Hukum HibahWasiat Terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hukum HibahWasiat Terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata"

Transkripsi

1 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 109 Hukum HibahWasiat Terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata Enik Isnaini *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRACT It s natural for a parent to be wanting a child. However, in reality it s quite not a rarity that a parent doesn t get what they want. By far, the most sustainable way to get an offspringto complete that purpose is by adopting someone s child. Adopted children has the same position as biological children of their adoptive parents.; That way, they can inherit their adoptive parents possession only on the inheritable parts. For that matter, adoptive parents can inherit that for them based on Undang-Undang or based on the testament (Hibah wasiat). Keywords :Hibah Wasiat, Adopted Chidren. 1. Pendahuluan Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya.sudah merupakan kodrat manusia untuk hidup berdampingan sesama manusia dan berusaha untuk meneruskan keturunan dengan cara melangsungkan perkawinan. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian masyarakat, perlu adanya landasan yang kokoh dan kuat sebagai titik tolak pada masyarakat yang adil dan makmur. Dalam hal ini, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa Peraturan Peraturan dan Undang Undang yang mengatur tentang perkawinan terutama Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku bagi semua warga Negara. Di dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 disebutkan : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan suatu perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga. Keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan anak. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Keinginan untuk mempunyai seorang anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi pada kenyataannya tidak jarang sebuah rumah tangga atau keluarga tidak mendapatkan keturunan. Apabila suatu keluarga itu tidak dilahirkan seorang anak maka untuk melengkapi unsur keluarga itu atau untuk melanjutkan keturunannya dapat dilakukan suatu perbuatan hukum yaitu dengan mengangkat anak (adopsi). Didasarkan Pasal 39 ayat (1) Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 1 angka 9 Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatakan bahwa : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Dengan demikian sahnya pengangkatan anak menurut hukum apabila telah memperoleh putusan pengadilan.

2 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 110 Berdasarkan Pasal 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Anak, Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pengangkatan Anak menyatakan bahwa pengangkatan anak tidak memutuskan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Perbuatan pengangkatan anak mengandung konsekuensi - konsekuensi yuridis bahwa anak angkat itu mempunyai kedudukan hukum terhadap yang mengangkatnya. Di berbagai daerah di Indonesia anak angkat mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan anak keturunan sendiri, juga termasuk hak untuk dapat mewarisi kekayaan yang ditinggalkan orang tua angkatnya pada waktu meninggal dunia, akan tetapi dalam kenyataannya anak angkat yang sah masih dianggap bukan bagian dari keluarga yang merupakan kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak, sehingga mereka dianggap tidak berhak atas harta peninggalan orang tuanya karena bukan ahli waris dari orang tua yang mengangkatnya. Hal ini karena adanya pengaruh dari sistem hukum Islam yang tidak mengatur tentang adanya pengangkatan anak yang dijadikan sebagai anak kandung hal ini tidak dibenarkan. Untuk melindungi agar anak angkat tetap mendapatkan haknya atas harta peninggalan orang tua angkatnya, maka orang tua angkat membuat hibah wasiat. Hibah wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan untuk semasa masih hidupnya menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian harta peninggalannya kepada ahli waris, yang baru akan berlaku setelah ia meninggal. Di dalam Pasal 957 KUH Perdata disebutkan : Hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan mana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa barang barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya, segala barang bergerak atau tidak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya. II. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukuan adalah metode penelitian hukum normatif yang disebut juga penelitian kepustakaan (Library Research), adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatif. Oleh karena itu penelitian hukum ini difokuskan untuk mengkaji penelitian hukum tentang kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Selain itu juga digunakan pendekatan analisa (Analisis Aproach). Pendekatan analisa ini digunakan dalam rangka untuk menganalisa penerapan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek sesuai dengan ketetapan. Bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu : (1) Bahan primer yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti yakni putusan pengadilan tentang hibah wasiat anak angkat, (2) Bahan sekunder yaitu data yang diambil dari tulisan-tulisan para ahli hukum, artikel, makalah yang berkaitan dengan tinjauan hukum hak mewaris anak angkat didasarkan hibah wasiat, (3) Bahan tersier yaitu data yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap data primer dan sekunder, seperti kasus hukum, majalah, dan lain-lain. Pengumpulan bahan hukum Baik bahan primer maupun sekunder dikumpulkan berdasakan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan diklarifikasi menurut sumber dan hirarkinya untuk dikaji secara komprehensif.pengolahan bahan hukum adalah kegiatan merapikan hasil pengumpulan data kepustakaan sehingga siap pakai untuk dianalisis. Prosedur pengolahan bahan hukum dimulai dengan memeriksa data secara korelatif yaitu yang hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, selanjutnya data dianalisa sehingga dapat diperoleh gambaran

3 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 111 yang jelas tentang Hibah Wasiat terhadap Anak Angkat menurut Hukum Perdata. III. Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Dasar Hukum Waris Yang dinamakan mewaris ialah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Adapun yang digantikan itu adalah hak dan kewajiban dalam bidang hukum kekayaan, artinya hak dan kewajiban dapat dinilai dengan uang. Dasar hukum seseorang ahli waris mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris KUH Perdata ada dua cara, yaitu: 1. Menurut ketentuan undang-undang. 2. Ditunjuk dalam surat wasiat (testamen) adalah suatu pernyataan tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Seseorang dapat mewariskan sebagian atau seluruhnya hartanya dengan surat wasiat. Apabila seseorang hanya menetapkan sebagian dari hartanya melalui surat wasiat, maka sisanya merupakan bagian ahli waris berdasarkan undang-undang (ahli waris ab intestato). Jadi pemberian seseorang pewaris berdasarkan surat wasiat tidak bermaksud untuk menghapuskan hak untuk mewaris secara ab intestato. Hukum waris yang berlaku di Indonesia sekarang ini masih tergantung pada hukum waris mana yang berlaku bagi yang meninggal dunia. Apabila yang meninggal dunia atau pewaris termasuk golongan penduduk di Indonesia maka yang berlaku hukum waris adat, sedangkan apabila pewaris termasuk golongan Eropa atau timur asing Tionghoa, bagi mereka berlaku hukum waris Barat. Bila pewaris termasuk golongan penduduk Indonesia yang beragama Islam mereka mempergunakan peraturan hukum waris berdasarkan hukum waris Islam. Bila pewaris termasuk golongan penduduk timur asing Arab atau India, bagi mereka berlaku hukum adat mereka. B. Pengertian Hukum Waris Barat (KUH Perdata) Tidak terdapat pasal yang memberikan pengertian tentang hukum waris, namun sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 830 KUH Perdata, bahwa: pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Dengan demikian menurut hukum Barat terjadinya pewarisan apabila adanya orang yang mati dan meninggalkan harta kekayaan. Untuk terjadinya pewarisan harus dipenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu: (1) Pewaris adalah orang yang meninggal dunia meninggalkan harta kepada orang lain, (2) Ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian, (3) Harta warisan adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia. C. Kedudukan Anak Angkat Perbuatan mengangkat anak mempunyai akibat hukum. Menurut pasal 14 Staatblad 1917 no.129 pengangkatan anak memberi akibat bahwa status anak yang bersangkutan berubah menjadi seperti seorang anak sah. Hubungan keperdataan dengan orang tua kandungnya menjadi putus sama sekali. Pengangkatan anak menurut hukum perdata (BW) mempunyai akibat hukum anak angkat mempunyai kedudukan seperti anak kandung dan memperoleh bagian warisan dari orang tua angkatnya. Sedangkan pengangkatan anak menurut hukum adat mempunyai akibat hukum yang berbeda-beda baik mengenai kedudukannya maupun kewarisannya. Hal ini tergantung pada kelembagaan pengangkatan anak (sistem hukum) yang hidup dan berkembang didaerah yang bersangkutan. D. Ahli Waris Menurut KUH Perdata KUH Perdata membagi dua ahli waris, yaitu : (1) Ahli waris menurut undang-undang adalah ahli waris yang ditunjuk atau ditentukan oleh undang-undang. Undang-undang menunjuk sebagai ahli waris adalah keluarga sedarah dan suami atau istri yang masih hidup. Jadi seluruh pewarisan menurut undangundang berdasarkan atas hubungan sedarah dan hubungan perkawinan, (2) Ahli waris menurut tastemen adalah siapa saja yang disebutkan dalam testemendengan tidak mengurangi kekecualian yang diatur dalam Pasal KUH Perdata. Ahli waris menurut surat wasiat jumlahnya tidak tertentu tergantung kehendak pembuat wasiat. Dengan demikian, ahli waris mendapat bagian warisan berdasarkan penunjukan si pewaris pada waktu

4 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 112 ia masih hidup. Terkadang wasiat berisi penunjukan seorang atau beberapa orang ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian warisan dan memperoleh segala hak dan kewajiban dari pewaris. Namun demikian, kebebasan untuk membuat surat wasiat dibatasi Pasal 881 ayat (2) KUHPerdata yang menyatakan, bahwa: Dengan sesuatu pengangkatan waris atau pemberian hibah yang demikian, si yang mewariskan tidak boleh merugikan para ahli warisnya yang berhak atas sesuatu bagian mutlak. Dari kedua macam ahli waris di atas, timbullah persoalan ahli waris yang manakah yang lebih diutamakan, apakah ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris menurut surat wasiat. Berdasarkan beberapa peraturan-peraturan yang termuat dalam KUH Perdata tentang surat wasiat, dapat disimpulkan bahwa yang diutamakan adalah ahli waris menurut undang-undang. Hal ini terbukti beberapa peraturan yang membatasi kebebasan seseorang untuk membuat surat wasiat agar tidak sekehendak hatinya. Ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris Ab Intestato yang berdasarkan hubungan darah dibedakan menjadi empat golongan : a) Golongan 1 : Keluarga dalam garis lurus kebawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami/istri yang ditinggalkan/yang hidup paling lama. Suami/istri yang ditinggalkan atau hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami/istri tidak saling mewarisi. b) Golongan 2 : Anggota keluarga garis lurus keatas yaitu, ayah, ibu, saudara dan keturunannya. Menurut Pasal 854 KUH Perdata : a. Ayah dan ibu masing-masing mendapat 1/3 bagian dari harta warisan jika hanya terdapat 1 orang saudara pewaris. b. Ayah dan ibu mendapat ¼ bagian dari harta peninggalan jika pewaris meninggalkan lebih dari 1 orang saudara laki-laki atau perempuan. Jika ibu atau ayah sudah meninggal dunia, maka yang hidup terlama menurut ketentuan Pasal 855 KUH Perdata akan memperoleh bagian sebagai berikut : 1) 1/2 bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama dengan saudaranya, baik laki-laki atau perempuan. 2) 1/3 bagian dari seluruh harta warisan, jika mewaris bersamasama dengan 2 orang saudara. 3) 1/4 bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersamasama dengan 3 orang atau lebih saudara pewaris. Apabila ayah dan ibu pewaris sudah tidak ada lagi maka harta peninggalan dibagikan kepada saudara-saudara pewaris, sebagai ahli waris golongan 2 baik saudara seayah maupun saudara seibu. c) Golongan 3 : Kakek, nenek dalam garis lurus keatas dari pihak ayah dan ibu si pewaris. Dalam hal ini, sebelum harta warisan dibuka terlebih dahulu dibagi dua (Kloving) yaitu 1/2 merupakan bagian keluarga dari ayah pewaris dan 1/2 bagian keluarga dari ibu pewaris. (Pasal 850 dan Pasal 853 Ayat (1) KUH Perdata). d) Golongan 4 : Garis menyamping (paman, bibi, sepupu) sampai derajat ke 6. Ahliwaris menurut surat wasiat (testamentair) yaitu siapa saja yang disebutkan dalam testamenterdengan tidak mengurangi kekecualian yang diatur dalam Pasal KUH Perdata tentang kecakapan seseorang untuk membuat wasiat atau untuk menikmati keuntungan dari surat wasiat. Jumlah ahli waris menurut wasiat tidak tentu, karena ahli waris ini bergantung pada kehendak si pembuat wasiat. Surat wasiat seringkali berisi penunjukan seorang atau beberapa orang ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan dan mereka tetap akan memperoleh segala hak dan kewajiban dari pewaris seperti halnya ahli waris menurut undang-undang. Seseorang yang akan menerima waris harus memenuhi syarat-syarat, yaitu: 1. Harus ada yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata). 2. Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. 3. Ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam artian tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seseorang yang tidak patut mewaris karena kematian

5 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 113 atau dianggap tidak cakap menjadi ahli waris. Di dalam Pasal 838 KUH Perdata ditegaskan tentang orang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan dikecualikan dari pewarisan adalah : 1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal. 2. Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah menunjukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara 5 tahun lamanya atau hukuman berat. 3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat dan mencabut surat wasiatnya. 4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal. Ketidakpatutan ini menghalangi ahli waris tersebut untuk menerima warisan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pewaris dan keluarganya dari tindakan pihak lain (ahli waris) yang tidak beritikad baik. Dalam KUH Perdata, peralihan harta dari orang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya tergantung pada kehendak dan kerelaan ahli waris yang bersangkutan. Ahli waris dimungkinkan untuk menolak warisan, karena apabila ia menerima maka harus menerima segala konsekuensinya, salah satunya adalah melunasi seluruh hutang pewaris. E. Warisan Menurut KUH Perdata Warisan menurut hukum waris Barat (KUH Perdata) meliputi seluruh harta benda beserta hak hak dan kewajiban kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang, akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, dimana hak hak dan kewajiban kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada para ahli waris, antara lain : 1. Hak memungut hasil (vruchtgebruik). 2. Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi. 3. Perjanjian pengkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut BW maupun Firma menurut WvK, sebab pengkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota / persero. F. Pengertian Pengangkatan Anak Di dalam Pasal 1 angka (9) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002, disebutkan : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan Dari pengertian tersebut diatas dapat dibedakan antara pengangkatan anak dengan adopsi. Di dalam pengangkatan anak hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya tidak putus sehingga ia mewaris baik dari orang tua angkatnya maupun orang tua kandungnya, sedangkan dalam adopsi hubungan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya putus sama sekali sehingga ia hanya mewaris dari orang tua angkatnya saja. G Pengangkatan Anak Menurut Hukum Barat Pengangkatan anak dalam Hukum Barat (Perdata) hanya terjadi dengan akta Notaris, tata cara pembuatannya adalah sebagai berikut : 1. Para pihak datang menghadap Notaris 2. Boleh dikuasakan, tetapi untuk itu harus didasarkan surat kuasa khusus yang dibubuhi materai. 3. Pada akta dituangkan pernyataan persetujuan bersama antara orang tua kandung dengan orang tua angkat. 4. Akta tersebut disebut akta adopsi. H. Pengertian Hibah Wasiat Hibah wasiat adalah pernyataan kehendak seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya setelah ia meninggal dunia kelak. Pelaksanaan hibah wasiat ini baru dilakukan setelah pewaris meninggal dunia. Didalam praktik pelaksanaannya, hibah wasiat harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu

6 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 114 agar pelaksanaannya tidak bertentangan dengan ketentuan hukum waris dan tidak merugikaan para ahli waris lain yang tidak memperoleh pemberian melalui hibah wasiat. Dalam kaitan ini pula hukum membatasi kekuasaan seseorang untuk menentukan kehendak terakhirnya melalui hibah wasiat agar ia tidak mengesampingkan anak sebagai ahli waris melalui hibah wasiat. Hibah wasiat dapat dibuat oleh pewaris sendiri atau dibuat secara notariil. Yang mana Notaris khusus diundang untuk mendengarkan ucapan terakhir itu dengan disaksikan oleh dua orang saksi, dengan cara demikian maka hibah wasiat memperoleh bentuk akta notaris dan disebut wasiat atau testamen. Dalam Pasal 875 KUA Perdata menyebutkan pengertian tentang surat wasiat, yaitu : Surat wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali. I. Pembatasan Dalam Hal Membuat Hibah Wasiat Menurut Hukum Barat (KUH Perdata) pembatasan dalam hal membuat hibah wasiat yaitu tentang besar kecilnya harta warisan yang akan dibagi-bagikan kepada ahli waris yang disebut Ligitime Portie, atau wettelijk erfdeel (besaran yang ditetapkan oleh Undang-Undang). Hal ini diatur dalam Pasal KUH Perdata. Ligitime Portie( bagian mutlak ) adalah suatu bagian dari harta peninggalan atau warisan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus, terhadap bagain mana si pewaris dilarang menetapkan sesuatu baik yang berupa pemberian (Hibah) maupun hibah wasiat. Begitulah bunyi pasal 913 KUH Perdata. Dalam garis lurus kebawah, apabila si pewaris itu hanya meninggalkan anak sah satu satunya, maka bagian mutlak baginya itu adalah setengah dari harta peninggalan. Jadi apabila tidak ada testamen maka anak satu satunya itu mendapat seluruh harta warisan, jika ada testamen anak satu satunya itu dijamin akan mendapat setengah dari harta peninggalan. Apabila 2 ( dua ) orang anak yang ditinggalkan, maka bagian mutlak itu adalah masing masing 2/3. Ini berarti bahwa mereka itu dijamin bahwa masing masing akan mendapat 2/3 dari bagian yang akan didapatnya seandainya tidak ada testamen. Apabila 3 ( tiga ) anak atau lebih yang ditinggalkan, maka bagian mutlak itu adalah masing masing ¾. Ini berarti bahwa mereka dijamin masing masing akan mendapatkan ¾ dari bagian yang akan didapatnya seandainya tidak ada testamen. Dalam garis lurus keatas ( orang tua, kakek dan seterusnya ) bagian mutlak itu selamanya adalah setengah, yang menurut Undang undang menjadi bagian tiap tiap mereka dalam garis itu dalam pewarisan karena kematian. Perlu juga diperhatikan bahwa anak luar kawin (anak angkat) yang telah diakui dijamin dengan jaminan mutlak, yaitu setengah dari bagian yang menurut Undang undang harus diperolehnya. Seandainya tidak ada keluarga sedarah dalam garis lurus ke bawah dan ke atas serta tidak ada anak luar kawin yang telah diakui, maka hibah atau hibah wasiat boleh meliputi seluruh harta peninggalan. Apabila ketentuan ketentuan mengenai bagian mutlak seperti yang dijelaskan diatas dilanggar, maka pewaris yang dijamin dengan bagian mutlak itu dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan supaya hibah atau hibah wasiat tersebut dikurangi, sehingga tidak melanggar ketentuan Undang Undang khususnya KUH Perdata. Jadi peraturan tentang bagian mutlak ini pada hakekatnya merupakan pembatasan terhadap kebebasan orang membuat testamen. J. Cara Penghibahan Wasiat Menurut Pasal 931 KUH Perdata,bahwa dalam pembuatan wasiat atau hibah wasiat dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1. Testamen Rahasia (geheim) 2. Testamen Umum 3. Testamen tertulis sendiri (olografis), yang biasanya bersifat rahasia ataupun tidak rahasia. Dalam ketiga testamen ini dibutuhkan campur tangan seorang notaris. Dalam testamen olografis (Pasal 932 KUH Perdata) ditetapkan bahwa testamen ini seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditandatangani

7 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 115 pewaris sendiri. Kemudian surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan pada seorang notaris dan penyerahan kepada notaris ini ada dua cara, yaitu bisa diserahkan dalam keadaan terbuka bisa juga dalam keadan tertutup. Kedua cara penyerahan dan penyimpana pada notaris itu mempunyai akibat hukum yang satu sama lain berbeda, yaitu: 1. Apabila surat wasiat diserahkan dalam keadaan terbuka maka dibuatlah akta notaris tentang penyerahan itu dan ditandatangani oleh pewaris, saksi-saksi, dan juga notaris. Akta penyimpanan tersebut ditulis dikaki surat wasiat tersebut, jika tidak ada tempat kosong pada kaki surat wasiat tersebut, maka amanat ditulis lagi pada sehelai kertas yang lain. 2. Apabila surat wasiat diserahkan kepada notaris dalam keadaan tertutup, maka pewaris harus menuliskan kembali pada sampul dokumen itu bahwa surat tersebut berisikan wasiatnya dan harus menandatangani keterangan itu dihadapan notaris dan saksi-saksi. Setelah itu pewaris harus membuat akta penyimpanan surat wasiat pada kertas yang berbeda. Dalam Pasal 932 Ayat 2 KUH Perdata mengulas tentang kemungkinan berhalangannya si peninggal warisan untuk menandatangani sampul atau akta penerimaan setelah menulis dan menandatangani testamennya. Jika hal ini terjadi maka notaris wajib mencatat hal ini serta penyebab berhalangnya ini. Ditetapkan pada Pasal 933 KUH Perdata, bahwa : kekuatan testamen olografis ini sebanding dengan kekuatan testamen terbuka yang dibuat dihadapan Notaris dan dianggap terbuat di tanggal dari akta penerimaan oleh Notaris. Jadi tidak dikesampingkan tentang tanggal yang ditulis dalam testamennya sendiri. Pasal 933 Ayat 2 KUH Perdata berisi suatu peraturan tentang keaslian dari testamen tersebut apakah benar-benar ditulis dan ditandatangani oleh si peninggal warisan, atau di belakang hari terbukti palsu. Melalui pasal tersebut dicegah terjadinya perselisihan di hadapan hakim tentang pembagian tugas membuktikan sesuatu hal. Berdasarkan Pasal 934 KUH Perdata, bahwa: si peninggal warisan bisa menarik kembali testamenya. Biasanya hal ini dilaksanakan dengan cara permintaan kembali tersebut harus dinyatakan dalam suatu akta otentik (akta notaris). Dengan menerima kembali testamen olosgrafis ini, hibah warisan harus dianggap seolah-olah ditarik kembali (herroepen), hal ini ditegaskan oleh ayat 2 Pasal 934 KUH Perdata. Sedangkan oleh Pasal 937 ditetapkan, jika testamen olosgrafis ini diserahkan kepada Notaris dengan cara tersebut pada suatu sampul bersegel, maka Notaris tidaklah berhak membuka segel tersebut. Jadi segel tersebut boleh dibuka setelah si peninggal warisan wafat, dengan cara menyerahkannya kepada Balai Harta Peninggalan (weeskamer) untuk dibuka dan diselesaikan sebagaimana dengan testamen rahasia (Pasal 942 KUH Perdata), yakni dengan membuat proses verbal atas pembukaan ini dan atas keadaan testamen yang diketemukan, selanjutnya testamen tersebut harus diserahkan kembali kepada notaris. Testamen umumdiatur pada Pasal 938 KUH Perdata menetapkan testamen umum wajib dibuat dihadapan Notaris dengan mengajukan dua orang saksi. selanjutnya orang yang meninggalkan warisan mengutarakan keinginannya kepada Notaris dengan secukupnya maka Notaris wajib mencatat keterangan keterangan ini dalam kalimat kalimat yang jelas. Hal itu tidak dapat dilakukan dengan perantara orang lain, baik anggota keluarganya maupun notaris yang bersangkutan. Dalam Pasal 939 Ayat 2 KUH Perdata menerangkan bahwa : Jika penuturan itu berlangsung diluar hadirnya saksi-saksi, dan rencana surat wasiat telah disiapkannya, makasebelum rencana dibacakannya, simewariskan harus sekali lagi menuturkan kehendaknya dihadapan saksisaksi Selanjutnya menurut Pasal 939 Ayat 3 KUH Perdata menerangkan bahwa: kemudian dengan dihadiri saksi-saksi, notaris harus membacakan surat tadi, setelah mana kepada si yang mewariskan harus ditanya, apakah benar yang dibacakan tadi memuat kehendaknya. Dalam pembuatan testamen umum, terdapat beberapa orang yang tidak boleh menjadi saksi yaitu:

8 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a Para ahli waris atau orang-orang yang diberi hibah atau sanak saudara mereka sampai derajat keempat. 2. Anak-anak, cucu-cucu, dan anak-anak menantu,dan anak atau cucu Notaris. 3. Pelayan-pelayan Notaris. Testamen Rahasia yaitu surat wasiat yang ditulis sendiri atau orang lain yang disuruhnya untuk menulis kehendak terakhirnya. Kemudian ia harus menandatangani surat tersebut. Surat wasiat macam ini harus disampul dan disegel, kemudian diserahkan kepada notaris dengan dihadiri empat orang saksi. Penutupan dan penyegelan dapat juga dilakukan dihadapan notaris dan empat orang saksi. Selanjutnya pembuat wasiat harusmembuat keterangan dihadapan notaris dan saksi-saksi bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah surat wasiatnya yang ia tulis sendiri atau ditulis orang lain dan ia menandatangani. Kemudian notaris membuat keterangan yang isinya membenarkan keterangan tersebut. Pasal 940 Ayat 4 KUH Perdata menetapkan bahwa: Tiap-tiap surat wasiat tertutup atau menerimanya, diantaranya surat-surat asli yang ada padanya. Pasal 941 Ayat 1 KUH Perdata menjelaskan bahwa: Jika si yang mewariskan tidak dapat bicara, namun dapat juga menulis, maka dalam hal yang demikianpun bolehlah ia membuat surat wasiat tertutup, asl surat tersebut ditulis, ditanggali dan ditandatangani olehnya sendiri, surat tadi kemudian harus ditunjukkan kepada notaris dihadapan saksi-saksi, setelah itu dihadapan saksi-saksi tersebut, diatas skta pengalamatan surat harus ditulis dan ditandatangani pula, bahwa kertas yang ditunjukkannya memuat wasiatnya,akhirnya notaris harus menulis akta pengalamatan surat wasiat tadi dengan menerangkan didalamnya, bahwa si yang mewariskan telah menulis surat itu didepannya dan didepan saksi-saksi,pun harus diperhatikan juga, apa yang telah ditentukan dalam pasal yang lalu. Jika si penghibah wasiat meninggal dunia, maka yang berkewajiban memberitahukan kepada mereka yang berkepentingan adalah Notaris, hal ini berdasarkan Pasal 943 KUH Perdata menjelaskan bahwa: Tiap-tiap notaris yang menyimpan surat-surat wasiat diantara surat-surat aslinya, biar dalam bentuk apapun juga, harus setelahsi yang mewariskan meninggal dunia, memberitahukannya kepada semua yang berkepentingan. 4. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Anak angkat mempunyai kedudukan sebagai anak sendiri (kandung) dari orang tua angkatnya sebagaimana anak yang lahir dari perkawinan orang tua angkatnya. Demikian juga anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya tetapi anak angkat tersebut hanya menjadi ahli waris dari bagian yang tidak diwasiatkan. Karena ketentuan ini, maka anak angkat tidak mempunyai bagian yang ditentukan. 2. Hak mewaris anak angkat tidak diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun demikian khusus bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, kedudukan anak angkat adalah sama dengan anak sah. Untuk itu ia berhak mewaris harta warisan orang tua angkatnya menurut Undang-undang atau mewaris berdasarkan hukum waris Testamentair apabila ia mendapatkan testament (Hibah Wasiat). B. Saran Adapun saran-saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Staatsblad 1917 nomor 129 tentang pengangkatan anak sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Karena itu Undang- Undang dan Peraturan-peraturan Pemerintah yang mengatur pengangkatan anak sangat dibutuhkan agar tidak adanya perbedaan dalam pengangkatan anak, baik bagi Warga Negara Indonesia Keturunan maupun Warga Negara Indonesia Asli, serta bagi anak yang diangkat tidak hanya pada anak laki-laki saja, tetapi juga bagi anak perempuan. Dan juga diperlukan adanya Undang-undang nasional tentang hukum waris sehingga adanya kesamaan dalam pembagian hak waris baik bagi anak sah maupun anak angkat yang dapat

9 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 117 dijadikan pedoman dalam penyelesaian sengketa waris. 2. Supaya masyarakat yang mampu secara sosial dan ekonomi, serta mampu mengemban amanah untuk tergerak hatinya membantu anak-anak yang miskin, terlantar dan kurang mampu yang sangat membutuhkan bantuan, kasih sayang dan belas kasihan dengan jalan mengangkat anak. DAFTAR PUSTAKA Djaja S. Meliala Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia. Bandung. Tarsito. Eman Suparman Hukum Waris Indonesia-Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW. Bandung. Refika Aditama. Subekti, S.H Ringkasan Tentang Hukum Keluarga dan Hukum Waris.. Jakarta. Intermasa. Peraturan Perundang Undangan : - Kitab Undang-Undang Hukum perdata - Staatblad 1917 Nomor Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan - Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. - Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak

10 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 118 Pengaruh Merek Dagang Dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Produk Shampo Masyarakat Desa Payaman Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan Ratna Handayati*, Nur Auwaliyah **) * Dosen Program Studi Manajemen FE Unisla ** Program Studi Manajemen FE Unisla ABSTRAK Dalam perkembangan dunia yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan pengaruh yang cukup besar dalam berbagai segi kehidupan, baik sosial, ekonomi, atau bisnis, politik, hukum serta agama. Unsur unsur dalam bauran ada 4 unsur diantaranya : unsur strategi produk, strategi harga, strategi distribusi pemasaran, strategi promosi. Dari keempat strategi bauran pemasaran tersebut peneliti cenderung memiliki strategi produk dan harga sehingga saya tertarik untuk mengetahui perilaku konsumen dalam keputusan pembelian produk shampo dilihat dari merek dagang dan harga bagi masyarakat desa payaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah merek dagang dan harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian shampo dan mengetahui variable manakah yang berpengaruh paling dominan terhadap keputusan pembelian shampo. Dalam penelitian ini penulis mengambil hipotesis, yaitu diduga merek dan harga berpengaruh terhadap keputusan pembelian produk shampo di desa Payaman. Dan diduga harga mempunyai pegaruh paling dominan terhadap keputusan pembelian produk shampo di Desa Payaman. Alat analisis yang digunakan mengetahui merek dan harga terhadap keputusan pembelian produk shampo adalah Regresi Linier Ganda. Dan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh merek dagang terhadap keputusan pembelian produk shampo digunakan analisa korelasi yang dibuktikan dengan uji t. I. Pendahuluan Dalam perkembangan dunia yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengetahuan yang semakin pesat menyebabkan pengaruh yang cukup besar dalam berbagai segi kehidupan, baik sosial, ekonomi atau bisnis, politik hukum serta agama. Dari berbagai perubahan yang terjadi saat ini kehidupan ekonomi bisnis mengalami perubahan yang cukup pesat, sebagai contoh permasalahan sekarang bagi banyak perusahaan yang bergerak dibidang produk barang maupun jasa melainkan lebih dari itu yaitu masalah pemasaran, karena pemasaran merupakan kegiatan yang utama bagi perusahaan baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Saat ini banyak perusahaan yang berlomba-lomba untuk menarik konsumen agar bersedia membeli produk yang ditawarkan melalui media-media yang ada saat ini baik cetak maupun elektronik, sehingga dari pemikiran tersebut dapat diketahui perilaku konsumen dalam keputusan pembelian shampo dilihat dari merek dagang dan harga bagi masyarakat desa payaman. Dalam bauran pemasaran semua unsur yang terkait didalamnya merupakan suatu kesatuan yang tak bisa dipisahkan, sehingga unsur yang satu menjadi penunjang bagi unsur yang lain. Adapun unsur dalam bauran diantaranya unsur strategi produk, strategi harga, strategi distribusi pemasaran, strategi pemasaran. Adapun strategi produk yang saya bahas adalah merek dagang untuk itu dalam mengembangkan strategi perusahaan terutama unsur strategi atau kebijakan produk yaitu pemberian merek dagang hal ini untuk membedakan barang atau jasa dari kelompok penjual dan dari produk saingan. Merek dagang hendaknya mudah dii. ngat, dibaca, dan mudah dibedakan sehingga konsumen dapat mencari dan membeli produk yang diinginkan tersebut. Strategi produk yang dibahas di sini adalah masalah merek dagang, untuk itu dalam mengembangkan strategi perusahaan terutama unsur strategi atu kebijakan produk yaitu

11 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 119 pemberian merek dagang hal ini untuk membedakan barang atau jasa dari kelompok penjual dan dari produk saingan. Merek dagang hendaknya mudah diingat, dibaca dan mudah dibedakan. Sehingga dengan pemberian merek, konsumen dapat mencari dan membeli produk yang diinginkan tersebut. Merek tertentu juga merupakan suatu standar kualitas atau mutu tertentu, sehingga dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli agar penjualan dan pesnguasaan pasar dapat dicapai bahkan diharapkan lebih besar. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Apakah faktor merek dagang dan harga mempengaruhi keputusan pembelian produk shampo? b. Faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian produk shampo? Pengertian merek dagang dalam pengembangan strategi pemasaran untuk produk produk individual, penjual harus mnghadapi keputusan pembelian merek (branding). Pemberian merek merupakan masalah utama dalam strategi produk sehingga dalam pemasaran profesional yang paling khusus adalah kemampuan mereka menciptakn, memelihara, melindungi dan meningkatkan merek. Merek adalah nama istilah, tanda, symbol, atau desain atau kombinasi semuanya atau yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok dan untuk membedakan dari barang atau jasa pesaing. Tujuan merek (a) Sebagai identitas, yang bermanfaat dalam diferensiasi atau membedakan produk suatu perusahaan dengan produk pesaingnya, (b) Alat promosi yaitu sebagai daya tarik produk, (c) untuk membina citra yaitu dengan memberikan keyakinan jaminan kualitas serta prestise tertentu terhadap konsumen, (d) mengendalikan pasar. Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya. Harga masih tetpa merupakan salah satu unsur terpenting yang menentukan mangsa pasar dan profitabilitas perusahaan. Harga merupakan slah satu elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel karena harga dapat dirubah dengan cepat. Oleh sebab itu, harga juga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi oleh eksekutif pemasaran, maka dari itu penetapan harga menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Berdasarkan penjelasan tersebut setiap perusahaan dapat menetapkan harga dapat memberikan keuntungan yang lebih baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun beberapa tujuan penetapan harga (a) kelangsungan hidup, (b) laba sekarang maximum, (c) pendapatan sekarang maximum, (d) pertumbuhan sekarang maximum, (e) skimming pasar maximum (memerah pasar maximum), (f) kepemimpinan mutu produk. Prosedur penetapan harga antara lain penetapan harga dengan orientasi biaya yang meliputi penetapan harga secara mark up (mark up pricing) yang dilakukan dengan cara menambah suatu prosetase tertentu dari total biaya varfiabel atau harga beli dari seseorang; penetapan harga dengan cost plus (cost plus pricing) yang dilakukan dengan cara menambahkan prosentase tertentu dari total biaya; penetapan harga sasaran(target pricing) yang dalam hal ini harga jual yang ditetapkan dapat memberikan tingkat keuntungan tertentu yang dianggap wajar, keuntungan yang wahar ini diperoleh untuk suatu tingkat investasi tertentu dan resiko yang mungkin terjadi. Penetapan harga ini kan memberikan target keuntunganpada suatu tingkat total biaya dengan suatu volumeproduksi standar yang diperkirakan. Penetapan harga dengan orientasi permintaan yang meliputi penetapan harga berdasarkan persepsi/ penilaian konsumen terhadap suatu produk yang sangat berpengaruh terhadap posisi produk di pasar, dan penetapan harga dengan cara diskriminasi/diferensiasi harga yang dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan permintaan berdasarkan langganan, produk, tempat, dan waktu. Penetapan harga dengan orientasi persaingan yang meliputi penetapan harga berdasarkan tingkat harga rata rata industri, penetapan harga seperti ini ditetapkan dengan alasan bahwa perusahaan mengalami kesukaran untuk menukar biaya sehingga sulit menetukan harga yang wajar. Kemudian untuk penepatan harga tender atau pelelangan biasanya diajukan dalam sampul yang tertutup, sedangkan pembeli dapat memilih penjual yang dianggapnya mempunyai harga yang rendah dengan spesifikasi yang diharapkannya.

12 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 120 II. Metode Penelitian Data yang diperoleh dari pengamatan dan observasi secara langsung terhadap obyek yang diteliti atau dengan kata lain data ini dikumpulkan langsung dari responden yang diteliti dan diolah sendiri. Dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai maka jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Data ini adalah sumber utama penelitian yang akan dilakukan. Kelayakan penelitian ini tergantung pada pengolahan data primer yang akan diperoleh setelah pengisian kuisioner oleh pihak-pihak yang dipilih secara acak. Adapun populasi dari penelitian ini yaitu keseluruhan objek penelitian dari semua elemen yang ada dalam wilayah penilaian. Alat analisis yang digunakan oleh peneliti yaitu kuesioner dan dokumentasi. III. Hasil Dan Pembahasan Dalam memperlancar dan melakukan kegiatan perusahaan, perusahaan menawarkan produknya kepada konsumen untk mengkonsumsi produk produk yang telah dibuatnya yaitu memberika janji dari manfaat yang ada pada produk tersebut. Dalam menentukan tehnik penarikan sampel, terlebih dahulu harus ditetapkan populasinya yaitu kelompok atau individu yang diminati dalam penelitian yang berarti kelompok atau individu yang akan dikenakan untuk diambil penelitian dan semakin dipersempit populasinya maka penilaian yang dilakukan aka menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Oleh sebab itu sasaran yang mudah untuk diakses adalah warga desa Payaman. Dari hasil penelitian di atas merupakan jawaban dari diskripsi data, analisa data dan pengujian hipotesis dengan jawaban di atas di peroleh hasil bahwa untuk megetahui sejauhmana hubungan antara merek dagang dan harga terhadap keputusan pembelian diperoleh hasil korelasi yaitu : r 1 = dan r 2 = artinya hipotesis yang menduga antara merek dagang dan harga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian shampo terbukti kebenarannya. Dan hipotesis yang menyatakan bahwa harga lebih dominan terhadap keputusan pembelian produk shampoo terbukti kebenarannya. Dan apabila untuk membuktikan signifikan atau tidaknya pengaruh antara kedua variable maka dihitung dengan uji t, dimana t 1 hitung = 8,448 > t table = 2,000 sedang t 2 hitung = 13,19 > t table = 2,000 dan selisih yang terjadi antara t hitung dan t table adalah cukup besar sehingga dari keadaan tersebut dapat diarik kesimpulan Ho ditolak dan H 1 diterima yang berarti variable merek dagang dan harga mempengaruhi keputusan pembelian produk shampoo terbukti. Pengaruh merek dagang dan harga terhadap keputusan pembelian produk shampoo dibuktikan dengan regresi linier ganda yang hasilnya Y=-32, X 1 + 1,5X 2. Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa a= -32,382 yang artinya tingkat keputusan pembelian rata-rata adalah sebesar -32,382 set bila merek dagang dan harga nol, b 1 = 1,67 yang artinya merek dagang shampoo Clear akan mempengaruhi keputusan pembelian sebesar 1,67 produk, b 2 = 1,5 yang berarti harga akan mempengaruhi keputusan pembelian sebesar 1,5 produk. IV. Kesimpulan Dan Saran a. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai merek dagang dan harga terhadap keputusan pembelian produk shampoo, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mengetahui sejauhmana hubungan antara merek dagang dan harga terhadap keputusan pembelian diperoleh hasil korelasi yaitu : r 1 = dan r 2 = yang berarti hipotesis antara merek dagang dan harga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian shampoo terbukti kebenarannya. Dan hipotesis yang menyatakan bahwa harga lebih dominan terhadap keputusan pembelian produk shampoo terbukti kebenarannya. Sedangkan untuk membuktikan signifikan atau tidaknya pengaruh antara kedua variable maka dihitung dengan uji t, dimana t 1 hitung = 8,448 > t tabel = 2000 sedang t 2 hitung = 13,19 > t table = 2,000 dan selisih yang terjadi antara t hitung dan t table adalah cukup besar sehingga dari keadaan tersebut dapat diarik kesimpulan Ho ditolak dan H 1 diterima yang berarti variable merek dagang dan harga mempengaruhi keputusan pembelian produk shampoo terbukti.

13 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 121 b. Saran Saran yang bisa dikemukakan setelah mempelajari keadaan yang terjadi pada masyarakat desa Payaman sebagai rekomendasi penunjang hasil penelitian, yang sekiranya berguna bagi masyarakat atau konsumen adalah dengan diketahui harga maka faktor yang paling dominan terhadap keputusan pembelian shampoo, hendaknya konsumen bukan hanya memperhatikan harga saja tetapi konsumen juga harus memperhatikan cocok atau tidaknya shampoo yang dipakai. Kosumen dalam pamakaian shampoo hendaknya tidak mengganti-ganti merek sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dan menggunakan shampoo sesuai dengan kebutuhan pada rambut. DAFTAR RUJUKAN Arikunto Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Asdi Mahastya. Assauri sofyan, Manajemen Produksi. Jakarta, Edisi Keempat, FEUI. Kotler Philip, Manajemen Pemasaran, PT. Prenhalindo. Jakarta. Kotler dan Amstrong, Prinsip-Prinsip Pemasaran. Terjemahan oleh damus Sihombing. Jakarta Erlangga. Kotler Philip, Manajemen Pemasaran, Yogyakarta, BPFE. Nitisemito S. Alex, Marketing. Jakarta : Ghalia Indonesia Prof. Dr. Sudjana M.A, M.Sc Metoda Statistika. Edisi Keenam, penerbit Tarsito Bandung. Prof. Dr. Sugiono, Statistika Untuk Penelitian. Penerbit CV. ALFABETA Bandung. Swastha Basu dan Irawan, 2005, Manajemen Pemasaran Modern, Yogyakarta Liberty. Tjiptono Fandy, Strategi Pemasaran. Penerbit ANDI Yogyakarta.

14 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 122 Problematika Pembelajaran Bahasa Arab Bagi Mahasiswa Non Arab (Studi Kasus Kondisi Pembelajaran Bahasa Arab di IAIN STS Jambi) Yusraini dan Yogia Prihartini * Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN STS Jambi Jl. Jambi Ma-Bulian KM. 16 S. Sungai duren Kab. Muaro Jambi yusrainiws@yahoo.com Abstrak Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedang Untuk memeriksa keabsahan dan kebenaran data, maka dilakukan dengan trianggulasi data. Tujuan umum perkuliahan Bahasa Arab di IAIN STS Jambi adalah membangun kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Arab, baik istima, kalam, qira ah maupun kitabah. Karakteristik mata kuliah bahasa Arab di IAIN STS Jambi adalah materi perkuliahan bahasa Arab disusun pihak Institut, pengelolaan bahasa Arab dikelola secara independen oleh setiap fakultas. Kendala pembelajaran bahasa Arab di IAIN STS Jambi adalah: Waktu perkuliahan kurang efektif karena dilakukan di siang hari, Lingkungan berbahasa kurang efektif, kurangnya sarana pembelajaran bahasa Arab dan jumlah mahasiswa pada setiap kelas terlalu banyak, kejenuhan mahasiswa belajar bahasa Arab serta tidak adanya follow up dari pembelajaran bahasa Arab. Karakteristik mahasiswa perkuliahan bahasa Arab adalah: Perbedaan latar belakang pendidikan mahasiswa, dan kurang motivasi mahasiswa dalam belajar bahasa Arab. Kata Kunci : Problematika, Pembelajaran dan Bahasa Arab. Abstract The objective this research is to discribe The Problem of Arabic Instruction for Non Arabic Spoken Student : A Spoken Student : A Case Study Study Condition of Arabic Instruction IAIN STS Jambi. This is a cualitative research the data were obtained by observation, documention, and interview, checked by data trianggulation. The general objective of arabic instruction at IAIN STS Jambi is to develop, student skill is listening, speaking, reading ang writting of arabic. Caracteristict of arabic instruction is the teaching material is provided by institute, while its instruction is handled by the individual faculty. Its found that the problem of arabic instruction at IAIN STS Jambi is that the timing of instruction, enviroment an facility are an adequited, and in addition large of number is student in is class, and limited time provided for arabic instruction also constribute to the problematic faced by arabic instruction, differcity of student educational background and lack of student motivation in studying arabic also constribute to the Arabic instruction. Key words : Problematic, Instruction and Arabic A. Pendahuluan Teknologi Pendidikan sering didefinisikan sebagai proses yang kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar manusia (AECT, 1986: 1). Definisi lain yang lebih singkat dan lebih mutakhir menyebutnya sebagai studi sistematis tentang sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan (Seels & Richey, 1994: 19). Definisi pertama menitik beratkan pada pemecahan masalah belajar, sedang definisi kedua menitik beratkan pada pendayagunaan berbagai sarana belajar. Namun keduaduanya mempunyai arah yang sama dan bermuara pada upaya untuk membantu memecahkan masalah belajar manusia. Pemecahan masalah belajar dapat dilakukan dengan memanfaatkan secara teoritis dan praktis 5 domain (desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi) dalam kawasan Teknologi Pendidikan. Teori tersusun atas konsep, konstruk, prinsip, proposisi yang memberikan kontribusi pada khasanah pengetahuan. Sedang praktek merupakan penerapan pengetahuan itu untuk

15 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 122 memecahkan masalah (Seels & Rchey, 1994: 11). Domain desain merupakan proses menspesifikasi kondisi belajar. Domain pengembangan merupakan proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Domain pemanfaatan tindakan untuk menggunakan berbagai proses dan sumber untuk belajar. Domain pengelolaan merupakan melibatkan pengontrolan Teknologi Pembelajaran melalui perencanaan, organisasi, koordinasi, dan supervisi. Domain evaluasi merupakan suatu proses penentuan kesesuaian pembelajaran dan belajar. Kondisi pembelajaran yang merupakan salah satu cakupan strategi pembelajaran dalam domain desain, sering diidentikkan dengan model pembelajaran (Seels & Richey, 1994: 32). Model pembelajaran dan strategi pembelajaran perlu melaksanakan model yang berbeda sesuai dengan situasi belajar, sifat isi pembelajaran dan tipe belajar yang dikehendaki. Menurut Degeng, kondisi pembelajaran merupakan variabel pembelajaran yang tidak dapat dimanipulasi dan karena itu harus diterima sebagai adanya (given) oleh desainer pembelajaran. Namun demikian, penerimaan ini harus tetap disertai dengan analisis pembelajaran secara mendalam. (Degeng, 1988: 37) Analisis ini diperlukan untuk lebih memahami berbagai komponen kondisi pembelajaran, agar lebih mudah dalam mendeskripsikan hubungan antar berbagai variabel pembelajaran. Dengan ini diharapkan pembelajaran akan memberikan makna teoritis dan praktis bagi desainer pembelajaran. Dalam perspektif Bahasa Arab, kondisi pembelajaran juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar. Namun demikian, kajian mengenai kondisi pembelajaran Bahasa Arab belum banyak dilakukan. Kajian pembelajaran Bahasa Arab, selama ini lebih banyak diorientasikan pada metode pembelajaran. Padahal metode pembelajaran dan kondisi pembelajaran mempunyai pengaruh yang sama dalam meningkatkan hasil pembelajaran (Ali, 1996: 105). Hasil belajar dalam Bahasa Arab ditandai dengan kemampuan mahasiswa untuk dapat menguasai materi Qiraah, Kalam, Istima, dan Kitabah. Kemampuan ini akan dapat dicapai kalau variabel pembelajaran, termasuk kondisi pembelajaran, mempunyai kontribusi yang signifikan dalam pembelajaran. Untuk itu, kondisi pembelajaran dalam pembelajaran Bahasa Arab tidak dapat diabaikan (Ali, 1996: 128). Meskipun banyak penelitian yang dilakukan di IAIN, tetapi untuk penelitian yang mengkaji tentang kondisi pembelajaran Bahasa Arab belum pernah dilakukan. Untuk itu, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk menemukan kondisi pembelajaran Bahasa Arab di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. B. Pembelajaran Bahasa Arab Mempelajari bahasa kedua (B2) berarti berupaya bagaimana mampu menggunakan bahasa tersebut selain bahasa ibu. Dalam hal ini ia mampu memahami simbol-simbol B2 ketika ia mendengarkannya, mampu dalam hal berbicara, mambaca dan menulis. Dari sisi dipahami bahwa ada dua tahap yang ditempuh oleh pelajar bahasa, pertama menerima bahasa itu,dan Kedua, menggunakannya. Sehingga pada tujuan idealnya, proses pembelajaran bahasa arab diharapkan dapat mencapai tahap-tahap sebagai berikut (Rusydi Ahmad Thaimiyah, 44) : 1). Menguasai bunyi dan spesifikasinya yaitu memahami konotasi bunyi yang didengarkannya atau sebagaimana istilah Karl menguasai symbol-simbol bunyi. 2). Memahami berbagai aspek dalam pola pembentukkan (sintaksis) dan penyusunan kalimat (tarakib) atau yang disebut oleh Karl Kepekaan grametika. 3). Menguasai kaidah umum yang membentuk ungkapan kalimat, termasuk memahami segi-segi sinonim, himonimy dan seterusnya. 4). Mampu menggunakan bahasa arab secara benar sesuai kultur penutur aslinya.

16 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 123 Dalam konteks pengajaran, mengajarkan bahasa atau ilmu lainnya tidak lain adalah merekturisasi kemampuan, ilmu, orientasi serta nilai yang didapatkan oleh pebelajar. Prinsip ini dinilai lebih efektif dibanding sekedar menyuguhi pebelajar sekian banyak macam ilmu. Hal senada disampaikan oleh Bruner; menurutnya: ketika kita mengajarkan ilmu tertentu kepada seseorang, bukan bertujuan agar kemudian otaknya penuh dengan beban otak, melainkan kita mengajarkan bagaimana murid turut berpartisipasi dalam proses. Kita mengajarkan suatu ilmu bukan bertujuan akan menghasilkan suatu catatan kesimpulan, akan tetapi kita mengantar pebelajar untuk dapat berfikir secara mandiri (Bruner sebagaimana dikutip oleh Hamid, 1982; 262). Pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, telah diajarkan di sekolahsekolah pada umumnya, dan sekolahsekolah agama pada khususnya, sejak tingkat Madrasah Ibtidaiyah hingga tingkat Perguruan Tinggi. Adapun materi yang diajarkan di sekolah-sekolah itu sangat bervariatif sesuai dengan tingkat pengetahuan anak didik. Untuk anak-anak usia MI, pembelajaran bahasa Arab biasasnya dimulai dengan pengenalan huruf-huruf Arab dan cara membacanya dengan benar, tanpa harus memahaminya dari sisi makna. Sedangkan untuk tingkat yang lebih tinggi, yaitu sejak kelas III MI, mereka sudah mulai diajari dengan kosa kata-kosa kata Arab yang bersifat ringan dan mudah dihafal. Kemampuan itu terus ditingkatkan sedikit demi sedikit hingga anak mampu mendengar, bercakap, membaca dan menulis bahasa Arab dengan baik dan benar. Di perguruan tinggi Agama Islam, baik negeri maupun swasta, pembelajaran bahasa Arab diajarkan dalam bentuk Mata Kuliah Bahasa Arab yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina kemampuan berbahasa Arab fusha', baik produktif maupun reseptif, serta menumbuhkan sikap postif terhadap bahasa itu sendiri. Kemampuan bahasa Arab produktif adalah kemampuan menggunakan bahasa itu sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa reseptif adalah kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain dan kemampuan memahami bacaan. Kemampuan berbahasa Arab dan sikap positif terhadap bahasa Arab merupakan unsur penting, karena dapat membantu mahasiswa dalam memahami sumber Islam seperti Al- Qur'an, hadits dan kitab-kitab berbahasa Arab lainnya. C. Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab Secara umum pembelajaran bahasa Arab, memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut. Menurut Abid Taufiq Al- Hasyimi dalam bukunya "Al-Muwajih Al- Amali Limudarrisi Al-Lughah Al- Arabiyah dijelaskan bahwa tujuan umum pengajaran bahasa Arab adalah (Al- Hasyimi, 1983: 16 ) 1. Memperindah susunan kalimat dalam berbicara dan menulis. Dengan belajar bahasa Arab diharapkan siswa mampu menyusun kalimat-kalimat pendek dan panjang, baik dalam bahasa lisan maupun tulis. 2. Membiasakan untuk menggunakan bahasa fushah dalam berbicara dan menulis. 3. Membiasakan ketepatan dalam memberikan harakah dan sukun pada tiap huruf. 4. Melafalkan setiap huruf dengan tepat. 5. Memperkaya kemampuan dalam pelafalan. 6. Menunjukkan cara penulisan yang benar dan indah. 7. Menumbuhkan rasa kebahasaan. Menurut criteria di atas maka pembelajaran bahasa Arab secara umum dapat dikatakan sebagai sarana untuk melatih dan membiasakan siswa untuk menggunakan bahasa Arab secara tepat dan benar, baik dalam bahasa lisan maupun tulis, yang dilanjutkan dengan pemupukan rasa keindahan dalam berbahasa dan berkomunikasi. D. Materi Pembelajaran Bahasa Arab. Menurut Al-Hasyimi Abid Taufiq (1983;14) bahwa materi pembalajaran

17 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 124 bahasa Arab secara umum dapat dikategorikan menjadi enam macam : 1. Qira'ah: yaitu sebuah materi kebahasaan yang titik tekannya pada kemampuan siswa untuk membaca teks-teks yang tertulis. 2. Kajian sastra: yaitu materi kebahasaan yang titik tekannya pada aspek keindahan berbahasa dan rasa kebahasaan. 3. Kaidah bahasa (Nahwu): yaitu materi kebahasaan yang titik tekannya pada aspek gramatikal dan susunan kalimat 4. Insya': yaitu materi kebahasaan yang titik tekannya pada kemampuan siswa untuk menulis dan mengungkapkan apa yang ada di dalam pikiran ke dalam bahasa tulis. 5. Imla': yaitu materi kebahasaan yang titik tekannya pada kemampuan siswa dalam menulis kata dan kalimat secara tepat dan benar. 6. Khath: yaitu materi kebahasaan yang titik tekannya pada kemampuan siswa untuk menulis bagus dan indah. E. Efektivitas Pembelajaran Bahasa Arab Efektivitas adalah sebagai tingkat keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan. (Robbin, 1995: 49) Efektivitas juga dapat dikatakan ukuran keberhasilan pencapai suatu tujuan, atau apa yang dicapai dibandingkan dengan apa yang direncanakan. (Santono, 1999: 27) Efektivitas adalah apabila suatu kegiatan dapat diselesaikan. pembelajaran yang efektif adalah belajar yang bermanfaat dan bertujuan bagi peserta didik melalui prosedur yang tepat (Miarso: 2004, 636). Pengertian ini mengandung 2 indikator, yaitu pertama, terjadinya proses belajar pada peserta didik, kedua, apa yang dilakukan oleh tenaga pendidik. Oleh karena itu, rencana yang telah ditetapkan tenaga pendidik dan terbukti peserta didik akan dijadikan fokus dalam usaha meningkatkan efektivitas pembelajaran bahasa Arab. Adapun ciri-ciri pembelajaran yang efektif diantaranya: pertama, peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkunganya melalui observasi, perbandingan, penemuan kesamaan dan perbedaaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan yang ditemukan, ketiga, guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pembelajaran; keempat, aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pengkajian,; kelima, guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada peserta didik dalam menganalisis informasi; keenam, orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir. Ketujuh, guru menggunakan teknik yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya pembelajaran tenaga pendidik.(warsita: 2008, 289). F. Bentuk-Bentuk Keterampilan Berbahasa. Menurut Nashir Abdullah Al- Ghali (1991: 51) dalam bukunya "Ususu I'dadi Al-Kutub At-Ta'limiyah Lighairi An-Nathiqina bi Al-Arabiyah" menjalaskan bahwa yang dimaksud dengan ketrampilan (kemahiran) adalah kecepatan, kedetilan dan kebagusan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan. Jika ada seseorang memiliki kecepatan, kedetilan dan kebagusan dalam berbicara dengan lafal yang fasih, susunan kalimat yang bagus, memperhatikan setiap titik dan koma, mengungkapkannya dengan suara yang pas dan sebagainya, maka pada saat itu kita katakan bahwa dia mahir dalam berbicara. Dengan demikian yang dimaksud dengan kemahiran atau ketrampilan berbahasa adalah kecepatan, kedetilan dan kebagusan seseorang dalam berbahasa. G. Peranan Pembelajaran Bahasa Arab Bahasa Arab juga memiliki peran yang sama bila dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya. Di samping sebagai bahasa komunikasi, di perguruan tinggi Islam, bahasa Arab juga memiliki peran dan fungsi lain yang bisa kita klasifikasikan dalam beberapa poin berikut: 1). Bahasa Arab Sebagai Bahasa komunikasi, salah satu fungsi utama bahasa Arab dalam kehidupan manusia sehari-hari adalah sebagai alat komunikasi bagi penggunanya, khususnya orangorang Arab dan orang-orang Islam di seluruh penjuru dunia yang

18 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 125 memahaminya. 2). Bahasa Arab Sebagai Bahasa Literatur, fungsi dan peran bahasa Arab lainnya dewasa ini yang sangat kelihatan nyata buktinya secara fisik adalah bahasa Arab sebagai bahasa literatur. Sangat banyak sekali buku-buku keagamaan yang ditulis dengan bahasa Arab. Bahkan bisa dikatakan bahwa teksteks asli buku keagamaan di masa lampau dan masa kini adalah tertulis dengan bahasa Arab, karena sumber asli ilmuilmu keagamaan berasal dari Arab yang kemudian ditransfer atau diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa dunia lainnya, baik yang bersifat local, nasional maupun internasional. Sebagai bahasa literatur, di Perguruan Tinggi Islam, bahasa Arab sudah tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang aneh. Bahkan untuk materi-materi keagamaan tertentu, seperti tafsir, hadits, dan fikih, bahasa Arab telah menjadi sebuah keniscayaan. 3). Bahasa Arab Sebagai Bahasa Pengantar,di samping sebagai bahasa literatur, bahasa Arab di lingkungan perguruan tinggi Islam, juga digunakan sebagai bahasa pengantar perkuliahan.. Bahkan di beberapa perguruan tinggi Islam, mengharuskan belajar bahasa Arab dulu sebelum memasuki perkuliahan, supaya mereka benar-benar siap menerima materi perkuliahan yang disampaikan dengan bahasa Arab. 4). Bahasa Arab Sebagai Bahasa Ilmiah, fungsi lain bahasa Arab di perguruan tinggi Islam adalah sebagai bahasa ilmiah. Telah banyak universitas dan perguruan tinggi Islam di dunia, yang mewajibkan kepada mahasiswanya untuk menulis skripsi, tesis maupun disertasi dengan bahasa Arab. Ini berarti bahwa bahasa Arab telah menjadi salah satu bahasa ilmiah di perguruan tinggi agama. F. Metode Pembelajaran Bahasa Arab Dalam pembelajaran bahasa Arab, terdapat lima metode klasik yang hingga kini masih eksis dipergunakan di berbagai lembaga pendidikan formal tentu saja dengan modifikasi, inovasi dan perkembangan masing-masing. Kelima metode tersebut adalah: 1). Metode Gramatika Tarjamah (Thariah al-qawa id wa al-tarjamah) 2). Metode Langsung (al- Thariqah al-mubasyarah) 3). Metode Membaca (al-thariqah al-qira ah) 4). Metode Audiolingual (al-thariqah alsam iyyah al-syafahiyyah) 5). Metode Eklektik (al-thariqah al-intiqaiyyah). (Radliyah. 2005: 37-43) H. Kondisi Pembelajaran Menurut Reigeluth dan Stein kondisi pembelajaran sebagai salah satu variabel pembelajaran terdiri atas tiga sub-komponen, yaitu: (1) tujuan dan karakteristik bidang studi, (2) kendala dan karakteristik bidang studi, dan (4) karakteristik siswa. Ketiga komponen tersebut mempunyai hubungan interaktif yang saling mempengaruhi( Reigeluth, C.M. & Stein, F.S.1983 :19). Tujuan pembelajaran pada hakekatnya mengacu pada hasil pembelajaran yang diinginkan. Tujuan pengajaran terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum merupakan pernyataan umum mengenai hasil pembelajaran yang diinginkan. Sedang tujuan khusus merupakan pernyataan khusus mengenai hasil pembelajaran yang diinginkan. Karakteristik bidang studi merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada bidang studi. Karakteristik bidang studi terdiri atas struktur bidang studi dan tipe isi bidang studi. Struktur bidang studi mengacu pada hubungan-hubungan di antara bagian-bagian bidang studi itu. Sedang tipe isi bidang studi merupakan konstruk bidang studi yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan prosedur (Degeng, 1988:61). Kendala pembelajaran merupakan keterbatasan sumber-sumber belajar, seperti waktu, media, personalia, dan uang. Kendala ini harus menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan strategi penyampaian pembelajaran. Karakteristik siswa (mahasiswa) merupakan aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa. Aspek ini berupa bakat, motivasi belajar, atau kemampuan awal yang telah dimiliki. Pada bagian ini akan menitikberatkan pada uraian mengenai kemampuan awal mahasiswa. Ini dilakukan karena kemampuan awal amat penting peranannya dalam meningkatkan kebermaknaan

19 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 126 pembelajaran, yang selanjutnya membawa dampak dalam memudahkan prosesproses internal yang berlangsung dalam diri mahasiswa ketika belajar. Kondisi pembelajaran dalam aplikasinya tidak terlepas dari setting pembelajaran. Ia akan terkait dengan berbagai karakteristik obyek dan subyek pembelajaran. Demikian juga kondisi pembelajaran dalam Bahasa Arab, akan selalu terkait dengan kelebihan dan keunikan Bahasa Arab tersebut. Kelebihan dan keunikan Bahasa Arab tersebut antara lain: (1) memiliki kekayaan istilah-istilah yang baku dalam epistemologi Islam yang sampai sekarang belum tergantikan dengan istilah lain yang memadai, (2) autentisitas keilmuan, dimana dengan metode transkripsi dari guru kepada siswa dan dari generasi ke generasi, kualifikasi sanad dapat terjaga secara ketat, (3) memiliki dokumentasi pemikiran dan penalaran para cendekiawan muslim dalam menghadapi dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur an maupun As-Sunnah dan cara mereka mengambil solusi masalah fiqhiyah yang pantas diteladani, dan (4) sebagai pembawa mata rantai keilmuan Islam dari satu masa ke masa lainnya, sehingga terjadi kesinambungan budaya dan keutuhan wawasan (Hasan, M.T, 1987:104). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedang instrumen, sesuai dengan sifat penelitian kualitatif, maka instrumen pokok dari penelitian ini adalah peneliti sendiri dibantu dengan alat kamera, tape recorder, pedoman wawancara, dan alat-alat lain yang diperlukan secara insidentil. Disamping itu, peneliti juga akan dibantu oleh beberapa orang pemandu (guider) dan pekerja lapangan (field worker) sesuai dengan permasalahan yang ada di lapangan. Untuk memeriksa keabsahan dan kebenaran data, maka dilakukan dengan a) observasi terus menerus, b) menguji secara triangulasi, c) mencari kasus yang bertentangan, d) melibatkan informan untuk me-review, e) mendiskusikan data dengan ahli IAIN f) memeriksa kembali catatan lapangan, dan g) mencocokkan data pada obyek penelitian (Moleong, 1990: 175). PEMBAHASAN 1. Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab di IAIN STS Jambi Di dorong oleh keinginan mewujudkan Ulama Yang Intelek Professional dan Intelek Professional Yang Ulama, IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, berupaya memadukan penguasaan ilmu pengetahuan modern dengan ilmu-ilmu agama. IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi menilai bahwa pengembangan Bahasa Arab di IAIN sangat strategis dan sifatnya mendesak karena banyak kalangan yang merasa prihatin dengan kondisi riil perguruan tinggi Islam di Indonesia, termasuk para menteri dan mantan menteri agama. Tujuan umum program khusus perkuliahan Bahasa Arab adalah membangun kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Arab yang selanjutnya dijadikan sebagai alat untuk melakukan kajian keislaman. Melalui pembelajaran Bahasa Arab secara intensif dan kreatif ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan kajian terhadap literature yang berbahasa Arab secara mandiri, sehingga harapan agar mahasiswa mengembangkan keilmuan lebih lanjut dapat terwujud. Dapat diungkapkan bahwa tujuan umum perkuliahan Bahasa Arab di IAIN Saifuddin Jambi adalah memberikan empat kemahiran berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis secara sederhana. Tujuan secara khusus adalah a). Mahasiswa mampu mengenalkan diri dan orang lain secara sederhana. b). Mahasiswa mampu melafalkan dan membuat pola kalimat yang terdapat unsur kata benda. c). Mahasiswa mampu melafalkan dan membuat pola kalimat yang terdapat unsur kata kerja. d). Mahasiswa menguasai secara sederhana empat kemahiran berbahasa Arab yaitu istima, kalam, Qira ah dan Kitabah. (dokumentasi IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Tahun 2013) Berdasarkan observasi dan wawancara dengan dosen yang mengampu mata kuliah bahasa Arab, tujuan dari pembelajaran bahasa Arab yang diinginkan sulit untuk tercapai dengan baik karena pada saat proses perkuliahan sebagian besar mahasiswa

20 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 127 khususnya jurusan tadris, Ekonomi Islam, belum pernah belajar bahasa Arab dan tidak dapat menulis huruf hijaiyah dengan baik serta tidak memiliki kosa kata bahasa Arab. Ini menjadi penyebab tujuan perkuliahan bahasa tidak dapat tercapai dengan baik. 2. Karakteristik Mata Kuliah Bahasa Arab di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Mata kuliah bahasa Arab termasuk mata kuliah institut dan mata kuliah wajib di semua fakultas dan jurusan. Baik itu fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, fakultas Syari ah, fakultas Ushuluddin maupun fakultas Adab, dan setiap mahasiswa wajib mengambil mata kuliah bahasa Arab sebagai prasyarat perkuliahan. 1). Materi Perkuliahan Bahasa Arab, Materi perkuliah Bahasa Arab untuk semester satu dan pada semester enam (mata kuliah TOAFL) disusun oleh Tim Ahli dari setiap fakultas. Mata kuliah bahasa Arab pada tahap pertama di perkenalkan kata benda sepert muannas dan muzakar, kata tempat, kata ganti orang, kata sifat, kata superlatif, warna dan bentuk benda. Dan pada tahap kedua dikenalkan dengan kata kerja yang meliputi kata kerja masa lampau (Fi il Madhi) kata kerja masa sekarang (Fi il Mudhori ) dan kata kerja perintah (Fi il Amar). (dokumentasi IAIN STS Jambi, tahun 2013) Berdasarkan observasi dan wawancara dengan dosen mata kuliah bahasa Arab yaitu M.Qadri, Siti Khodijah, Maria Ulfa, Badaruddin, Ismail Fachri menyatakan: materi-materi tersebut terlalu padat untuk diajarkan dengan 14 kali tatap muka di luar Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. karena latar belakang pendidikan dari SMA, SMK, MAN dan MAS maka kemampuan mahasiswa juga sangat kurang dibandingkan mereka yang dari pesantren. 2). Pengelolaan Mata Kuliah Bahasa Arab secara independen, pengelolaan Bahasa Arab dibedakan dengan mata kuliah-mata kuliah yang lain karena dalam belajar bahasa diperlukan kontinuitas dan evaluasi yang terus menerus, baik terhadap peserta pembelajaran maupun terhadap dosen. Sehingga untuk upaya memudahkan tercapainya semua tujuan pembelajaran itu maka perkuliahan bahasa Arab dikelola secara khusus oleh setiap fakultas yang ada di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Terutama roster perkuliahan bahasa Arab. Menurut dosen bahasa Arab Musli, Rasidin, Badaruddin, Nurlaily : sebenarnya mata kuliah bahasa Arab mulai tahun 1999 sampai sekarang akan di kelola oleh Lembaga Pusat Studi Bahasa, yaitu Arab dan Inggris, baik dari segi dosen maupun materi perkuliahan, namun tidak dapat terealisasi sampai sekarang masih di kelola oleh fakultas masing-masing. (Wawancara, tanggal 14,15 dan 16 Agustus 2013) ketika hal ini dikonfirmasi ke ketua lembaga pusat bahasa, membenarkan hal tersebut. Karena keterbatasan dana dan tenaga dan kurangnya koordinasi dengan para dosen bahasa dan pihak jurusan maka ide tersebut tidak dapat dilaksanakan. (wawancara, Mahyuzar Rahman, tanggal 20 Agustus 2013) 3). Kemahiran Berbahasa, dalam pembelajaran Bahasa Arab menekankan empat ketrampilan berbahasa sebagai berikut:ketrampilan mendengar (maharatul istima ), Ketrampilan berbicara( maharatul kalam ), Ketrampilan membaca (muthala ah) Ketrampilan kitabah (kitabah insya iyah). Dalam tujuan pembelajaran bahasa Arab yang disusun oleh pihak IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi cukup jelas bahwa mahasiswa diharapkan menguasai secara sederhana empat kemahiran berbahasa Arab yaitu istima, kalam, Qira ah dan Kitabah. 3. Kendala Pembelajaran Bahasa Arab di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi 1). Waktu Perkuliahan, pembelajaran Bahasa Arab dilaksanakan sesuai dengan roster perkuliahan yang telah ditetapkan oleh setiap fakultas. Dengan waktu sesuai dengan jumlah sks dari mata kuliah bahasa Arab 2 SKS dan waktu yang disediakan adalah 100 menit, dengan waktu 100 menit tersebut idealnya mahasiswa cepat menyerap materi yang diberikan oleh dosen, juga cukup waktu untuk latihan-latihan berbahasa. Berdasarkan observasi dan wawancara, bahwa kejenuhan mahasiswa dalam belajar bahasa Arab diantara penyebabnya adalah keterbatasan waktu dengan komposisi materi cukup padat dan waktu perkuliahan bahasa Arab lebih banyak dilaksanakan pada siang hari, pada jam-jam kurang efektif untuk belajar bahasa Arab. 2). Lingkungan berbahasa, lingkungan bahasa tidak terbentuk secara maksimal di kampus IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, termasuk juga di jurusan Pendidikan Bahasa

21 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 128 Arab dan Jurusan Sastra Arab. Lingkunga bahasa yang ada di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi yaitu di Ma had al Aly karena semua mahasiswa baru wajib masuk asrama selama 2 semester untuk ditempatkan dalam satu lingkungan yang mudah terkontrol, namun karena keterbatasan tempat maka tidak semua mahasiswa baru dapat ditempatkan di asrama, penempatan mahasiswa sebagai mahasantri di ma had al Ali ditentukan berdasarkan hasil seleksi yang dilakukan oleh Ma had al Aly. Berdasar hasil pengamatan bahwa lingkungan al- Arabiyah yang telah dibentuk belum berjalan sesuai visi dan misi Ma had al Aly. 3). Kurangnya sarana pembelajaran Bahasa Arab, faktor pendukung dalam keberhasilan proses pembelajaran bahasa Arab salah satunya media pembelajaran karena fungsi media pembelajaran adalah untuk membangkitkan rasa senang dan gembira serta konsentrasi kepada pelajaran. Media pembelajaran bahasa Arab antara lain berupa laboratorium bahasa, parabola, dan alat-alat permainan bahasa. Jumlah sarana yang ada sangat tidak seimbang dengan jumlah mahasiswa perkuliahan bahasa Arab. Jika dilihat dari jumlah mahasiswa baru angkatan 2013 sebanyak mahasiswa, sedangkan laboratorium bahasa yang dimiliki IAIN STS Jambi hanya 1 laboratorium bahasa. Ini tentu jauh dari rasio jumlah mahasiswa yang ada. (Observasi dan dokumentasi IAIN STS Jambi 2013) Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola laboratorium bahasa dan para dosen yang pernah menngunakan laboratorium mengatakan bahwa kondisi laboratorium cukup baik namun dari segi peralatan tidak dapat difungsikan dengan baik seperti komputer tidak dapat dipakai karena aliran listrik tidak memadai jika semua komputer dihidupkan. Dan ada beberapa headphone tidak dapat digunakan karena rusak. (wawancara. 15 September 2013). Parabola dan alat-alat permainan bahasa memang tidak ada baik itu di jurusan Pendidikan bahasa Arab maupun di jurusan Sastra Arab. Perkuliahan bahasa arab lebih banyak verbal dan latihan. 4). Jumlah mahasiswa, pada tahun 2013 IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi menerima mahasiswa baru sebanyak 1250 mahasiswa kontribusi yang paling besar pada fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, peminat terbesar untuk jurusan adalah jurusan Tadris- Matematika, jumlah mahasiswa pada setiap kelas terlalu banyak. Rata-rata jumlah setiap kelas 30 sampai 35 orang. Dan jumlah ini hampir berlaku disemua fakultas yang ada di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi kecuali fakulta ushuluddin. Dan Jumlah itu terlalu banyak untuk perkuliahan bahasa. ( Dokumentasi dan Observasi, 1 Agustus 2013) 5). Kejenuhan Mahasiswa dalam belajar bahasa Arab, kejenuhan mahasiswa dalam belajar bahasa Arab karena mahasiswa belum memahami bahasa dengan baik. Berdasarkan pengamatan peneliti terlihat memang mahasiswa yang mampu dan termotivasi belajar berbahasa Arab adalah mahasiswa yang mempunyai basic pondok pesantren. mahasiswa IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagian besarnya memang bukan tamatan pondok pesantren, rata-rata mereka tamatan Madrasah Aliyah dan sekolah umum, maka secara umum mereka menjadi jenuh untuk belajar bahasa Arab sedangkan mahasiswa yang mempunyai kemampuan dalam berbahasa memilih jurusan pendidikan bahasa Arab pada fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Jurusan Sastra Arab pada Fakultas Adab. 6). Tidak adanya follow up pembelajaran Bahasa Arab, perkuliahan bahasa Arab hanya dilaksanakan satu semester yaitu pada semester satu, setelah itu apa yang telah mereka pelajari nyaris tidak digunakan. Lebihlebih untuk mereka yang berada di Jurusan Tadris. Padahal bahasa adalah sebagai alat komunikasi jika tidak pernah digunakan maka seseorang tidak akan menguasainya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Arab tidak akan bisa dipahami jika diajarkan satu semester tanpa dilakukan follow up. 4. Karakteristik Mahasiswa peserta Pembelajaran Bahasa Arab di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi a). Perbedaan Latar belakang Pendidikan Mahasiswa, mahasiswa yang memiliki kemampuan berbahasa Arab yang berbedabeda. Ada yang berasal dari pesantren dengan jenjang pendidikan Madrasah Aliyah Diniyyah mereka telah memiliki bekal kemampuan bahasa Arab yang baik, ada juga yang berasal dari Madrasah Aliyah Keagamaan, tetapi ada juga yang memiliki kemampuan bahasa Arab yang lemah, bahkan ada yang sama sekali

22 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 129 belum pernah belajar bahasa Arab sebelumnya, karena mereka berasal dari SMU atau SMK dan sejenisnya. b). Kurang motivasi mahasiswa dalam belajar bahasa Arab, kurangnya Motivasi mahasiswa dalam belajar bahasa Arab, terutama mahasiswa yang di jurusan-jurusan umum. Mereka masuk IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi dengan tujuan ingin mendalami keilmuan sesuai dengan jurusan yang dipilih, sehingga perkuliahan bahasa Arab bagi mereka hanyalah mata kuliah sampingan, yang tidak begitu penting bagi mereka. Terdapat beberapa mahasiswa yang sebenarnya masuk IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi atas keinginan orang tuanya saja, jadi tidak karena kehendaknya sendiri, sehingga ketika memperoleh perkuliahan Bahasa Arab, motivasi belajar mereka rendah. Mahasiswamahasiswa seperti ini, meskipun tidak banyak, sangat mudah menular dan mempengaruhi mahasiswa-mahasiswa yang lain. KESIMPULAN Tujuan umum perkuliahan Bahasa Arab di IAIN STS Jambi adalah membangun kemampuan mahasiswa dalam berbahasa Arab, baik istima, kalam, qira ah maupun kitabah. Karakteristik Mata Kuliah Bahasa Arab di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi adalah materi perkuliahan Bahasa Arab, pengelolaan Bahasa Arab dikelola secara independen dan Kemahiran berbahasa. Kendala Pembelajaran Bahasa Arab di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi adalah: Waktu perkuliahan kurang efektif, Lingkungan berbahasa, Kurangnya sarana pembelajaran Bahasa Arab dan Jumlah mahasiswa pada setiap kelas terlalu banyak, kejenuhan mahasiswa belajar bahasa Arab serta tidak adanya follow up dari pembelajaran Bahasa Arab. Karakteristik mahasiswa adalah perbedaan latar belakang pendidikan mahasiswa dan kurang motivasi dalam belajar Bahasa Arab. PUSTAKA AECT Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Ali, N Strategi Penyampaian Pembelajaran Bahasa Arab di Pesantren, Studi Kasus di PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP. Abdullah, Abdul Hamid Ususu I'dad Al- Kutub At-Ta'limiyah Lighairi Nathiqina bi Al-Arabiyah, Riyad: Darul Ghali. Degeng, I.N.S Ilmu Pengajaran, Taksonomi Variabel. Jakarta: P2LPTK. Dhofier, Z Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Glaser, B.G. & Strauss, A.M The Discovery of Grounded Theory, Strategis for Qualitative Research. New York: Aldine Publishing Company. Hasan, M.T Islam Dalam Perspektif Sosial Budaya. Jakarta: Galasa Nusantara. Moleong, L.J Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Radliyah, dkk 2005 Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab. Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group. Robbin, P. Stephen Organisasai: Struktur Desain dan Aplikasi. Terjemahan Yusuf Udaya Jakarta: Arcan. Santono, Prawira Suryadi Kebijakan Kinerja Karyawan Yogyakarta: BPFE. Seels, B. Barbara & Richey C. Rita Instructional Technology: The Definition and Domains of The Field. Washington, DC: AECT. Miarso, Yusuf Hadi Menyemai Benih Pendidkan. Jakarta: Prenada Media. Warsita, Bambang.2008 Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

23 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 130 The Relationship Between Morphological Awareness And Vocabulary Knowledge Of EFL Learners Of Islamic University Of Lamongan Chothibul Umam 1 ) and Mohammad Faizal Mubarok 2 ) 1 ) Faculty of Teacher Training, Islamic University of Lamongan, chothib_umam@yahoo.co.id 2) Faculty of Teacher Training, Islamic University of Lamongan, mubarok.faizal@yahoo.com Abstract The present study examines the relationship between morphological awareness and English vocabulary mastery of EFL learners of UNISLA. The participants are 46 fifth semester students of UNISLA who had taken English Morphology subject. To determine the relationship between morphological awareness and their vocabulary knowledge, it is necessary to first measure these two variables in the study. Two types of tests are used: the Morphological Awareness Test and the Vocabulary Knowledge Test. Then, correlational analysis is done to test the scores on the two tests. The result of Morphological Awareness test shows that, among 46 students, 19 students have low morphological awareness, 26 students have fair morphological awareness, and 1 student has high morphological awareness. The vocabulary knowledge test results show that the highest vocabulary level the student can reach is 6900 word families, the lowest is 2300 word families and the voabulary knowledge of the average students is estimated to be 4052 word families. The correlation between students morphological awareness and their vocabulary knowledge was in two tailed level of significant. Seeing the result of statistical computation of correlation between them and considering the interpretation table of significance, is in the interval 0,200-0,400, it means that the variables have low positive correlation. Keywords: Morphological awareness, vocabulary knowledge, word family Introduction Vocabulary, a set of words that is the basis for making and understanding sentences (Miller, 1991), is a key part of any language-teaching program. Vocabulary plays an important role and is central to English language teaching because without sufficient vocabulary students cannot understand others or express their own ideas. It is one of the essential and fundamental components of communication. Without some knowledge of that vocabulary, neither language production nor language comprehension would be possible (Anglin, 1993: 2). Wilkins (1972: ) wrote that while without grammar very little can be conveyed, without vocabulary nothingcan be conveyed. Lewis (1993: 89) went further to argue that lexis is the core or heart of language. The research literature in vocabulary learning in a second language (L2) or foreign language (FL) has revealed the importance of knowing a sufficient number of words to be able to function in the language (Zimmerman, 2005: 52-60). There have been many studies about the significance of vocabulary in language learning. For example, Walker, Greenwood, Hart and Carta (1994) stated that early vocabulary knowledge has been shown to be a strong predictor of school progress in the first language (L1). They found that vocabulary knowledge was particularly important in reading

24 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 131 achievement. In addition, Tschirner (2004) states that vocabulary size has been identified as one of the most important indicators of L2 reading proficiency and of academic language skills in general. He discusses the relationship between the extent of ESL students English vocabulary and other background information such as length of time spent in English language-speaking countries, number of English books read per year, learning strategies, etc. In other studies, the size of students vocabulary has also been found to closely correlate with L2 writing ability (Laufer and Nation, 1995; Laufer, 1998; Zimmerman, 2005). Furthermore, Duin and Graves (1987) found that if students are given a related set of words (through an intensive vocabulary instruction as a prewriting technique) before they write an essay in which the words might be used, the quality of their writing improves. Vocabulary provides the enabling knowledge, which is required to be successful in other areas of language proficiency (Laufer and Nation, 1999). Considering the importance of vocabulary, then methods for learning vocabulary are an important part of language learning. Nation (2001) proposed four general goals that are important in a language classroom. These learning goals concern on: Language, which includes vocabulary; Ideas, which covers content and subject matter as well as cultural knowledge; Skills; and finally Text or discourse. In learning a language, specifically for vocabulary goals, there are three aspects to be looked at: the number of words in the language, the number of words known by the native speakers, and the number of words needed by a learner to use the language productively. Anglin (1993)proposed three approaches in the research literature to the development of vocabularyknowledge. The first approach is direct instruction of vocabulary in school (McKeown, Beck, Omalson, and Pople, 1985). The second is learning words and their meanings from context, especially during readingactivities (Miller, 1991; Nagy and Anderson, 1984). In addition, Zimmerman(2005) emphasizes that the primary method for acquiring new vocabulary(breadth) and deepen understanding for existing vocabulary(depth)is throughextensive reading. Furthermore, Krashen, (1985, 1989, as cited in Morin,2003) believes that reading is the most efficient way to learn vocabularynaturally. And the third is by applying morphological knowledge to infer the meanings of words (Nagy andanderson, 1984; Wysocki and Jenkins, 1987). The third approach is the focus of this study. Although only a handful of studies have examined the role of morphological awareness in L2 vocabulary development, the findings suggest that various aspects of morphological awareness may be particularly useful for vocabulary building. For example, Wysocki and Jenkins (1987) found that students were able to learn new words by generalizing from those sharing a root morpheme. Pica (1988, in Morin, 2003: 107) also states the importance of the study of interlanguage morphology and the belief that "morpheme analysis can provide important insights into the sequences, processes, and input relevant to second language acquisition" (Morin, 2003: 107). Related to the link between morphological awareness and vocabulary mastery, there have only been a limited number of studies done on languages such as Finnish, Spanish and Hebrew. Therefore, more research is needed to provide a stronger empirical basis for our understanding of the issue. Motivated by earlier studies, this research investigates the importance of morphological awareness in learning and teaching English vocabulary in Indonesian university. The present study examines the relationship

25 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 132 between English vocabulary mastery and morphological awareness of EFL learners of Islamic University of Lamongan. Vocabulary Learning Learning strategies can play an important role in development because theyencourage the learner s active involvement in the learning process. Vocabularyinstruction is most effective when students are positively and actively involved in theirlearning and they are allowed to use their own strategies to learn the vocabulary (Longand Rule, 2004). Therefore, investigating instructional approaches to the use ofmorpheme or root word families in teaching vocabulary could develop the students vocabulary better when vocabulary was taughtthrough concrete representations or traditional class instruction methods. The use of morphological knowledge as a potential strategy for vocabularylearning was the focus of the following studies. Anglin (1993) found that the studentscould analyze the morphological structure of complex words which they have notactually learned before to figure out the meanings. Morin (2003) proposed the strategy ofusing morphological knowledge to infer word meanings, and with it, the need to developmorphological awareness in the L2. She characterizes morphological awareness as theability to reflect on and manipulate morphemes and word formation rules in a language. Similarly, Chang et al. (2005) define morphological awareness as theawareness of and access to the meaning and structure of morphemes (the smallest unitsof meaning in a language) in relation to words. Morphology and Morpheme English morphology involves knowledge of both inflectional and derivationalprocesses, and each makes a distinctive contribution to language learning and use.fromkin, Blair and Collins (1999) define inflectional morphology as changes in the formof a word according to its grammatical function, for example, talk becomes talked toindicate activity in the past time. On the other hand, derivational morphology concernschanges of a word to give additional meaning to the original word (e.g. sufficientbecomes insufficient) and may be in a different grammatical class from the underivedword as well (e.g. beauty, a noun, becomes beautiful, an adjective). The term morpheme refers to the smallest, visible unit of semantic content or grammatical function of which words are made up (Katamba, 1993). Morphemes can be divided into four general classes: free, bound, derivational, and inflectional morphemes. Free morphemes are those which can stand alone in words such as dog, cat, and house. Bound morphemes must be attached to other morphemes to make sense, such as un-, dis-, and ex-. Derivational morphemes create new words by changing the part of speech or the meaning, e.g. legal/illegal. Inflectional morphemes add a grammatical element to the word without changing its meaning or part of speech, e.g. book/books. In English, the same morpheme, -s, can be both inflectional and derivational. For example, the s in the word organizers is both inflectional and derivational; it changes the verb into a noun and indicates plural form. Morphological Awareness as a Vocabulary Learning Strategy Morphological awareness refers to the awareness of and access to the meaning and structure of morphemes that are part of or related to the word. It includes knowledge of derivational morphology such as prefixes (e.g., the un- in undisciplined to indicate the antonym of the original, disciplined), suffixes (e.g., the ion in graduation changes the part of

26 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 133 speech of the base word graduate is a verb whereas graduation is a noun), and compounding (e.g., cowboy to create new word combining the two root morphemes: cow and boy). On the other hand, knowledge of inflectional morphology focuses primarily on indicating grammatical changes in words (e.g., the s in dogs to indicate the plural form of the base or the -ed in acted to refer to the action in the past time). Kuo and Anderson (2006) argue that morphological awareness in L1 English becomes an increasingly important predictor of reading ability, as children grow older because this awareness contributes to the decoding of morphologically complex words and it is therefore assumed to contribute to the development of reading comprehension. They also suggested that morphological awareness is intertwined with other aspects of metalinguistic awareness and linguistic competence, especially phonological awareness, syntactic awareness, and vocabulary knowledge. Schiff and Calif (2007) compared previous studies that investigated the relationship between phonology and reading, and morphology and reading. They found that the relationship between phonology and reading development in English (as an L1) is well-documented (Nagy and Anderson, 1998), but the parallel relationship between morphological awareness and reading skill has been less studied (Singson, Mahony, andmann, 2000). Even fewer studies have dealt with vocabulary learning and morphology or morphological awareness, but the small corpus of existing research suggests a strong link between morphological awareness and vocabulary learning. Prince (2007) reports a study done by Nonie Lesaux, a profesor of education at Harvard University, that shows that a learner who understands how words are formed, by combining prefixes, suffixes, and roots, tends to have larger vocabularies and better reading comprehension. The main concern for this present study is to relate morphological knowledge to vocabulary learning in the L2. They conclude that an awareness of morphology should benefit the development of children's vocabulary. Thus, for L1 learners, knowledge of English morphology makes a significant contribution to the vocabulary size and other language skills. This present study is then aimed to investigate if such knowledge makes a significant contribution to English vocabulary learning for EFL students in Indonesia. Research Method The primary goal of this study is to investigate whether morphological awareness can be related to the vocabulary size of EFL Indonesian university students. First, a measure of English morphological awareness for these learners is obtained. Then the English vocabulary size of the English department students of UNISLA is measured. Finally, the link between morphological awareness and vocabulary size is assessed, with possible implications for morphological awareness as a predictor of vocabulary learning. The participants are 46 fifth semester students of UNISLA who had taken English Morphology subject. Two kinds of test are used as the instrument in this research ; the Morphological Awareness Test and the Vocabulary Size Test. Morphological awareness test required the test-takers to choose the base word of 50 morphologically complex words. In this test, the participants were asked to identify the simpler word that is morphologically related to each of the complex words. By itself, the score of the test would represent the student s basic knowledge of general

27 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 134 derivational word-formation processes (or morphology skill). Meanwhile, the students vocabulary mastery is tested by using the simplified version of Vocabulary Size Test which was created by Nation and Beglar (2007) based on the British National Corpus (BNC). It consists of 14 levels of 1,000 words, with the first level consisting of the most frequent word families and the 14th level consisting of the least frequent. The simplified version of the test used in this study contains 80 multiple-choice items, 10 at each 1,000-word family level. Because there are ten items at each 1,000 word level, each item in the test represents the knowledge of that level of vocabulary. If a test-taker got every item on the test correct, then it is assumed that that person knows the most frequent 8,000 word families of English. A student s score needs to be multiplied by 100 in order to estimate total vocabulary size out of 8,000 word families. For example, if a student s score on this test was 43 out of 80, his vocabulary knowledge is 4,300 word-families (43 x 100), which means he is in the fourth 1,000-word-family level. In this test, each word appears in the context of a sentence. Students choose the correct definition from four choices. To know the relationship between morphological awareness and vocabulary mastey of EFL learners at UNISLA, Pearson product-moment formula in the software of SPSS 20 was applied. Afterward, the researcher uses coefficient correlationas an index to measure the relation. Results The data about the students morphological awareness is obtained from morpheme identification test that consists of 50 multiple choice questions. From the test, it is concluded that 19 or 41,3% of the whole students have low morphological awareness, 26 students or 56,5% among 46 students have fair morphological awareness, and there is only 1 student who has high morphological awareness. From the vocabulary knowledge test, it can be summarized that the highest vocabulary level the student can reach is 6900 word families. Then, the lowest vocabulary level the student has is 2300 word families. Meanwhile, the voabulary knowledge of the average students is estimated to be 4052 word families. Using Nation s (2012) framework on word family level, the data shows that 8,7% students among 46 students reach 2nd 1000 word families, 52,2% of the studenst reached 3rd 1000 word families, 21,7% of the students reached 4th word families, 2,2% reached 5th 1000 word families, and 15,2% of the students reached 6th 1000 word families. Table 1. The level of vocabulary knowledge of English Department students of UNISLA based on Nation s (2012) framework. Level Number of Students Category 1st (0%) High frequency words 2nd (8,7%) 3rd (52,2%) 4th (21,7%) 5th (2,2%) 6th (15,2%) 7th (0%) 8th (0%) Mid frequency words

28 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 135 From the scores of two tets, the researcher then draws the descriptive statistics to get the mean and standard deviation of both test. The following are the table of the descriptive statistics result. Table 2. The descriptive statistics of morphological awareness and vocabulary test Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N Morphology Vocabulary The table shows that the mean score of morphological awareness is and the std. deviation is Meanwhile, the mean score of vocabulary test is and the std. deviation is Then, to know the correlation between students vocabulary knowledge and their morphological awareness, the researcher uses SPSS 20 to calculate the correlation. The result is as shown in the following table. Table 3. The Correlation between students morphological awareness and their vocabulary knowledge Morphology Vocabulary Morphology Pearson Correlation Sig. (2-tailed).130 N Vocabulary Pearson Correlation Sig. (2-tailed).130 N The correlation table above explains that the correlation between students morphological awareness and their vocabulary knowledge was in two tailed level of significant. While, the value of Sig. 0,000 < 0,005 which shows that H0 was rejected (there is correlation). Seeing the result of statistical computation of correlation between them and considering the interpretation table of significance, is in the interval 0,200-0,400, it means that the variables have low correlation. Discussion The findings demonstrate that thestudents overall morphological awareness seems somewhat unsatisfactory. It is because the number of the students who have low morphological awareness is relatively great in quantity, i.e. 19 or 41,3% of the whole students. The score of these students are under 60. The score of the students who have fair morphological awareness shows the greatest in quantity. And there is only 1 student who has high morphological awareness. These percentages show that the overall morphological awareness of the

29 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 136 students was relatively limited. The score of this finding is considered low if it is compared to the finding of Mc- BrideChange et al. (2005: 428). They found that morphological awareness were good predictorsof vocabulary knowledge. This highlights the students limited abilities toreflect and manipulate the morphological structure of words. Inability to recognize the morphological structure of complex words suggests thatthere is an urgent need for morphological awareness intervention and explicit teachingof morphological units. For one thing, it is likely that morphological awareness leadsto better learning outcomes as it is related to various language skills such as, spelling(bear, Invernizzi, Tempelton Templeton, & Johnston, 2008), vocabulary growth, andreading comprehension (Fowler & Liberman, 1995; Qian, 2002). Moreover, it hasbeen demonstrated that learners are able to use their morphological knowledge toarrive at the meaning of complex words (Gordon, 1989; Carlisle, 2000; Carlisle andstone, 2003; Wysocki and Jenkins, 1987). Then, the Vocabulary knowledge test was used to measure the participants vocabulary mastery after studying the English language for two years at the college level. The test score revealed that the participants vocabulary mastery was over 4,000 word-families. In other studies that used this test, the results revealed that undergraduate non-native speakers studying at an English-speaking university have a vocabulary of 5,000-6,000 wordfamilies. Similarly, competent non-native speaking doctoral students have around a vocabulary of 9,000 word-families (Nation & Beglar, 2007). This means that a certain size of vocabulary has to be known to the. learners before the students can approach a text comfortably. Furthermore, in order to comprehend a text, readers should be familiar with 98% of the words in the text at any level (Hu & Nation, 2000). Considering that the vocabulary mastery of competent undergraduate nonnative speakers studying at an Englishspeaking university is in the range of 5,000-6,000 word-families, the low vocabulary size of the participants in the current study (around 4,000 word families) requires rapid intervention. Therefore, the teachers or lecturers should do everything they can to enlarge the vocabulary size of the students. Since they encounter more academic and specialized texts, a large vocabulary size is essential for their academic success. Good vocabulary size is critical for understanding and interpreting written texts. Students in this study are supposed to read different texts in the foreign language as a part of their translation program. Thus, increasing their vocabulary size should be a top priority. According to Nation (1997), 2000 word families cover 90% of the text of the novel for teenagers, which means that the students who master 2000 word families will find 1 unknown word in every 10 words in the novel. The 2000 words plus proper nouns cover 93,7% text in the novel which means that the students with the mastery of these words will find 1 unknown word in every 16 words. Students with 2600 words will find 1 unknown word in every 25 words because these words cover 96% of words used in teenagers novel. And those who master 5000 words will find 1 unknown word in every 67 words in teenagers noovel. These words cover 98,5% of words used in the novel. The following table shows this description

30 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 137 Table 4. Vocabulary size and text coverage in novels for teenagers Vocabulary size % Coverage Density of unknown words 2000 words proper nouns 2600 words 5000 words 90% 93.7% 96% 98.5% 1 in every 10 1 in every 16 1 in every 25 1 in every 67 Another opinion is proposed by Francis & Kucera (1982). The test takers of this vocabulary knowledge test will face a great difficulty if they are asked to read American present day text. Table 5. Vocabulary size, Coverage, and Density of Difficulty in reading American Present Day text (Francis & Kucera, 1982) Vocabulary size % coverage Density of unknown words % 1 word in every 4 words ,70% 1 word in every 5 words % 1 word in every 6 words ,80% 1 word in every 8 words ,70% 1 word in every 9 words ,90% 1 word in every 10 words ,80% 1 word in every 45 words A thousand word families cover 72% of American present day text which means that the students who master these words will find 1 unknown word in every 4 words word families cover 79,70% of the same texts and the density of unknown word is 1 in every 5 words. The students with 3000 to 6000 word families will find 1 unknown word in every 6 to 10 ten words used in American day text. It is needed word families to cover 97,80% of the words which means that the students who master the vocabulary in this level will just find 1 unknown word in every 45 words used in American present day text. Liu Na and Nation (1985) has shown that this ratio of unknown to known words is not sufficient to allow reasonably successful guessing of the meaning of the unknown words. At least 95% coverage is needed for that (guessing). The importance of measuring vocabulary size is a preliminary step in identifying the amount of vocabulary needed to perform basic tasks at the university level, such as reading a novel, reading newspapers, watching movies, and listening to friendly conversations. Some studies have suggested that the vocabulary size needed for EFL learners to carry on such receptive tasks is a vocabulary size of 8,000 wordfamilies (Nation& Beglar, 2007). The study conducted by McBride- Chang et al. (2005) showed that morphological awareness was significantly correlated with word identification, word attack, and vocabulary scores among kindergartners and second graders. Itwas expected that performance on vocabulary knowledge, as assessed by the vocabulary test, wouldcorrelate positively with the performance on morphological awareness. However, the correlation between students morphological awareness and their vocabulary knowledge was in two tailed level of significant. Seeing the result of statistical computation of

31 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 138 correlation between them and considering the interpretation table of significance, is in the interval 0,200-0,400, it means that the variables have low positive correlation. Pedagogical Implication Vocabulary growth is especially important for English language learners (ELLs). Limited vocabulary size is a serious problem for these students. Students with deficits in their vocabulary are less able to comprehend texts, succeed academically, and communicate with speakers of the target language. The data obtained from the testing instruments indicates that the vocabulary size of the students in this study and their morphological awareness level are relatively low. Teachers of English as a foreign language should focus more on expanding the vocabulary size of their students. Teachers should give vocabulary a high profile in the syllabus and in the classroom so that students can see its importance and understand that learning a language involves more than just its grammar. Also, teachers should discover what learning strategies work best for their students to learn vocabulary. Teachers should introduce different learning strategies to their students. Students should be explicitly taught word-learning strategies to deepen their knowledge of how to decode an unknown word and choose the appropriate meaning in any given context. Since learning the entire lexicon of a language is impossible, having the right strategies can be useful. However, these strategies must be adapted to the strengths and needs of ELLs. Conclusion The conclusions here are made based on the focus of the study. They consist of the students morphological awareness, the students vocabulary mastery, and the correlation between the students morphological awareness and their vocabulary mastery. First, after calculating the students score of morphological awareness test, then it can be concluded that 19 or 41,3% of the whole students have low morphological awareness, 26 students or 56,5% among 46 students have fair morphological awareness, and there is only 1 student who has high morphological awareness. Second, from the vocabulary knowledge test, it can be summarized that the highest vocabulary level the student can reach is 6900 word families. Then, the lowest vocabulary level the student has is 2300 word families. Meanwhile, the voabulary knowledge of the average students is estimated to be 4052 word families. Using Nation s framework on word family level, the data shows that 8,7% students among 46 students reach 2nd 1000 word families, 52,2% of the studenst reached 3rd 1000 word families, 21,7% of the students reached 4th word families, 2,2% reached 5th 1000 word families, and 15,2% of the students reached 6th 1000 word families. Third, the correlation between students morphological awareness and their vocabulary knowledge was in two tailed level of significant. While, the value of Sig. 0,000 < 0,005 which shows that H0 was rejected (there is correlation). Seeing the result of statistical computation of correlation between them and considering the interpretation table of significance, is in the interval 0,200-0,400, it means that the variables have low correlation. To sum up, the results of the present study supported that the students overall morphological awareness and vocabulary knowledge were limited. References Anglin, J. M. (1993). Vocabulary development: A morphological analysis. Monographs of the Society

32 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 139 for Research in Child Development, 58 (10), Serial #238. Bear, D.R., Invernizzi, M., Tempelton, S., and Johnston, F. (2008). Words TheirWay:Word Study for phonics, vocabulary, and spelling instruction (4 th edition). Upper Saddler River, NJ: Pearson Prentice Hall. Carlisle, J. F. (2000). Awareness of the structure and meaning of morphologically complexwords: Impact on reading. Reading and Writing: An Interdisciplinary Journal, 12, Carlisle, J. F & Stone, C. A. (2003). The effect of morphological structure onchildren s reading derived words in English. In E. M. Assink, & D.Sandra. (Eds). (2003). Reading complex words: cross- language studies(27-52). New York: Kluwer Academic/ Plenum Publishers. Chang, C. M., Wagner, R. K., Muse, A., W.-Y., B., & Chow, H. S. (2005). The role of morphological awareness in children s vocabulary acquisition in English. AppliedPsycholinguistics, 26, Duin, A. H., & Graves, M. F. (1987). Intensive vocabulary instruction as a prewritingtechnique. Reading Research Quarterly, 22(3), Fowler, A. E., & Liberman, I. Y. (1995). The role of phonology and orthography inmorphological awareness. In L. B. Feldman (Ed.) Morphological aspects of languageprocessing (pp ). Hillsdale, NJ: Erlbaum. Francis, W. N. and H. Kucera (1982). Frequency Analysis of English Usage: Lexicon and Grammar. Boston: Houghton Mifflin. Fromkin, V., Blair, D., & Collins, P. (1999). An Introduction to Language (4th Ed.).Sydney: Harcourt Australia. Gordon, P. (1989). Levels of affixation in the acquisition of English morphology.journal of Memory and Language, 28, Hu, M. & Nation, I.S.P. (2000). Unknown vocabulary density and reading comprehension. Reading in a Foreign Language 13 (1), Katamba, F. (1993). Morphology: Modern linguistics. New York, NY: Palgrave Macmillan. Kuo, L.-j., & Anderson, R. C. (2006). Morphological awareness and learning to read: A cross-language perspective. Educational Psychologist, 41(3), Laufer, B., and Nation, P. (1995). Vocabulary size and use: lexical richness in L2written production. Applied Linguistics, 16 (3), Laufer, B., & Nation, P. (1999). A vocabulary-size test of controlled productive ability.language Testing, 16, Laufer, B. (1998). The development of passive and active vocabulary in a secondlanguage: same or different? Applied Linguistics, 19(2), Lewis, Michael. (1993). The Lexical Approach: The State of ELT and a Way Forward. Hove, England: Language Teaching Publications. Liu Na and I.S.P. Nation Factors affecting guessing vocabulary in context. RELC Journal 16, 1: Long, D., & Rule, A. C. (2004). Learning vocabulary through morpheme word family object boxes. Journal of Authentic Learning, 1, Mc-Bride-Chang, C., Wagner, R. K., Muse, A., Chow, B. W, & Shu, H. (2005). The role of morphological awareness in children s vocabulary acquisition in English. Applied Psycholinguistics, 26(3), McKeown, M. G., Beck, I. L., Omason, R. C., & Pople, M. T. (1985). Some effects of the nature and frequency of vocabulary instruction on the

33 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 140 knowledge and use of words. Reading Research Quarterly, 2 (5), Miller, G. A. (1991). The Science of Words. New York: Scientific American Library. Morin, R. (2003). Derivational morphological analysis as a strategy for vocabulary acquisition in Spanish. The Modern Language Journal, 87, Nagy, W. E., & Anderson, R. C. (1984). How many words are there in printed school English? Reading Research Quarterly, 19(3), Nation, I. S. P., & Waring, R. (1997). Vocabulary size, text coverage, and word lists. In N. Schmitt and M. McCarthy (Eds.), Vocabulary: Description, acquisition and pedagogy (pp. 6 19). Cambridge: Cambridge University Press. Nation,, I. S. P. (2012) Vocabulari Size Test Information and specificatio. Retrieved 27 August 2013 from taff/paul-nation-pubsdate Nation, I. S. P. (2001). Learning vocabulary in another language. Cambridge; New York: Cambridge University Press. Nation, P. & Beglar, D. (2007) A vocabulary size test. The Language Teacher 31(7), Prince, R. E. C. (2007). Morphological analysis: New light on a vital reading skill [Electronic Version]. Retrieved 14 May 2007 from aching/tc html. Qian, D. D. (2002). Investigating the relationship between vocabulary knowledge andacademic reading performance: an assessment perspective. Languagelearning, 52 (3), Schiff, R., & Calif, S. (2007). Role of phonological and morphological awareness in L2 oral word reading. Language Learning, 57(2), Singson, M., Mahony, D., & Mann, V. (2000). Reading ability and sensitivity to morphological relations. Reading and Writing, Volume 12(3), Tschirner, E. (2004). Breadth of vocabulary and advanced English study: An empirical investigation. Electronic Journal of Foreign Language Teaching, 1 (1), Walker, D., Greenwood, C., Hart, B., & Carta, J. (1994). Prediction of school outcomesbased on early language production and socioeconomic factors. ChildDevelopment, Children and Poverty 65(2),

34 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 141 Formalisasi UMKM ke dalam Sistem Perpajakan dan Dampaknya Terhadap Inklusi Finansial di Indonesia M.Yaskun *) *) Program Studi Ekonomi Manajemen Universitas Islam Lamongan Abstrak Sebuah fenomena di dunia institusi keuangan yang bertujuan untuk menggandeng semua lapisan masyarakat di suatu negara untuk ikut serta dalam sektor keuangan dan diyakini dapat mengurangi kesenjangan sosial. Femonena tersebut disebut dengan inklusi finansial (financial inclusion), bahkan Indonesia merupakan salah satu negara yang mencoba menerapkan program ini. Dengan salah satu program yang dijalankan oleh sektor swasta dan sektor perbankan yakni branchless banking, merupakan sebuah langkah awal akan adanya realisasi program tersebut. Namun, pada kenyataanya inklusi finansial belum berjalan secara maksimal di Indonesia yang dibuktikan dengan masih meningkatnya kesenjangan sosial di masyarakat. Penelitian ini akan bersifat sebagai bahan yang membangun terhadap regulasi pemerintah (regulator s advice) dimana penulis memberikan solusi mengenai formalisasi UMKM ke dalam sistem perpajakan, yaitu program yang dijalankan oleh pihak swasta khususnya UMKM yang memformalkan dirinya menjadi Wajib Pajak. Program ini diyakini akan membawa beberapa dampak positif terhadap perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan sektor finansial di Indonesia saat ini digambarkan oleh dua paradoks (twin paradoxes) yang masih timpang keterkaitannya. Paradoks yang pertama adalah kemajuan Indonesia sebagai pemimpin dalam sektor microfinance selama dua puluh lima tahun berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat yang mengalami kesulitan untuk mengakses sektor keuangan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka koefisien Gini yang menjadi indikator kesenjangan ekonomi mencapai poin 0.41 pada Padahal, pada faktanya pertumbuhan perekonomian Indonesia secara umum dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding negara berkembang (emerging country) lainnya. Indonesia mengalami pertumbuhan ratarata 6%, menduduki peringkat ketiga setelah Republik Rakyat China dan India. Paradoks yang kedua adalah kondisi usaha mikro, kecil dan menegah mengalami kesulitan modal dan kredit macet, sedangkan kondisi sektor perbankan Indonesia khususnya bank-bank komersial memiliki kas yang cukup, dapat memberikan kredit dan profitable. Kedua kondisi ini menjadi pertanyaan yang harus diselesaikan oleh pakarpakar ekonomi guna mendukung terwujudnya financial inclusion di Indonesia. Financial inclusion merupakan strategi yang dikembangkan oleh beberapa negara untuk meningkatkan partisipasi seluruh lapisan, baik pemerintah maupun swasta dalam sektor keuangan guna mempermudah masyarakat untuk menggunakan jasa keuangan. Di Indonesia, strategi ini bertujuan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengentasan kemiskinan, distribusi pendapatan dan stabilitas keuangan dengan sistem yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh pihak. Salah satu program yang dikembangkan oleh pemerintah melalui sektor perbankan dalam mensukseskan terwujudnya financial inclusion di Indonesia adalah branchless banking. Branchless banking merupakan program inovasi di bidang saluran distribusi dimana jasa keuangan yang diberikan kepada masyarakat tidak melalui kantor cabang resmi, namun diberikan melalui penggunaan teknologi seperti operator jaringan telekomunikasi, dan beberapa instansi pemerintahan seperti PT Pos Indonesia. Program branchless banking memberikan keuntungan bagi bank, yaitu meminimalisasi biaya operasional dan alokasi sumber daya manusia. Di sisi lain, program ini juga memberikan keuntungan bagi pihak swasta yang menjadi partner pelaksana program branchless banking seperti perusahaan penyedia jasa telekomunikasi, mengingat tingginya jumlah pengguna telepon genggam di Indonesia. Kerjasama antar institusi juga sangat penting dalam perwujudan financial inclusion, khususnya kerjasama pihak swasta yang memiliki programprogram inovasi lainnya dan BUMN ataupun pemerintah sebagai regulator serta penyedia infrastruktur ke seluruh pelosok negeri. 1.2 Tujuan Penulisan Kertas kerja ini dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu:

35 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a Mengetahui strategi-strategi dan tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh sektor swasta dalam mendukung terwujudnya financial inclusion di Indonesia. 2. Mengetahui pengaruh terbesar dari sektor perbankan (bank led) atau sektor teknologi (technological led) yang dapat mendorong operasional branchless banking beserta kelebihan, kekurangan dan pengaruhnya di segala aspek, terutama regulasi. II. PEMBAHASAN MASALAH 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mendominasi sektor swasta di Indonesia Kementrian Negara Koperasi dan UKM mendefinisikan UMKM sebagai berikut: Usaha mikro adalah sebuah kegiatan ekonomi yang dimiliki oleh perorangan atau usaha perorangan dengan aktiva bersih sebesar Rp 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan, dengan tingkat penjualan tidak kurang dari Rp 300juta. Usaha kecil adalah sebuah kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh perorangan atau bisnis independen, bukan sebuah cabang, anak perusahaan atau bagian dari bisnis entitas lain yang secara langsung maupun tidak langsung dimiliki atau dikontrol oleh perusahaan menengah atau besar dengan aktiva bersih antara Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan. Serta memiliki penjualan lebih besar dari Rp 300 juta sampai dengan Rp 2.5 miliar. Usaha menengah adalah sebuah kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh perorangan atau bisnis independen, bukan sebuah cabang, anak perusahaan, atau bagian dari bisnis entitas lain yang secara langsung maupun tidak langsung dimiliki atau dikontrol oleh perusahaan kecil atau besar. Dengan aktiva besar antara Rp 500 juta sampai 10 miliar, tidak termasuk dengan tanah dan bangunan dan penjualan mencapai lebih dari Rp 2.5 miliar sampai 50 miliar. Dari pengertian di atas, jumlah dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Grafik 2.1 menunjukan perbandingan antara bisnis unit UMKM dengan unit perusahaan besar, dimana meningkatnya jumlah UMKM dalam beberapa tahun terakhir dari tahun 2005 sampai 2010 yang terhitung sebanyak 99 persen dari unit bisnis di Indonesia. UMKM juga menyumbang lebih dari 50 persen dari PDB indonesia yang ditunjukan pada Grafik 2.2. Grafik 2.1. Bisnis unit di Indonesia di dominasi oleh UMKM(UMKM: sumbu disebelah kanan, dalam jutaan) Sumber: StatistikdariKementriankoperasidanUMKM

36 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 143 Grafik 2.2 UMKM memberikan kontribusi lebih dari 50% dari total PDB (di sebelah kiri)(sisi kiri dalam persen, kanan dari miliar rupiah) Sementara itu, penyerapan tenaga kerja UMKM terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja, diikuti bervariasi antara satu sektor ekonomi dengan sektor yang lain dan juga bergantung terhadap ukuran perusahaan. Untuk bisnismikro, sektor pertanian termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan adalah penyumbang terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja diikuti oleh sector perdagangan, hotel dan restoran. Untuk bisnis kecil, sektor manufaktur merupakan penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja diikuti oleh sector perdagangan, hotel dan restoran. Untuk bisnis menengah, sektor manufakturjuga menjadi penyumbang angka oleh sektor pertanian dan konstruksi di tempat kedua dan ketiga secara berurutan. Secara keseluruhan, sektor ekonomi seperti pertanian;perdagangan, hotel dan restoran; manufaktur; dan konstruksi mendominasi penyerapan tenaga kerja UMKM. Di sisi lain, semakin besar ukuran suatu bisnis, justru akan menurunkan ketergantungannya terhadap sektor pertanian. Dan, semakin kecil ukuran perusahaan, kendala akses pendanaan dari sektor perbankan pun pada umumnya akan cenderung meningkat.

37 J u r n a l I l m u S o s i a l d a n H u m a n i o r a 144 Grafik 2.3 Penyerapan tenaga kerja UMKM bervariasi dan bergantung dari jenissektorekonomi danukuran perusahaan(2010, Usaha mikro pada sumbu sisi kiri, dalam ribuan orang) Sumber: StatistikdariKementriankoperasidan UKM Bahkan saat ini, jumlah nilai investasi UMKM hampir setengah dari total investasi bisnis swasta di Indonesia. Namun, pertumbuhan dari investasi perusahaan besar sedikit lebih besar daripada investasi di UMKM. Grafik 2.4 menunjukkan persen dari investasi bisnis swasta yang berasal dari UMKM, sementara persen berasal dari investasi perusahaan besar. Kontribusi UMKM terhadap total investasi swasta pada dasarnya bersumber dari bisnis menengah dengan menyumbangkan persen dari nilai investasiumkm. Dalam hal pertumbuhan investasi, UMKM rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 10 persen dari tahun 2009 ke 2010, sedangkan perusahaan besar tumbuh sebesar 15 persen tahun Diantara UMKM, tingkat pertumbuhan terbesar adalah berasal daribisnis mikro yang mencapai persen, diikuti oleh bisnis kecil dan menengah 9.5 persen dan 9.78 persen secara berurutan. Potensi pertumbuhan investasi dari sektor mikro menunjukkan angka terbesar, namun justru masalah kendala akses pendanaan cenderung berada di sektor mikro.

PENGARUH MEREK DAGANG DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK SHAMPO MASYARAKAT DESA PAYAMAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN ABSTRAK

PENGARUH MEREK DAGANG DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK SHAMPO MASYARAKAT DESA PAYAMAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN ABSTRAK PENGARUH MEREK DAGANG DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK SHAMPO MASYARAKAT DESA PAYAMAN KECAMATAN MADURAN KABUPATEN LAMONGAN Ratna Handayati*, Nur Auwaliyah **) * Dosen Program Studi Manajemen

Lebih terperinci

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HUKUM HIBAH WASIAT TERHADAP ANAK ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Enik Isnaini *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRACT It s natural for a parent to be wanting a child. However, in reality

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur )

KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) KAJIAN TERHADAP HAK MEWARIS ANAK ANGKAT DIDASARKAN HIBAH WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA. ( Studi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur ) Usulan Penelitian Untuk Tesis S2 Program Studi Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata

BAB IV. PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata BAB IV PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KUHPerdata A. Kewarisan dalam KUHPerdata Dalam KUHPerdata Hukum kewarisan diatur dalam Buku II KUHPerdata. Jumlah pasal yang mengatur hukum waris sebanyak

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan

BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG. A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata. Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan 46 BAB III HAK WARIS ANAK SUMBANG A. Kedudukan Anak Menurut KUH Perdata Sebelum penulis membahas waris anak sumbang dalam KUH Perdata, penulis akan membagi status anak ke dalam beberapa golongan yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata

BAB V. KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata BAB V KOMPARASI PEMBAGIAN WARIS DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF KHI, CLD KHI DAN KUHPerdata Dalam pembahasan bab ini merupakan ulasan mengenai titik singgung antara pembagian kewarisan dalam KHI, CLD KHI dan

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata

BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1. A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata BAB III KEWARISAN ANAK DALAM KANDUNGAN MENURUT KUH PERDATA 1 A. Hak Waris Anak dalam Kandungan menurut KUH Perdata Anak dalam kandungan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) memiliki

Lebih terperinci

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS

BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS BAB I TENJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. PENGERTIAN HUKUM WARIS Pengertian waris timbul karena adanya peristiwa kematian. Peristiwa kematian ini, terjadi pada seseorang anggota keluarga, misalnya ayah,

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris

Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Perjanjian dan Waris Pembicara : 1. Betric Banjarnahor (2012) : 2. Dian Prawiro Napitupulu (2013) Pemateri : 1. Tioneni Sigiro (2014). 2. Waristo Ritonga (2014) Moderator

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017. TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 TINJAUAN HUKUM MENGENAI PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh: Pratini Salamba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggolongan pembagian harta warisan

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia selain sebagai individu juga sebagai makhluk sosial, dimana dalam memenuhi kebutuhannya manusia tetap bergantung pada orang lain walaupun sampai saat ia akan

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau beberapa orang lain. Intinya adalah peraturan yang mengatur akibat-akibat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Waris Hukum waris menurut para sarjana pada pokoknya adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW)

PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) PEMBAGIAN HAK WARIS KEPADA AHLI WARIS AB INTESTATO DAN TESTAMENTAIR MENURUT HUKUM PERDATA BARAT (BW) Oleh : Indah Sari, SH, M.Si 1 (Indah.alrif@gmail.com) ----------------------------------- Abstrak: Hukum

Lebih terperinci

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA 25 BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA AB INTESTATO BILA DI TINJAU DARI HUKUM PERDATA A. Hukum Waris di Indonesia Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW

TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW 15 TINJAUAN TENTANG BAGIAN AHLI WARIS YANG MENOLAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA BW Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan Abstract Based on the constitution, basically everyone has

Lebih terperinci

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya. Menurut

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh: Regynald Pudihang 2

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015. KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh: Regynald Pudihang 2 KEDUDUKAN HUKUM HAK WARIS ANAK ANGKAT MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh: Regynald Pudihang 2 ABSTRAK Pengangkatan anak (adopsi) bukan merupakan hal yang baru di Indonesia karena hal ini

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI

BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI BAB III ANALISA TERHADAP AHLI WARIS PENGGANTI (PLAATSVERVULLING) PASAL 841 KUH PERDATA DENGAN 185 KHI A. Kedudukan Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Pasal 841 KUH Perdata Dengan Pasal 185 KHI Hukum

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA

NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA NASKAH PUBLIKASI PEMBAGIAN WARISAN BERDASARKAN WASIAT BAGI ANAK ANGKAT DITINJAU DALAM HUKUM PERDATA Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat-Syarat guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari

BAB I PENDAHULUAN. suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Warisan dapat diartikan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, ketika seorang anggota dari masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN

HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN HAK ANAK ANGKAT TERHADAP PEMBAGIAN WARISAN Oleh : Putu Novita Darmayanti I Made Dedy Priyanto Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The presence of a child can be the glue husband-wife

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT A. Dasar Hukum Wasiat Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016 KEDUDUKAN ANAK AKIBAT BATALNYA PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN DARAH MENURUT HUKUM POSITIF 1 Oleh: Afrince A. Fure 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) : Studi Kasus di Kantor Notaris dan PPAT Eko Budi Prasetyo, SH di Kecamatan Baki Sukoharjo Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN. hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris. 20 BAB II STATUS HUKUM HARTA WARIS YANG DIPEROLEH BERDASAR PADA WASIAT / TESTAMEN A. Perolehan Harta Waris Menurut BW Pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh Ahmad Royani Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan Abstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG BAB I MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN (Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM MEMBUAT DUA SURAT WASIAT PADA DUA NOTARIS YANG BERBEDA

AKIBAT HUKUM MEMBUAT DUA SURAT WASIAT PADA DUA NOTARIS YANG BERBEDA AKIBAT HUKUM MEMBUAT DUA SURAT WASIAT PADA DUA NOTARIS YANG BERBEDA Oleh : I Gede Angga Permana I Ketut Sudantra Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT This writing entitled

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA NO PERBEDAAN BW/KUHPerdata Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1 Arti Hukum Perkawinan suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan.

BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA. yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. BAB III WASIAT PENGANGKATAN AHLI WARIS (ERSFTELLING) DALAM KUHPERDATA A. Sekilas KUHPerdata Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI

KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI KEDUDUKAN ANAK ANGKAT DALAM PEWARISAN MENURUT HUKUM ADAT BALI ( Studi di Kecamatan Karambitan Kabupaten Tabanan ) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA

HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA HUKUM WARIS ISLAM DAN PERMASALAHANNYA Dalam peradilan atau dalam hukum Indonesia juga terdapat hukum waris adat. Selama ini, khususnya sebelum munculnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN

KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN KEBIJAKAN SANKSI PIDANA TERHADAP ORANG TUA YANG TIDAK MELAKSANAKAN PENETAPAN UANG NAFKAH ANAK OLEH PENGADILAN PASCA PERCERAIAN Oleh : Sumaidi ABSTRAK Negara Indonesia mengatur secara khusus segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017. KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 KEDUDUKAN AHLI WARIS DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Daniel Angkow 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan ahli waris menurut KUH

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membangun rumah tangga adalah hakikat suci yang ingin dicapai oleh setiap pasangan. Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan impian yang selalu berusaha diwujudkan.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI

BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI BAB III PEMBAGIAN WARISAN DAN WASIAT DALAM PERSPEKTIF CLD KHI A. Kewarisan dalam CLD KHI Dalam CLD KHI hukum kewarisan diatur pada buku II yang terdiri dari 42 pasal yaitu mulai Pasal 1 sampai dengan Pasal

Lebih terperinci

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA

HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA HAK MEWARIS ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM PERDATA Oleh : Ni Wayan Manik Prayustini I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Adopted

Lebih terperinci

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) BUKU KESATU ORANG BAB I MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN (Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci