BAB 3 GAMBARAN UMUM JALUR PRIORITAS DAN SISTEM NATIONAL SINGLE WINDOW (NSW)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 GAMBARAN UMUM JALUR PRIORITAS DAN SISTEM NATIONAL SINGLE WINDOW (NSW)"

Transkripsi

1 46 BAB 3 GAMBARAN UMUM JALUR PRIORITAS DAN SISTEM NATIONAL SINGLE WINDOW (NSW) 3.1 Gambaran Umum Jalur Prioritas Pemerintah melalui instansi kepabeanan berupaya melakukan berbagai perbaikan, guna mewujudkan pelayanan kepabeanan yang berkualitas. Salah satu upaya DJBC, sebagai instansi kepabeanan, dalam meningkatkan pelayanan kepabeanan adalah dengan menyediakan fasilitas Jalur Prioritas. Jalur Prioritas adalah fasilitas dalam mekanisme pelayanan kepabeanan di bidang impor yang diberikan kepada importir yang mempunyai reputasi sangat baik dan memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk mendapatkan pelayanan khusus, sehingga penyelesaian importasinya dapat dilakukan dengan lebih sederhana dan cepat. Fasilitas ini merupakan wujud kebijakan fair treatment kepada importir berdasarkan kepada tingkat kepatuhannya terhadap peraturan yang ada (Yulianto, 2005, p.78) Persyaratan Fasilitas Jalur Prioritas Jalur Prioritas diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Keputusan 07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor yang kemudian diperbaharui menjadi ketentuan tersendiri dalam Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No.11/BC/2005 tentang Jalur Prioritas. Peraturan tersebut kemudian diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. P-06/PB/2006 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. 11/BC/2005 tentang Jalur Prioritas. Berselang dua tahun kemudian, pemerintah kembali mengamandemen peraturan mengenai Jalur Prioritas dengan menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. P- 24/BC/2007 tentang Mitra Utama.

2 47 Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. P- 24/BC/2007, importir yang ingin mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu harus dapat berhubungan dengan sistem jaringan elektronik DJBC, mempunyai pola bisnis yang jelas, memiliki sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin keakuratan data yang disajikan, memiliki jejak rekam keakuratan pemberitahuan pabean dan atau cukai yang baik, telah diaudit oleh kantor akuntan publik yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut mendapat opini wajar tanpa pengecualian untuk 2 (dua) tahun terakhir dan selalu dapat memenuhi ketentuan perijinan dan persyaratan impor maupun ekspor dari instansi terkait. Selain persyaratan tersebut, importir yang ingin mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas juga harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor dimana kegiatan impornya paling banyak dilakukan. Dalam proses pengajuan permohonan, ada beberapa dokumen yang wajib dilengkapi importir untuk dilampirkan, antara lain: 1. Laporan keuangan untuk periode 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik; 2. Standart operating procedure (SOP) pembelian dan pembayaran impor dan atau penjualan dan penerimaan kas ekspor; 3. Standart operating procedure (SOP) pembuatan, pembayaran, dan penyerahan (transfer) PIB yang selama ini dimiliki dan dijalankan oleh perusahaan; 4. Surat pernyataan dan keterangan lain yang dapat memberikan gambaran positif mengenai perusahaan; 5. Dalam hal perusahaan menggunakan PPJK, menyerahkan daftar nama PPJK yang diberi kuasa dan identitas modul PPJK yang diberi kuasa Hak dan Kewajiban Jalur Prioritas Importir yang telah mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas (Importir Jalur Prioritas atau IJP) akan mendapatkan beberapa kemudahan dalam pemenuhan kewajiban kepabeanannya. Kemudahan-kemudahan yang didapatkan, antara lain berupa tidak dilakukannya penelitian dokumen dan atau pemeriksaan fisik atas barang sebagaimana dilakukan terhadap jalur merah dan hijau (kecuali terhadap

3 48 barang impor sementara, barang re-impor, barang yang terkena Nota Hasil Intelijen dan komoditi resiko tinggi), pemeriksaan barang dapat dilakukan di gudang importir tanpa pengajuan surat permohonan, tidak perlu menyerahkan hardcopy PIB (dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan dokumen dan fisik barang), mendapatkan akses pelayanan client management framework melalui Client Coordinator (CC) dan update data registrasi satu atap (Widjaya, 2007, p.55). Dengan demikian, IJP memiliki keunggulan dari importir-importir jalur lainnya terutama karena secara umum intervensi terhadap proses customs clearance-nya sangat kecil sehingga arus lalu lintas barang impornya menjadi lebih cepat dibandingkan dengan jalur lainnya. Di lain pihak, IJP juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhinya. Salah satu kewajiban IJP adalah menyampaikan pemberitahuan kepabeanan secara elektronik. Selain itu, IJP juga memiliki kewajiban untuk tidak memberikan dan atau meminjamkan modul importir kepada pihak lain, melaporkan kehilangan dan atau penyalahgunaan modul importir pada kesempatan pertama dan memberitahukan nama-nama PPJK yang diberi kuasa kepada kantor (bila menggunakan jasa PPJK) dan menyampaikan nama pegawai perusahaan yang ditunjuk untuk berhubungan dengan CC Mekanisme Pengawasan dan Prosedur Impor Jalur Prioritas Dalam rangka melakukan pengawasan terhadap kepatuhan IJP dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka terhadap IJP dilakukan pengawasan dengan cara pengawasan proaktif, mekanisme Nota Hasil Intelijen (NHI), audit kepabeanan dan audit cukai. IJP memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan impornya setiap 6 bulan sekali kepada kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai. Langkah pengawasan ini dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan fasilitas ini oleh importir yang tidak mendapatkan fasilitas Jalur Prioritas dengan menggunakan data IJP dalam kegiatan importasinya. Dengan adanya pelaporan dari pihak IJP setiap semesternya, BC dapat melakukan rekonsiliasi atas data impor yang dilaporkan importir dan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dalam hal

4 49 terdapat perbedaan antara laporan yang disampaikan oleh IJP dengan data yang ada pada BC. Kegiatan pengawasan IJP melalui mekanisme audit kepabeanan dilakukan secara berkala. Audit kepabeanan pertama dilakukan pada bulan keenam sejak ditetapkannya importir sebagai IJP. Kegiatan audit selanjutnya akan dilakukan dengan mempertimbangkan manajemen resiko atas IJP tersebut dengan berdasarkan pada hasil audit yang pertama. Dengan adanya audit ini maka akan diketahui jumlah transaksi impor yang dilakukan oleh importir, kebenaran penggunaan fasilitas yang diperoleh importir dan track record pemenuhan kewajiban pabeannya. Selain itu, pengawasan juga dilaksanakan melalui mekanisme NHI, dimana IJP sebagai importir yang memiliki keunggulan dalam hal kemudahan penanganan prosedur impor dapat dikenakan NHI jika dianggap melakukan pelanggaran pada pemenuhan kewajiban pabeannya. PIB Importir / PPJK PIB Respon Mandatory Check Komputer Bea Cukai Content Check Client Coordinator B a y a r Bukti Bayar Penetapan Jalur Jalur Prioritas Bank SPPB Pengeluaran Barang GAMBAR 3. 1 KEGIATAN CUSTOMS CLEARANCE JALUR PRIORITAS Sumber: diolah oleh peneliti Seperti yang terlihat pada gambar 3.1, prosedur impor Jalur Prioritas dimulai ketika IJP menyiapkan dan mengisi PIB secara lengkap dan benar dengan menggunakan program aplikasi modul PIB. Apabila importir tidak memanfaatkan

5 50 fasilitas pembayaran berkala, maka importir juga berkewajiban untuk melakukan pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI melalui Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi. Kemudian, IJP mengirimkan data aplikasi modul PIB yang telah lengkap ke inhouse Kantor Bea dan Cukai. Dalam inhouse Kantor Bea dan Cukai, data tersebut akan diteliti (validasi). Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa data PIB lengkap secara pengisian data. Apabila dalam proses validasi terdapat kesalahan atau ketidaklengkapan data PIB, maka Kantor Bea Cukai akan memberikan respon reject yang dikirimkan ke importir melalui media elektronik. Jika hal ini terjadi, maka importir harus melengkapi dan memperbaiki data PIB yang di-reject. Namun, jika dalam proses validasi pada data PIB tidak ada kesalahan maupun kekurangan pengisian, maka proses akan diteruskan dengan proses validasi pembayaran, yaitu dengan meneliti dan mencocokkan data yang ada pada credit advice dan PIB. Apabila proses validasi pembayaran sudah selesai, melainkan langsung diterbitkan SPPB. 3.2 Gambaran Umum Sistem National Single Window (NSW) Sistem National Single Window (NSW) merupakan sistem nasional yang mengintegrasikan seluruh pihak yang berkaitan dengan customs release dan customs cargoes. Secara sederhana, Sistem NSW dapat didefinisikan sebagai suatu sistem layanan publik yang terintegrasi, yang menyediakan fasilitas pengajuan dan pemrosesan informasi standar secara elektronik, guna menyelesaikan semua proses kegiatan dalam penanganan lalu lintas barang ekspor, impor dan transit, untuk meningkatkan daya saing nasional (Penyelenggara Workshop Nasional Perumusan dan Pembahasan SW-System Untuk Indonesia,, 2007, p,4). Untuk lebih memahami Sistem NSW, berikut ini dijelaskan gambaran umum sistem tersebut Latar Belakang Penerapan Sistem NSW Berbagai perubahan lingkungan strategis di tingkat nasional, regional dan global yang ditandai dengan meningkatnya volume dan intensitas perdagangan internasional, serta pesatnya perkembangan di bidang ICT, mendorong negara-negara di dunia secara mandiri maupun bersama-sama untuk

6 51 segera mengambil langkah-langkah serius guna meningkatkan kelancaran arus lalu lintas barang ekspor-impor. Kondisi kinerja ekspor-impor nasional sendiri, saat ini masih dinilai kurang efektif. Lead time penanganan barang impor yang masih relatif lama, adanya high cost economy pada biaya penanganan lalu lintas barang ekspor-impor, validitas dan akurasi data transaksi ekspor-impor yang dinilai belum memadai serta meningkatnya kepentingan nasional untuk mengontrol lalu lintas barang ekspor-impor (terkait berkembangnya isu drug trafficking, dan illegal activity) telah meningkatkan tuntutan masyarakat terhadap kelancaran dan kecepatan layanan arus barang ekspor-impor. Dalam menghadapi berbagai perubahan dan tuntutan perekonomian tersebut, pemerintah melalui berbagai kebijakan berupaya memperbaiki kinerja pelayanan ekspor-impor untuk menggerakkan perekonomian nasional, mengembangkan investasi dan meningkatkan daya saing nasional. Pada tingkat regional ASEAN, salah satu upaya yang akan ditempuh oleh pemerintah Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya adalah melalui penerapan Sistem Single Window (SW). Di tingkat nasional, masing-masing negara berkomitmen untuk membangun Sistem SW dan di tingkat regional secara bersama-sama membangun Sistem ASEAN Single Window (ASW). Pembangunan Sistem NSW (Sistem SW di Indonesia) maupun Sistem ASW dilatarbelakangi oleh adanya kesepakatan para pemimpin negara anggota ASEAN melalui Declaration of ASEAN Concord II pada tahun Kemudian dilanjutkan dengan adanya deklarasi Agreement to Establish and Implement The ASEAN Single Window pada tahun 2005 dan Sebagai tindak lanjut dari deklarasi sebelumnya, pada tanggal 20 November 2007, ASEAN mengadakan kesepakatan melalui Declaration on the ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. Adapun, yang dimaksud dengan Sistem ASW adalah suatu environment dimana Sistem NSW dari negara anggota ASEAN dioperasikan dan diintegrasikan, sehingga mampu meningkatkan kinerja penanganan atas lalu lintas barang, untuk mendorong percepatan proses customs clearance (Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, 2007, p.1).

7 Visi, Misi dan Strategi Penerapan Sistem NSW Visi dari pengembangan dan penerapan Sistem NSW di Indonesia adalah terwujudnya lingkungan National Single Window di Indonesia, yaitu layanan tunggal elektronik untuk memfasilitasi pengajuan informasi standar guna menyelesaikan semua pemenuhan persyaratan dan ketentuan, serta semua kegiatan yang terkait dengan kelancaran arus barang ekspor, impor, dan transit, dalam rangka meningkatkan daya saing nasional (Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, 2007, p.6). Sedangkan misi dari Sistem ini adalah guna mewujudkan suatu sistem layanan publik yang terintegrasi dalam penanganan atas lalu lintas barang ekspor-impor. Adapun strategi yang diterapkan pemerintah dalam pengembangan dan pengoperasionalisasian Sistem NSW, antara lain: 1. Melakukan kolaborasi sistem dari seluruh entitas (Instansi Pemerintah, Institusi lainnya dan Swasta) sebagai upaya percepatan penyelesaian proses ekspor-impor. 2. Menyempurnakan dan melengkapi perangkat hukum yang diperlukan guna mendukung terwujudnya visi Indonesia NSW. 3. Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mendukung tercapainya misi Indonesia (Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, 2007, p.5). 64 NSW Tujuan dan Manfaat Sistem NSW Tujuan utama penerapan Sistem NSW pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua. Pertama, untuk melakukan percepatan atas penyelesaian proses ekspor-impor, serta peningkatan efektifitas dan kinerja penanganan atas lalu lintas barang ekspor-impor. Sedangkan yang kedua terkait dengan upaya meminimalisasi waktu dan biaya yang diperlukan dalam seluruh kegiatan penanganan atas lalu lintas barang ekspor-impor, terutama terkait dengan proses customs release dan clearance of cargoes. Penerapan Sistem NSW diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah maupun bagi masyarakat, khususnya bagi para eksportir, importir, dan PPJK sebagai pengusaha pengguna jasa kepabeanan. Beberapa manfaat yang diharapkan pemerintah dari penerapan Sistem NSW, antara lain:

8 53 1. Memfasilitasi percepatan proses penyelesaian kegiatan customs release dan clearance of cargoes dalam rangka mewujudkan Sistem ASW sebagai instrumen perwujudan ASEAN Economis Community (AEC) 2. Menyediakan sistem pelayanan yang mudah, murah, nyaman, aman, dan memberikan kepastian usaha 3. Menciptakan manajemen resiko yang lebih baik 4. Menghilangkan redundansi dan duplikasi data 5. Meningkatkan validitas dan akuransi data 6. Memudahkan pelaksanaan penegakan hukum oleh aparat pemerintah dalam kaitan dengan kegiatan ekspor-impor 7. Meningkatkan perlindungan atas kepentingan nasional dari ancman yang mungkin timbul karena lalu lintas barang eksporimpor ( National, n.d.). Sedangkan manfaat yang diharapkan bagi masyarakat pengguna jasa, antara lain: 1. Memberikan kepastian biaya dan waktu pelayanan 2. Meningkatkan daya saing 3. Memperluas akses pasar dan sumber-sumber faktor produksi 4. Mengefektifkan dan mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya 5. Mendukung penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam seluruh kegiatan pelayanan ekspor-impor ( National, n.d.) Model Konseptual dan Topologi Sistem NSW Sistem NSW merupakan suatu aplikasi konsep single window di Indonesia. Menurut United Nation (UN), A single window is defined as a facility that allows parties involved in trade and transport to lodge standardized information and documents with a single entry point to fulfill all import, export, and transit related-related regulatory requirements (The United Nations Economic Commission for Europe Recommendation on Establishing a Single Window, n.d.). Dalam Sistem SW, para pelaku bisnis (pengusaha pengguna jasa kepabeanan dan instansi terkait) dimungkinkan untuk melakukan pengiriman dokumen melalui satu gateway-portal yang dapat diakses dari lokasi atau entitas mereka. Hubungan interkoneksi dan arus informasi dalam sistem ini mencakup pola hubungan antara Government to Government (G-to-G), Government to Business (G-to-B), Business to Business (B-to-B), maupun Business to Government (B-to-G) ( National, n.d.).

9 54 Model konseptual dari NSW adalah suatu sistem single window nasional yang bersifat common, neutral, secure and trusted untuk komunitas bisnis, industri dan institusi pemerintahan, sehingga memungkinkan dilakukannya komunikasi, pertukaran data dan penanganan proses dari seluruh kegiatan trading and logistics (Penyelenggara Workshop Nasional Perumusan dan Pembahasan SW-System Untuk Indonesia, n.d., p.5). Model konseptual yang dijadikan bahan rujukan dalam pengembangan Sistem NSW adalah model konseptual Sistem ASW sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ASEAN Economic Community. Dalam model konseptual Sistem ASW tersebut digambarkan mengenai penerapan Sistem NSW di masing-masing negara anggota ASEAN dan pengintegrasian sistem di tingkat regional ASEAN. Secara teknis, model Sistem NSW tercermin dalam topologi Sistem NSW. Topologi Sistem NSW merupakan suatu bentuk topologi sistem yang menggambarkan pola keterkaitan antara seluruh entitas yang akan tergabung ke dalam Sistem NSW, sebagai dasar acuan dalam proses pembangunan, pengembangan dan pengoperasian Sistem NSW di Indonesia (Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, 2007, p.15). Berikut ini merupakan gambaran topologi Sistem NSW:

10 55 GAMBAR 3.2 TOPOLOGI PORTAL NSW Sumber: Diunduh 26 Mei 2008 Portal NSW menggunakan pendekatan single integrated portal, yang mengintegrasikan seluruh proses bisnis dalam kerangka pembangunan Sistem NSW. Portal ini akan menjadi access point bagi semua pihak yang terlibat dalam proses pelayanan kegiatan customs release dan clearance of cargoes. Dengan demikian hanya dibutuhkan satu portal (common portal) untuk melayani seluruh proses pelayanan transaksi dalam kegiatan ekspor-impor. Pemilihan topologi ini dimaksudkan agar pengembangan dan pemeliharaan sistem terpusat pada satu pengelola, sehingga secara teoritis akan memudahkan pelaksanaannya Fungsi dan Fasilitas Portal NSW Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam rangka Indonesia NSW, yang dimaksud dengan Portal NSW adalah sistem yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perijinan, kepelabuhan atau kebandarudaraan, dan sistem lain yang

11 56 terkait dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. sebagai media informasi, komunikasi dan konsultasi terhadap semua hal yang terkait dengan Sistem NSW di Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa fungsi dan fasilitas sistem yang tersedia di Portal NSW, antara lain: 1. Sebagai media untuk pertukaran data dan informasi (mediator) antar entitas atau sistem-sistem yang berkaitan dengan proses customs release and clearance of cargo 2. Sebagai translator data dan informasi antar entitas atau sistem-sistem yang berkaitan dengan proses customs release and clearance of cargoes, dimana fasilitas ini harus mampu menterjemahkan dan mengubah format (reformatting) data dan informasi kedalam format yang dimengerti sistem NSW serta harus mampu memetakan data dan informasi ke dalam format database yang telah ada 3. Menyediakan workflow manager yang berfungsi mengatur manajemen data dan informasi untuk mengontrol pengajuan, pengambilan, pengubahan status, pentahapan pengerjaan sampai dengan pemberian respon. 4. Menyediakan fasilitas yang digunakan untuk melakukan pelacakan (track and trace) terhadap suatu dokumen. Fasilitas ini memungkinkan user melihat status dan tahapan penanganan dokumen masuk dan keluar dari suatu entitas ke entitas lain. Fasilitas ini harus mampu menyimpan historikal dokumen dari setiap proses dan subproses. 5. Menyediakan fasilitas yang dapat digunakan untuk melakukan komunikasi dengan sistem global yaitu sistem ASEAN Single Window (ASW). 6. Menyedikan mekanisme pengamanan jaringan dan enkripsi data dalam rangka pengamanan transaksi elektronik yang terjadi dalam portal NSW. 7. Menyediakan sistem pelaporan dan statistik yang dibutuhkan entitas NSW terkait (Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, 2007, p.5). 65 NSW Kebijakan Pengembangan Sistem NSW Dalam perumusan, pembangunan, dan penerapan Sistem NSW, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan sebagai dasar pengembangan Sistem. Kebijakan dasar tersebut tidak terlepas dari kebijakan pemerintah sebelumnya mengenai pembentukan Tim Persiapan NSW sebagai tim yang menangani pengembangan Sistem NSW. Kebijakan dasar tersebut merupakan acuan dan

12 57 batasan bagi Tim Persiapan NSW dalam pengembangan Sistem NSW dimasa yang akan datang. Adapun kebijakan dasar pengembangan Sistem NSW adalah sebagai berikut: 1. Kewenangan setiap entitas dalam proses layanan publik, dilaksanakan dan dipenuhi oleh masing-masing entitas sesuai service-level yang disepakati. 2. Perubahan kebijakan internal, dilaksanakan masing-masing entitas dan berada diluar koordinasi dan anggaran dari Tim Persiapan NSW, dimana perubahan yang ada harus diselaraskan terlebih dahulu dengan kebijakan NSW. 3. Aplikasi antar-muka (interface) antar entitas dalam otomasi alur proses (automated workflow) sistem NSW, merupakan bagian dari pekerjaan dan anggaran Tim NSW. 4. Entitas yang belum memiliki sistem disediakan fasilitas entry sesuai standar Sistem NSW. 5. Untuk penerapan Sistem NSW, perlu dilakukan perubahan dan penyempurnaan ketentuan yang tidak sejalan. 6. Penjadwalan dan tahapan kegiatan dalam penerapan Sistem NSW didasarkan pada jadwal integrasi dengan Sistem ASW. 7. Tim Persiapan NSW atau badan yang ditunjuk, bertanggungjawab atas kebijakan standar dan prosedur pengoperasian sistem NSW (Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, 2007, p.2). 66 NSW Selain kebijakan dasar pengembangan Sistem NSW, pada awal perumusan konsep Sistem NSW, pemerintah menetapkan bahwa pengembangan sistem dilakukan dengan menerapkan kebijakan dua pilar sistem, yaitu Trade System ( TradeNet ) dan Port System ( PortNet ) (Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, 2007, p.18). Trade System dalam Sistem NSW di Indonesia dirancang untuk membantu BC (customs) dan instansi pemerintah penerbit perijinan ekspor-impor (OGA) dalam melakukan penelitian dan verifikasi atas dokumen perijinan ekspor-impor, yang merupakan persyaratan atas pemenuhan kewajiban pabean. Sedangkan Port System dalam Sistem NSW di Indonesia dirancang untuk mendorong percepatan arus fisik barang yang secara langsung berkaitan dengan proses customs release dan clearance of cargoes atas barang-barang ekspor-impor.

13 58 Trade System berfungsi sebagai penghubung antara sistem pelayanan ekspor-impor yang ada di BC dengan sistem perijinan yang ada di masing-masing OGA. Secara umum, data elektronik yang akan dipertukarkan melalui sistem ini, meliputi penyampaian data perijinan dari OGA ke BC untuk proses customs clearance, dan penyampaian data realisasi ekspor-impor dari BC kepada OGA sebagai konfirmasi atas realisasi ekspor-impor dan perijinan yang diterbitkan. Secara garis besar, Trade System merupakan layanan yang ditujukan untuk mendorong percepatan dalam penyelesaian dokumen pelayanan ekspor-impor (flow of document). Sejalan dengan kebijakan Trade System, penetapan kebijakan Port System bertujuan untuk membantu BC dan pengelola pelabuhan dalam melakukan rekonsiliasi atas kebenaran jumlah barang yang dibongkar atau dimuat dari dan ke satu sarana pengangkut, dan juga melakukan rekonsiliasi barang yang keluar dan masuk ke Kawasan Pabean yang ada di pelabuhan. Dalam sistem ini dimungkinkan terjadinya pertukaran data antara BC dan pengelola pelabuhan. Data yang dipertukarkan dalam kaitannya dengan rekonsiliasi jumlah barang yang dibongkar atau dimuat, meliputi penyampaian cargo manifest dari BC ke pengelola pelabuhan, dan penyampaian data discharge/loading list dari pengelola pelabuhan kepada BC untuk dilakukan rekonsiliasi. Sedangkan dalam kaitannya untuk rekonsiliasi barang yang keluar dan masuk ke Kawasan Pabean, pertukaran data elektronik meliputi data persetujuan pengeluaran atau pemasukan barang oleh BC (customs approval) berupa SPPB dan PE kepada pengelola pelabuhan dan penyampaian data gate-in dan gate-out list dari pengelola pelabuhan kepada BC untuk dilakukan rekonsiliasi. Secara garis besar, Port System merupakan layanan yang ditujukan untuk mendorong percepatan fisik barang ekspor-impor (phisically flow of goods). Selain kedua pilar sistem diatas, pemerintah berencana mengembangkan beberapa sistem pendukung kelancaran arus barang ekspor dan impor terutama yang terkait langsung dengan pelayanan atas barang ekspor dan impor. Sistem pendukung tersebut, antara lain sistem pembayaran (payment system), sistem logistik (logistic system), dan sistem angkutan di pelabuhan (transportation/trucking system).

14 Struktur Organisasi Tim Kerja NSW Melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor KEP-22/M.EKON/2006 dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Persiapan NSW Indonesia, pemerintah menetapkan struktur organisasi Tim Persiapan NSW Indonesia. Tim ini dikoordinatori oleh Menko Perekonomian Republik Indonesia. Berikut ini adalah bagan dari struktur organisasi Tim Persiapan NSW Indonesia: PRESIDEN KOORDINATOR: MENKO PEREKONOMIAN Para Menteri atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen TIM PERSIAPAN NSW Ketua Tim : Menteri Keuangan Wakil Ketua I : Menteri Perdagangan Sekretaris : Deputi IV Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kementerian Perekonomian Anggota : 23 Pejabat Eselon I; 3 Pejabat Eselon II; Wakil dari Bank Indonesia; Wakil dari Kepolisian Negara RI; Wakil dari Mabes TNI dan BIN SATUAN TUGAS a) Satgas Bidang Keterpaduan Ketentuan dan Prosedur Ekspor Impor b) Satgas Bidang Teknologi Informasi c) Satgas Bidang Kepelabuhan d) Satgas Bidang Kebandarudaraan e) Satgas Bidang Perencanaan dan Kerjasama Internasional TIM KERJA PELAKSANAAN SISTEM NSW Tim Pengarah dan Tim Pelaksana GAMBAR 3.2 STRUKTUR ORGANISASI TIM PERSIAPAN SISTEM NATIONAL SINGLE WINDOW (NSW) Sumber: diolah oleh Peneliti

15 60 Dalam Tim Persiapan NSW Indonesia, Menteri Perdagangan dan Menteri Perhubungan menjabat sebagai Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II. Sedangkan jabatan Ketua Pelaksana Harian Tim Persiapan NSW Indonesia dijabat oleh Deputi IV Kementerian Koordinator Perekonomian, dengan beranggotakan 19 (sembilan belas) pejabat Eselon I yang terkait. Adapun Wakil Ketua I, II dan III Pelaksana Harian masing-masing dijabat oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jend Bank Devisa Persepsi eral Perdagangan Luar Negeri dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai susunan keanggotaan dan tugas Satuan Tugas (Satgas) pada struktur organisasi Tim Persiapan NSW: Kelompok Ahli Kelompok Ahli Tim Persiapan NSW yang terbentuk berdasarkan Keputusan Ketua Tim Persiapan NSW Nomor: KEP-01/KET.T-NSW/08/2007 Tentang Pembentukan Kelompok Ahli ini, merupakan kelompok ahli di bidang teknologi informasi dan kebijakan. Kelompok Ahli yang terdiri dari 10 (sepuluh) anggota ini mempunyai tugas, antara lain untuk melakukan penilaian terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sistem NSW serta analisa resiko sesuai dengan kepentingan nasional dan Agreement to Establish and Implement The ASEAN Single Window; memberikan masukan, arahan dan rekomendasi untuk penyempurnaan pelaksanaan tugas Tim Persiapan NSW; dan melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Ketua Tim dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas Tim Persiapan NSW. Adapun susunan keanggotaan dari Kelompok Ahli Tim Persiapan NSW adalah sebagai berikut : a. Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Inovasi Teknologi dan lingkungan Hidup; b. Direktur Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informasi; c. Kepala Pusat Pengadaan Barang dan Jasa Bappenas; d. Jos Luhukay, Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional;

16 61 e. Hari Sulistyono, Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional; f. Hari Singgihnoegroho, Ikatan Audit Sistem Informasi Indonesia; g. Giri Suseno Hadihardjono, Ketua Umum Masyarakat Telekomunikasi (MASTEL); h. Dr. Ir. Suhono Harso Supangkat, M. Eng, Ketua Kelompok Keahlian Teknologi Informasi, Institut Teknologi Bandung; i. Dr. Ir. Boby A.A. Nazif, Direktur Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia; j. Ketua Komite Tetap Kebijakan Publik KADIN Indonesia Satuan Tugas Bidang Perencanaan dan Kerjasama Internasional Satuan Tugas Bidang Perencanaan dan Kerjasama Internasional diketuai oleh Asisten Deputi Urusan Perdagangan Luar Negeri, Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Berdasarkan Keputusan Ketua Tim Persiapan NSW Nomor: KEP- 02/KET.T.NSW/08/2007 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Bidang Perencanaan dan Kerjasama Internasional, satuan tugas ini terdiri dari 19 (sembilan belas) orang anggota dari berbagai departemen pemerintahan. Adapun tugas dari satuan tugas ini adalah: a. Menyusun Action Plan pembangunan dan pengembangan NSW dalam jangka pendek, menengah, dan panjang; b. Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembangunan sistem NSW; c. Melakukan penelitian lapangan di bidang perencanaan hubungan internasional dan hukum baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam rangka NSW dan ASEAN Single Window (ASW); d. Menyiapkan proses dan penyelesaian ratifikasi perjanjian internasional yang terkait dengan NSW dan ASW; e. Melakukan koordinasi dalam rangka sosialisasi dan pemantauan penerapan sistem NSW;

17 62 f. Mengikuti sidang-sidang internasional yang berkaitan dengan aspek hukum yang berkaitan dengan Sistem Single Window; g. Memfasilitasi penyelesaian masalah-masalah hukum yang berkaitan dengan penerapan sistem NSW; h. Melakukan koordinasi dengan Satgas lainnya pada Tim Persiapan NSW Satuan Tugas Bidang Teknologi Informasi Satuan tugas ini diketuai oleh Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan. Berdasarkan Keputusan Ketua Tim Persiapan NSW Nomor: KEP-03/KET.T.NSW/08/2007 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Bidang Teknologi Informasi, satgas ini memiliki 13 (tiga belas) orang anggota. Adapun tugas dari satuan ini adalah sebagai berikut: a. Melakukan Persiapan pembangunan sistem NSW sebagai sistem elektronik yang mampu melayani proses pengajuan dan pengolahan data dan informasi, pengambilan keputusan penyelesaian dokumen kepabeanan, kepelabuhanan dan kebandarudaraan secara terpadu dengan prinsip kesatuan, kecepatan pelayanan, konsisten, sederhana, transparan, efisien dan berkelanjutan; b. Memberikan kajian dan masukan yang berkaitan dengan penetapan model teknologi informasi, alur data dan informasi dalam Portal NSW dan sistem pembiayaan yang tepat dan efisien untuk sistem NSW dan pengintegrasiannya ke dalam ASEAN Single Window (ASW); c. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan syarat-syarat yang diperlukan dalam pembangunan dan pengembangan sistem NSW; d. Mempersiapkan dan melaksanakan sosialisasi, bantuan teknis dan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia yang terkait dengan informasi teknologi untuk kelancaran penerapan sistem NSW dan ASW;

18 63 e. Mempersiapkan dan menyusun rumusan Blueprint NSW bersamasama dengan Satgas lainnya pada Tim Persiapan NSW; f. Melakukan ujicoba penerapan sistem NSW bersama-sama dengan Satgas yang lain pada Tim Persiapan NSW; g. Melakukan persiapan dan pelaksanaan ujicoba pengintegrasian sistem NSW dengan negara-negara ASEAN lainnya; h. Mengikuti sidang dan pertemuan ditingkat ASEAN yang berkaitan dengan rencana penerapan sistem NSW dan ASW; i. Melakukan penelitian lapangan di bidang teknologi informasi di dalam negeri dan di luar negeri dalam rangka NSW dan ASW; j. Melakukan koordinasi dengan Satgas lainnya pada Tim Persiapan NSW Satuan Tugas Bidang Keterpaduan Ketentuan Dan Prosedur Ekspor dan Impor (K2PEI) Ketua Satuan Tugas Bidang Keterpaduan Ketentuan Dan Prosedur Ekspor dan Impor dijabat oleh Direktur Fasilitas Ekspor dan Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan, sedangkan posisi Wakil Ketua dijabat oleh Kepala Sub Direktorat Imbal Dagang, Direktorat Fasilitas Ekspor dan Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan. Susunan keanggotaan dalam satgas ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu keanggotaan di bidang impor dan keanggotaan di bidang ekspor. Satgas K2PEI memiliki 18 (delapan belas) orang anggota di bidang impor dan 20 (dua puluh) anggota di bidang ekspor. Berdasarkan Keputusan Ketua Tim Persiapan NSW Nomor: KEP-04/KET.T-NSW/08/2007 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Bidang Keterpaduan Ketentuan Dan Prosedur Ekspor dan Impor, Satgas ini memiliki tugas antara lain: a. Kompilasi mengumpulkan, mengidentifikasikan, dan mengevaluasi dan up-dating ketentuanperaturan dan prosedur, ekspor, impor dan kepabeanan; b. Mengidentifikasi dan mengevaluasi ketentuan dan peraturan dan prosedur ekspor, impor dan kepabeanan;

19 64 c. Mengkoordinasikan pembuatanpenyusunan proses bisnis prosedur ekspor, impor dan kepabeanan; d. Mensosialisasikan informasi prosedur ekspor, impor dan kepabeanan ASW dan NSW melalui workshop, buku dan VCD.dalam rangka implementasi NSW; e. Meningkatkan kapasitas capasity capacity building Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang ketentuan dan prosedur ekspor, impor dan kepabeanan melalui pelatihan dan kerjasama internasional atau studi banding; f. Mengikuti sidang-sidang ASEAN mengenai ketentuan dan prosedur ekspor, impor dan kepabeanan teknis ASW yang berkaitan dengan dan ASEAN Single Window (ASW) mengenai ketentuan dan prosedur ekspor, impor dan kepabeanan; g. Melakukan kajian di bidang buisinisess process di dalam negeri dan luar negeri dalam rangka NSW dan ASW; h. Melakukan koordinasi dengan Satgas lainnya pada Tim Persiapan NSW Satuan Tugas Bidang Kepelabuhan Ketua Satuan Tugas Bidang Kepelabuhan dijabat oleh Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan, sedangkan posisi Wakil Ketua dijabat oleh Direktur Pelabuhan dan Pengerukan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan. Satgas ini memiliki 11 (sebelas) orang anggota. Berdasarkan Keputusan Ketua Tim Persiapan NSW Nomor: KEP-05/KET.T-NSW/08/2007 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Bidang Kepelabuhan, Satgas ini memiliki tugas antara lain: a. Menginventarisasi dan mengevaluasi sistem informasi yang terkait dengan kepelabuhanan; b. Menyusun program kerja dalam rangka persiapan NSW di bidang kepelabuhanan;

20 65 c. Mengkoordinasikan keterpaduan dan sinkronisasi kebutuhan sistem informasi sesuai ketentuan dan prosedur pelayanan angkutan laut dan kepelabuhanan yang terkait dan kompatibel dengan implementasi sistem NSW; d. Melakukan koordinasi dengan instansi dan stakeholders terkait dalam rangka persiapan implementasi NSW; e. Menyiapkan sistim dan prosedur pelayanan kapal dan barang di pelabuhan dalam rangka uji coba Portnet di pelabuhan Tanjung Priok; f. Melakukan pengadaan perangkat lunak dan perangkat keras serta dalam rangka pelaksanaan Portnet dan pengintegrasian sistem NSW; g. Mempersiapkan pengembangan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) dalam rangka menunjang pelaksanaan NSW di pelabuhan; h. Mempersiapkan dan melaksanakan sosialisasi, monitoring, serta bantuan teknis dan capacity building untuk kelancaran pelaksanaan NSW; i. Melakukan penelitian lapangan di bidang kepelabuhanan di dalam negeri dan di luar negeri dalam rangka NSW; j. Mengikuti sidang-sidang internasional di bidang kepelabuhanan dalam rangka NSW dan ASW; k. Melakukan koordinasi dengan Satgas lainnya pada Tim Persiapan NSW Satuan Tugas Bidang Kebandaraan Ketua Satuan Tugas Kebandaraan dijabat oleh Direktur Angkutan Udara, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan. Berdasarkan Keputusan Ketua Tim Persiapan NSW Nomor: KEP-06/KET.T-NSW/08/2007 Tentang Pembentukan Satuan Tugas Bidang Kebandaraan, Satgas ini memiliki 14 (empat belas) orang anggota. Satgas Bidang Kebandaraan memiliki tugas, sebagai berikut:

21 66 a. Menginventarisasi, mengidentifikasi, dan mengevaluasi sistem informasi yang dimiliki oleh perusahaan penerbangan, agen kargo, operator gudang atau terminal barang; b. Menyusun program kerja penyempurnaan sistem informasi yang tersedia saat ini untuk dapat diintegrasikan dalam sistem NSW; c. Melakukan kajian kebutuhan sinkronisasi sistem informasi untuk dapat di integerasikan dengan sistem NSW, yang dilakukan sendiri maupun menggunakan konsultan; d. Mengkoordinasikan komunitas sistim yang ada di bandara; e. Melakukan penelitian lapangan di bidang sistem informasi kebandarudaraan di dalam negeri dan di luar negeri dalam rangka NSW; f. Melakukan koordinasi dengan Satgas lainnya pada Tim Persiapan NSW Kesekretariatan Tim Persiapan NSW Berdasarkan Keputusan Ketua Tim Persiapan NSW Nomor: KEP- 07/KET.T-NSW/08/2007 Tentang Pembentukan Sekretariat Tim NSW, Menteri Keuangan membentuk Sekretariat Tim NSW dengan susunan keanggotaan Asisten Deputi Urusan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi, Jasa dan Industri Pariwisata, Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Ketua dan Kepala Biro Umum, Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Sekretaris. Sekretariat Tim Persiapan NSW memiliki 15 (lima belas) orang anggota. Tugas dari satgas ini, antara lain: a. Membantu kelancaran pelaksanaan tugas Sekretaris Tim Persiapan NSW; b. Menyiapkan bahan yang diperlukan untuk kepentingan rapat Tim Persiapan NSW; c. Membantu penyiapan laporan hasil rapat dari Ketua Tim Persiapan NSW kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;

22 67 d. Menyiapkan surat yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan Tim Persiapan NSW; e. Menyimpan dan mengadministrasikan bahan dan dokumen hasil kegiatan pelaksanaan kegiatan Tim Persiapan NSW; f. Mengkoordinasikan penyusunan, pengajuan dan pembahasan anggaran Tim Persiapan NSW dengan pihak-pihak terkait; g. Membantu kelancaran realisasi anggaran Tim Persiapan NSW sesuai dengan perencanaan/program yang telah ditentukan; h. Membantu kelancaran pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kebutuhan Tim Persiapan NSW; i. Membantu kelancaran pelaksanaan dan pemantauan kegiatan Tim Persiapan NSW sesuai dengan Roadmap dan Action Plan yang telah ditetapkan; j. Melakukan koordinasi dengan Satgas dan unit-unit lain pada Tim Persiapan NSW; k. Membantu kelancaran publikasi dan sosialisasi hasil kegiatan Tim Persiapan NSW; l. Menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Sekretaris Tim Persiapan NSW.

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW

BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW BAB III NATIONAL SINGLE WINDOW 3.1 GAMBARAN UMUM Terminologi dari UN/CEFACT, Single Window adalah sebuah sistem yang memungkinkan kalangan perdagangan (traders) cukup menyampaikan informasi kepada satu

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 24/BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, a. bahwa dalam rangka terwujudnya pelayanan yang cepat, efisien, pasti, responsif,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 24 /BC/2007 TENTANG MITRA UTAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang :

Lebih terperinci

National Single Window;

National Single Window; PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

BAB III MITRA UTAMA DAN PEMBENTUKAN TIM PERCEPATAN REFORMASI KEBIJAKAN BIDANG PELAYANAN BEA CUKAI PADA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

BAB III MITRA UTAMA DAN PEMBENTUKAN TIM PERCEPATAN REFORMASI KEBIJAKAN BIDANG PELAYANAN BEA CUKAI PADA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI 63 BAB III MITRA UTAMA DAN PEMBENTUKAN TIM PERCEPATAN REFORMASI KEBIJAKAN BIDANG PELAYANAN BEA CUKAI PADA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI 3.1. Penerapan Authorized Economic Operator di Indonesia. Penerapan

Lebih terperinci

MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA?

MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA? MASIH BERLAKUKAH STATUS IMPORTIR JALUR PRIORITAS SEIRING DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI IMPORTIR MITRA UTAMA? Rita Dwi Lindawati Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pendahuluan Seiring munculnya Peraturan

Lebih terperinci

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI PROSES BISNIS KEPABEANAN DAN PEMANFAATAN INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 06/BC/2006

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 06/BC/2006 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 06/BC/2006 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. Peraturan Menter

2 3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51); 4. Peraturan Menter No.1074. 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. National Single Window. Pengelola Portal Indonesia. Organisasi Tata Kerja. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 138 /PMK.01/2015

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 18 /BC/2008 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 18 /BC/2008 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 18 /BC/2008 TENTANG PELAKSANAAN UJICOBA IMPLEMENTASI SISTEM NATIONAL SINGLE

Lebih terperinci

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak

ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak ekspor impor Kepabeanan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak UU nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006 Kapebeanan

Lebih terperinci

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER SOSIALISASI PERBAIKAN KEMUDAHAN BERUSAHA 2017 HOTEL BUMI SURABAYA, 08 APRIL 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai GAMBARAN UMUM BORDER PROTECTING COMMUNITY

Lebih terperinci

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR

PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR PENGANTAR KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR Direktorat Teknis Kepabeanan DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI FUNGSI IMPLEMENTASI DJBC 1 Revenue Collector Mengoptimalkan penerimaan negara melalui penerimaan Bea

Lebih terperinci

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG

P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG P - 08/BC/2009 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-42/BC/2008 TENTANG Contributed by Administrator Monday, 30 March 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1899, 2015 Keuangan. Kepabeanan. Mitra Utama. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 229/PMK.04/2015 TENTANG MITRA UTAMA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI

INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW (INSW) SEBAGAI TOOLS DALAM DEREGULASI / DEBIROKRATISASI Entitas Sistem NSW Sistem NSW Portal INSW Sistem di semua Instansi Pelaku Usaha Sistem NSW Negara Lain Instansi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/PMK.04/2014 TENTANG OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR)

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/PMK.04/2014 TENTANG OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 227/PMK.04/2014 TENTANG OPERATOR EKONOMI BERSERTIFIKAT (AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLA PORTAL INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG KETENTUAN PELAYANAN PERIJINAN EKSPOR DAN IMPOR DENGAN SISTEM ELEKTRONIK MELALUI INATRADE DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

KOP PERUSAHAAN. Nomor & tanggal surat Hal : Permohonan sebagai MITA. Kepada : Yth. Kepala KPU... Di...

KOP PERUSAHAAN. Nomor & tanggal surat Hal : Permohonan sebagai MITA. Kepada : Yth. Kepala KPU... Di... LAMPIRAN I NOMOR : /BC/2007 Nomor & tanggal surat Hal : Permohonan sebagai MITA Kepada : Yth. Kepala KPU... Di... KOP PERUSAHAAN Sehubungan dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor :.../BC/2007

Lebih terperinci

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016

PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI. Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016 PERAN PP-INSW SESUAI AMANAT PERPRES 76/2014 DAN PAKET KEBIJAKAN EKONOMI Hotel Sahid Jakarta, 17 November 2016 OVERVIEW INSW Bali Concord 2003 menyatakan bahwa Masyarakat Bersama ASEAN memerlukan ASEAN

Lebih terperinci

Perdagangan Fakultas Ekonomi UNS)

Perdagangan Fakultas Ekonomi UNS) Kebijakan Penerapan National Single Window menuju Daya Saing Perdagangan Internasional Indonesia Oleh Sarjiyanto masyanto@staff.uns.ac.id (Peer gruop PPKDK Bidang Ekonomi dan Bisnis & Staff Pengajar Diploma

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.04/2016 TENT ANG REGISTRASI KEPABEANAN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.04/2016 TENT ANG REGISTRASI KEPABEANAN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/PMK.04/2016 TENT ANG REGISTRASI KEPABEANAN. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERl KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem No.1091, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Tekstil. Produk Tekstil Batik. Motif Batik. Impor. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2015

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGGUNAAN SISTEM ELEKTRONIK DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 91 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 91 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 91 TAHUN 2013 TENTANG TIM PERSIAPAN NATIONAL SINGLE WINDOW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, Menimbang.

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Orga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1002, 2014 KEMENDAG. Batubara. Ekspor. Produk. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-DAG/PER/7/2014 TENTANG KETENTUAN EKSPOR BATUBARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.517, 2012 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Ketentuan. Ekspor. Produk. Pertambangan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/M-DAG/PER/5/2012 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP- 68 /BC/2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER

EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER EASE OF DOING BUSINESS TRADING ACROSS BORDER SOSIALISASI PERBAIKAN KEMUDAHAN BERUSAHA 2017 CROWNE PLAZA HOTEL JAKARTA, 22 MARET 2016 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI GAMBARAN UMUM

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.84, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMUNIKASI. INFORMASI. Penggunaan. Sistem Elektronik. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

ALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN

ALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN ALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II SISTEM INDONESIA NASIONAL SINGLE WINDOW DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA 2.1. LATAR BELAKANG LAHIRNYA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW

BAB II SISTEM INDONESIA NASIONAL SINGLE WINDOW DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA 2.1. LATAR BELAKANG LAHIRNYA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW BAB II SISTEM INDONESIA NASIONAL SINGLE WINDOW DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA 2.1. LATAR BELAKANG LAHIRNYA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW Di awal pembentukannya pada tahun 1967, ASEAN lebih ditujukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JALAN JENDERAL A. YANI JAKARTA-13230 KOTAK POS 108 JAKARTA-10002 TELEPON (021) 4890308; FAKSIMILE (021) 4890871; SITUS www.beacukai.go.id

Lebih terperinci

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-1- DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-02/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 16 /BC/2012 TENTANG TATA LAKSANA PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1551 2015 KEMENDAG. Impor. Tekstil. Produk Tekstil. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.111, 2016 KEMENDAG. Ekspor dan Impor. Indonesia National Single Window. Perizinan. Pelayanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/M-DAG/PER/12/2015

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2017 TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI PUSAT LOGISTIK BERIKAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-08/BC/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-22/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN NOMOR POKOK DAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR A. PENGAWASAN DALAM REGISTRASI IMPORTIR

BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR A. PENGAWASAN DALAM REGISTRASI IMPORTIR BAB III GAMBARAN UMUM PENGAWASAN PABEAN DAN PENETAPAN TINGKAT RISIKO DI BIDANG IMPOR Pengawasan Pabean sebagai satu metode untuk mencegah dan mendeteksi adanya pelanggaran kepabeanan. A. PENGAWASAN DALAM

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 42/BC/2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

Lebih terperinci

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 215 A. KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA : B. UNIT ORGANISASI : (15) KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002 KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG TIM KOORDINASI PENINGKATAN KELANCARAN ARUS BARANG EKSPOR DAN IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM NSW LAYANAN CUSTOM CLEARENCE EKSPOR KPPBC TANJUNG PERAK

EVALUASI SISTEM NSW LAYANAN CUSTOM CLEARENCE EKSPOR KPPBC TANJUNG PERAK Makalah Nomor: KNSI-26 EVALUASI SISTEM NSW LAYANAN CUSTOM CLEARENCE EKSPOR KPPBC TANJUNG PERAK Ardian Fahmi 1, Lutfi Harris 2 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Jl. MT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 206.3/PMK.01/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.04/2007 TENTANG PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian; Mengingat: 1. Undang-Undang

2016, No Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian; Mengingat: 1. Undang-Undang No. 21, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Ekspor. Produk. Pemurnian. Hasil Pengolahan. Pertambangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 119/M-DAG/PER/12/2015

Lebih terperinci

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017

KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 KEGIATAN PEMBAHASAN PENYUSUNAN ASEAN HARMONIZED TARIFF NOMENCLATURE (AHTN) 2017 A. Pendahuluan Klasifikasi barang adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN SISTEM INSW TERKAIT DENGAN PROSEDUR KEPABEANAN DAN DAMPAKNYA BAGI PERDAGANGAN EKSPOR- IMPOR DI INDONESIA

BAB III PENERAPAN SISTEM INSW TERKAIT DENGAN PROSEDUR KEPABEANAN DAN DAMPAKNYA BAGI PERDAGANGAN EKSPOR- IMPOR DI INDONESIA BAB III PENERAPAN SISTEM INSW TERKAIT DENGAN PROSEDUR KEPABEANAN DAN DAMPAKNYA BAGI PERDAGANGAN EKSPOR- IMPOR DI INDONESIA A. SISTEM INDONESIA NASIONAL SINGLE WINDOW I. Tujuan dan Manfaat Penerapan INSW

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 11 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan organisasi vertikal di bawah Kementerian

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Neg No.501, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Jagung. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/3/20166/M-DAG/PER/2/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR JAGUNG DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

2016, No turunannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Me

2016, No turunannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Me No.1922, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMDAG. Besi. Baja Paduan. Produk Turunan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/M-DAG/PER/12/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BESI ATAU BAJA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.903, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Ekspor. Timah. Pemanfaatan. Pemenuhan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/M-DAG/PER/6/2013 TENTANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BALIS EXIM DALAM MENDUKUNG PENGURANGAN DWELLING TIME. Zainal Arifin Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi

BALIS EXIM DALAM MENDUKUNG PENGURANGAN DWELLING TIME. Zainal Arifin Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi BALIS EXIM DALAM MENDUKUNG PENGURANGAN DWELLING TIME Zainal Arifin Direktur Perizinan Fasilitas Radiasi BAKOHUMAS dan Zat Radioaktif PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR JAKARTA, 11 NOVEMBER 2015 IMPORTASI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI KETENTUAN DI BIDANG IMPOR DAN EKSPOR Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI PERDIRJEN NOMOR PER-16/BC/2016 Direktorat Jenderal Bea dan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENERAPAN SISTEM NATIONAL SINGLE WINDOW TAHAP PERTAMA PADA PEMENUHAN KEWAJIBAN PABEAN (STUDI PADA KPU TANJUNG PRIOK)

BAB 4 ANALISIS PENERAPAN SISTEM NATIONAL SINGLE WINDOW TAHAP PERTAMA PADA PEMENUHAN KEWAJIBAN PABEAN (STUDI PADA KPU TANJUNG PRIOK) 68 BAB 4 ANALISIS PENERAPAN SISTEM NATIONAL SINGLE WINDOW TAHAP PERTAMA PADA PEMENUHAN KEWAJIBAN PABEAN (STUDI PADA KPU TANJUNG PRIOK) 4.1 Analisis Penerapan Sistem NSW Tahap Pertama Pada Pemenuhan Kewajiban

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-14/BC/2016 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT UNTUK DIIMPOR

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB III OBJEK PENELITIAN Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya. PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Tinjauan Tentang PT. Lentera Buana Jaya 3.1.1 Sejarah Singkat PT. Lentera Buana Jaya PT. Lentera Buana Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang Freight Forwarder yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI JL. Jenderal A. Yani Telepon : 4890308 Jakarta - 13320 Faksimili : 4890871 Kotak Pos 108 Jakarta - 10002 Kepada : 1. Sekretaris

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

NOMOR : KEP-03/BC/2003 NOMOR : 01/DAGLU/KP/I/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI IMPORTIR

NOMOR : KEP-03/BC/2003 NOMOR : 01/DAGLU/KP/I/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI IMPORTIR KEPUTUSAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1894, 2015 KEMENKEU. Impor. Barang. Larangan. Pembatasan. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.04/2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS. Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai PROSEDUR EKSPOR DALAM MENDUKUNG KEGIATAN MIGAS Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.04/2010 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN TERHADAP AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.04/2010 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN TERHADAP AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 219/PMK.04/2010 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN TERHADAP AUTHORIZED ECONOMIC OPERATOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1323, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Online. Perizinan. Pertanian. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/HK.300/11/2013 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor. No.28,2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 05/BC/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-15/BC/2012 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai Pelabuhan merupakan pintu gerbang keluar masuk barang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER - 56/BC/2012 TENTANG UJICOBA PENERAPAN SISTEM PINTU OTOMATIS TEMPAT

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst No.1552, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Batik. Motif Batik. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1890, 2015 KEMENDAG. Impor. Mesin. Multifungsi. Berwarana. Fotokopi. Berwarana. Printer Berwarna. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1890, 2015 KEMENDAG. Impor. Mesin. Multifungsi. Berwarana. Fotokopi. Berwarana. Printer Berwarna. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1890, 2015 KEMENDAG. Impor. Mesin. Multifungsi. Berwarana. Fotokopi. Berwarana. Printer Berwarna. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 T

2017, No Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 T No.1568, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor Tembakau. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2017 TENTANG KETENTUAN IMPOR TEMBAKAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 25/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P - 21/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA KEPABEANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1704, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Ban. Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/M-DAG/PER/11/2016 TENTANG KETENTUAN IMPOR BAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK

TATAKERJA PENYELESAIAN BARANG IMPOR DENGAN PIB SECARA ELEKTRONIK MELALUI JARINGAN PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-06/BC/2007 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-07/BC/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATALAKSANA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.712, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Baja Paduan. Impor. Pengaturan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/M-DAG/PER/6/2014 TENTANG KETENTUAN IMPOR BAJA PADUAN DENGAN

Lebih terperinci

Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT Direktur Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Makasar.

Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT Direktur Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Makasar. REFORMASI PERIJINAN SERTIFIKASI PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN & PKRT DAN PENGAWASAN POST MARKET Direktorat Pengawasan Alat Kesehatan dan PKRT Direktur Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Jenderal Bea dan Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Yogyakarta Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 251/KEP-BKIPM/2013 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR DAN SERVICE LEVEL ARRANGEMENT UNTUK IMPOR KOMODITAS IKAN

Lebih terperinci