LAPORAN PENELITIAN PERILAKU PERGESERAN DAERAH KESTABILAN API DIFUSI AKIBAT PERUBAHAN BENTUK FLAME HOLDER. Disusun Oleh: BURHAN FAZZRY, ST., M.T.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN PERILAKU PERGESERAN DAERAH KESTABILAN API DIFUSI AKIBAT PERUBAHAN BENTUK FLAME HOLDER. Disusun Oleh: BURHAN FAZZRY, ST., M.T."

Transkripsi

1 1 LAPORAN PENELITIAN PERILAKU PERGESERAN DAERAH KESTABILAN API DIFUSI AKIBAT PERUBAHAN BENTUK FLAME HOLDER Disusun Oleh: BURHAN FAZZRY, ST., M.T. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG 2011

2 2 LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN 1. Judul Penelitian : Perilaku Pergeseran Daerah Kestabilan Api Difusi Akibat Perubahan Bentuk Flame Holder 2. Bidang Ilmu : Bahan Bakar dan Pembakaran 3. Peneliti : a. Nama : Burhan Fazzry, S.T., M.T. b. Jenis Kelamin : Laki-laki c. Golongan/Pangkat : - d. Jabatan Fungsional : - e. Fakultas/Program Studi : Teknik/Teknik Mesin 4. Jumlah Tim Peneliti : 1 (satu) 5. Lokasi/Daerah Penelitian : Malang 6. Jangka Waktu Penelitian : 3 (tiga) Bulan 7. Biaya Penelitian : Rp ,- (dua juta tiga ratus lima puluh ribu rupiah) Malang, Desember 2011 Ketua Peneliti, Burhan Fazzry, S.T., M.T.

3 3 KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah, dipanjatkan kehadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penelitian yang berjudul Perilaku Pergeseran Daerah Kestabilan Api Difusi Akibat Perubahan Bentuk Flame Holder dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada: 1. Rektor Universitas Gajayana Malang. 2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gajayana Malang. 3. Dekan Fakultas Teknik Universitas Gajayana Malang. 4. Ketua Program Studi Teknik Mesin, Universitas Gajayana Malang. 5. Rekan-rekan Dosen, dan Karyawan Universitas Gajayana Malang, terima kasih atas dorongan semangatnya. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama warga Teknik Mesin. Malang, Desember 2011 Penulis

4 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sukses beberapa perusahaan otomotif menggabungkan efisiensi bahan bakar pada tingkat yang sangat ekonomis disertai dengan tenaga mesin yang meningkat, layak disebut sebagai lompatan teknologi terkini. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan sistem Fuel Stratified Injection (FSI) yang merupakan terobosan baru pada sistem pengapian. Sistem pengapian model injeksi ini merupakan model pembakaran difusi (non-premix) yang menyemprotkan bahan bakar secara langsung ke dalam chamber tanpa melalui intake manifold. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2005) mengenai mixing aliran reaktanpada sistem tersebut, telah diketahui bahwa penambahan kecepatan bahan bakar dan udara sedikit saja akan menyebabkan api mudah lepas dari port burner-nya. Apabila hal ini terus berlanjut, tentu saja kondisi pembakaran berlangsung pada fase yang sangat tidak stabil. Keadaan ini sangat membahayakan apalagi bila mesin berada pada daya maksimal. Batas kestabilan api pada umumnya menjelaskan batas operasional dari sistem pembakaran. Ada dua kondisi aliran kritis yang berhubungan dengan kestabilan api, yaitu lift off dan blow out. Kondisi

5 5 kritis batas kestabilan tersebut sangat tergantung pada kondisi geometris burnernya. Karena kondisi kritis kestabilan diakibatkan oleh geometris burnernya, maka pada seksi uji dipasang sebuah flame holder dengan beberapa macam model untuk mempertahankan sebesar mungkin api berada pada kondisi yang stabil. Flame holder merupakan instrumen pemegang api. Agar api tidak mudah meninggalkan port burner, diperlukan suatu pemegang (flame holder) dengan berbagai macam bentuk atau model. Flame holder yang digunakan dalam penelitian ini adalah model cincin, cone, dan poros berongga. Sebetulnya, flame holder sendiri merupakan penghalang atau pengganggu aliran. Aliran fluida akan mengalami gangguan bila gayagaya yang bekerja terganggu keseimbangannya. Aliran yang dihalangi oleh flame holder akan menyebabkan terjadinya pusaran (vorteks) yang dapat menciptakan turbulensi. Akibatnya, kondisi kritis batas kestabilan akan terganggu. Kondisi kritis yang terjadi, baik itu lift off maupun blow out akan digambarkan dalam suatu diagram kestabilan api. Diagram kestabilan api ini akan mempunyai karakteristik yang berbeda antara diagram kestabilan api tanpa pemasangan flame holder dan dengan pemasangan flame holder dengan variasi bentuk cincin, cone, dan proros berongga.. Tentu saja, perbedaan flame holder ini akan menyebabkan pergeseran kondisi kritis pada batas kestabilan apinya.

6 6 Untuk melihat lebih jauh tentang perubahan pola aliran yang diakibatkan oleh flame holder, maka diamati juga pola alirannya dengan visualisasi schlieren photograph. Schlieren merupakan salah satu metode optik yang sangat tepat digunakan untuk melihat pola aliran pada saat proses pembakaran berlangsung. Karena pada dasarnya, schlieren mampu menggambarkan adanya perbedaan densitas aliran secara jelas, sehingga struktur dan pola aliran dapat terlihat secara jelas. Karena pola aliran sangat dipengaruhi oleh densitas aliran, dan densitas aliran sangat dipengaruhi oleh gradien temperatur yang mengakibatkan timbulnya transport massa berupa olakan atau vorteksvorteks pada aliran, maka pada penelitian ini perlu juga diteliti hubungan antara pola aliran dan temperatur apinya. 1.2 Masalah Penelitian Masalah yang diteliti pada penelitian ini adalah : Bagaimanakah pergeseran daerah kestabilan api difusi dengan adanya perubahan bentuk flame holder? 1. Bagaimanakah visualisasi pola aliran yang diakibatkan oleh pemasangan flame holder dengan berbagai macam bentuk? 2. Bagaimanakah pengaruh pola aliran terhadap temperatur apinya? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan berbagai model flame holder sebagai salah satu instrumen penstabil

7 7 mixing aliran bahan bakar dan udara, sehingga diharapkan kondisi pembakaran yang stabil dapat tercapai lebih lama. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh peletakan berbagai macam model flame holder terhadap pergeseran daerah kestabilan api difusi ini akan memberikan manfaat berupa : a. Diagram kestabilan api difusi dengan berbagai perubahan bentuk flame holder. b. Visualisasi pola aliran yang dipengaruhi oleh pemasangan flame holder dengan berbagai macam bentuk. c. Grafik yang menunjukkan hubungan antara pola aliran terhadap temperatur apinya d. yang berguna untuk menghasilkan bahan referensi baru untuk komputasi pembakaran.

8 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya Penelitian mengenai karakteristik api difusi dengan menggunakan concentric jet burner diteliti oleh F. Takahashi (1990 ) yang melakukan studi eksperimental mengenai kriteria lift api difusi. Bahan bakar yang digunakan adalah metana 98 % dan bentuk burnernya adalah concentric jet flow. Dari pengamatan yang dilakukaan, Takahashi memperoleh diagram kestabilan dan dari diagram tersebut ditunjukkan bahwa batas kestabilan api difusi tersebut dibagi menjadi 3 jenis ketidakstabilan dan beberapa parameter yang menyebabkannnya yang tergantung pada bentuk geometri port burnernya, kondisi alirannya, ataupun jenis bahan bakarnya. Ketiga jenis ketidakstabilan itu dibagi menjadi 3 tipe yaitu : Tipe I : Lift dikendalikan oleh pangkal api akibat (a) ketidakseimbangan antara kecepatan aliran gas dan kecepatan penyalaan api, (b) gangguan aliran karena keturbulensian aliran dalam pipa. Tipe II : Lift dikendalikan oleh (a) pemanjangan api lokal pada ujung api karena api mengalami regangan yang tinggi akibat adanya large scale vorteks Tipe III : Lift yang dikendalikan oleh api itu sendiri di atas burner.

9 9 F. Takahashi (1996) juga melakukan penelitian pada double concentric jet flow yaitu pada suatu bentuk burner yang terdiri atas central fuel tube, concentric annulus tube, dan external air pipe.dalam penelitian ini diteliti api difusi turbulen yang berbahan bakar hidrogen untuk mengetahui struktur turbulensi apinya. Dalam penelitian ini diteliti pengaruh penggunaan swirler terhadap struktur apinya. Swirler diletakkan di dalam concentric annulus tube dengan diameter 26,9 mm. Gambar 2.1. Ilustrasi vorteks api (Takahashi, 1996) T. A. Rohmat (1998) meneliti mengenai kestabilan api difusi pada suatu bidang berongga dalam sebuah chamber. Penelitian dilakukan dalam seksi uji yang dihubungkan ke wind tunnel dengan kecepatan rendah. Pada mulut seksi uji yang melekat pada wind tunnel diletakkan suatu porous plate burner yang terbuat dari Bronze dengan ukuran rongga 2 m. Bahan bakar yang dipergunakan adalah metana dengan kemurnian 98 %. Dari penelitian ini diperoleh bentuk visual api difusi dan diagram kestabilan api difusi dengan variabel kecepatan aliran udara dan kecepatan injeksi bahan bakar. Disimpulkan bahwa daerah kestabilan api

10 10 dapat diperluas dengan tambahan suatu halangan, meskipun fenomena apinya menjadi lebih kompleks. Hal ini disebabkan adanya aliran resirkulasi yang merupakan faktor penting dalam proses penstabilan api dengan jalan pengadukan bahan bakar baik di belakang halangan maupun untuk proses pencampurannya. Gambar 2.2. Visualisasi api difusi, direct dan schlierenphotograph (Rohmat, T.A., 1998) Penelitian pada model burner double concentric jet flow dilanjutkan oleh Wijayanti, W (2002) yang mengamati visual api difusi beserta pergeseran daerah kestabilan apinya. Sayangnya penelitian ini hanya menggunakan metode visualisasi direct photograph. Visualisasi api hanya dapat dilihat pada kondisi burned gas saja. Hasil penelitian menggambarkan visualisasi api yang dipengaruhi oleh variasi kecepatan bahan bakar, udara primer, udara sekunder, serta posisi concentric annulus tube terhadap axternal air pipe. Penelitian mengenai interaksi reaksi kimia dan turbulensi dilakukan oleh R.W. Schefer (1994). Interaksi ini terjadi pada api jet turbulen dalam kondisi lift dengan cara penginjeksian dengan pulse (denyut) bahan bakar pada skala waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan burner yang terdiri dari central fuel tube dengan ukuran diameter 5,4 mm dan diletakkan tepat

11 11 di tengah-tengah plat. Bahan bakar berjenis metana diinjeksikan melalui central fuel tube dengan udara ambient sebagai pengoksidasinya. Penelitian kali ini dilakukan untuk mengetahui fenomena yang mengontrol kestabilan api yaitu berupa penyalaan api, extinction, dan reignition pada selang waktu yang bersamaan. Hal ini dikerjakan dengan cara menginjeksikan CH dan CH 4, dengan selang waktu yang berbeda, sehingga interaksi turbulensi dan reaksi kimia dapat teramati. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa api menyelimuti reaktan yang terinjeksi karena adanya struktur vorteks yang besar yang terbentuk di sekeliling jet (semburan api). Interaksi antara struktur vorteks dan api ini menyebabkan pemanjangan api yang disebut extinction api lokal yang terjadi di ujung dan di pangkal vorteks. Kadang-kadang api diredam oleh ujung vorteks sehingga titik kestabilan api tergeser ke bawah. Kemudian api distabilkan lagi ke atas oleh perambatan api yang berupa api premiks. B. J. Lee (1994) meneliti mengenai efek pengenceran bahan bakar untuk mngetahui karakteristik pemadaman api pada api difusi. Bahan bakar yang diguanakan adalah propana (99 %) dan nitrogen sebagai pengencernya. Tergantung pada diameter nosel, derajat pengenceran, dan kecepatan jet, karakteristik pemadaman api dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu : Lift off dan blow out terjadi pada daerah api laminer Lift off terjadi pada api laminer, saat blow out terjadi saat fluida berada pada kondisi transisi dari laminer ke turbulen Lift off dan blow out terjadi pada daerah turbulen

12 12 Takeno (1994) meneliti mengenai transisi dan struktur api difusi jet dengan menggunakan bentuk square untuk geometri port udara dan coflow central fuel tube untuk bahan bakar. Dia menggunakan bahan bakar hydrogen dan acethylene. Dia berpendapat bahwa proses transisi ini sangat menarik untuk diteliti karena dapat memecahkan masalah tentang struktur api secara tuntas yang saat yang terus dikembangkan penelitiannya. Perilaku transisi aliran laminer ke aliran turbulen ini dilakukan secara eksperimental pada nyala api difusi yang kemudian dibandingkan dengan semburan bahan bakar tanpa dinyalakan (cold jet). Ternyata transisi ini disebabkan oleh ketidakstabilan Kelvin-Helmholtz dari aliran jet. Hal ini terjadi pada kedua-duanya, baik pada nyala api ataupun pada cold jet. Gambar 2.3. Hidrogen pada kondisi fully turbulen (Takeno, 1994) Burke dan Schumann telah mempelajari api difusi jet dalam sebuah tabung dimana aliran bahan bakar dikelilingi oleh aliran udara dengan aliran annular dan kedua aliran tersebut mempunyai kecepatan yang sama. Bentuk apinya tergantung apakah pada aliran annular itu mempunyai O 2 lebih atau kurang dibandingkan pembakaran pada api premiks. Bentuk api pada kondisi ini ditunjukkan pada gambar 2.4. Pada over-ventilated flame, batas api menempel ke axis silinder sehingga under-ventilated flame meluas terhadap dinding silinder luar.

13 13 Bentuk yang beragam antara 2 batas ini dapat diperoleh dengan pengubahan perbandingan udara dan bahan bakar. Untuk api difusi, batas api didefinisikan sebagai permukaan dimana udara dan bahan bakar adalah perbandingan stoikiometri. John yang pertama kali mempelajari pengaruh pengubahan suplai udara dan bahan bakar dan diperoleh berbagai macam bentuk api pada simple jet burner. Dia membagi daerah aliran udara dan bahan bakar menjadi 10 zona yang memberikan bentuk api yang berbeda-beda. Gambar 2.4. Api Difusi Skematik dan Bentuk Api Difusi (Pharma, 1979) Pada Gambar 2.4 menunjukkan zona ragam dan bentuk api, yaitu : Zona 1 dan 2 : Api difusi laminer Zona 3 : Api meniscus Zona 4 : Api lambent

14 14 Zona 5 : Api kaya bahan bakar Zona 6 dan 7 : Zona 9 dan 10 : Api lift Api miskin bahan bakar Sebelum memperhatikan api difusi laminer pada zona 1 dan 2, sebaiknya dilihat dulu api yang terbentuk unconventional. Contohnya, bentuk meniscus api pada zona 3 diperoleh pada aliran bahan bakar yang sangat rendah. Bentuk ini dihubungkan kepada pengaruh difusi axial bahan bakar dimana hal ini diabaikan. Garis antara zona 1 dan 3 mengindikasikan warna api dalam kondisi berwarna kuning dan api laminer menghilang. Dibawah zona 3 api padam karena aliran bahan bakar sangat rendah. Pada kecepatan aliran udara dan bahan bakar yang sangat rendah, gaya konveksi menjadi terlihat, dan api lambent di dapat. Pada daerah 4 api padam bila salah satu sudut lift selama terjadi osilasi konveksi. Pada zona 5, dimana konsentrasi bahan bakar tinggi, api kaya bahan bakar diperoleh, yang ditingkatkan pada zona 6, sebagian sudut api lift, terus mengalami lift, dan akhirnya extinction. Pada aliran bahan bakar dan udara yang sangat tinggi, api yang mengalami lift nampak sangat turbulen. Pada zona 8 contohnya, untuk kecepatan aliran bahan bakar rendah dan kecepatan aliran udara yang tinggi vorteks toroidal terbentuk dekat mulut burner. Dengan penambahan aliran udara, titik-titik Carbon terlihat dan Carbon menempel pada bibir burner. Penambahan lagi aliran udara akan menurunkan bibir api sampai terlihat bola api. Selanjutnya, peningkatan aliran udara secara bertahap akan mengubah api ke kondisi api kaya bahan bakar, berbentuk elips dan berwarna biru. Api miskin

15 15 bahan bakar kemudian terbentuk di zona 9 dan 10. Api ini kadang-kadang berosilasi atau berotasi di atas burner. Api difusi laminer, seperti pada zona 1 dan 2, dipelajari oleh banyak peneliti. Garis yang memisahkan zona 1 dan 2 menekankan dimana asap mulai nampak. Umumnya under-ventilated flame diperoleh di zona 2. Sedangkan zona 1 hanya over-ventilated flame. Panjang api laminer adalah salah satu parameter yang umumnya diukur dan dihubungkan dengan diameter tube, kecepatan rata-rata bahan bakar, dan lain-lain. Menurut Scholefield, flicker adalah peristiwa saat api dalam kondisi berkedap-kedip dan dikatakan kurang stabil. Biasanya terjadi saat api akan mengalami lift off. Fenomena flicker api difusi biasanya dihubungkan dengan besarnya kondisi aliran gas. Secara jelas api terlihat mulai mengalami fliker saat ujung cone api yang turbulen masuk dalam zona pembakaran aktif. Atau dengan kata lain, flicker ini terjadi saat transition length dalam nyala api menjadi sama dengan ketinggian apinya. Harus diingat bahwa transition length pada aliran yang menyala adalah sama dengan aliran gas yang tidak menyala untuk kecepatan aliran yang sama besarnya. Dengan alasan tersebut, titik flicker kritis alami, pada berbagai macam jenis semburan dapat diketahui dengan mudah. Pembentukan semburan adalah terjadinya penurunan tekanan yang mendadak pada ketinggian turbulen pada sebagian besar aliran Kemudian daerah turbulen pada aliran gas tersebut secara cepat mesuk dalam selubung api dan bawahnya menjadi stabil serta mendekati nosel yang menyebabkan

16 16 seluruh api mengalami flicker. Pada kasus ini, transition length bergerak ke atas secara tetap, dan rupanya flicker mulai terlihat, dan lambat laun api mulai terganggu. 2.2 Landasan Teori 2.2.1Pembakaran Difusi Pembakaran difusi adalah proses pembakaran dimana bahan bakar dan udara tidak dicampur lebih dulu secara mekanik melainkan bercampur sendiri secara alami dengan proses difusi. Apabila proses pembakaran premix didominasi oleh energi kinetik, maka proses pembakaran difusi lebih didominasi oleh pengadukan (mixing) reaktannya dan reaksi terjadi pada jarak antara bahan bakar dan oksidator.. Proses pembakaran difusi mempunyai banyak keuntungan bila dibandingkan dengan proses pembakaran premix (konvensional), sehingga tidak mengherankan apabila teknologi otomotif mulai meninggalkan pembakaran premix dan beralih ke non-premix. Salah satu keuntungan dan kemudahannya adalah dapat mengontrol api hasil pembakarannya. Seperti pada nyala api premix, nyala api non-premix juga terdiri dari api difusi laminer dan api difusi) turbulen. Perubahan aliran api ini biasanya disebabkan oleh pemanjangan api dan peningkatan kecepatan aliran (jet). Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar 5 di bawah ini :

17 17 Gambar 2.5. Transisi aliran api difusi dari laminer ke turbulen (Wijayanti, W., 2003) Penambahan aliran udara membuat karakter api laminer berubah menjadi api turbulen. Selama periode transisi ini, bibir api menjadi turbulen sedangkan pangkalnya bertahan laminer. Penambahan lebih besar lagi kecepatan aliran akan menghasilkan pengurangan panjang daerah laminer. Titik dimana aliran laminer berubah menjadi turbulen dinamakan break point. Jika break point mendekati nosel bahan bakar, panjang api dan panjang break point di atas nosel kelihatan tidak berubah. Penambahan kecepatan aliran hanya meningkatkan intensitas noise. Gambar 2.5menunjukkan perubahan pada panjang dan posisi break point dengan penambahan kecepatan aliran. Dapat dilihat di gambar, selama di daerah laminer, panjang api meningkat hampir linier dengan penambahan kecepatan aliran. Panjang api berkurang pada daerah turbulen dan tidak tergantung pada kecepatan aliran. Panjang break point juga terlihat konstan setelah sebagian besar kecepatan aliran terus ditambah. Pada daerah turbulen, api lift adalah sama dengan yang diperoleh api pada campuran premiks.

18 18 Karena kecepatan bahan bakar meningkat, karakter api akan berubah. Pada kecepatan jet yang rendah, struktur api adalah laminer. Panjang api laminer ini akan meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan jetnya sampai pada suatu batas dimana aliran api menjadi turbulen. Pada kondisi transisi, perubahan dari aliran turbulen menjadi laminer, panjang api laminer akan mengalami penurunan seiring dengan peningkatan kecepatan jet dan panjang api turbulen akan mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan kecepatan jetnya. Kemudian, panjang api total akan menurun karena kecepatan mixing aliran yang turbulen. Pada kondisi turbulen yang sangat stabil, yaitu pada daerah turbulen penuh (fully turbulent region), panjang api sudah tidak dipengaruhi oleh peningkatan kecepatan jet. Api difusi turbulen mempunyai noise yang sangat besar bila dibandingkan api difusi laminer dan pembentukan jelaga pada api turbulen sangat kecil bila dibandingkan api difusi laminer. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, daerah tansisi api ini mempunyai angka Reynold yang berbeda-beda untuk tiap jenis bahan bakar. Hal ini mengindikasikan bahwa kinetika kimia mempunyai peranan penting pada pengadukan fluida bahan bakar dan udara. Beberapa angka Reynold transisi dapat dilihat pada tabel berikut :

19 19 Tabel 2.1. Transisi angka Reynold (Wijayanti, W., 2003) Struktur aliran reaktan api difusi Beberapa penelitian menerangkan bahwa dinamika vorteks hadir pada struktur aliran api non-premix yang bertujuan untuk menstabilkan proses pembakaran (C.M. Coats, 1988). Menurut Marios, dkk, 1994, aliran reaktan didominasi oleh struktur large scale vorteks karena destabilisasi aliran tersebut melalui amplifikasi ketidakstabilan Kelvin-Helmholtz. Adapun ketidakstabilan ini dipengaruhi oleh fluktuasi temperatur pembakaran dan fluktuasi kecepatan yang berpengaruh terhadap densitas aliran, sehingga terjadi control mixing pada bahan bakar dan udara. Hal ini diperkuat pula oleh penelitian F. Takahashi, 1996, yang menyatakan bahwa struktur aliran api sangat berpengaruh terhadap kestabilan aliran. Penstabil aliran adalah vorteks-vorteks yang akan mendominasi proses pembakaran. Ada 2 macam mixing aliran reaktan yang akan diteliti pada penelitian ini, yaitu unburned gas (aliran reaktan pada kondisi tidak nyala) dan burned gas (aliran reaktan pada kondisi nyala). John W.Daily, 1988, meneliti mengenai struktur aliran pada 2 kondisi tersebut, dan disimpulkan bahwa pola mixing aliran pada kedua kondisi tersebut adalah sama. Artinya pembakaran tidak mempunyai pengaruh besar terhadap pola mixing aliran reaktan.

20 Lift Off dan Blow Out Api Difusi (Turns, 1996) Secara fisik, mekanisme api lift dapat dilihat saat api mulai menjauhi port burner. Transisi aliran ke arah turbulen kelihatan berpengaruh ketika api lift. Tentu saja untuk orifis yang bagus, mungkin api mengalami flicker sebelum lift, yang menunjukkan aliran gas dipertahankan laminer. Fenomena lift mungkin diterangkan untuk proses pendifusian, distribusi kecepatan, atau pada temperatur, tetapi tidak ada teori yang secara jelas dapat diterima dengan mutlak. Dari teori yang satu ke teori yang lain sifatnya saling melengkapi. Secara garis besar, dua fenomena yang terlihat saat api lift adalah Setelah lift, api bergerak dan merambat ke atas, kemudian api padam (blow out). Setelah lift, untuk memperoleh api dalam kondisi stabil lagi, kecepatan bahan bakar harus dikurangi di bawah kondisi stabil. Penjelasan dapat dimengerti dengan mudah dengan memperhatikan gambar 6 yang merupakan diagram urutan kejadian lift off. Gambar 2.6. Api Lift (Scholefield)

21 21 Pada kecepatan aliran tertentu, sebelum titik lift membatasi puncak zona turbulen pada aliran gas terbentang dalam selubung api, dan api itu sendiri menunjukkan penyempitan pada titik tersebut (titik c, gb 2.6.b). Pada titik lift sesungguhnya, api meningkat sampai pangkalnya mengalami penyempitan dimana hal ini myebabkan api pada kondisi stabil lagi (tituk f, gb. 2.6.c). Dengan kata lain, pada titik lift jarak antara kepala burner dan pangkal api sama dengan transition length pada apinya. Vorteks primer pada aliran gas berada pada apinya, sehingga bila api lift pada saat api laminer terjadi maka akan menghasilkan semburan yang bagus. Hal ini tidak terjadi pada burner tetapi akan berlangsung ke atas untuk extinction. Oleh karena itu penstabilan kembali api yang mengalami lift hanya dapat terjadi pada api yang mengalami flicker. Jika api lift dan stabil kembali di atas burner, hal ini karena pengaruh panas dari api dilepaskan dari daerah sekitar aliran gas antara pangkal api dan kepala burner, yang kemudian berperilaku sebagai pendingin, aliran tak nyala, dan semburan menjadi lebih turbulen, seperti ditunjukkan gb 2.6. Gambar 2.6.A menunjukkan skema aliran tak nyala pada kecepatan aliran yang sama. Seperti juga gb 2.6.C yang menunjukkan api lift, dan hal ini akan terlihat bahwa transition length sama pada kedua kasus tersebut. Bila aliran gas pada kondisi lift dinaikkan secara tetap, api bergerak secara cepat menjauhi burner, sehingga titik blow out tercapai dan api kemudian menjadi padam. Saat itu api menjadi lebih pendek, lebih cepat bercampur dengan udara, dan tidak stabil.

22 22 Gambar 2.7. Karakteristik Api Difusi (Scholefield) Mekanisme ini dapat dilihat pada gambar 2.7. Di gambar 2.7.d terlihat api secara cepat berada pada kondisi lift dari burner, dan dapat dilihat dengan jekas pada dasar api terdapat cincin nyala api yang disebabkan adanya vorteks.pada gambar selanjutnya, aliran gas lebih besar dan tidak hanya dasar api yang bergerak ke atas tetapi vorteks juga sangat terekspansi. Ekspansi dari vorteks ini terus meningkat karena aliran gas juga meningkat sehingga aliran gas, seperti ditunjukkan gb 2.7.f yaitu berupa cincin warna gelap di atas nosel, menjadi lebih menjauh sampai akhirnya api menjadi padam (blow out). Seperti terlihat pada gambar 2.7 api jet akan mengalami lift dari posisi burnernya bila kecepatan keluarnya cukup tinggi. Lift off height, jarak antara port burner dan pangkal apinya akan meningkat dengan penembahan kecepatan sampai api mengalami blow out.

23 23 Fenomena lift off dan blow out pada api jet telah banyak diteliti diantaranya olah Pitt yang menjelaskan bahwa ada 3 teori yang berbeda yang menerangkan lift off. Perbedaan tersebut terletak pada lift off heightnya, yaitu : Teori I : Kecepatan aliran lokal dimana kecepatan api laminer adalah sama dengan kecepatan penyalaan api turbulen maksimum dari api premiks. Teori II : Regangan aliran lokal pada fluida melebihi aliran regangan extinction untuk api difusi laminer. Teori III: Waktu yang tersedia untuk percampuran gas dengan large scale struktur pada produk dengan campuran kaya udara adalah lebih kecil daripada waktu bercampurnya bahan bakar dan udara yang dibutuhkan untuk penyalaan. Fenomena blow out dapat juga diinterprestasikan sama dengan konsep api premiks, seperti teori I dimana diansumsikan bahwa pangkal api lift adalah api premiks. Dalam pandangan ini, blow out terjadi pada suatu kecepatan aliran dimana kecepatan penyalaan turbulen jauh lebih cepat daripada kecepatan lokal pada posisi kecepatan penyalaan maksimun. Maksudnya adalah bahwa peristiwa blow out timbul menjelang lift off height kritis, meskipun campuran masih dalam batas mampu nyala pada pangkal api.

24 24 Gambar 2.8. Skema lift api difusi Flame Holder Flame holder merupakan pemegang api. Agar api tidak meninggalkan port burnernya diperlukan suatu pemegang ( flame holder) dengan berbagai macam bentuk atau model. Sebetulnya, flame holder itu sendiri merupakan penghalang atau pengganggu aliran. Aliran fluida akan mengalami gangguan bila gaya-gaya yang bekerja terganggu keseimbangannya. Aliran yang dihalangi oleh flame holder akan menyebabkan terjadinya pusaran (vorteks) yang dapat menciptakan turbulensi. Dengan penambahan flame holder pada penelitian ini, diharapkan akan terjadi gangguan pada aliran yang akan menyempurnakan pembakaran, sehingga mixing antara bahan bakar dan udara menyebabkan api menjadi lebih stabil. Akibatnya, daerah kestabilan api menjadi semakin besar. Selain itu, pada kecepatan bahan bakar di atas 40 cm/detik, kestabilan pembakaran juga dapat diakibatkan oleh resirkulasi produk pembakaran sehingga terjadi nyala api yang berkesinambungan.

25 25 Beberapa model flame holder ditambahkan pada ujung nosel terutama pada teknologi ramjet (bluff-body stabilization). Beberapa model penstabil api tersebut dapat dilihat pada gambar 2.9 yang menunjukkan zona resirkulasi produk pembakaran. Gambar 2.9 Metode penstabil aliran pada high velocity stream (Glassman, 1987) Adapun zona resirkulasi dan pola aliran nyala api dengan model disc flame holder dan multiple bluff body dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.10 Zona resirkulasi padadisc flame holder dan multiple bluff body (Glassman, 1987)

26 26 Daily (1988) juga menyatakan bahwa mixing antara bahan bakar dan udara sangat berpengaruh terhadap kestabilan pembakaran. Pada kondisi yang belum stabil, kehadiran vorteks-vorteks Kelvin-Helmhotz berperan penting sebagai pengaduk aliran pada proses mixing. Mixing aliran terjadi pada daerah lapis batas dan terjadi secara periodik akibat adanya gradien temperatur pada daerah tersebut. Peristiwa ini ditunjukkan dengan visualisasi pola aliran, yang kemudian didukung oleh penelitipeneliti yang lain, seperti Jaronsinski (1998) dan Norimatsu (1998). Keduanya menyatakan bahwa pola aliran sangat dipengaruhi oleh gradien temperatur dan densitas aliran, yang mengakibatkan timbulnya olakan atau vorteks-vorteks pada aliran reaktan. Untuk melihat pola aliran yang terjadi, diperlukan suatu metode untuk menvisualisasikannya. Oleh karena pola aliran sangat dipengaruhi oleh densitas aliran, maka Weinstein (1998), menyatakan bahwa metode schlieren merupakan salah satu metode optik yang sangat tepat digunakan untuk melihat pola aliran pada saat proses mixing. Pada dasarnya, schlieren mampu menggambarkan adanya perbedaan densitas aliran secara jelas, sehingga struktur dan pola aliran dapat terlihat secara jelas, baik pada saat aliran berada pada kondisi unburned (tidak nyala) maupun burned gas (nyala).

27 27 BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental. Dalam hal ini perangkat penelitian dibuat dalam skala laboratorium. Adapun literatur buku dan jurnal ilmiah yang relevan dengan masalah yang diteliti diperlukan sebagai bahan pendukung. 4.1 Variabel yang Diukur Ada dua buah variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Variabel bebas Variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain. Besar variabel bebas bisa diubah-ubah atau konstan, sehingga didapatkan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat agar tujuan penelitian dapat tercapai. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah: Kecepatan aksial udara (U) : 0 5 m/s Bentuk Flame Holder : Cincin, cone dan poros berongga Letak ketinggian Flame Holder : 2 mm, 4 mm, 6 mm. 2. Variabel terikat Variabel terikat adalah variabel yang besarnya tergantung dari variabel bebas dan diketahui setelah penelitian dilakukan. Dalam

28 28 penelitian ini variabel terikatnya adalah kecepatan aksial gas pada kondisi liff off, temperatur nyala api dan visualisasi aliran. 4.2 Peralatan penelitian Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Coflow burner Coflow burner meliputi dua bagian utama, yaitu saluran bahan bakar dan saluran udara. Bahan bakar disemprotkan melalui sebuah saluran bahan bakar, yang berbentuk circular, sedangkan udara didapatkan dari aliran blower. 2. Bahan bakar Bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini adalah LPG (Liquified Petroleum Gas) dengan jenis propana (C 3 H 8 ) dengan kemurnian 99 %. Perbandingan berat jenis antara LPG dan udara adalah sebesar 2, 01 dan tekanan uap LPG dalam tangki sebesar 5 6,2 kg/cm 2 3. Flame holder Modelflameholderyang digunakanadalahmodelcincin, cone, dan poros berongga. Flame holder dipasang pada ujung saluran bahan bakar. (a) cincin (b) poros berongga (c) cone Gambar 4.1. Tigamacambentukflameholder

29 29 4. Blower Blower digunakan untuk mengalirkan udara yang berfungsi sebagai oksidator yang akan bereasi dengan bahan bakar. 5. Seksi uji (chamber) Seksi uji penelitian ini adalah sebuah chamber dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm. 6. Rotameter Rotameter berfungsi sebagai pengukur kecepatan aliran. Penelitian ini akan menggunakan 1 buah rotameter yang digunakan untuk mengukur kecepatan bahan bakar. 7. Thermocouple dan ADC Thermocouple adalah sensor temperatur yang digunakan untuk mengukur temperatur api pada tiap-tiap titik pengukuran. Pengukuran temperatur pada api ini akan menghasilkan beda potensial analog yang selanjutnya akan dikonversi secara digital melalui ADC. 8. Komputer Besarnya temperatur hasil pengukuran thermocouple melalui ADC direkam oleh komputer. Selanjutnya data hasil penelitian ini akan diolah dan dihasilkan beberapa diagram atau grafik untuk melihat phenomena yang terjadi pada pola aliran Peralatan optik untuk visualisasi struktur pola aliran api

30 30 Visualisasi struktur pola aliran api ini akan memakai dua macam peralatan optik yaitu direct photograph dan schlieren photograph. 4.3 Prosedur penelitian Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah LPG dan jenis ruang bakarnya adalah coflow burner. Pada ujung ruang bakarnya dipasang flame holder dengan tiga macam bentuk yaitu cincin, cone, dan poros berongga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di skema susunan alat penelitian pada gambar 4.1. Ruang bakar terdiri dari saluran bahan bakar dengan diameter 0,2 cm dan saluran udara dengan diameter 6,25 cm. Saluran bahan bakar dihubungkan ke tangki LPG, sedangkan saluran bahan bakar dialiri udara yang berasal dari sebuah blower. Besar kecilnya kecepatan bahan bakar dan udara diatur masing-masing dengan sebuah katup dan besarnya aliran diukur dengan rotameter. Untuk mengamati kondisi api, pada ujung ruang bakar dipasang seksi uji yaitu sebuah chamber dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm, dan pada sisi depan chamber dipasang sebuah lubang pengamatan, yaitu sebuah kaca pirex tahan api dengan ukuran 30 cm x 30 cm. Kaca ini selain berfungsi untuk melihat kondisi api, juga sebagai lubang tempat kamera dipasang untuk visualisasi struktur pola aliran api. Adapunpolaaliran yang divisualisasi pada penelitianiniadalah pada saat kondisi burned gas (nyala). Tepat pada sumbusimetris api, dipasang thermo couple sebagai sensor temperatur. Termo kopel dihubungkan dengan ADC (Analogto Digital Converter) dan data hasil pengukuran

31 31 direkam di dalam komputer. Visualisasi struktur pola aliran pada api ini akan memakai dua macam peralatan optic, yaitu direct photograph dan schlieren photograph. Direct photograph akan menggunakan kamera digital panasonic 7,2 MPixel. Sedangkan schlieren photograph menggunakan 2 buah cermin cekung dengan diameter 20 cm. Sinar-sinar sejajar dipantulkan oleh cermin datar dari sinar matahari. Skema schlieren photograph dapat dilihat pada gambar 4.2 Gambar 4.2 Schlierenphotograph 4.4 Prosedurpengambilan data Variabel bebas pada penelitian ini adalah bentuk dan jarak flame holder terhadap saluran bahan bakar, kecepatan bahan bakar, kecepatan udara (oksidator), dan jarak titik pengamatan temperatur yang dimulai dari pangkal api hingga ujung api Tiap titik pengamatan temperature mempunyai jarak 2 mm, sedangkan variabel terikatnya adalah diagram kestabilan api, temperatur, dan visualisasi hasil pembakaran. Secara detail, variasi dari variabel bebas dilakukan sebagai berikut :

32 32 Pada tiap kali pengambilan data, dipasang satu macam bentuk flameholder; Jarak flame holder divariasikan terhadap mulut saluran bahan bakar, dimulai dari pangkal api hingga ujung api; Thermo couple dipasang tepat pada sumbu simetris api dan diletakkan pada titik-titik pengamatan mulai pangkal api hingga ujung api;kecepatan aliran udara divariasikan antara 0,5 m/s hingga 5 m/s;kecepatan aliran bahan bakar divariasikan antara 1 m/s hingga 20 m/s. Pada awal pengambilan data penelitian, katup bahan bakar dan katup udara dalam posisi tertutup. Mula-mula katup bahan bakar dibuka sedikit untuk menyalakan api dan secara perlahan-lahan katup udara dibuka pada kecepatan aliran tertentu. Setelah itu, sedikit demi sedikit katup bahan bakar dibuka, sehingga api menjadi lift off sampai api blow out. Pada penelitian ini api dikatakan lift off bila pangkal api bergerak menjauhi mulut ruang baker, dan api dikatakan blow out tepat saat api padam. Dari kejadian tersebut, sebagai data, dicatat kecepatan aliran udara dan aliran bahan bakar, kemudian diplot dalam diagram kestabilan api. Untuk melihat struktur pola aliran api, secara visual diamati bagaimana api tersebut stabil dan bagaimana saat terjadi lift off. Prosedur pengambilan data tersebut diulang dengan menggunakan bentuk flame holder yang berbeda, yaitu bentuk cincin, cone, dan poros berongga.

33 Diagram Alir Penelitian Mulai Pembuatan Alat : - Jenis Flame holder - Saluran udara - Saluran bahan bakar - Seksi uji dan lubang pengamatan Kalibrasi dan set up peralatan : - kalibrasi thermocouple - setting schlieren &direct photograph Pengambilan data dengan variasi : - Bentuk flame holder - Jarak flame holder - kecepatan udara - kecepatan bahan bakar Data temperatur api Visualisasi api Data berupa diagram kestabilan api difusi Data berupa grafik jarak dari mulut burner vs temperatur api Data berupa struktur pola aliran api difusi Data berupa diagram hubungan struktur pola aliran dan temperatur Analisa dan pembahasan Selesai Gambar 4.4. Diagram alirpenelitian

34 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Data yang diperoleh dari penelitian meliputi data temperatur api, terjadinya lift off dan blow off, distribusi temperatur nyala api arah vertikal serta data berupa pola aliran api yang menunjukkan struktur pola aliran api. Masing-masing data menunjukkan karakteristik kestabilan api difusi dengan pengaruh penggunaan berbagai macam perbuahan bentuk flame holder. Adapun hasil yang didapat dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Data berupa diagram kestabilan api difusi Diagram kestabilan ini ditunjukkan oleh suatu grafik yang menunjukkan variasi kecepatan antara bahan bakar dan udara, hingga pada suatu kecepatan tertentu, api bergerak meninggalkan port burnernya. Adapun di atas port burner dipasang 3 variasi model flame holder sehingga dihasilkan perbedaan pergeseran kestabilan api yang dibatasi oleh lift off. Pada diagram ini, masing-masing flame holder divariasikan jarak peletakannya, antara 2 cm, 4 cm, dan 6 cm, seperti ditunjukkan pada grafik-grafik dibawah ini :

35 35 Liff Off flame holder Cincin 50 Kecepatan Bahan Bakar (m/s tanpa tinggi 2 tinggi 4 tinggi 6 Kecepatan Udara (m/s) Liff Off Flame Holder Poros Berongga 80 Kecepatan Bahan Bakar (m/s) tanpa tinggi 2 tinggi 4 tinggi 6 Kecepatan Udara (m/s)

36 36 Liff Off flame holder Cone Kecepatan Bahan Bakar (m/s) Kecepatan Udara (m/s) Tanpa tinggi 2 tinggi 4 tinggi 6 Gambar 5.1. Diagram kestabilan api difusi pada model flame holder dan variasi ketinggian peletakan Data berupa grafik jarak flame holder dari mulut burner vs temperatur api Grafik temperatur ini secara umum terbagi menjadi grafik temperatur tanpa pemasangan flame holder dangrafik temperatur dengan pemasangan flame holder model cincin, cone, dan poros berongga. Titik pengamatan adalah jarak di atas letak flame holder, dari jarak 1, 2, hingga 5 cm. Selain itu, divariasikan pula beberapa kecepatan udara untuk melihat seberapa besar fluktuasi temperatur yang terjadi pada tiap-tiap titik pengamatan.

37 37 Tanpa flame holder Temperatur Titik Pengamatan 0 m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Cincin ketinggian 2 mm Temperatur Titik pengamatan 0 m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Cincin Ketinggian 4 mm Temperatur Titik Pengamatan 0 m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s

38 38 Cincin Ketinggian 6 mm Temperatur Titik Pengamatan 0 m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Poros Berongga Ketinggian 2 mm Temperatur m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Titik Pengamatan poros Berongga Ketinggian 4 mm Temperatur m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Titik Pengamatan

39 39 Poros Berongga Ketinggian 6 mm Temperatur Vud = 0 Vud = 1 Vud = 2 Vud = 3 Vud = 4 Vud = 5 Vud = 6 Titik Pengamatan Cone Ketinggian 2 mm Temperatur m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Titik Pengamatan Cone Ketinggian 4 mm Temperatur m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Titik Pengamatan

40 40 Cone Ketinggian 6 mm Temperatur Titik Pengamatan 0 m/s 0.7 m/s 1.4 m/s 2.1 m/s 2.8 m/s 4.2 m/s 4.7 m/s Gambar 5.2 Jarak peletakan flame holder vs temperatur api pada kecepatan bahan bakar dan kecepatan aliran udara bervariasi. Data berupa visualisasi struktur pola aliran api difusi Struktur pola aliran api didapatkan dengan schlieren untuk membedakan struktur api tanpa flame holder dan dengan adanya perubahan bentuk flame holder. Adapun struktur aliran api ini didapatkan pada kondisi aliran yang nyala(burned gas) dan tidak nyala (Unburned gas). Pada visualisasi ini, kecepatan udara divariasikan untuk melihat lebih jauh perbedaan struktur alirannya. 5.2 Pembahasan Diagram kestabilan api difusi Secara umum, pada grafik-grafik ini terlihat pergeseran daerah kestabilan api yang sangat signifikan. Flame holder model cincin dapat memperbesar daerah kestabilan meskipun sangat kecil bila dibandingkan cone dan poros berongga. Pada model cincin, jarak peletakan flame

41 41 holder sama sekali tidak berpengaruh terhadap pergeseran daerah stabil. Lain halnya dengan model cone. Dibandingkan dengan cincin, model ini mampu lebih memperbesar daerah stabil. Tetapi, pada jarak 6 cm ke atas, flame holder jenis ini tidak mampu lagi memegang api, sehingga zona stabil api mengalami penurunan. Meskipun begitu, cincin dan cone terbukti mampu memperluas daerah kestabilan. Flame holder model poros berongga sangat signifikan dalam memperluas daerah kestabilan api. Hingga kecepatan 80 m/detik, lift off tidak terjadi. Ada dua kemungkinan yang belum teramati dari pergeseran ini, yaitu kecepatan bahan bakar yang kurang besar atau flame holder poros berongga mampu menahan terjadinya lift off. Hal ini diperlukan suatu penelitian lebih lanjut. Tetapi, apapun kemungkinan tersebut, dengan sangat jelas ditunjukkan bahwa peletakan poros berongga sangat menstabilkan pembakaran. Grafik temperatur api difusi Pada grafik temperatur ini, baik grafik tanpa pemasangan flame holder, dandengan pemasangan flame holder peningkatan kecepatan udara sebagai oksidator tidak mempengaruhi distribusi temperatur ke arah vertikal. Distribusi temperatur ini, ternyata, sangat dipengaruhi oleh pemasangan flame holder. Perubahan bentuk flame holder sangat mempengaruhi kecenderungan grafiknya. Untuk grafik tanpa pemasangan flame holder, tren grafiknya bergelombang dengan puncak temperatur pada titik pengamatan ke-3 yang berjarak 3 cm dari mulut burner. Setelah titik tersebut, temperatur mengalami penurunan. Model cincin mempunyai kecenderungan grafik yang hampir sama dengan tanpa flame holder,

42 42 apalagi untuk cincin pada ketinggian 2 mm yang memang peletakannya sangat mendekati port burner. Tetapi, semakin tinggi peletakannya, tren temperatur semakin menurun, seperti terlihat pada cincin ketinggian 6 mm. Besarnya distribusi temperatur pada dua kondisi ini hampir sama, dengan cincin sedikit lebih tinggi. Pada model cone, range temperatur tertinggi api tercapai dibanding model flame holder yang lain, yaitu sekitar 700 C hingga 1000 C. Sedangkan tren-nya mengalami penurunan. Semakin jauh jarak titik pengamatan maka semakin kecil temperaturnya. Hal ini menandakan bahwa mixing aliran antara bahan bakar dan udara semakin berkurang. Untuk model poros berongga, meskipun sangat menstabilkan pembakaran seperti yang dilihat pada diagram kestabilan api, namun model ini menghasilkan temperatur pembakaran yang paling kecil bila dibandingkan dengan flame holder yang lain. Akan tetapi, tren yang dihasilkan adalah berupa distribusi kenaikan temperatur. Semakin jauh titik pengamatannya, maka temperaturnya semakin naik, meskipun dengan range temperatur yang paling kecil. Visualisasi struktur pola aliran api difusi Pada kondisi tidak nyala (unburned gas), visualisasi terlihat sangat jelas untuk mengamati struktur pola alirannya. Umumnya, semakin besar kecepatan udara, maka semakin turbulen struktur alirannya. Pada kondisi yang stabil, semakin besar kecepatan udaranya, semakin besar pula lebar api yang terjadi. Tetapi tidak pada kondisi lift off. Ukuran lebar apinya tetap, namun struktur alirannya lebih turbulen. Pada perbedaan bentuk

43 43 flame holder, antara tanpa pemasangan dan model cincin mempunyai struktur pola aliran yang hampir sama. Sedangkan pada cone sedikit lebih turbulen. Model poros berongga mempunyai struktur aliran yang sangat turbulen dibandingkan dengan yang lain. Pada model flame holder ini, visualisasi pada kondisi lift off tidak dapat teramati karena tidak pernah terjadi. Namun, apabila lift off mampu tercapai, diindikasikan bahwa pola aliran yang menunjukkan mixing antara bahan bakar dan udara, akan sangat turbulen.

44 44 BAB VI KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Flame holder mampu memperbesar daerah kestabilan api. Model poros berongga merupakan model flame holder yang dapat memperluas daerah kestabilan secara signifikan, karena tidak terjadi lift off. 2. Kecenderungan distribusi temperatur model cincin dan cone menunjukkan kecenderungan yang sama dengan tanpa pemasangan flame holder, namun tidak dengan model poros berongga. Meskipun trennya semakin meningkat, tetapi poros berongga mempunyai range temperatur terkecil. 3. Struktur aliran tanpa pemasangan flame holder mempunyai pola yang hampir sama dengan model cincin, sedangkan cone sedikit lebih turbulen. Model poros berongga mempunyai struktur aliran yang sangat turbulen dibandingkan dengan yang lain. Pola aliran sangat mempengaruhi pergeseran daerah kestabilan api. Semakin turbulen struktur api, maka semakin stabil pembakarannya.

45 45 DAFTAR PUSTAKA Coats, C. M., et al, 1988, Transition and Stability of Turbulent Jet Difusion Flames, 22 th Symposium International on Combustion. Daily, John W., et al, 1988, Three Dimensional Structure in a Turbulent Combusting Mixing Layer, 20 th Symposium International on Combustion Glassman, Irvin, 1987, Combustion, Department of Mechanical Engineering and aerospace Engineering, Princenton, New Jersey Lee, B.J., et. Al., 1994, Effect of Dilution on The Lift Off of Non-Premixed Jet Flames, Twenty-Fifth Symposium(International) on Combustion/The Combustion Institute, hal L, Weinstein, 1998, Large Field Schlieren Visualization-From Wind Tunnels to Flight, Procceding VSIJ-SPIE, Jepang Rohmat, T.A., et. Al., 1999, An Experimental Study of Turbulent Diffusion Flames Established on a Porous Plate Behind a Backward- Facing Step, Proceedings of the 5 th ASME/JSME Joint Thermal Engineering Conference, California Schefer, R.W., 1994, Temporal Evolution of Turbulence/Chemistry Interaction in Lifted Turbulent Jet Flame, Twenty-Fifth Symposium (International) on Combustion/The Combustion Institute, hal Soteriou, Marios C., et al, 1994, The Vorticity Dynamics of an Axothermic, Spatially Developing, Forced, Reacting Shear Layer, 25 th Symposium International on Combustion Soteriou, Marios C., 1998, On the Effects of the Inlet Boundary Condition on the Mixing and Burning in Reacting Shear Flows, Combustion and Flame Journal, Elsivier Science Inc. Takahashi, F., 1990, Lifting Criteria of Jet Diffusion Flames, Twenty-Third Symposium (International) on Combustion/The Combustion Institute, hal Takahashi, F., et. al., 1995, Structure of Turbulent Hydrogen Jet Diffusion Flames with or without Swirl, Journal of Heat Transfer, vol. 118, hal

46 46 Takahashi, F., et al, 1996, Vortex-Flame Interactions and Extinction in Turbulent Jet Diffusion Flames, 26 th Symposium International on Combustion Takeno, Tadao, 1994, Transition and Structure of Jet Diffusion Flames, Twenty-Fifth Symposium (Internasional) on Combustion/The Combustion Institute, hal W, Jarosinski, 1998, Optical Methods to Study the Mechanism of Convective Heat Transfer from the Heated Wall of a Rectangular Duct to a Steady or Pulsating Flow, Procceding VSIJ-SPIE, Jepang Wijayanti, Widya, 2003, Variasi Letak Central Fuel Tube Terhadap Concentric Annulus Tube pada Pergeseran Daerah Kestabilan Api Difusi dengan Bahan Bakar LPG, Jurnal Teknik Volume X No.3, Unibraw Malang Y, Norimatsu, et al, 1998, Flow Visualization of Supersonic Jet from Sootblower Nozzles, Procceding VSIJ-SPIE, Jepang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik saat ini sangat luas digunakan. Salah satunya adalah melalui proses pembakaran. Proses pembakaran ini baik berupa

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Lip Thickness pada Nozzle Terpancung terhadap Karakteristik Api Pembakaran Difusi Concentric Jet Flow

Pengaruh Variasi Lip Thickness pada Nozzle Terpancung terhadap Karakteristik Api Pembakaran Difusi Concentric Jet Flow Pengaruh Variasi Lip Thickness pada Nozzle Terpancung terhadap Karakteristik Api Pembakaran Difusi Concentric Jet Flow Elka Faizal 1, Agung Sugeng Widodo 2, Mega Nur Sasongko 3 1, 2, 3 Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan energi menjadi topik penting seiring dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil yang ada. Sistem energi yang ada sekarang

Lebih terperinci

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar

Bab II Ruang Bakar. Bab II Ruang Bakar Bab II Ruang Bakar Sebelum berangkat menuju pelaksanaan eksperimen dalam laboratorium, perlu dilakukan sejumlah persiapan pra-eksperimen yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pedoman

Lebih terperinci

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN

BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN BAB 3 PERALATAN DAN PROSEDUR PENELITIAN Penelitian mengenai nyala difusi pada medan aliran berlawanan ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang telah meneliti mengenai limit stabilitas nyala

Lebih terperinci

PENGARUH MATERIAL RING PADA FENOMENA NYALA API LIFT-UP

PENGARUH MATERIAL RING PADA FENOMENA NYALA API LIFT-UP Seminar Nasional - VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS - Bandung, 28-29 Oktober 2008 ISSN 1693-3168 Teknik MESIN PENGARUH MATERIAL RING PADA FENOMENA NYALA API LIFT-UP I Made

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

FENOMENA FLASHBACK DI RUANG BAKAR JET DENGAN MENGGUNAKAN FLAME HOLDER

FENOMENA FLASHBACK DI RUANG BAKAR JET DENGAN MENGGUNAKAN FLAME HOLDER FENOMENA FLASHBACK DI RUANG BAKAR JET DENGAN MENGGUNAKAN FLAME HOLDER Felicia Anggraini Mandala, Prof. Dr. I Made Kartika Dhiputra, Dipl.-Ing Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 PERALATAN PENELITIAN 3.1.1 Bunsen Burner Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu Bunsen burner Flame Propagation and Stability Unit P.A. Hilton Ltd C551, yang dilengkapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 PERALATAN PENELITIAN 3.1.1 Bunsen Burner Alat utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu Bunsen burner Flame Propagation and Stability Unit P.A. Hilton Ltd C551, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam suatu teknik pembakaran, keberhasilan pembakaran seperti yang ditunjukan pada perhitungan secara teoritis sesuai dengan aspek termodinamika pembakaran di pengaruhi langsung

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER

PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER An Nisaa Maharani, ING Wardana, Lilis Yuliati Jurnal Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Peralatan Penelitian Alat percobaan yang digunakan pada percobaan ini bertujuan untuk mengukur temperatur ring pada saat terjadi fenomena flame lift-up maupun blow off, yaitu

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi 4.1 Pertimbangan Awal Pembakar (burner) adalah alat yang digunakan untuk membakar gas hasil gasifikasi. Di dalam pembakar (burner), gas dicampur

Lebih terperinci

Bab III Aliran Putar

Bab III Aliran Putar Bab III Aliran Putar Ada banyak jenis aliran fluida dalam dunia teknik, dimana komponen rotasi dari nilai rata-rata deformasi memberikan kontribusi lebih besar terhadap pola aliran yang terjadi. Memperhatikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Penentuan Data Uncertainty Dalam setiap penelitian, pengambilan data merupakan hal yang penting. Namun yang namanya kesalahan pengambilan data selalu ada. Kesalahan tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 PERALATAN PENELITIAN 3.1.1 Peralatan Utama Peralatan utama dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Bunsen Burner Flame Propagation and Stability Unit P.A Hilton LTD C551. Dilengkapi

Lebih terperinci

Bab VI Hasil dan Analisis

Bab VI Hasil dan Analisis Bab VI Hasil dan Analisis Dalam bab ini akan disampaikan data-data hasil eksperimen yang telah dilakukan di dalam laboratorium termodinamika PRI ITB, dan juga hasil pengolahan data-data tersebut yang diberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perancangan 4.1.1 Gambar Rakitan (Assembly) Dari perancangan yang dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor 2016, didapat sebuah prototipe alat praktikum

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 212) ISSN: 231-9271 F-2 Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall R.R. Vienna Sona Saputri Soetadi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Bab I Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan Di dalam Bab Pendahuluan ini akan diuraikan secara ringkas beberapa gambaran umum yang mengawali laporan skripsi ini antara lain: latar belakang, tinjauan pustaka, pelaksanaan eksperimen,

Lebih terperinci

Temperatur Ring pada Fenomena Flame Lift-Up

Temperatur Ring pada Fenomena Flame Lift-Up Seminar Nasional - VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS - Bandung, 28-29 Oktober 2008 ISSN 1693-3168 Teknik MESIN Temperatur Ring pada Fenomena Flame Lift-Up I Made Kartika

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL BIOMASA SEKAM PADI PADA CYCLONE BURNER

KAJI EKSPERIMENTAL BIOMASA SEKAM PADI PADA CYCLONE BURNER KAJI EKSPERIMENTAL BIOMASA SEKAM PADI PADA CYCLONE BURNER Sigit Purwanto 1*, Tri Agung Rohmat 2 1 Program Studi S2 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 2 Jurusan Teknik Mesin dan Industri,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: Test section dirancang dengan ukuran penampang 400 mm x 400 mm, dengan III METODOLOGI PENELITIAN A Peralatan dan Bahan Penelitian 1 Alat Untuk melakukan penelitian ini maka dirancang sebuah terowongan angin sistem terbuka, dengan penjelasannya sebagai berikut: a Test section

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG

PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG PENGARUH PERUBAHAN SAAT PENYALAAN (IGNITION TIMING) TERHADAP PRESTASI MESIN PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH DENGAN BAHAN BAKAR LPG Bambang Yunianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

Karakteristik Api Premiks Biogas pada Counterflow Burner

Karakteristik Api Premiks Biogas pada Counterflow Burner Banjarmasin, 7-8 Oktober 015 Karakteristik Api Premiks Biogas pada Counterflow Burner Mega Nur Sasongkoa * dan Widya Wijayantib Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjend. Haryono

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: F-92

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: F-92 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 F-92 Studi Eksperimen Aliran Melintasi Silinder Sirkular Tunggal dengan Bodi Pengganggu Berbentuk Silinder yang Tersusun Tandem dalam Saluran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. n (2.1)

BAB II DASAR TEORI. n (2.1) BAB II DASAR TEORI 2.1 PROSES DAN REAKSI PEMBAKARAN Terdapat berbagai pengertian mengenai pembakaran, namun menurut Oxford Concise Dictionary, pembakaran adalah 1. Konsumsi oleh api; 2. Pembentukan nyala

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang Astu Pudjanarsa Laborotorium Mekanika Fluida Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompor Pembakar Jenazah Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Api Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml KERUGIAN JATUH TEKAN (PRESSURE DROP) PIPA MULUS ACRYLIC Ø 10MM Muhammmad Haikal Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma ABSTRAK Kerugian jatuh tekanan (pressure drop) memiliki kaitan dengan koefisien

Lebih terperinci

PENGARUH PROSENTASE CO 2 TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DIFUSI BIOGAS

PENGARUH PROSENTASE CO 2 TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DIFUSI BIOGAS 89 PENGARUH PROSENTASE CO 2 TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DIFUSI BIOGAS Mega Nur Sasongko 1 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya Keywords : Biogas Percentage CO 2 Flame stability

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G.

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G. EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G. Santika Department of Mechanical Engineering, Bali State Polytechnic,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL

PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL Yusufa Anis Silmi (2108 100 022) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 1-1 Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall R.R. Vienna Sona Saputri Soetadi dan Djoko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aliran Aliran dapat diklasifikasikan (digolongkan) dalam banyak jenis seperti: turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak seragam, rotasional,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran bisa didefinisikan sebagai reaksi secara kimiawi yang berlangsung dengan cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada suhu

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Diameter O-ring pada Permukaan Silinder terhadap Koefisien Drag

Pengaruh Variasi Diameter O-ring pada Permukaan Silinder terhadap Koefisien Drag MESIN, Vol. 25, No. 2, 2016, 54-62 54 Pengaruh Variasi Diameter O-ring pada Permukaan Silinder terhadap Koefisien Drag Si Putu Gede Gunawan Tista *, Ainul Ghurri, I Ketut Suanjaya Adi Putra Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 6 Steady explosive eruptions

BAB 6 Steady explosive eruptions BAB 6 Steady explosive eruptions INTRODUCTION Pada bagian (bab) sebelumnya telah dibahas bagaimana magma mengembang (terbentuk) di permukaan, volatile dissolves ketika mulai meluruh dan membentuk gelembung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR...xii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH

SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH SKRIPSI PENGARUH VARIASI SUDUT NOZZLE BAHAN BAKAR DENGAN D-NOZZLE RATIO YANG SAMA TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Oleh : I MADE DUWI SETIAWAN NIM : 1019351017 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR JUMLAH LILITAN PIPA BURNER TERHADAP POLA NYALA DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA ALAT PEMBAKAR JENAZAH KONVENSIONAL

SKRIPSI FAKTOR JUMLAH LILITAN PIPA BURNER TERHADAP POLA NYALA DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA ALAT PEMBAKAR JENAZAH KONVENSIONAL SKRIPSI FAKTOR JUMLAH LILITAN PIPA BURNER TERHADAP POLA NYALA DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA ALAT PEMBAKAR JENAZAH KONVENSIONAL OLEH : BANGUN TUA SAGALA NIM. 1019351022 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK Dalam ilmu hidraulik berlaku hukum-hukum dalam hidrostatik dan hidrodinamik, termasuk untuk sistem hidraulik. Dimana untuk kendaraan forklift ini hidraulik berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

KECEPATAN PEMBAKARAN PREMIXED CAMPURAN MINYAK JARAK - LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) PADA CIRCULAR TUBE BURNER

KECEPATAN PEMBAKARAN PREMIXED CAMPURAN MINYAK JARAK - LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) PADA CIRCULAR TUBE BURNER KECEPATAN PEMBAKARAN PREMIXED CAMPURAN MINYAK JARAK - LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) PADA CIRCULAR TUBE BURNER Defmit B. N. Riwu 1, I.N.G.Wardana 2, Lilis Yuliati 3 1 Teknik Mesin Universitas Nusa Cendana

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKTOR VARIASI DIAMETER PIPA UDARA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH. Oleh :

SKRIPSI FAKTOR VARIASI DIAMETER PIPA UDARA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH. Oleh : SKRIPSI FAKTOR VARIASI DIAMETER PIPA UDARA TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN WAKTU PEMBAKARAN PADA KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Oleh : I WAYAN DUNUNG SAPUTRA NIM : 1019351018 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Hai teman-teman penerbangan, pada halaman ini saya akan berbagi pengetahuan mengenai engine atau mesin yang digunakan pada pesawat terbang, yaitu CFM56 5A. Kita

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

ANALISA DAN VISUALISASI MEDAN ALIRAN PADA GEOMETRI BACKWARD-FACING STEP DENGAN INJEKSI GAS ISHOTERMAL MENGGUNAKAN PARTICLE IMAGE VELOCITIMETRY

ANALISA DAN VISUALISASI MEDAN ALIRAN PADA GEOMETRI BACKWARD-FACING STEP DENGAN INJEKSI GAS ISHOTERMAL MENGGUNAKAN PARTICLE IMAGE VELOCITIMETRY ANALISA DAN VISUALISASI MEDAN ALIRAN PADA GEOMETRI BACKWARD-FACING STEP DENGAN INJEKSI GAS ISHOTERMAL MENGGUNAKAN PARTICLE IMAGE VELOCITIMETRY Izhar Mohamad rahman Departemen Teknik, FTM UI, Kampus UI

Lebih terperinci

PENGARUH MEDAN MAGNET DENGAN JARAK PEMASANGAN PADA SELANG BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI KOMPOR GAS LPG

PENGARUH MEDAN MAGNET DENGAN JARAK PEMASANGAN PADA SELANG BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI KOMPOR GAS LPG INFO TEKNIK Volume 17 No. 2 Desember 2016 (137-146) PENGARUH MEDAN MAGNET DENGAN JARAK PEMASANGAN PADA SELANG BAHAN BAKAR TERHADAP EFISIENSI KOMPOR GAS LPG Agus Harianto 1), Makinun 2), Heri Santoso 3)

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO GAS LPG DAN UDARA TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR DAN TEKANAN PADA PEMBAKARAN DI MIKROKOMBUSTOR

PENGARUH RASIO GAS LPG DAN UDARA TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR DAN TEKANAN PADA PEMBAKARAN DI MIKROKOMBUSTOR PENGARUH RASIO GAS LPG DAN UDARA TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR DAN TEKANAN PADA PEMBAKARAN DI MIKROKOMBUSTOR Achmad Walid Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Malang 1) Jl.Veteran No.8 PO Box 04

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PANJANG NOZZLE EXIT

PENGARUH VARIASI PANJANG NOZZLE EXIT SKRIPSI PENGARUH VARIASI PANJANG NOZZLE EXIT BAHAN BAKAR TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH Oleh : I MADE WEDHA ANGGARA NIM : 1019351023 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK PROGRAM NON REGULER

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Burner Type Partially Premixed Dengan Bahan Bahan Bakar Syngas Biomassa Serbuk Kayu Dengan Variasi Diameter Outlet Bahan Bakar

Studi Eksperimen Burner Type Partially Premixed Dengan Bahan Bahan Bakar Syngas Biomassa Serbuk Kayu Dengan Variasi Diameter Outlet Bahan Bakar JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Eksperimen Burner Type Partially Premixed Dengan Bahan Bahan Bakar Syngas Biomassa Serbuk Kayu Dengan Variasi Diameter

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, diperlukan pengertian yang sesuai mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pemanasan atau pendinginan fluida sering digunakan dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, energi, transportasi, serta dibidang elektronika. Sifat

Lebih terperinci

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus

BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus BAB V Pengujian dan Analisis Mesin Turbojet Olympus Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian serta analisis hasil pengujian yang dilakukan. Validasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sumber Daya Air Wageningen, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

Rotameter adalah suatu alat ukur yang mengukur laju aliran berupa cairan atau gas dalam tabung tertutup.

Rotameter adalah suatu alat ukur yang mengukur laju aliran berupa cairan atau gas dalam tabung tertutup. 12/10/2014 1 DEFINISI Rotameter adalah suatu alat ukur yang mengukur laju aliran berupa cairan atau gas dalam tabung tertutup. 12/10/2014 2 CODE DAN STANDARD ASME MFC-18M, Measurement of Fluid Flow Using

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TINGGI BEBAN TERHADAP EFISIENSI KOMPOR MINYAK TANAH BERSUMBU

PENGARUH VARIASI TINGGI BEBAN TERHADAP EFISIENSI KOMPOR MINYAK TANAH BERSUMBU PENGARUH VARIASI TINGGI BEBAN TERHADAP EFISIENSI KOMPOR MINYAK TANAH BERSUMBU Sudarno i 1 Abstract : Pengaturan tinggi beban yang kurang tepat merupakan salah satu penyebab rendahnya efisiensi pada kompor

Lebih terperinci

Perbandingan Bidang Api Isothermal Kompor Engkel Dinding Api Tunggal Dan Dinding Api Ganda Berbahan Bakar Bioetanol

Perbandingan Bidang Api Isothermal Kompor Engkel Dinding Api Tunggal Dan Dinding Api Ganda Berbahan Bakar Bioetanol JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perbandingan Bidang Api Isothermal Kompor Engkel Dinding Api Tunggal Dan Dinding Api Ganda Berbahan Bakar Bioetanol Yusufa Anis Silmi, Djoko Sungkono Teknik

Lebih terperinci

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48 PENGARUH SIRIP CINCIN INNER TUBE TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER Sujawi Sholeh Sadiawan 1), Nova Risdiyanto Ismail 2), Agus suyatno 3) ABSTRAK Bagian terpenting dari Heat excanger

Lebih terperinci

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA

LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA LAPORAN SKRIPSI ANALISA DISTRIBUSI TEMPERATUR PADA CAMPURAN GAS CH 4 -CO 2 DIDALAM DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN METODE CONTROLLED FREEZE OUT-AREA Disusun oleh : 1. Fatma Yunita Hasyim (2308 100 044)

Lebih terperinci

PERILAKU RAMBAT API PREMIXED PENYALAAN BAWAH CAMPURAN GAS METANA-UDARA INHIBITOR NITROGEN (N 2 )

PERILAKU RAMBAT API PREMIXED PENYALAAN BAWAH CAMPURAN GAS METANA-UDARA INHIBITOR NITROGEN (N 2 ) PERILAKU RAMBAT API PREMIXED PENYALAAN BAWAH CAMPURAN GAS METANA-UDARA INHIBITOR NITROGEN (N 2 ) Djoko Wahyudi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Panca Marga Jl. Yos Sudarso 107 Pabean

Lebih terperinci

Pengaruh Diameter Gelembung Hidrogen Terhadap Penurunan Tekanan (Pressure Drop) Pada Saluran Tertutup Segi-Empat

Pengaruh Diameter Gelembung Hidrogen Terhadap Penurunan Tekanan (Pressure Drop) Pada Saluran Tertutup Segi-Empat Pengaruh Diameter Gelembung Hidrogen Terhadap Penurunan Tekanan (Pressure Drop) Pada Saluran Tertutup Segi-Empat Rachmat Subagyo 1, I.N.G. Wardana 2, Agung S.W 2., Eko Siswanto 2 1 Mahasiswa Program Doktor

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka

BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Fenomena Cyclone Pada proses pembakaran yang terjadi di dalam mesin bensin bergantung pada campuran antara bahan bakar dan udara yang masuk ke dalam ruang bakar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisa aliran berkembang..., Iwan Yudi Karyono, FT UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suatu sistem transfer fluida dari suatu tempat ke tempat lain biasanya terdiri dari pipa,valve,sambungan (elbow,tee,shock dll ) dan pompa. Jadi pipa memiliki peranan

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Diameter Injektor Konvergen Udara Terhadap Fenomena Flooding Dalam Aliran Dua Fase Gas-Cair Berlawanan Arah Pada Pipa Vertikal

Pengaruh Variasi Diameter Injektor Konvergen Udara Terhadap Fenomena Flooding Dalam Aliran Dua Fase Gas-Cair Berlawanan Arah Pada Pipa Vertikal Pengaruh Variasi Diameter Injektor Konvergen Udara Terhadap Fenomena Flooding Dalam Aliran Dua Fase Gas-Cair Berlawanan Arah Pada Pipa Vertikal Noorsakti Wahyudi, Rudy Soenoko, Slamet Wahyudi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS.

STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI NUMERIK PENGARUH PENAMBAHAN OBSTACLE BENTUK PERSEGI PADA PIPA TERHADAP KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS. Dosen Pembimbing : SENJA FRISCA R.J 2111105002 Dr. Eng.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI. 2.2 Komponen-Komponen Tabung Vortex dan Fungsinya. Inlet Udara. Chamber. Orifice (diafragma) Valve (Katup)

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI. 2.2 Komponen-Komponen Tabung Vortex dan Fungsinya. Inlet Udara. Chamber. Orifice (diafragma) Valve (Katup) BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prof. Hilsch pada tahun 1947. Tabung vortex adalah salah

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN STRUKTUR ANTAR MUKA ALIRAN STRATIFIED PADA ALIRAN DUA FASA ADIABATIS SEARAH BERDASAR NILAI BEDA TEKANAN

STUDI EKSPERIMEN STRUKTUR ANTAR MUKA ALIRAN STRATIFIED PADA ALIRAN DUA FASA ADIABATIS SEARAH BERDASAR NILAI BEDA TEKANAN STUDI EKSPERIMEN STRUKTUR ANTAR MUKA ALIRAN STRATIFIED PADA ALIRAN DUA FASA ADIABATIS SEARAH BERDASAR NILAI BEDA TEKANAN Rianto Wibowo *, Akhmad Zidni Hudaya, Masruki Kabib Program Teknik Mesin, Universitas

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU Sistem pembangkit listrik tenaga uap (Steam Power Plant) memakai siklus Rankine. PLTU Suralaya menggunakan siklus tertutup (closed cycle) dengan dasar siklus rankine dengan

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA HEAT SINK

PENGUJIAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA HEAT SINK PENGUJIAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PADA HEAT SINK JENIS EXTRUDED Bambang Yunianto 1) Abstrak Komponen elektronik ataupun mikroprosessor yang menghasilkan panas umumnya dipasang pada heat sink sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fluida. Sifat-sifat fluida diasumsikan pada keadaan steady, ada gesekan aliran dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. fluida. Sifat-sifat fluida diasumsikan pada keadaan steady, ada gesekan aliran dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Mekanika Fluida Disini diuraikan tentang sifat-sifat fluida yang mempengaruhi dinamika dari fluida. Sifat-sifat fluida diasumsikan pada keadaan steady, ada gesekan aliran

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari VARIASI JARAK NOZEL TERHADAP PERUAHAN PUTARAN TURIN PELTON Rizki Hario Wicaksono, ST Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma ASTRAK Efek jarak nozel terhadap sudu turbin dapat menghasilkan energi terbaik.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI

TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI KARAKTERISASI GASIFIKASI BIOMASSA SERPIHAN KAYU PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH DENGAN VARIASI AIR FUEL RATIO (AFR) DAN UKURAN BIOMASSA OLEH : FERRY ARDIANTO (2109 105 039)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk roket roket atau mesin mesin kecepatan super tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk roket roket atau mesin mesin kecepatan super tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah. Pemanfaatan tekanan detonasi sebagai gaya dorong pada umumnya diterapkan untuk roket roket atau mesin mesin kecepatan super tinggi. Keuntungan menggunakan tekanan

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah

Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Pengaruh Kecepatan Dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah Francisca Gayuh Utami Dewi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor adalah ilmu yang mempelajari berpindahnya suatu energi (berupa kalor) dari suatu sistem ke sistem lain karena adanya perbedaan temperatur.

Lebih terperinci

Kaji Numerik Aliran Jet-Swirling Pada Saluran Annulus Menggunakan Metode Volume Hingga

Kaji Numerik Aliran Jet-Swirling Pada Saluran Annulus Menggunakan Metode Volume Hingga Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Kaji Numerik Aliran Jet-Swirling Pada Saluran Annulus Menggunakan Metode Volume Hingga Nazaruddin Sinaga Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2011 sampai dengan bulan Desember 2011 di bengkel Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ISSN Print : 2356-3222 ISSN Online: 2407-3555 LJTMU: Vol. 03, No. 01, April 2016, (55-60) http://ejournal-fst-unc.com/index.php/ljtmu Pengaruh Penambahan LPG (Liquified Petroleum Gas) pada Proses Pembakaran

Lebih terperinci

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger

Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Efektivitas Shell-and-Tube Heat Exchanger JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 2, No. 2, Oktober 2: 86 9 Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Shell-and-Tube Heat Exchanger Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH

PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 10 Avita Ayu Permanasari, Pengaruh Variasi Sudut Butterfly Valve pada Pipa Gas Buang... PENGARUH VARIASI SUDUT BUTTERFLY VALVE PADA PIPA GAS BUANG TERHADAP UNJUK KERJA MOTOR BENSIN 4 LANGKAH Oleh: Avita

Lebih terperinci

ABSTRACT DAN EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN HIBAH PENELITIAN DISERTASI DOKTOR (APDD)

ABSTRACT DAN EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN HIBAH PENELITIAN DISERTASI DOKTOR (APDD) ABSTRACT DAN EXECUTIVE SUMMARY LAPORAN HIBAH PENELITIAN DISERTASI DOKTOR (APDD) PERILAKU RAMBAT API PADA PEMBAKARAN ETANOL YANG DIKAYAKAN DENGAN LPG Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun KETUA Muh Nurkoyim Kustanto,

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN

BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN BAB III PERALATAN DAN PROSEDUR PENGUJIAN 3.1 PERANCANGAN ALAT PENGUJIAN Desain yang digunakan pada penelitian ini berupa alat sederhana. Alat yang di desain untuk mensirkulasikan fluida dari tanki penampungan

Lebih terperinci