dilibatkan dalam memenuhi kebutuhan guru produktif yang sampai saat ini dinilai masih kurang 91 ribu guru, baik di SMK Negeri maupun di Artikel Simposium

13 SMK Swasta. Pemenuhan guru produktif dari DU/DI dapat dilakukan melalui Rekognisi Pengalaman Lampau (RPL) dan Outsourcing. Selain itu, guru produktif yang sudah ada juga perlu mengikuti proses magang pada DU/DI. Sehingga kualitas guru produktif dapat meningkat dan konsep pengajarannya pun akan relevan dengan sistem kerja yang dibutuhkan DU/DI. Untuk memenuhi fasilitas SMK, baik ruang praktik/bengkel maupun peralatan pendidikan kejuruan. Tentunya sekolah juga perlu bersinergi dengan DU/DI. Pasalnya, kondisi ruang praktik harus dapat memenuhi standar ruang kerja yang ditentukan oleh DU/DI, baik letak, luas, maupun fasilitas lain yang diperlukan di dalam bengkel. Sementara, peralatan praktik juga harus sesuai dengan standar peralatan kerja yang ditentukan oleh DU/DI. Peralatan bengkel dinilai perlu menyesuaian teknologi saat ini yang semakin modern. Jangan sampai peralatan praktik yang sudah konvensional dan sudah tidak sesuai dengan peralatan terbaru yang digunakan oleh DU/DI. Namun, peralatan tersebut masih dipakai untuk kebutuhan praktik di sekolah, sehingga berdampak pada penguasaan keterampilan bagi siswa. Untuk itu, DU/DI berhak untuk diberikan kewenangan terhadap penilaian layak atau tidaknya fasilitas yang digunakan di sekolah. Solusi inilah yang perlu diterapkan oleh kemdikbud, lembaga pemerintahan, kementerian lain, serta pemerintah daerah agar dapat saling bersinergi dengan pihak DU/DI dalam rangka penyelenggaraan program pendidikan kejuruan di SMK. Jika DU/DI dapat terlibat aktif dalam proses pendidikan kejuruan, tentunya akan berdampak pada terciptanya lulusan SMK sebagai tenaga kerja terampil serta terserapnya lulusan SMK oleh DU/DI. Secara otomatis, angka tingkat pengangguran dari lulusan SMK di Indonesia dapat terminimalisir. Artikel Simposium

14 D. Kesimpulan dan Harapan Penulis Dari berbagai masalah yang terjadi di Indonesia selama ini. Dimana kualitas tenaga kerja Indonesia dinilai masih rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain, terutama ASEAN. Dalam arti, keterampilan dan keahlian yang dimiliki tenaga kerja Indonesia masih belum sesuai dan belum diakui oleh DU/DI. Sehingga berdampak pada tingginya angka tingkat pengangguran di Indonesia terutama pada lulusan SMK. Faktor penyebab permasalahan tersebut yaitu antara kompetensi SMK yang ditawarkan oleh pemerintah dengan kebutuhan tenaga kerja yang diminta oleh DU/DI dinilai kurang relevan. Selain itu, faktor penyebab lain karena kualitas SMK masih banyak yang dinilai kurang layak, Artinya belum memenuhi standar nasional pendidikan sesuai dengan penilaian akreditasi SMK yang telah ditentukan oleh pemerintah. Apalagi masih banyak kompetensi keahlian di SMK yang belum terakreditasi, sehingga berdampak pada rendahnya kualitas lulusan SMK. Faktor tersebut dipengaruhi oleh sistem pendidikan kejuruan yang diterapkan selama ini dianggap kurang efektif. Dimana masih menggunakan pendekatan supply driven. Aritnya segala penentu kebijakan atas penyelenggaraan pendidikan kejuruan, dilakukan oleh pihak Kemdikbud melalui sekolah. Sehingga banyak terjadi ketidaksesuaian antara kompetensi yang ditawarkan dengan kebutuhan DU/DI. Nampaknya permasalahan tersebut perlu segera diselesaikan secara maksimal. Upaya tepat untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengubah pendekatan sistem pendidikan kejuruan yang selama ini masih menggunakan supply driven menjadi demand driven. Artinya, penentu kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan dilakukan oleh DU/DI. Artikel Simposium

15 DU/DI sebagai penyedia kebutuhan tenaga kerja tentunya harus terlibat aktif dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam rangka mengatasi permasalahan di atas, kemdikbud dalam hal ini sebagai lembaga yang menangani sistem pendidikan kejuruan, perlu melibatkan DU/DI dalam proses penyusunan spektrum keahlian SMK. Sebab, DU/DI tentunya lebih memahami akan perkembangan kebutuhan tenaga kerja, sehingga lulusan SMK dapat terserap oleh DU/DI. Upaya kemdikbud, lembaga pemerintahan, kementerian lain, dan pemerintah daerah juga perlu melibatkan DU/DI untuk saling bersinergi dalam upaya mendorong dan menggerakan sistem pendidikan kejuruan di SMK, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi pendidikan. Sebab, DU/DI tentunya lebih memahami kualitas lulusan SMK agar dapat menjadi tenaga kerja terampil dan dapat terserap oleh DU/DI. Untuk itu, dalam rangka mengatasi masalah kebutuhan tenaga kerja yang selama ini dinilai masih kurang, terutama pada empat bidang prioritas. Perlu adanya pengembangan SMK sesuai dengan potensi dan kebutuhan tenaga kerja di daerah. Harapannya, dengan adanya perkembangan SMK selama ini, tentunya akan dapat menumbuhkan banyak tenaga kerja terampil sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan oleh DU/DI serta lulusan SMK dapat terserap oleh DU/DI. Perlunya penguatan pelibatan DU/DI dalam upaya revitalisasi sistem pendidikan kejuruan dinilai sangat berpengaruh terhadap tujuan SMK. Jika tujuan SMK dapat tercapai sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh pemerintah. Dimana SMK dituntut agar dapat menciptakan tenaga kerja terampil sebagai upaya dalam pemenuhan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. Tentunya angka tingkat pengangguran dari lulusan SMK di Indonesia akan dapat terminimalisir. Artikel Simposium

16 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Angka Pengangguran Lulusan SMK di Indonesia Paling Tinggi. angka-pengangguran-lulusan-smk-di-indonesia-paling-tinggi.html. diakses pada hari Selasa, 1 November Departemen Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Halim, Mahardika Penyebab Tenaga Kerja Indonesia Kalah Saing. diakses pada hari Senin, 31 Oktober Kementerian Pendidikan Nasional Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional Tahun Jakarta : Kemdiknas. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Peta Jalan Kebekerjaan SMK. Jakarta : Direktorat Pembinaan SMK. Kuswantoro, Agung Teaching Factory, Rencana dan Nilai Entrepreneurship. Semarang : Graha Ilmu. Oberman, R., dkk The Archipelago Economy : Unleashing Indonesia s potential. USA : Mc Kensey Global Institute. Artikel Simposium

17 Artikel Simposium

Siaran Pers Kemendikbud: Revitalisasi SMK Untuk Produktivitas dan Daya Saing Bangsa   Rabu, 17 Mei 2017

Siaran Pers Kemendikbud: Revitalisasi SMK Untuk Produktivitas dan Daya Saing Bangsa   Rabu, 17 Mei 2017 Siaran Pers Kemendikbud: Revitalisasi SMK Untuk Produktivitas dan Daya Saing Bangsa   Rabu, 17 Mei 2017 Jakarta, Kemendikbud (17/5)  Presiden Joko Widodo (Jokowi) seringkali berpesan agar pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang tahun 2020 perekonomian Indonesia akan berubah dan berkembang kearah perekonomian global. Industrinya dituntut untuk mampu bersaing dipasar regional

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran DUDI terhadap implementasi pendidikan sistem ganda di SMKN 1 Salatiga, dapat ditarik kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja

BAB I PENDAHULUAN. Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era global telah menciptakan tingkat persaingan antar calon tenaga kerja yang semakin ketat dan kompetitif. Melalui kesepakatan global ini, tenaga kerja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Negara berkembang seringkali dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap terjun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Scoreboard (2009), dituntut untuk memiliki daya saing dalam dunia usaha internasional.

BAB I PENDAHULUAN. Scoreboard (2009), dituntut untuk memiliki daya saing dalam dunia usaha internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada abad 21, perekonomian ditandai dengan globalisasi ekonomi dimana negaranegara didunia menjadi satu kekuatan pasar. Indonesia sebagai negara yang menempati

Lebih terperinci

KUMPULAN MATERI-MATERI TENTANG SMK Oleh Setiyo Agustiono

KUMPULAN MATERI-MATERI TENTANG SMK Oleh Setiyo Agustiono KUMPULAN MATERI-MATERI TENTANG SMK Oleh Setiyo Agustiono 1. MASIH BANYAK YANG BELUM MELIHAT PENTINGNYA REVITALISASI SMK DALAM PENINGKATAN SEKTOR EKONOMI. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan

Lebih terperinci

MEMBANGUN SMK BERBASIS POTENSI DAERAH

MEMBANGUN SMK BERBASIS POTENSI DAERAH KARYA ILMIAH MEMBANGUN SMK BERBASIS POTENSI DAERAH DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING DI ERA MEA Disampaikan dalam Simposium GTK Tingkat Nasional dalam rangka Hari Guru Nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja.

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini. relevansi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. erat. Hal ini terbukti dengan adanya fakta bahwa perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi ini pembangunan sumber daya manusia memiliki arti yang sangat penting. Dalam era tersebut diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia kerja merupakan tujuan akhir yang hendak diraih oleh setiap peserta

BAB I PENDAHULUAN. Dunia kerja merupakan tujuan akhir yang hendak diraih oleh setiap peserta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kerja merupakan tujuan akhir yang hendak diraih oleh setiap peserta didik dari jenjang manapun, baik lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Shinta Aryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sekolah yang bertujuan menciptakan lulusan yang memiliki kemampuan dan keahlian agar dapat langsung bekerja sesuai dengan minat dan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan 161 BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Dari uraian pembahasan diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda Pelaksanaan pendidikan di SMK

Lebih terperinci

Kontribusi kadin dalam menyiapkan tenaga kerja kompeten

Kontribusi kadin dalam menyiapkan tenaga kerja kompeten MAJU BERSAMA KADIN JAWA TENGAH Kontribusi kadin dalam menyiapkan tenaga kerja kompeten Sumbangan pemikiran dalam menghadapi ASEAN Economic Community - 2015 Oleh : Iskandar Sanoesi issanoesi@yahoo.com Asean

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN HARAPAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YANG MEMILIKI DAYA SAING KETENAGAKERJAAN

TANTANGAN DAN HARAPAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YANG MEMILIKI DAYA SAING KETENAGAKERJAAN TANTANGAN DAN HARAPAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YANG MEMILIKI DAYA SAING KETENAGAKERJAAN Oleh : RITA ANDRIANI SITORUS,S.Sos A. Pengantar Kemajuan perekonomian

Lebih terperinci

Program Penataan dan Pemerataan Guru Pendidikan Menengah

Program Penataan dan Pemerataan Guru Pendidikan Menengah Program Penataan dan Pemerataan Guru Pendidikan Menengah Tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan 2016 Kronologi PROGRAM DIREKTORAT PGPM, DITJEN

Lebih terperinci

Nawacita No. 5 Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Kondisi sebelumnya:

Nawacita No. 5 Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Kondisi sebelumnya: Program Indonesia Pintar Nawacita No. 5 Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Kondisi sebelumnya: Bantuan Siswa Miskin (BSM) menjangkau 9 juta siswa Sasaran: siswa miskin (siswa SD, SMP, SMA, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan zaman dimana kebudayaan, moral maupun tingkat ketergantungan manusia meningkat. Kondisi kebutuhan dan tantangan dunia kerja di era

Lebih terperinci

Inkonsistensi Penyelenggaraan Pendidikan SMA dan SMK 1 Istanto W. Djatmiko

Inkonsistensi Penyelenggaraan Pendidikan SMA dan SMK 1 Istanto W. Djatmiko INKONSISTENSI PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Oleh: Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan perdagangan bebas asean (asean free trade area/afta) sejak tahun 2003 dan pasar bebas dunia tahun

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan

BAB. I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu wahana pendidikan formal, yang mempunyai tujuan mempersiapkan para siswanya untuk menjadi tenaga kerja tingkat

Lebih terperinci

REVITALISASI SMK KEMARITIMAN DALAM UPAYA MENUNJANG INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM

REVITALISASI SMK KEMARITIMAN DALAM UPAYA MENUNJANG INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM REVITALISASI SMK KEMARITIMAN DALAM UPAYA MENUNJANG INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM Diajukan dalam Simposium Nasional Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2004-2009, salah satu target yang ingin dicapai dalam jenjang pendidikan menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dera Fitria, 2014 Studi Relevansi Antara Program Studi Ketenagalistrikan Dengan Dunia Kerja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dera Fitria, 2014 Studi Relevansi Antara Program Studi Ketenagalistrikan Dengan Dunia Kerja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam Undang-Undang Republik Indonesia mengenai Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dimulainya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour

BAB I PENDAHULUAN. Dimulainya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dimulainya AFTA (Asean Free Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area) pada tahun 2003 yang lalu, APEC pada tahun 2010, dan kesepakatan WTO (world trade organization)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 11 Ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naima Hady, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Naima Hady, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tantangan pendidikan saat ini dan masa yang akan datang adalah menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan berbagai sektor,

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

BAB I PENDAHULUAN. potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

Penataan, Pemerataan, dan Pemenuhan Guru

Penataan, Pemerataan, dan Pemenuhan Guru Penataan, Pemerataan, dan Pemenuhan Guru Pendidikan Menengah Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah 2016 Landasan Kerja Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu perubahan atau perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dalam menghadapi persaingan dunia kerja. Globalisasi membuat

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia dalam menghadapi persaingan dunia kerja. Globalisasi membuat 7 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah tantangan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan dunia kerja. Globalisasi membuat persaingan kerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lutfia, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lutfia, 2013 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan dasar. Pendidikan Menengah Kejuruan merupakan

Lebih terperinci

2015/06/08 07:12 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PENTINGNYA SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERIKANAN DI ERA MEA 2015

2015/06/08 07:12 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PENTINGNYA SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERIKANAN DI ERA MEA 2015 2015/06/08 07:12 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan PENTINGNYA SERTIFIKASI PROFESI PENYULUH PERIKANAN DI ERA MEA 2015 TEMANGGUNG (8/6/2015) www.pusluh.kkp.go.id Profesionalisme SDM Perikanan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang tidak mendapatkan kesempatan

Lebih terperinci

LANGKAH ANTISIPATIF PEMPROV DALAM MENGHADAPI MEA / AEC

LANGKAH ANTISIPATIF PEMPROV DALAM MENGHADAPI MEA / AEC LANGKAH ANTISIPATIF PEMPROV DALAM MENGHADAPI MEA / AEC attitude knowledge skill Agus Sutrisno Empat Kerangka Strategis MEA ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukumg dengan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM PADA KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM PADA KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN LAPORAN PROGRAM PENUGASAN DOSEN KE SEKOLAH TAHUN 2009 PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PRAKTIK LABORATORIUM PADA KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN Logo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Tertinggi yang Ditamatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2015 Indonesia harus menghadapi persaingan global yang semakin terbuka, kerjasama Indonesia dengan negara-negara Association South Each Asia Nation (ASEAN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas dan handal di bidangnya masing-masing. memandirikan siswa didik. Dengan beberapa acuan perundangan tersebut jelas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan teknologi sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat untuk menghadapi era globalisasi, bukan hanya masyarakat terpencil saja bahkan seluruh

Lebih terperinci

REVITALISASI SMK DALAM MENGHADAPI DAYA SAING KETENAGAKERJAAN

REVITALISASI SMK DALAM MENGHADAPI DAYA SAING KETENAGAKERJAAN REVITALISASI SMK DALAM MENGHADAPI DAYA SAING KETENAGAKERJAAN SIMPOSIUM GURU 2016 Oleh: M A S Y U D I, S.Pd SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 11 KOTA BANDUNG DINAS PENDIDIKAN KOTA BANDUNG DINAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukan baru-baru ini saja terjadi. Fenomena pengangguran terdidik telah

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukan baru-baru ini saja terjadi. Fenomena pengangguran terdidik telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah

Lebih terperinci

SMART WAY TO GET A JOB

SMART WAY TO GET A JOB RAHMAT KURNIA SMART WAY TO GET A JOB Cara Cerdas Mendapatkan Pekerjaan Bukan Sekedar Melamar Kerja Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com SMART WAY TO GET A JOB Cara Cerdas Mendapatkan Pekerjaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jl. Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270 Telp. 5725058, 57906195

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan formal yang memiliki pola pelatihan khusus untuk mengarahkan peserta didik agar menjadi lulusan yang siap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi professional accountant khususnya di era ASEAN Economic

BAB I PENDAHULUAN. menjadi professional accountant khususnya di era ASEAN Economic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jurusan akuntansi merupakan salah satu jurusan ilmu sosial di perguruan tinggi yang masih banyak diminati hingga saat ini. Sejalan dengan kemajuan dunia teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditengah ketatnya persaingan dalam memasuki dunia kerja, para calon tenaga kerja dituntut untuk memiliki mental kuat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN UJIAN KOMPETENSI PRODUKTIF DALAM PEMBENTUKAN SUMBER DAYA MANUSIA UNGGUL

ANALISIS PELAKSANAAN UJIAN KOMPETENSI PRODUKTIF DALAM PEMBENTUKAN SUMBER DAYA MANUSIA UNGGUL ANALISIS PELAKSANAAN UJIAN KOMPETENSI PRODUKTIF DALAM PEMBENTUKAN SUMBER DAYA MANUSIA UNGGUL (Studi Kasus Pada Siswa Program Keahlian Akuntansi SMK Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2007/2008) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis sesuai dengan perubahan masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, perkembangan sumber daya. pengetahuan maupun penguasaan tinggi sangat diperlukan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan dunia kerja erat hubungannya dengan dunia pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan bagi bangsa Indonesia selalu mendapat perhatian mutlak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dibandingkan. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Selain itu pengangguran terjadi disebabkan karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di sekolah. Manajemen kurikulum mengatur pemenuhan kebutuhan. pendidikan berdasarkan hasil analisis kondisi lingkungan internal dan

PENDAHULUAN. di sekolah. Manajemen kurikulum mengatur pemenuhan kebutuhan. pendidikan berdasarkan hasil analisis kondisi lingkungan internal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen kurikulum merupakan substansi manajemen yang penting di sekolah. Manajemen kurikulum mengatur pemenuhan kebutuhan pendidikan berdasarkan hasil analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan survei yang dilakukan oleh United Nations Development Program ( UNDP ) pada 2007, menempatkan Human Development Index ( HDI ) Indonesia pada ranking

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KOMPETENSI SISWA TERHADAP DAYA SAING LULUSAN PADA PROGRAM ADMINISTRASI PERKANTORAN DI SMKN 11 BANDUNG

2015 PENGARUH KOMPETENSI SISWA TERHADAP DAYA SAING LULUSAN PADA PROGRAM ADMINISTRASI PERKANTORAN DI SMKN 11 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa banyak perubahan dalam berbagai kehidupan manusia dan lingkungan bisnis, tidak terkecuali

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KOMISI 2: PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI DAN DAYA SAING

RENCANA AKSI KOMISI 2: PENINGKATAN MUTU, RELEVANSI DAN DAYA SAING RENCANA AKSI KOMISI 2: PENINGKATAN MUTU, RELEANSI DAN DAYA SAING Sub Komisi A: Implementasi Kurikulum 2013 No Topik/Tema Rencana Aksi 1. Penetapan sasaran sekolah pelaksana Kurikulum 2013 Percepatan penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi negara merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah di Bengkel Otomotif Roda 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah di Bengkel Otomotif Roda 4 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah di Bengkel Otomotif Roda 4 Salah satu kebijakan pemerintah tentang sekolah menengah adalah penggalakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dan sampai saat ini

Lebih terperinci

dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dimana pimpinan

dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dimana pimpinan RINGKASAN EKSEKUTIF Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri merupakan salah satu prioritas pembangunan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, dimana yang menjadi fokusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Mufti Ghaffar, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Mufti Ghaffar, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan Teknologi Agroindustri (PTAG) merupakan salah satu prodi yang berada di bawah Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi dan Industrialisasi dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia telah banyak menimbulkan permasalahan, salah

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE Andi Muhammad Irfan 1, Nurlaela 2, dan Sunardi 3 1,2,3 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam membentuk, mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kualitas

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUN 2013 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SMK SPP NEGERI SEMBAWA PALEMBANG 2012 KATA PENGANTAR Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. bebas ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tatanan dunia abad 21 ini menuntut masyarakat Indonesia supaya mampu menghadapi tantangan-tantangan pertumbuhan ekonomi global yang ada. Salah satu tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara berkembang yang sampai saat ini masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang sampai saat ini masih banyak jumlah pengangguran sehingga tingkat kemiskinan relatif masih tinggi. Kurangnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat cepat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat cepat pada saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat cepat pada saat ini membawa dampak bagi tatanan kehidupan yang ditandai dengan meningkatnya persaingan yang tinggi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Salah satu wahana untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pengangguran saat ini masih harus tetap memperoleh perhatian

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan pengangguran saat ini masih harus tetap memperoleh perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan pengangguran saat ini masih harus tetap memperoleh perhatian khusus dari berbagai pihak. Dalam kerangka kebijakan makro, perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi maju atau lebih berkembang dengan sangat pesat, seperti

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi maju atau lebih berkembang dengan sangat pesat, seperti 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, manusia ikut serta mengiringi perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut mengakibatkan banyak hal yang berubah menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

BAB I PENDAHULUAN. demokratis, dan cerdas. Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sampai kapanpun, manusia tanpa pendidikan mustahil dapat hidup berkembang sejalan dengan perkembangan jaman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM

I. PENDAHULUAN. Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi dan memasuki persaingan dunia kerja sekarang ini diperlukan SDM yang berkualitas, untuk itu SMK SMTI sebagai sekolah yang memiliki orientasi untuk menghasilkan

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis Direktorat Pembinaan Kursus Dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal Dan Informal Kementerian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Jalan Jenderal Sudirman, Gedung E Lantai 12 13, Senayan, Jakarta 10270 Telepon (021) 5725477 (Hunting), 5725471-74

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di. meningkatkan produktivitas kreativitas, kualitas, dan efisiensi kerja.

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di. meningkatkan produktivitas kreativitas, kualitas, dan efisiensi kerja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan bagian yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan pendidikan dan latihan kerja. Dalam GBHN dinyatakan

Lebih terperinci

KESIAPAN SKKNI UNTUK TENAGA KERJA INDUSTRI YANG KOMPETEN

KESIAPAN SKKNI UNTUK TENAGA KERJA INDUSTRI YANG KOMPETEN Direktorat Industri Elektronika dan Telematika Ditjen IUBTT Kementerian Perindustrian KESIAPAN SKKNI UNTUK TENAGA KERJA INDUSTRI YANG KOMPETEN Disampaikan pada Sosialisasi SKKNI Kementerian Komunikasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL BERBASIS KOMPUTER (UNBK) SMK

KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL BERBASIS KOMPUTER (UNBK) SMK KEBIJAKAN UJIAN NASIONAL BERBASIS KOMPUTER (UNBK) SMK Dr. Junus Simangunsong Kasi Penilaian Dit. PSMK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan 2016 1 DAFTAR

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Visi Pembangunan Pertanian adalah terwujudnya sistem pertanian bioindustri

BAB. I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Visi Pembangunan Pertanian adalah terwujudnya sistem pertanian bioindustri Laporan Tahunan SMK-PPNegeri Sembawa / 205 BAB. I PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG Visi Pembangunan Pertanian adalah terwujudnya sistem pertanian bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak yang perlu bagi kehidupannya dalam masyarakat, baik sebagai anggota. hidup di dalam masyarakat (Purwanto, 2007: 24).

BAB I PENDAHULUAN. anak yang perlu bagi kehidupannya dalam masyarakat, baik sebagai anggota. hidup di dalam masyarakat (Purwanto, 2007: 24). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan pendidikan ialah membentuk manusia untuk menjadi warga negara yang baik. Untuk itu, sekolah-sekolah diajarkan segala sesuatu kepada anak yang perlu

Lebih terperinci

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK

2016 PERAN BIMBINGAN KARIR, MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA DAN PENGALAMAN PRAKERIN TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA SMK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar manusia dalam mewujudkan suasana belajar dengan melakukan proses pembelajaran didalamnya menjadikan peserta didik aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran Era Pertanian ke Era Industrialisasi dan semakin majunya Era komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari seluruh pola pikir dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak pengaruh era globalisasi

Lebih terperinci

Sambutan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2017

Sambutan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2017 Sambutan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada Upacara Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2017 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita

Lebih terperinci

Tata Kelola Program Keahlian Ganda (PKG)

Tata Kelola Program Keahlian Ganda (PKG) Tata Kelola Program Keahlian Ganda (PKG) (Program Sertifikasi Keahlian dan Sertifikasi Pendidik Bagi Guru SMK/SMA) Direktorat Pembinaan Tenaga Pendidik Dikdasmen Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk menjamin. pelaksanaan pembangunan serta dalam menghadapi era globalisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk menjamin. pelaksanaan pembangunan serta dalam menghadapi era globalisasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Perkembangan dunia pendidikan sejalan dengan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL PELUANG DAN TANTANGAN ALUMNI PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNM MENYONGSONG ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

SEMINAR NASIONAL PELUANG DAN TANTANGAN ALUMNI PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNM MENYONGSONG ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) PELUANG DAN TANTANGAN ALUMNI PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNM MENYONGSONG ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Mithen Lullulangi 1, dan Anas Arfandi 2 1,2 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Production Based Education Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan Pendidikan Vokasi Di Akademi Teknik Soroako

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Production Based Education Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan Pendidikan Vokasi Di Akademi Teknik Soroako BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun ini diperkirakan akan mencapai 6,4% dan terus meningkat menjadi 6,6% pada tahun 2014, hal ini berdasarkan publikasi Asia

Lebih terperinci

Boks 1. Strategi Pendidikan Berorientasi Pasar di Provinsi Jambi

Boks 1. Strategi Pendidikan Berorientasi Pasar di Provinsi Jambi Boks 1. Strategi Pendidikan Berorientasi Pasar di Provinsi Jambi Program pendidikan merupakan suatu proses peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan secara bertahap, sistimatis dan sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan melalui pengelolaan strategi pendidikan dan pelatihan, karena itu pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan fasilitas fisik, peningkatan mutu guru, dan perubahan kurikulum.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan fasilitas fisik, peningkatan mutu guru, dan perubahan kurikulum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangannya, pendidikan menengah kejuruan di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan dalam rangka pembaharuan. Hal ini terlihat jelas

Lebih terperinci

SMK Pariwisata Bertaraf International di Semarang

SMK Pariwisata Bertaraf International di Semarang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa. Untuk mengoptimalkan dan

Lebih terperinci

2 Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi pembangunan Tenaga Kerja Industri dan penggunaan konsultan Industri, pemanfaatan dan

2 Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi pembangunan Tenaga Kerja Industri dan penggunaan konsultan Industri, pemanfaatan dan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Sumber Daya Industri. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 146) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

SERTIFIKASI KOMPETENSI DI BIDANG LOGISTIK. Yukki Nugrahawan Hanafi

SERTIFIKASI KOMPETENSI DI BIDANG LOGISTIK. Yukki Nugrahawan Hanafi SERTIFIKASI KOMPETENSI DI BIDANG LOGISTIK Yukki Nugrahawan Hanafi Daftar Isi 2 Seputar Uji Kompetensi dan BNSP Tentang LSP Logistik Insan Prima Latar Belakang 3 Persaingan akan semakin keras sebagai dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan jasa profesi akuntansi, khususnya jasa akuntan publik di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Banyak peraturan perundangundangan yang mewajibkan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 2015 BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 78//35/Th. XIII, 5 November 05 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TIMUR, AGUSTUS 05 AGUSTUS 05: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA JAWA TIMUR SEBESAR 4,47 PERSEN Jumlah angkatan kerja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena

BAB I PENDAHULUAN. ini, banyak usaha atau bahkan industri yang menolak para pelamar kerja karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, salah satu masalah yang menarik untuk dikaji yaitu berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan adalah mengenai kesiapan kerja siswa. Saat ini, banyak

Lebih terperinci

BAB III OBJEK LAPORAN KKL. Balai besar pengembangan latihan kerja dalam negeri (BBPLKDN)

BAB III OBJEK LAPORAN KKL. Balai besar pengembangan latihan kerja dalam negeri (BBPLKDN) BAB III OBJEK LAPORAN KKL 3.1 Gambaran Umum BBPLKDN Bandung 3.1.1 Sejarah BBPLKDN Bandung Balai besar pengembangan latihan kerja dalam negeri (BBPLKDN) bandung adalah lembaga pelatihan pemerintah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menggerakan seluruh kegiatan dan menentukan keberhasilan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk menggerakan seluruh kegiatan dan menentukan keberhasilan kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat penting untuk terwujudnya kesuksesan dan kesinambungan pembangunan negara dalam era globalisasi

Lebih terperinci