Pedoman Teknis PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pedoman Teknis PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA"

Transkripsi

1 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR: 332/KPTS/M/2002 TANGGAL 21 AGUSTUS 2002 TENTANG Pedoman Teknis PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

2 MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARNA WILAYAH NOMOR: 332/KPTS/M/2002 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Menimbang: a. bahwa sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (3) butir 15 d. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom, bahwa Penetapan Pedoman Teknis Pengelolaan Fisik Bangunan Gedung dan Rumah Negara menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah yang harus segera ditindak lanjuti; b. bahwa bangunan gedung negara merupakan salah satu asset milik negara yang mempunyai nilai strategis sebagai tempat proses penyelenggaraan negara, perlu diatur dan dikelola agar efektif, efisien, dan diselenggarakan secara tertib; c. bahwa dalam rangka pembangunan bangunan gedung negara sebagai bagian awal dari proses pengelolaan fisik bangunan gedung dan rumah negara yang fungsional, andal, efektif, dan efisien, diperlukan adanya Pedoman Teknis sebagai landasan dalam penyelenggaraan pembangunannya; d. bahwa Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara tersebut perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah. i

3 Mengingat: 1. Undang-undang RI Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 60 Tambahan Lembaran Negara No. 3839); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 No. 54 Tambahan Lembaran Negara No. 3952); 3. Keputusan Presiden RI Nomor 228/M tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong; 4. Keputusan Presiden RI Nomor 102 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 5. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 61/KPTS/1981 tentang Prosedur Pokok Pengadaan Bangunan Gedung Negara; 6. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 01/KPTS/M/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. MEMUTUSKAN Menetapkan: KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan atau APBD, dan atau sumber pembiayaan lainnya, antara lain seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara. ii

4 2. Pembangunan adalah proses mendirikan bangunan gedung baik merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan atau lanjutan pembangunan bangunan gedung yang belum selesai, dan atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi), yang terdiri dari tahap perencanaan konstruksi dan tahap pelaksanaan konstruksi. 3. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri. 4. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah Provinsi. 5. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah Kabupaten/Kota. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan Pasal 2 (1) Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para penyelenggara dalam melaksanakan pembangunan bangunan gedung negara. (2) Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara ini bertujuan terwujudnya bangunan gedung negara sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan, kenyamanan, efisien dalam penggunaan sumber daya, dan serasi dengan lingkungannya, serta diselenggarakan secara tertib, efektif dan efisien. BAB II PENGATURAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bagian Pertama Substansi Pedoman Teknis Pasal 3 (1) Pembangunan Bangunan Gedung Negara meliputi : a. Persyaratan Bangunan Gedung Negara yang terdiri dari : 1. Klasifikasi Bangunan Gedung Negara 2. Tipe Bangunan Rumah Negara iii

5 3. Standar Luas 4. Persyaratan Teknis 5. Persyaratan Administrasi b. Tahapan Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari : 1. Tahap Persiapan 2. Tahap Perencanaan Konstruksi 3. Tahap Pelaksanaan Konstruksi 4. Masa Pemeliharaan Konstruksi 5. Pendaftaran Bangunan Gedung Negara c. Pembiayaan Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari : 1. Umum 2. Standar Harga Satuan Tertinggi 3. Komponen Biaya Pembangunan 4. Pembiayaan Bangunan/Komponen tertentu 5. Pembiayaan Pekerjaan Non Standar 6. Prosentase Komponen Pekerjaan d. Tata cara Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari : 1. Penyelenggara Pembangunan Bangunan Gedung Negara 2. Organisasi dan Tata Laksana 3. Penyelenggaraan Pembangunan tertentu 4. Pedoman Pemeliharaan / Perawatan Bangunan Gedung Negara 5. Pembinaan dan Pengawasan Teknis (2) Rincian Pembangunan Bangunan Gedung Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tercantum pada lampiran Keputusan Menteri ini, yang merupakan satu kesatuan pengaturan dalam Keputusan Menteri ini. (3) Setiap orang atau Badan Hukum termasuk instansi Pemerintah, dalam penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini. Bagian Kedua Pengaturan Penyelenggaraan Pasal 4 (1) Untuk pelaksanaan Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara di daerah yang biayanya bersumber dari APBD diatur dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang didasarkan pada ketentuanketentuan dalam Keputusan Menteri ini. iv

6 (2) Dalam hal Daerah belum mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/ Walikota pada ayat (1) pasal ini diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3. (3) Daerah yang telah mempunyai Keputusan Gubernur/Bupati/ Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini sebelum Keputusan Menteri ini ditetapkan, harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan persyaratan pembangunan bangunan gedung negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 3. Pasal 5 (1) Dalam melaksanakan pembinaan pembangunan bangunan gedung negara, Pemerintah melakukan peningkatan kemampuan aparat Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota maupun masyarakat dalam memenuhi ketentuan Pedoman Teknis sebagaimana dimaksud pada pasal 3 untuk terwujudnya tertib pembangunan bangunan gedung negara. (2) Dalam melaksanakan pengendalian pembangunan bangunan gedung negara Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota wajib menggunakan Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (3) Terhadap aparat Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan atau Kabupaten/Kota yang bertugas dalam pembangunan bangunan gedung negara yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN dan Undangundang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. (4) Terhadap penyedia jasa konstruksi yang terlibat dalam pembangunan bangunan gedung negara yang melakukan pelanggaran ketentuan dalam Pasal 3 dikenakan sanksi dan atau ketentuan pidana sesuai dengan Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan peraturanperaturan pelaksanaannya. BAB III KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 6 (1) Keputusan Menteri tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara ini merupakan bagian dari Pedoman Teknis Pengelolaan Fisik Bangunan Gedung Negara yang meliputi pembangunan, pemanfaatan, dan penghapusan. v

7 (2) Pedoman Teknis Pengelolaan Fisik Bangunan Gedung Negara yang menyangkut Pemanfaatan Bangunan gedung Negara, dan Penghapusan Bangunan Gedung Negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 7 (1) Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya Nomor: 295/KPTS/CK/1997 tanggal 1 April 1997 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara tidak berlaku lagi. (2) Dengan berlakunya Keputusan Menteri ini maka semua ketentuan Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan Menteri ini masih berlaku sampai digantikan dengan yang baru. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 8 (1) Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (2) Keputusan Menteri ini disebarluaskan kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 21 Agustus 2002 MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH, SOENARNO vi

8 DAFTAR ISI Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah. DAFTAR ISI Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah: i vii BAB I BAB II UMUM A. PENGERTIAN 1. Bangunan Gedung Bangunan Gedung Negara Pengadaan Pembangunan Instansi Teknis Setempat.. 2 B. ASAS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA 2 C. MAKSUD DAN TUJUAN.. 3 D. LINGKUP MATERI PEDOMAN... 3 PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA A. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA 1. Bangunan Sederhana 4 2. Bangunan Tidak Sederhana Bangunan Khusus B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA. 5 C. STANDAR LUAS 1. Standar Luas Gedung Kantor Standar Luas Rumah Negara Standar Luas Gedung Negara Lainnya 7 vii

9 D. PERSYARATAN TEKNIS 1. Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan Persyaratan Bahan Bangunan Persyaratan Struktur Bangunan Persyaratan Utilitas Bangunan Persyaratan Sarana Penyelamatan.. 19 E. PERSYARATAN ADMINISTRASI 1. Dokumen Pembiayaan Status Hak Atas Tanah Perizinan Dokumen Perencanaan Dokumen Pembangunan Dokumen Pendaftaran BAB IIII BAB IV TAHAPAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA A. TAHAP PERSIAPAN 1. Penyusunan Program dan Pembiayaan Persiapan Proyek.. 25 B. TAHAP PERENCANAAN. 25 C. TAHAP PELAKSANAAN 26 D. PEMELIHARAAN. 28 E. PENDAFTARAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA 1. Dokumen Pendaftaran Prosedur Pendaftaran PEMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA A. UMUM 31 B. STANDAR HARGA SATUAN TERTINGGI viii

10 1. Harga Satuan per-m 2 Tertinggi Untuk Pembangunan Bangunan Gedung Negara Klasifikasi Sederhana dan Tidak Sederhana Harga Satuan per-m 2 Tertinggi Untuk Pembangunan Bangunan Rumah Negara Harga Satuan per-m 1 tertinggi Untuk Pembangunan Bangunan Pagar Gedung Negara C. KOMPONEN PEMBANGUNAN 1. Biaya Konstruksi Fisik Biaya Manajemen Konstruksi Biaya Perencanaan Konstruksi Biaya Pengawasan Konstruksi Biaya Pengelolaan Proyek.. 37 D. PEMAN BANGUNAN/KOMPONEN BANGUNAN TERTENTU 1. Harga Satuan tertinggi rata-rata per m 2 bangunan bertingkat untuk bangunan gedung negara Harga Satuan tertinggi rata-rata per m 2 bangunan/ ruang dengan fungsi khusus untuk bangunan gedung negara E. PEKERJAAN NON-STANDAR 1. Pekerjaan/Kegiatan yang diklasifikasikan sebagai Pekerjaan non-standar Pembiayaan Pekerjaan Non-Standar. 40 F. PROSENTASE KOMPONEN PEKERJAAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA. 42 BAB V TATA CARA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA A. PENYELENGGARA PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA 1. Pemegang Mata Anggaran Pembina Teknis.. 44 B. ORGANISASI DAN TATA LAKSANA 1. Pengelola Proyek Penyedia Jasa Konstruksi Hubungan Kerja Penyedia Jasa Konstruksi dengan ix

11 Pengelola Proyek (Pengguna Jasa Konstruksi).. 59 C. PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN TERTENTU 1. Pelaksanaan Pembangunan Lebih dari Satu Tahun Anggaran Pelaksanaan Pembangunan dengan Desain Berulang Pelaksanaan Pembangunan dengan Desain Prototipe 62 D. PEMELIHARAAN/PERAWATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA 1. Umur Bangunan dan Penyusutan Kerusakan Bangunan Perawatan Bangunan Pemeliharaan Bangunan E. PEMBINAAN DAN TEKNIS. 65 BAB VI PENUTUP.. 67 TABEL-TABEL : TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA TINGGI/TERTINGGI NEGARA.. 68 TABEL A2 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN RUMAH NEGARA.. 71 TABEL B1 TABEL B2 TABEL B3 PROSENTASE KOMPONEN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI SEDERAHANA 74 PROSENTASE KOMPONEN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI TIDAK SEDERHANA.. 75 PROSENTASE KOMPONEN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI KHUSUS. 76 TABEL C STANDAR LUAS RUANG GEDUNG KANTOR TABEL D TABEL E1 TABEL E2 KETENTUAN JENIS DAN JUMLAH RUANG RUMAH NEGARA. 78 DAFTAR KOMPONEN KEGIATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI SEDERHANA 79 DAFTAR KOMPONEN KEGIATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI TIDAK SEDERHANA 102 x

12 TABEL E3 DAFTAR KOMPONEN KEGIATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA KLASIFIKASI KHUSUS. 125 xi

13 Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 332 /KPTS/M/2002 Tanggal : 21 Agustus 2002 Tentang : Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara BAB I U M U M A. PENGERTIAN 1. BANGUNAN GEDUNG Yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk kegiatan hunian atau tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, kegiatan budaya, dan/atau kegiatan khusus. 2. BANGUNAN GEDUNG NEGARA Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, dan/atau sumber pembiayaan lainnya, antara lain seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara, yang dapat dibedakan atas: a. Bangunan Gedung Negara Pusat, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas Pusat/nasional; b. Bangunan Gedung Negara Provinsi, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi Provinsi; c. Bangunan Gedung Negara Kabupaten/Kota, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi Kabupaten/Kota; d. Bangunan Gedung Negara BUMN/BUMD, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas BUMN/BUMD. 3. PENGADAAN Yang dimaksud dengan pengadaan adalah proses menyediakan bangunan gedung baik melalui proses pembangunan, pembelian, hibah maupun proses tukar menukar, tukar bangun, maupun kerjasama operasi.

14 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 4. PEMBANGUNAN Yang dimaksud dengan pembangunan adalah proses mendirikan bangunan gedung baik merupakan pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, maupun lanjutan pembangunan bangunan gedung yang belum selesai, dan/atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi), yang terdiri dari tahap perencanaan konstruksi dan tahap pelaksanaan konstruksi. 5. INSTANSI TEKNIS SETEMPAT a. Untuk Bangunan Gedung Negara Pusat dan BUMN, Instansi Teknis setempat adalah: 1) Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah untuk wilayah Pusat dan DKI Jakarta, atau 2) Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah/Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk wilayah Provinsi, di luar DKI Jakarta. b. Untuk Bangunan Gedung Negara Provinsi dan BUMD Provinsi, Instansi Teknis setempat adalah Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah/Dinas Pekerjaan Umum/ Dinas Teknis Provinsi yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk wilayah Provinsi. c. Untuk Bangunan Gedung Negara Kabupaten/Kota dan BUMD Kabupaten/Kota, Instansi Teknis setempat adalah Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah/Dinas Pekerjaan Umum/Dinas Teknis Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam pembinaan bangunan gedung untuk wilayah Kabupaten/ Kota. B. ASAS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA Pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara berasaskan: 1. hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan; 2. terarah dan terkendali sesuai rencana, program/kegiatan, serta fungsi setiap Departemen/Lembaga/Instansi pengguna bangunan gedung; 3. semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional. 2

15 Pedoman Teknis Pembangunan BGN C. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Pedoman ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para penyelenggara pembangunan dalam melaksanakan pembangunan bangunan gedung negara. 2. Dengan pedoman ini diharapkan: a. bangunan gedung negara diselenggarakan sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan, dan kenyamanan, serta efisien dalam penggunaan sumber daya dan serasi dengan lingkungannya, b. penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara dapat berjalan dengan tertib, efektif, dan efisien. D. LINGKUP MATERI PEDOMAN Lingkup materi Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara adalah sebagai berikut: 1. Bab I: Umum, yang memberikan gambaran umum, meliputi pengertian, asas bangunan gedung negara, maksud dan tujuan, serta lingkup materi pedoman. 2. Bab II: Persyaratan Bangunan Gedung Negara, meliputi klasifikasi bangunan gedung negara, tipe rumah negara, standar luas, persyaratan teknis, dan persyaratan administrasi bangunan gedung negara. 3. Bab III: Tahapan Pembangunan Bangunan Gedung Negara, meliputi tahapan persiapan, perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, masa pemeliharaan konstruksi, dan pendaftaran bangunan gedung negara. 4. Bab IV: Pembiayaan Pembangunan Bangunan Gedung Negara, meliputi standar harga satuan tertinggi, komponen pembiayaan pembangunan, pembiayaan pembangunan pekerjaan standar, dan pekerjaan nonstandar bangunan gedung negara. 5. Bab V: Tata Cara Pembangunan Bangunan Gedung Negara, meliputi ketentuan penyelenggara pembangunan, organisasi dan tata laksana, prosedur penyelenggaraan, pedoman perawatan/pemeliharaan, serta pembinaan dan pengawasan teknis. 6. Bab VI: Penutup, penjelasan yang menguraikan apabila terjadi persoalan atau penyimpangan dalam penerapan pedoman teknis penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara. 3

16 Pedoman Teknis Pembangunan BGN BAB II PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA A. KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG NEGARA 1. BANGUNAN SEDERHANA Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, atau bangunan gedung negara yang sudah ada disain prototipenya. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain: gedung kantor yang sudah ada disain prototipenya, atau bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2; bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat; gedung pelayanan kesehatan: puskesmas; gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai. 2. BANGUNAN TIDAK SEDERHANA Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain: gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung kantor dengan luas di atas dari 500 m 2, atau gedung kantor bertingkat di atas 2 lantai. bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang bertingkat, gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D. gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedung pendidikan dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai. 4

17 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 3. BANGUNAN KHUSUS Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/ teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya minimum adalah 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain: Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden wisma negara gedung instalasi nuklir gedung laboratorium gedung terminal udara/laut/darat stasiun kereta api stadion olah raga rumah tahanan gudang benda berbahaya gedung bersifat monumental gedung untuk pertahanan gedung kantor perwakilan negara R.I. di luar negeri. B. TIPE BANGUNAN RUMAH NEGARA Untuk bangunan rumah negara, disamping klasifikasinya berdasarkan klasifikasi bangunan gedung negara tersebut diatas, juga digolongkan berdasarkan tipe yang didasarkan pada tingkat jabatan penghuninya. Tipe Khusus Untuk Keperluan Pejabat 1) Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Kepala Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara, 2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) A 1) Sekjen, Dirjen, Irjen, Kepala Badan, Deputi, 2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) B 1) Direktur, Kepala Biro, Inspektur, Asisten Deputi 2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) C 1) Kepala Sub Direktorat, Kepala Bagian, Kepala Bidang 2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) D 1) Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian 2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) E 1) Kepala Sub Seksi 2) Pejabat-pejabat yang jabatannya setingkat dengan 1) 5

18 Pedoman Teknis Pembangunan BGN Untuk rumah pejabat daerah, tipe rumahnya dapat menyesuaikan dengan Tipe Bangunan Rumah Negara di atas, dan atau ketentuan daerah yang berlaku. C. STANDAR LUAS BANGUNAN GEDUNG NEGARA 6 1. GEDUNG KANTOR Dalam menghitung luas ruang bangunan gedung kantor yang diperlukan, dihitung berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi tidak sederhana rata-rata sebesar 9,6 m 2 per-personil. b. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi sederhana rata-rata sebesar 8 m 2 per-personil. Kebutuhan total luas gedung kantor dihitung berdasarkan jumlah personil yang akan ditampung dikalikan standar luas sesuai dengan klasifikasi bangunannya. Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat, kebutuhannya dihitung secara tersendiri di luar luas ruangan untuk seluruh personil yang akan ditampung. Standar Luas Ruang Kerja Kantor Pemerintah tercantum pada Tabel C. 2. RUMAH NEGARA Standar luas Rumah Negara ditentukan sesuai dengan tipe peruntukannya, sebagai berikut: Tipe Luas Bangunan Luas lahan *) Khusus 400 m m 2 A 250 m m 2 B 120 m m 2 C 70 m m 2 D 50 m m 2 E 36 m m 2 Jenis dan jumlah ruang minimum yang harus ditampung dalam tiap Tipe Rumah Negara, sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel D. Luas teras beratap dihitung 50%, sedangkan luas teras tidak beratap dihitung 30%. *) Luas lahan disesuaikan dengan kondisi daerah/ketentuan yang diatur dalam RTRW yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.

19 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 3. STANDAR LUAS GEDUNG NEGARA LAINNYA Standar luas gedung negara lainnya, seperti: sekolah/universitas, rumah sakit, dan lainnya mengikuti ketentuan-ketentuan luas ruang yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan. D. PERSYARATAN TEKNIS Secara umum, persyaratan teknis bangunan gedung negara mengikuti ketentuan dalam: Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, serta Standar teknis lainnya yang berlaku. Persyaratan teknis Bangunan Gedung Negara harus tertuang secara lengkap dan jelas pada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam Dokumen Perencanaan. Secara garis besar, persyaratan teknis bangunan gedung negara adalah sebagai berikut: 1. PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bangunan gedung negara dari segi tata bangunan dan lingkungannya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu: a. Peruntukan Lokasi Setiap Bangunan gedung negara harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 7

20 Pedoman Teknis Pembangunan BGN b. Jarak antar blok/massa bangunan Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, maka jarak antar blok/masa bangunan harus mempertimbangkan-kan hal-hal seperti: 1) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran, 2) Kesehatan, termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan, 3) Kenyamanan, 4) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan. c. Ketinggian bangunan Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang ketinggian maksimum bangunan pada lokasi, maksimum adalah 8 lantai. Untuk bangunan gedung negara yang akan dibangun lebih dari 8 lantai, harus mendapat persetujuan dari: 1) Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas setelah memperoleh pendapat teknis dari Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber dari APBN; 2) Gubernur, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber pada APBD Provinsi. 3) Bupati/Walikota, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber pada APBD Kabupaten/Kota. d. Ketinggian langit-langit Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor minimum adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Untuk bangunan gedung olah-raga, ruang pertemuan, dan bangunan lainnya dengan fungsi yang memerlukan ketinggian langit-langit khusus, agar mengikuti Standar Nasional Indonesia yang berlaku. e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ketentuan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan. 8

21 Pedoman Teknis Pembangunan BGN f. Koefisien Lantai bangunan (KLB) Ketentuan besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan. g. Koefisien Daerah Hijau (KDH) Perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas persil bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah Setempat tentang bangunan, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan: 1) daerah resapan air 2) ruang terbuka hijau Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%. h. Garis Sempadan Bangunan Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pagar maupun garis sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan. i. Wujud arsitektur Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus memenuhi kriteriakriteria sebagai berikut: 1) mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung negara; 2) seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya; 3) indah namun tidak berlebihan; 4) efisien dalam penggunaan sumber daya dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya; 5) memenuhi tuntutan sosial budaya setempat; 6) pelestarian bangunan bersejarah. j. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Lingkungan Bangunan Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana dan sarana bangunan yang memadai, dengan biaya pembangunannya diperhitungkan sebagai pekerjaan non-standar. Prasarana dan sarana bangunan yang harus ada pada bangunan gedung negara, seperti: 1) Sarana parkir kendaraan; 2) Sarana untuk penyandang cacat; 3) Sarana penyediaan air bersih; 9

22 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 4) Sarana drainase, limbah, dan sampah; 5) Sarana ruang terbuka hijau; 6) Sarana hidran kebakaran halaman; 7) Sarana penerangan halaman; 8) Sarana jalan masuk dan keluar. k. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Asuransi 1) Setiap pembangunan bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan K3, sesuai yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: Kep.174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, dan atau peraturan penggantinya. 2) Ketentuan asuransi selama pelaksanaan pembangunan bangunan gedung negara mengikuti ketentuan yang berlaku. 2. PERSYARATAN BAHAN BANGUNAN Bahan bangunan untuk bangunan gedung negara diupayakan menggunakan bahan bangunan setempat/produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari sistem fabrikasi komponen bangunan. Spesifikasi teknis bahan bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan: a. Bahan penutup lantai 1) Bahan penutup lantai menggunakan bahan ubin PC, teraso, keramik, papan kayu, vinyl, marmer, granit, granito, maupun karpet yang disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya. 2) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan. b. Bahan dinding Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bahan dinding pengisi: batu bata, batako, papan kayu, kaca dengan rangka kayu/aluminium, panil grc. dan/atau aluminium. 2) Bahan dinding partisi: kayu lapis, kaca, particle board dan/atau gypsum-board dengan rangka kayu kelas kuat II atau rangka lainnya, yang dicat tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya. 10

23 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 3) Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai bahan jenis bahan dinding yang digunakan. 4) Untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat lanjutan/menengah, rumah negara, dan bangunan gedung lainnya yang telah ada komponen fabrikasinya, bahan dindingnya dapat menggunakan bahan prefabrikasi yang telah ada. c. Bahan langit-langit Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan penutup langit-langit: 1) Bahan kerangka langit-langit: digunakan bahan yang memenuhi standar teknis, untuk penutup langit-langit kayu lapis atau yang setara, digunakan rangka kayu klas kuat II dengan ukuran minimum: 5/7 cm untuk balok pembagi, 6/12 cm untuk balok penggantung, dan 5/10 cm untuk balok tepi. Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan kerangka aluminium yang bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan. 2) Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik, gypsum, atau sejenis yang di disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunannya. 3) Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai dengan jenis bahan penutup yang digunakan. d. Bahan penutup atap 1) Bahan penutup atap bangunan gedung negara harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku tentang bahan penutup atap, baik berupa genteng, sirap, seng, aluminium, maupun asbes gelombang. Untuk penutup atap dari bahan beton harus diberikan lapisan kedap air. Penggunaan bahan penutup atap disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan serta kondisi daerahnya. 2) Bahan kerangka penutup atap: digunakan bahan yang memenuhi Standar Nasional Indonesia. Untuk penutup atap genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran: 2/3 cm untuk reng, 5/7 cm untuk kaso. 11

24 Pedoman Teknis Pembangunan BGN e. Bahan kosen dan daun pintu/jendela Bahan kosen dan daun pintu/jendela mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran jadi minimum 5,5 cm x 11 cm dan dicat kayu atau dipelitur sesuai persyaratan standar yang berlaku. 2) rangka daun pintu untuk pintu yang dilapis kayu lapis/teakwood digunakan kayu kelas kuat II dengan ukuran minimum 3,5 cm x 10 cm, khusus untuk ambang bawah minimum 3,5 cm x 20 cm. Daun pintu dilapis dengan kayu lapis yang dicat atau dipelitur. 3) Daun pintu panil kayu digunakan kayu kelas kuat II, dicat kayu atau dipelitur. 4) Daun jendela kayu, digunakan kayu kelas kuat II, dengan ukuran rangka minimum 3,5 cm x 8 cm, dicat kayu atau dipelitur. 5) Penggunaan kaca untuk daun pintu maupun jendela disesuaikan dengan fungsi ruang dan klasifikasi bangunannya. f. Bahan struktur Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang, struktur kayu maupun struktur baja harus mengikuti Standar Nasional Indonesia tentang Bahan Bangunan yang berlaku. Ketentuan penggunaan bahan bangunan untuk bangunan gedung negara tersebut di atas, dimungkinkan disesuaikan dengan kemajuan teknologi bahan bangunan, khususnya disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya setempat dengan tetap harus mempertimbangkan kekuatan dan keawetannya sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan. Ketentuan lebih rinci agar mengikuti ketentuan yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia yang berlaku. 3. PERSYARATAN STRUKTUR BANGUNAN Struktur bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan keselamatan (safety) dan kelayanan (serviceability) dan standar konstruksi bangunan yang berlaku. Spesifikasi teknis struktur bangunan gedung negara secara umum meliputi ketentuan-ketentuan: a. Struktur pondasi 1) Struktur pondasi harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban hidup, dan gaya-gaya luar seperti tekanan angin dan gempa termasuk stabilitas lereng apabila didirikan di lokasi yang berlereng. 12

25 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 2) Pondasi bangunan gedung negara disesuaikan dengan kondisi tanah/lahan, beban yang dipikul, dan klasifikasi bangunannya. Untuk bangunan yang dibangun di atas tanah/lahan yang kondisinya memerlukan penyelesaian pondasi secara khusus, maka kekurangan biayanya dapat diajukan secara khusus di luar biaya standar sebagai biaya pekerjaan pondasi nonstandar. 3) Untuk pondasi bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai atau pada lokasi dengan kondisi khusus maka perhitungan pondasi harus didukung dengan penyelidikan kondisi tanah/lahan secara teliti. b. Struktur lantai Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Struktur lantai kayu dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm, maka jarak antara balok-balok anak tidak boleh lebih dari 75 cm. balok-balok lantai yang masuk ke dalam pasangan dinding harus dilapis bahan pengawet terlebih dahulu. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. 2) Struktur lantai beton lantai beton yang diletakkan langsung di atas tanah, harus diberi lapisan pasir di bawahnya dengan tebal sekurangkurangnya 5 cm. bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang mempunyai ketebalan lebih dari 25 cm harus digunakan tulangan rangkap, kecuali ditentukan lain berdasarkan hasil perhitungan struktur. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. 3) Struktur lantai baja tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila ada lendutan masih dalam batas kenyamanan. sambungan-sambungannya harus rapat betul dan bagian yang tertutup harus dilapis dengan bahan pelapis untuk mencegah timbulnya korosi. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. 13

26 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 14 c. Struktur Kolom 1) Struktur kolom kayu Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. 2) Struktur kolom pasangan bata adukan yang digunakan sekurang-kurangnya harus mempunyai kekuatan yang sama dengan adukan 1PC : 3 PS. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. 3) Struktur kolom beton bertulang kolom beton bertulang yang dicor di tempat harus mempunyai tebal minimum 15 cm. selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SKBI/SKSNI/SNI yang berlaku. 4) Struktur kolom baja kolom baja harus mempunyai kelangsingan (λ) maksimum 150. kolom baja yang dibuat dari profil tunggal maupun tersusun harus mempunyai minimum 2 sumbu simetris. sambungan antara kolom baja pada bangunan bertingkat tidak boleh dilakukan pada tempat pertemuan antara balok dengan kolom, dan harus mempunyai kekuatan minimum sama dengan kolom. sambungan kolom baja yang menggunakan las harus menggunakan las listrik, sedangkan yang menggunakan baut harus menggunakan baut mutu tinggi. penggunaan profil baja tipis yang dibentuk dingin, harus berdasarkan perhitungan-perhitungan yang memenuhi syarat kekuatan, kekakuan, dan stabilitas yang cukup. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam SKBI/SKSNI/SNI yang berlaku. d. Rangka atap, dan kemiringan atap 1) Umum konstruksi atap harus didasarkan atas perhitunganperhitungan yang dilakukan secara keilmuan/keahlian teknis yang sesuai. kemiringan atap harus disesuaikan dengan bahan penutup atap yang akan digunakan, sehingga tidak akan mengakibatkan kebocoran.

27 Pedoman Teknis Pembangunan BGN bidang atap harus merupakan bidang yang rata, kecuali dikehendaki bentuk-bentuk khusus. 2) Struktur rangka atap kayu ukuran kayu yang digunakan harus sesuai dengan ukuran yang dinormalisir. rangka atap kayu harus dilapis bahan anti rayap. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. 3) Struktur rangka atap beton bertulang Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. 4) Struktur rangka atap baja sambungan yang digunakan pada rangka atap baja baik berupa baut, paku keling, atau las listrik harus memenuhi ketentuan pada Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung. rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti korosi. bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan SNI/SKSNI/SKBI yang berlaku. untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat lanjutan/menengah, dan rumah negara yang telah ada komponen fabrikasi, struktur rangka atapnya dapat menggunakan komponen prefabrikasi yang telah ada. Persyaratan struktur bangunan sebagaimana butir 3 huruf a s.d. d di atas secara lebih rinci mengikuti ketentuan yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia yang berlaku. 4. PERSYARATAN UTILITAS BANGUNAN Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan standar utilitas bangunan (SNI) yang berlaku. Spesifikasi teknis utilitas bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan: a. Air bersih 1) Setiap pembangunan baru bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana air bersih yang memenuhi standar kualitas, cukup jumlahnya dan disediakan dari saluran air minum kota (PDAM), atau sumur. 2) Setiap bangunan gedung negara, selain rumah negara (yang bukan dalam bentuk rumah susun), harus menyediakan air bersih untuk keperluan pemadaman kebakaran dengan mengikuti ketentuan dalam SNI yang berlaku. 15

28 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 3) Bahan pipa yang digunakan harus mengikuti ketentuan teknis yang ditetapkan. b. Saluran air hujan 1) Pada dasarnya semua air hujan harus dialirkan ke jaringan umum kota. Apabila belum tersedia jaringan umum kota, maka harus dialirkan melalui proses peresapan atau cara lain dengan persetujuan instansi teknis yang terkait. 2) Ketentuan lebih lanjut mengikuti ketentuan dalam SNI yang berlaku. c. Pembuangan air kotor 1) Semua air kotor yang berasal dapur, kamar mandi, dan tempat cuci, pembuangannya harus melalui pipa tertutup dan/atau terbuka sesuai dengan persyaratan yang berlaku. 2) Pada dasarnya pembuangan air kotor yang berasal dari dapur, kamar mandi, dan tempat cuci, harus dibuang atau dialirkan ke saluran umum kota. 3) Tetapi apabila ketentuan dalam butir 2) tersebut tidak mungkin dilaksanakan, karena belum terjangkau oleh saluran umum kota atau sebab-sebab lain yang dapat diterima oleh instansi teknis yang berwenang, maka pembuangan air kotor harus dilakukan melalui proses pengolahan dan/atau peresapan. d. Pembuangan limbah 1) Setiap bangunan gedung negara yang dalam pemanfaatan nya mengeluarkan limbah cair atau padat harus dilengkapi dengan tempat penampungan dan pengolahan limbah, sesuai ketentuan dari peraturan yang berlaku 2) Tempat penampungan dan pengolahan limbah dibuat dari bahan kedap air, dan memenuhi persyaratan teknis yang berlaku sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. e. Pembuangan sampah 1) Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan tempat penampungan sampah sementara yang besarnya disesuaikan dengan volume sampah yang dikeluarkan setiap harinya, sesuai dengan ketentuan dari peraturan yang berlaku. 2) Tempat penampungan sampah sementara harus dibuat dari bahan kedap air, mempunyai tutup, dan dapat dijangkau secara mudah oleh petugas pembuangan sampah dari Dinas Kebersihan setempat. 16

29 Pedoman Teknis Pembangunan BGN f. Sarana pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai fasilitas pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam: Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor: 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan Lingkungan, dan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor: 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan, Peraturan Daerah setempat tentang Penanggulangan dan Pencegahan Bahaya Kebakaran beserta standar-standar teknis terkait yang berlaku. g. Instalasi listrik 1) Pemasangan instalasi listrik harus diperhitungkan dan aman sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Listrik yang berlaku. 2) Setiap bangunan gedung negara yang dipergunakan untuk kepentingan umum, bangunan khusus, dan gedung kantor tingkat Departemen/Kementrian/Lembaga Tinggi/Tertinggi Negara, harus memiliki pembangkit listrik darurat sebagai cadangan, yang besar dayanya dapat memenuhi kesinambungan pelayanan. 3) Penggunaan pembangkit tenaga listrik harus memenuhi syarat keamanan terhadap gangguan dan tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. h. Penerangan alam/pencahayaan 1) Setiap bangunan gedung negara harus mempunyai penerangan alam/pencahayaan yang cukup sesuai dengan fungsi ruang dalam bangunan tersebut, sehingga kesehatan dan kenyamanan pengguna bangunan dapat terjamin. 2) Ketentuan besarnya pencahayaan dan sarana/ prasarananya mengikuti ketentuan standar yang berlaku. i. Tata udara 1) Setiap bangunan harus mempunyai tata udara yang sehat agar terjadi sirkulasi udara segar di dalam bangunan untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan penghuni/ penggunanya. 2) Penggunaan tata udara mekanik (air-conditioning) harus mengikuti ketentuan standar yang berlaku. 3) Pemilihan jenis tata udara mekanik harus sesuai dengan fungsi bangunan dan perletakan instalasinya tidak mengganggu wujud bangunan. 17

30 Pedoman Teknis Pembangunan BGN j. Sarana transportasi dalam bangunan 1) Setiap bangunan bertingkat harus dilengkapi dengan sarana transportasi vertikal yang memadai, baik berupa tangga, eskalator, dan atau elevator (lift). 2) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat di atas 5 lantai, harus dilengkapi dengan lift. 3) Penggunaan lift harus diperhitungkan berdasarkan fungsi bangunan, jumlah pengguna, waktu tunggu, dan jumlah lantai bangunan. 4) Pemilihan jenis lift harus mempertimbangkan jaminan pelayanan purna jualnya. 5) Ruang lift harus merupakan dinding tahan api. 6) Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar lift yang berlaku. k. Sarana komunikasi 1) Pada prinsipnya, setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan sarana komunikasi intern dan ekstern. 2) Penentuan jenis dan jumlah sarana komunikasi harus berdasarkan pada fungsi bangunan dan kewajaran kebutuhan. 3) Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar sarana komunikasi yang berlaku. l. Penangkal petir 1) Penentuan jenis dan jumlah sarana penangkal petir untuk bangunan gedung negara harus berdasarkan pada lokasi bangunan, fungsi bangunan dan kewajaran kebutuhan. 2) Ketentuan lebih rinci harus mengikuti ketentuan dari standar penangkal petir yang berlaku. m. Instalasi gas 1) instalasi gas yang dimaksud meliputi instalasi gas pembakaran seperti gas kota/lpg dan instalasi medis seperti gas oksigen, gas nitrogen dioksida (N2O), udara tekan, dsb. 2) Rancangan sistem instalasi dan ukuran pipa gas mengikuti ketentuan standar teknis yang berlaku. n. Kebisingan dan getaran 1) Bangunan gedung negara harus memperhitungkan baku tingkat kebisingan dan atau getaran sesuai dengan fungsinya, dengan mempertimbangkan kenyamanan dan kesehatan sesuai diatur dalam standar teknis yang berlaku. 2) Untuk bangunan gedung negara yang karena fungsinya mensyaratkan baku tingkat kebisingan dan/atau getaran 18

31 Pedoman Teknis Pembangunan BGN tertentu, agar mengacu pada hasil analisis mengenai dampak lingkungan yang telah dilakukan atau ditetapkan oleh ahli. o. Aksesibilitas bagi penyandang cacat 1) Bangunan gedung negara yang berfungsi untuk pelayanan umum dan sosial harus dilengkapi dengan fasilitas yang memberikan kemudahan bagi penyandang cacat. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai aksesibilitas bagi penyandang cacat mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 468/KPTS/1999 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan. 5. PERSYARATAN SARANA PENYELAMATAN Setiap bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan sarana penyelamatan dari bencana atau keadaan darurat, serta harus memenuhi persyaratan standar sarana penyelamatan bangunan (SNI) yang berlaku. Spesifikasi teknis sarana penyelamatan bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan : a. Tangga penyelamatan 1) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus mempunyai tangga penyelamatan. 2) Tangga penyelamatan harus dilengkapi dengan pintu tahan api, minimum 2 jam, dengan arah pembukaan ke tangga dan dapat menutup secara otomatis. Pintu harus dilengkapi dengan lampu dan petunjuk KELUAR atau EXIT. 3) Tangga penyelamatan yang terletak di dalam bangunan harus dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan bebas asap, serta jarak capai maksimum 25 m. 4) Lebar tangga penyelamatan minimum adalah 1,20 m. 5) Tangga penyelamatan tidak boleh berbentuk tangga puntir. 6) Ketentuan lebih lanjut tentang tangga penyelamatan mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar yang berlaku. b. Penerangan darurat dan tanda penunjuk arah keluar 1) Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan dan kepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah sakit, rumah negara bertingkat (rumah susun), asrama, sekolah, dan tempat ibadah harus dilengkapi dengan penerangan darurat dan tanda penunjuk arah KELUAR/EXIT. 2) Tanda KELUAR/EXIT atau panah penunjuk arah harus ditempatkan pada persimpangan koridor, jalan ke luar menuju ruang tangga, balkon atau teras, dan pintu menuju tangga. 19

32 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 3) Ketentuan lebih lanjut tentang penerangan darurat dan tanda penunjuk arah keluar mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar yang berlaku. c. Pintu darurat 1) Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat. 2) Lebar pintu darurat minimum 100 cm, membuka ke arah tangga penyelamatan, kecuali pada lantai dasar membuka kearah luar (halaman). 3) Jarak antara pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimum 25 m dari segala arah. 4) Ketentuan lebih lanjut tentang pintu darurat mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam standar yang berlaku. d. Koridor/selasar 1) Lebar koridor minimum 1,80 m. 2) Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu kebakaran atau arah keluar yang terdekat tidak boleh lebih dari 25 m. 3) Koridor harus dilengkapi dengan tanda-tanda penunjuk yang menunjukkan arah ke pintu kebakaran atau arah keluar. e. Sistem Peringatan Bahaya 1) Setiap bangunan gedung negara untuk pelayanan dan kepentingan umum seperti: kantor, pasar, rumah sakit, rumah negara bertingkat (rumah susun), asrama, sekolah, dan tempat ibadah harus dilengkapi dengan sistem komunikasi internal dan sistem peringatan bahaya. 2) Sistem peringatan bahaya dan komunikasi internal tersebut mengacu pada ketentuan/standar teknis yang berlaku. Penerapan persyaratan teknis bangunan gedung negara sesuai klasifikasinya tertuang dalam Tabel A1, sedangkan persyaratan teknis khusus untuk rumah negara tertuang dalam Tabel A2. E. PERSYARATAN ADMINISTRASI Setiap Bangunan Gedung Negara harus memenuhi persyaratan administrasi baik dalam tahap pembangunan maupun tahap pemanfaatan bangunan gedung negara. Persyaratan administrasi bangunan gedung negara meliputi pemenuhan persyaratan: 20

33 Pedoman Teknis Pembangunan BGN 1. DOKUMEN PEMAN Setiap kegiatan pembangunan Bangunan Gedung Negara harus disertai/memiliki bukti tersedianya anggaran yang diperuntukkan untuk pembiayaan kegiatan tersebut yang disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundangan yang berlaku yang dapat berupa Daftar Isian Proyek (DIP) atau dokumen lainnya yang dipersamakan, termasuk surat penunjukan/penetapan Pimpinan Proyek. Dalam dokumen pembiayaan pembangunan bangunan gedung negara terdiri atas: a. biaya pelaksanaan konstruksi fisik; b. biaya perencanaan konstruksi; c. biaya manajemen konstruksi/pengawasan konstruksi; d. biaya pengelolaan proyek. 2. STATUS HAK ATAS TANAH Setiap bangunan gedung negara harus memiliki kejelasan tentang status hak atas tanah lokasi tempat bangunan gedung negara berdiri. Kejelasan status atas tanah ini dapat berupa hak milik atau hak guna bangunan. Status hak atas tanah ini dapat berupa sertifikat atau bukti kepemilikan/hak atas tanah Instansi/lembaga pemerintah/negara yang bersangkutan. 3. PERIZINAN Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumen perizinan yang berupa: Izin Mendirikan Bangunan, dan Izin Penggunaan Bangunan dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan mengharuskan adanya IPB dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setempat, serta Izin Penghunian dari Satminkal yang bersangkutan bagi rumah negara. 4. DOKUMEN PERENCANAAN Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumen perencanaan, yang dihasilkan dari proses perencanaan teknis, baik yang dihasilkan oleh Penyedia Jasa Perencana Konstruksi, Tim Swakelola Perencanaan, ataupun yang berupa Disain Prototipe dari bangunan gedung negara yang bersangkutan. 5. DOKUMEN PEMBANGUNAN Setiap bangunan gedung negara harus memiliki dokumen pembangunan yang terdiri atas: Dokumen Perencanaan, Izin Mendirikan Bangunan, Dokumen Pelelangan, Dokumen Kontrak Kerja Konstruksi, dan As Built Drawings, hasil uji coba/test run operational, dan Sertifikat Penjaminan atas Kegagalan bangunan sesuai ketentuan yang berlaku. 21

A. PENGERTIAN 1. BANGUNAN GEDUNG

A. PENGERTIAN 1. BANGUNAN GEDUNG Lampiran Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 332/KPTS/M/2002 Tanggal : 21 Agustus 2002 Tentang : Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara BAB I U M U M A. PENGERTIAN 1.

Lebih terperinci

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA

TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA TABEL A1 SPESIFIKASI TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PEMERINTAH/LEMBAGA KLASIFIKASI TINGGI/TERTINGGI NEGARA SEDERHANA TIDAK SEDERHANA KHUSUS A PERSYARATAN TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. Jarak Antar Bangunan minimal

Lebih terperinci

MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR : 332/KPTS/M/2002 TENTANG

MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR : 332/KPTS/M/2002 TENTANG MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH NOMOR : 332/KPTS/M/2002 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 45/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA MENTERI PEKERJAAN UMUM Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Muara Enim, Juli 2016 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN MUARA ENIM. Dr. Ir. H. ABDUL NADJIB, MM NIP

KATA PENGANTAR. Muara Enim, Juli 2016 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN MUARA ENIM. Dr. Ir. H. ABDUL NADJIB, MM NIP KATA PENGANTAR Bangunan Gedung Negara merupakan salah satu aset milik negara yang mempunyai nilai strategis sebagai tempat berlangsungnya proses penyelenggaraan negara yang diatur dan dikelola agar fungsional,

Lebih terperinci

Page 1 of 14 Penjelasan >> PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

D. BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH A. PENGERTIAN

D. BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH A. PENGERTIAN D. BANGUNAN KANTOR PEMERINTAH A. PENGERTIAN 1. BANGUNAN GEDUNG Yang dimaksud dengan bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM No. 45/PRT/M/2007 Tanggal 27 Desember 2007 PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN D I R E K T O R A T A T J E N D

Lebih terperinci

Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong dengan Mengubah Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang Undang Darurat Nomor 3

Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong dengan Mengubah Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang Undang Darurat Nomor 3 WALIKOTA PONTIANAK PROPINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 22.1 TAHUN 2015 TENTANG HARGA SATUAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA, RUMAH NEGARA DAN PAGAR WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG HARGA SATUAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG HARGA SATUAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG HARGA SATUAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang:

Lebih terperinci

Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek bagi

Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek bagi Rumah Dinas Rumah Dinas Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu

Lebih terperinci

Syarat Bangunan Gedung

Syarat Bangunan Gedung Syarat Bangunan Gedung http://www.imland.co.id I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang giatnya melaksanakan kegiatan pembangunan, karena hal tersebut merupakan rangkaian gerak perubahan menuju kepada

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 99 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JASA KONSTRUKSI PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DAERAH

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 99 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JASA KONSTRUKSI PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DAERAH Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 99 Tahun 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JASA KONSTRUKSI PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG DAERAH GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa penetapan

Lebih terperinci

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI

BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBANGUNAN RUMAH LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG I. PENDAHULUAN Pada proyek konstruksi memungkinkan adanya kasus hukum yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak. Kasus hukum tersebut berdampak bagi pihak yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Perencanaan rumah maisonet

Perencanaan rumah maisonet Perencanaan rumah maisonet Pd-T-01-2005-C 1 Ruang lingkup Pedoman ini digunakan sebagai acuan dalam perencanaan rumah maisonet, sebagai arahan desain dan spesifikasi teknis yang diperuntukkan bagi para

Lebih terperinci

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION

PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION PERATURAN BANGUNAN /BUILDING REGULATION. PERATURAN BANGUNAN NASIONAL NATIONAL BUILDING REGULATION. UNDANG-UNDANG NO 28 TAHUN 2002 BANGUNAN GEDUNG.. KEPUTUSAN MENTERI PU NO 441/KPTS/1998 PERSYARATAN TEKNIS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Pelaksanaan berasal dari kata laksana yang berarti kegiatan 5. Pelaksanaan juga dapat diartikan sebagai suatu rencana realistis, praktis dan pragmatis yang telah

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK, Menimbang : a. untuk mewujudkan

Lebih terperinci

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa bangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/PRT/M/2016 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 24 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CILEGON,

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B

KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B bab 3 KETENTUAN UMUM BANGUNAN PIP2B 3.1 FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN PIP2B 3.1.1 PENETAPAN FUNGSI BANGUNAN GEDUNG PIP2B Penetapan fungsi bangunan gedung PIP2B menurut ketentuan yang berlaku adalah:

Lebih terperinci

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI SALINAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib penyelenggaraan pendirian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung negara merupakan barang milik negara/daerah

Lebih terperinci

BIDANG PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BAB I PENDAHULUAN

BIDANG PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BAB I PENDAHULUAN SALINAN LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 8 TAHUN 2018 TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL DANA ALOKASI KHUSUS FISIK BIDANG PENDIDIKAN TAHUN 2018 BIDANG PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU) PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa untuk mengendalikan

Lebih terperinci

SIMULASI PENGANGGARAN

SIMULASI PENGANGGARAN SIMULASI PENGANGGARAN BAHAN AJAR WORKSHOP DITJEN ANGGARAN JAKARTA, 10 JULI 2012 Ir. ARIFFIN AZIZS, MT AHLI MADYA JAFUNG TBP PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BGN: SKEMATIK PEMBANGUNAN BANGUNAN BARU BIAYA PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa untuk menata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (KBBI, 2005:854).

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TULANG BAWANG BARAT PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TULANG BAWANG BARAT NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 65 TAHUN : 2002

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 65 TAHUN : 2002 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 65 TAHUN : 2002 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG B A N G U N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2010 DAFTAR ISI NO.

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bangunan

Lebih terperinci

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

PELATIHAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI LS-13 = Pranata Pembangunan PELATIHAN SUPERVISOR PEKERJAAN LANSEKAP/PERTAMANAN (LANDSCAPE SUPERVISOR) 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.937, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Standar Barang dan Kebutuhan. BMN. Tanah. Bangunan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 248/PMK.06/2011 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 T E N T A N G BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung negara merupakan barang milik negara/daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI, PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI, Menimbang : a. bahwa dengan perkembangan Kota Binjai yang semakin pesat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang : a. bahwa agar pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 136 TAHUN 2007 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

BUPATI BOMBANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOMBANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang : a. bahwa untuk menata pembangunan agar sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan bangunan gedung harus

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR BASKET DI KAMPUS UNDIP TEMBALANG. sirkulasi/flow, sirkulasi dibuat berdasarkan tingkat kenyamanan sbb :

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR BASKET DI KAMPUS UNDIP TEMBALANG. sirkulasi/flow, sirkulasi dibuat berdasarkan tingkat kenyamanan sbb : BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GOR BASKET DI KAMPUS UNDIP TEMBALANG 4.1. Program Ruang Besaran ruang dan kapasitas di dalam dan luar GOR Basket di kampus Undip Semarang diperoleh dari studi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 25/PRT/M/2007 TANGGAL 9 AGUSTUS 2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG. izingedung.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 25/PRT/M/2007 TANGGAL 9 AGUSTUS 2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG. izingedung. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 25/PRT/M/2007 TANGGAL 9 AGUSTUS 2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI BANGUNAN GEDUNG (Hasil Konsensus, Desember 2006) Disiapkan untuk acara Diseminasi Perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa agar bangunan gedung dapat menjamin keselamatan penghuni

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KONDOMINIUM HOTEL ( KONDOTEL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG B A N G U N A N Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, a. bahwa dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG RUMAH SUSUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2006 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 10 TAHUN 2006 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 Tentang : Rumah Susun Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 4 TAHUN 1988 (4/1988) Tanggal : 26 APRIL 1988 (JAKARTA) Sumber : LN 1988/7; TLN NO. 3372 Presiden

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa untuk mengendalikan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa mendirikan bangunan penting

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan berkembangnya pembangunan di Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 14 /PRT/M/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 14 /PRT/M/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 14 /PRT/M/2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK

Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK (Berdasarkan KepMenkes RI no. 1204/KEPMENKES/SK/X/2004) 1. Lingkungan Bangunan Rumah Sakit No Apek yang Dinilai Sudah 1. Pagar atau batas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1991 (PERHUBUNGAN. PERTANIAN. Perikanan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB)

IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) PEMERINTAH KOTA SEMARANG DINAS TATA KOTA DAN PERUMAHAN KOTA SEMARANG Jl. Pemuda 148 Semarang IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DISAMPAIKAN PADA : PEMBEKALAN KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan kawasan

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pelatihan

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. Pelatihan BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Konsep Perancangan 5.1.1 Aspek Fungsional Pengelompokan berdasarkan area aktivitas besar : Pelatihan pelatihan kerja (teori&praktek) uji sertifikasi,informasi

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN STASIUN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan

Lebih terperinci

6. Undang-Undang

6. Undang-Undang PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bangunan gedung

Lebih terperinci

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan

PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan PERATURAN MUATAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1.0 Pengertian muatan 1. Muatan mati (muatan tetap) ialah semua muatan yang berasal dari berat bangunan dan atau unsur bangunan, termasuk segala unsur tambahan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 21

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 21 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA

RUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA RUMAH SUSUN PENJARINGAN PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA DINAS PERUMAHAN DAN GEDUNG PEMDA Luas DKI Jakarta 662,33 km2 Jumlah Penduduk 9.607.787 jiwa (Sumber Jakarta dalam Angka 2012) Kepadatan penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG B A N G U N A N

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG B A N G U N A N BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG B A N G U N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Konsep Dasar Perancangan V.1.1 Konsep Manusia Pelaku Kegiatan No. Pelaku 1. Penghuni/Pemilik Rumah Susun 2. Pengunjung Rumah Susun 3. Pengunjung Pasar Tradisional

Lebih terperinci

A. GAMBAR ARSITEKTUR.

A. GAMBAR ARSITEKTUR. A. GAMBAR ARSITEKTUR. Gambar Arsitektur, yaitu gambar deskriptif dari imajinasi pemilik proyek dan visualisasi desain imajinasi tersebut oleh arsitek. Gambar ini menjadi acuan bagi tenaga teknik sipil

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH,

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang Mengingat : a. bahwa agar bangunan gedung

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PONOROGO, Menimbang : a. bahwa untuk menata

Lebih terperinci

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN V.1 Dasar Perencanaan dan Perancangan V.1.1 Data Proyek Gambar 5.1 RUTRK Tapak Luas Lahan : 10.150 m 2 KDB : 20% x 10.150 m 2 = 2.030 m 2 KLB : 2,5 x 10.150 m 2

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU Salinan NO : 15/LD/2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 15 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STUDENT APARTMENT STUDENT APARTMENT DI KABUPATEN SLEMAN, DIY Fungsi Bangunan

BAB VI KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STUDENT APARTMENT STUDENT APARTMENT DI KABUPATEN SLEMAN, DIY Fungsi Bangunan BAB VI KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN STUDENT APARTMENT 6.1. Fungsi Bangunan Fungsi dari bangunan Student Apartment ini sendiri direncanakan sebagai tempat untuk mewadahi suatu hunian yang dikhususkan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 10 2007 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENYEDIAAN LAHAN, PRASARANA LINGKUNGAN, FASILITAS UMUM, DAN FASILITAS SOSIAL OLEH PENGEMBANG

Lebih terperinci

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR BAB V PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR 5.1 Program Dasar Perencanaan 5.1.1. Kapasitas dan Besaran Ruang Ruang merupakan wadah aktifitas pelaku. Oleh karena itu, rencana besaran ruang

Lebih terperinci

Spesifikasi bangunan pelengkap unit instalasi pengolahan air

Spesifikasi bangunan pelengkap unit instalasi pengolahan air Standar Nasional Indonesia ICS 91.140.60 Spesifikasi bangunan pelengkap unit instalasi pengolahan air Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi.. i Prakata ii Pendahuluan.iii 1 Ruang lingkup..

Lebih terperinci