DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA"

Transkripsi

1 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan No. 010/BM/2009 Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

2 P R A K A T A Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Nomor: 012/PW/04 yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan berisi tentang uraian kegiatan pembangunan jalan yang potensial menimbulkan dampak lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya dalam setiap kegiatan tahap pelaksanaan konstruksi pembangunan jalan. Pertimbangan perlunya dilakukan pemutakhiran terhadap Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan tersebut diantaranya karena: 1. Adanya perubahan dan pergantian peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan penyelenggaraan jalan. 2. Adanya perubahan dan pergantian, pedoman, prosedur dan manual yang terkait dengan penyelenggaraan jalan. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disampaikan terima kasih. Jakarta, 2009 Direktur Jenderal Bina Marga A. Hermanto Dardak i

3 PENDAHULUAN Dalam mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan agar dapat dilaksanakan dengan baik dan memenuhi azas pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, perlu disusun Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari 4 (empat) pedoman yaitu: 1. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 2. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 3. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan 4. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan Tujuan Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan adalah untuk memberikan petunjuk bagi pemrakarsa atau penyelenggara jalan dan semua pihak yang bertanggung jawab atau pihak terkait penyelenggaraan jalan dalam memenuhi azas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai salah satu acuan dalam pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota, dalam mencegah dampak lingkungan yang mungkin terjadi pada tahap pelaksanaan konstruksi jalan. Lingkup dari pedoman ini menguraikan mengenai kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup dan penerapan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada: penyiapan dokumen lelang, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup penerapan pertimbangan lingkungan pada tahap pelaksanaan pembangunan jalan, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. ii

4 DAFTAR ISI Halaman Prakata... i Pendahuluan... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel... v Daftar Gambar v Daftar Lampiran... vi 1. RUANG LINGKUP ACUAN NORMATIF ISTILAH DAN DEFINISI PEMBANGUNAN JALAN DAN POTENSI DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP Kegiatan Pembangunan Jalan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Hidup Komponen Lingkungan Hidup yang Berpotensi Terkena Dampak Pembangunan Jalan PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA PEMBANGUNAN JALAN Penyusunan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak Kerja Pelaksanaan Konstruksi Jalan Pengadaan Tanah Pelaksanaan Konstruksi Jalan Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Daerah Sensitif PELAKSANA Pemrakarsa Pembangunan Jalan Instansi Terkait

5 7. PEMBIAYAAN DAN KOORDINASI Pembiayaan Koordinasi Pelaksanaan DOKUMENTASI DAN PELAPORAN Penyiapan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak yang Memuat Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup Kegiatan Pengadaan Tanah Pelaksanaan Konstruksi Jalan, Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan Jalan PENUTUP LAMPIRAN

6 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Kegiatan Pembangunan Jalan dan Potensi Dampak Terhadap Lingkungan Hidup Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Hutan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Bencana Alam Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Cagar Budaya dan Arahan Pengelolaannya Potensi Dampak Sosial Budaya Pembangunan Jalan di Daerah Komunitas rentan dan Arahan Pengelolaannya Potensi Dampak Sosial Pembangunan Jalan Di Kawasan Komersial, Permukiman dan Arahan Pengelolaannya Prasarana Spesifik Kawasan Komersial/Permukiman dan Rujukan Perencanaan Pengelolaan Dampak Spesifik Pembangunan Jalan di Kawasan Khusus DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 9.1 Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalam Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan

7 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Klausul-Klausul Spesifikasi Pekerjaan Jalan yang Terkait dengan Penanganan Dampak Lingkungan Lampiran 2. Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi a. Prosedur Penanganan Lalu Lintas b. Prosedur Penanganan Base Camp c. Prosedur Penanganan Stockpile d. Prosedur Penanganan Pengambilan Material di Quarry e. Prosedur Penanganan Limbah f. Prosedur Penanganan Erosi dan Sedimentasi g. Prosedur Penanganan Vegetasi h. Prosedur Penanganan Utilitas Lampiran 3. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif (Ringkasan) a. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Hutan 1. Prosedur Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pembangunan Jalan 2. Manual Pelaksanaan Konstruksi Jalan di Kawasan Hutan 3. Manual Penanganan Dampak Pembangunan Jalan terhadap Flora dan Fauna di Kawasan Hutan b. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan - Manual Penanganan Dampak Pembangunan jalan Terhadap Sumber Daya Air c. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Rawan Bencana Alam d. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Cagar Budaya e. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Komunitas Rentan - Prosedur Konsultasi Masyarakat Dalam Pembangunan Jalan f. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Komersial/Pemukiman dan Lahan Produktif - Manual Penanganan Dampak Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas g. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Khusus Lampiran 4. Prosedur Konsultasi Masyarakat (Ringkasan)

8 PEDOMAN PELAKSANAAN 1. RUANG LINGKUP Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini memberikan petunjuk dan penjelasan tentang ketentuan-ketentuan yang harus diacu pada pelaksanaan pembangunan jalan. Lingkup dari pedoman ini menguraikan mengenai kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup dan penerapan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada: penyiapan dokumen lelang, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Di samping itu juga membahas mengenai pelaksana, biaya dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup. Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan bagi pihak yang bertanggung jawab dan terkait dalam penyelenggaraan jalan, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun di tingkat kabupaten dan kota, guna mempermudah dan memperlancar tugasnya dalam mengantisipasi dan menangani dampak yang diakibatkan pembangunan jalan. Tujuan disusunnya pedoman ini adalah agar kinerja dari para pihak yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan bidang jalan dapat ditingkatkan, dalam upaya mewujudkan pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 2. ACUAN NORMATIF Acuan dalam penyusunan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain adalah: Undang-Undang - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2007 tentang Perkereta Apian - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 1-90

9 Peraturan Pemerintah - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan Peraturan Presiden - Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum - Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri - Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup - Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup - Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan - Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan - Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum Pedoman - Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (08/BM/05) - Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (011/PW/04) - Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (012/PW/04) - Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (013/PW/04) 2-90

10 3. ISTILAH DAN DEFINISI 3.1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) Berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL 3.6. Masyarakat Terkena Dampak Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian Penduduk Terkena Proyek (PTP) Penduduk yang sebagian atau seluruh tanah, bangunan, tanaman dan asset lain miliknya, atau tanah dan bangunan yang dipergunakannya akan dipakai untuk keperluan proyek pembangunan jalan. 3.8 Masyarakat Pemerhati Lingkungan Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya. 3.9 Pelaksanaan Konstruksi Jalan Kegiatan fisik pekerjaan jalan untuk memenuhi kebutuhan transportasi jalan Pengoperasian Jalan Kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan. 3-90

11 3.11. Pemeliharaan Jalan Penanganan jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rehabilitasi Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan Pedoman yang memuat prosedur pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan pada tahap pelaksanaan konstruksi jalan. 4. PEMBANGUNAN JALAN DAN POTENSI DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP 4.1 Kegiatan Pembangunan Jalan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Hidup Sebelum melaksanakan pekerjaan konstruksi, pemrakarsa pembangunan jalan menyiapkan dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi jalan. Dokumen lelang dan dokumen kontrak disiapkan dalam rangka menetapkan ketentuan dalam pelaksanaan konstruksi jalan yang harus dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan konstruksi jalan. Dokumen lelang dan dokumen kontrak perlu memuat gambar-gambar dan desain teknis sebagai hasil penjabaran RKL-RPL atau UKL-UPL. Dokumen lelang dan dokumen kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut perlu disiapkan dalam menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Apabila penjabaran RKL-RPL atau UKL-UPL tidak dimasukkan dalam dokumen lelang dan dokumen kontrak, maka akan berpotensi terhambatnya atau terabaikannya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada saat pekerjaan konstruksi. Komponen kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, berdasarkan jenis kegiatan adalah sebagai berikut: Pengadaan Tanah Pengadaan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan tanah dalam rangka pembangunan jalan dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, dilakukan sesuai peraturan yang berlaku, yaitu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Kegiatan pengadaan tanah berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkena pembebasan tanah, antara lain hilangnya aset, hilangnya mata pencaharian, terganggunya kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat, terjadinya keresahan masyarakat dan dapat mengganggu kamtibmas. 4-90

12 Pengadaan tanah dilaksanakan mengacu pada Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali dan perlu dilakukan secara tuntas sebelum pekerjaan konstruksi jalan dimulai agar tidak terjadi kendala pada pelaksanaan konstruksi Pelaksanaan Konstruksi Jalan Potensi dampak yang ditimbulkan saat pelaksanaan konstruksi jalan mencakup kegiatan yang berlokasi di daerah yang tergolong bukan sensitif dan di daerah sensitif. Karena karakteristiknya yang khas/spesifik, maka dampak negatif yang akan timbul oleh suatu kegiatan di daerah sensitif potensinya lebih besar dibandingkan di daerah bukan sensitif. Bila kegiatan pembangunan jalan melalui daerah sensitif, maka harus memenuhi ketentuan perizinan yang diatur oleh pemerintah daerah menurut kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan Persiapan Pekerjaan Konstruksi Jalan 1) Mobilisasi Tenaga Kerja Kegiatan mobilisasi tenaga kerja mencakup pengadaan tenaga kerja oleh kontraktor pelaksana proyek. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan proyek dengan berbagai kualifikasi keahlian dan atau keterampilan maka pemrakarsa dan atau kontraktor memberi kesempatan yang sama bagi masyarakat setempat yang ada di lokasi proyek maupun dari luar lokasi proyek. Penerimaan tenaga kerja berpotensi menimbulkan dampak terjadinya kecemburuan sosial dan keresahan masyarakat. Di samping itu juga berpotensi terjadinya penyebaran penyakit menular antara lain HIV/AIDS, hepatitis, penyakit genitalis terhadap masyarakat setempat akibat interaksi sosial. 2) Mobilisasi Peralatan Berat Kegiatan mobilisasi peralatan berat mencakup pengadaan peralatan berat yang akan dipakai untuk pelaksanaan proyek, diantaranya: bulldozer, exacavator, wheel loader, dump truck, vibrator roller, truck mixer, dan lain-lain. Termasuk dalam mobilisasi peralatan berat adalah kegiatan demobilisasi peralatan berat setelah pelaksanaan proyek selesai. Potensi dampak lingkungan yang terjadi adalah kerusakan jalan dan terganggunya lalu lintas. 3) Pembangunan Jalan Masuk atau Jalan Akses Pembangunan jalan masuk atau jalan akses diperlukan untuk mobilisasi peralatan dan kendaraan masuk ke lokasi proyek. Pembangunan jalan akses ini dapat berupa pembuatan jalan baru atau peningkatan kondisi jalan yang ada, sehingga dapat dilalui oleh peralatan dan kendaraan proyek. Dampak lingkungan yang potensial terjadi adalah pencemaran udara (sebaran debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas. 4) Pembangunan Base Camp Pembangunan base camp untuk menunjang kegiatan pelaksanaan konstruksi jalan umumnya dibangun di sekitar lokasi proyek. Pembangunan base camp mencakup kantor proyek, gudang material, bengkel, stone crusher, batching plan, stockpile, penyimpanan peralatan berat dan barak untuk pekerja. 5-90

13 Potensi dampak lingkungan akibat pembangunan base camp antara lain berubahnya penggunaan lahan, pencemaran udara (sebaran debu) dan meningkatnya kebisingan Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan a. Di Lokasi Tapak Proyek 1) Pembersihan Lahan Pekerjaan pembersihan lahan merupakan tahap awal pelaksanaan konstruksi jalan yang mencakup pembersihan vegetasi (semak belukar, perdu dan pohonpohon), bangunan, saluran dan utilitas (jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air bersih/air minum, jaringan gas, jaringan bahan bakar minyak dan gas) dan penanganan sisa pembersihan lahan. Peralatan yang digunakan adalah alat manual (antara lain gergaji, kapak, sabit dan lainlain) dan peralatan mekanik (chain saw dan buldozer) untuk pembersihan lahan yang relatif luas. Potensi dampak akibat pembersihan lahan adalah hilangnya vegetasi, rusak dan atau terganggunya utilitas umum, pencemaran udara, meningkatnya kebisingan dan pencemaran kualitas air permukaan. Dampak lanjut dari terganggunya atau rusaknya utilitas umum adalah terganggunya kegiatan sosial ekonomi masyarakat pengguna utilitas umum. 2) Pekerjaan Tanah Pekerjaan tanah mencakup pengupasan tanah atas (top soil), penggalian dan penimbunan tanah. Pengupasan tanah atas dilakukan sebelum pekerjaan galian dan timbunan yaitu dengan cara memindahkan atau menyingkirkan lapisan tanah atas yang subur biasanya dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman pada pekerjaan lansekap. Penggalian dan penimbunan dimaksudkan untuk mengurangi atau menambah tanah atau batuan dari elevasi tanah asli, sehingga mencapai tanah dasar yang direncanakan. Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan tanah antara lain: bulldozer, loader, penggilas, motor grader, scraper, dump truck dan excavator. Pada kondisi lahan berbatu biasanya dilakukan peledakan untuk selanjutnya memudahkan dalam perataan (grading). Potensi dampak lingkungan pada pekerjaan tanah adalah pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan, pencemaran air permukaan dan air tanah, terganggunya stabilitas lereng (longsor dan erosi), perubahan bentang alam dan terganggunya situs atau cagar budaya. 3) Pekerjaan Drainase Pembuatan saluran drainase bertujuan untuk menyalurkan air dari badan jalan ke pembuangan. Saluran drainase terletak pada tepi jalan (side drain), memotong jalan (cross drain) dan median jalan (median drain) dengan jenis bangunannya berupa parit dan gorong-gorong (box culvert dan pipe culvert). Peralatan yang digunakan antara lain adalah peralatan manual yaitu pacul, sekop dan peralatan mekanis yaitu excavator. Pada waktu pelaksanaan pekerjaan drainase dibuatkan saluran sementara untuk mengalirkan air yang ada di sekitar lokasi proyek, untuk mencegah terjadinya genangan atau banjir. Pekerjaan galian saluran dilakukan dengan 6-90

14 excavator dan tenaga manusia, kemudian tanah galian pekerjaan ini diangkut dengan dump truck untuk ditempatkan di tempat yang telah ditentukan sesuai dengan perencanaan. Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan drainase adalah terganggunya pola aliran permukaan alami, pencemaran kualitas air permukaan dan gangguan lalu lintas. 4) Pekerjaan Badan Jalan Pekerjaan konstruksi badan jalan dan lapis perkerasan dengan jenis dan ketebalan yang disesuaikan dengan rencana dapat berupa: a) Lapis atas permukaan; b) Lapis pondasi atas; c) Lapis pondasi bawah; d) Tanah dasar. Pekerjaan pondasi mencakup penghamparan material, pencampuran, penataan dan pemadatan material. Peralatan yang digunakan antara lain alat penghampar, alat perata dan alat pemadat material. Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan konstruksi badan jalan adalah pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas. 5) Pekerjaan Jembatan Pekerjaan jembatan mencakup pembuatan bangunan bawah/pondasi (antara lain yaitu tiang pancang, abutment, poer, pilar, oprit) dan bangunan atas/rangka baja atau beton termasuk lantai jembatan. Pemancangan tiang pancang umumnya menggunakan bor (bor pile) atau paku bumi (pile hummer). Bor pile umumnya digunakan atas pertimbangan kondisi tanah dan kondisi lingkungan di sekitarnya yang relatif dekat dengan bangunan rumah, dan utilitas umum. Pile hummer umumnya digunakan berdasarkan pertimbangan kondisi lapisan tanah dan kondisi eksisting kegiatan sekitarnya yang relatif jauh dari bangunan rumah dan utilitas umum, sehingga dapat terhindar dari gangguan getaran yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap bangunan dan utilitas umum. Potensi dampak lingkungan pada pekerjaan jembatan adalah meningkatnya kebisingan, meningkatnya getaran, terganggunya lalu-lintas dan pencemaran kualitas air permukaan. 6) Penghijauan dan Pertamanan Penghijauan dan pertamanan mencakup pemasangan gembalan rumput, penanaman tanaman berupa semak, perdu dan pohon di tepi jalan dan median jalan serta pulau jalan. Jenis tanaman yang ditanam harus memenuhi kriteria manfaatnya dan pertimbangan keselamatan pengguna jalan. Tujuan penghijauan ini adalah untuk mengurangi pencemaran udara, mengurangi tingkat kebisingan, mencegah erosi dan longsor serta fungsi estetika. Potensi dampak positif lingkungan pada penghijauan dan pertamanan adalah mencegah dan mengurangi longsor dan erosi, mengurangi kebisingan, mengurangi pencemaran udara, meningkatkan estetika lingkungan dan kenyamanan para pemakai jalan. 7-90

15 7) Pemasangan Perlengkapan Jalan Pemasangan perlengkapan jalan antara lain adalan pemasangan pagar, guard rail, trotoir, rambu lalu lintas, penerangan jalan dan marka jalan. Tujuannya adalah untuk melancarkan lalu lintas dan mencegah kecelakaan lalu lintas. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah arus lalu lintas di sekitar lokasi kegiatan yang dapat terganggu. Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan ini adalah terganggunya lalulintas dan kecelakaan lalu lintas. 8) Pembuangan Material Sisa Pembersihan Lahan dan Sisa Pekerjaan Konstruksi Material sisa pembersihan lahan yang berupa vegetasi (semak belukar dan pohon), puing-puing sisa bangunan yang telah dibongkar ditangani dengan cara dibuang atau ditempatkan sesuai ketentuan atau memanfaatkan material sisa yang masih bisa dimanfaatkan. Demikian juga halnya terhadap material sisa pekerjaan konstruksi antara lain kayu, kerikil, batu, material timbun, aspal, pasir, baja dan lain-lain dapat dimanfaatkan kembali (re use) atau tidak dibuang. Potensi dampak dari material sisa tersebut bila tidak ditangani, maka akan menimbulkan genangan air dan menurunnya estetika lingkungan serta terganggunya kenyamanan masyarakat. b. Di Lokasi Quarry dan Jalur Pengangkutan Material 1) Pengambilan Material Bangunan dari Quarry Pengambilan material bangunan yaitu tanah, agregat (pasir dan batu) dari lokasi quarry atau borrow area yang ditangani proyek dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di antaranya tidak membahayakan kestabilan lereng yang terbentuk, tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta melakukan reklamasi setelah kegiatan selesai. Lokasi quarry dan borrow area bisa berada di sungai, darat atau bukit. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan material ini antara lain exavator, peralatan manual atau menggunakan bahan peledak. Potensi dampak lingkungan akibat pengambilan material di sungai adalah degradasi dasar sungai, pencemaran kualitas air sungai dan terganggunya biota air serta longsor tebing sungai. Bila pengambilan material dari bukit atau gunung maka potensi dampaknya adalah perubahan bentang lahan, erosi dan longsor. Sedangkan bila pengambilan material di daratan maka dapat menimbulkan dampak perubahan bentang alam, terbentuknya lubang-lubang besar, longsor dan genangan air. 2) Pengangkutan Material Bangunan Pengangkutan material bangunan yang diperlukan dalam pekerjaan konstruksi jalan umumnya diangkut menggunakan truk dari sumbernya ke lokasi proyek melalui jalan akses dan/atau jalan umum. Potensi dampak akibat kegiatan ini adalah terganggunya lalu-lintas, pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya kenyamanan masyarakat. 8-90

16 c. Di Lokasi Base Camp - Pengoperasian Base Camp Di dalam base camp terdapat kegiatan kantor kontraktor, gudang, bengkel, batching plant, stone crusher, stockpile dan mungkin pembuatan beton pracetak, penyimpanan peralatan berat, dan barak tempat istirahat tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan konstruksi jalan. Base camp juga dilengkapi dengan bangunan sanitasi antara lain tempat sampah, jamban (MCK) dengan spesifikasi yang mengacu kepada standar yang ada mengenai kapasitas, sistem penyediaan air bersih, bahan bangunan, konstruksi, plumbing (air bersih, air kotor, drainase). Kegiatan karyawan kantor di base camp umumnya menghasilkan limbah domestik berupa sampah padat, cair dan tinja, hasil pencucian peralatan dan kendaraan proyek dan ceceran sisa pelumas. Pada pengoperasian base camp juga umumnya dilakukan pengaturan lalu lintas di sekitarnya, karena banyaknya kendaraan dan peralatan proyek yang keluar masuk ke base camp, di antaranya dengan rambu-rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas dan petugas pengatur lalu lintas. Potensi dampak pengoperasian base camp terhadap lingkungan adalah pencemaran udara, meningkatnya kebisingan, pencemaran air, pencemaran tanah dan menurunnya estetika Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan Jalan Pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai tahap konstruksinya berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. a. Pengoperasian Jalan Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan. Pengoperasian jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal jalan. Pada awal pengoperasian jalan, frekuensi lalu lintas di jalan masih belum terlalu padat tetapi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan daerah sekitar, volume kendaraan makin meningkat, yang akan mempengaruhi pelayanan jalan. Pertumbuhan lalu lintas yang meningkat akan berpotensi menimbulkan peningkatan pencemaran kualitas udara (debu, partikel, CO2, SO2, NO2, CO, HC) dan meningkatnya kebisingan serta meningkatnya getaran akibat kendaraan bermotor. Dampak lain adalah terhadap mobilitas penduduk, perubahan penggunaan lahan dan kegiatan informal di sekitar RUMIJA menimbulkan pengurangan atau gangguan kapasitas jalan (side friction) yang berpotensi mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas. b. Pemeliharaan Jalan Setelah dioperasikan beberapa waktu, jalan akan mengalami kerusakan dengan demikian perlu dilakukan upaya pemeliharaan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih lanjut. Kegiatan pemeliharaan pada umumnya ditujukan untuk mencegah setiap kerusakan lebih lanjut sehingga fungsi pelayanan jalan tidak menurun. Kegiatan pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rehabilitasi jalan. 9-90

17 Potensi dampak akibat pemeliharaan jalan adalah terjadinya gangguan lalu-lintas, kecelakaan lalu lintas dan berkurangnya kenyamanan pengguna jalan. 4.2 Komponen Lingkungan Hidup yang Berpotensi Terkena Dampak Pembangunan Jalan Komponen lingkungan hidup yang berpotensi dapat terkena dampak akibat kegiatan pembangunan jalan yaitu komponen fisik kimia, biologi, sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat Komponen Fisik Kimia a. Kualitas udara Kualitas udara yang dimaksud adalah kualitas udara ambien yaitu udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Kualitas udara yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup parameter gas, partikel dan debu. - Parameter gas mencakup Sulfur Dioxida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrokarbon (HC) dalam µg/nm3. - Parameter partikulat mencakup Partikulat Matter (PM10) < 10 µm dan Partikulat Matter (PM2.5) < 2.5 µm. - Parameter debu (µg Nm3). Parameter-paremeter tersebut di atas adalah komponen unsur yang akan terpengaruh/terkena dampak langsung akibat kegiatan pembangunan jalan. Kadar unsur-unsur tersebut akan meningkat jika dalam pelaksanaan pembangunan jalan tidak diikuti upaya pengelolaan dampak. Kualitas udara dapat terganggu oleh sumber pencemar antara lain mesin yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang penyebarannya berasal dari sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (antara lain generator set, mesin pemecah batu/ stone crusher dan lain-lain). Dampak lanjut dari terganggunya kualitas udara terhadap kesehatan dan kenyamanan manusia antara lain: - Debu : menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, sesak nafas, bronchitis dan fibriosis paru-paru. - SO2 : menyebabkan bau yang tidak enak, konjungtiva mata, pusing, mual, batuk dan oedema paru-paru. - CO : mengurangi kandungan O2 dalam darah, sehingga menimbulkan nafas pendek, sakit kepala, pusing, melemahnya daya penglihatan dan pendengaran. - NO2 : mengganggu sistem pernafasan. - HC : menyebabkan leukemia dan kanker. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun tentang Pengendalian Pencemaran Udara menjelaskan antara lain: setiap orang atau penanggung jawab kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara dan biaya 1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai acuan adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut

18 pemulihannya atau diancam dengan pidana. Tindakan penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara tersebut diatur dengan Pedoman Teknis yang dikeluarkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman tersebut. Apabila akibat pencemaran udara tersebut ada pihak-pihak yang dirugikan maka penanggung jawab kegiatan wajib membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Tata cara penetapan besarnya ganti rugi dan cara pembayarannya ditetapkan oleh menteri. b. Kebisingan Kebisingan yang dimaksud adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan manusia. Tingkat kebisingan dinyatakan dalam satuan desibel (Db(A)). Kegiatan yang dapat menimbulkan kebisingan antara lain pengoperasian kendaraan dan peralatan. Dampak dari kebisingan adalah terganggunya kesehatan dan kenyamanan antara lain: gangguan pendengaran, gangguan percakapan, gangguan tidur, gangguan psikologis, gangguan produktivitas kerja dan gangguan emosional. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 48/MENLH/ XI/ tentang Baku Tingkat Kebisingan menjelaskan bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati baku tingkat kebisingan, memasang alat pencegah kebisingan dan melaporkan hasil pemantauan tingkat kebisingan. c. Getaran Getaran yang dimaksud adalah getaran mekanik yang ditimbulkan oleh peralatan kegiatan. Getaran dapat menimbulkan gangguan kesehatan, gangguan kenyamanan dan gangguan keutuhan bangunan. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 49/MENLH/XI/ menjelaskan antara lain bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati baku tingkat getaran, memasang alat pencegah getaran dan melaporkan hasil pemantauan tingkat getaran. d. Kualitas air Kualitas air yang dimaksud adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Parameter kualitas air berdasarkan kelas yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air mencakup parameter fisik, kimia organik, mikrobiologi, radioaktivitas dan kimia organik. Parameter kualitas air yang terkait dengan kegiatan pembangunan jalan antara lain adalah parameter fisik (residu terlarut, residu tersuspensi), kimia organik (Ph, BOD, DO, NO3, NH3), mikrobiologi (coliform dan coli tinja), kimia organik (minyak dan lemak, detergen) dan parameter lain yang relevan. Pencemaran air dapat terjadi di sungai, danau, rawa, di laut akibat pekerjaan konstruksi jalan, pengambilan material bangunan dan pengoperasian base camp. 1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai acuan adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut

19 Dampak lanjut pencemaran kualitas air antara lain gangguan kehidupan biota air dan terhadap penduduk yang menggunakan perairan dalam kehidupannya. e. Tanah Tanah yang dimaksud adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan atas bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik yang mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia. Kerusakan tanah atau pencemaran tanah terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan perubahan sifat dasar tanah yang melampaui baku kerusakan tanah. Parameter tanah mencakup ketebalan solum, kebatuan permukaan, komposisi fraksi, berat isi, porositas total, derajat pelulusan air, Ph, daya hantar listrik (DHL), redoks dan jumlah mikroba serta jumlah erosi. Pembangunan jalan yang berpotensi dapat merusak atau mencemari tanah adalah pembersihan tanah, pekerjaan tanah dan pengoperasian base camp. f. Lahan Lahan yang dimaksud adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya mencakup semua sifat biosfer, atmosfer, tanah, geologi, topografi, hidrologi, populasi flora, fauna dan hasil kegiatan manusia. Pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah pengadaan lahan, pekerjaan tanah, pembangunan base camp, pengambilan material dan pengoperasian jalan Komponen Biologi Komponen biologi yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup flora dan fauna yang ada di dalam lokasi dan sekitar lokasi pembangunan jalan. a. Flora Flora yang dimaksud adalah tumbuhan dan tanaman yang hidup pada suatu ekosistem, di antaranya hutan, sungai, pantai, rawa, mangrove, perkebunan, sawah, pekarangan dan lainnya. Parameter flora mencakup keberadaan jenis, status keberadaan jenis, kelimpahan (populasi), fungsi dan habitat. - Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status dari jenis tumbuhan atau tanaman tergolong langka, dilindungi undang-undang atau endemik. - Manfaat atau fungsi mencakup fungsi ekologis, ekonomis dan estetis. - Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode ilmiah yang lazim melalui observasi atau berdasarkan informasi yang telah ada dari data sekunder. - Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup tumbuhan termasuk melangsungkan daur hidupnya. b. Fauna Fauna yang dimaksud adalah hewan atau satwa yang tergolong liar (tidak di budidaya) dan satwa budidaya: 12-90

20 - Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis satwa yang ada pada suatu daerah antara lain langka, dilindungi undang-undang atau endemik. - Manfaat atau fungsi mencakup fungsi sebagai satwa mempunyai nilai ekologis, ekonomi dan estetis. - Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode ilmiah yang lazim melalui survai observasi atau informasi data sekunder. - Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup satwa termasuk melangsungkan daur hidupnya. c. Biota Air Biota air yang dimaksud adalah organisme (makhluk hidup) yang hidup di air baik di dalam air (submerged), di dasar (benthic) atau di permukaan air (emerged) yang termasuk flora maupun fauna. Komponen biota air yang mencakup plankton, nekton dan benthos. - Plankton adalah organisme air yang hidup melayang di dalam atau permukaan air baik hewan atau tumbuhan yang mempunyai ukuran mikroskopis atau dapat dilihat langsung. Plankton berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan (food web). - Benthos adalah organisme air yang hidup di dasar perairan (media dasar perairan) baik hewan atau tumbuhan yang berukuran mikroskopis atau dapat dilihat langsung. Benthos berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan. - Nekton adalah organisme air yang hidup melayang dan aktif di dalam air. Pada pedoman ini yang termasuk nekton adalah difokuskan pada perikanan. Nekton berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan. - Kelimpahan biota air yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis (populasi) yang dapat dihitung berdasarkan hasil perhitungan dengan mengambil cuplikan (sampel) maupun informasi data sekunder menggunakan metode yang lazim. - Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis yang ada pada daerah tertentu yang tergolong langka, dilindungi undang-undang atau endemik. - Manfaat atau fungsi dari biota air mencakup fungsi ekologis, ekonomis atau estetis. - Habitat yang dimaksud adalah tempat biota air hidup termasuk melangsungkan daur hidupnya Komponen Sosial Ekonomi Budaya a. Keresahan masyarakat Keresahan masyarakat yang dimaksud adalah perasaan resah yang timbul karena khawatir sehingga menimbulkan tidak tenang, tidak nyaman, tertekan dan gelisah yang terjadi pada orang atau sekelompok orang (penduduk). b. Kecemburuan sosial Kecemburuan sosial yang dimaksud adalah perasaan yang timbul pada orang atau sekelompok orang yang merasa hak-haknya tidak diperoleh atau berkurang dan beranggapan hak tersebut diambil oleh orang lain atau sekelompok orang lain

21 c. Utilitas Umum Utilitas yang dimaksud adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Termasuk dalam utilitas adalah jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar minyak, jaringan sanitasi dan lain-lain. d. Mata pencaharian Mata pencaharian adalah kegiatan pokok untuk menopang kehidupan seseorang atau keluarga. e. Aset Aset yang dimaksud adalah lahan, bangunan, tanaman dan benda-benda yang terkait dengan tanah yang mempunyai nilai finansial atau sosial. f. Kegiatan sosial ekonomi budaya Kegiatan sosial ekonomi budaya yang dimaksud adalah kegiatan orang atau sekelompok orang yang terkait dengan aspek sosial ekonomi budaya. g. Lalu lintas Lalu lintas yang dimaksud adalah lalu lintas kendaraan pada suatu ruas jalan. h. Mobilitas Mobilitas yang dimaksud adalah pergerakan atau mobilitas orang atau sekelompok orang sesaat atau rutin pada suatu tempat ke tempat lain Kesehatan Masyarakat a. Kesehatan Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi organorgan tubuh yang mencakup sistem pernafasan (respirasi), sistem peredaran darah (transportasi), sistem pencernaan (digestiva), sistem syaraf (neuron), sistem hormonal dan sistem lainnya. b. Kenyamanan Kenyamanan yang dimaksud adalah keadaan lingkungan dari orang atau kelompok orang yang dapat menimbulkan rasa tenang, aman, sehat sehingga dapat melakukan kegiatan setiap saat dengan sebaik-baiknya tanpa merasa khawatir. Komponen kegiatan pembangunan jalan dan potensi dampak lingkungan digambarkan secara singkat pada Tabel 1. Tabel 1: Kegiatan Pembangunan Jalan dan Potensi Dampaknya Terhadap Lingkungan Hidup Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Potensi Dampak Lingkungan A. Pengadaan Tanah a. Keresahan masyarakat; b. Hilangnya aset; c. Hilangnya mata pencaharian; d. Terganggunya kegiatan sosial ekonomi budaya

22 Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Potensi Dampak Lingkungan B. Pelaksanaan Konstruksi Jalan Persiapan Pekerjaan Konstruksi 1. Mobilisasi tenaga kerja a. Kecemburuan sosial; b. Peningkatan kesempatan kerja (dampak positif); c. Potensi penyebaran penyakit menular antara lain: HIV/AID, hepatitis, dan lain-lain. 2. Mobilisasi peralatan berat a. Kerusakan jalan; b. Terganggunya lalu lintas. 3. Pembuatan jalan masuk/akses a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terganggunya lalu lintas. 4. Pembangunan base camp a. Berubahnya penggunaan lahan; b. Pencemaran udara (debu); c. Meningkatnya kebisingan. Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi a. Di lokasi proyek 1. Pembersihan lahan a. Hilangnya vegetasi; b. Pencemaran udara (debu); c. Meningkatnya kebisingan; d. Terjadinya longsor dan erosi; e. Kerusakan atau terganggunya utilitas umum jaringan listrik, telekomunikasi, air minum/bersih, gas, bahan bakar minyak (BBM) dan gas (BBG). 2. Pekerjaan tanah a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi; d. Pencemaran air permukaan dan air tanah; e. Terganggunya pola aliran air tanah dan air permukaan; f. Perubahan bentang alam atau lansekap. 3. Pekerjaan drainase a. Terganggunya aliran air permukaan dan pencemaran kualitas air; b. Terganggunya lalu lintas; c. Terganggunya aksesibilitas. 4. Pekerjaan badan jalan a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terganggunya lalu lintas

23 Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Potensi Dampak Lingkungan 5. Pekerjaan jembatan a. Meningkatnya kebisingan; b. Meningkatnya getaran; c. Terganggunya lalu lintas; d. Pencemaran kualitas air sungai. 6. Penghijauan dan pertamanan a. Mengurangi longsor dan erosi; b. Peningkatan estetika; c. Menurunkan pencemaran udara (debu, CO, SO2, NO2, HC). 7. Pemasangan perlengkapan jalan - Terganggunya lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas 8. Pembuangan sisa pembersihan lahan dan sisa pekerjaan konstruksi a. Terganggunya aliran permukaan; b. Menurunnya estetika; c. Terganggunya kenyamanan masyarakat; d. Pencemaran tanah. b. Di lokasi Quarry dan jalur pengangkutan material 1. Pengambilan material 1.1. Pengambilan material di quarry (di darat/di bukit atau gunung) a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terjadinya lubang dan genangan; d. Terganggunya aliran air permukaan; e. Longsor dan erosi Pengambilan material bangunan di quarry (di sungai) a. Degradasi sungai yang dapat mengganggu stabilitas bangunan sungai; b. Pencemaran air sungai; c. Terganggunya biota air. 2. Pengangkutan material bangunan a. Pencemaran udara (debu, CO, SO2, NO2, HC); b. Meningkatnya kebisingan; c. Kerusakan jalan; d. Terganggunya lalu lintas; e. Terganggunya kenyamanan masyarakat. c. Di lokasi Base camp 1. Pengoperasian base camp (barak pekerja, kantor, stockpile, bengkel, gudang, stone crusher dan AMP) a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Pencemaran air permukaan ; d. Pencemaran tanah ; e. Terganggunya lalu lintas ; f. Kondisi kamtibmas

24 Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Potensi Dampak Lingkungan C. Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan 1. Pengoperasian jalan a. Pencemaran udara (debu/partikel, CO2, SO2, NO2, CO, HC); b. Meningkatnya kebisingan; c. Meningkatnya getaran; d. Kecelakaan lalu lintas; e. Perubahan penggunaan lahan yang tak terkendali di RUMIJA (side friction); f. Meningkatnya mobilitas penduduk; g. Terganggunya jalur perlintasan/mobilitas satwa dilindungi; h. Potensi genangan atau banjir. 2. Pemeliharaan jalan - Terganggunya lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas. 5. PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA PEMBANGUNAN JALAN 5.1 Penyusunan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak Kerja Pelaksanaan Konstruksi Jalan Dokumen lelang pekerjaan jalan adalah untuk pelaksanaan konstruksi jalan. Dokumen lelang disiapkan oleh penyelenggara jalan atau penanggung jawab pembangunan jalan dalam rangka mengundang penyedia jasa konstruksi jalan (kontraktor pelaksana konstruksi jalan) untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan. Apabila pihak penanggung jawab atau penyelenggara jalan telah menentukan penyedia jasa konstruksi (kontraktor pelaksana konstruksi jalan), maka dibuat kesepakatan kerja yang dituangkan dalam dokumen kontrak kerja. Dokumen kontrak kerja merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam pelaksanaan konstruksi jalan. Tujuan dari penyiapan dokumen lelang dan kontrak kerja yang memuat aspek pengelolaan lingkungan adalah agar pihak kontraktor pelaksana konstruksi jalan atau penyedia jasa konstruksi menjamin pelaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada saat pekerjaan konstruksi jalan. Tahapan ini perlu mendapat perhatian khusus karena pada umumnya belum dilaksanakan dengan baik, dan menyebabkan biaya pengelolaan dampak lingkungan belum diakomodasi dalam dokumen kontrak sehingga menjadi salah satu titik lemah pelaksanaan pengelolaan dampak lingkungan bidang jalan. Pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilaksanakan antara lain adalah: a. Penyusunan dokumen lelang pekerjaan konstruksi jalan yang mencantumkan persyaratan pengelolaan lingkungan hidup sesuai yang diuraikan dalam RKL-RPL atau UKL-UPL dan telah dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis atau desain teknis; 17-90

25 b. Penyusunan dokumen kontrak kerja pelaksanaan konstruksi jalan yang mencantumkan persyaratan pengelolaan lingkungan hidup yang dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis sesuai dengan yang telah diuraikan dalam dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL yang telah dimuat dalam dokumen lelang. c. Ketentuan atau persyaratan pengelolaan lingkungan hidup dalam dokumen lelang dan dokumen kontrak harus diuraikan secara rinci dan jelas agar tidak terjadi adanya salah pengertian oleh pelaksana pekerjaan konstruksi jalan. Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak antara lain: 1. Pada bagian: Syarat Kontrak Pada bagian ini perlu dicantumkan adanya definisi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Selain itu perlu dicantumkan dengan jelas, ketentuan bahwa kontraktor pelaksana harus bertanggung jawab menangani dampak dampak yang timbul akibat pekerjaan konstruksi, termasuk biaya yang diperlukan, dan ketentuan bila dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan daerah sensitif di lokasi kegiatan atau di sekitarnya. 2. Pada bagian: Spesifikasi Untuk setiap komponen pekerjaan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, perlu dicantumkan tata cara pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk menangani dampak lingkungan hidup yang terjadi. Salah satu acuan yang perlu dicantumkan adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan. Di samping itu juga perlu dicantumkan penggunaan material atau bahan yang ramah lingkungan. 3. Pada bagian: Daftar kuantitas (Bill of Quantities) Untuk setiap komponen pekerjaan yang perlu melakukan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dapat mencantumkan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut (bila ada). 4. Pada bagian: Gambar Pada bagian ini perlu dicantumkan gambar kerja untuk menangani dampak lingkungan hidup yang terjadi, yang merupakan penjabaran dari dokumen RKL- RPL atau UKL-UPL dalam perencanaan teknis. d. Rencana Kerja Kontraktor. Penyusunan rencana kerja yang disusun oleh kontraktor harus mencantumkan aspek pengelolaan lingkungan hidup sesuai dalam dokumen kontrak. Hal tersebut diperlukan untuk dapat memberi jaminan bahwa aspek pengelolaan lingkungan hidup yang telah diuraikan dalam dokumen kontrak akan dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana. Bila dalam dokumen kontrak belum atau tidak tercantum aspek pengelolaan lingkungan hidup, maka kontraktor pelaksana dalam menyusun rencana kerjanya dapat mengacu pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan. Rencana kerja kontraktor akan dibahas pada rapat persiapan pelaksanaan konstruksi (Pre Construction Meeting/PCM) setelah penandatanganan kontrak kerja. Hasil rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan termasuk rencana pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi masukan dan dibahas serta disepakati dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi jalan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan No. 011/BM/2009 Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA PENDAHULUAN Dalam mengupayakan pengelolaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW) DOKUMEN AMDAL Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Kode Unit Kompetensi : SPL.KS21.226.00. Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi

Lebih terperinci

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL PEMRAKARSA NAMA DOKUMEN PT. ASIATIC PERSADA Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahannya NO. PERSETUJUAN & TANGGAL Komisi Penilai AMDAL Propinsi Jambi Nomor:274/2003,

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENCEMARAN Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

Tabel Hasil Proses Pelingkupan

Tabel Hasil Proses Pelingkupan Tabel 2.50. Hasil Proses No. menimbulkan A. Tahap Pra 1. Sosialisasi Permen 17 tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam ProsesAMDAL dan Izin Lingkungan terkena Sosial Budaya Munculnya sikap Evaluasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : Bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2014 0 BUPATI SIGI PROVINSI

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.138, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. Reklamasi. Pasca Tambang. Prosedur. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Pengelolaan Lingkungan Berdasarkan ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan pengelolaan hidup adalah upaya

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ ::3rt7II.05/HK/2015

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ ::3rt7II.05/HK/2015 GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR : G/ ::3rt7II.05/HK/2015 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN mdup RENCANA PEMBANGUNAN JALAN TOL RUAS TERBANGGI BESAR PEMATANG PANGGANG SEPANJANG 110 KM DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa Oleh : Presiden Republik Indonesia Nomor : 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal : 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber : LN 1991/35; TLN NO. 3441 Presiden Republik

Lebih terperinci

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) PIL adalah suatu telaah secara garis besar tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan atau diusulkan yang kemungkinan menimbulkan dampak lingkungan dari kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 10 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG DISAMPAIKAN PADA BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DIREKTORAT TEKNIK DAN LINGKUNGAN MINERAL DAN BATUBARA DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA

TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA TIPOLOGI EKOSISTEM DAN KERAWANANNYA 1 OLEH : Kelompok V Muslim Rozaki (A 231 10 034) Melsian (A 231 10 090) Ni Luh Ari Yani (A 231 10 112) Rinanda Mutiaratih (A 231 11 006) Ismi Fisahri Ramadhani (A 231

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan No. 008/BM/2009 Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA P R A K A T A Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 267, 2000 LINGKUNGAN HIDUP.TANAH.Pengendalian Biomasa. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KUALITAS UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa untuk

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Lampiran 1b. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) 1. KUALITAS UDARA Kualitas udara (SO 2, CO,dan debu)

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2006 Tanggal : 30 Agustus 2006 PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL) A. PENJELASAN UMUM 1. Pengertian Yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 7 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Pelaksanaan konstruksi merupakan rangkaian kegiatan atau bagian dari kegiatan dalam pekerjaan konstruksi mulai dari persiapan lapangan sampai dengan penyerahan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak Geografi Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Peraturan...

Peraturan... SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih Kerangka Acuan Kerja Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

INTEGRASI AMDAL, UKL DAN UPL DALAM SIKLUS PEMBANGUNAN KEMBALI (REKONSTRUKSI) NAD-NIAS

INTEGRASI AMDAL, UKL DAN UPL DALAM SIKLUS PEMBANGUNAN KEMBALI (REKONSTRUKSI) NAD-NIAS BRR.1/5.01/01.00/2005 KATA PENGANTAR Ass. Wr.Wb, Bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah meluluh lantakkan NAD-Nias disertai korban jiwa dan harta yang begitu dahsyat. Bencana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN WALIKOTA NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus Tabel 8.2. Matriks Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) Bagian Hilir (Tahap: Prakonstruksi, Konstruksi, Operasi dan Pasca Operasi) Jenis Parameter Indikator 1. KUALITAS UDARA Kualitas

Lebih terperinci

1. Apa kepanjangan dari AMDAL..? a. Analisis Masalah Dalam Alam Liar b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan c. Analisis Mengenai Dampak Alam dan

1. Apa kepanjangan dari AMDAL..? a. Analisis Masalah Dalam Alam Liar b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan c. Analisis Mengenai Dampak Alam dan 1. Apa kepanjangan dari AMDAL..? a. Analisis Masalah Dalam Alam Liar b. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan c. Analisis Mengenai Dampak Alam dan Lingkungan d. Analisis Masalah Dampak Lingkungan e. Analisa

Lebih terperinci

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.12,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul. Perlindungan, pengelolaan, lingkungan hidup. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Prosedur Pelaksanaan ANDAL

Prosedur Pelaksanaan ANDAL Prosedur Pelaksanaan ANDAL Canter (1977) membagi langkah-langkah dalam melakukan pelaksanaan ANDAL; o Dasar (Basic) o Rona Lingkungan (Description of Environmental Setting) o Pendugaan Dampak (Impact assesment)

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pencemaran

Lebih terperinci