NEW LEX MERCATORIA: KE ARAH UNIFIKASI HUKUM DALAM JUAL BELI BARANG SECARA INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "NEW LEX MERCATORIA: KE ARAH UNIFIKASI HUKUM DALAM JUAL BELI BARANG SECARA INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 NEW LEX MERCATORIA: KE ARAH UNIFIKASI HUKUM DALAM JUAL BELI BARANG SECARA INTERNASIONAL (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: , Vol. VI No. 11, Januari - April 2000, h ) Abdul Rokhim 1 Abstrak Pada dasarnya dalam suatu perdagangan, termasuk dalam perdagangan barang secara internasional, para pihak yang terlibat menghendaki agar transaksi yang mereka lakukan berjalan lancar, efisien, dan memberikan kepastian hukum. Untuk itu para pihak umumnya menghendaki adanya suatu model kontrak yang standar atau unified dalam transaksi dagang internasional. Dalam kontrak dagang internasional, masingmasing pihak tunduk pada ketentuan hukum negaranya sendiri, akibatnya seringkali terjadi kesulitan dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, ke depan perlu ada hukum baru yang mengatur unifikasi hukum dalam jual beli barang secara internasional. Kata kunci: New Lex Mercatoria; Unifikasi Hukum 1. Pendahuluan Jual beli barang secara internasional (international sale of goods) merupakan bagian yang sangat fundamental dalam Hukum Perdagangan Internasional. Jual beli barang secara internasional itu terjadi, manakala transaksi tersebut dilakukan antara para pihak (penjual dan pembeli) yang berada di lintas negara yang berbeda (transborder transaction). Oleh karena itu, dalam setiap transaksi perdagangan internasional selalu terkait lebih dari satu sistem hukum nasional. Persoalan hukum (legal issue) yang muncul dalam kaitan ini adalah hukum manakah yang akan berlaku terhadap transaksi tersebut. Persoalan hukum yang demikian ini termasuk ke dalam bidang Hukum Perdata Internasional (HPI) yang sebenarnya merupakan bagian dari Hukum Nasional. 2 Meskipun suatu kontrak bisnis (dagang) internasional itu dikuasai oleh bidang hukum yang dikenal dengan nama HPI, namun tidaklah berarti bahwa di seluruh dunia hanya berlaku satu HPI saja. Tiap-tiap negara yang berdaulat memiliki sistem hukum nasional sendiri yang mengatur hubungan hukum internasional, 3 termasuk di bidang hukum perdagangan internasional. Dengan perkataan lain, dalam perdagangan internasional masing-masing negara memiliki kedaulatan hukum sendiri. Persoalan kedaulatan hukum di antara masing-masing negara inilah yang sebenarnya menjadi pokok pangkal kesulitan dalam kontrak jual beli barang secara internasional. Oleh karena dalam 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang 2 Peter Mahmud Marzuki, Hukum Perdagangan Internasional, Bahan Kuliah Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Unair, Surabaya, 1997, h Setiawan, Beberapa Catatan tentang Kontrak Bisnis Internasional: Penyelesaian Sengketa, Bahan Seminar Ikadin Cab. Surabaya, 7 Juni 1997, h. 2. 1

2 transaksi jual beli secara internasional itu terdapat unsur-unsur asing, baik yang disebabkan oleh subyek kontrak (para pihak) maupun obyek kontrak (barang) yang memang berada di negara lain. Hal ini tentu saja membawa konsekuensi terhadap kemungkinan berlakunya hukum nasional yang berbeda-beda terhadap transaksi yang mereka lakukan, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak asing yang melakukan perjanjian jual beli barang secara internasional. Dengan mengacu pada persoalan hukum yang demikian itu, maka muncul pemikiran baru di kalangan ahli hukum perdagangan internasional yang menolak penerapan HPI dalam transaksi dagang internasional dan sekaligus mengusulkan kaidahkaidah hukum otonom dalam transaksi tersebut yang berlaku umum dan diterima di semua negara. Pemikiran para ahli hukum perdagangan internasional yang menghendaki berlaku keseragaman (unifikasi) hukum dalam perdagangan internasional tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa pada dasarnya ada kesamaan-kesamaan pranata hukum yang secara universal dapat diterima oleh semua negara di bidang perdagangan internasional. Kesamaan-kesamaan pranata hukum tersebut, menurut Goldstaijn, didasarkan atas tiga dalil (proposisi) yang fundamental, yaitu: (1) the principle of authonomy of the parties will; (2) that the contract must be faithfully performed (Pacta Sunt Servanda); (3) the use of arbitration. 4 Prinsip otonomi para pihak atau yang lazim juga disebut asas kebebasan berkontrak mengandung arti bahwa pada dasarnya setiap orang secara hukum diberikan kebebasan untuk membuat suatu perjanjian (kontrak) dengan orang lain, termasuk dengan orang yang tempat usahanya berada di negara yang berbeda atau lintas negara (transborder). Mereka secara otonom dapat menentukan atau mengatur sendiri bentukbentuk atau syarat-syarat (isi) perjanjian sesuai dengan kesepakatan (konsensus) di antara para pihak yang terlibat dalam perjanjian (contractants). Dengan adanya perjanjian itu, berarti para pihak telah menciptakan hukum sendiri. Konsekuensinya, mereka secara hukum terikat untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik (good faith; goede trouw) 5 sesuai dengan prinsip hukum yang dikenal dalam Hukum Romawi Pacta Sunt Servanda (vide, pasal 1338 BW). Selanjutnya, tentang arbitrase (perwasitan) dalam perdagangan internasional, sebenarnya merupakan mekanisme penyelesaian sengketa yang baru dapat dilakukan apabila para pihak dalam perjanjian tersebut terlebih dahulu bersepakat untuk melakukan hal itu dalam perjanjian yang telah mereka buat. Dengan perkataan lain, arbitrase itu ada dan dapat dipergunakan oleh para pihak dalam menyelesaikan sengketa dagang (internasional), apabila hal itu telah diperjanjikan sebelumnya berdasarkan prinsip 4 C.M. Schmitthoff, The Unification of International Trade, dalam Chia-Jui Cheng (ed), Select Essays on International Trade Law, Martinus Nijhoff Publishers, 1988, h Dalam perkara Gateway v. Arton Holdings Ltd. (1991), 106, NSR (2d) 180 (S.C.) di Kanada, itikad baik melahirkan tiga pertanyaan. Pertama, apakah doktrin tersebut semata-mata mengenai ketidakpastian dan moralisme hukum? Kedua, apakah doktrin itikad baik tersebut adalah teori hukum kontrak yang terkait dengan teori hukum kontrak neoklasik? Dan ketiga, apakah doktrin ini adalah rule of law atau rule of interpretation? Baca, Erman Radjagukguk, Hukum Kontrak Internasional dan Perdagangan Bebas, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 2, 1997, h. 7. 2

3 Pactum de Compromittendo. 6 Penggunaan arbitrase dalam menyelesaikan sengketasengketa dagang internasional ini sebenarnya merupakan suatu terobosan atau jalan keluar dari mekanisme penyelesaian sengketa yang pada umumnya dilakukan melalui pengadilan. Penggunaan lembaga arbitrase ini lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan praktis-ekonomis. Sebab, bukankah pada umumnya penyelesaian sengketa dagang yang dilakukan melalui jalur pengadilan, di samping prosedur rumit, biayanya mahal, waktunya lama, serta belum tentu diadili oleh hakim-hakim profesional yang benar-benar menguasai seluk-beluk perdagangan. Hal-hal yang demikian itu tentu saja sangat merugikan para pedagang. Oleh karena itulah dalam praktek jual beli barang secara internasional lazim digunakan lembaga arbitrase dalam menyelesaikan sengketa dagang yang mereka hadapi. Di samping ketiga dalil tersebut di atas, kesamaan-kesamaan pranata hukum dalam praktek jual beli barang secara internasional sudah lazim digunakan Letter of Credit (L/C) atau Bankers Commercial Credit dalam sistim pembayaran, syarat-syarat Cost, Insurence, and Freight (C.I.F), Free on Board (F.O.B.), Bill of Lading (B/L), dan lain-lain. Dengan demikian, dalam perdagangan internasional sangat diperlukan adanya suatu uniform rule yang otonom dan dapat diterima secara universal. Ketentuan yang universal ini oleh Schmitthoff dinamakan sebagai Hukum Perdagangan Internasional Modern (The Modern of International Trade Law) atau yang lazim disebut dengan istilah New Lex Mercatoria New Lex Mercatoria New Lex Mercatoria sebenarnya merupakan perwujudan kembali atau reinkarnasi dari Lex Mercatoria atau Merchant(ile) Law yang lahir dan dipraktekkan pada abad pertengahan. Kemudian, pada abad ke-17 sampai ke-19, Lex Mercatoria itu telah diterima dan dimasukkan ke dalam hukum nasional negara-negara di Eropa, misalnya Perancis, Inggris, Belanda, dan Jerman. New Lex Mercatoria bukanlah cabang dari Hukum Internasional Publik (Ius Gentium), dan ketentuan hukum ini berlaku dan diterapkan di berbagai negara berdasarkan toleransi dari negara-negara yang berdaulat. Nex Lex Mercatoria terdiri dari norma-norma hukum, praktek-praktek dan kebiasaan yang dinyatakan dalam teks-teks otoritatif yang dihimpun oleh organisasi-organasi internasional, seperti International Chamber of Commerce (ICC), The Council of Mutual Economic for Europe, dan International Institute for Unification of Private Law. New Lex Mercatoria, menurut Bertold Goldman, adalah a set of general principles and customary rules spontaneously referred to or elaborated in the framework of international law, without reference to a particular national system of law. 8 Ketentuan hukum yang diciptakan oleh masyarakat internasional ini sifatnya otonom, terlepas dari sistem hukum nasional manapun. Ketentuan hukum itu, menurut Schmitthoff, berisi prinsip-prinsip umum dalam hubungan hukum (transaksi) perdagangan internasional. Oleh karena itu, hubungan-hubungan hukum dalam 6 Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, h C.M. Schmitthoff, op. cit., h Lihat Ietje K. Andries, Unifikasi dan Kodifikasi Hukum Perdagangan Internasional Khususnya Jual Beli Barang secara Internasional, Seri Dasar Hukum Ekonomi 7, ELIPS, 1998, h

4 perdagangan yang diakui oleh New Lex Mercatoria ini melibatkan negara-negara yang berbeda (the body of rules governing commercial relationships of private law nature involving different countries). 9 Ketentuan baru dalam perdagangan internasional yang lahir pada akhir abad ke-20 ini ditandai dengan munculnya semangat unifikasi hukum dalam perdagangan internasional secara global. Pemikiran yang melatarbelakangi semangat ini dipelopori antara lain oleh Schmitthoff pada tahun 1957, yang kemudian banyak didukung oleh para ahli hukum dari berbagai negara. Meskipun banyak ahli hukum perdagangan internasional yang mendukung New Lex Mercatoria, namun ada juga yang meragukan keabsahan dan efektivitasnya. Terlepas dari perbedaan ilmiah tersebut, sebagai suatu bidang hukum yang mandiri (otonom), New Lex Mercatoria ternyata kini telah banyak diterapkan dan diakui oleh masyarakat internasional di banyak negara maupun lembaga-lembaga arbitrase. 3. Sumber Hukum New Lex Mercatoria Menurut Schmitthoff, sumber-sumber hukum dari New Lex Mercatoria terdapat dalam International Legislation dan International Commercial Custom. 10 International Legislation adalah kaidah-kaidah hukum yang diterima dan disetujui oleh negara-negara yang berdaulat, biasanya dalam bentuk: (1) konvensi-konvensi internasional, seperti konvensi internasional tentang Bill of Lading (Hague Rules) yang diubah oleh Brussels Protocol 1968 dan (2) Model Law, seperti Uniform Law on International Sale yang disponsori oleh konferensi internasional di Den Haag Sedang, International Commercial Custom adalah kebiasaan-kebiasaan dan praktek internasional di bidang perdagangan yang dibentuk oleh organisasi-organisasi internasional, seperti Incoterms 1980 dan Uniform Custom and Practice for Documentary Credit 1974 yang disponsori oleh International Chamber of Commerce (ICC). Menurut O. Lando, unsur-unsur dalam New Lew Mercatoria dapat ditemukan dalam berbagai sumber hukum, yaitu: (1) Public International Law, seperti: International Convention on Settlement of Investment Disputes 1995 dan Viene Convention on the Law of Treaties 1969; (2) Uniform Laws, seperti: Convention on Contracts for International Sale of Goods 1980; (3) The General Principles of Law, seperti: pacta sunt servanda, good faith, ribus sic stantibus; (4) The Rules of International Organizations, misalnya berbentuk produk-produk hukum yang dihasilkan oleh International Chamber of Commerce (ICC), The United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL), dan The International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT); (5) Customs and Usages, seperti: Incoterms dan Uniform Customs and Practices for Documentary Credits; (6) Standard Form Contracts, seperti: General Conditions for the Supply of Plan and Machinery for Export, yang dibuat oleh Komisi Ekonomi Eropa (The Economic Commission for Europe) dan kontrak baku yang dibuat oleh Bank Dunia; (7) Reporting of Arbitral Awards Ibid. 10 C.M. Schmitthoff, op. cit., h

5 11 Ietje K. Andries, op. cit., h

6 4. Konvensi Jual Beli Barang secara Internasional Sebagaimana dikatahui bahwa pada tahun 1964 telah berhasil dibentuk dua konvensi tentang jual beli secara internasional, yaitu The Uniform Law on the International Sale of Goods dan The Uniform Law on the Formation of Contracts for the International Sale of Goods. Maksud dari kedua konvensi ini adalah mengurangi kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan yang disebabkan oleh adanya keanekaragaman sistem hukum dalam perdagangan internasional. Pada tahun 1980, kedua konvensi tersebut telah direvisi oleh UNCITRAL dan kemudian diintegrasikan menjadi The United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods (selanjutnya disingkat CISG). Konvensi jual beli barang secara internasional (CISG) ini, menurut Sudargo Gautama, merupakan suatu model kontrak dimana para pihak dapat menggunakannya tetapi dapat juga mengesampingkannya 12 (vide, pasal 6 CISG), jika memang hal itu dikehendaki oleh para pihak. Dengan demikian, berarti berlakunya konvensi tersebut sepenuhnya tergantung kepada kesepakatan atau perjanjian di antara para pihak yang melakukan transaksi dagang internasional. Dengan perkataan lain, para pihak diberikan kebebasan untuk menggunakan model kontrak menurut konvensi tersebut atau mengesampingkan berdasarkan ketentuan atau syarat-syarat perjanjian yang mereka tetapkan sendiri berdasarkan asas kebebasan berkontrak atau prinsip otonomi kehendak dalam suatu perjanjian yang memang diakui secara universal. Hal ini berarti bahwa kaidah hukum dalam CISG itu merupakan norma hukum yang sifatnya mengatur (regelen recht) atau hukum pelengkap (aanvullen recht), dan bukan merupakan ketentuan hukum yang bersifat memaksa (dwingen recht). Hal ini membawa konsekuensi bahwa berlakunya konvensi tersebut semata-mata bergantung pada kehendak atau pilihan bebas dari para pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Dengan demikian, jika mereka tidak menghendaki berlaku ketentuan yang ada dalam CISG, maka kaidah hukum konvensi tersebut tidak dapat dipaksakan berlakunya. Meskipun daya berlakunya CISG itu bergantung pada kehendak bebas dari para pihak yang melakukan transaksi dagang secara internasional, namun mengingat banyaknya kendala hukum dalam melakukan transaksi dagang internasional yang dialami oleh para pihak jika digunakan hukum negara masing-masing pihak, maka ada baiknya apabila konvensi ini dapat diterima oleh semua negara secara universal agar terdapat unifikasi hukum di bidang jual beli (barang) secara internasional. Persoalannya, bagaimana ruang lingkup berlakunya CISG 1980? Dalam hubungan ini, pasal 1 ayat (1) CISG menggariskan bahwa: This convention apllies to contracts of sale of goods between parties whose places of business are in different states: (a) when the states are contracting states; or (b) when the rules of private international law lead to the application of the law of a contracting states. Berdasarkan ketentuan tersebut, berarti meskipun transaksi bisnis itu dilakukan oleh para pihak yang tempat usahanya berada di negara yang berlainan, namun hal itu tidak secara otomatis mereka dapat memberlakukan konvensi ini. Mereka baru dapat Sudargo Gautama, Hukum Perdata dan Dagang Internasional, Alumni, Bandung, 1980, h. 6

7 menggunakan konvensi ini apabila negara masing-masing pihak dalam kontrak tersebut termasuk negara peserta konvensi atau negara yang menandatangani konvensi tersebut. Bila syarat pertama ini tidak terpenuhi, maka syarat alternatif yang memungkinkan diberlaku-kannya konvensi tersebut, yaitu peraturan Hukum Perdata Internasional (HPI) dari negara masing-masing pihak menyebabkan berlakunya hukum dari suatu negara peserta. Dalam kaitan ini perlu dikemukakan bahwa Indonesia bukanlah negara peserta konvensi tersebut, dan hingga saat ini negara kita juga belum meratifikasi konvensi tersebut. Dengan demikian, saat ini kita belum bisa menggunakan konvensi tersebut dalam melakukan jual beli barang lintas negara. Hal lain yang perlu saya kemukakan adalah bahwa konvensi ini hanya berlaku terhadap kontrak jual beli yang oyeknya barang (sale of goods) dan tidak berlaku terhadap transaksi jasa secara internasional. Padahal seperti dikatahui bahwa hubungan dagang secara internasional itu tidak selalu dalam bentuk jual beli barang, tetapi termasuk juga dalam bentuk jasa-jasa, misalnya berupa bantuan teknis atau manajerial, pinjaman dana (loan; credit), dan lain-lain. Di samping itu, menurut pasal 2 CISG, konvensi ini tidak berlaku terhadap jual beli: a. barang yang dibeli untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangga, kecuali penjual setiap saat sebelum atau pada waktu penyelesaian kontrak, tidak mengetahui atau tidak seharusnya mengetahui bahwa barang yang dibeli adalah untuk keperluan tersebut di atas; b. melalui lelang (by auction); c. melalui eksekusi atau karena wewenang hukum (on execution or otherwise by authority of law); d. obligasi, saham, investment securities, kertas berharga atau uang; e. kapal, kendaraan terapung, atau pesawat terbang (of ships, vessels, hovercraft or aircraft); f. listrik (of electricity). Kiranya perlu ditekankan bahwa konvensi ini lebih banyak mengatur tentang pembentukan kontrak penjualan dan hak-hak serta kewajiban penjual dan pembeli. Tidak tercakup di dalamnya tentang sahnya kontrak dan akibat dari kontrak atas harta milik di dalam barang-barang yang dijual itu (pasal 4 CISG). Meskipun demikian, konvensi ini juga mengatur tentang upaya-upaya hukum apabila terjadi pelanggaran kontrak (breach of contract), baik oleh penjual (pasal 45 s.d. 52) maupun pembeli (pasal 61 s.d. 65). Di samping itu, konvensi ini juga mengatur tentang risiko-risiko terhadap kehilangan atau kerusakan barang-barang (pasal 66 s.d. 70); pembayaran bunga atas keterlambatan pengambilan atau pembayaran barang-barang (pasal 85 s.d. 88). Adapun hak dan kewajiban penjual dan pembeli menurut konvensi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban penjual (yang secara a contrario sekaligus merupakan hak pembeli): a. menyerahkan barang-barang, dokumen-dokumen, sebagaiamana diperlukan dalam kontrak (pasal 30); b. jika penjual tidak terikat untuk menyerahkan barang-barang di tempat yang ditentukan, maka kewajibannya adalah menyerahkan barang-barang kepada pengangkut pertama untuk diserahkan kepada pembeli (pasal 31 sub a); 7

8 c. penjual harus menyerahkan barang-barang: - pada tanggal yang ditentukan; - dalam jangka waktu yang telah ditentukan; - dalam jangka waktu yang wajar (reasonable) setelah pembuatan kontrak (pasal 33); d. penjual harus menyerahkan barang-barang yang bebas dari tuntutan dan hak pihak ketiga, kecuali jika pembeli menyetujui untuk mengambil barang-barang tersebut (pasal 41). 2. Kewajiban Pembeli (yang secara a contrario merupakan hak penjual): a. pembeli harus membayar harga barang-barang berdasarkan kontrak, hukum dan peraturan-peraturan (pasal 53-54); b. jika pembeli tidak terikat untuk membayar harga di suatu tempat tertentu, maka pembeli harus membayarnya di tempat dimana penyerahan barang dan dokumen dilakukan (pasal 57 ayat 1); c. pembeli harus membayar harga barang pada tanggal yang telah ditentukan dalam kontrak (pasal 59); d. jika waktu pembayaran tidak ditentukan secara pasti maka pembeli harus membayarnya ketika si penjual menempatkan barang-barang di tempat penyimpanan si pembeli (pasal 59 ayat 1); Jika kita cermati ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kewajiban penjual dan pembeli sebagaimana yang diatur dalam konvensi (CISG) di atas, maka ternyata banyak kesamaannya dengan ketentuan-ketentuan mengenai kewajiban penjual dan pembeli sebagaiamana yang diatur dalam Buku III Bagian Kedua dan Ketiga BW yang berlaku di negara kita yang nota bene merupakan kodifikasi hukum yang berasal dari Civil Law System. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Civil Law System dalam konvensi internasional tersebut, di samping tentunya ada beberapa ketentuan dalam CISG yang diadopsi dari kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek dalam perdagangan internasional yang lazim dipergunakan dalam Common Law System. Dalam hubungan ini, Jonathan A. Eddy mengatakan: The CISG strikes a balance between traditional common law rules in this area (which as a practical matter are reasonably close to civil law rules in terms of the results reached on particular facts), and the stance of more recent Amarican legislation (the Uniform Commercial Code), which is more willing to find a contract has been formed in ambiguous circumstances. 13 Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya substansi CISG 1980 merupakan perkawinan dari kedua sistem hukum tersebut, yakni common law dan civil law. 5. Kesimpulan Pada dasarnya dalam suatu perdagangan, termasuk dalam perdagangan internasional, para pihak yang terlibat di dalamnya sangat menghendaki agar transaksi yang mereka lakukan berjalan lancar, efisien, dan memberikan kepastian hukum. Karena 13 Jonathan A. Eddy, Law and Practice of Transnational Sales, Seri Dasar Hukum Ekonomi 7, ELIPS, 1998, h. 12 8

9 itulah mereka umumnya menghendaki adanya suatu model kontrak yang standar atau unified dalam transaksi dagang internasional yang bentuk dan isinya sama-sama diketahui dan disepakati oleh para pihak (penjual dan pembeli). Oleh karena dalam kontrak dagang internasional itu masing-masing pihak tunduk pada ketentuan hukum negaranya sendiri yang mungkin saja belum sama bahasa yang mereka gunakan, mata uang yang mereka pakai, dan kultur serta kebiasaan-kebiasaan mereka, maka seringkali terjadi kesulitan atau kendala hukum dalam pelaksanaan jual beli barang secara internasional. Apalagi, kalau terjadi pelanggaran kontrak oleh salah satu pihak atau ada risiko yang menyebabkan suatu kontrak tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya konflik hukum yang biasanya disebabkan oleh adanya interpretasi yang berbeda atau karena adanya perbedaan sistem atau norma hukum yang berlaku di masing-masing contractans. Ketidakpastian hukum ini, tentu saja, sangat merugikan para pedagang dalam lalu lintas bisnis internasional. Oleh karena itulah, perlu adanya ketentuan baru dalam perdagangan internasional (New Lex Mercatoria) yang lebih menjamin adanya kepastian hukum. Kepastian hukum dalam perdagangan internasional ini diharapkan dapat dicapai manakala para pihak tunduk pada ketentuan hukum yang sama (unifikasi hukum). Dan unifikasi hukum dalam perdagangan internasional ini dapat diciptakan, antara lain melalui konvensi hukum internasional, khususnya di bidang perdagangan internasional. Menyadari betapa pentingnya konvensi tersebut, maka pada tahun 1980 telah ada konvensi PBB yang mengatur tentang kontrak jual beli barang secara internasional (CISG 1980) yang memungkinkan adanya penyeragaman penggunaan ketentuan hukum bagi para pedagang secara universal. Ironisnya, hingga kini Indonesia belum meratifikasi konvensi tersebut, padahal tidak lama lagi kita akan memasuki era perdagangan bebas (free trade era)! 9

10 DAFTAR BACAAN Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, Andries, Ietje K., Unifikasi dan Kodifikasi Hukum Perdagangan Internasional Khususnya Jual Beli Barang secara Internasional, dalam Seri Dasar Hukum Ekonomi 7, ELIPS, Jakarta, Eddy, Jonathan A., Law and Practice of Transnational Sales, dalam Seri Dasar Hukum Ekonomi 7, ELIPS, Jakarta, Peter Mahmud Marzuki, Hukum Perdagangan Internasional, Bahan Kuliah Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Unair, Surabaya, Radjagukguk, Erman, Hukum Kontrak Internasional dan Perdagangan Bebas, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 2, Jakarta, Schmitthoff, C.M., The Unification of International Trade, dalam Chia-Jui Cheng (ed), Select Essays on International Trade Law, Martinus Nijhoff Publishers, Setiawan, Beberapa Catatan tentang Kontrak Bisnis Internasional: Penyelesaian Sengketa, Bahan Seminar Ikadin Cab. Surabaya, 7 Juni Sudargo Gautama, Hukum Perdata dan Dagang Internasional, Alumni, Bandung,

11 11

12 12

13 13

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek dalam kehidupan manusia adalah perdagangan, perdagangan merupakan salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang telah berlangsung

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994)

PRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994) PRINSIP-PRINSIP KONTRAK INTERNASIONAL UNIDROIT (The UNIDROIT Principles of International Contracts, 1994) Dr. Mahmul Siregar,, SH, M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah dan Rumusan Masalah. hukum tersebut perlu dituangkan ke dalam kontrak internasional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah dan Rumusan Masalah. hukum tersebut perlu dituangkan ke dalam kontrak internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah dan Rumusan Masalah Pada era globalisasi dewasa ini, transaksi bisnis sering dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berasal dari negara yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. 1 BEBERAPA CATATAN TENTANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA; ARBITRASE oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. I Berkembangnya usaha perniagaan di Indonesia telah membawa pada suatu segi yang lain dari

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2

Lex et Societatis, Vol. I/No. 4/Agustus/2013. PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL 1 Oleh : Raditya N. Rai 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang ada dalam hukum kontrak dagang internasional

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Kekhususan Jual Beli Perusahaan JUAL BELI DAGANG Suatu perjanjian jual beli sebagai perbuatan perusahaan yakni perbuatan pedagang / pengusaha lainnya yang berdasarkan jabatannya melakukan perjanjian jual beli Kekhususan Jual Beli Perusahaan

Lebih terperinci

HARMONISASI HUKUM ASEAN TENTANG JUAL BELI BARANG INTERNASIONAL DAN PENGADAAN BARANG & JASA PUBLIK

HARMONISASI HUKUM ASEAN TENTANG JUAL BELI BARANG INTERNASIONAL DAN PENGADAAN BARANG & JASA PUBLIK HARMONISASI HUKUM ASEAN TENTANG JUAL BELI BARANG INTERNASIONAL DAN PENGADAAN BARANG & JASA PUBLIK Bayu Seto Hardjowahono 1 PENDAHULUAN Sesuai terms of reference yang disampaikan kepada kami untuk memberikan

Lebih terperinci

States) juga mengakui bahwa setiap negara memiliki hak untuk melakukan perdagangan

States) juga mengakui bahwa setiap negara memiliki hak untuk melakukan perdagangan MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 11 HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 A. DEFINISI DAN PENDEKATAN HUKUM PERNIAGAAN INTERNASIONAL 2 1. an Introduction Hukum perniagaan/perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945).

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK KERJASAMA INTERNASIONAL BERDASARKAN UNIDROIT

PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK KERJASAMA INTERNASIONAL BERDASARKAN UNIDROIT PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK KERJASAMA INTERNASIONAL BERDASARKAN UNIDROIT Oleh: Ni Putu Mirayanthi Utami I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. bagi masing-masing pihak yaitu pihak penjual diwajibkan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi Indonesia. bagi masing-masing pihak yaitu pihak penjual diwajibkan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan antar negara atau pedagangan luar negeri merupakan salah satu kegiatan yang penting sebagai bagian dari perdagangan internasional. Kegiatan ini juga merupakan

Lebih terperinci

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce.

Keywords: Role, UNCITRAL, Harmonization, E-Commerce. Peran United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) dalam Harmonisasi Hukum Transaksi Perdagangan Elektronik (E-Commerce) Internasional Oleh: Ni Putu Dewi Lestari Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 3 SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber hukum menempati kedudukan yang sangat penting dan merupakan faktor yang menentukan dalam penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1 HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal

Lebih terperinci

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I.

PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. PILIHAN HUKUM DALAM KONTRAK BISNIS I. Latar Belakang. Kontrak binis Internasional selalu dipertautkan oleh lebih dari system hukum. Apabila para pihak dalam kontrak kontrak bisnis yang demikian ini tidak

Lebih terperinci

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM

HPI PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX. By Malahayati, SH., LLM HPI 1 PILIHAN HUKUM PERTEMUAN IX By Malahayati, SH., LLM TOPIK 2 PENGERTIAN CARA PILIHAN HUKUM LEX MERCATORIA LEX LOCI CONTRACTUS TEORI PENGERTIAN 3 Pada prinsipnya hukum yang berlaku di dalam kontrak

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP

PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP PERTANGGUNGJAWABAN IMPORTIR ATAS KERUGIAN EKSPORTIR AKIBAT DARI FREE ON BOARD TRAP oleh Angela Paramitha Sasongko I Made Pujawan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Dalam transaksi

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Hal ini sejalan pula dengan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Hal ini sejalan pula dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek yang dewasa ini aktivitasnya melibatkan hampir seluruh negara di dunia. Hal ini sejalan pula dengan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara dengan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENULISAN

BAB 3 METODE PENULISAN 49 BAB 3 METODE PENULISAN Dalam penulisan skripsi mengenai Documentary Credit ini diperlukan suatu metode penelitian untuk memberi batasan dan memperjelas penulisan. Metode penelitian akan menentukan jenis

Lebih terperinci

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL Bab 1 PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG Indonesia adalah bagian dari dunia internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir, Yurisprudensi Indonesia Tentang Perbuatan Melanggar Hukum,

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir, Yurisprudensi Indonesia Tentang Perbuatan Melanggar Hukum, DAFTAR PUSTAKA BUKU DAN KAMUS: Ali, Chidir, Yurisprudensi Indonesia Tentang Perbuatan Melanggar Hukum, Binacipta 1978. Amir M.S., Teknik Perdagangan Luar Negeri, Cetakan Kedua, Penerbit Bhratara Karya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958

PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING BERKAITAN DENGAN ASAS KETERTIBAN UMUM DI INDONESIA MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 (Farrah Ratna Listya, 07 140 189, Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 77 Halaman)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Documentary Credit menurut Kebiasaan (custom) Internasional & Hukum Perdagangan Internasional Sebelum membahas ketentuan mengenai hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perdagangan Melalui Elektronik (E - Commerce)

BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perdagangan Melalui Elektronik (E - Commerce) 20 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Tinjauan Umum Tentang Perdagangan Melalui Elektronik (E - Commerce) Timbulnya kebutuhan manusia akan berbagai hal demi memenuhi kebutuhan hidupnya merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI PERJANJIAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI DISUSUN OLEH : Sudaryanto, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS SEMARANG TAHUN 2011 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Hukum Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya 1. Pembiayaan Konsumen Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III PENGATURAN CISG SEBAGAI APPLICABLE SUBSTANTIVE LAW PADA KONTRAK JUAL BELI INTERNASIONAL

BAB III PENGATURAN CISG SEBAGAI APPLICABLE SUBSTANTIVE LAW PADA KONTRAK JUAL BELI INTERNASIONAL 51 BAB III PENGATURAN CISG SEBAGAI APPLICABLE SUBSTANTIVE LAW PADA 3.1 United Nations Convention on Contracts for International Sale of Goods (CISG) MerupakanLex Mercatoria Kontrak Jual Beli Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi perlindungan bagi

Lebih terperinci

KONTRAK DAGANG. Copyright by dhoni.yusra

KONTRAK DAGANG. Copyright by dhoni.yusra KONTRAK DAGANG Copyright by dhoni.yusra Kontrak Dagang Istilah kontrak dipakai dalam praktek bisnis, namun istilah lain yang lazim digunakan adalah perjanjian atau persetujuan Pasal 1313 KUHPerd : Persetujuan

Lebih terperinci

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini:

Konvensi ini mengandung 16 pasal. Dari pasal-pasal ini dapat ditarik 5 prinsip berikut dibawah ini: NAMA: Catherine Claudia NIM: 2011-0500-256 PELAKSANAAN KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE KOMERSIAL NTERNASIONAL MENURUT KONVENSI NEW YORK 1958 Salah satu fokus utama dalam Konvensi New York 1958, yakni Convetion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan dalam bidang usaha pada zaman modern sekarang ini, menyebabkan orang-orang serta para pengusaha menginginkan segala sesuatunya bersifat

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH SETIAWAN KARNOLIS LA IA NIM: 050200047

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014. INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan INCOTERMS DALAM KAJIAN HUKUM DAGANG INTERNASIONAL Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan adanya perkembangan zaman yang semakin modern, dalam dunia internasional tiap-tiap Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam satu negara, kepentingan hukum dapat diadakan dengan berdasarkan kontrak di antara dua orang atau lebih, kesepakatan resmi, atau menurut sistem pemindahtanganan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum dan Peradilan Niaga SHPDT1210 2 VI Marnia Rani Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi Mata kuliah Hukum dan

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG]

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG KONTRAK UNTUK PERDAGANGAN BARANG INTERNASIONAL (1980) [CISG] Untuk keperluan kutipan versi AS, teks bahasa Inggris bersertifikasi PBB dipublikasikan dalam 52

Lebih terperinci

DASAR HUKUM BERLAKUNYA BEDING SYARAT-SYARAT (BEDING) DALAM JUAL BELI PERNIAGAAN ISI BEDING JUAL BELI LOKO 11/8/2014. Ps BW:

DASAR HUKUM BERLAKUNYA BEDING SYARAT-SYARAT (BEDING) DALAM JUAL BELI PERNIAGAAN ISI BEDING JUAL BELI LOKO 11/8/2014. Ps BW: DASAR HUKUM BERLAKUNYA BEDING SYARAT-SYARAT (BEDING) DALAM JUAL BELI PERNIAGAAN Ps. 1347 BW: Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam persetujuan,

Lebih terperinci

HARMONISASI HUKUM KONTRAK DAN DAMPAKNYA PADA HUKUM KONTRAK INDONESIA

HARMONISASI HUKUM KONTRAK DAN DAMPAKNYA PADA HUKUM KONTRAK INDONESIA HARMONISASI HUKUM KONTRAK DAN DAMPAKNYA PADA HUKUM KONTRAK INDONESIA Samuel Hutabarat email: samuelhut@yahoo.com Abstract International commercial contracts are contracts closed by parties coming from

Lebih terperinci

BAB II. PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN PENJUAL DAN PEMBELI DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL DITINJAU DARI KETENTUAN UPICCs, KONVENSI CISG, KUHPERDATA

BAB II. PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN PENJUAL DAN PEMBELI DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL DITINJAU DARI KETENTUAN UPICCs, KONVENSI CISG, KUHPERDATA 40 BAB II PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN PENJUAL DAN PEMBELI DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL DITINJAU DARI KETENTUAN UPICCs, KONVENSI CISG, KUHPERDATA A. Jual Beli Internasional 1. Pengertian Jual Beli dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor.

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor-impor. Perdagangan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA

BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA 40 BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA A. Gambaran Umum Tentang KUH Perdata. 1. Sejarah KUH Perdata Sejarah terbentuknya KUH Perdata di Indonesia tidak terlepas dari

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL

PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL PENYELESAIAN SENGKETA TERHADAP INVESTOR ASING JIKA TERJADI SENGKETA HUKUM DALAM PENANAMAN MODAL Oleh : I Nyoman Sudiawan I Gusti Ayu Agung Ariani Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

2 melalui pemberian kuasa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Energi Dan Su

2 melalui pemberian kuasa kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Energi Dan Su LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2014 APBN. Arbitrase. Gugatan. Nusa Tenggara Partnership. PT. Newmont Nusa Tenggara. Penugasan Menteri. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga barang dan jasa yang diproduksi pun berbeda. Untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perdagangan tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat, terutama dalam pemenuhan akan barang dan jasa. Namun tidak semua barang dan jasa yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. khususnya di bidang ekonomi internasional. Kelancaran serta kesuksesan

BAB I. Pendahuluan. khususnya di bidang ekonomi internasional. Kelancaran serta kesuksesan digilib.uns.ac.id 1 BAB I Pendahuluan A. Latar belakang masalah Perkembangan serta kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi dan transportasi telah memberi pengaruh yang besar dalam hubungan antar negara

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 12 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pendahuluan Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mesin yang dapat menerima informasi input digital, kemudian. Internet merupakan sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan

BAB I PENDAHULUAN. mesin yang dapat menerima informasi input digital, kemudian. Internet merupakan sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi dalam era globalisasi, membuat berbagai aktivitas sehari-hari dilakukan dengan bantuan alat-alat elektronik yang salah satunya adalah

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Pande Putu Frisca Indiradewi I Gusti Ayu Puspawati I Dewa Gede Rudy Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Goals

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL DAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh : IKANINGTYAS, SH.LLM Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 Pengertian Hk. Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas yang

Lebih terperinci

BAB II HUKUM YANG MENGATUR KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL. A. Pengaturan Hukum Mengenai Kontrak Dagang Internasional Dalam Berbagai Konvensi

BAB II HUKUM YANG MENGATUR KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL. A. Pengaturan Hukum Mengenai Kontrak Dagang Internasional Dalam Berbagai Konvensi BAB II HUKUM YANG MENGATUR KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL A. Pengaturan Hukum Mengenai Kontrak Dagang Internasional Dalam Berbagai Konvensi Berkenaan dengan kontrak dagang yang bersifat internasional, maka

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG PENUGASAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, MENTERI KEUANGAN, MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, JAKSA AGUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang menyumbang sekitar 880,17 triliun pada Produk Domestik Bruto

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang menyumbang sekitar 880,17 triliun pada Produk Domestik Bruto 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor pendukung utama ekonomi Indonesia yang menyumbang sekitar 880,17 triliun pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia

Lebih terperinci

HARMONISASI BUKU III KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DENGAN

HARMONISASI BUKU III KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DENGAN HARMONISASI BUKU III KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DENGAN Convention on Contracts for the International Sales of Goods dan United Nation Commission on International Trade Law TERHADAP KONTRAK DAGANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil

BAB I PENDAHULUAN. Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut Internasional/ The United Nations Convention on

Lebih terperinci

HUKUM KONTRAK M. YUSRIZAL ADI S,SH.MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016

HUKUM KONTRAK M. YUSRIZAL ADI S,SH.MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016 HUKUM KONTRAK M. YUSRIZAL ADI S,SH.MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA MEDAN 2016 ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM KONTRAK Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan, sebagian kalangan ahli hukum

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk.

PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika. Multi Finance Tbk. PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN (Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Perjanjian Di PT. Adira Dinamika Multi Finance Tbk. Cabang Purwodadi) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : Putu Prasintia Dewi Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACK Standard contract is typically made

Lebih terperinci

KEPASTIAN RISIKO, BIAYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM INCOTERMS 2010

KEPASTIAN RISIKO, BIAYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM INCOTERMS 2010 KEPASTIAN RISIKO, BIAYA DAN TANGGUNG JAWAB DALAM INCOTERMS 2010 Oleh: Surono Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Abstraksi: Incoterms 2010 merupakan produk ICC yang ditujukan untuk memudahkan transaksi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai BAB IV PENUTUP Setelah melakukan penelitian dan analisis mengenai bagaimanakah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di indonesia, maka dalam bab IV yang merupakan bab penutup ini, Penulis

Lebih terperinci

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana IMPLIKASI HUKUM PERSETUJUAN GENERAL AGREEMENT ON TRADE IN SERVICES (GATS) WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENGATURAN KEPARIWISATAAN DI INDONESIA Oleh : Putu Ayu Satya Mahayani I Ketut Sujana Hukum

Lebih terperinci

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D.

RESENSI BUKU. : Investor-State Arbitration. Rubins, Borzu Sabahi. Judul. Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. RESENSI BUKU Judul : Investor-State Arbitration Penulis buku : Christopher F. Dugan, Don Wallace, Jr., Noah D. Rubins, Borzu Sabahi Penerbit : Oxford University Press Bahasa : Inggris Jumlah halaman :

Lebih terperinci

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL a. Pengertian Sumber Hukum Internasional Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1. Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2

KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1. Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2 KETERKAITAN PERBANKAN DALAM TRANSAKSI WAREHOUSE RECEIPT 1 Oleh: Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M 2 Transaksi warehouse receipt telah banyak dilakukan baik di negara maju seperti Amerika dan Kanada maupun

Lebih terperinci

PROSEDUR KONVENSI ARBITRASE INTERNASIONAL MENGENAI PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL ASING

PROSEDUR KONVENSI ARBITRASE INTERNASIONAL MENGENAI PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL ASING 390 Hukum dan Pembangunan PROSEDUR KONVENSI ARBITRASE INTERNASIONAL MENGENAI PERSELISIHAN PENANAMAN MODAL ASING OIeh : Rizal Alif, SH Pada dasarnya Badan Arbitrase Internasional menerlma penglyuan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41.

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 41. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan di dalam kehidupan dunia modern merupakan suatu lembaga yang sulit untuk dihindari, karena lembaga ini memiliki fungsi yang diarahkan sebagai

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. (international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual

BAB II TINJAUAN UMUM DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL. (international trade) yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual BAB II TINJAUAN UMUM DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Pengertian Perdagangan Internasional Transaksi ekspor-impor adalah transaksi perdagangan internasional (international trade) yang sederhana dan tidak

Lebih terperinci

HARMONISASI PRINSIP-PRINSIP HUKUM KONTRAK MELALUI CHOICE OF LAW

HARMONISASI PRINSIP-PRINSIP HUKUM KONTRAK MELALUI CHOICE OF LAW HARMONISASI PRINSIP-PRINSIP HUKUM KONTRAK MELALUI CHOICE OF LAW Sitti Nurjannah Dosen Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Abstrak Besar dan jayanya negara-negara di dunia tidak terlepas dari

Lebih terperinci

Pengertian JUAL BELI PERNIAGAAN PERDAGANGAN/PERNIAGAAN 10/2/2014. Jual beli perdata (umum) adalah:

Pengertian JUAL BELI PERNIAGAAN PERDAGANGAN/PERNIAGAAN 10/2/2014. Jual beli perdata (umum) adalah: Pengertian JUAL BELI PERNIAGAAN Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD. Jual beli perdata (umum) adalah: Jual beli antar pedagang dan pribadi Jual beli antar pribadi dan pribadi Terjadi di pasar, toko, warung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu persetujuan tertentu berupa rangkaian kata-kata sebagai gambaran

BAB I PENDAHULUAN. Suatu persetujuan tertentu berupa rangkaian kata-kata sebagai gambaran BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Suatu persetujuan tertentu berupa rangkaian kata-kata sebagai gambaran dari suatu perhubungan antara kedua belah pihak. Seperti halnya dengan semua buah perbuatan manusia,

Lebih terperinci

GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi

GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi GARANSI TERBATAS (PLAYBOOK) Hak-Hak Yang Wajib Diperoleh Berdasarkan Undang-Undang. Garansi Terbatas ini mengatur tanggung jawab Research In Motion dan grup perusahaan afiliasinya ( RIM ) tentang BlackBerry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH DAN PEMERINTAH REPUBLIK UZBEKISTAN MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN ATAS PENANAMAN MODAL Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Uzbekistan, selanjutnya

Lebih terperinci

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS

PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS PENGATURAN ASAS REBUS SIC STANTIBUS DAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT TERKAIT PENYELESAIAN SENGKETA CELAH TIMOR ANTARA INDONESIA, AUSTRALIA DAN TIMOR LESTE Oleh : Stephanie Maarty K Satyarini

Lebih terperinci

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL HUKUM PAJAK INTERNASIONAL PELAKSANAAN DAN HAMBATAN DALAM PENEGAKAN PAJAK INTERNASIONAL MAKALAH Disusun dalam memenuhi nilai Tugas dalam Mata Kuliah Hukum Pajak Semester Genap - Tahun Akademik 2009-2010

Lebih terperinci

Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention

Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention Indonesian translation of the 2005 Choice of Court Convention This translation was kindly prepared by Dr. Afifah Kusumadara, Vannia Nur Isyrofi, and Hary Stiawan (lecturer and students at the Faculty of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditemukan pada setiap dan seluruh bagian dunia ini, dan hal ini sudah berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditemukan pada setiap dan seluruh bagian dunia ini, dan hal ini sudah berlangsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan jual beli adalah kegiatan yang secara universal atau umum ditemukan pada setiap dan seluruh bagian dunia ini, dan hal ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

Pengertian JUAL BELI PERNIAGAAN & PERBUATAN YG DILAKUKAN PERUSAHAAN PERDAGANGAN/PERNIAGAAN. 20-Sep-17. Jual beli perdata (umum) adalah:

Pengertian JUAL BELI PERNIAGAAN & PERBUATAN YG DILAKUKAN PERUSAHAAN PERDAGANGAN/PERNIAGAAN. 20-Sep-17. Jual beli perdata (umum) adalah: JUAL BELI PERNIAGAAN & PERBUATAN YG DILAKUKAN PERUSAHAAN Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD. Pengertian Jual beli perdata (umum) adalah: Jual beli antar pedagang dan pribadi Jual beli antar pribadi dan pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

PERBEDAAN POLITIK, EKONOMI, DAN HUKUM DALAM BISNIS INTERNASIONAL

PERBEDAAN POLITIK, EKONOMI, DAN HUKUM DALAM BISNIS INTERNASIONAL BAB 2 PERBEDAAN POLITIK, EKONOMI, DAN HUKUM DALAM BISNIS INTERNASIONAL ANDRI HELMI M, SE., MM. Ilustrasi Dimensi Lingkungan Eksternal Elemen lingkungan politik yang relevan adalah peranan pemerintah dalam

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN A. MANFAAT MATA KULIAH

KONTRAK PERKULIAHAN A. MANFAAT MATA KULIAH KONTRAK PERKULIAHAN Mata Kuliah : Hukum Perikatan Fakultas/ Program Studi : Hukum/ Magister Kenotariatan Kode Mata Kuliah : 532013 Dosen Pengampu : Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S.H., M.Hum. Bobot SKS

Lebih terperinci

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani Pendahuluan Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum terdapat suatu kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah masalah

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 SILABUS Mata Kuliah : Hukum Udara dan Ruang Angkasa Kode Mata Kuliah : HKIn 2086 SKS : 2 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

UPAYA PEMBARUAN HUKUM NASIONAL DI BIDANG KONTRAK JUAL-BELI BARANG INTERNASIONAL

UPAYA PEMBARUAN HUKUM NASIONAL DI BIDANG KONTRAK JUAL-BELI BARANG INTERNASIONAL UPAYA PEMBARUAN HUKUM NASIONAL DI BIDANG KONTRAK JUAL-BELI BARANG INTERNASIONAL Oleh: Taufiqurrahman * ABSTRACT United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods 1980 (CISG) is

Lebih terperinci