BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pariwisata Pariwisata di kenal dunia dengan istilah tourism, yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Kepariwisataan. Menurut Mc.Intosh (1990), pariwisata adalah gabungan gejala atau hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan serta penunjang lainnya. Pariwisata juga dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari satu tempat ke tempat lain (Yoeti, 1983). Perjalanan pariwisata yang dilakukan tersebut bukanlah merupakan pergerakan yang bersifat ulang-alik, sebagaimana definisi yang dinyatakan oleh Gunn (1988), pariwisata adalah seluruh perjalanan wisata yang meliputi daerah yang luas, namun bukanlah yang termasuk dalam pergerakan ulang-alik. Sebagai sebuah konsep, pariwisata dapat ditinjau dari berbagai segi yang berbeda. Pariwisata dapat dilihat sebagai suatu kegiatan melakukan perjalanan dari rumah dengan maksud tidak melakukan usaha atau bersantai. Pariwisata juga dapat dilihat sebagai suatu bisnis yang berhubungan dengan penyediaan barang dan jasa bagi wisatawan dan menyangkut setiap pengeluaran oleh atau untuk wisatawan/ pengunjung dalam perjalanannya (Kusmayadi dan Endar, 2000). Berdasarkan definisi yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pariwisata adalah keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan manusia yang melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke suatu tempat atau beberapa tempat tujuan diluar lingkungan tempat tinggalnya yang didorong oleh beberapa keperluan atau motif tanpa maksud mencari nafkah (P2Pariwisata, 1993). Sedangkan berdasarkan UU RI No. 9 tahun 1990, pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut. Hal ini mengandung arti bahwa pariwisata 9

2 dikatakan sebagai suatu industri baru atau sektor yang komplek yang mampu memberikan pertumbuhan perekonomian yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta memberikan multiplier effect yang besar bagi sektor-sektor produktifitas lainnya, misalnya industri kerajinan tangan, kulit, anyaman, pakaian dan lain sebagainya. Batasan mengenai pengertian pariwisata apabila ditinjau dari segi ekonomi adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Hunziker dan Kraff dalam Spillane (1987), yang memberikan batasan terhadap pengertian pariwisata, yaitu keseluruhan dari hubungan dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan tinggalnya mereka itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktifitas yang bersifat sementara tersebut. Batasan yang sama tentang pariwisata diberikan oleh Herman V.Schulalard dalam Yoeti (1983) yaitu sejumlah kegiatan, terutama kaitannya dengan perekonomian yang secara langsung berhubungan dengan masuknya, adanya pendiaman dan bergeraknya orang-orang asing keluar masuk suatu kota, daerah atau Negara. Sedangkan batasan pengertian mengenai pariwisata apabila ditinjau dari aspek sosiologis perjalanan wisata sebagaimana yang tercantum dalam Ketetapan MPR No.I-II tahun 1960 (Yoeti, 1983) yaitu suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam memberikan hiburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negara-negara lain (pariwisata luar negeri). Batasan lain pariwisata lainnya diberikan oleh Kurt Morgenroth (Yoeti, 1983) yang menyatakan bahwa pariwisata adalah lalu lintas orang-orang yang meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk berpesiar ke tempat lain semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian dan kebudayaan guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya atau keinginan yang beranekaragam dari pribadinya. 10

3 Wisatawan dalam melakukan perjalan wisata didasarkan pada motivasi dari maksud perjalanan tersebut, dapat dikelompokkan menjadi empat katagori, yaitu motivasi fisik, motivasi budaya, motivasi pribadi serta motivasi untuk status dan prestise. Motivasi fisik ditujukan untuk penyegaran fisik dan mental, berhubungan dengan kegiatan olahraga, melihat pertunjukan yang bersifat santai dan motivasi lain yang secara langsung berhubungan dengan kesehatan. Motivasi budaya, merupakan keinginan untuk mengetahui daerah lain mengenai makanan, musik, kesenian, cerita rakyat, tari-tarian, lukisan dan agamanya. Motivasi pribadi, merupakan keinginan untuk bertemu dengan orang lain, mengunjungi teman atau relasi, menghindari hal-hal yang rutin atau keluarga dan tetangga atau mencari persahabatan. Sedangkan motivasi untuk status dan prestise, berhubungan dengan kegiatan bisnis, konvensi, studi, mengejar hobi dan pendidikan (Mc.Intosh, 1990). Mengingat tujuan pariwisata adalah semata-mata untuk menikmati daya tarik wisata, maka hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah kenyamanan dan kepuasan wisatawan selama melakukan perjalanan wisata/ kunjungan pada objekobjek wisata. Adapun definisi dari wisatawan menurut World Tourism Organization (WTO) dan International Union of Office Travel Organization (IUOTO) adalah setiap pengunjung yang tinggal paling sedikit 24 jam dan tidak lebih dari enam bulan (Kusmayadi dan Endar, 2000). Sedangkan menurut Instruksi Presiden No. 9/ 1969 dinyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungan tersebut. Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan, perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. 2.2 Bentuk dan Jenis Pariwisata Maksud orang melakukan perjalanan adalah untuk memperoleh berbagai tujuan dan memuaskan bermacam-macam keinginan. Menurut Salah Wahab (1976), 11

4 sebagai sebuah gejala, pariwisata terwujud dalam beberapa bentuk yang antara lain sebagai berikut: 1. Menurut jumlah orang yang bepergian 2. Menurut maksud bepergian 3. Menurut alat transportasi 4. Menurut letak geografis 5. Menurut umur 6. Menurut jenis kelamin 7. Menurut tingkat harga dan tingkat sosial Dalam melakukan perencanaan pengembangan pariwisata perlu dilihat jenis-jenis pariwisata yang berpotensial dan mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Hal tersebut dipandang perlu karena akan sangat berpengaruh terhadap motivasi dari wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata pada objek wisata tersebut. Menurut Spillane (1985) dan Yoeti (1983), jenis pariwisata ditentukan berdasarkan motif tujuan perjalanan wisata sehingga dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Wisata budaya 2. Wisata perjalanan 3. Wisata kesehatan dan rekreasi 4. Wisata olahraga 5. Wisata politik 6. Wisata konvensi 7. Wisata komersial/ urusan dagang 8. Wisata maritim 9. Wisata karya 2.3 Komponen-Komponen Pariwisata Perjalanan wisata akan dipengaruhi oleh berbagai komponen pariwisata yang terdapat di daerah atau objek wisata tersebut. Komponen-komponen pariwisata 12

5 dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu komponen penawaran (supply) dan komponen permintaan (demand) dari pariwisata Penawaran (supply) Pariwisata Yang dimaksud dengan penawaran (supply) pariwisata adalah produk dan jasa yang ditawarkan kepada wisatawan. Produk wisata adalah semua produk yang diperuntukkan bagi atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata (Freyer, 1993). Melalui mekanisme pasar, produk dijual kepada wisatawan. Adapun yang dimaksud dengan jasa tidak lain adalah layanan yang diterima wisatawan ketika mereka memanfaatkan produk tersebut. Jasa ini biasanya tidak tampak (intangible), bahkan seringkali tidak dirasakan. Jasa merupakan akumulasi waktu, ruang dan personal yang memungkinkan wisatawan dapat menggunakan produk wisata. Elemen penawaran wisata yang sering disebut sebagai triple A s yang terdiri dari atraksi, aksessibilitas, dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Menurut Yoeti (1996) dan Salah Wahab (1976), penawaran pariwisata dapat bersifat alamiah, budaya dan buatan manusia. Aksessibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari, ke dan selama di daerah tujuan wisata (Inskeep, 1991) mulai dari darat, laut sampai udara. Akses ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan. Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan pariwisata, tetapi sering menjadi bagian kebutuhan wisatawan, seperti Bank, Money Changer, telekomunikasi dan lain sebagainya. 13

6 Semakin lengkap dan terintegrasinya ke tiga unsur tersebut di dalam produk wisata maka semakin kuat posisi penawaran dalam sistem kepariwisataan (Plog, 2001 dalam Damanik, J dan Helmut F. Weber, 2006) Permintaan (demand) Pariwisata Menurut Salah Wahab (1976), yang dimaksud dengan permintaan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jumlah wisatawan secara kuantitatif, dimana permintaan pariwisata tersebut dapat dibagi menjadi permintaan yang potensial dan permintaan yang sebenarnya. Yang dimaksud dengan permintaan potensial adalah sejumlah orang yang secara potensial akan sanggup dan mampu dalam melakukan perjalanan wisata. Sedangkan yang dimaksudkan dengan permintaan sebenarnya adalah sejumlah orang yang sebenarnya berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, artinya sejumlah wisatawan yang secara nyata sedang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata. Selanjutnya Yoeti (1983) dan Salah Wahab (1976) menyatakan bahwa permintaan pariwisata memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1. Elastisitas (elasticity) 2. Kepekaan (sensitivity) 3. Musim (seasonality) 4. Perluasan (expansion) Aspek permintaan terhadap pariwisata dipengaruhi oleh biaya, daerah tujuan wisata, bentuk perjalanan, waktu dan lama berwisata, akomodasi yang digunakan, moda transportasi dan lainya. Kesemua aspek ini menjadi pertimbangan bagi wisatawan sebelum mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan wisata. 2.4 Pariwisata Sebagai Suatu Industri Industri pariwisata adalah serangkaian perusahaan yang satu sama lainnya terpisah, sangat beraneka ragam dalam skala, fungsi, lokasi dan bentuk organisasi, 14

7 namun mempunyai kaitan fungsional terpadu dalam menghasilkan berbagai barang atau jasa bagi kepentingan kebutuhan wisatawan dalam perjalanan dan keperluan lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini perusahaan primer mengurus keperluan transportasi, akomodasi, makanan dan minuman untuk persiapan perjalanan, sedangkan perusahaan sekunder memasok cendramata dan barang lain keperluan wisatawan, menyediakan hiburan dan kegiatan asuransi, jasa bank dan lain sebagainya. Disamping itu, terdapat pula lembaga-lembaga lain seperti pemasok keperluan perusahaan primer, perusahaan penghasil keperluan umum dan perusahaan yang menyelenggarakan penggalakan pariwisata, biro iklan, jasa konsultasi bagi perusahaan pariwisata lainnya. Dengan kata lain, industri pariwisata adalah semua usaha yang berhubungan dengan kegiatan perjalanan wisatawan dari mulai pergi dari tempat asal sampai ke tempat tujuannya. Keberhasilan dari suatu industri pariwisata pada suatu daerah tidak akan terlepas dari besarnya pengaruh atau dampak yang diberikan terhadap pengelola obyek dan daya tarik wisata, masyarakat dan pemerintah yang bersangkutan. Dampak yang diberikan dapat bersifat positif maupun negatif dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya Dampak positif industri pariwisata Menurut Soekadijo (1995), industri pariwisata akan memberikan dampak positif bagi masyarakat dan pemerintah tempat beradanya obyek wisata. Dampak tersebut antara lain adalah: 1. Dampak ekonomi: Memberikan multiplier effect dan pendapatan bagi suatu negara/ daerah yang mengembangkan pariwisata sebagai industri. Multiplier effect dapat diartikan sebagai penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, fasilitas, peningkatan ekonomi dan standar hidup masyarakat lokal serta pembangunan ekonomi. 15

8 2. Dampak sosial budaya Dampak sosial budaya akibat adanya industri pariwisata pada suatu negara/daerah adalah meningkatnya interaksi sosial, meningkatnya mobilitas sosial ke tempat yang kegiatan pariwisatanya tinggi, meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap bidang-bidang lain, misalnya transportasi, akomodasi, bahasa, etnik, gaya hidup dan lain sebagainya. 3. Dampak lingkungan Pada umumnya dengan adanya industri pariwisata di suatu daerah, akan menimbulkan rasa peduli terhadap lingkungan pada masyarakat sekitar obyek wisata. Misalnya adalah penataan taman yang lebih terawat, melindungi punahnya tanaman-tanaman langka seperti bunga raflesia, anggrek dan lain sebagainya yang menjadi ciri khas daerah tersebut karena dapat dijadikan sebagai obyek wisata Dampak Negatif Industri Pariwisata Selain dampak positif di atas, industri pariwisata juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Soekadijo (1995) yaitu: 1. Dampak ekonomi Dampak negatif yang diberikan suatu industri pariwisata terhadap perekonomian suatu negara/ daerah adalah tidak stabilnya ekonomi suatu negara/ daerah yang menjadikan industri pariwisata sebagai sektor utama/ unggulan dalam PAD dikarenakan sektor ini mudah dipengaruhi oleh ekonomi dan keamanan global dalam suatu negara. Selain itu juga dampak negatif lainnya adalah terjadinya kebocoran (leakages) yang dipengaruhi oleh letak geografis, struktur perekonomian, ukuran negara dan lain sebagainya. 2. Dampak sosial budaya Dampak negatif yang diberikan suatu industri pariwisata terhadap sosial budaya suatu negara/ daerah adalah adanya kesenjangan sosial yang menyebabkan kecemburuan sosial antara wisatawan dengan penduduk lokal, way of life (attitude) dari wisatawan yang ditiru oleh masyarakat lokal sehingga dapat merubah nilai-nilai sosial/ nilai-nilai luhur yang ada di 16

9 masyarakat, terjadinya komersialisasi budaya, timbulnya perjudian, pelacuran, narkoba, dan minuman keras, dan yang terakhir adalah hilangnya identitas seni akibat mengikuti permintaan pasar. 3. Dampak lingkungan Dampak negatif yang diberikan suatu industri pariwisata terhadap lingkungan suatu negara/ daerah adalah pencemaran udara, tanah, dan air serta timbulnya kemacetan lalu lintas. Terjadinya alih fungsi lahan, terutama pertanian, sebagai akibat adanya pembangunan sarana dan prasarana pariwisata yang tidak pada tempatnya, misalnya untuk pembangunan hotel. 2.5 Pengembangan Pariwisata Sebagai Sebuah Konsep Yang dimaksudkan dengan pengembangan pariwisata dalam kontek penelitian ini adalah suatu upaya atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah dan mutu industri pariwisata dengan tujuan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Yoeti (1983) faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam pengembangan industri pariwisata adalah sarana pokok, sarana penunjang, dan sarana pelengkap. Akan tetapi sarana yang paling tidak harus tersedia adalah sarana pokok, yaitu obyek dan daya tarik wisata, sarana transportasi, akomodasi, bar dan restoran, travel agent dan tour operator. Beliau juga menambahkan bahwa kebijakan pengembangan pariwisata menuntut penanganan yang sungguhsungguh. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu managemen kepariwisataan agar produk pariwisata dapat terus ditingkatkan. Dengan kata lain, tanpa adanya managemen kepariwisataan yang baik, kebijakan pengembangan industri pariwisata tidak akan mencapai hasil dengan baik. Disinilah peranan national tourist organization atau tourist association serta government tourist office, misalnya kementerian pariwisata serta dinas pariwisata di daerah, sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap perencanaan pengembangan dan pembinaan kepariwisataan di daerahnya. Lembaga inilah yang mengeluarkan peraturan, arahan dan kebijakan untuk memperoleh suasana yang favorable, prasarana dan sarana kepariwisataan yang baik, standar kamar 17

10 hotel yang dikehendaki oleh wisatawan, pelayanan travel agent dan tour operator yang baik, kebersihan rumah makan, penertiban terhadap pramuwisata dan lainnya. Oleh karenanya adalah wajar kalau government tourist office sebagai produsen melakukan koordinasi untuk membina suatu kerjasama terhadap perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam kelompok industri pariwisata demi kepuasan wisatawan yang berkunjung ke daerahnya. Peranan pemerintah dalam mengembangkan industri pariwisata dalam garis besarnya adalah menyediakan infrastruktur, memperluas berbagai bentuk fasilitas, kegiatan koordinasi antara aparatur pemerintah dan swasta, pengaturan dan promosi (Spillane, 1991). Untuk itu, dalam melakukan pengembangan industri pariwisata yang perlu diperhatikan adalah sarana angkutan, keadaan infrastruktur, dan sarana pariwisata yang menuju ke dan terdapat di daerah-daerah yang potensial untuk dikembangkan tersebut. Hal inilah yang sesungguhnya yang menjadi pokok persoalan, karena untuk mengembangkan kesemuanya secara simultan tidak mungkin disebabkan akan membutuhkan biaya yang sangat besar, padahal dana yang tersedia terbatas. Oleh karenanya didalam melakukan pengembangan pariwisata di daerah yang potensial haruslah didasarkan pada skala prioritas. Dapat dimengerti mengapa pemerintah sangat berperan dalam menciptakan kebijakan-kebijakan pada sektor pariwisata. Hal ini karena pemerintah berkepentingan untuk dapat meningkatkan pendapatan/ devisa sebanyakbanyaknya, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan berusaha bagi seluruh warganya. Dengan demikian, jelaslah bahwa tanpa keterlibatan pemerintah dalam perencanaan pariwisata, maka pengembangan industri pariwisata akan mengalami kekosongan kepaduan arah dan inisiatif jangka pendek yang mungkin akan membahayakan potensi jangka panjang (Gamal Suwantoro, 1997 dan Salah Wahab, 1976). Selain peranan pemerintah tersebut, juga dibutuhkan partisipasi/ dukungan masyarakat dalam pencapaian tujuan kebijakan pengembangan industri pariwisata, sebab pada kenyataannya masyarakatlah (swasta/ pengusaha) yang paling banyak terlibat dalam penyediaan berbagai fasilitas pariwisata, seperti 18

11 hotel, restoran, wartel, alat transportasi, toko souvenir dan kebutuhan wisatawan lainnya. Kemudian masyarakat (penduduk) juga berperan sebagai tuan rumah Konsep Kesatuan Struktur Ruang Pengembangan Pariwisata Dalam usaha menyusun konsep pengembangan pariwisata nasional, ada kecenderungan pola pemanfaatan objek pariwisata yang mengarah pada orientasi per pulau. Hal ini menyangkut tingkat kemudahan (akses) jaringan transportasi maupun kualitas (dan kuantitas) sarana penunjang yang ada. Untuk itu dilakukan dua jalur pendekatan dengan basis pemikiran bahwa potensi pariwisata dapat menjadi objek pariwisata yang efektif jika dapat dicapai serta dapat ditawarkan untuk dimanfaatkan. Gabungan ke dua pendekatan tersebut memberikan suatu usulan berupa suatu rangkaian paket pariwisata yang sifatnya masih umum. Berdasarkan pemikiran di atas, kemudian disusun konsep ruang perjalanan pariwisata yang mencakup suatu wilayah pariwisata. Konsep ruang perjalanan pariwisata mempunyai beberapa komponen sebagai berikut (Gunn, 2002): 1. Daerah asal wisatawan. Menyangkut tempat tinggal wisatawan, dalam hal ini wisatawan domestik. Untuk pariwisata domestik/ daerah, tempat tinggal wisatawan bisa saja di dalam KPP, tetapi jumlahnya relatif lebih kecil dibandingkan jumlah wisatawan keseluruhan. 2. Pintu gerbang. Merupakan pintu masuk/ keluar wisatawan ke KPP. Pintu gerbang yang digunakan oleh wisatawan domestik adalah gerbang lokal (umumnya) 3. Jalur penghubung. Menyangkut pola pergerakan serta pola perjalanan pariwisata, yaitu prasarana dan sarana perhubungan yang digunakan wisatawan untuk mencapai objek pariwisata. 4. Lingkungan pariwisata. Merupakan pengelompokan objek pariwisata beserta jalur internalnya. Konsep ruang perjalanan pariwisata dapat di lihat pada Gambar

12 Gambar 2.1 Konsep Ruang Perjalanan Pariwisata Sumber : Gunn, 2002 Dengan demikian, berdasarkan konsep kesatuan struktur ruang pengembangan pariwisata, maka perencanaan pengembangan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Perencanaan pariwisata regional Di dalam pengembangan pariwisata, perencanaan pariwisata regional biasanya ditentukan dan disesuaikan dengan perencanaan pariwisata nasional. Namun demikian, di dalam melakukan penentuan wilayah pengembangan, daerah juga dapat berinisiatif dengan melakukan penentuan berdasarkan hubungan keruangan dari beberapa obyek wisata dan daya tarik wisata serta fasilitas perhubungan ataupun didasarkan pada sifat fisik maupun daerah administrative dengan tetap memperhatikan sasaran perencanaan pariwisata regional. 20

13 2. Perencanaan pariwisata sub regional Perencanaan pariwisata sub regional lebih spesifik dari pada perencanaan pariwisata regional namun tidak sedetail perencanaan pada areal pengembangan/ perencanaan tata guna lahan rekreasi. Adapun elemenelemen yang termasuk dalam perencanaan pariwisata sub regional menurut Edward Inskeep (1991) adalah sebagai berikut: a) Kondisi daya tarik pariwisata b) Lokasi akomodasi dan fasilitas/ pelayanan pariwisata lainnya c) Akses ke sub regional d) Jaringan transportasi internal dan pertimbangan infrastruktur lainnya e) Faktor-faktor kelembagaan terkait Konsep Perjalanan Wisata Di dalam melakukan perencanaan pengembangan perjalanan pariwisata, hal yang paling utama sekali untuk diperhatikan adalah potensi dan kemampuan dari obyek wisata tersebut. Oleh karenanya diperlukan sebuah konsep perjalanan pariwisata yang menghubungkan antara satu objek wisata dengan objek wisata yang lainnya pada suatu wilayah pengembangan pariwisata. Menurut Gunn (2002), Lingkungan pariwisata memiliki beberapa komponen, antara lain: 1. Pusat pelayanan: merupakan pusat akomodasi, restoran, fasilitas olahraga, terminal dan lain sebagainya. Disini wisatawan didistribusikan ke objek yang ingin dikunjungi. Pusat pelayanan juga berfungsi sebagai pusat informasi, yaitu memberikan penerangan tentang objek yang terdapat dilingkungan tersebut, cara pencapaian, sarana angkutan yang digunakan dan lain sebagainya. 2. Gerbang masuk lingkungan: umumnya terdapat di pusat lingkungan (pusat pelayanan), berfungsi sebagai gerbang mencapai objek wisata dilingkungan tersebut. 3. Konsentrasi objek: objek dengan aneka jenis atraksinya dan fasilitas maupun kesenian serta lain kelengkapan objek yang dapat dinikmati wisatawan 21

14 4. Jalur penghubung dan jaringan internal: jalur penghubung yaitu sarana dan prasarana perhubungan yang digunakan wisatawan untuk mencapai gerbang lingkungan. Jaringan internal yaitu jalur perhubungan yang digunakan wisatawan untuk mencapai objek dari pusat pelayanan. Dengan demikian, di dalam melakukan perjalanan pariwisata, motif yang terbentuk akan berhubungan dengan pola pergerakan yang ada dilingkungan darmawisata dengan pintu gerbang utama adalah lingkungan pusat fasilitas. Rute perjalanan pariwisata yang dilakukan akan mengikuti pola jaringan pergerakan yang dapat menghubungkan lingkungan pusat fasilitas kelingkungan obyek pariwisata dan menghubungkan antara objek pariwisata yang ada pada satu lingkungan darmawisata. Untuk lebih jelasnya konsep ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Konsep Lingkungan Pariwisata Sumber : Gunn,

15 2.6 Metode Penilaian Urutan Prioritas Tujuan Perjalanan Pariwisata Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa untuk menentukan urutan prioritas tujuan perjalanan pariwisata dengan melihat aspek penawaran dan pemasaran sehingga didapatkan beberapa faktor yang berpengaruh. Pada bagian ini akan diuraikan mengenai metode penilaian urutan prioritas tujuan perjalanan pariwisata berdasarkan aspek penawaran dan pemasaran. Kedua hal tersebut nantinya akan digunakan dalam rekomendasi pengembangan objek pariwisata Metode Penilaian Urutan Prioritas Tujuan Perjalanan Pariwisata Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan urutan prioritas tujuan perjalanan pariwisata ini adalah dengan menggunakan metode Scalling Technique. Prinsip penggunaan metode ini adalah bahwa suatu objek dengan intensitas daya tarik lebih besar dibandingkan dengan objek lainnya akan mendapat kualifikasi tinggi dalam urutan perjalanan pariwisata. Nilai rata-rata mendapat kualifikasi sedang dan yang lebih kecil mendapat kualifikasi rendah. Pertimbangan dalam penggunaan metode ini adalah dikarenakan faktor yang digunakan bukan merupakan gambaran pasti/ eksak. Keuntungan yang didapat yaitu dapat membandingkan antara nilai sebenarnya (actual score) dengan nilai yang harus dicapai (pure score). Dengan melihat item yang merupakan error, dapat di analisa potensi dan masalah yang terdapat di tiap-tiap objek pariwisata. 1) 1 ) yang dimaksud dengan item adalah faktor yang dinilai besarannya pada metode Scaling Technique, dalam hal ini faktor tersebut adalah faktor yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar daya tarik objek pariwisata (9 item). Sedangkan items yang merupakan error adalah item yang mempunyai nilai kualifikasi tertentu, yang terdapat di luar susunan skalogram. 23

16 Diperlukan adanya penilaian tiap faktor daya tarik yang menjadi item penilaian, ini merupakan syarat penggunaan metode scaling. Angka besaran tiap faktor ditentukan dalam kualifikasi tinggi, sedang, atau rendah. Untuk menentukan batas-batas kualifikasi ini digunakan metode distribusi t dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, MA, 1971): X - tp S S < μ < X + tp n n Dimana: X = nilai rata-rata tiap faktor daya tarik tp = nilai t dari daftar distribusi t, dengan kemungkinan p = 1 α, dan tingkat/ derajat kebebasan V = n -1 S = standar deviasi n = jumlah populasi μ = parameter rata-rata Dengan mengetahui batas-batas atas dan bawah dari parameter rata-rata μ tersebut, dapat diketahui daerah mana yang termasuk kualifikasi tinggi, sedang atau rendah. Diasumsikan bahwa faktor yang mempunyai nilai tengah dari parameter μ termasuk kualifikasi sedang, dan yang berada dalam batas terendah dari nilai μ termasuk kualifikasi rendah. Demikian pula yang berada dalam batas tertinggi termasuk dalam kualifikasi tinggi Metode Penentuan Alternatif Rute Perjalanan Di dalam melakukan penentuan alternatif rute perjalanan pariwisata pada studi ini adalah melalui metode statistik kombinasi guna mendapatkan alternatif kombinasi objek pariwisata yang ada. Metode statistik kombinasi digunakan karena perbedaan urutan atau susunan-asalkan objeknya sama- tidak akan menambah bentuk susunan kombinasi alternatif rute perjalanan pariwisata. Dengan demikian, susunan kombinasi yang terjadi dapat ditentukan melalui rumus sebagai berikut (Subiyakto, 1995): 24

17 nc r = n! r! (n-r)! dimana : C = Jumlah kombinasi r yang diambil dari n objek n = Jumlah objek dalam himpunan (dalam studi ini adalah jumlah objek pariwisata) r = Jumlah objek yang diambil dari himpunan sekaligus untuk kombinasi Selanjutnya setelah didapatkan jumlah kombinasi objek pariwisata, maka dilakukan penentuan alternatif rute perjalanan pariwisata yang memungkinkan ditinjau dari aspek pintu gerbang masuk dan keluar serta lama perjalanan pariwisata untuk 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Untuk keperluan tersebut, digunakan rumus persamaan linier sebagai berikut: Xi + Xj + a + b c dimana : Xi ;Xj = Lama perjalanan ke objek wisata i, j di hitung dari pusat KPP Kalianda a = Pintu gerbang masuk b = Pintu gerbang keluar c = Batasan waktu maksimum 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan wisata yang berarti kunjungan untuk melihat, mendengar, menikmati dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan wisata yang berarti kunjungan untuk melihat, mendengar, menikmati dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata Istilah pariwisata secara etimologi yang berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata pari yang berarti halus, maksudnya mempunyai tata krama tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan

Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan Oleh: Wanjat Kastolani Abstrak Wisata yang berada pada kawasan konservasi merupakan sumberdaya yang potensial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi lokal dalam kontek pengembangan wilayah dilakukan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Travel.

Wisata : Perjalanan, dalam bahasa Inggris disebut dengan Travel. Wisata Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang kepariwisataan (Irawan, 2010:11) menjabarkan kata kata yang berhubungan dengan kepariwisataan sebagai berikut: Wisata : Perjalanan, dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaan perusahaan yang menghasilkan jasa

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA TUGAS AKHIR Oleh: FRIDA HANDAYANI HASIBUAN L2D 000 427 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata telah menjadi industri terbesar dan memperlihatkan pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism Organization memperkirakan bahwa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN. petualangan, romantik dan tempat- tempat eksotik, dan juga meliputi realita

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN. petualangan, romantik dan tempat- tempat eksotik, dan juga meliputi realita BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN 2.1 Defenisi Pariwisata Pariwisata merupakan suatu fenomena multidimensional, menumbuhkan citra petualangan, romantik dan tempat- tempat eksotik, dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin. meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dari jumlah wisatawan maupun pembelanjaannya. Bagi sebagian orang, berwisata menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR Oleh: TUHONI ZEGA L2D 301 337 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pariwisata berasal dari kata bahasa sangskerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata berarti

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mengembangkan perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang di luar tempat tinggalnya, bersifat sementara untuk berbagai tujuan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D 605 199 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pariwisata Dan Wisatawan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata adalah kegiatan melaksanakan perjalanan untuk memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, mencari kepuasan, mendapatkan kenikmatan,

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. 2.1 Pengertian Pariwisata dan Industri Pariwisata

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. 2.1 Pengertian Pariwisata dan Industri Pariwisata BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Pariwisata dan Industri Pariwisata 2.1.1 Pengertian Pariwisata Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap.

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Bersyukurlah, tanah kelahiran kita Cilacap Bercahaya dianugerahi wilayah dengan alam yang terbentang luas yang kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah tidak dapat dilepaskan dari upaya mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka pariwisata adalah sebagai suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambah barang atau jasa sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Umum Pariwisata II.1.1. Pengertian Pariwisata Undang-undang Nomor 10 tahun 2009, menyebutkan pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata

Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata Kegiatan Belajar 1: Mengkonstruksi Industri Pariwisata Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan 1. Menggambarkan karakteristik industry dan produk pariwisata 2. Mengenali dan membedakan potensi kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. wisatawan itu sendiri. Sejak dahulu kegiatan pariwisata sudah banyak dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. wisatawan itu sendiri. Sejak dahulu kegiatan pariwisata sudah banyak dilakukan oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pariwisata Keberadaan pariwisata dalam suatu daerah bisa dikatakan merupakan suatu gejala yang kompleks di dalam masyarakat. Di sini terdapat suatu keterkaitan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti

BAB I PENDAHULUAN. potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya terdapat sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic Forum disebutkan bahwa peringkat Pariwisata Indonesia naik dari peringkat ke- 70 pada tahun 2013 menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja,

TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata Pariwisata merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan dalam

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1. Pengertian Pariwisata Ditinjau dari segi etimologinya, kata pariwisata berasal dari bahasa Sanksekerta yang terdiri dari dua suku kata, yaitu : Pari, yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. 2.1 Pengertian Pariwisata, Ilmu Pariwisata dan Wisatawan

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. 2.1 Pengertian Pariwisata, Ilmu Pariwisata dan Wisatawan BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Pariwisata, Ilmu Pariwisata dan Wisatawan Istilah pariwisata adalah: Suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2 (dua) kata yaitu Pari yang artinya keliling, sempurna, lengkap, banyak dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2 (dua) kata yaitu Pari yang artinya keliling, sempurna, lengkap, banyak dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pariwisata Istilah pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta dimana terdiri dari 2 (dua) kata yaitu Pari yang artinya keliling, sempurna, lengkap, banyak dan Wicata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN BAB II TINJAUAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1. Pengertian Kepariwisataan, Pariwisata, dan Wisata Sesunguhnya pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri, yang ditandai oleh adanya

Lebih terperinci

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR Oleh : GRETIANO WASIAN L2D 004 314 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai Pariwisata dan dukungan teknologi di dalamnya yang bertujuan untuk memajukan daerah pariwisata itu sendiri telah banyak dipublikasikan.

Lebih terperinci

PERTEMUAN 9 Divisi Ekonomi Lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen

PERTEMUAN 9 Divisi Ekonomi Lingkungan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen INDUSTRI PARIWISATA PERTEMUAN 9 PENDAHULUAN Pariwisata sebagai industri semakin berkembang pembangunan hotel berbagai tipe dan kelas, peningkatan sarana-prasarana pariwisata, dan peningkatan keahlian SDM

Lebih terperinci

A. Perencanaan dan Pengelolaan Pariwisata Perencanaan berarti memperhitungkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang.

A. Perencanaan dan Pengelolaan Pariwisata Perencanaan berarti memperhitungkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang. A. Perencanaan dan Pengelolaan Pariwisata Perencanaan berarti memperhitungkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang. Perencanaan dan pengelolaan pariwisata berarti untuk memenuhi kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS 24 BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Kerangka Teori II.1.1. Komunikasi dan Komunikasi Efektif Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada kelompok lain untuk memberitahu atau untuk merubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berdiri dimasing-masing daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia wisata di Indonesia saat ini sedang mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya tempat wisata yang berdiri dimasing-masing

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN 1 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEPARIWISATAAN I. UMUM Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa Indonesia kekayaan berupa sumber daya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR. pandapat ahli yang berhubungan dengan penelitian ini. 1. Pengertian Gaeografi Pariwisata dan Industri Pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR. pandapat ahli yang berhubungan dengan penelitian ini. 1. Pengertian Gaeografi Pariwisata dan Industri Pariwisata 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Supaya penelitian ini dapat terarah dengan baik maka penulis merunjuk kepada pandapat ahli yang berhubungan dengan penelitian ini. 1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain, untuk sementara waktu dengan tujuan rekreasi dan bukan untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH Keputusan pemerintah dalam pelaksanaan program Otonomi Daerah memberikan peluang kepada berbagai propinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 PENGERTIAN PARIWISATA Pariwista merupakan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang bersifat sementara bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perjalananan wisatawan dunia mencapai 1 miliar pada tahun 2012. Menurut Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka tersebut

Lebih terperinci

BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA. budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya

BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA. budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya BAB II SEKILAS TENTANG OBJEK WISATA 2.1 Pengertian Objek Wisata Objek wisata adalah perwujudan ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting, dimana dalam perekonomian suatu Negara, apabila dikembangkan secara terencana dan terpadu, peran pariwisata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian dan Peranan Geografi Pariwisata Menurut Ramaini (1992: 2): Geografi pariwisata adalah ilmu yang mempelajari antara geografi

Lebih terperinci

BAB IV PENENTUAN PRIORITAS TUJUAN WISATA BERDASARKAN ASPEK PENAWARAN WISATA

BAB IV PENENTUAN PRIORITAS TUJUAN WISATA BERDASARKAN ASPEK PENAWARAN WISATA BAB IV PENENTUAN PRIORITAS TUJUAN WISATA BERDASARKAN ASPEK PENAWARAN WISATA 4.1 Pola Pergerakan Wisatawan Seperti telah dikemukakan pada Bab III, pengertian dari pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA CANDIDASA KABUPATEN KARANGASEM BALI TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA CANDIDASA KABUPATEN KARANGASEM BALI TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENURUNAN PERKEMBANGAN KAWASAN WISATA CANDIDASA KABUPATEN KARANGASEM BALI TUGAS AKHIR Oleh: I NYOMAN SIKI NGURAH L2D 301 325 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 1996 TENTANG PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pengembangan kepariwisataan dalam

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pariwisata bukan hal yang asing untuk masyarakat. Banyak wisatawan baik domestik maupun asing yang datang berlibur untuk menghabiskan waktu dan menikmati keindahan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN 29 BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN A. Pengertian Usaha Pariwisata Kata pariwisata berasal dari bahasa Sansakerta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan suatu daerah. Dengan pengelolaan yang baik, suatu obyek wisata dapat menjadi sumber pendapatan yang besar.menurut

Lebih terperinci

oleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata.

oleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keindahan alam dan budaya Indonesia memberikan sumbangan yang sangat besar khususnya pendapatan dari bidang kepariwisataan. Kepariwisataan di Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakekatnya merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakekatnya merupakan suatu cara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakekatnya merupakan suatu cara memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi hiburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh Menteri Pariwisata kepada Kompas.com, bahwa berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh Menteri Pariwisata kepada Kompas.com, bahwa berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan pariwisata mempunyai peran yang sangat penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA ANALISIS KEPUASAN WISATAWAN TERHADAP DAYA TARIK WISATA MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA Aris Baharuddin 1, Maya Kasmita 2, Rudi Salam 3 1 Politeknik Informatika Nasional Makassar 2,3 Universitas Negeri Makassar

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber pendapatan daerah. Program pengembangan dan pendayagunaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber pendapatan daerah. Program pengembangan dan pendayagunaan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Program pengembangan dan pendayagunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya semakin meningkat. Pengembangan ini terus dilakukan karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Industri pariwisata telah berkembang dengan pesat di berbagai negara dan menjadi sumber devisa yang cukup besar. Di Indonesia pariwisata menjadi suatu bukti keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki banyak pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki banyak pulau sebagai salah satu aset untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan mengembangkan pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri di bidang jasa yang berusaha untuk menarik dan memberikan pelayanan

BAB 1 PENDAHULUAN. industri di bidang jasa yang berusaha untuk menarik dan memberikan pelayanan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata di Indonesia pada saat ini mulai berkembang menjadi satu industri di bidang jasa yang berusaha untuk menarik dan memberikan pelayanan untuk memuaskan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. untuk membantu proses penyususnan penelitian ini adalah:

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. untuk membantu proses penyususnan penelitian ini adalah: A. Tinjauan Penelitian Terdahulu BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Dalam hal ini penelitian terdahulu berguna sebagai rujukan atau referensi, bahkan sebagai bahan untuk membantu penulis dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan sektor yang ikut berperan penting dalam usaha peningkatan pendapatan. Indonesia merupakan negara yang memiliki keindahan alam dan keanekaragaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana/prasarana diartikan sebagai proses tanpa

Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana/prasarana diartikan sebagai proses tanpa Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana/prasarana diartikan sebagai proses tanpa hambatan dari pengadaan dan peningkatan hotel, restoran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi sangat besar bagi Indonesia yang kini banyak dikembangkan di berbagai daerah. Kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci