BAB II KESENIAN TOPENG BARONG SUNDA. Seni tradisional Bangbarongan Ujungberung di Kota Bandung dahulu terkait atau
|
|
- Deddy Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KESENIAN TOPENG BARONG SUNDA A. KONSEP SENI TRADISI Seni tradisional Bangbarongan Ujungberung di Kota Bandung dahulu terkait atau lebih dikenal dengan nama benjang atau seni gelut (dalam bahasa Sunda) yang khusus menerapkan fungsi seni beladiri gulat di dalam arena seperti dalam olahraga tinju, yakni ring tinju. Tulisan yang berkaitan dengan seni Bangbarongan adalah skripsi karya Jajat Sudrajat saat studi penelitian dalam mencapai tingkat sarjana tari Strata-1 (S-1) pada Program Studi Seni Tari di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung dengan judul Bangbarongan (1997). Jajat mengungkapkan bahwa pertunjukan Bangbarongan (memakai topeng) dan seni Benjang yang ditampilkan pada malam hari merupakan media upacara adat. Pertunjukan tersebut sangatlah unik dan menarik. Keunikan tersebut dapat dilihat dari fungsi ganda yang dimiliki, yaitu seni Bangbarongan yang ditampilkan pada siang hari selain sebagai sarana untuk memuja atas rasa syukur pada alam atas hasil tani yang telah didapatkan, juga sekaligus sebagai sarana hiburan yang diumumkan lewat arak-arakan keliling kampung. Tulisan tentang Bangbarongan lainnya dibukukan oleh Anto Sumiarto Widjaya, dalam penelitian ilmiah yang diterbitkan oleh Panitia Festival Benjang Anak dengan judul Benjang, dari Seni Terebangan ke Bentuk Seni Beladiri dan Pertunjukan (November 2006). Anto mengatakan bahwa seni Benjang yang telah dibukukan tersebut merupakan sebuah harapan agar dapat memperkaya apresiasi masyarakat Ujungberung, khususnya tentang karya seni tradisional (Wawancara, April 2011). Produk seni budaya adalah bentukan perspektif identitas kehidupan masyarakat. Berkurangnya perpsektif seni budaya tersebut sama halnya dengan hilangnya satu sel memori
2 masyarakat dan hilangnya satu identitas kita sendiri yang hidup bersama seni budaya tersebut. Karya Seni Bangbarongan menurut fungsinya kini di Ujungberung menemukan sentuhan akulturasi budaya secara signifikan. Mengingat Ujungberung adalah daerah yang dipenuhi oleh masyarakat pendatang dari berbagai pelosok seperti pendatang dari daerah Cianjur, Ciamis, Cirebon, Indramayu, bahkan orang-orang pendatang dari sekitar wilayah Jawa Tengah, maka pada beberapa bentuk sajian karya tradisi pun mengalami berbagai adaptasi, yaitu: 1) Seni Benjang/Gulat, 2) Seni Topeng Benjang, 3) Seni Bangbarongan/ Helaran. Begitu pula Bebegig Sukamantri sebagai karya seni tradisional masyarakat di Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, merupakan seni tradisi yang berfungsi untuk dihelarkan atau diarak keliling kampung. Berdasarkan sumber tulisan berupa artikel yang ditulis oleh Redi Mulyadi dan Endang Sutrisno mengenai Bebegig Sukamantri yang penulis temukan dari media internet dari situs (Mei 2010), dikatakan bahwa Bebegig Sukamantri merupakan seni tradisi yang awalnya berupa bebegig sawah (dalam bahasa Sunda) atau orang-orangan sawah yang berbentuk boneka orang-orangan sawah pengusir hama. Bebegig dalam bahasa Sunda (Tim, 2008: 5) yaitu Jajalmaan tina jarami paranti nyingsieunan manuk. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia, bebegig adalah sejenis patung/boneka/benda lain yang menyerupai manusia terbuat dari bahan jerami (pohon padi yang sudah kering) yang digunakan untuk menakut-nakuti burung di sawah menjelang musim panen. Di Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, bebegig sukamantri sengaja dibuat untuk menakut-nakuti manusia. Sampai sekarang, belum ada nama atau istilah lain yang membedakan antara bebegig sawah dan bebegig yang ada di Kecamatan Sukamantri. Artefak
3 ini oleh orang-orang Sukamantri dinamai bebegig dengan alasan fungsinya sama, yakni untuk menakut-nakuti. Supaya tidak tertukar dengan bebegig sawah, orang-orang di daerah tersebut memberi nama Bebegig Sukamantri dengan alasan bahwa artefak tersebut hanya lahir dan berkembang di Kecamatan Sukamantri serta tidak ada di daerah lain di Kabupaten Ciamis, begitu pula di Jawa Barat. Sukamantri termasuk kecamatan baru di Kabupaten Ciamis, hasil pengembangan dari Kecamatan Panjalu. Wilayah tersebut merupakan batas sebelah Barat antara Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Majalengka. Daerah Sukamantri merupakan daerah persawahan yang dikelilingi pegunungan. Dengan demikian, mata pencaharian masyarakat tersebut adalah bertani dan berladang. Dalam perkembangannya, Bebegig Sukamantri sekarang menjadi kesenian yang biasa dipentaskan dalam kegiatan helaran, seperti yang sudah rutin selalu tampil dalam helaran pada bulan Agustus (pada hari raya Kemerdekaan Republik Indonesia). Lahir serta berkembangnya kesenian tersebut mengalami proses yang sangat panjang serta mengandung nilai sejarah yang sejalan dengan zaman Kerajaan Pajajaran, Galuh, dan Panjalu di Kabupaten Ciamis. Berkenaan dengan kesenian yang secara eksplisit memiliki nilai historis sebagai ikon dalam tatanan budaya tradisional yang berpijak pada akar tradisi daerah lahirnya suatu kesenian, maka seni Bangbarongan dan seni Bebegig Sukamantri merupakan ikon dari budaya tradisi yang bermuatan karakter, sosiologi, dan kultural. Dalam budaya tradisi, frame primordial wacana berpikir mengenai kedaerahan sangat bertolak belakang dengan budaya modern hingga menemukan jurang pemisah yang lebar. Hal yang bersifat tradisi dapat dikatakan sebagai awal terbentuknya pikiran manusia untuk menciptakan artefak berdasarkan pada kepercayaan animisme dan dinamisme, bahkan fondasi dari agama baru masyarakat saat itu sebelum mengenali agama Hindu. Setelah itu, pada perkembangan berikutnya munculah norma dan adat yang berlaku bagi tatanan
4 kehidupan masyarakat secara otonom untuk diikuti tanpa adanya pengecualian untuk membelakanginya. Selain artefak yang dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman hukum bagi kehidupan masyarakat, kekuatan alam pun dipadukan untuk dijadikan sebagai motor penggerak dalam mengenali jati diri manusia sebagai mikrokosmos dengan media artefak sebagai makrokosmos menuju metakosmos atau kekuatan Yang Ada (Sumardjo, 2006: 6). Sesuatu dari Yang Ada inilah kemudian dipetakan oleh manusia dalam struktur tatanan kehidupan bermasyarakat yang diiringi dalam doktrin norma serta nilai-nilai religi budaya setempat. Hal ini kemudian menjadi adat kebiasaan seiring perkembangan zaman. Pakempakem tentang pengenalan agama pertama masyarakat, yaitu kepercayaan pada animisme dan dinamisme adalah suatu hal yang tabu untuk ditinggalkan, apalagi sampai dihilangkan. Dengan demikian, pola pikir yang sudah ditanamkan seperti sebuah bola kristal padat yang tidak akan pernah mencair sebagai bentukan baru. Menurut pengertiannya, kata tradisi berasal dari kata tradisional. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim, 1995: 1069), tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turuntemurun. Jadi, pengertian tradisional adalah suatu hal yang memiliki ciri-ciri turun-temurun, mempunyai aturan yang ketat, usianya tua, dan orisinil (Ruchimat dalam Sutrisno, 2008: 22). Berdasarkan uraian di atas, maka kesenian tradisional adalah kesenian yang lahir dan berkembang dari akar budaya daerah tersebut. Dalam eksistensi budaya tradisi berlabel karya seni yang menjadi dominator otonomi tradisi daerah, secara umum Hartoko (1992: 9) membagi kehidupan manusia menjadi empat nilai dasar, yaitu: Pertama, pada dunia material yang mencari kebenaran; kedua, pada dunia material tanpa mengejar keuntungan dengan mencari keindahan; ketiga, mengatasi dunia material mencari kaidah etik dan moral; keempat, mengatasi dunia material yang mencari nilainilai rohani sejati, ketuhanan.
5 Seluruh elemen tersebut dalam lingkaran kehidupan masyarakat tradisi menjadi jembatan estetika komunal dengan alam material. Keseimbangan alam menjadi kebutuhan primer agar aksentuasi inti ajaran filsafat seni menjadi koridor utama. Seperti halnya pada poin keempat telah dijelaskan bahwa getaran penetrasi antara alam dan manusia memiliki kedudukan konatural (persamaan dalam sifat dan tabiat). Manusia dapat merasakan getaran alam, kemudian mengadakan semacam identifikasi spiritual, dan bahkan alam memasuki kalbu manusia (1992: 12). Dalam kaitannya dengan seni pertunjukan Indonesia, pada dasarnya penyampaian seni itu mula-mula berupa ekspresi komunikasi masyarakat mesolitik yang berburu dan seni masyarakat neolitik yang agraris. Pada masyarakat agraris, obsesi utama mereka adalah kesuburan tanah dan kehadiran air di lingkungan hidup mereka. Namun, perlu dibedakan adanya dua kebudayaan pertanian di Indonesia. Yang pertama adalah masyarakat ladang dan yang kedua adalah masyarakat sawah. Dari hal inilah kemudian akan ditemukan analisis terhadap akar tradisi budaya Indonesia dalam seni pertunjukan. Secara konseptual, karya tradisi memerlukan contoh-contoh karya yang elegan dalam upaya generalisasi berupa catatan empiris untuk mengkaji lebih dalam mengenai sasana budaya daerah. Seperti yang diungkapkan oleh Kaplan dan Manners (1999: 29) dalam bukunya tentang teori budaya, untuk menilik karya tradisi yang ada, perlu adanya telaah mendalam terlebih dahulu melalui konsep warga budaya (pendekatan emik) dan atau kategori konsep dalam antropologi (pendekatan etik). Konsep tersebut dalam pandangan antropologi merupakan prinsip yang digunakan untuk menyingkapkan infiltrasi budaya agar mampu mengenal dan menjelajahi artefak seni tradisi daerah. Selanjutnya, penjelajahan artefak tradisi dikaji kemudian lewat maknawi simbolisasi karya. Simbol dapat diungkap lewat pengejawantahan terhadap aspek-aspek wanda dalam wayang atau topeng. Kerutan dahi, bentuk mata, mulut, hidung, hingga warna merupakan
6 penelitian utama dalam studi simbol. Untuk memahami simbol, Langer (dalam Sumardjo, 2006: 43) mengatakan bahwa simbol tidak mewakili objeknya, tetapi wahana bagi konsep tentang objek. Seperti dikatakan pula oleh Sumardjo (2006: 45) bahwa Acuan simbol bukan konotasi gagasan (rasio) dan pengalaman manusia (rasa), akan tetapi hadirnya dayadaya (power) atau energi adikodrati. Simbol adalah tanda kehadiran yang absolut itu tanpa memperdulikan seni itu indah. Masyarakat Sunda adalah bentukan manusia pra-modern yang masih kental dengan tradisi ritual sesaji yang mengupayakan hadirnya daya adikodrati. Sehingga untuk menemukan daya-daya transenden, acuan simbol bukanlah sekedar konsep, tetapi sesuatu yang transenden, sesuatu yang lebih besar, konsep, makna, nilai, dan kepercayaan (Sumardjo, 2006: 44). Dalam simbolisasi karya berkaitan dengan daya transenden, sesuatu yang sifatnya irrasional bukan dikaji dari estetis karya yang indah, melainkan pada fungsinya dalam ritualisasi lewat mediasi artefak yang berisi. Dengan begitu, cara berpikir perlu disesuaikan untuk memahami secara rasional (konsep) pada komunitas penghasil simbol seni (Sumardjo, 2006: 47). Benda yang memiliki nilai pusaka, jimat, atau bertuah merupakan jenis dari karya artefak manusia pra-modern. Benda-benda tersebut akan memiliki perhatian lebih terutama aplikasi masyarakat dalam tatanan norma dan nilai kehidupan. Sehingga muncul adat istiadat kebiasaan untuk memandikan atau membungkus -nya bahkan menggunakannya dalam upacara ritual sesuai dengan cara-cara yang diberikan secara tradisi. B. TOPENG SEBAGAI KRIYA TRADISIONAL 1. Arti Topeng
7 Pembuatan topeng sudah dimulai sejak zaman prasejarah. Berdasarkan dari penelitian yang ada, pakar arkeologi menemukan banyak jenis topeng dari zaman prasejarah yang telah berumur sekitar ribuan tahun. Sebagai contoh, topeng peninggalan Yunani dan Mesir berasal dari sekitar 6000 tahun yang lalu. Penelitian sejarah menemukan manuskrip-manuskrip lama yang mengandung banyak informasi mengenai topeng (Suwanda, 2004). Dalam penelitian antropologi, etnografi, dan kesenian ditemukan bahwa sekarang ini berbagai jenis topeng dan praktik pemakaiannya ada di mana-mana. Persebaran karya topeng di dunia tidak terbatas pada model karya dari berbagai ukuran, bentuk, bahan, cara memainkan, hingga pada fungsi yang berkaitan dengan adat kepercayaan agama tertentu. Di Indonesia, topeng lebih berkembang lagi setelah berkenalan dengan kebudayaan Hindu. Perkenalan dengan nama agama baru membuka kemungkinan lahirnya berbagai jenis topeng. Tidak hanya pada jenisnya, masing-masing daerah di Indonesia memiliki istilah tersendiri untuk kata topeng tersebut. Di antaranya, dalam bahasa Sunda, tepung yang berarti bertemu atau bersambung dan napel yang berarti melekat atau menempel, tapuk (dalam bahasa Jawa Kuno), dalam bahasa Bali tapel atau topeng yang berarti terbentuk dari asal kata pel yang artinya melekat pada sesuatu; menempel kepada sesuatu (Bali, Lombok), kedok (Jawa, Sunda), hudok (Dayak), toping (Batak Simalungun), gundala-gundala (Karo), tuping (dalam bahasa Lampung) merupakan istilah dari kata tup yang artinya tutup dan kata ping yang artinya merapatkan kepada sesuatu atau menekan kepadanya (Kustiawan, 1996: 70). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tertulis bahwa topeng atau kedok adalah penutup muka yang terbuat dari kayu dan ada yang menggunakan bahan kertas, dengan karakter bentuk berupa orang, binatang, dan sebagainya (Poerwadarminta, 1967: 1087). Kata topeng dalam Ensiklopedia Tari Indonesia berasal dari kata tup yang berarti tutup. Kemudian, karena gejala bahasa yang disebut pembentukan kata (formative form), kata tup ini ditambah dengan kata eng yang kemudian menjadi tupeng. Tupeng kemudian mengalami
8 beberapa perubahan sehingga menjadi topeng. Kata lain topeng di Indonesia dalam bahasa Sunda adalah kedok yang berdekatan dengan wedak sebagai sesuatu yang diletakkan pada muka seseorang (Ensiklopedia Tari Indonesia, 1986: ). 2. Karakterisasi Topeng Poerwadarminta (dalam Suryana, 2002: 35) mengatakan bahwa karakter atau watak dapat diartikan sebagai sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran dan perbuatan, biasa juga disebut tabiat, budi pekerti, dan secara visual watak dari topeng sudah tergambar dalam rautnya. Ciri umum yang menandai watak dapat dilihat dari unsur-unsur raut seperti pada mata, hidung, mulut, alisnya, maupun warna wajah, sikap kepala (tunduk-tengadah). Mata besar, bulat, dan menonjol, atau pada bentuk mulut yang dihiasi oleh sederetan gigi-gigi tajam berukuran besar dan menonjol, merupakan bentuk watak yang dimiliki oleh tokoh buta (raksasa) dalam wayang golek. Penggambaran tadi dibentuk sedemikian dengan ukuran besar yang dapat disaksikan langsung secara detail karakter yang dimiliki topeng. Wanda yang dimiliki topeng dalam penelitian ini menjauhi bentukan raut dalam tokoh satria, putri, dan atau ponggawa yang ada pada wayang golek. Karakter buta (raksasa) lebih tepat disebutkan untuk menganalisis bentuk dan makna simbolis yang ada dalam topeng, karena memiliki rerengon (kerutan dahi), hidung berukuran besar, mata melotot, dan terutama bertaring (Suryana, 2002: 88).
9 Gambar 2.1 Tokoh Buta Rambutgeni Sumber: Dokumentasi Penulis, Maret 2010 Bagian-bagian wajah seperti alis, mata, hidung, kumis, mulut, warna wajah, serta sikap kepala merupakan unsur-unsur yang menjadi ciri raut. Uraian mengenai bagian-bagian tersebut mengacu pada tiga buah buku yang ditulis Sagio dan Samsugi; Widodo; dan Soekatno (dalam Suryana, 2002: 102) sebagai berikut: a. Bentuk mata 1) Mata gabahan: bentuk mata ini menyerupai gabah, biasa disebut mata liyepan. Bentuk mata ini biasa dipakai untuk wayang satria dan putri. Mata ini dipadukan dengan alis tulis tipis, yang digambarkan dengan garis lengkung dari ujung hidung bagian atas, melengkung menjauhi bidang mata pada bagian tengah, memperlebar bidang kelopak mata, yang menambah kesan mata sipit, menggambarkan mata yang tajam dan hati-hati. 2) Mata kedhelen: biji mata seperti biji kedelai. Mata ini lebih terbuka dibanding mata gabahan, biji matanya digambarkan agak membulat di tengah bidang mata yang hitam, mengesankan mata penuh curiga.
10 3) Mata thelengan: biji mata bulat dengan bentuk mendekati mata melotot yang dilengkapi alis tulis agak besar, dan mengesankan mata awas. Bentuk mata ini sejalan dengan caragerak tokoh yang gesit, kasar. 4) Mata plelengan/tholongan: seperti mata thelengan, tetapi idep atau bulu mata digambarkan dengan garis yang lebih tebal. Mata ini menggambarkan sifat bengis. 5) Mata peten: biji mata menyerupai biji petai. Menggambarkan sifat penuh curiga, seperti mata kedhelen. 6) Mata kiyeran: bidang mata menyerupai bulan sabit, biasanya disebut mata penanggalan. Mata ini menggambarkan mata tua. 7) Mata rembesan: bidang matanya separuh lonjong. Menggambarkan mata tua yang terpejam. TABEL 2.1 BENTUK MATA Mata Gabahan/Liyepan Mata Kedhelen Mata Kedondong/Peten Mata Thelengan Mata Plelengan Mata Kriyipan Mata Kolik Mata Wuta Mata Kiyipan
11 Sumber: Suryana, 2002: 102 b. Bentuk Hidung 1) Hidung ambangir: menggambarkan hidung yang mancung, runcing pada bagian ujungnya. Biasanya merupakan ciri kelompok wayang putri, bambangan dan jangkahan. Jenis hidung ini dipadukan dengan mata gabahan. Jarak antara mata dengan ujung hidung biasanya lebih pendek, sehingga kesan mata sipit lebih kentara. 2) Hidung sembada: ukurannya lebih besar tetapi hampir sama dengan hidung ambangir. Hidung sembada berpadu dengan mata kedhelen yang menggambarkan sifat agak loba dan mudah marah. 3) Hidung dhempok: membulat pada bagian ujung seperti ujung ibu jari tangan. Bentuk hidung ini tidak digambarkan secara persis seperti ujung ibu jari. Hidung ini melebar pada bagian ujungnya. 4) Hidung mungkal gerang: lebih meruncing daripada hidung dhempok, bentuknya seperti batu asahan yang telah aus. 5) Hidung nyanthik palwa: bentuknya sama dengan hidung dhempok tetapi ukurannya lebih besar. Ujungnya seperti haluan perahu (nyanthik palwa) 6) Hidung medhang: bentuknya seperti ujung pedang yang mencuat ke atas 7) Hidung bunder: terdapat pada tokoh wayang panakawan seperti Gareng. Bentuknya diterapkan kepada buta, ukurannya tinggal diperbesar.
BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar orang masih berpendapat bahwa seni adalah segala ciptaan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagian besar orang masih berpendapat bahwa seni adalah segala ciptaan manusia yang indah, baik, dan benar. Seni dipandang sebagai manifestasi dari bentuk pengolahan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung
Lebih terperinciBab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan
PENDAHULUAN 1 Bab 1 Pendahuluan Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Jika tidak secara langsung, mungkin pernah melihat gambarnya dari buku-buku atau dalam film di mana ada
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini, dalam studi lapangan untuk mengkaji makna simbolik
BAB III METODE PENELITIAN A. PENDEKATAN DAN METODE Pada bagian ini, dalam studi lapangan untuk mengkaji makna simbolik seni Bangbarongan yang terdapat di Ujungberung, Kota dan Bebegig Sukamantri yang terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan boneka tiruan rupa manusia yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggabungkan beberapa unsur seni. Wayang Golek
Lebih terperinci10 TOPENG. Gbr. 1-37: Sisingaan, tunggangan anak sunat, berasal dari daerah Subang. Kini Sisingaan menyebar hampir di seluruh pelosok Jawa Barat.
PENDAHULUAN 9 Gbr. 1-34: Muka liong dibuat oleh para seniman desa (bukan orang Tionghoa) dari daerah Cirebon, Jawa Barat. Di sana, liong dan barongsay biasa dipertunjukkan dalam upacara Sidekah Bumi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada manusia tanpa kebudayaan. Kebudayaan memiliki nilai- nilai yang harus tetap di pertahankan. Sebagai penerus bangsa seharusnya melestarikan kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ujungberung yang terletak di Kota Bandung ini memiliki beragam kesenian, salah satunya adalah kesenian yang berkembang saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. menurut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan
305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIK. menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi,
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Teori 1. Nilai Nilai adalah segala sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut
BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Manusia prasejarah maupun saat ini memerlukan tempat tinggal. Manusia prasejarah mencari dan membuat tempat untuk berlindung yang umumnya berpindah-pindah / nomaden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam bidang kesenian daerah. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap daerah di Sumedang memiliki ragam kesenian
Lebih terperinciBab VI Simpulan & Saran
Bab VI Simpulan & Saran VI.1. Simpulan Berdasarkan analisis pada perupaan sampel artefak yang saling diperbandingkan, maka sesuai hipotesis, memang terbukti adanya pemaknaan Tasawuf yang termanifestasikan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi tentang kerajinan atau kriya kayu lame di kampung Saradan, penulis menggunakan
Lebih terperinciMENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS
SENI BUDAYA MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS Nama : Alfina Nurpiana Kelas : XII MIPA 3 SMAN 84 JAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 Karya 1 1. Bentuk, yang merupakan wujud yang terdapat di alam dan terlihat nyata.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian
Lebih terperinci2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut
Lebih terperinciARTIKEL TENTANG SENI TARI
NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia adalah Suku Sunda. Dengan populasi yang tersebar di seluruh Indonesia dan peranannya di masyarakat serta ciri khasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan jenis kesenian baik tradisi maupun kreasi. Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN
BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa
Lebih terperinci2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN FAJRI BERRINOVIAN 12032
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Banyak orang merasa bingung mengisi hari libur mereka yang hanya berlangsung sehari atau dua hari seperti libur pada sabtu dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,
Lebih terperinciIII. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis
III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta menjadi milik masyarakat itu sendiri yang dikenal dan dikagumi oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian tradisional lahir dari budaya masyarakat yang menciptakannya, serta menjadi milik masyarakat itu sendiri yang dikenal dan dikagumi oleh masyarkat pendukungnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Tari topeng Betawi awalnya dipentaskan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari Topeng Betawi adalah salah satu tarian adat masyarakat betawi yang menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Tari topeng Betawi awalnya dipentaskan secara berkeliling
Lebih terperinci2015 POLA PEWARISAN NILAI DAN NORMA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ciamis adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini berada di Tenggara Jawa Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting
Lebih terperincidiciptakan oleh desainer game Barat umumnya mengadopsi dari cerita mitologi yang terdapat di Di dalam sebuah game karakter memiliki
ABSTRACT Wimba, Di dalam sebuah game karakter memiliki menjadi daya tarik utama dalam sebuah game, menjadi teman bagi pemain, juga dapat berperan sebagai atau dari sebuah game sekaligus menjadi elemen
Lebih terperinci3. Karakteristik tari
3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut sejarah, sesudah Kerajaan Pajajaran pecah, mahkota birokrasi dialihkan oleh Kerajaan Sunda/Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang. Artinya, Kerajaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
80 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dikaji sebelumnya, ada beberapa hal penting dalam kesenian Brai ini. 1. Kesenian Brai memiliki peran serta fungsi tersendiri bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada etnik Simalungun memiliki struktur sosial berbentuk pentangon sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Beragam kebudayaan Indonesia di berbagai daerah seperti bahasa dan budaya yang berbeda dan keunikan yang dipengaruhi lingkungan sosial maupun ekoniminya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Utara adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang memiliki beraneka ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing, Melayu dan Nias.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seni menurut Ki Hajar Dewantara merupakan hasil keindahan sehingga dapat menggerakkan perasaan indah orang yang melihatnya. Dapat disimpulkan juga pengertian
Lebih terperinci2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif
2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, yang memiliki seni budaya, dan adat istiadat, seperti tarian tradisional. Keragaman yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat pada umumnya mempunyai suatu pola kehidupan yang terbentuk dari setiap kebiasaan anggota masyarakat yang disepakati. Polapola kehidupan tersebut menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong
Lebih terperinciBENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN
BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinci2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan sumber daya alam mineral. Berbagai macam bahan mineral yang banyak ditemukan diantaranya berupa batuan sedimen,
Lebih terperinciKajian Perhiasan Tradisional
Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.kekhasan dan keunikan itulah yang pada dasarnya
Lebih terperinciRANGKUMAN. Bab 7. Rangkuman
179 Bab 7 Rangkuman S etelah membaca buku Topeng ini, mungkin Anda akan bertanya: Apa sasaran buku ini? Tidak ada bab yang menguraikan secara menyeluruh tentang topeng Nusantara. Jika misalnya Anda ingin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Informasi merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan. Banyak cara untuk mendapatkan informasi, melalui media televisi maupun radio. Majalah dan koran
Lebih terperinciBAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah: Tinjauan pustaka: melalui media buku, dan internet
BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Objek Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah: Tinjauan pustaka: melalui media buku, dan internet Survei lapangan: melalui wawancara dengan
Lebih terperinciRANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA
RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BAHASA, SASTRA, DAN AKSARA JAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : GUBERNUR JAWA TENGAH,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hilda Widyawati, 2013 Eksistensi Sanggar Seni Getar Pakuan Kota Bogor Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni tradisi yang tumbuh dan berkembang di setiap daerah di Indonesia awal mulanya berasal dari kebiasaan dan adat-istiadat nenek moyang bangsa Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang dijadikan milik diri manusia dan diperoleh melalui proses belajar (Koentjaraningrat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah ekspresi dan sifat eksistensi kreatif manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan
116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. manusia senantiasa mengalami suatu perubahan-perubahan pada kehidupan. tak terbatas (Muhammad Basrowi dan Soenyono, 2004: 193).
11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perubahan Perubahan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti, hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran. Dalam hal ini perubahan didefinisikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki aneka corak budaya yang beraneka ragam. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan
Lebih terperinciKesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena. kesenian dan kekriyaan. Kesenian dan kebudayaan dapat mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, karena kebudayaan merupakan kompleks budi dan daya, bukan semata-mata kesenian dan kekriyaan. Kesenian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerakan-gerakan. Manusia telah mulai menari sejak jaman prasejarah. Awalnya manusia menari hanyalah berdasarkan
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. Gilang Ginanjar, 2013 Strategi Pemasaran Olahraga Tradisional Benjang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.
1 BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Perkembangan olahraga dari masa ke masa selalu mengalami perubahan dari berbagai sisi. Mulai dari modifikasi permainan, perubahan peraturan yang sifatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan memiliki aneka corak budaya yang beraneka ragam. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya
Lebih terperinciDESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn
DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. temurun. Soedarsono mengungkapkan bahwa tari tradisional adalah semua. selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang ada.
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik 1. Kesenian Tradisional Tradisional merupakan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat istiadat yang ada secara turun temurun.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat
Lebih terperinci2016 LIMBAH KAYU SEBAGAI BAHAN CINDERAMATA SITU LENGKONG PANJALU CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Seni rupa sebagai ciptaan manusia senantiasa dikembangkan di setiap zaman dan tempat yang berbeda, hal itu akibat semakin meningkatnya kebutuhan manusia
Lebih terperinciBAB 7. Standar Kompetensi. Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek. Kompetensi Dasar. Tujuan Pembelajaran
BAB 7 Standar Kompetensi Memahami kesamaan dan keberagaman Bahasa dan Dialek Kompetensi Dasar 1. Menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan dalam masyarakat setempat. 2. Mengembangkan sikap
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan
533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. menurut tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan
BAB II LANDASAN TEORI A. Kebudayaan Kebudayaan Indonesia adalah satu kondisi yang majemuk karena bermodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut tuntutan sejarahnya sendiri-sendiri.
Lebih terperinciTARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN
BAB II DESKRIPSI TEORETIS DAN FOKUS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Tradisi dan Kebudayaan Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Putri Asrini, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panjalu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Ciamis Utara. Secara geografis Panjalu mempunyai luas wilayah sebesar 50,60 Km² dengan jumlah penduduk 46.991
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya sebuah inovasi yang mendapatkan influence (pengaruh) dari budaya atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya dapat dikaitkan sebagai hasil dari perkembangan manusia yang berhubungan dengan budi dan akal manusia yang dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Makna. merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Bloomfield (dalam Abdul Wahab, 1995, h.40) makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batasbatas unsur-unsur penting situasi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata telah menjadi sektor industri yang sangat pesat dewasa ini, pariwisata sangat berpengaruh besar di dunia sebagai salah satu penyumbang atau membantu
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK
PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa budaya
Lebih terperinciESTETIKA BENTUK Pengertian. Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang
ESTETIKA BENTUK Pengertian Estetika adalah suatu kondisi yang berkaitan dengan sensasi keindahan yang dirasakan seseorang Rasa keindahan itu akan muncul apabila terjalin perpaduan yang serasi dari elemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nasional di Indonesia, harus didahului dengan pengetahuan tentang latar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman mengenai peranan pendidikan dalam pembangunan nasional di Indonesia, harus didahului dengan pengetahuan tentang latar belakang sosial budaya bangsa Indonesia.
Lebih terperinciMASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA. Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan
MASYARAKAT DAN KESADARAN BUDAYA Oleh: Resti Nur Laila, Atika Widayanti, Krissanto Kurniawan Budaya merupakan suatu hal yang dihasilkan masyarakat dari kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya mengkristal atau
Lebih terperinciBAB II METODE PERANCANGAN
BAB II METODE PERANCANGAN A. Orisinilitas Topeng betawi adalah kedok yang di pakai dalam tari topong tunggal yang biasanya digunakan sebagai penggambaran tentang kehidupan masyarakat betawi melalui watak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bhineka Tunggal Ika
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak keanekaragaman budaya, mulai dari indahnya potensi alam, tempat wisata, sajian kuliner hingga peninggalan
Lebih terperinci