BAB IV PENENTUAN PRIORITAS TUJUAN WISATA BERDASARKAN ASPEK PENAWARAN WISATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENENTUAN PRIORITAS TUJUAN WISATA BERDASARKAN ASPEK PENAWARAN WISATA"

Transkripsi

1 BAB IV PENENTUAN PRIORITAS TUJUAN WISATA BERDASARKAN ASPEK PENAWARAN WISATA 4.1 Pola Pergerakan Wisatawan Seperti telah dikemukakan pada Bab III, pengertian dari pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain (Yoeti, 1983). Berdasarkan motivasi perjalanan dan waktu kunjungan, maka pola pergerakan wisatawan menuju kawasan-kawasan wisata yang terdapat di KPP Kalianda dapat diuraikan sebagai berikut: Motivasi Perjalanan Motivasi orang-orang melakukan perjalanan wisata dapat disebabkan oleh beberapa alasan, misalnya mencari kesenangan dan petualangan, bisnis, mengunjungi keluarga dan lain sebagainya. Namun demikian, alasan utama seorang wisatawan melakukan kunjungan pada suatu wilayah/ objek wisata adalah karena daya tarik atau objek wisata yang ada di daerah tersebut. Motivasi ini timbul akibat adanya persepsi positif wisatawan tersebut terhadap kebutuhan dan atraksi wisata. Adapun motivasi kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara ke kawasan wisata Kalianda ini secara umum memiliki motivasi melakukan perjalanan wisata adalah untuk berlibur, tempat tujuan wisata utama pantai dengan aktifitas melihat-lihat dan berenang dengan lama tinggal 1 s.d 3 hari dan menggunakan akomodasi hotel/ motel Waktu Kunjungan Di dalam melakukakan kunjungan wisata, secara umum dapat dikelompokkan menjadi: 43

2 1. Kunjungan Singgah Pola kunjungan singgah ini biasa dilakukan oleh wisatawan yang berada disekitar wilayah pengembangan wisata Kalianda. Lama kunjungan berkisar antara 2 sampai 4 jam. Untuk itu, faktor jarak dan aksessibilitas perlu diperhatikan di dalam melakukan pengembangan jenis kunjungan ini, dimana objek-objek wisata ini harus mudah dicapai dalam waktu yang singkat tersebut. 2. Kunjungan Sehari Pada pola kunjungan ini seperti ini, waktu yang diperlukan untuk berada di objek wisata tersebut lebih lama dibandingkan yang diperlukan oleh kunjungan singgah, sehingga fasilitas penunjang di objek wisata ini sangat diperlukan karena wisatawan lebih lama berada di objek wisata ini dan merupakan atraksi utama dari perjalanannya. 3. Kunjungan Menginap Perbedaan jenis kunjungan ini dibandingkan dengan kunjungan lainnya adalah penggunaan jasa akomodasi. Kunjungan seperti ini belum begitu populer, walaupun jenis kunjungan ini lebih menguntungkan karena pangsa pasarnya yang berasal dari golongan menengah ke atas. Dengan berdasarkan ke tiga hal tersebut, serta kemudahan pencapaian dan intensitas kunjungan wisata yang ada, maka diperoleh pengelompokan kawasankawasan wisata yang terdapat di KPP Kalianda dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Kawasan wisata pemandian Way Belerang Sukamandi, Merak Belantung dan Pantai Pasir Putih merupakan kawasan dengan kemudahan pencapaian dan intensitas kunjungan wisata yang tinggi. 2. Kawasan wisata Tugu Siger merupakan kawasan wisata dengan kemudahan pencapaian tinggi namun intensitas kunjungan wisatawan sedang. 3. Kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi, Gunung Krakatau, dan Gunung Rajabasa merupakan kawasan-kawasan wisata dengan kemudahan pencapaian dan intensitas kunjungan yang rendah. 44

3 4.2 Distribusi Fasilitas Pariwisata Secara umum, distribusi fasilitas pariwisata terkonsentrasi di Kota Kalianda, sedangkan kawasan-kawasan pariwisata lainnya mempunyai fasilitas pelayanan wisata tidak selengkap yang ada di Kota Kalianda, bahkan ada kawasan wisata yang tidak memiliki fasilitas pelayanan wisata, seperti kawasan wisata Gunung Rajabasa dan Krakatau. Untuk itu, berdasarkan jenisnya, maka di KPP Kalianda terdapat 5 macam fasilitas pelayanan pariwisata, yaitu : 1. Fasilitas transportasi dan telekomunikasi - Dermaga: hanya terdapat di canti sebagai tempat untuk menyeberang ke kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Krakatau. Dermaga ini juga ada di Tejang Pulau Sebesi sebagai sarana penyeberangan ke kawasan wisata Gunung Krakatau. Ke dua dermaga ini dengan kondisi yang baik dan terawat. - Terminal kendaraan umum: hanya terdapat di Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. Namun demikian, kondisi terminal tersebut dengan kondisi kurang baik karena masih bersatu dengan lokasi pasar karena belum mempunyai terminal angkutan khusus. Dengan kondisi ini, pada akhirnya menyebabkan terjadinya kesembrawutan. - Tempat parkir: umumnya terdapat disemua lokasi wisata tempat studi dilakukan, kecuali pada kawasan wisata Gunung Rajabasa, Gunung Krakatau dan Tejang Pulau Sebesi. Kondisi tempat parkir yang ada di kawasan-kawasan wisata tersebut dalam kondisi terawat dan baik. - Telekomunikasi: Pada umumnya, jaringan telekomunikasi (Telkom) belum ada pada kawasan wisata, kecuali pada kawasan wisata Way Belerang, Pasir Putih dan Merak Belantung. Sedangkan untuk kantor pos hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. Televisi dan radio telah menjangkau seluruh kawasan wisata yang menjadi tempat dilakukannya studi ini. - Sarana transportasi laut: untuk melayani penduduk dari desa Canti menuju ke kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi ataupun yang menuju ke kawasan wisata Gunung Krakatau (sewaan). 45

4 2. Fasilitas industri pariwisata - Fasilitas akomodasi, secara umum terdapat di semua kawasan wisata, kecuali pada kawasan wisata Gunung Rajabasa, Gunung Krakatau, Tugu Siger. - Kantor biro perjalanan tidak ada di semua kawasan, namun hanya terdapat di Bandar Lampung. - Toko kerajinan rakyat/ souvenir hanya terdapat di kawasan wisata Tugu Siger, Merak Belantung, Way Belerang dan Pasir Putih. - Fasilitas hiburan seperti bioskop tidak ada di semua kawasan wisata, namun yang ada hanya fasilitas billiar yang terdapat di Kawasan Wisata Merak Belantung. Sanggar kesenian hanya terdapat Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. 3. Fasilitas keamanan dan utilitas - Fasilitas keamanan di KPP Kalianda adalah kantor kepolisian wilayah (polres) dan kepolisian sektor (polsek). Fasilitas keamanan di masingmasing kawasan wisata hanya berupa pos-pos keamanan swadaya (pos siskamling/ satpam) - Fasilitas pemadam kebakaran hanya ada di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. Sedangkan pada tiap kawasan hanya mengandalkan tabung pemadam kebakaran (hidran). - Prasarana air bersih pada setiap obyek wisata pada umumnya berasal dari sumur galian dan sumur pompa, kecuali pada kawasan wisata Pasir Putih yang berasal dari PDAM. - Jaringan listrik yang melayani kawasan-kawasan wisata terbagi menjadi, yaitu yang dilayani oleh PLN dan non PLN. Untuk kawasan wisata Tugu Siger, Merak Belantung, Pasir Putih dan Way Belerang telah terlayani oleh jaringan listrik PLN, sedangkan yang untuk kawasan wisata lainnya masih menggunakan generator non PLN. Untuk kawasan wisata alam Gunung Rajabasa dan Gunung Krakatau, karena berfungsi sebagai kawasan lindung, tidak terdapat aliran listrik. 46

5 4. Fasilitas umum - Penerangan umum hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten, inipun hanya dalam jumlah yang terbatas. - Taman terdapat di kawasan wisata Merak Belantung, Tugu Siger, Way Belerang Sukamandi, dan Pantai Pasir Putih. - Pedesterian hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. - Menara pandang hanya terdapat di Kawasan Wisata Tugu Siger. 5. Fasilitas pendukung lainnya - Bank hanya terdapat di Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten dengan jumlah 5 kantor. - Bar hanya terdapat di kawasan wisata Merak Belantung - Restoran/ warung makan terdapat di semua kawasan wisata. - Apotik ada 2 buah dan hanya terdapat Kecamatan Kalianda sebagai Ibu Kota Kabupaten. 4.3 Komponen-Komponen Penawaran dan Pemasaran Objek Pariwisata Pembentukan rute perjalanan pariwisata tidak terlepas dari minat wisatawan terhadap daya tarik objek pariwisata yang ditawarkan, dimana setiap objek pariwisata tersebut mempunyai daya tarik berbeda-beda tergantung dari beberapa faktor. Dengan demikian akan terbentuk objek-objek wisata, baik yang mempunyai daya tarik besar maupun kecil, yang akan menentukan prioritas perjalanan wisata di KPP Kalianda. Seperti telah diuraikan sebelumnya, terutama analisis konsep perjalanan pariwisata, maka dapat disimpulkan bahwa suatu objek pariwisata akan banyak dikunjungi wisatawan apabila objek tersebut memenuhi kreteria: 1. Objek pariwisata tersebut menarik: hal ini banyak tergantung pada potensi yang dimiliki maupun jenis atraksi wisata. 47

6 2. Fasilitas yang tersedia memadai di objek tersebut, meliputi fasilitas akomodasi, fasilitas rekreasi, fasilitas untuk menikmati pemandangan, toko cendramata dan lainnya. 3. Adanya jalur perhubungan: menyangkut penyediaan prasarana dan sarana perhubungan yang memenuhi syarat, jarak maksimum 80 km dari pusat KPP. 4. Pola kebijaksanaan yang menunjang dalam pengelolaan objek pariwisata tersebut, menyangkut pemasaran, pemeliharaan, pengelolaan dan sebagainya Dukungan dan Daya Tarik Fisik Objek Pariwisata Dalam hal ini yang dimaksud dengan dukungan dan daya tarik fisik adalah hal-hal yang bersifat fisik alamiah yang berkenaan dengan objek dan daya tarik sebagai komponen utama pariwisata, misalnya keadaan geografi, hidrologi, topografi, dll, maupun fisik binaan yang mencakup seluruh unsur-unsur binaan yang dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan. Dalam pengembangan sektor pariwisata, seringkali disebutkan bahwa keindahan alam merupakan daya tarik wisata, oleh karenanya salah satu ukuran dalam menilai situasi fisik alamiah adalah (Myra P. Gunawan, 1995): - Jumlah objek dan daya tarik wisata Dihitung dari jumlah objek yang mempunyai daya tarik yang menonjol - Distribusi objek dan daya tarik Distribusi yaitu kedekatan antara satu objek dengan objek yang lainnya. Hal ini lebih menarik bagi wisatawan pada umumnya yang dihadapkan pada kendala waktu dan biaya, sehingga mereka akan menginginkan untuk melihat sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Mereka ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Penilaian dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi objek wisata di suatu daerah dan mempertimbangkan keluasan daerah yang bersangkutan. Penilaian ini juga harus mempertimbangkan keadaan dan ketersediaan prasarana penghubung. - Kondisi Medan Kondisi medan yang merupakan penilaian terhadap kemudahan/ kesulitan mencapai objek yang satu dengan yang lainnya yang disebabkan oleh keadaan 48

7 topografi, hidrologi (sungai, laut). Kondisi ini dapat menggunakan jarak/ waktu tempuh sebagai tolak ukur. Dengan kata lain, objek dan daya tarik yang saling menunjang tetapi sukar dijangkau akan menghasilkan sinergi yang lebih kecil dibandingkan bila objek dan daya tarik tersebut satu sama lainnya mudah saling menjangkau. - Keunikan dan Kelangkaan Keunikan/ kekhususan adalah sesuatu objek yang tidak terdapat ditempat lain tentu memiliki nilai lebih, objek yang serupa dapat berbeda ukurannya (misalnya lebar pantai, tinggi air terjun, dll) maupun keunikan dalam arti kualitas lingkungan disekitarnya, keragaman bentuk dan jenis flora fauna, batuan dll. Pengukuran terhadap objek dan daya tarik pariwisata dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki masing-masing objek pariwisata. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: 5 : Bagi objek wisata yang unik/ langka, memiliki jarak yang dekat dan mudah dijangkau/ tidak sulit dijangkau 3 : Bagi objek wisata yang unik/ langka, memiliki jarak yang relatif jauh namun masih mudah dijangkau/ tidak sulit dicapai 1 : Bagi objek wisata yang kurang unik/ langka, memiliki jarak sangat jauh dan pencapaian sulit sekali 2 & 4: Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting daya tarik tiap objek pariwisata dapat diuraikan seperti pada Tabel

8 Tabel 4.1 Daya tarik fisik objek pariwisata pada KPP Kalianda. No Objek Pariwisata Daya Tarik Fisik Bobot 1. Tugu Siger Unik, memiliki jarak relatif jauh namun mudah/ tidak sulit dicapai 2. Way Belerang Sukamandi Unik, memiliki jarak yang dekat dan mudah/ tidak sulit dicapai 3. Merak Belantung Unik, memiliki jarak yang relatif dekat dan mudah/ tidak sulit dicapai 4. Tejang Pulau Sebesi Unik, memiliki jarak sangat jauh dengan pencapaian sulit 5. Gunung Rajabasa Unik, memiliki jarak sangat jauh dengan pencapaian sulit 6. Gunung Krakatau Unik, memiliki jarak sangat jauh dengan pencapaian sulit 7. Pantai Pasir Putih Kurang unik, jarak sangat jauh namun mudah dlm pencapaian Sumber: Hasil pengamatan dan Dinas Pariwisata Lampung Selatan Tingkat Kemudahan Pencapaian Tingkat kemudahan pencapaian yang meliputi faktor kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lindatasan, kondisi pelayanan sarana angkutan dan fungsi/ status jalur transportasi dan tingkat kemudahan pencapaian. Data tentang faktor tersebut diatas diuraikan pada halaman selanjutnya dan untuk lebih jelasnya akan dibahas tiap faktor daya tarik tersebut Kondisi Fisik Prasarana Jaringan Transportasi Pada Tiap Jalur Lintasan Pengukuran terhadap kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan (P) dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: 50

9 Kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan (P) : 5 : Bagi lintasan yang mempunyai hubungan jaringan transportasi darat dengan kondisi jaringan jalan yang baik dan beraspal sehingga kendaraan dapat berjalan lancar dan nyaman 3 : Bagi lintasan yang mempunyai hubungan jaringan trasportasi darat dengan kondisi yang kurang baik tetapi telah beraspal (berlubanglubang) sehingga mengurangi kelancaran lalu lintas dan kenyamanan pemakai jalan. Atau mempunyai jaringan transportasi air dengan kondisi yang baik 1 : Bagi lintasan yang belum mempunyai jaringan transportasi darat dan air atau hanya mempunyai jalan setapak sebagai jaringan penghubungnya. 2 & 4 : Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan (P) dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan No Jalur Lintasan Konstruksi Lebar (m) Kondisi 1. Tugu Siger Aspal 10 Baik 5 2. Way Belerang Sukamandi Aspal 6 Baik 5 3. Merak Belantung Aspal 10 Baik 5 4. Tejang Pulau Sebesi Laut - Sedang 3 5. Gunung Rajabasa Tanah 1 Kurang 1 6. Gunung Krakatau Laut - Sedang 3 7. Pantai Pasir Putih Aspal 10 Baik 5 Sumber: Dinas PU Lampung Selatan Bobot 51

10 Kondisi Pelayanan Sarana Perangkutan Umum Pada Tiap Jalur Lintasan Pengukuran terhadap kondisi pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan (S) dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: Kondisi pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan (S): 5 : Kondisi pelayanan baik, frekuensi tinggi atau teratur setiap jam dan tersedia lebih dari satu jenis sarana. 3 : Kondisi pelayanan kurang baik, frekuensi lalu lintas rendah atau hanya ada pada waktu-waktu tertentu saja dengan hanya satu jenis sarana. 1 : Belum tersedia sarana perangkutan umum untuk melayani jalur wisata tersebut. 2 & 4 : Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan (S) dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Kondisi pelayanan sarana perangkutan umum di tiap jalur lintasan (S) No Jalur Lintasan Sarana Perangkutan Bobot Jenis Frekuensi/ Hari 1. Tugu Siger Minibus/Bus Tinggi 5 2. Way Belerang Sukamandi Minibus/Bus/Ojek Tinggi 5 3. Merak Belantung Minibus/Bus/Ojek Tinggi 5 4. Tejang Pulau Sebesi Perahu Bermotor Rendah 2 5. Gunung Rajabasa Gunung Krakatau Perahu Bermotor Rendah 1 7. Pantai Pasir Putih Minibus/Bus Tinggi 5 Sumber: Dinas Perhubungan Lampung Selatan 52

11 Fungsi/ Status Jalur Transportasi Tiap Jalur Lintasan Pengukuran terhadap kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F) dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: Kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F): 5 : Prasarana perhubungan yang ada merupakan jalur lintasan yang pelayanannya nasional seperti jalan nasional Trans Sumatera atau pelayaran antar propinsi 3 : Prasarana perhubungan yang ada merupakan jalur lintasan yang pelayanannya kabupaten, yaitu jalan yang menghubungkan antar kecamatan dalam satu kabupaten. 1 : Prasarana perhubungan yang ada merupakan jalur lintasan yang pelayanannya desa, yaitu jalan yang menghubungkan antar dusun dalam satu desa. Biasanya masih berupa jalan tanah/ jalan setapak. 2 & 4 : Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting Kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F) dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Kondisi fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan (F): No Jalur Lintasan Status Jalur Bobot 1. Tugu Siger Negara 5 2. Way Belerang Sukamandi Kabupaten 3 3. Merak Belantung Negara 5 4. Tejang Pulau Sebesi Desa 2 5. Gunung Rajabasa Desa 1 6. Gunung Krakatau Desa 1 7. Pantai Pasir Putih Negara 5 Sumber: Dinas PU Lampung Selatan 53

12 Tingkat Kemudahan Pencapaian Faktor kemudahan pencapaian terhadap potensi objek wisata merupakan salah satu faktor pengukuran penting di dalam melakukan penilaian terhadap potensi objek wisata tersebut. Hal ini sesuai dengan ciri kegiatan kepariwisataan sebagai suatu pergerakan manusia dari suatu daerah/ tempat ke tempat-tempat tujuan wisata lainnya. Untuk itu, faktor kemudahan pencapaian akan mempengaruhi pola dan distribusi pergerakan wisatawan, dimana semakin mudah daerah/ tempat objek wisata tersebut dicapai, maka akan semakin besar pergerakan wisatawan yang mungkin menuju ke tempat wisata tersebut. Tingkat kemudahan pencapaian ini akan mempengaruhi pembentukan struktur ruang pengembangan wisata pada wilayah wisata tertentu. Dalam KPP Kalianda, kawasan wisata Tugu Siger, Pemandian Air Panas Way Belerang Sukamandi, Merak Belantung, Pantai Pasir Putih mempunyai perhubungan jalan darat dengan kondisi baik. Untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa tidak dapat dicapai dengan kendaraan bermotor untuk menuju kawasan objek wisata utama, dimana untuk mencapainya hanya dapat dilakukan melalui jalan setapak dari Desa Tegading. Sedangkan untuk objek wisata Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Krakatau hanya dapat dicapai melalui perhubungan air dari dermaga Canti. Dengan demikian, kawasan-kawasan wisata Tugu Siger, Pemandian Air Panas Way Belerang Sukamandi, Merak Belantung dan Pantai Pasir Putih lebih mudah dicapai oleh wisatawan dari pada kawasan-kawasan wisata Gunung Rajabasa, Tejang Pulau Sebesi, dan Gunung Krakatau. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa Kota Kalianda memiliki peluang untuk berkembang menjadi pusat akomodasi pariwisata dibandingkan dengan kawasan wisata lainnya, maka hal ini akan memberikan implikasi kepada Kota Kalianda berfungsi sebagai pusat penyebaran (distribusi) wisatawan sekaligus sebagai pintu gerbang bagi wilayah pariwisata yang berada pada KPP Kalianda. Atas dasar karakteristik tersebut, tingkat kemudahan pencapaian kawasan-kawasan wisata yang ada di KPP Kalianda dapat diketahui melalui 54

13 pengkajian terhadap hubungan yang dapat dibina antara kawasan wisata yang ada dengan pusat akomodasi Kalianda. Untuk mengetahui tingkat kemudahan pencapaian terhadap setiap objek wisata di KPP Kalianda dilakukan menggunakan rumus tingkat aksesibilitas suatu jalur hubungan disesuaikan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kemudahan pencapaian tiap objek wisata. Dengan demikian, pengukuran kemudahan pencapaian bagi tiap objek wisata tersebut dapat dihitung dengan menggunakan indek kemudahan pencapaian yang dirumuskan sebagai berikut (Saputra, 1981). P S F I = D Dimana: I : Nilai indek mudahan pencapaian terhadap kawasan wisata dari pusat akomodasi kalianda P : Kondisi fisik prasarana transport darat dan laut yang meliputi penilaian terhadap kondisi fisik dan profil melintang badan jalan. S : Kondisi pelayanan sarana transpor yang meliputi penilaian terhadap keamanan dan kenyamanan, frekuensi lalu lintas dan mobilitas rute pergerakan atau pilihan jenis sarana transpor. F : Fungsi prasarana perhubungan yang menghubungkan antar kawasan wisata yang ada. D : Jarak tempuh jalur lintasan Oleh karenanya, berdasarkan penilaian yang telah dilakukan terhadap kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan, kondisi pelayanan sarana perangkutan umum pada tiap jalur lintasan serta fungsi/ status jalur transportasi tiap jalur lintasan, maka tingkat kemudahan pencapaian bagi kawasan-kawasan wisata yang tercakup dalam KPP Kalianda dapat dihitung seperti terdapat pada Tabel

14 Tabel 4.5 Penilaian tingkat kemudahan pencapaian kawasan-kawasan wisata di wilayah KPP Kalianda No Kawasan Wisata D (Km) P S F I = (P S F) / D 1 Tugu Siger 24, ,102 2 Way Belerang Sukamandi ,5 3 Merak Belantung 14, ,621 4 Tejang Pulau Sebesi 19, ,615 5 Gunung Rajabasa ,08 6 Gunung Krakatau 27, ,109 7 Pantai Pasir Putih 38, ,25 Sumber: Hasil Analisis Tabel. 4.1, 4.2 dan Perkembangan dan Distribusi Pergerakan Arus Wisatawan Perkembangan dan distribusi pergerakan arus wisatawan ke setiap objek pariwisata selain dipengaruhi tingkat kemudahan pencapaian yang meliputi faktor kondisi fisik prasarana jaringan transportasi pada tiap jalur lintasan, kondisi pelayanan sarana angkutan dan fungsi/ status jalur transportasi dan tingkat kemudahan pencapaian, juga akan dipengaruhi oleh tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan pariwisata, tingkat pengelolaan potensi wisata, tingkat kemudahan pencapaian dari pusat KPP kalianda, kegiatan pemasaran, fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata dan jumlah tenaga kerja yang terlibat pengelolaan objek pariwisata tersebut. Data tentang faktor tersebut diatas diuraikan pada halaman selanjutnya dan untuk lebih jelasnya akan dibahas tiap faktor daya tarik tersebut Tingkat Kelengkapan fasilitas Pelayanan Wisata Pengukuran terhadap tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: 56

15 5 : Bagi kawasan yang memiliki kelengkapan fasilitas pelayanan wisata yang tinggi, dimana fasilitas pelayanan wisata tersebut telah bervariasi dan jangkauan pelayanan mencakup wilayah pengembangan wisata KPP Kalianda. 3 : Bagi kawasan yang ketersediaan atau kelengkapan fasilitas sedang, belum banyak variasinya dan skala pelayanannya adalah kawasan wisata. 1 : Bagi kawasan yang ketersediaan atau kelengkapan fasilitas kurang, dimana fasilitas wisata yang ada berskala pelayanan objek wisata atau bahkan belum memiliki fasilitas wisata sama sekali. 2 & 4 : Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.6 Tabel. 4.6 Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata No Kawasan Wisata Jumlah jenis Fasilitas Bobot 1. Tugu Siger Way Belerang Sukamandi Merak Belantung Tejang Pulau Sebesi Gunung Rajabasa Gunung Krakatau Pantai Pasir Putih 18 4 Sumber: Hasil survei dan hasil analisis Keterangan : Penilaian tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata 24 2 Interval = = 4,4 2,0-6,4 = 1 5 6,4-10,8 = 2 10,8-15,2 = 3 15,2-19,6 = 4 19,6-24,0 = 5 57

16 Tingkat Pengelolaan Potensi Wisata Penilaian terhadap tingkat pengelolaan potensi wisata dilakukan berdasarkan intensitas pengelolaan terhadap potensi-potensi wisata yang terdapat pada tiaptiap kawasan wisata. Dengan demikian, untuk kawasan-kawasan wisata wilayah pengembangan wisata KPP Kalianda dapat digunakan penilaian dasar sebagai berikut: 5 : Bagi kawasan yang mempunyai potensi wisata yang telah dikelola dan didayagunakan dengan intensitas tinggi 3 : Bagi kawasan yang mempunyai potensi wisata dengan pengelolaan dan pendayagunaannya masih sedang. 1 : Bagi kawasan yang mempunyai potensi wisata tertentu yang belum dikelola (masih alami) dan dengan pendayagunaannya masih jarang/ rendah. 2 & 4 : Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting tingkat pengelolaan potensi wisata dapat diuraikan seperti pada Tabel 4.7 dibawah. Tabel 4.7 Tingkat pengelolaan potensi wisata No Kawasan Wisata Tingkat pengelolaan Bobot 1. Tugu Siger Sedang 3 2. Way Belerang Sukamandi Tinggi 5 3. Merak Belantung Tinggi 5 4. Tejang Pulau Sebesi Tinggi 5 5. Gunung Rajabasa Rendah 1 6. Gunung Krakatau Rendah 1 7. Pantai Pasir Putih Tinggi 5 Sumber: Hasil survai dan analisis 58

17 Tingkat Kemudahan Pencapaian Kawasan Terhadap Pusat Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kalianda Salah satu faktor yang sangat menentukan dan berpengaruh yang besar bagi pergerakan wisatawan dari pusat distribusi pergerakan ke tempat wisata tujuan lainnya adalah tingkat kemudahan pencapaian kawasan. Tingkat kemudahan pencapaian ini sangat dipengaruhi oleh jarak, kondisi jalan, sarana angkutan dan fungsi jalan. Untuk itu, bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: 5 : Bagi kawasan yang memiliki jarak ke pusat distribusi pergerakan relatif dekat, kondisi jalan yang cukup baik dapat dicapai dengan sarana angkutan setiap saat (frekuensi lalulintas tinggi untuk melayani jaringan perhubungan tersebut) dengan fungsi jalan yang menghubungkannya cukup baik pula. Sehingga pencapaian ke kawasan tersebut mudah sekali, dapat dilakukan setiap saat dengan waktu/ ongkos yang relative kecil. 3 : Bagi kawasan yang relative jauh tapi mempunyai kondisi jalan yang cukup baik dengan sarana angkutan yang ada setiap saat dan fungsi jalan yang menghubungkannya cukup baik, atau jarak yang relative dekat namun kondisi jalan yang kurang baik dengan sarana angkutan perhubungan yang ada setiap saat dengan fungsi jalan yang baik tetapi ongkos/ biaya pencapaian relative mahal. 1 : Bagi kawasan yang pencapaiannya sulit sekali, dimana pencapaian tidak dapat dilakukan melalui darat tetapi dengan jalur laut, dengan sarana angkutan yang bersifat pribadi ataupun carteran. Atau jarak yang relative jauh tetapi sarana angkutan yang sulit (tidak ada setiap saat) dengan kondisi jalan yang buruk. 2 & 4 : Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting Tingkat Kemudahan Pencapaian Kawasan Terhadap Pusat Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kalianda dapat diuraikan seperti pada Tabel

18 Tabel 4.8 Tingkat Kemudahan Pencapaian Kawasan Terhadap Pusat Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) Kalianda No Kawasan Wisata Tingkat Kemudahan Pencapaian Bobot 1. Tugu Siger 5, Way Belerang Sukamandi 12, Merak Belantung 8, Tejang Pulau Sebesi 0, Gunung Rajabasa 0, Gunung Krakatau 0, Pantai Pasir Putih 3,25 2 Sumber: Hasil Analisis Tabel. 4.1, 4.2 dan 4.3, 4.4 Keterangan: Penilaian tingkat kemudahan pencapaian 12,5 0,08 Interval = = 2,484 0,08-2,564 = 1 5 2,564-5,048 = 2 5,048-7,532 = 3 7,532-10,016 = 4 10,106-12,5 = Kegiatan Pemasaran Kegiatan pemasaran merupakan salah satu bagian yang paling strategis dalam pengembangan kepariwisataan secara umum. Melalui pemasaran yang intensif dan tepat, diharapkan objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Lampung Selatan akan semakin dikenal, baik tingkat regional, nasional maupun internasional. Usaha-usaha pemasaran dan penyampaian informasi untuk memperkenalkan potensi dan daya tarik objek wisata Kabupaten Lampung Selatan ditempuh melalui beberapa usaha promosi baik di dalam daerah, di luar daerah maupun di luar negeri. Upaya ini dilakukan baik secara mandiri oleh pemerintah daerah maupun kerjasama dengan instansi/ lembaga terkait di daerah dan propinsi lain, melalui media cetak maupun elektronik, serta keikutsertaan dalam pameranpameran maupun penampilan-penampilan atraksi seni budaya. 60

19 Usaha promosi dan informasi lainnya yang telah dilakukan yaitu melalui media internet, cetak, meliputi pembuatan dan penyebaran brosur-brosur promosi mengenai kepariwisataan objek-objek wisata tertentu. Dalam kegiatan promosi ini, suatu dukungan yang cukup baik adalah kegiatan promosi mandiri yang dilakukan oleh biro-biro perjalanan dan pengelola objek wisata itu sendiri. Dalam studi ini, pengukuran terhadap kegiatan pemasaran dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap jumlah kegiatan pemasaran yang dilakukan pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian kegiatan pemasaran pada masing-masing objek pariwisata dapat dilihat pada tabel 4.9. Tabel 4.9 Penilaian kegiatan pemasaran pada tiap objek pariwisata No Kawasan Wisata Jumlah kegiatan pemasaran Bobot 1. Tugu Siger Way Belerang Sukamandi Merak Belantung Tejang Pulau Sebesi Gunung Rajabasa Gunung Krakatau Pantai Pasir Putih 8 5 Sumber: Dinas Pariwisata Lampung Selatan Keterangan : Penilaian kegiatan pemasaran pada tiap objek pariwisata 8 6 Interval = = 0,4 6,0-6,4 = 1 5 6,4-6,8 = 2 6,8-7,2 = 3 7,2-7,6 = 4 7,6-8,0 = 5 61

20 4.3.5 Fungsi Kawasan Dalam Kegiatan Pariwisata Apabila ditinjau dari segi pergerakan wisatawan dan distribusi fasilitas wisata di KPP Kalianda, maka Kalianda merupakan pusat dan distributor wisatawan bagi kawasan-kawasan wisata lainnya. Hal ini dimungkinkan disebabkan beberapa faktor disamping kelengkapan fasilitas wisatanya, antara lain: - Faktor lokasi yang strategis, dimana Kalianda terletak dan dilalui jalan regional yang merupakan salah satu pintu masuk ke KPP Kalianda dari pintu gerbang Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni, Bandar Lampung, Bandara Udara Raden Intan II dan juga merupakan ibukota Kabupaten Lampung Selatan - Faktor potensi, Kalianda mempunyai potensi wisata yang lebih bervariasi dibandingkan dengan kawasan wisata lain di KPP Kalianda Dengan demikian, pengukuran terhadap fungsi tiap-tiap kawasan dalam kegiatan pariwisata dilakukan melalui sistem pembobotan yang berupa pemberian nilai terhadap kondisi eksisting yang dimiliki pada masing-masing kawasan wisata tersebut. Adapun bobot penilaian pada masing-masing diukur dengan nilai sebagai berikut: Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata: 5 : Bagi wisata yang berfungsi sebagai pusat pergerakan dan penyebar (distributor) wisatawan keseluruh kawasan wisata dan juga berfungsi sebagai pusat akomodasi pariwisata 3 : Bagi kawasan wisata yang berfungsi sebagai penyalur wisatawan ke beberapa kawasan wisata lainnya 1 : Bagi kawasan wisata yang berfungsi sebagai kawasan transit sementara wisatawan untuk menikmati potensi wisata yang dimilikinya. 2 & 4 : Nilai penengah antara dua pertimbangan pendekatan Berdasarkan nilai pembobotan di atas, maka berdasarkan kondisi eksisting yang ada pada masing-masing kawasan wisata dapat diuraikan seperti pada Tabel

21 Tabel 4.10 Penilaian fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata No Kawasan Wisata Fungsi Kawasan Bobot 1. Tugu Siger Kawasan Transit 1 2. Way Belerang Sukamandi Pusat KPP dan Distributor 5 bagi kawasan lainnya 3. Merak Belantung Distributor bagi kawasan 3 lainnya 4. Tejang Pulau Sebesi Distributor bagi kawasan 3 lainnya 5. Gunung Rajabasa Kawasan Transit 1 6. Gunung Krakatau Kawasan Transit 1 7. Pantai Pasir Putih Distributor bagi kawasan lainnya Sumber: Hasil Analisis 3 Ke sembilan faktor inilah yang digunakan untuk mengukur seberapa besar daya tarik objek pariwisata di KPP Kalianda. Kemudian untuk menilai sejauh mana faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap besarnya jumlah wisatawan yang berkunjung, terlebih dahulu perlu diketahui seberapa besar korelasi faktor tersebut dengan jumlah wisatawan di objek pariwisata tersebut. Besar kecilnya pengaruh faktor ini terhadap daya tarik objek, tercermin pada besar kecilnya yang didapatkan. Adapun rumus yang digunakan untuk mengetahui besarnya koefesien korelasi tersebut (Davies, O.L, 1958) adalah sebagai berikut: ( X - X ) ( Y - Y ) r = ( X - X ) 2 ( Y - Y ) 2 Dimana: r : Koefesien korelasi X : Faktor penilai Y : Jumlah wisatawan di objek tahun 2006 Jika : r = 0,5 berarti korelasi lemah r < 0,5 berarti korelasi lemah sekali r > 0,5 berarti korelasi tinggi 63

22 Analisa koefesien korelasi untuk tiap-tiap faktor disajikan pada lampiran E, dimana dari beberapa hasil perhitungan pada lampiran E di dapat gambaran besarnya korelasi antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah pengunjung, yang dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.11 Besar korelasi faktor daya tarik objek pariwisata dengan jumlah wisatawan yang berkunjung di KPP Kalianda No Faktor Daya Tarik Besar Korelasi Daya tarik objek pariwisata Fisik prasarana jaringan transportasi Kondisi pelayanan sarana angkutan umum Fungsi/ status jalur transportasi Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata Tingkat pengelolaan potensi wisata Tingkat kemudahan pencapaian Kegiatan pemasaran Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata Sumber: Lampiran D 0,375 0,748 0,814 0,804 0,692 0,665 0,554 0,617 0,525 Dari tabel 4.11 tersebut menunjukkan bahwa dari ke 9 faktor di atas, bahwa hanya faktor daya tarik yang mempunyai korelasi < 0,5 yang berarti faktor daya tarik tidak berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk mengunjungi objek wisata tersebut apabila tidak didukung oleh aksessibilitas yang baik untuk mencapainya (sulit) dan jarak yang sangat jauh. Hal ini terlihat dari rendahnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata Gunung Krakatau, Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Rajabasa dibandingkan dengan objek pariwisata lainnya. Umumnya wisatawan yang mengunjungi ke tiga objek tersebut adalah wisatawan yang memiliki minat khusus. Sedangkan untuk faktor lainnya (diluar faktor daya tarik pariwisata) mempunyai nilai korelasi > 0,5 yang berarti bahwa faktor tersebut memang layak untuk diperhitungkan dalam penentuan urutan prioritas tujuan perjalanan wisata, juga dalam usaha pengembangannya. 64

23 4.4 Penyusunan Urutan Prioritas Tujuan Perjalanan Pariwisata Dengan menggunakan metode distribusi t dapat dilakukan perhitungan yang selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E. Perhitungan ini menghasilkan kualifikasi dari tiap-tiap faktor daya tarik objek (Tabel 4.12). Tabel 4.12 Batas parameter rata-rata faktor daya tarik objek pariwisata No Faktor Penilai Batas Nilai Faktor Rendah Sedang Tinggi 1. Daya tarik objek wisata < > Fisik prasarana jaringan transportasi < > Kondisi pelayanan sarana angkutan < > Fungsi/ status jalur transportasi < > Kelengkapan fasilitas pelayanan wisata < > Pengelolaan potensi wisata < > Kemudahan pencapaian < > Kegiatan pemasaran < > Fungsi kawasan dlm kegiatan pariwisata < > Sumber : Lampiran E Dari tabel tersebut kemudian dapat disusun secara lengkap setiap objek dengan kualifikasi tiap faktor daya tarik sebagai item penilaian, sebagaimana terlihat pada Tabel

24 Tabel 4.13 Penilaian tiap item No Faktor Daya Tarik (item) Objek Pariwisata Tugu Siger S S T T S S S S R 2 Way Belerang T S T S T S T S T 3 Merak Belantung T S T S T S T S S 4 Tejang Pulau Sebesi S S R S T S S R S 5 Gunung Rajabasa S R R R R R R R R 6 Gunung Krakatau S S R R R R R S R 7 Pasir Putih S S T T T S S S S Sumber : Tabel 4.12, Lampiran E Keterangan : T = Tinggi S = Sedang R = Rendah 1. Daya tarik objek pariwisata 2. Kondisi fisik prasarana jaringan transportasi 3. Kondisi pelayanan sarana angkutan umum 4. Fungsi/ status jalur transportasi 5. Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata 6. Tingkat pengelolaan potensi wisata 7. Tingkat kemudahan pencapaian 8. Kegiatan pemasaran 9. Fungsi kawasan dalam kegiatan pemasaran Item ini kemudian disusun sedemikian rupa sehingga di dapat urutan objek pariwisata sebagai prioritas tujuan perjalanan pariwisata. Dari susunan tersebut kemudian di cari nilai sesungguhnya (nilai objektive) dan nilai yang harus dicapai dengan memberikan bobot bagi kualitas sebagai berikut: Tinggi = diberi bobot 3 Sedang = diberi bobot 2 Rendah = diberi bobot 1 Susunan item tersebut dan juga susunan dari objek pariwisata dapat dilihat pada tabel 4.13 dalam bentuk susunan skalogram. Dari bentuk skalogram dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan (error) item pada tipe skala tertentu. 2) 2) Pengertian tipe skala di sini adalah rangking/ tingkatan objek pariwisata dalam susunan skalogram. 66

25 Jumlah penyimpangan akan menentukan susunan skalogram dapat dipercaya kebenarannya atau tidak, yaitu dengan cara menghitung Coeffecient Of Reproducibility (COR) sebagai berikut: Jumlah Error (1 - ) x 100% Jumlah Frekuensi Besarnya COR yang masih dapat dipercaya bila COR > 75%, sehingga susunan skalogram tersebut mempunyai tingkat kepercayaan yang baik. Sebaliknya bila COR < 75%, maka susunan skalogram tersebut (baik susunan objek maupun susunan itemnya) perlu diubah sehingga tercapai nilai minimal 75%. Pada perhitungan yang telah dilakukan dari susunan skalogram, dapat diketahui bahwa nilai COR paling baik adalah 76,19 %. Nilai COR ini jelas > 75% sehingga susunan skalogram tersebut sudah tepat. Urutan objek pariwisata dari skalogram tersebut menunjukkan urutan prioritas tujuan perjalanan pariwisata oleh wisatawan, dengan urutan sebagai berikut: 1. Tujuan wisata pertama adalah Way Belerang Sukamandi dengan tipe skala empat, nilai yang harus dicapai 24. Objek wisata ini mempunyai nilai objektif 23 karena adanya penyimpangan item (error) pada: - Fungsi/ status jalur transportasi 2. Tujuan wisata kedua adalah Merak Belantung, dengan tipe skala lima, nilai yang harus dicapai dan nilai objektif sama yaitu 23. Dengan demikian tidak terdapat penyimpangan item pada objek pariwisata tersebut. 3. Tujuan wisata ke tiga adalah Pasir Putih dan Tugu Siger, dengan tipe skala VI dimana nilai yang harus dicapai pada kedua objek pariwisata ini adalah 22. Namun demikian, pada objek pariwisata Pasir Putih, nilai objektif yang dicapai yaitu 21, karena adanya penyimpangan item (error) pada: - Daya tarik objek pariwisata 67

26 Sedangkan untuk objek pariwisata Tugu Siger nilai objektif yang dicapai yaitu 19, karena adanya penyimpangan item (error) pada: - Daya tarik objek pariwisata - Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dan - Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata 4. Tujuan wisata ke empat adalah Tejang Pulau Sebesi dengan tipe skala VII, nilai yang harus dicapai 19. Dengan nilai objektif 17, berarti kurang dari nilai yang harus dicapai. Adapun penyimpangan item pada: - Kondisi pelayanan sarana angkutan - Kegiatan pemasaran 5. Tujuan wisata ke lima adalah Gunung Krakatau dengan tipe skala X, nilai yang harus di capai 18. Dengan nilai objektif 12, berarti kurang dari nilai yang harus dicapai. Adapun penyimpangan item pada: - Kondisi pelayanan sarana angkutan umum - Fungsi/ status jalur transportasi - Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata - Tingkat pengeloaan potensi pariwisata - Tingkat kemudahan pencapaian - Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata 6. Tujuan wisata ke enam adalah Gunung Rajabasa, dimana objek pariwisata ini memiliki nilai yang harus dicapai 11 dengan nilai objektif 9. Adapun penyimpangan item pada: - Kondisi pelayanan sarana angkutan umum - Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata 68

27 Tabel 4.14 Skalogram penentuan tingkat daya tarik objek pariwisata di KPP Kalianda No Nilai Items Tinggi Sedang Rendah Tipe Nilai Yang Harus Nilai Objektif Objek pariwisata Skala Dicapai 1 Way Belerang * * * * * * * * * IV Merak Belantung * * * * * * * * * V Pasir Putih * * * * * * * * * VI Tugu Siger * * * * * * * * * VI Tejang Pulau Sebesi * * * * * * * * * IX Gunung Krakatau * * * * * * * * * X Gunung Rajabasa * * * * * * * * * XVI 11 9 Error Sumber : Tabel 4.12 Jumlah Error = 15 Coefesien Of Reproducibity (COR) 15 COR = (1 - ) x 100% = 76,19% 63 Karena COR ini sudah > 75%, maka susunan skalogram ini sudah tepat dan dapat diterima Keterangan : 1: Daya tarik objek pariwisata 2: Kondisi fisik prasarana transportasi 3: Kondisi pelayanan sarana angkutan 4: Fungsi/ status jalur transportasi 5: Tingkat kelengkapan fasilitas pelayanan wisata 6: Tingkat pengelolaan potensi wisata 7: Tingkat kemudahan pencapaian 8: Kegiatan pemasaran pariwisata 9: Fungsi kawasan dalam kegiatan pariwisata 69

28 Susunan objek pariwisata di atas menjadi pegangan dalam penentuan prioritas pengembangan objek pariwisata dan juga dalam menentukan rute yang diambil dari perjalanan wisata di KPP Kalianda. Meskipun demikian, hal ini bukan merupakan suatu ukuran yang mutlak, namun hanya memberikan gambaran atas dasar penilaian terhadap kecendrungan yang ada. 4.5 Kerangka Dasar Pengembangan Pariwisata Berdasarkan komponen-komponen yang mempengaruhi daya tarik objek pariwisata di KPP Kalianda, maka selanjutnya akan dikemukakan mengenai kerangka dasar dalam melakukan pengembangan pariwisata, dimana hal tersebut selanjutnya akan menjadi rumusan bagi upaya di dalam memberikan arahan pengembangan kepariwisataan di KPP Kalianda. Di dalam merumuskan kerangka dasar bagi pengembangan tersebut, di dasarkan kepada aspek-aspek yang berhubungan dengan potensi, hambatan dan prospek yang dimiliki Potensi Pengembangan Pariwisata Berdasarkan hasil analisis pada sub bab-sub bab terdahulu, potensi wisata yang terdapat di KPP Kalianda secara umum masih dapat didayagunakan secara optimal. Potensi pengembangan kepariwisataan tersebut meliputi potensi pengembangan atraksi wisata, potensi pengembangan sarana dan prasarana pokok maupun penunjang kepariwisataan, potensi pasar maupun kedudukan lokasi serta potensi aspek legal pengembangan kepariwisataan. Potensi-potensi wisata yang merupakan potensi dasar pengembangan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 70

29 1. Potensi pengembangan atraksi wisata Potensi pengembangan atraksi wisata meliputi dua jenis atraksi wisata, yaitu: A. Potensi atraksi wisata alam Di dalam KPP Kalianda semua kelompok pengembangan wisatanya memiliki potensi atraksi wisata alam yang bernilai tinggi. Dominasi wisata alam ini adalah pada laut (wisata air), panorama laut serta pantai yang bersih dan luas disamping potensi sumber air panas, panorama gunung, kawasan hutan dan perkebunan penduduk. Namun demikian, di dalam pengembangan wisata alam ini perlu dihindarkan agar tidak merusak struktur yang ada sehingga usaha konservasi lingkungan juga tetap terlaksana. Untuk itu, struktur artifisial yang dikembangkan di KPP Kalianda dan digabungkan dengan potensi wisata alam harus memperhatikan aspek-aspek konservasi lingkungan dan estetika yang baik. B. Potensi wisata rekreasi Pada umumnya potensi wisata rekreasi ini terbentuk karena adanya pemusatan atau kepadatan pemanfaatan potensi wisata alam sebagai potensi wisata. Pada KPP Kalianda, pemusatan potensi wisata rekreasi terdapat di Kalianda sebagai pusat akomodasi dan pelayanan wisata dan di kawasan wisata Merak Belantung sebagai salah satu kelompok pengembangan (kawasan wisata) yang telah berkembang. Melihat dari karakteristik dari potensi atraksi wisata rekreasi yang bersifat pendamping bagi kegiatan wisata lainnya, maka potensi atraksi wisata rekreasi ini di dalam pengembangannya harus saling menunjang dengan potensi atraksi wisata yang didampinginya. 2. Potensi pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan Potensi pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan ini meliputi prasarana dan sarana pokok maupun penunjang kegiatan kepariwisataan yang berlangsung di KPP Kalianda. Secara umum, potensi sarana dan prasarana kepariwisataan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut: 71

30 a. ketersediaan fasilitas pelayanan dan akomodasi b. ketersediaan jaringan perhubungan dan kendaraan yang melayani kebutuhan wisatawan pada kawasan wisata ataupun kelompok pengembangan, terutama sekali yang menghubungkan pusat kelompok pengembangan dengan pusat sub wilayah pengembangan wisata (dalam hal ini Kalianda), dan c. kemungkinan perkembangan fisik guna menampung peningkatan kebutuhan pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan tersebut. Seperti yang telah di uraikan pada bahasan-bahasan terdahulu, diketahui bahwa ketersedian fasilitas pelayanan dan akomodasi pada umumnya terkonsentrasi di Kalianda sebagai ibu kota kabupaten dan di kawasan wisata merak belantung, sedangkan pada kawasan-kawasan wisata lainnya terdapat hanya sebagian kecil bahkan ada kawasan wisata yang mempunyai fasilitas wisata yang minim sekali, yaitu kawasan wisata Gunung Rajabasa dan Kepulauan Krakatau. Ketersedian jaringan perhubungan untuk pencapaian kawasan-kawasan wisata di KPP Kalianda pada umumnya sudah baik. Untuk kawasan wisata pasir putih, telah mempunyai kondisi jalan yang baik dengan frekuensi kendaraan yang tinggi. Hal ini dikarenakan objek wisata tersebut berada tepat dipinggir jalan trans Sumatera. Untuk pencapaian kawasan wisata Merak Belantung dan Tugu Siger telah mempunyai kondisi jalan yang sudah baik, namun ketersediaan sarana kendaraan untuk pencapaiannya dari pusat pergerakan Kalianda masih kurang baik (belum ada angkutan roda empat yang langsung menuju ke lokasi kawasan utama wisata). Untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa jaringan jalannya sudah baik namun untuk mencapai lokasi wisata utama masih harus menggunakan jalan setapak. Untuk kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi dan Gunung Krakatau jaringan jalan tidak ada dan hanya dapat dicapai melalui jalur laut dari dermaga Canti. Oleh karenanya, di dalam pengembangan kawasan-kawasan wisata tersebut, perhubungan laut dan darat perlu ditingkatkan prasarana perhubungannya, mengingat ke dua hal tersebut dapat menunjang pemanfaatan sumberdaya panorama yang ada di kawasan-kawasan wisata tersebut. 72

31 Kemungkinan ketersediaan lahan bagi pengembangan fisik masing-masing pusat kawasan wisata sebagai akibat dari kebutuhan pengembangan pariwisata, tersedia cukup pada kawasan wisata Tugu Siger, Merak Belantung, Way Belerang Sukamandi, Pasir Putih dan Tejang Pulau Sebesi. Sedangkan untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa dan Gunung Krakatau meskipun kapasitas lingkungan fisik (ruang) yang ada memberikan peluang besar untuk berkembang lebih lanjut, namun hal ini dibatasi oleh pertimbangan kepentingan konservasi lingkungan dan usaha-usaha pelestarian potensi wisata alam (hutan) yang dimiliki oleh kedua kawasan wisata tersebut. 3. Potensi pasar dan kedudukan lokasi KPP Kalianda memiliki letak geografis yang sangat strategis. Dalam posisinya sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera, wilayah ini mempunyai potensi dan peluang besar untuk meraih pasar pasar wisata dari wisatawan yang lalu lalang melewati kawasan tersebut. Bertambah singkatnya waktu tempuh Jakarta-Merak akan meningkatkan daya tarik kawasan ini sebagai kawasan alternatif untuk kunjungan berlibur bagi wisatawan yang berasal dari Pulau Jawa yang semakin meningkat populasi penduduknya. Sedangkan untuk wisatawan lokal, dengan adanya rencana pengembangan jalan tol Tarahan-Tegineneng, akan dapat memperlancar dan mempersingkat bagi mereka untuk mencapai setiap kawasan wisata yang ada di KPP Kalianda. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk untuk memenuhi kebutuhan akan rekreasi dan perkembangan sarana dan prasarana perhubungan di masa-masa yang akan datang, KPP Kalianda yang memenuhi potensial baik asset wisata alam dan rekreasi serta kemudahan pencapaiannya, diharapkan dapat menarik mereka dalam pemenuhan kebutuhan akan rekreasi. 4. Potensi aspek legal Di dalam RIPP Daerah Propinsi Lampung, KPP Kalianda telah direkomendasikan sebagai prioritas utama dalam pengembangan kepariwisataan. Wilayah ini meliputi kawasan wisata Teluk Lampung sebelah Barat serta kawasan daerah 73

32 sekitar Gunung Rajabasa beserta gugusan Kepulauan Krakatau dan Kepulauan Sebesi Hambatan Dasar Pengembangan Pariwisata Hambatan-hambatan dasar dalam pengembangan pariwisata KPP Kalianda tersebut akan meliputi hambatan di dalam pemanfaatan potensi wisata dan hambatan yang terdapat di dalam penunjang pariwisata. Hambatan-hambatan dasar dalam pengembangan pariwisata di KPP Kalianda adalah sebagai berikut: A. Hambatan dalam pemanfaatan potensi wisata Salah satu hambatannya adalah berkenaan dengan perusakan potensi daerah wisata oleh struktur artifisial yang tidak memperhatikan struktur alam sekitarnya dan cendrung untuk merusak potensi yang ada terutama dari segi panoramic resources. Di dalam penataan ruang harus dilakukan suatu pengembangan yang terencana dengan memperhatikan komposisi struktur lingkungan alam dan artifisial yang tepat sehingga akan memperbesar daya tarik wisata dari daerah wisata tersebut. Bangunan-bangunan di tepi pantai banyak yang merusak estetika pemandangan dan menghasilkan pencemaran. B. Hambatan yang terdapat dalam menunjang pariwisata. Hambatan dasar yang dihadapi dalam pencapaian pusat-pusat kawasan wisata yang ada di KPP Kalianda terutama sekali adalah belum tersedianya sarana angkutan yang langsung menuju ke lokasi utama kawasan wisata. Secara lebih khusus, permasalahan pencapaian kawasan wisata Merak Belantung dan Tugu Siger adalah hanya tersedia sarana angkutan roda dua (ojek) dengan kondisi jalan yang sudah baik. Untuk kawasan wisata Gunung Rajabasa permasalahannya adalah jaringan jalannya yang masih jalan setapak guna mencapai kawasan wisata utama dengan kondisi sarana angkutan umumnya sudah beroda empat akan tetapi dengan kondisi pelayanan yang kurang baik (frekuensi masih rendah dan berdesak-desakan). Untuk kawasan wisata Tejang Pulau Sebesi dan Kepulauan Krakatau hanya dapat dicapai dengan 74

BAB III KARAKTERISTIK/ KONDISI KEPARIWISATAAN KPP KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB III KARAKTERISTIK/ KONDISI KEPARIWISATAAN KPP KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN BAB III KARAKTERISTIK/ KONDISI KEPARIWISATAAN KPP KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN 3.1 Visi, Misi dan Isu Strategis Kabupaten Lampung Selatan 2006-2011 Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten Lampung Selatan. ini memiliki luas wilayah 2.109,74 Km 2

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten Lampung Selatan. ini memiliki luas wilayah 2.109,74 Km 2 BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pariwisata Kabupaten Lampung Selatan 1. Luas Wilayah dan Letak Geografis Kabupaten Lampung Selatan adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung Ibukota Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi lokal dalam kontek pengembangan wilayah dilakukan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KAJIAN PENENTUAN ALTERNATIF RUTE PERJALANAN PARIWISATA DI KPP KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN T E S I S

KAJIAN PENENTUAN ALTERNATIF RUTE PERJALANAN PARIWISATA DI KPP KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN T E S I S KAJIAN PENENTUAN ALTERNATIF RUTE PERJALANAN PARIWISATA DI KPP KALIANDA KABUPATEN LAMPUNG SELATAN T E S I S Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara.

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Berkembangnya pariwisata pada suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri pariwisata merupakan salah satu sarana untuk berkembangnya pembangunan daerah. Provinsi Lampung merupakan salah satu tujuan wisata karena memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam seperti pantai, danau, laut, gunung, sungai, air terjun, gua,

BAB I PENDAHULUAN. pemandangan alam seperti pantai, danau, laut, gunung, sungai, air terjun, gua, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan beragam suku dengan adat dan istiadat yang berbeda, serta memiliki banyak sumber daya alam yang berupa pemandangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Menurut Suharyono (1994:26) Geografi adalah pengetahuan mengenai persamaan dan perbedaan muka bumi (gejala geosfer)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya alam. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi, baik

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikembangkan potensinya, baik panorama keindahan alam maupun kekhasan

I. PENDAHULUAN. dikembangkan potensinya, baik panorama keindahan alam maupun kekhasan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menunjang otonomi daerah, pemerintah berupaya untuk menggali dan menemukan berbagai potensi alam yang tersebar diberbagai daerah untuk dikembangkan potensinya, baik

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG

BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG BAB V ANALISIS PEMASARAN PARIWISATA LAMPUNG 5.1 ANALISIS MARKETING MIX PARIWISATA LAMPUNG Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, maka di indentifikasi kekuatan dan kelemahan pariwisata Lampung berdasarkan

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah termasuk di dalamnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah termasuk di dalamnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak diantara dua benua, yaitu Australia dan Asia, serta diantara dua samudera (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia). Sebagai Negara kepulauan,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil analisis dari studi yang dilakukan terhadap persepsi wisatawan terhadap Objek Wisata Batu Mentas, maka selanjutnya diuraikan kesimpulan dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan

III. METODE PENELITIAN. atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan

Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan Oleh: Wanjat Kastolani Abstrak Wisata yang berada pada kawasan konservasi merupakan sumberdaya yang potensial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki 17.000 pulau sehingga membuat Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan 17.000 pulau ini maka Indonesia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan 66 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan dan kebutuhan prasarana dan sarana transportasi perkotaan di empat kelurahan di wilayah

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata diposisikan sebagai sektor yang strategis dalam pembangunan nasional sekaligus menjadi salah satu sumber devisa. Sektor ini perlu dikembangkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisatawan. Tabel 1.1 Jumlah Pengunjung Taman Nasional Ujung Kulon

BAB I PENDAHULUAN. Wisatawan. Tabel 1.1 Jumlah Pengunjung Taman Nasional Ujung Kulon BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Secara administratif, Taman Nasional Ujung Kulon terletak di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dengan luas wilayah 122.956 Ha, yang terdiri atas 78.619 Ha daratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas dan mobilitas di daerah tersebut yang sebaliknya akan dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perkembangan suatu kota dapat diukur oleh semakin banyaknya sarana dan prasarana penunjang perkembangan kota, (Tamin, 2000). Salah satu laju perkembangan ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki perananan penting bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism Organization (WTO) sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pariwisata merupakan kegiatan melakukan perjalanan dengan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penghasil devisa bagi negara yang cukup efektif untuk dikembangkan. Perkembangan sektor pariwisata ini terbilang cukup

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Waktu penelitian dilaksanakan selama 4 bulan yaitu bulan Mei Agustus 2008. Tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budaya. Upaya-upaya penemuan dan pengembangan potensi-potensi tersebut,

I. PENDAHULUAN. budaya. Upaya-upaya penemuan dan pengembangan potensi-potensi tersebut, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menunjang otonomi daerah, pemerintah berupaya untuk menggali dan menemukan berbagai potensi alam yang tersebar diberbagai daerah untuk dikembangkan potensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL PENGEMBANGAN OBJEK WISATA PANTAI LAKBAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA SEBAGAI OBJEK WISATA ANDALAN

FAKTOR-FAKTOR INTERNAL PENGEMBANGAN OBJEK WISATA PANTAI LAKBAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA SEBAGAI OBJEK WISATA ANDALAN Sabua Vol.5, No.3: 149-156, Oktober 2013 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR INTERNAL PENGEMBANGAN OBJEK WISATA PANTAI LAKBAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA SEBAGAI OBJEK WISATA ANDALAN Lidya Pomantow

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta JUTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi saat ini yaitu masyarakat Indonesia menunjukkan minat yang semakin besar dalam menjelajah sektor pariwisata global. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara dua benua Asia dan Autralia serta antara Samudera Pasifik dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN BLORA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN BLORA TUGAS AKHIR STUDI PENENTUAN PRIORITAS PENGEMBANGAN OBYEK WISATA DI KABUPATEN BLORA TUGAS AKHIR Oleh : MOHAMAD ARIF HIDAYAT L2D 300 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR Oleh: TUHONI ZEGA L2D 301 337 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembangunan pariwisata harus ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan olahan data penulis, dengan menggunakan check list maka beberapa informasi yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront

PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN REKREASI PANTAI KARTINI REMBANG Penekanan Desain Waterfront Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Bungus yang luasnya ± 17 km 2 atau 1383,86 Ha berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini merupakan kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota Padang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, yaitu Objek Wisata Alam Pemandian Air Panas. Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Blakeley, Edward J Planning Local Economic Development: Theory and Practice. Second Edition. USA: SAGE Publication Inc.

DAFTAR PUSTAKA. Blakeley, Edward J Planning Local Economic Development: Theory and Practice. Second Edition. USA: SAGE Publication Inc. DAFTAR PUTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Blakeley, Edward J. 1994. Planning Local Economic Development: Theory and Practice. econd Edition. UA: AGE Publication Inc. Daldjoeni, N.

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SIMPUL CURUG GEDE DI KAWASAN WISATA BATURADEN

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SIMPUL CURUG GEDE DI KAWASAN WISATA BATURADEN P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SIMPUL CURUG GEDE DI KAWASAN WISATA BATURADEN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki

1. PENDAHULUAN. Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan (nusantara) yang terdiri dari 17.508 pulau Suprihan (Supriharyono, 2002:1). Setiap kepulauan di Indonesia memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu pariwisata perlu dikelola dan dikembangkan agar. itu sendiri maupun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat 1.

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu pariwisata perlu dikelola dan dikembangkan agar. itu sendiri maupun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di Indonesia pariwisata merupakan sektor andalan penerimaan devisa negara bagi kegiatan ekonomi dan kegiatan sektor lain yang terkait. Oleh karena itu pariwisata perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Yerik Afrianto S dalam diunduh tanggal 23

BAB I PENDAHULUAN. (Yerik Afrianto S dalam  diunduh tanggal 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah kurang lebih 18.110 pulau dan garis pantai sepanjang 108.000 km (Yerik Afrianto S dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Jepara teletak di Pantura Timur Jawa Tengah, dimana bagian barat dan utara dibatasi oleh laut. Jepara memiliki garis pantai sepanjang 82,73 km termasuk keberadaan

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata

BAB II URAIAN TEORITIS. : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. Sedangkan wisata BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D 605 199 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata memiliki peran yang penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata memiliki peran yang penting dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun membuka kesempatan kerja dan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat. dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat. dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Terminal Penumpang Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang Hans Dian Sintong

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan Terminal Penumpang Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang Hans Dian Sintong BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bandar udara merupakan tempat moda pemrosesan penumpang dan bagasi, untuk pertemuan dengan pesawat dan moda transportasi darat. Sebagai instansi yang memberikan fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau peristiwa yang terjadi di muka bumi yang timbul dari aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam

BAB I PENDAHULUAN. Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan merupakan salah satu sektor industri didalam pembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I-1

BAB I Pendahuluan I-1 I-1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan

Lebih terperinci

sektoral ditingkatkan 6. Sadar wisata berdasarkan sapta pesona diberlakukan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan

sektoral ditingkatkan 6. Sadar wisata berdasarkan sapta pesona diberlakukan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan 2 5. Kelembagaan dan pengaturan dimanfaatkan kerjasama lintas sektoral ditingkatkan 6. Sadar wisata berdasarkan sapta pesona diberlakukan 7. Meningkatkan mutu pelayanan melalui penyempurnaan sistem dan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai pengembangan pariwisata berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata telah diasumsikan sebagai industri yang dapat diandalkan untuk mengisi devisa. Alasan utama pengembangan pariwisata sangat terkait dengan kemajuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk untuk dikembangkan baik dalam sektor pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat strategis terhadap aspek ekonomi, juga memiliki BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Transportasi merupakan kebutuhan turunan (devired demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah tercermin pada peningkatan intensitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa :

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Hipotesis 1 yang menyatakan Kualitas Obyek Wisata berupa Atraksi (Attraction), Fasilitas dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pariwisata berasal dari kata bahasa sangskerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata berarti

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan 1. Rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kulon Progo dapat dipengaruhi oleh; (1) daya tarik produk-produk wisata yang dimilik; (2) biaya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung berada antara 3º45 dan 6º45 Lintang Selatan serta 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah utara berbatasan dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara Berkembang yang sedang mengupayakan pengembangan kepariwisataan. Kepariwisataan merupakan perangkat yang penting dalam pembangunan

Lebih terperinci