Disampaikan Kepada Complaint Panel RSPO dan Para Pihak Terkait Di RILO - Jakarta, tgl 25 Juni 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Disampaikan Kepada Complaint Panel RSPO dan Para Pihak Terkait Di RILO - Jakarta, tgl 25 Juni 2013"

Transkripsi

1 LAPORAN PEMETAAN DAN PENYUSUNAN ROADMAP PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL ANTARA MASYARAKAT MUARA TAE DENGAN PT. BORNEO SURYA MINING JAYA DI KABUPATEN KUTAI BARAT PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Disampaikan Kepada Complaint Panel RSPO dan Para Pihak Terkait Di RILO - Jakarta, tgl 25 Juni 2013

2 1 Pendahuluan

3 Latar Belakang 1. Operasi perkebunan kelapa sawit PT. Borneo Surya Mining Jaya (PT. BSMJ)- First Resources Group (FR), mendapatkan Complaint EIA (Environmental Investigation Agency) terkait pelanggaran yang dilakukan atas Prosedur Penanaman Baru dan juga atas prinsip-prinsip dan kriteria RSPO. 2. Selanjutnya dalam sebuah meeting informal antara FR, Petinggi Muara Tae (Masrani), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan NCIV di RT 10 Singapura Tanggal 30 Oktober 2012, petinggi Muara Tae m e n g i n f o r m a s i k a n k o n f l i k kepemilikan lahan antara Muara Tae dgn Muara Ponak, dan meminta PT. B S M J u n t u k m e n g h e n t i k a n pengosongan maupun pembersihan lahan (400 Ha) yang dibebaskan Yakobus.

4 Latar Belakang Berbagai upaya penyelesaian sudah dilakukan oleh pihak perusahaan, namun belum berjalan efektif. Laporan Intertek tgl. 20 Maret 2013 menyebutkan sebuah estimasi kasar antara wilayah yang tumpang tindih antara lahan yang diklaim Masyarakat Muara Tae dengan PT. BSMJ antara 1800 Ha dan 2100 Ha.

5 Latar Belakang Keputusan Complaint Panel RSPO (17 April 2013) yang berkaitan dengan SEIA dan Roadmap menyebutkan : Laporan SEIA harus direvisi dengan mengikutsertakan penyelesaian konflik Kampung Muara Tae. Sebuah road map/action plan haruslah dipikirkan, dan pada akhirnya dapat disetujui oleh masyarakat Muara Tae. Perumusan road map/action plan ini juga harus dikonsultasikan dengan Environmental Investigation Agency (EIA). Sebelum diimplementasikan, Road map/action plan ini harus di review dan disetujui oleh Complaints Panel.

6 Latar Belakang PT. Borneo Surya Mining Jaya (PT. BSMJ) FIRST RESOURCES Group, menunjuk Lingkar Komunitas Sawit (LINKS) untuk melakukan pemetaan dan penyusunan roadmap penyelesaian konflik sosial dengan masyarakat Kampung Muara Tae. LINKS melaksanakan pemetaan dan penyusunan roadmap tersebut dengan melibatkan para pihak melalui implementasi presencing I (Social Engagement Facility).

7 2 Social Engagement Facility

8 Social Engagement Facility Model fasilitasi penyelesaian konflik sosial yang dikembangkan dengan mengelaborasi metode riset kualitatif dengan teori-teori sosial yang relevan. Ada tiga teori sosial yang sangat relevan SEF : a. Teory U Otto Scharmer b. Hierachy of Effect Lee Jhonson c. Habitus Pierre Felix Bourdieu

9

10

11 Apa yang telah dilakukan : Pra lapang mengklarifikasi p e r a n f a s i l i t a t o r d a n menyiapkan kontak dengan pihak-pihak yang berkonflik, memeriksa latar-belakang konflik, dan mengembangkan s t r a t e g i t e r b a i k u n t u k mendekati pihak-pihak yang berbeda dalam konflik (Mei 2013). Pemetaan Konflik Sosial (Kerja Lapangan) fasilitator menemui pihak-pihak yang berkonflik secara terpisah dan mempelajari bagaimana mereka melihat/memandang konflik dan solusi penyelesaian konflik (4-12 Juni, 20 Juni dan 22 Juni 2013).

12 Metodologi Dalam Kerja Lapangan Menggunakan metode riset kualitatif. Data yang dibutuhkan : data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan lapangan (observasi), Focus Group Discussion (FGD) d a n wawancara mendalam. Sementara data sekunder dikumpulkan melalui review dokumen. Penentuan narasumber sendiri dilakukan berdasarkan metode purposive sampling yakni d e n g a n m e m p e r h a t i k a n k e m a m p u a n m a u p u n pengetahuan narasumber tentang topik pemetaan konflik sosial dan pertanyaanpertanyaan dalam interview list.

13 Narasumber : Kampung Muara Ponak : Petinggi (Rudiyanto), Badan Perwakilan Kampung/ BPK (Markus. S), Yakobus S (Sekdes) Tokoh Masyarakat dan Masyarakat yang membebaskan lahan ke PT. BSMJ (Giarto, Yakobus S, Tangsi, Mega)*. Kampung Muara Tae : Petinggi (Masrani), Ketua Adat (Ignasius Igoo), Badan Perwakilan Kampung/BPK (Mustari N), Tokoh Masyarakat (Petrus Asui, Mimpin) dan Masyarakat yang melakukan klaim lahan* Kampung lain : Petinggi dan Tokoh Masyarakat di Lempunah, Pentat dan Kenyanyan.

14 Narasumber : NGO Pendamping : Ketua PW AMAN Kaltim (Seting Setiawan), Direktur TELAPAK (M. Djufryhard), Tim Pemetaan Partisipatif Telapak untuk Desa Muara Tae (Abu Meridian dan M. Taufik Wahab), Staf Urusan HAM dan Hubungan Internasional PB AMAN - (Patricia Wattimena), Perwakilan EIA (Mardi Minangsari). Pemerintahan : Camat Siluq Ngurai, Camat Jempang dan Bagian Hukum SEKDA Kabupaten Kutai Barat

15 Apa Yang Telah Dilakukan: Pemetaan Konflik Sosial (Menganalisis Konflik Sosial) Fasilitator mengklarifikasi asumsiasumsi para pihak mengenai konflik yang terjadi, dan menganalisis posisi-posisi yang berbeda dari para pemangku kepentingan, serta menyusun rekomendasi penanganan atau penyelesaian konflik sosial. LINKS akan meneruskan perannya dalam Presencing II jika, a) analisis konflik mengindikasikan bawa mekanisme pengelolaan konflik yang ada sebelumnya, tampaknya tidak akan berhasil; b) negosiasi berdasarkan kepentingan tampaknya adalah strategi yang terbaik dalam keadaan yang ada; dan c) intervensi fasilitator sendiri tidak akan membahayakan.

16 No Uraian Tujuan 1 Analisis Waktu (Kronologis). Untuk membantu para pemangku kepentingan dalam menguji sejarah konflik dan untuk meningkatkan pemahaman terhadap urutan kejadian yang menghasilkan konflik tersebut. 2 Analisis akar permasalahan, isu dan aksi reaksi (Kronologis : jenis dan luasan konflik). Untuk membantu para pemangku kepentingan menguji asal- usul dan sebab- sebab dasar dari konflik, jenis dan luasan konflik. Untuk menguji isu- isu spesifik dan aksi reaksi apa saja yang berkontribusi terhadap eskalasi dan de- eskalasi konflik. 3 Analisis pemangku kepentingan. 4 Analisis 4R (rights, responsibilities, returns, relationships). Untuk melakukan identifikasi siapa saja pemangku kepentingan yang terlibat dalam konflik. Untuk menguji hak, tanggung jawab dan keuntungan para pemangku kepentingan yang berbeda dalam hubungannya konflik klaim lahan, sebagai bagian dari usaha memperbaiki pemahaman terkait konflik tsb. Untuk menguji hubungan diantara (atau di dalam) kelompok- kelompok pemangku kepentingan yang berbeda. Berdasarkan Analisis- Analisis tersebut selanjutnya disusun Roadmap Penyelesaian konflik.

17 3 Temuan-Temuan Lapangan

18 3.1 Keterangan-Keterangan Narasumber dan Dokumen- Dokumen yang ditemukan Di Kampung Muara Tae serta NGO-NGO Pendamping

19 Sejarah Kampung RPJM-Kampung Muara Tae tahun 2013 menyebutkan, sebelum berdiri menjadi Kampung, masyarakat adat Kampung Muara Tae bertempat di Lamin Mancong dengan sebutan Dayak Benuaq (Dayak Benuaq Ohonkng Sanggokng), hidup secara turun-temurun di Lamin Sanggokng, di tepi Sungai Nayan/Muara Sei Sanggokng, anak Sei Nayan serta dipimpin oleh Kakah Uguy bergelar Tumenggung Wana. Pada masa Kerajaan Kutai Kartanegara abad 18, masyarakat Ohokng Sanggokng pernah dipindahkan ke Tenggarong selama tahun sebagai wujud tindakan tegas Raja, karena telah melakukan gerakan (Arakng Dodoprotes). Proses pemindahan tersebut dilakukan dalam waktu singkat sehingga banyak harta benda seperti padi, gong, antang, guci, tombak, melawetin, piring, par, hewan peliharaan, dan lain-lain tertinggal di Lamin Sanggokng.

20 Sejarah Kampung Disebutkan juga : Warga Lamin Murukng Iyuq (leluhur warga Kampung Kenyanyan Dusun Ponak), pernah pindah atau menduduki di Lamin Sanggokng, mereka mengambil harta benda yang tertinggal di Lamin tersebut tahun kemudian, Kakah Uguy dan pengikutnya kembali ke Lamin Sanggokng. Kakah Uguy mengajak Warga Lamin Murukng Iyuq bergabung dalam Lamin Sanggokng, tetapi mereka memilih kembali ke Lamin Murukng Iyuq.

21 Sejarah Kampung Setelah itu masyarakat Lamin Sanggokng berpindah sesuai rotasi perladangan hingga akhirnya wilayah Sungai Nayan, Kampung Mancong pada tahun 1960 dan membangun Lamin Mancong Embo. Pada tahun 1961 warga Lamin Mancong Embo yang berladang di wilayah Muara Tae membentuk Dusun Muara Tae dalam pemerintahan Kampung Mancong. Pada tahun 2004 Kampung Muara Tae dimekarkan dari Kampung Mancong.

22 Sejarah Penguasaan Lahan Status kepemilikan lahan, diatur dengan aturan bilamana terdapat hutan belantara dan ada orang yang mengelolanya pertama kali, itu menjadi hak miliknya, apabila sebelumnya sudah ada yang menggarap maka status kepemilikan hanya sebagai hak kelola. Penandanya biasa dengan batas-batas alam, tanda-tanda tradisional seperti benda pusaka, kuburan, Simpukng atau Lembo. Simpukng atau Lembo adalah bekas ladang yang ditanami buah-buahan dan tanaman keras atau rotan untuk daerah yang rendah, sedangkan bagian lain dibiarkan tumbuh menjadi hutan kembali, jarang terjadi pemindahan kepemilikan simpukng dari satu keluarga ke keluarga yang lain Simpukng atau lembo dijadikan tanda kepemilikan tanah.

23 Batas Kampung 1. Narasumber yang ditemui di Kampung Muara Tae menyebutkan bahwa berdasarkan pada keberadaan Lamin, Simpukng atau Lembo, benda-benda pusaka dan batas-batas alam, ditahun 2011 dengan didampingi LSM Telapak, mereka melaksanakan pemetaan partisipatif untuk menetapkan batas-batas desanya, dengan hasil sbb : o Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Perigiq. o Sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Muara Nayan dan Kampung Lempunah. o Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Tanjung Isuy. o Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Belusuh dan Kampung Kenyanyan-Dusun Ponak. Sungai Belusuh adalah batas Kampung Muara Tae dengan Kampung Belusuh. Sementara, wilayah Kampung Muara Tae yang berbatasan dengan Sungai Kenyanyan-Dusun Ponak seperti Utaq Tamanrendukung, Sungai Terotok dan Tenggenuk bersentuhan dengan sungai Menaliq dari anak sungai Pose/sungai Nayan merupakan perbatasan antara dengan Kampung Muara Tae dan Kampung Kenyanyan-Dusun Ponak.

24

25 Pandangan Narasumber Terkait Konflik Sosial 1. Menurut para narasumber yang ditemui di Muara Tae, permasalahan batas desa mengalami eskalasi sejak masuknya investasi di Kampung Muara Tae dan kampung-kampung sekitarnya. 2. Salah satu Publikasi LSM TELAPAK mencatat sejarah perlawanan terhadap beberapa investasi yang masuk ke wilayah Muara Tae : o o o o o Tahun 1971 investasi perusahaan HPH PT. Sumber Mas Tahun 1995 investasi Perkebunan kelapa sawit PT. LONSUM Tahun 1995/1996 investasi Tambang Batu Bara PT. Gunung Bayan Pratama Coal Tahun 2010 investasi Perkebunan Kelapa Sawit PT. Borneo Surya Mining Jaya (First Resources) Tahun 2011 investasi Perkebunan Kelapa Sawit PT. Munte Waniq Jaya Perkasa (THS Resources Bhd)

26 Pandangan Narasumber Terkait Konflik Sosial 3. Menurut para narasumber permasalahan tata batas desa saat ini sedang terjadi dengan Muara Ponak : o Terdapat perbedaan pendapat antara mereka dengan Muara Ponak terkait batas-batas alam dan tanda-tanda tradisional dalam menentukan batas kampung mereka. o Perbedaan tersebut belum tuntas, beberapa anggota masyarakat Muara Ponak melakukan penjualan tanah kepada PT. Munte Waniq Jaya Perkasa dan PT. Borneo Surya Mining Jaya. o Meski selanjutnya telah terbit SK Bupati Kutai Barat No. No.146.3/R.525/2012 tentang Penetapan dan Penegasan Garis Batas Wilayah Antara Kampung Muara Ponak Kecamatan Siluq Ngurai dengan Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang, tetapi para Narasumber yang ditemui di Muara Tae tidak mengakui batas-batas yang ditetapkan dalam SK tersebut.

27 Pandangan Narasumber Terkait Konflik Sosial 4. Atas beberapa keberatan dalam point 3, para narasumber mengakui bahwa mereka tengah melakukan Klaim atas tanah yang dijual beberapa orang Kampung Muara Ponak ke PT. Borneo Surya Mining Jaya dan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa. o o o o Pembebasan ini terjadi sebagai akibat penetapan batas desa berdasarkan SK Bupati Kutai Barat No.146.3/R.525/2012. Para narasumber menyampaikan bahwa Tahun 2011 PT. BSMJ pernah melakukan sosialisasi satu kali, tetapi tawaran kemitraan pembangunan kebun kelapa sawit ditolak peserta sosialisasi saat itu. Hampir setahun tidak ada aktivitas, juni 2012 diketahui ada pembangunan kebun dalam wilayah konflik tata batas antara Kampung Muara Tae dan Kampung Muara Ponak, pembebasan lahan dilakukan melalui masyarakat Muara Ponak, dimana bukti-bukti administrasi dari proses tersebut dikeluarkan oleh pemerintah Muara Ponak. Para narasumber yang ditemui di Muara Tae menyatakan bahwa mereka keberatan atas pembebasan lahan tersebut, karena mereka merupakan pemilik lahan tersebut dan tidak pernah melakukan pembebasan kepada Perusahaan.

28 Pandangan Narasumber Terkait Konflik Sosial 5. Pemberhentian sdr. Masrani dari jabatan Petinggi Kampung Muara Tae. o NGO-NGO pendamping dan masyarakat yang ditemui di Kampung Muara Tae mengungkapkan bahwa terjadi pemberhentian Petinggi Muara Tae (Masrani) berdasarkan SK Bupati Kutai Barat. o Menurut para narasumber pemberhentian ini merupakan akibat dari perlawanan masyarakat yang dipimpin petinggi (Masrani) terhadap investasi-investasi yang masuk ke kampung tersebut. o Terkait proses pemberhentian mereka menguraikan bahwa ada tahapan-tahapan yang terlewat, pengusulan pemberhentian dimelalui rapat terbuka, tidak dilaksanakan melalui badan perwakilan kampung (BPK) dan terjadi pemalsuan tanda-tangan. o Selain itu uraian-uraian pemberhentian tidak melalui proses klarifikasi yang melibatkan Petinggi (Masrani) ataupun tidak berdasar pada keputusan pengadilan tertentu, sehubungan dengan hal tersebut baik Petinggi Muara Tae (Masrani) dan BPK Muara Tae telah menyampaikan klarifikasi dan penolakkan atas pemberhentian tersebut kepada pemerintah Kecamatan Jempang dan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat.

29 Penyelesaian Konflik Sosial (Narasumber Kampung Muara Tae) Narasumber yang ditemui di Muara Tae mengajukan syarat-syarat dalam penyelesaian konflik : 1. Tidak ada kegiatan PT. BSMJ di Wilayah Kampung Muara Tae dan daerah konflik tata batas dengan Kampung Muara Ponak selama proses penyelesaian konflik dilakukan. Kegiatan PT. BSMJ diluar wilayah tersebut silahkan dilakukan. 2. PT. BSMJ diminta menghentikan proses provokasi di masyarakat untuk membebaskan lahan kepada perusahaan maupun terkait pembentukkan koperasi plasma. 3. Menghentikan keterlibatan/campur tangan aparat keamanan dalam hal ini Brimob.

30 Penyelesaian Konflik Sosial (Narasumber Kampung Muara Tae) 4. Para pendamping (AMAN dan TELAPAK) juga dilibatkan pada proses penyelesaian. 5. Pada dasarnya narasumber yang ditemui di Kampung Muara Tae sepakat dilakukan tahap persiapan untuk pemetaan, penyusunan etika, penentuan perwakilan, menentukan agenda penyelesian, selanjutnya melaksanakan FGD review kasus, visioning dan RKTL seperti yang disampaikan LINKS, hanya yang perlu dipertimbangkan mengenai tata waktu dan pembiayaan proses penyelesaian konflik ini. 6. Menurut mereka sebaiknya fasilitator dan pembiayaan datang dari pihak yang independen, bukan dari PT. BSMJ.

31 Penyelesaian Konflik Sosial (NGO Pendamping-AMAN) 1. Menurut AMAN, Masyarakat Muara Tae menginginkan, Perusahaan (PT. BSMJ) keluar dari kampung mereka, dan melakukan pemulihan secara hitam putih atas kerusakan yang telah ditimbulkan dalam tanah adat tersebut. 2. Terkait persoalan tata batas desa dengan kampung Muara Ponak, agar para pihak mendorong pihaknya masing-masing untuk menghargai batas yang adat yang sudah ada. 3. Mengenai pemberhentian Petinggi (Masrani) Oleh Bupati Kutai Barat bisa menjadi preseden bagi pihak lain, yaitu jika melawan perusahaan akibatnya seperti ini. Menurut AMAN, hal ini berdampak buruk untuk pemerintah kampung yang lainnya karena ketika mereka bersuara tentang hak mereka, mereka akan diperlakukan hal yang sama dengan sdr. Masrani. 4. Sebaik proses penyelesaian konflik melibatkan tenaga pemetaan dan fasilitator yang lebih netral. Kampung Muara Ponak sebaiknya memiliki peta partsipatif dimana sebagai masyarakat adat mereka menunjuk sendiri batasbatas desanya, tanpa kecurigaan.

32 Penyelesaian Konflik Sosial (NGO Pendamping-TELAPAK dan EIA) 1. TELAPAK - Ada proses yang transparan melalui keterbukaan dan kesetaraan antara para pihak yang dibangun dalam penyelesaian konflik. 2. EIA-meminta agar dalam menyusun roadmap LINKS memperhatikan temuan-temuan dalam revisi SEIA dan HCV yang juga diminta complaint panel RSPO untuk dilakukan oleh PT. BSMJ.

33 3.2 Keterangan-Keterangan Narasumber dan Dokumen- Dokumen yang ditemukan Di Muara Ponak

34 Sejarah Kampung Narasumber di kampung Muara Ponak menuturkan bahwa Sejarah Kampung Muara Ponak berawal dari Lamin (Rumah Betang atau Rumah panjang) yang dimulai sejak jaman manusia saling membunuh/ perang antar komunal masa Pengayauan. Ada beberapa Lamin yang menandakan sejarah dan perkembangan Kampung Muara Ponak : o Lamin Murukng Iyuq (leluhur warga Kampung Kenyanyan Dusun Ponak), Lamin Temerenungk, Lamin Jahau, Lamin Pegongk, Lamin Megak (Lamin ini ada di sungai Ipe), Lamin Ponaq Ponsongk, Lamin Sungai Sensiringk, Lamin Muara Sungai Sensiringk, Lamin Pegongk 2, Lamin Tenung Terinsingk, Lamin Ponak, dan Lamin Muara Ponak. o Lamin Muara Ponak, dirikan di tepi sungai Ponak. Pada masa inilah pertama kalinya seorang petinggi ada dan diresmikan sebagai kampung Ponak. Lamin yang terakhir ini di bangun setelah masa kemerdekaan Indonesia.

35 Sejarah Kampung Disebutkan juga : Ketika kampung Muara Ponak pertama kali didirikan, Petinggi pertama adalah Layo. Kemudian petinggi Layo diganti oleh Petinggi Saleh. Petinggi berikutnya adalah Sani. Pada masa petinggi sani, ada penggabungan kampung dengan kenyanyan berdasarkan kebijakan pemerintahan Soeharto. Kemudian pada tahun 2009 petinggi khusus daerah Muara Ponak kembali dilantik dan pada tahun 2010 secara resmi kampung Muara Ponak dimekarkan dari kampung Kenyanyan.

36 Sejarah Penguasaan Lahan Menurut para narasumber, setiap Lamin mempunyai wilayah yang sudah disepakati baik itu antar komunal maupun antar keluarga yang ada didalam lamin tersebut. Pembagian wilayah inilah yang kemudian menjadi hak waris untuk setiap kelompok keluarga yang tinggal di dalam Lamin. Biasanya dalam setiap keluarga besar pemilik hak waris akan ditunjuk satu orang sebagai penanggungjawab untuk kelompoknya untuk berurusan jika terjadi persoalan atas hak waris keluarga maupun soal pembagian atau pemecahan kelompok dalam keluarga tersebut. Menurut cerita turun temurun ada 4 keluarga yang pada awalnya mewarisi wilayah yang ada di sekitar Kampung Muara Ponak sekarang.

37 Sejarah Penguasaan Lahan Keempat Keluarga tersebut : 1. Pak Sigau, Warisan beliau ini sekarang diwariskan ke Pak Derum. Pak Derum ini kemudian pecah lagi hak warisnya ke keluarga Pak Burhan (Kepala Adat Kampung Ponak sekarang) dan Pak Yakobus. 2. Pak Siit, Sekarang hak warisnya ke Pak Didi (mantan ketua RT). 3. Pak Anok, Keturunan dari Pak Anok ini adalah Pak Tansi. 4. Pak Renungk, Garis keturunan dari Pak Renungk ini adalah Pak Jerky, Pak Giarto dan Pak Charles.

38 Sejarah Penguasaan Lahan Pembagian hak waris ini adalah berupa pembagian hutan yang belum dikelola dan wilayah yang sudah dikelola. Biasanya pembagian ini mengikuti wilayah yang sudah dikelola sebelumnya sehingga menjadi satu hamparan. Keturunan dari pemegang hak waris ini akan mengelola di wilayah pembagiannya masing-masing. Walaupun demikian sangat memungkinkan juga mereka mengelola di wilayah lainnya, atau penduduk dari kampung lain melakukan pengelolaan di wilayah mereka.

39 Batas Kampung Menurut para narasumber yang ditemui di Muara Ponak, batas antara Kampung Muara Ponak dengan kampung-kampung lain mengacu pada batas kecamatan dan kampung induk masing-masing, sebelum pemekaran. Tetapi Kampung Muara Ponak tidak dapat menunjukkan peta terkait wilayah administrasi maupun batas-batas desa yang dimaksud. Tim LINKS dalam penelurusan lebih lanjut menemukan satu denah (kartografi) terkait batas Kampung Muara Ponak dengan Kampung-Kampung Sekitar, dibuat tahun 2005 dan ditanda-tangani oleh Kepala Adat dan Petinggi Kampung Ringkong, Kepala Adat dan Petinggi Kampung Kenyayan, Camat Jempang, Camat Muara Pahu dan Camat Siluq Ngurai.

40

41 Pandangan Narasumber Terkait Konflik Sosial 1. Masalah Tata batas desa dengan Kampung Muara Tae : o Menurut para narasumber, batas pertama antara Mancong dan Kenyanyan (desa-desa induk sebelum pemekaran) berada di Singa Banda dekat Camp Baru sekarang. o Di sinilah sejarah pertama kalinya perebutan batas antara masyarakat Ohong (Kampung Muara Tae) dan Kelawit (Kampung Muara Ponak) pernah terjadi. Pada masa itu kedua kelompok saling serang. Karena persoalan semakin membesar maka seorang panglima suku Dayak Benuaq Kelawit yang bernama Siit mendamaikan persoalan ini. Kedua belah pihak menyepakati batas yang baru di wilayah pohon bangris (Pohon madu). o Menurut masyarakat Kampung Muara Ponak batas inilah yang sekarang ditetapkan oleh pemerintah melalui SK Bupati Kutai Barat No.146.3/R.525/2012 tentang Penetapan dan Penegasan Garis Batas Wilayah Antara Kampung Muara Ponak Kecamatan Siluq Ngurai dengan Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang, karena ini mengacu pada penetapan tata batas Kecamatan dan Kampung-Kampung Induk sebelum Kampung Muara Ponak dan Kampung Muara Tae dimekarkan.

42

43 Pandangan Narasumber Terkait Konflik Sosial 2. Pembebasan lahan kepada PT. BSMJ : o Para narasumber di Kampung Muara Ponak masih meyakini bahwa mereka adalah pemegang hak waris atas wilayahnya. Dengan begitu menurut mereka, walaupun di lahan hak warisnya ada kelola orang lain tetapi tanahnya tetap milik mereka, sehingga ada hak untuk mengalihkan kepemilikan tanah tersebut kepada pihak lain termasuk menjual atau dikerjasamakan dengan pihak perusahaan. Walaupun begitu mereka tetap mengakui hak kelola pihak lain yang ada di atas hak warisnya. o Narasumber di Kampung Muara Ponak yang pernah menyerahkan lahan hak warisnya adalah Yakobus, yang diperoleh dari warisan keluarga besar Pak Sani. Yakobus menyampaikan, masyarakat Kampung Muara Tae tidak punya ladang/hak kelola di lahan warisan keluarganya karena lahan hak warisnya merupakan bekas lahan HTI. HTI mengembalikan lahan milik keluarga besar Pak Sani (Yakobus). Oleh Keluarga besar lahan diserahkan ke PT. BSMJ sekitar 400 Ha dan tidak ada hak kelola milik orang lain pada lahan tersebut.

44 Pandangan Narasumber Terkait Konflik Sosial 2. Pembebasan lahan kepada PT. BSMJ : o Contoh lain pada lahan hak waris keluarga Giarto. Dia mengakui ada hak waris dan hak kelola, sehingga saat melakukan pembebasan lahan kepada perusahaan, dia menyakini bahwa pemegang hak kelola di lahan hak warisnya tersebut pasti akan menuntut. Karena itu keluarga besar ini hanya menerima harga tanahnya saja, sementara untuk hak kelola GRTT diminta untuk disisihkan. Contoh, dalam perjanjiannya dengan perusahaan untuk hak waris hanya Rp. 1 juta dan Rp. 2 juta diberikan kepada pemegang hak kelola sebagai ganti rugi tanam tumbuhnya. Giarto juga mengaris bawahi bahwa walaupun mempunyai hak kelola dilahan tersebut bukan berarti pengelola berhak atas tanahnya juga. o Dengan dasar-dasar pertimbangan ini maka Masyarakat Kampung Muara Ponak kemudian melakukan pembebasan atas tanah yang termasuk dalam wilayah konflik tata batas dengan Kampung Muara Tae kepada PT. BSMJ.

45

46 Penyelesaian Konflik Sosial (Narasumber di Kampung Muara Ponak) 1. Narasumber di Kampung Muara Ponak mengaku tidak pernah ada masalah dengan antara mereka dan masyarakat Kampung Muara Tae. Adanya gejolak saat ini, disebabkan oleh sekelompok masyarakat di Kampung Muara Tae (menurut mereka kelompok tersebut adalah : kelompok Petrus Asui dan Masrani). 2. Dengan adanya perusahaan sekarang ini hampir semua kampung ingin memperluas wilayahnya. Tetapi jika berkaitan dengan tata batas kampung dengan Muara Tae, seharusnya tidak perlu dipermasalahkan, sudah seharusnya mengacu pada SK Bupati Kutai Barat. 3. Menurut narasumber di Kampung Muara Ponak setidaknya 3 kali upaya penyelesaian tata batas, sampai sekarang belum ada kata sepakat antara kedua belah pihak terutama oleh kelompok masyarakat Kampung Muara Tae.

47 Penyelesaian Konflik Sosial (Narasumber di Muara Ponak) Beberapa tawaran penyelesaian yang diusulkan oleh Narasumber di Muara Ponak adalah : 1. Jika ada persoalan antara PT. BSMJ dengan masyarakat Kampung Muara Tae maka itu harus diselesaikan terlebih dahulu. 2. Penyelesaian secara kekeluargaan. Kelompok masyarakat Muara Tae seandainya ada garapan di wilayah Ponak maka dipersilahkan datang dan berbicara dengan pemilik hak waris di Kampung Muara Ponak. Menurut mereka komunikasi kekeluargaan ini harus berjalan terutama antara pemilik hak waris Ponak dengan kelompok Petrus Asuy dan Masrani. 3. Pembuktian adanya hak kelola Masyarakat Muara Tae dipersilahkan membuktikan hak kelolanya dan masyarakat Muara Ponak siap mengakuinya bilamana bukti-bukti tersebut benar.

48 Penyelesaian Konflik Sosial (Masyarakat Muara Ponak) Beberapa tawaran penyelesaian yang diusulkan oleh masyarakat Muara Ponak adalah: 4. Penyelesaian melalui pemerintah (Hukum positif) 5. Penyelesaian secara adat (Sumpah batas). Menurut tokoh yang ada di Kampung Muara Ponak syarat untuk menyelesaikan secara adat adalah misalnya dari PT. BSMJ ingin menyelesaikan permasalahan antara Ponak dan Muara Tae maka, biaya dan lain sebagainya sampai dengan denda, itu semua ditanggung oleh PT. BSMJ. Kemudian jika ingin merubah batas, harus dibuat sumpahnya oleh sesepuh adat, hal ini berarti fasilitator ataupun mediator (orang ketiga) yang akan memimpin proses tersebut juga harus disumpah adat. Jika yang merubah tidak tepat dan tidak pada posisi yang benar maka dialah yang menanggung segala resikonya.

49 4 Keterangan-Keterangan Manajemen PT. BSMJ

50 Perijinan PT. BSMJ memperoleh Ijin Lokasinya berdasarkan surat Keputusan Bupati Kutai Barat nomor : /K.037/2010 tentang Ijin Lokasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT. Borneo Surya Mining Jaya dalam wilayah Kabupaten Kutai Barat tertanggal 21 Januari Luas wilayah yang tertera dalam Ijin lokasi ini adalah ± Ha, terletak dalam wilayah Kampung Kenyanyan, Lempunah, Pentat, dan Muara Nayan Kecamatan Siluq Ngurai dan Jempang, Kabupaten Kutai Barat. 18 Mei 2010, perusahaan memperoleh keputusan dari Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kutai Barat tentang Kelayakan KA-ANDAL kegiatan perkebunan dan pabrik minyak sawit seluas Ha. Surat keputusan Nomor : 660.5/005.KA ANDAL/BLH-KBR/V/2010 ini menerangkan bahwa kegiatan perkebunan perusahaan beserta segala aktifitas di dalamnya adalah layak, jika ditinjau dari aspek lingkungan hidup.

51 Perijinan Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan dari Bupati Kutai Barat yang tertuang dalam surat Keputusan Bupati Kutai Barat Nomor : 660.5/009/ AMDAL/BLH-KBR/VI/2010 tentang kelayakan lingkungan hidup ANDAL, RKL dan RPL kegiatan perkebunan kelapa sawit atas nama PT Borneo Surya Mining Jaya di kampung Kenyanyan, Ponak, Lempunah, Pentat, dan Muara Nayan Kecamatan Siluq Ngurai dan Jempang Kabupaten Kutai Barat tertanggal 24 Juni PT. BSMJ juga telah memperoleh Izin Usaha Perkebunan pada areal dalam izin lokasi seluas Ha berdasarkan Keputusan Bupati Kutai Barat /K. 935b/2010 tanggal 22 November 2010.

52

53 Proses Pembebasan Lahan Sebelum pembebasan lahan, survei dan identifikasi serta sosialisasi/ penyuluhan tentang maksud dan tujuan dari pembangunan kebun kelapa sawit tersebut kepada masyarakat setempat. Dari salah satu dokumen diketahui deskripsi sosialisasi yang dilakukan PT. BSMJ adalah : o Rencana lokasi perkebunan dan pabrik PT BSMJ meliputi 4 kampung : Kampung Pentat, Muara Tae, Muara Nayan, dan Lembonah dengan luas areal Ha. o Jenis kegiatan adalah perkebunan dan pabrik minyak sawit dengan kapasitas pabrik 60 ton/ jam. o Aktivitas yang akan dilakukan : tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, tahap operasi, tahap pasca operasi o Ikut dijelaskan juga dampak positif dan negatif yang mungkin timbul dengan adanya perkebunan dan pabrik minyak sawit. o Mendengarkan saran dan tanggapan masyarakat.

54 Proses Pembebasan Lahan Bilamana masyarakat menerima tawaran kerja sama pengembangan kebun maka perusahaan akan melajutkan aktivitas ke pembentukkan tim verifikasi lahan dan tahapan negosiasi pembebasan lahan. Dalam meeting dengan Manajemen PT. BSMJ terungkap bahwa prinsip utama yang dipegang perusahaan dalam pembebasan lahan adalah Clean and Clear, dimana pihaknya tidak melakukan pembebasan lahan tanpa persetujuan pemilik lahan. Karena itu dokumen-dokumen pembebasan lahan dan pembayaran lahan selalu diclearkan sebelum proses pembukaan lahan dilakukan. Setelah dokumen-dokumen selesai dan secara administrasi disetujui pemerintah desa setempat, tahapan pembukaan lahan dan pembangunan kebun dilakukan.

55 Proses Pembebasan Lahan Berdasarkan data perusahaan dari areal yang telah dibebaskan (GR/GTT) disekitar area dispute (dalam laporan Intertek-Moody), penanaman telah dilakukan seluas 252,82 Ha tahun 2012 dan tahun 2012 mencapai luasan Ha. Dari luasan tanan tersebut, pada area yang dibebaskan Yakobus, penanaman telah mencapai 210,4 Ha.

56

57

58 Klarifikasi Manajemen Terkait Konflik Tata Batas Kampung 1. Awalnya ada permasalahan dengan PT. Munte Waniq Jaya Perkasa, yang dirasa cukup meresahkan, membuat Pemerintah Kabupaten Kutai Barat turun tangan, dimana Pemerintah Kabupaten kemudian menetapkan batas kampung Muara Tae dan Muara Ponak tanpa melibatkan perusahaan. Namun setelah SK Bupati tentang tata batas dibuat, pihak Petinggi Muara Tae (Masrani) kembali mengajukan keberatan dan mengajukan gugatan ke PTUN, tetapi gugatan tersebut ditolak. 2. Manajemen mengetahui ada SK Bupati Kutai Barat tentang Pemberhentian Petinggi Muara Tae (Masrani). 3. Terkait seluruh proses diatas, perusahaan mengaku tidak campur tangan atau tidak terlibat sama sekali, dan kedua hal tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah.

59 Klarifikasi Manajemen Terkait Pembebasan Lahan Muara Ponak 1. Perusahaan mengakui melakukan sosialisasi di Muara Tae tahun 2011, ternyata peserta sosialisasi di Muara Tae saat itu menolak. Kemudian perusahaan memutuskan untuk mundur, lalu mencoba masuk ke desa-desa lain. Perusahaan kemudian masuk ke desa Muara Ponak, dengan mengusung prinsip bahwa pekerjaan baru akan dilakukan apabila masyarakat telah setuju untuk menyerahkan lahan dengan kompensasi, dan setuju dengan program plasma 20 %. 2. Proses pembebasan lahan melalui tim verifikasi yang dibentuk oleh desa. Di tengah-tengah proses klaim dari kelompok Petrus Asui dan Masrani belum masuk, sehingga dengan ijin masyarakat Muara Ponak, PT. BSMJ mulai melakukan pembebasan lahan yang diserahkan masyarakat Muara Ponak. 3. Dokumen-dokumen penyerahan dan pembayaran lahan dilengkapi sesuai SOP, ditandatangani oleh Pemilik lahan dan diketahui oleh Pemerintah Desa Muara Ponak, Kepala Adat Desa Muara Ponak dan Camat Siluq Ngurai.

60 Klarifikasi Manajemen Terkait Pembebasan Lahan Muara Ponak 3. Bulan Oktober - Desember 2011, PT. BSMJ mengosongkan lahan di Muara Ponak (yang tidak termasuk dalam konflik tata batas) dan sudah dikompensasi (seluas 284,29 Ha) untuk pembangunan infrastruktur, lahan pembibitan dan perkebunan. 4. Bulan Juni 2012, PT. BSMJ melakukan pembebasan lahan atas lahan yang diserahkan Yakobus seluas 400 Ha (lahan ini termasuk dalam penetapan tata batas Muara Tae dan Muara Ponak berdasarkan SK Bupati Kutai Barat No /R.525/2012, sebagai wilayah administrasi Kampung Muara Ponaq.

61 Klarifikasi Manajemen Terkait Complaint EIA, AMAN dan Petinggi Muara Tae 1. Tanggal 17 Oktober 2012 (setelah 30 hari persyaratan masa public notification di website RSPO terlewati), EIA (Environmental Investigation Agency) mengadukan PT. BSMJ terkait pelanggaran yang dilakukan atas Prosedur Penanaman Baru dan juga atas prinsip-prinsip dan kriteria RSPO. 2. Tanggal 30 Oktober 2012, sebuah meeting informal antara First Resources (FR), Petinggi Muara Tae (Masrani), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan NCIV di RT 10 Singapura. Dalam meeting tsb, petinggi Muara Tae menginformasikan konflik kepemilikan lahan antara Muara Tae dgn Muara Ponak, dan meminta PT. BSMJ untuk menghentikan pengosongan maupun pembersihan lahan (400 Ha) yang dibebaskan Yakobus.

62 Klarifikasi Manajemen Terkait Complaint EIA, AMAN dan Petinggi Muara Tae 3. Tanggal 12 November Maret 2013, manajemen dan para pihak terkait (AMAN, EIA, petinggi Muara Tae dan RSPO-Intertek) melaksanakan rangkaian aktivitas untuk penyampaian complaint, klarifikasi, pembahasanpembahasan dan audit terkait pengaduan yang telah disampaikan pada point 1 dan Complaint Panel RSPO memutuskan agar BSMJ melakukan serangkaian tindakan perbaikan sebelum 30 Juni 2013 dan PT. BSMJ-FR secara prinsip menyambut positif keputusan Complaint Panel tersebut, serta melakukan tindakan-tindakan korektif yang melibatkan pihak eksternal.

63 Klarifikasi Manajemen Terkait Keterangan Narasumber di Muara Tae 1. Manajemen meminta agar pernyataan perusahaan memprovokasi masyarakat tidak digunakan, karena aktivitas yang dilakukan perusahaan adalah sosialisasi kepada masyarakat, jika kemudian ada diantaranya secara individual, bersedia membebaskan lahan, maka itu merupakan hak mereka. Aktivitas sosialisasi perusahaan bukanlah tindakan provokatif. 2. Manajemen menerangkan bahwa penggunaan aparat keamanan di lapangan adalah hal wajar untuk mencengah kemungkinan terjadi bentrok, apalagi ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya administrasi yang dilakukan secara berkala dan membutuhkan kehadiran aparat keamanan. Manajemen memandang usulan untuk tidak lagi menggunakan aparat keamanan seakan-akan menafikkan aspek positif dari kehadiran aparat keamanan.

64 Pandangan Manajemen Terkait Penyelesaian Konflik 1. Mempersiapkan roadmap penyelesaian konflik adalah wujud kesediaan FR dan PT. BSMJ melakukan tindakan korektif dalam pembangunan kebunnya, terutama penyelesaian klaim lahan yang disampaikan masyarakat Muara Tae. 2. Terkait pelaksanaan Pemetaan dan Penyusunan Roadmap penyelesaian konflik pihak LINKS diharapkan : o Pemetaan dan penyusunan roadmap dapat mengidentifikasi dengan tepat berapa luasan lahan yang berkonflik sebenarnya, karena tidak diseluruh lahan yang ditujukkan dalam peta Dispute (1.800 s.d Ha) dalam laporan Intertek terdapat permasalahan sosial. Selain itu PT. BSMJ juga belum beroperasi diseluruh wilayah yang ditunjuk dalam peta Dispute Intertek.

65 Pandangan Manajemen Terkait Penyelesaian Konflik 2. Terkait pelaksanaan Pemetaan dan Penyusunan Roadmap penyelesaian konflik manajemen mengharapkan : o o Roadmap juga harus mempertimbangkan keinginan kelompok-kelompok masyarakat lain di Muara Tae yang bersedia bermitra dengan perusahaan dalam pembangunan kebun. Bahwa kelompok Petrus Asui dan Masrani yang menolak, adalah satu kelompok masyarakat, di Muara Tae ada juga kelompok yang bersedia menyerahkan lahan dan bermitra dengan PT. BSMJ. Penting bagi para pihak untuk mempertimbangkan kepentingan kelompok ini, sama seperti para pihak mempertimbangkan kepentingan kelompok yang menolak. Road Map juga harus mempertimbangkan kewajiban PT. BSMJ untuk melakukan pembangunan kebun sebagaimana yang diwajibkan pemerintah Kabupaten Kutai Barat, dan kepentingan masyarakat di desa-desa lain, yang juga telah menyerahkan lahan. Kepada mereka, PT. BSMJ juga memiliki kewajiban pembangunan kebun, terutama kebun kemitraan (Plasma). Karena itu pada area yang tidak terdapat konflik, PT. BSMJ seharusnya dapat melanjutkan kegiatan pembangunan kebun.

66 5 Kesimpulan & Rekomendasi

67 Kesimpulan 1. Tata waktu konflik : Waktu terlama adalah abad 18 yang menunjukkan bahwa permasalahan wilayah (tata batas) antara Muara Tae dan Muara Ponak telah berlangsung lama. Begitupun penyampaian complaint Muara Tae terhadap pembebasan lahan yang dilakukan proyek-proyek investasi diwilayah desanya, telah berlangsung lama dan konsisten dilakukan sejak tahun 1971 hingga saat ini, terutama setelah penetapan SK Bupati Kutai Barat No. No.146.3/R. 525/2012. Sehingga penyelesaian konflik ini membutuhkan waktu, intensitas komunikasi yang tinggi antara para pihak dan penerapan pendekatanpendekatan sosiologis, selain pendekatan struktural dan keamanan yang sekarang dilakukan.

68 Kesimpulan 2. Jenis dan akar Konflik Sosial : Jenis Konflik : 1)Tata Batas Desa antara kampung Muara Tae dan Muara Ponak. 2) Klaim atas pembebasan lahan yang dilakukan masyarakat Muara Ponak pada PT. BSMJ. Klaim disampaikan oleh masyarakat Muara Tae. Akar masalah : 1) perbedaan keterangan terkait batas-batas alam, tandatanda tradisional dalam penentuan batas Kampung Muara Tae dan Muara Ponak. 2) Pembebasan dan pembangunan kebun yang dilakukan di atas tanah yang sedang berkonflik. Implikasi konflik : Pemecatan Petinggi Muara Tae (Masrani) dan Segregasi Sosial (pengelompokkan masyarakat) baik di internal masyarakat Muara Tae, maupun antara Kampung Muara Tae dan Kampung Muara Ponak. 3. Luasan Konflik Sosial akan ditunjukkan dalam peta berikut :

69

70

71

72 Luasan Konflik Sosial Areal Konflik tata batas Desa dalam ijin PT. BSMJ adalah 892 Ha, areal konflik klaim lahan yang harus diselesaikan PT. BSMJ seluas 400 Ha berada didalamnya.

73 4. Para Pihak yang terlibat saat ini : Kesimpulan Masyarakat Kampung Muara Tae dan Masyarakat Kampung Muara Ponak. Pemerintahan Kampung Muara Tae dan Muara Ponak. Pemerintah Kecamatan Jempang, Kecamatan Siluq Ngurai, BUPATI Kutai Barat, dan DISHUTBUN Kutai Barat. NGO Pendamping : TELAPAK, AMAN dan EIA. Manajemen PT. BSMJ dan FR. RSPO.

74 Rekomendasi (Roadmap) 1. Merekomendasikan PT. BSMJ untuk menunda aktivitas pembangunan kebun (mulai dari pembebasan lahan, pembukaan areal baru maupun penanaman areal baru pada wilayah konflik) seluas 892 Ha, hingga tercapai kesepakatankesepakatan penyelesaian konflik. Penundaan aktivitas ini diharapkan tidak meniadakan kegiatan perawatan kebun, pada areal tertanam di dalam wilayah konflik seluas 210, 4 Ha. Pertimbangan-pertimbangan teknis atas kegiatan perawatan ini perlu dikomunikasi PT. BSMJ pada complainant dan Complaint Panel RSPO.

75

76

77 Rekomendasi (Roadmap) 2. Merekomendasikan para pihak untuk memberi ruang kepada perwakilan masyarakat Muara Tae, menyampaikan perbedaan-perbedaan pendapatnya terkait penetapan tata batas kampungnya dengan Muara Ponak maupun perihal pemberhentian Petinggi (Masrani). Ruang tersebut dapat diwujudkan melalui : o PT. BSMJ beraudiensi kepada Bupati Kutai Barat untuk menyampaikan belum tuntasnya masalah tata batas yang sedang terjadi diareal ijin perkebunannya setelah penetapan SK Bupati, dampak konflik sosial tersebut bagi pembangunan kebun PT. BSMJ sekaligus menyampaikan upaya-upaya penyelesaian yang sedang ditempuh. o NGO-NGO pendamping memfasilitasi Masyarakat Muara Tae dalam melanjutkan penyampaian complaint atas tata batas Desa Muara Tae dan Desa Muara Ponak maupun pemberhentian Petinggi (Masrani) kepada pemerintah Kabupaten Kutai Barat. Fasilitasi ini direkomendasikan untuk didukung oleh RSPO baik dari sisi pembiayaan maupun hal-hal teknis lain.

78 Rekomendasi (Roadmap) 2. Kedua aktivitas dalam Rekomendasi ini harus mempertimbangkan : o Aturan perundangan yang berlaku bahwa : 1) Penegasan batas daerah maupun desa merupakan kewenangan tim penetapan dan penegasan batas yang dibentuk pemerintah daerah, dimana tokoh-tokoh masyarakat harus dilibatkan dalam tim maupun prosedur penegasan batas tersebut - Permendagri RI No. 1 tahun 2006 tentang pedoman penegasan batas daerah dan Permendagri RI No. 27 Tahun 2006 tentang penegasan batas desa. 2) Bahwa masyarakat memiliki hak untuk menyatakan sikap setuju maupun tidak terhadap perubahan fungsi ruang disekitarnya - UU RI No. 27 tahun 2006 tentang Penataan Ruang. 3) Terdapat tata cara pemberhentian Kepala Desa (petinggi) berdasarkan Peraturan pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa pasal yang perlu diperhatikan, dan menjadi hak dari Pihak Petinggi (Masrani) untuk mengajukan complaint, bilamana tahapan tersebut tidak terpenuhi. o Bahwa penyampaian materi complaint merupakan bagian dari hak warga negara tetapi dalam penyampaiannya harus tetap mengacu pada aturan perundangan yang berlaku.

79 Rekomendasi (Roadmap) 2. Lanjutan : o Proses fasilitasi terkait tata batas harus dikoordinasikan dengan Pemerintah Kecamatan dan mendapat persejutuan Pemerintah Kabupaten. o Proses penyelesaian tata batas harus berimbang (setara) dalam mendengar dan memperhatikan kepentingan masyarakat baik Muara Tae dan Muara Ponak. o Proses fasilitasi penyelesaian tata batas harus melaui masa-masa persiapan dimana para pihak (Masyarakat Muara Tae dan Muara Ponak) perlu memiliki peta partisipatif tentang batas-batas desa mereka (jika belum, maka perlu dilakukan penelurusan batas-batas desa), menentukan perwakilan para pihak dan pendamping, menyusun jadwal/ agenda-agenda penyelesian konflik, menyusun etika maupun tata cara dalam negosiasi penyelesaian konflik, menyusun tata cara pengambilan keputusan/penyusunan kesepakatan, tata cara implementasi dan monitoring kesepakatan, serta menyusun mekanisme complaint bilama terdapat pihak yang melanggar kesepakatan. o Proses fasilitasi tata batas ini juga harus menunjuk fasilitator/negosiator/mediator yang bersifat independen untuk memandu para pihak dalam agenda yang telah disusun dalam persiapan.

80 Rekomendasi (Roadmap) 2. Lanjutan : o Adapun proses dan tahapan penyampaian complaint atas pemberhentian Petinggi Muara Tae (Masrani) diserahkan sepenuhnya kepada yang bersangkutan dan NGO-NGO pendamping. o Dukungan RSPO dalam hal pendanaan fasilitasi ini penting agar dana datang dari pihak independen, sementara dukungan pada hal-hal teknis dapat diwujudkan dalam penunjukkan tim pemetaan independen maupun fasilitator/negosiator/mediator (terutama untuk masyarakat Muara Ponak yang belum memiliki peta partisipatif dan pendamping masyarakat).

81 Rekomendasi (Roadmap) 3. Merekomendasikan PT. BSMJ untuk melanjutkan fasilitasi penyelesaian klaim lahan masyarakat Muara Tae pada areal seluas 400 Ha yang dibebaskan Yakobus (Muara Ponak). Proses ini direkomendasikan pelaksanaannya melalui tahapan-tahapan : o Persiapan-persiapan untuk : pemetaan pada areal-areal yang diklaim, menentukan perwakilan para pihak dan pendamping, menyusun jadwal/ agenda-agenda penyelesaian klaim lahan, menyusun etika maupun tata cara dalam negosiasi penyelesaian klaim lahan, menyusun tata cara pengambilan keputusan/penyusunan kesepakatan, tata cara implementasi dan monitoring kesepakatan, serta menyusun mekanisme komplain bilama o terdapat pihak yang melanggar kesepakatan. Melakukan FGD Review Kasus lanjutan, untuk mendorong para pihak melakukan evaluasi dalam inner place mereka terkait argumen-argumen yang menjadi dasar-dasar bertahan para pihak serta implikasinya bagi penyelesaian konflik. Review kasus ini diperlukan untuk menjajaki sejauh mana perbedaan kepentingan dan unsur-unsur yang menjadi dasar bertahan masing-masing pihak. Review kasus lanjutan ini akan dilakukan berulang-ulang agar mendapatkan gambaran yang lebih sempurna.

82 Rekomendasi (Roadmap) 3. Lanjutan : o o Setelah gambaran konflik semakin jelas, review kasus akan dilanjutkan dengan pemberian pengetahuan baru yang relevan agar para pihak memiliki kemampuan mengembangkan mindset baru, ketrampilan negosiasi dan komunikasi sosial serta kemampuan mengelola dinamika kelompoknya agar mereka tidak mudah terpancing emosi atau bahkan menjadi putus asa saat melalui proses penyelesaian konflik yang membosankan dan berliku-liku. Melaksanakan Visioning, bilamana secara internal kondisi para pihak sudah semakin kondusif dan telah terbangun pengetahuan baru, fasilitasi para pihak dapat dilanjutkan dengan visioning guna menyusun materi dan jenis kegiatan yang akan diusulkan dalam penyelesaian konflik.

83 Rekomendasi (Roadmap) 3. Lanjutan : o o Setelah Visioning, perlu dilakukan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL), aktivitas ini akan mempertemukan para pihak yang tidak ditujukan untuk melakukan diskusi atau negosiasi penyelesaian konflik, tetapi untuk membahas pilihan-pilihan kegiatan penyelesaian konflik dan aturan mainnya termasuk membahas mekanisme komplain bilamana terjadi pelanggaran, menentukan perwakilan dan pendamping, menentukan fasilitator/negosiator/ mediator, menyusun jadwal dan menentukan materi-materi yang akan dibahas dalam penyelesaian konflik. Berdasarkan kesepakatan ini selanjutnya dengan menggunakan fasilitator/negosiator/ mediator yang Independen para pihak dapat melangkah sesuai RKTL yang telah disepakati bersama untuk penyelesaian konflik, sebagaimana yang ditujukkan pada gambar berikut :

84

85

86 Rekomendasi (Roadmap) 4. Dalam pelaksanaan rekomendasi no. 3, terdapat syarat yang perlu diperhatikan : o o Perwakilan dari NGO-NGO pendamping harus dihadirkan pada pelaksanaan FGD Review kasus lanjutan, Visioning dan RKTL untuk memantau proses fasilitasi yang dilakukan. Bahwa peran fasilitator dengan pembiayaan perusahaan hanya sampai tahap penyusunan RKTL, selanjutnya dengan pembiayaan RSPO (pihak independen), direkomendasi menggunakan fasilitator/negosiator/mediator yang Independen untuk memandu para pihak dapat melangkah pada RKTL yang telah disepakati bersama untuk penyelesaian konflik klaim lahan.

87 Rekomendasi (Roadmap) 5. Merekomendasikan RSPO untuk meninjau kembali suspend yang diberlakukan pada areal perkebunan PT. BSMJ mengingat : o o o o o o Tidak seluruh areal merupakan wilayah konflik. Kewajiban yang harus dipenuhi PT. BSMJ terkait perijinan yang diberikan pemerintah untuk melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan kebun. Kepentingan masyarakat desa lain yang telah melaksanakan penyerahan lahan kepada PT. BSMJ agar pembangunan kebun dilanjutkan terutama untuk pembangunan kebun plasma. Penyampaian narasumber di Muara Tae tentang dipersilahkannya PT. BSMJ untuk melakukan pembangunan kebun di wilayah desa-desa lain, akan tetapi PT. BSMJ diminta untuk tidak melakukan akvitas pembangunan kebun sementara waktu pada wilayah Desa Muara Tae termasuk di dalam wilayah konflik Memperhatikan kepentingan kelompok masyarakat lain di Muara Tae yang bersedia bekerja sama ataupun bermitra dalam pembangunan kebun dengan PT. BSMJ. Peninjauan kembali suspend RSPO dan berapa luasan lahan yang akan dikeluarkan selanjutnya diskusikan para pihak (Complainant, manajemen PT. BSMJ dengan complaint panel RSPO).

88 Terima Kasih

Di- Lamp :- I{al : Tanggapan Aparat dan Masyarakat Kampung Muara ponak Terkait Klaim Lahan Dalarn Lokasi Usaha pt. BSMJ

Di- Lamp :- I{al : Tanggapan Aparat dan Masyarakat Kampung Muara ponak Terkait Klaim Lahan Dalarn Lokasi Usaha pt. BSMJ PEMBRINTAH KAMPTING MUARA PONAK KECAMATAN SILUQ NGT]RAI KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINST KALIMANTAN TIMUR Nomor: Lamp :- I{al : Tanggapan Aparat dan Masyarakat Kampung Muara ponak Terkait Klaim Lahan Dalarn

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 11 (2013) Copyright 2013

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 2 Nomor 11 (2013)  Copyright 2013 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 11 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2013 SENGKETA TANAH PERKEBUNAN PT. MUNTE WANIQ JAYA PERKASA DENGAN MASYARAKAT KAMPUNG

Lebih terperinci

Minutes of Meeting. PT Borneo Surya Mining Jaya/ First Resources Complaint Case. Hotel Aston, Balikpapan, 11 December 2014

Minutes of Meeting. PT Borneo Surya Mining Jaya/ First Resources Complaint Case. Hotel Aston, Balikpapan, 11 December 2014 Peserta Pertemuan Minutes of Meeting PT Borneo Surya Mining Jaya/ First Resources Complaint Case Hotel Aston, Balikpapan, 11 December 2014 No. Institution Type Invited Participants Attendance (Yes/No)

Lebih terperinci

SILANG SENGKARUT PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN

SILANG SENGKARUT PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN SILANG SENGKARUT PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN Studi Kasus Tumpang Tindih di Muara Tae dan Muara Lambakan Kalimantan Timur Indonesia yang seharusnya Raya, sekarang diambang kehancuran alam akibat sifat rakusnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah:

Rangkuman dari isu isu yang dijabarkan dalam laporan studi tersebut dalam kaitannya dengan komitmen kebijakan FCP APP adalah: Laporan Verifikasi Keluhan melalui Laporan yang dibuat oleh FPP, Scale UP & Walhi Jambi berjudul Pelajaran dari Konflik, Negosiasi dan Kesepakatan antara Masyarakat Senyerang dengan PT Wirakarya Sakti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Keputusan Kepala Bapedal No. 08 Tahun 2000 Tentang : Keterlibatan Masyarakat Dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

Lebih terperinci

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat,

21 Maret Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 21 Maret 2013 Para Pemangku Kepentingan yang Terhormat, 5 Februari 2013 mungkin merupakan hari paling penting dalam sejarah APP. Pada tanggal tersebut kami mengumumkan Kebijakan Konservasi Hutan, dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TENTANG KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PROSES ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2

OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2 OMBUDSMAN CONCLUSION REPORT WILMAR 2 Laporan ini merangkum proses CAO Ombudsman dalam hubungannya dengan keluhan kedua yang diterima CAO mengenai investasi IFC dalam Grup Wilmar. INVESTASI IFC Grup Wilmar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 188.44 / 62 / 2012 TENTANG KELAYAKAN LINGKUNGAN HIDUP KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. SUMUR PANDANWANGI LUAS AREAL

Lebih terperinci

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014

WG-Tenure. Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan Februari 2014 Laporan Evaluasi dan Pendalaman Hasil Assesment Land Tenure KPHP Seruyan Unit XXI Kalimantan Tengah Seruyan 17-22 Februari 2014 Selama ini telah terbangun stigma yang buruk bahwa Desa itu berada dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan NAWACITA Meningkatkan kualitas manusia Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman Membangun Indonesia dari pinggiran

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

Kunjungan ke Desa-Desa di Hulu Sungai Malinau November Desember 2002

Kunjungan ke Desa-Desa di Hulu Sungai Malinau November Desember 2002 Kunjungan ke Desa-Desa di Hulu Sungai Malinau November Desember 2002 Kabar dari Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Tim Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 12, Maret 2003 Seperti biasa sekali

Lebih terperinci

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL

Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) terhadap Kebijakan Pengelolaan Hutan Keberlanjutan (SFMP 2.0) APRIL Rapat SAC ke-10 di Pangkalan Kerinci, Riau - Indonesia, 23-25 Mei 2017 ANGGOTA SAC TURUT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TANGGAL : 17 PEBRUARI 2000

LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TANGGAL : 17 PEBRUARI 2000 LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : 08 TAHUN 2000 TANGGAL : 17 PEBRUARI 2000 KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PROSES ANALISIS MENGENAI DAMPAK

Lebih terperinci

Inisiatif penyelesaian konflik Sumber Daya Alam melalui Mediasi i

Inisiatif penyelesaian konflik Sumber Daya Alam melalui Mediasi i Inisiatif penyelesaian konflik Sumber Daya Alam melalui Mediasi i Disampaikan Oleh Ahmad Zazali ii Hasil study dan Monitoring konflik Sumber Daya Alam di Riau yang dilakukan Scale Up selama empat (4) tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

Lebih terperinci

Catatan Pertemuan I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF)

Catatan Pertemuan I (16-18 Oktober 2013) INDONESIAN NATIONAL INTERPRETATION TASK FORCE (INA-NITF) Hari/Tanggal : Selasa, 17 Oktober 2013 Peserta : 23 Tempat : Kantor First Resources, Jakarta Jam Pembahasan Oleh 09.10 Rapat dibuka Lanjutan Prinsip 1. Prinsip 1.3 Pihak perkebunan dan pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 6. PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) LAMPIRAN 6 PERJANJIAN KERJASAMA UNTUK MELAKSANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua Nama:

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF

PELAKSANAAN PARTICIPATORY MAPPING (PM) ATAU PEMETAAN PARTISIPATIF Halaman: 1 dari 7 MAPPING (PM) ATAU Dibuat Oleh Direview Oleh Disahkan Oleh 1 Halaman: 2 dari 7 Riwayat Perubahan Dokumen Revisi Tanggal Revisi Uraian Oleh 2 Halaman: 3 dari 7 Daftar Isi 1. Tujuan... 4

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN PETANI PLASMA KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure

Standard Operating Procedure Halaman : 1 of 7 01. TUJUAN Sebagai pedoman dalam pelaksanaan FPIC/Padiatapa (Pesertujuan di Awal Tampa Paksaan) sebagai penghormatan hak-hak masyarakat atas tanah/hutan adatnya. 02. RUANG LINGKUP Prosedur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 958, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kemitraan Kehutanan. Masyarakat. Pemberdayaan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN KAMPUNG DAN PERUBAHAN STATUS KAMPUNG MENJADI KELURAHAN DENGAN

Lebih terperinci

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara kualitatif sesuai dengan kerangka analisis yang diajukan penulis yang kemudian dipakai untuk mendesain penelitian

Lebih terperinci

Rekomendasi-Rekomendasi Khusus Dari Hasil Evaluasi. Rintisan FPIC di Sulawesi Tengah 1

Rekomendasi-Rekomendasi Khusus Dari Hasil Evaluasi. Rintisan FPIC di Sulawesi Tengah 1 Rekomendasi-Rekomendasi Khusus Dari Hasil Evaluasi Rintisan FPIC di Sulawesi Tengah 1 Dibuat oleh Tim Evaluator: Emil Ola Kleden Haryanto R. Putro Didik Suharjito Evaluasi atas rintisan FPIC di Sulawesi

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN PELAKSANAAN RANHAM

BAB III PENYUSUNAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN PELAKSANAAN RANHAM - 28 - BAB III PENYUSUNAN, PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN PELAKSANAAN RANHAM A. KOORDINASI 1. Dalam melakukan penyusunan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan RANHAM dibutuhkan upaya koordinasi

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

Perkembangan Insiden di Wirakarya Sakti (WKS) di Jambi, posting pada 23 Mei 2015:

Perkembangan Insiden di Wirakarya Sakti (WKS) di Jambi, posting pada 23 Mei 2015: pada 23 Mei 2015: Pada hari Sabtu, 23 Mei 2015, perwakilan APP dan WKS berpartisipasi dalam doa bersama dan upacara adat yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat di desa Lubuk Mandarsah di Jambi.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1. Apakah perlu atau ada keinginan untuk kerja sama dengan pihak lain, atau bisa mengembangkan usaha sendiri?

1. Apakah perlu atau ada keinginan untuk kerja sama dengan pihak lain, atau bisa mengembangkan usaha sendiri? Kabar dari TIM PENDAMPING PEMETAAN DESA PARTISIPATIF HULU SUNGAI MALINAU No. 3, Agustus 2000 Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang baik, Salam sejahtera, dengan surat ini kami ingin menyampaikan contoh pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN. Tentang. Pengaduan ke-3 Keprihatinan Komunitas dan Masyarakat Sipil Terkait Dengan Kegiatan Kelompok Perusahaan Wilmar di Indonesia

LAPORAN PENILAIAN. Tentang. Pengaduan ke-3 Keprihatinan Komunitas dan Masyarakat Sipil Terkait Dengan Kegiatan Kelompok Perusahaan Wilmar di Indonesia LAPORAN PENILAIAN Tentang Pengaduan ke-3 Keprihatinan Komunitas dan Masyarakat Sipil Terkait Dengan Kegiatan Kelompok Perusahaan Wilmar di Indonesia Juli 2012 Kantor Penasihat Kepatuhan Ombudsman Korporasi

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Pak Muliadi S.E yang terhormat, Terima kasih atas surat Anda tertanggal 24 Februari 2011 mengenai Kalimantan Forests and Climate

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN PEMETAAN PARTISIPATIF

HASIL PENELITIAN PEMETAAN PARTISIPATIF HASIL PENELITIAN PEMETAAN PARTISIPATIF Kabar dari TIM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA HULU SUNGAI MALINAU No. 7, Februari 2002 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, SELAMAT TAHUN BARU 2002! Salah satu harapan dari

Lebih terperinci

(sop - LEGAL.GN-014) PROSEDUR PENYELESAIAN KONFLIKTANAH & LAHAN. #{ifq,fril{i. Halaman :{dari7. Disetuiui. Direlrtur Utama.

(sop - LEGAL.GN-014) PROSEDUR PENYELESAIAN KONFLIKTANAH & LAHAN. #{ifq,fril{i. Halaman :{dari7. Disetuiui. Direlrtur Utama. -6t?* + '*,j g i{-ni #{ifq,fril{i k!\(\ '.#pa INBAH PROSEDUR $lstettil iltanajenilen IilUTU : SOP - LEGAL.GN{!{{ Revisi : {X} Bedaku Efielttif : 18 Juni?;A12 Halaman :{dari7 PROSEDUR PENYELESAIAN KONFLIKTANAH

Lebih terperinci

KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT KECAMATAN... DESA...

KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT KECAMATAN... DESA... KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT KECAMATAN... DESA... PERATURAN DESA... KECAMATAN... KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME DAN TATA KERJA BADAN KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2014 BNPB.Bantuan. Duka. Cita.Besaran. Pemberian Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1. Tipe Kajian 3.2. Aras Kajian 3.3. Strategi Kajian

III. METODE KAJIAN 3.1. Tipe Kajian 3.2. Aras Kajian 3.3. Strategi Kajian 34 III. METODE KAJIAN 3.1. Tipe Kajian Kajian ini menggunakan tindak eksplanatif. Tindak eksplanatif adalah suatu kajian yang menggali informasi dengan mengamati interaksi dalam masyarakat. Interaksi yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOSOBO SALINAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN IZIN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/ SIJUNJUNG, Menimbang a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I UMUM Menyadari bahwa peran sektor pertanian dalam struktur dan perekonomian nasional sangat strategis dan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Laporan ini berisi Kata Pengantar dan Ringkasan Eksekutif. Terjemahan lengkap laporan dalam Bahasa Indonesia akan diterbitkan pada waktunya. LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI Pendefinisian

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KABUPATEN BLITAR

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 44 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Yth. Direksi Manajer Investasi di tempat SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.04/20... TENTANG LAPORAN PENERAPAN TATA KELOLA MANAJER INVESTASI Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal... Peraturan

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA. (Versi Ringkas)

LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA. (Versi Ringkas) LAMPIRAN 3 NOTA KESEPAKATAN (MOU) UNTUK MERENCANAKAN CSR DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA (Versi Ringkas) Pihak Pertama Nama: Perwakilan yang Berwenang: Rincian Kontak: Pihak Kedua

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA a BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 31 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 71 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KAWASAN, HEMAQ BENIUNG, HUTAN ADAT KEKAU DAN HEMAQ PASOQ SEBAGAI HUTAN ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TANGGAPAN DAN KLARIFIKASI TERHADAP LAPORAN JPIK DAN EIA

TANGGAPAN DAN KLARIFIKASI TERHADAP LAPORAN JPIK DAN EIA TANGGAPAN DAN KLARIFIKASI TERHADAP LAPORAN JPIK DAN EIA MASIH PERIZINAN BAGI TINDAK KRIMINAL: BAGAIMANA KEKEBALAN HUKUM PERUSAHAAN SAWIT ILEGAL MERUSAK REFORMASI INDUSTRI KAYU DI INDONESIA oleh Jaringan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, :

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan pengelolaan irigasi secara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Transparansi merupakan komponen kunci

Transparansi merupakan komponen kunci Berkaca Dari Pengalaman SAMPAN Kalimantan Provinsi Kalimantan Barat MENDORONG PARTISIPASI UNTUK MEMPERKUAT TRANSPARANSI Oleh Dede Purwansyah (SAMPAN Kalimantan) Transparansi merupakan komponen kunci untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS &

Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS & Judul Pelaksana Fokus Area Konservasi Hutan Berbasis Masyarakat dan Mitigasi Perubahan Iklim di Bentang Alam Kerinci Seblat Konsorsium Perkumpulan WALESTRA (WALESTRA, ICS & CFES) Mitigasi Berbasis Lahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA KERJASAMA KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 50 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan pengelolaan irigasi secara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DOKUMEN PANDUAN UTZ. PREMI UTZ (Versi 1.0, ) Premi wajib bagi produsen bersertifikasi UTZ. Premi dibayarkan oleh pembeli pertama.

DOKUMEN PANDUAN UTZ. PREMI UTZ (Versi 1.0, ) Premi wajib bagi produsen bersertifikasi UTZ. Premi dibayarkan oleh pembeli pertama. DOKUMEN PANDUAN UTZ PREMI UTZ (Versi 1.0, 1-8-2016) Panduan tentang premi, sebagaimana diwajibkan dalam Pedoman Perilaku Inti UTZ untuk sertifikasi kelompok dan multi-kelompok (versi 1.1) Dokumen panduan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO Menimbang : 1. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN KAMPUNG DAN PERUBAHAN STATUS KAMPUNG MENJADI

Lebih terperinci

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014

Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014 Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014 A) Latar Belakang Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat

Lebih terperinci