HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi UIN Syarif hidayatullah Jakarta untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh: PIAN HERMAWATI NIM: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

2 LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Juni Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Sidang Munaqasyah, Jakarta, 6 Juni 2011 Dekan/Ketua Pembantu Dekan/ Sekretaris Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP NIP Anggota Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi Bambang Suryadi, Ph.D NIP NIP Rena Latifa, M.Psi NIP ii

3 HUBUNGAN PERSEPSI ODHA TERHADAP STIGMA HIV/AIDS MASYARAKAT DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA ODHA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Oleh : PIAN HERMAWATI Dibawah bimbingan Pembimbing I Pembimbing II Bambang Suryadi, Ph.D Rena latifa, M.Psi NIP: NIP: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M iii

4 Sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat bagi orang lain (HR. Muslim). Kita menilai diri kita sendiri dari segala sesuatu yang kita rasa mampu kita lakukan, sedangkan orang lain menilai kita dari apa yang telah kita lakukan. (Henry Wadsworth Longfellow) Karya ini kupersembahkan untuk; Cita,, cinta, dan harapanku.. iv

5 Halaman persembahan Keberhasilan tidak hanya pada usaha yang bersungguhsungguh pada kepercayaan diri kita, namun juga pada kepercayaan orang lain terhadap diri kita, namun kepercayaan sesungguhnya merupakan gambaran dari diri kita sendiri, efek dari kepribadian kita kepada mereka, jadi pola pikir kita adalah bagaimana agar orang lain memiliki kepercayaan itu (O. S. Marden) Skripsi ini kupersembahkan untuk: Abah (almarhum),ummi, mama, suami, adik, sepupu, dan sahabatku. v

6 ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Juni 2011 (C) Pian Hermawati (D) Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA (E) Halaman : i-xiv + 81 Hal + 11 lampiran (F) Kasus HIV/AIDS ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 tepatnya di Bali dan sampai saat ini penyakit HIV/AIDS semakin meningkat dan belum ditemukan obatnya serta tercatat sebagai salah satu penyakit yang paling mematikan. Adapun penyebab penyakit ini karena hubungan seks yang tidak sehat, pengguna narkoba dengan menggunakan jarum suntik yang terinfeksi virus HIV/AIDS, tranfusi darah, dan pasangan suami istri yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Penyebab penyakit yang melatar belakangi mereka ada sebagian masyarakat yang memberikan stigma negatif diantaranya: orang yang melanggar norma agama, berkonotasi negatif, orang yang berpergaulan bebas dan pengguna narkoba. Sehingga peneliti tertarik untuk melihat hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. Selain itu, untuk mengetahui hubungan usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial, hubungan lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial, perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan dan jenis kelamin, mengetahui berapa besar pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial, mengetahui berapa besar pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. Populasi dalam penelitian berjumlah100 orang penderita HIV/AIDS dengan jumlah sampel 40 orang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode sampel purposif. Data dikumpulkan dengan skala dan diolah menggunakan analisis statistik pearson product moment untuk menguji hipotesis penelitian. Jumlah item yang valid untuk skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat sebanyak 35 item dan jumlah item yang valid untuk skala interaksi sosial sebayak 42 item. Adapun vi

7 reliabilitas skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat adalah 0,728 sedangkan reliabilitas skala interaksi sosial adalah 0,888. Berdasarkan hasil analisis korelasi dari pearson product moment diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA, serta tidak ada korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial; tidak ada korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial; tidak ada perbedaan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial berdasarkan pendidikan dan jenis kelamin; Ketiga aspek variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat memberikan pengaruh sebesar 33,6% terhadap perubahan variabel interaksi sosial dan terakhir kedua aspek variabel interaksi sosial memberikan pengaruh sebesar 33,5% terhadap perubahan variabel persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDSmasyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini peneliti memberikan saran agar pemerintah, LSM dan pihak-pihak terkait lainnya dapat mensosialisasikan bahaya penyakit HIV/AIDS dan mengurangi stigma pada ODHA. Untuk peneliti selanjutnya supaya dapat menambah variabel lain seperti optimisme kesembuhan dan kualitas hidup serta menambah jumlah sampel denga usia sampel yang lebih variatif. (G) Daftar Pustaka : 27 ( ) vii

8 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrohim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat lindungan dan rahmat-nya, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam bagi nabi Muhammad SAW yang telah membawa lentera penerang bagi manusia di muka bumi, juga kepada keluarga dan sahabat serta orang-orang yang mengikuti jejaknya hingga akhir zaman. Dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Proses skripsi juga tidak terlepas dari bantuan berharga oleh banyak pihak, maka dengan hati tulus sepatut penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, bapak Jahja Umar Ph.D, berkat bimbingan, arahan, nasehat, dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis. 2. Bapak Bambang Suryadi Ph.D sebagai dosen pembimbing I, atas arahan, bimbingan dan masukan yang sangat membangun, rasa takut, dan haru selama bimbingan berlangsung. Ibu Rena Latifa M.Psi sebagai dosen pembimbing II, yang sangat sabar selalu memberikan masukan dan sudah berbesar hati dalam membimbing saya untuk mewujudkan skripsi ini. 3. Para dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan ilmu kepada penulis. Bapak dan Ibu staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kebaikan dan kerjasamanya. 4. Untuk Abah (Alm) dan Ummi, Mamah dan om Unang yang telah mendidik dan membesarkan saya, yang selalu siap membantu dan memberikan doa, kasih sayang dan dukungan baik moril dan material, yang tak terhingga serta untuk ayah saya, terimakasih karena telah membantu saya terlahir kedunia ini. 5. Adik yang saya sayang Putra Aditama dan Bunga Novitasari, sepupuku Rima, Riza yang selalu menambah keceriaan dirumah serta suamiku viii

9 tersayang mas Slamet Budi Mulyono S.AB, yang selalu memberikan motivasi dan sabar menunggu penulis dalam menyelesaikan skripsi. 6. Sahabat-sahabat setia yang keberadaannya sangat berarti bagi penulis: Fika, Tika, Eva, Nurfauziyanti, Dina, Donna, Nadiyya, Nina, (atas kebersamaan selama perkuliahan) dan teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 7. Kepada seluruh pengurus Yayasan Pelita Ilmu dan Yayasan Tegak Tegar yang telah membantu penulis dalam penyebaran skala penelitian serta para ODHA yang telah bersedia menjadi responden penelitian. 8. Juga kepada seluruh teman-teman angkatan 2005 khususnya kelas A (atas diskusi dan kebersamaannya) dan seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari banyak sekali keterbatasan dari skripsi ini, oleh karena itu saya mohon kesediaan bagi pembaca untuk memaklumi segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Jakarta, Juni 2011 Penulis ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v ABSTRAKSI... vi KATA PENGANTAR...viii DAFTAR ISI... x DAFTAR LAMPIRAN...xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Identifikasi Masalah Pembatasan dan Rumusan Masalah Pembatasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persepsi Pengertian Persepsi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Proses Persepsi Stigma Pengertian Stigma Stigmatisasi Tipe-tipe dan Dimensi Stigma Alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS x

11 2.2.5 Akibat Stigma HIV Pengertian HIV/AIDS Penyebaran HIV/AIDS Pencegahan HIV/AIDS Dinamika psikologis penderita HIV/AIDS Stigma masyarakat tentang HIV Persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma masyarakat Interaksi Sosial Pengertian interaksi sosial Syarat-syarat terjadi interaksi sosial Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial Bentuk-bentuk interaksi sosial Gambaran interaksi sosial penderita HIV/AIDS Kerangka Berpikir Hipotesis BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Pendekatan penelitian dan metode penelitian Definisi Konseptual dan Definisi Operasional Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Variabel Populasi dan Sampel Populasi Sampel Teknik pengambilan sampel Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data Instrumen pengumpulan data Teknik Uji Instrumen Penelitian Uji validitas Uji reliabilitas xi

12 3.6. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Hasil uji validitas skala persepsi terhadap stigma HIV/AIDS Hasil uji coba skala interaksi sosial Hasil Uji Reliabilitas Skala Persepsi Terhadap stigma HIV/AIDS Dengan Interaksi Sosial Teknik Analisa Data Prosedur Penelitian BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Kategorisasi Penyebaran Skor Responden Uji Hipotesis Uji korelasi antara persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dengan interaksi sosial Uji korelasi antara usia dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS Uji korelasi usia dengan interaksi sosial Uji korelasi lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial Uji beda berdasarkan pendidikan dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial Uji beda berdasarkan jenis kelamin dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dan interaksi sosial Uji regresi aspek persepsi terhadap stigma HIV/AIDS dengan interaksi sosial Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi terhadap stigma HIV/AIDS...72 xii

13 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Diskusi Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Uji korelasi persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial Lampiran 2 : Uji korelasi antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 3 : Uji korelasi antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 4 : Uji korelasi usia dengan interaksi sosial Lampiran 5 : Uji korelasi lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial Lampiran 6 : Uji beda pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial Lampiran 7 : Uji beda jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial Lampiran 8 : Uji regresi aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dan interaksi sosial Lampiran 9 : Uji regresi aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 10 : Skala persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat Lampiran 11 : Skala interaksi sosial xiv

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman kondisi kehidupan masyarakat semakin sulit dan kompleks. Semua permasalahan yang dihadapi harus diselesaikan oleh setiap individu. Tapi kita harus menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial dimana kita tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, manusia adalah makhluk sosial. Jika kita lihat sejak lahirpun manusia sudah membutuhkan pergaulan dengan orang lain yang memenuhi kebutuhan biologisnya, makan, minum dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi sosial dalam masyarakat sangatlah kompleks. Kita bisa temukan pada penderita HIV/AIDS adanya perlakuan yang berbeda, seperti dijauhi, dikucilkan, adanya diskriminasi.. (Hutapea; 2004). Jumlah penderita HIV/AIDS memang mengalami peningkatan yang sangat tajam. Kasus ini meningkat 100 persen tiap bulannya. Hingga akhir Oktober 2009 di Jakarta sendiri tercatat kasus. Terdiri dari pengguna narkotika suntik sebanyak 55 persen sebagian besar berusia muda, waria sebanyak 34 persen, PSK (Pekerja Seks Komersial) di lokalisasi sebanyak 10,2 persen dan PSK tidak langsung 5,7 persen ( Menurut data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) DKI Jakarta, jumah penderita HIV/AIDS pada tahun 2008 meningkat 500 persen dari tahun 1

16 2000, penderita AIDS yang tercatat hingga bulan September 2008 sebanyak orang, sedangkan pada tahun 2000 jumlahnya masih 700 orang. KPA DKI Jakarta memperkirakan berjumlah orang penderita HIV/AIDS remaja laki-laki berusia tahun, 70 persen penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik, 29 persen melalui hubungan seks yang tidak aman dan sisanya diakibatkan dari tranfusi darah (Rohana; 2009). Menurut Ruslan (2011) Penderita HIV AIDS di Jakarta Barat terus meningkat akibat menjamurnya tempat hiburan. Penyebabnya karena hubungan seks langsung atau tidak langsung dan pengguna jarum suntik yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Populasi resiko tinggi tahun 2011 di Jakarta Barat tercatat sebanyak penderita HIV/AIDS. Tahun 2010 jumlah Resiko tertinggi penderita HIV/AIDS di Jakarta Barat, di Kecamatan Tamansari penderita, kecamatan Grogol Petamburan penderita dan terrendah di Kecamatan Cengkareng penderita. Barat laporan dari beberapa LSM Peduli AIDS dari 1800 menjad 4756, wanita pekerja seks langsung 579 orang dan pekerja seks tidak langsung bekerja di hiburan.53,6 persen dintaranya hubungan seksual 39,3 persen pengguna narkoba suntik dan 2,6 persen penularan dari ibu bayi. Penderita HIV/AIDS di Bali hingga Maret 2011 mencapai kasus, 381 orang di antaranya meninggal dunia. Kota Denpasar menempati peringkat pertama dengan kasus, di antaranya 171 orang meninggal atau persentasenya mencapai 44,76 persen. Kabupaten Buleleng dengan 941 kasus, 53 2

17 orang di antaranya meninggal dunia atau 21,81 persen dan Kabupaten Badung pada peringkat ketiga dengan 708 kasus, 67 orang di antaranya meninggal atau 16,41 persen. Selain itu Kabupaten Jembrana dengan 75 kasus, 17 orang di antaranya meninggal (1,74 persen), Tabanan 237 kasus, 27 orang di antaranya meninggal (5,49 persen) dan Gianyar dengan 200 kasus, 24 orang di antaranya meninggal (4,54 persen). Sementara di Kabupaten Bangli penderita HIV/AIDS tercatat 50 kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,16 persen), Klungkung 58 kasus, tujuh di antaranya meninggal (1,34 persen) dan Kabupaten Karangasem 114 kasus, delapan di antaranya meninggal (2,84 persen) (Suteja; 2011). Seperti yang kita tahu, penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang memang belum ditemukan obatnya. Para penderita hanya diberikan obat untuk memperlambat penyebaran virus dalam tubuh. Sebagian besar yang menderita HIV/AIDS diantaranya PSK, pelaku homoseks, pengguna narkoba dengan jarum suntik, bayi yang terlahir dari ibu yang positif terinfeksi HIV/AIDS dan pasangan suami istri yang terinfeksi HIV/AIDS. Memang benar, fakta yang ada kebanyakan dari penderita HIV/AIDS adalah orang-orang yang perilakunya secara moril bertentangan dengan norma agama dan masyarakat. Kadang mereka mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan baik dari lingkungan keluarga maupun teman. Meliputi cemoohan, hinaan dan bahkan sikap lain yang menunjukkan sikap tidak suka terhadap penderita HIV/AIDS. Meskipun sudah 23 tahun sejak adanya kasus AIDS di Indonesia, sampai sekarang masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh bahkan stigma mereka semakin negatif. Persepsi negatif masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS, 3

18 berdasarkan stimulus yang mereka terima. Stimulus ini salah satunya adalah melalui informasi yang masyarakat terima tentang HIV/AIDS sehingga terbentuk stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS. Menurut Walgito (2003) persepsi adalah suatu proses yang didahulukan oleh penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Keadaan individu dapat mempengaruhi hasil persepsi, ada dua sumber yang mempengaruhinya yaitu yang berhubungan dengan segi kejasmanian/fisiologis dan yang berhubungan dengan segi psikologis. Apabila sistem fisiologisnya terganggu, hal tersebut akan berpengaruh pada persepsi seseorang. Sedangkan segi psikologis yaitu mengenai pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir, kerangka acuan, motivasi akan berpengaruh pada seseorang yang akan melakukan persepsi. Menurut Chaplin (2004) stigma adalah satu cacat atau cela pada karakter seseorang. Sedangkan menurut Green (dalam Cholil; 1997) stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma dalam penelitian ini adalah stigma yang yang di berikan masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS. Menurut Merati (dalam Cholil; 1997) ada beberapa kasus di lingkungan masyarakat yang diakibatkan kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS. Contoh kasus pertama adalah sebagai berikut: dokter-dokter dan paramedis di bagian unit gawat darurat sudah sangat sering mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara penularan HIV/AIDS dan bagaimana cara pencegahan penularan di rumah sakit dalam pekerjaan sehari-hari. Semua mengetahui hanya dengan meraba dan 4

19 memeriksa pasien AIDS tidak akan terjadi penularan, tapi apa yang terjadi setelah memeriksa seorang pasien yang menyatakan dirinya seorang HIV positif? begitu mendengar pernyataan pasien, dokter tersebut segera mencuci tangannya berulang-berulang dengan sabun baru kemudian duduk dan meneruskan kembali dengan pasien. Jadi tidak terpikir dahulu untuk melakukan pemeriksaan dan pembicaraan dengan pasien tersebut karena ketakutan dan ingin segera mencuci tangannya seolah-olah dokter takut tertular. Memang antara sikap dan pengetahuan belum konsisten. Contoh kasus lain adalah terulangnya pembakaran kasur dan alat-alat bekas pakaian pasien AIDS dari satu provinsi ke provinsi lain. Pada tahun 1987 RSUD Sanglah, Bali telah membakar segala peralatan dan pakaian bekas pasien AIDS, yang kemudian hal tersebut disadari tidak perlu. Tetapi kurang lebih lima tahun setelah itu terdengar keadaan serupa dilakukan oleh rumah sakit lain di Sumatera. Dengan membaca contoh kasus di atas, jelas sekali terjadi diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat, bahkan di lingkungan kesehatan seperti rumah sakit. Disadari atau tidak, semakin kurang informasi tentang HIV/AIDS semakin besar diskriminasi yang akan terjadi. Hal ini berkembang karena mitos-mitos tidak segera dikoreksi sehingga terjadi pengertian dan pemahaman yang salah terhadap HIV/AIDS. Walaupun diketahui HIV/AIDS ditularkan akibat perilaku, tetapi tanpa disadari atau tidak masyarakat melakukan diskriminasi terhadap orangnya, terutama diwujudkan pada kelompok-kelompok tertentu seperti homoseksual, PSK dan pecandu narkotik. 5

20 Pemahaman yang kurang tentang HIV/AIDS di masyarakat perlu di minimalisir agar penangan HIV/AIDS bukan dengan cara memerangi penderita HIV/AIDS tetapi memerangi cara penyebaran virus HIV. Bila stigma masyarakat ataupun lingkungan sekitarnya negatif, beban penderitaan mereka akan semakin besar dan terakumulasi. Mereka harus mendapatkan perhatian yang serius dan dihindarkan dari kemungkinan untuk berputus asa dengan melakukan tindakantindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama seperti mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri ataupun hal yang lainnya yang memang bertentangan dengan norma-norma atau aturan agama. Karena pada dasarnya penyakit ini tidak menular melalui interaksi. Sesungguhnya, diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS bukan saja melanggar hak-hak asasi manusia, melainkan juga sama sekali tidak membantu usaha mencegah penyebaran virus HIV/AIDS secara cepat dan luas. Stigma dan diskriminasi keduanya menjelma sebagai penghalang terbesar bagi penanganan penyerbaran HIV/AIDS. Banyak dari masyarakat yang menganggap siapapun yang sudah terkena HIV/AIDS harus dijauhi dan kehadirannya pun dalam lingkungan tidak diinginkan. Jika kita ingat aliran psikologi humanistik yang dipelopori oleh Abraham Maslow, ada 5 hierarki kebutuhan manusia salah satunya adalah rasa ingin dihargai dan menghargai. Jika penghargaan dari orang lain tidak terpenuhi dan kehadirannya pun dalam lingkungan tidak diinginkan maka akan menghambat proses aktualisasi diri. Dalam hal ini pemerintah wajib melindungi hak-hak penderita HIV/AIDS sama seperti terhadap warga Negara lainnya. 6

21 Mengapa stigma ini terjadi, ada tiga sumber. Pertama: ketakutan, semua tahu HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang tidak ada obat untuk menyembuhkannya. Kedua: moril, penyakit HIV/AIDS sering terkait dengan seks bebas dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan Tuhan dengan alasan bahwa ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah orang-orang yang telah melanggar norma agama. Ketiga: ketidak acuhan oleh media masa, adanya ketakutan dan pikiran moril pembaca (Green, dalam Cholil; 1997). Diskriminasi terhadap mereka harus dikikis dengan cara memastikan bahwa hak-hak mereka terhadap layanan dan fasilitas kesehatan diakui dan dilindungi, untuk diperlakukan sebagai orang yang sedang sakit dan bukan orang yang membawa penyakit. Ada stigma yang negatif dari masyarakat dan adanya perlakuan yang kurang menyenangkan baik dari keluarga maupun masyarakat. Jika stigma terhadap mereka sudah melekat, biasanya akan mempengaruhi interaksi mereka dengan masyarakat, hasil penelitian yang dilakukan oleh Waluyo, dkk (2007) dikutip dari hasil wawancara peneliti dengan penderita HIV/AIDS, menyebutkan bahwa stigma yang di berikan masyarakat membuat penderita HIV/AIDS menjadi tertutup atau tidak terbuka. Karena pada dasarnya interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Pertemuan orang perseorangan secara badaniah tidak akan terjadi pergaulan hidup dalam kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perseorangan atau kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara dan seterusnya. Untuk mencapai satu tujuan bersama, mengadakan persaingan, 7

22 pertikaian dan sebagainya, maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah dasar proses sosial, pengertian menunjukkan pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis (Soekanto; 2004). Sedangkan menurut Walgito (2003) interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan yang lainnya, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik, hubungan tersebut dapat antar individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Kita harus menyadari interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat penting, karena dengan berinteraksi akan membangun kepercayaan diri dan optimisme dalam menghadapi hidup di masa yang akan datang serta meningkatkan kualitas hidup mereka. Fenomena ini yang menstimulasi dan memotivasi bagi penulis untuk memahami dan mengkaji lebih dalam hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS Masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA dengan lingkungannya dan mengangkat judul Hubungan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS Masyarakat Dengan Interaksi Sosial Pada ODHA Identifikasi Masalah 1. Apa bentuk-bentuk stigma yang diberikan masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS? 2. Bagaimana persepsi ODHA terhadap penyakitnya? 3. Apa faktor yang membatasi terjadinya interaksi sosial pada ODHA? 8

23 4. Hambatan-hambatan yang dialami ODHA dalam intertaksi sosialnya? 5. Bagaimana persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS yang diberikan masyarakat kepadanya? 1.6 Pembatasan dan Rumusan Masalah Pembatasan Masalah a. Persepsi yang dimaksud adalah memberikan makna atau arti terhadap stimulus dari lingkungan yang di terima alat indera. b. Stigma HIV/AIDS yang dimaksud adalah ciri negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita HIV/AIDS dan ODHA mengetahui stigma yang diberikan masyarakat kepada mereka. c. Persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat yang dimaksud adalah mengetahui dan memberikan makna serta mengenali ciri negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita HIV/AIDS. Dalam penelitian ini, variabel persepsi merujuk Phulf (dalam Simajuntak; 2005) yaitu proses interpretasi, perilaku menyimpang, perilaku diskriminasi. d. Interaksi sosial yang dimaksud adalah kemampuan penderita HIV/AIDS dengan orang yang ada disekitarnya, baik berupa orang perseorangan, orang perseorangan dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok, yang bersifat timbal balik dan saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini merujuk pada teori Seokanto yaitu bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi kontak sosial dan komunikasi. 9

24 e. Penderita HIV/AIDS dalam penelitian ini adalah penderita yang positif menderita HIV/AIDS yang berusia tahun, pria dan wanita Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Apakah ada hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS. b. Apakah ada hubungan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. c. Apakah ada hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. d. Apakah ada hubungan antara usia dengan interaksi sosial. e. Apakah ada hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. f. Apakah ada perbedaan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. g. Apakah ada perbedaan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. h. Apakah ada pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial. i. Apakah ada pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. 10

25 1.7 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial pada penderita HIV/AIDS. b. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. c. Untuk mengetahui hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. d. Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan interaksi sosial. e. Untuk mengetahui hubungan antara lamanya terkena HIV/AIDS dengan interaksi sosial. f. Untuk mengetahui perbedaan pendidikan dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. g. Untuk mengetahui perbedaan jenis kelamin dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dan interaksi sosial. h. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aspek persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial. i. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh aspek interaksi sosial dengan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat. 11

26 1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoritis Pada tatanan teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi intelektual bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis yaitu masalah yang perlu ditangani pada penderita HIV/AIDS dan psikologi sosial mengenai teori persepsi dan stigma. b. Manfaat praktis Pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan masukan bagi Pemerintah, masyarakat pada umumnya, khususnya bagi peningkatan kualitas hidup penderita HIV/AIDS serta pihak terkait yang menangani masalah HIV/AIDS. 1.8 Sistematika Penulisan Untuk menjelaskan dan menggambarkan secara singkat skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini berisi tentang pengertian persepsi, faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi, proses persepsi, pengertian stigma, 12

27 stigmatisasi, tipe-tipe dan dimensi stigma, alasan stigma terjadi pada penderita HIV/AIDS, akibat stigma, pengertian HIV/AIDS, penyebaran HIV/AIDS, pencegahan HIV/AIDS, dinamika psikologis penderita HIV/AIDS, stigma masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS, persepsi penderita HIV/AIDS terhadap stigma masyarakat, pengertian interaksi sosial, syarat-syarat interaksi sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial, gambaran interaksi sosial penderita HIV/AIDS, kerangka berpikir dan hipotesis. BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis data, teknik analisis statistik dan prosedur penelitian. BAB 4 : HASIL PENELITIAN Hasil penelitian dari gambaran umum, pengkategorian skor masingmasing skala dan hasil analisis data penelitian. BAB 5 : PENUTUP Berisi kesimpulan, diskusi dan saran. 13

28 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persepsi Pengertian Persepsi Chaplin (2004) menyebutkan persepsi adalah proses pengetahuan atau mengenali objek atau kejadian objektif dengan bantuan indera. Secara umum persepsi dianggap sebagai variabel yang mempengaruhi faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan psikis, suasana hati dan faktor-faktor motivasional, maka arti suatu objek atau suatu kejadian objektif ditentukan oleh kondisi perangsang dan faktor orgasme, dengan demikian persepsi antara seorang dengan orang yang lainnya akan berbeda karena setiap individu mengalami situasi yang berbeda. Persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera (Walgito, 2003). Atkitson (1981) menyebutkan bahwa persepsi adalah proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan. Senada dengan itu, persepsi juga diartikan sebagai suatu proses yang didahului oleh stimulus yang diterima oleh indera yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan, sehingga menyadari apa yang diinderanya itu. Sesuatu yang dipersepsikan oleh seseorang dapat berbeda dengan pemaknaannya. Hal tersebut disebabkan karena apa yang ada disekitar kita yang ditangkap oleh panca indera tidak langsung diartikan sama dengan realitasnya. 14

29 Pengertian tersebut pada orang yang mempersepsikan, objek yang dipersepsikan serta situasi disekelilingnya. Berdasarkan persepsi atau pemberian arti dari apa yang ditangkap oleh panca indera itulah maka seseorang melakukan aktivitas atau melakukan sikap-sikap tertentu. Dari beberapa pengertian di atas didapatkan beberapa kata kunci mengenai persepsi yaitu proses pemaknaan atau memberikan arti, stimulus dari lingkungan, dan alat indera, jadi persepsi adalah proses dimana seseorang memberikan makna terhadap stimulus dari lingkungan yang diterima oleh alat indera orang tersebut Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Perbedaan seseorang dalam memberikan makna terhadap informasi yang ditangkap oleh panca inderanya disebabkan karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemaknaan tersebut, baik faktor dari luar maupun faktor dari diri sendiri. Walgito (2003) menjelaskan bahwa apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi dalam individu mengadakan persepsi, ini merupakan faktor internal. Lalu masih ada faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung, faktor-faktor ini merupakan faktor eksternal. Persepsi juga sangat dipengaruhi oleh harapan, keinginan, dan motivasi. Pengaruh harapan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, pengalaman serta penilaian seseorang terhadap objek tersebut (Davidoff, 1981) 15

30 Sedangkan menurut Robbins (2006) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan persepsi seseorang, yaitu: 1. Orang yang melakukan persepsi Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang antara lain: Pertama, sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi. Kedua, motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. Ketiga, pengalaman. Yang terakhir adalah harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang dipersepsikan atau dengan kata lain seseorang akan mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan. 2. Target dan objek persepsi Karakter dari objek yang dipersepsikan dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Rangsang diantara objek yang bergerak dan objek yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikan juga rangsang objek yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsang yang paling kuat. Karakter orang yang dipersepsikan, baik itu karakter personal sikap ataupun tingkah laku dapat berpengaruh terhadap orang yang mempersepsikan, karena manusia dapat berpengaruh terhadap orang yang mempersepsikan, karena manusia dapat saling mempengaruhi persepsi satu sama lain. Orang tua yang berinteraksi dengan anaknya dengan penuh perhatian, hangat, selalu antusias, dan sebagainya akan berpengaruh terhadap persepsi anak akan orang tuanya. 16

31 Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu situasi lingkungan, objek yang dipersepsikan dan orang-orang sekitar. Selain itu adanya faktor internal yang mempengaruhi persepsi yaitu apa yang ada dalam diri individu. Serta persepsi sangat dipengaruhi oleh sikap, motif, pengalaman, dan harapan. Selain itu juga, persepsi dipengaruhi oleh pengalaman, motivasi, dan keinginan Proses Persepsi Mempersepsikan sesuatu tidak akan terjadi begitu saja, tetapi ada unsur yang dapat menciptakan sebuah persepsi atau suatu proses yang dapat membuat terjadinya suatu persepsi. Menurut Chaplin (2004) proses persepsi dimulai dengan perhatian (attention) yang merupakan proses pengamatan yang selektif. Orang terlebih dahulu menentukan apa yang akan diperhatikan. Dengan memusatkan perhatian akan lebih besar kemungkinan bagi individu akan memperoleh makna dari apa yang ditangkap, lalu menghubungkan dengan pengalaman masa lalu. Menurut Davidoff (1981) beberapa psikolog melihat atensi sebagai suatu alat saring (filter) yang akan menyaring informasi pada titik-titik yang berbeda pada proses persepsi. Namun ada pula yang menunjukkan bahwa manusia mampu memusatkan perhatiannya pada apa yang mereka kehendaki untuk dipersepsikan yang secara efektif melibatkan diri mereka dengan pengalaman-pengalaman tanpa menutup rangsangan lain yang saling bersaing. Proses selanjutnya barulah terjadi persepsi yaitu tahap kedua dalam mengamati dunia, mencakup pemahaman, 17

32 mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Proses tersebut dalam kenyataannya terjadi secara kurang lebih serentak, karena pada dasarnya keseluruhan proses ini berjalan dalam waktu yang relatif singkat dan segera Stigma Pengertian Stigma Stigma adalah fenomena yang sangat kuat yang terjadi di masyarakat, dan terkait erat dengan nilai yang ditempatkan pada beragam identitas sosial (Heatherton; 2003). Menurut Chaplin (2004) stigma adalah suatu cacat atau cela pada karakter seseorang. Sedangkan menurut Green (dalam Cholil; 1997) stigma adalah suatu ciri negatif yang menempel pada diri pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Menurut Goffman (dalam Heatherton; 2003) mendefinisikan stigma sebagai suatu isyarat atau pertanda yang dianggap sebagai ganggguan dan karenanya dinilai kurang dibanding orang-orang normal. Individu-individu yang diberi stigma dianggap sebagai individu yang cacat, membahayakan, dan agak kurang dibandingkan orang lain pada umumnya. Menurut Jones, dkk (dalam Heatherton; 2003) proses stigmatisasi terkait dengan kondisi pelabelan karena kurang dipercaya atau menyimpang pada seseorang yang dianggap aneh oleh orang lain. Sedangkan Crocker dkk (dalam Hatherton; 2003) mendefinisikan stigma menempatkan beberapa sifat atau ciri 18

33 khas, yang menyampaikan identitas sosial yang bertujuan merendahkan diri seseorang dalam konteks sosial tertentu. Dari beberapa definisi diatas penulis menyimpulkan stigma adalah ciri negatif yang diberikan masyarakat dan dipengaruhi oleh lingkungan. Ciri negatif ini diberikan kepada seseorang yang dianggap cacat, membahayakan, dan agak kurang dibandingkan dengan orang lain pada umumnya Stigmatisasi Stigma adalah satu cacat atau cela pada karakter seseorang, stigma merupakan kata benda yang artinya noda, cacat. Sedangkan stigmatisasi adalah kata keterangan yang artinya merupakan noda, menodai. Jadi perbedaan antara stigma dan stigmatisasi adalah stigma kata benda sedangkan stigmatisasi kata keterangan. Menurut Pfuhl (dalam Simajuntak; 2005) proses pemberian stigma yang dilakukan masyarakat terjadi melalui tiga tahap yaitu; 1) Proses interpretasi, pelanggaran norma yang terjadi dalam masyarakat tidak semuanya mendapatkan stigma dari masyarakat, tetapi hanya pelanggaran norma yang diinterpretasikan oleh masyarakat sebagai suatu penyimpangan perilaku yang dapat menimbulkan stigma. 2) Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang, setelah pada tahap pertama dilakukan dimana terjadinya interpretasi terhadap perilaku yang menyimpang, maka tahap selanjutnya adalah proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang oleh masyarakat. 19

34 3) Perilaku diskriminasi, tahap selanjutnya setelah proses kedua dilakukan, maka masyarakat memberikan perlakuan yang bersifat membedakan (diskriminasi). Melakukan stigmatisasi kepada orang lain dapat memberikan beberapa fungsi bagi individu termasuk meningkatkan harga diri, meningkatkan kendali sosial, menahan kecemasan. Stigmatisasi dapat meningkatkan harga diri melalui proses pembandingan ke bawah (menahan kelemahan orang lain) (Will, dalam Heatherton; 2003). Mengacu pada teori perbandingan ke bawah, yaitu membandingkan diri sendiri dengan orang lain dapat meningkatkan perasaan berharga seseorang dan karenanya dapat meningkatkan harga dirinya. Pembandingan ke bawah dapat berlangsung dalam bentuk pasif (seperti mencari kekurangan orang lain dalam bidang-bidang tertentu) atau juga berlangsung dalam bentuk aktif (seperti membentuk kondisi yang tidak menguntungkan orang lain melalui diskriminasi). Dari definisi di atas penulis menyimpulkan proses pemberian stigma yang dilakukan masyarakat ada tiga tahap, Pertama, proses interpretasi; Kedua, proses pendefinisian pada seseorang yang dianggap berperilaku menyimpang; Ketiga, perilaku diskriminasi Tipe-tipe dan Dimensi Stigma Menurut Goffman (dalam Heatherton; 2003) membedakan tiga jenis stigma, atau kondisi stigmatisasi, diantaranya: 1) Kebencian terhadap tubuh (seperti, cacat tubuh) 2) Mencela karakter individu (gangguan mental, pecandu, pengangguran) 20

35 3) Identitas kesukuan (seperti ras, jenis kelamin, agama dan kewarganegaraan) Sedangkan Jones, dkk (dalam Heatherton; 2003) membagi enam dimensi kondisi stigmatisasi: 1) penyembunyian yang mencakup keluasan karakteristik stigmatisasi sedapat mungkin bisa dilihat (seperti cacat wajah vs. homoseksualitas). 2) rangkaian penandaan berhubungan dengan apakah tanda tersebut sangat mencolok mata atau makin melemah dari waktu ke waktu (seperti multiple sclerosis vs. kebutaan). 3) kekacauan yang mengacu pada tingkat stigmatisasi dalam mengganggu interaksi interpersonal (seperti gagap dalam berbicara). 4) estetika yang berhubungan dengan reaksi subjektif yang dapat memunculkan stigma karena suatu hal yang kurang menarik. 5) asal-usul tanda stigmatisasi (seperti cacat bawaan, kecelakaan, atau kesengajaan) yang juga terkait dengan tanggung jawab seseorang dalam membentuk stigma. 6) resiko yang mencakup perasaan berbahaya dari stigmatisasi dari orang lain (seperti memilki penyakit yang mematikan atau membahayakan vs. memilki kelebihan berat badan). Lain halnya menurut Crocker dkk (dalam Heatherton; 2003) bahwa keterlihatan dan keterkendalian merupakan dimensi stigma yang sangat penting bagi mereka yang melakukan stigma dan mengalami stigma. Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa terdapat 3 tipe atau dimensi stigma diantaranya; Pertama, kebencian terhadap tubuh seperti 21

36 cacat tubuh; Kedua, mencela karakter individu seperti gangguan mental, pecandu, dan pengangguran; Ketiga, identitas kesukuan seperti ras, agama, jenis kelamin dan kewarganegaraan Alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS Menurut Green (dalam Cholil; 1997) ada tiga sumber, diantaranya: 1) Ketakutan, semua tahu HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya. 2) Moril, fakta yang ada penyakit HIV/AIDS sering terkait dengan seks bebas dan penyalahgunaan obat terlarang atau obat bius, kutukan Tuhan dengan alasan bahwa ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) adalah orang-orang yang melanggar norma agama. 3) Ketidak acuhan oleh media masa, adanya pemikiran dan ketakutan dan pikiran moril pembaca tentang HIV/AIDS. Sedangkan menurut Takahashi (dalam Rudianto, 2005) stigma terjadi pada penderita HIV/AIDS karena 3 hal yaitu: 1) Fungsi mereka ditengah masyarakat. Dalam hal ini mereka dianggap kurang produktif dan karena itu merugikan masyarakat. Produktifitas adalah norma sosial yang ada dalam masyarakat. 2) Keberadaan mereka yang merupakan ancaman bagi masyarakat. Kelompok penderita HIV/AIDS dianggap potensial membahayakan masyarakat karena penyakit yang disandangnya. Mereka dianggap potensial menulari orang-orang yang sehat dengan AIDS. 22

37 3) Mereka dianggap bertanggung jawab secara pribadi atas keberadaan mereka. Anggapan masyarakat pada penderita HIV/AIDS. Persepsi bahwa penderita AIDS bertanggung jawab secara pribadi atas penyakit yang disandangnya dari publikasi besar-besaran mengenai kalangan yang beresiko tertinggi tertular HIV/AIDS. Dari definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa alasan terjadinya stigma pada penderita HIV/AIDS karena ketakutan masyarakat, moril yaitu tingkah laku yang melatarbelakangi penderita HIV/AIDS dan ketidak acuhan dari media masa Akibat Stigma Dalam Phulf (dalam Simajuntak; 2005) hasil penelitian menemukan ada beberapa akibat dari stigma yaitu: 1) Stigma sulit mencari bantuan. 2) Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan karena stigma dapat menyebabkan erosinya self-confidence sehingga menarik diri dari masyarakat. 3) Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga sulit mendapatkan akomodasi dan pekerjaan. 4) Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi. 5) Keluarganya menjadi lebih terhina dan terganggu HIV Pengertian HIV/AIDS AIDS (Acruired Immunodeficiency Syndrome) atau disebut dengan sindroma kehilangan kekebalan sedangkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) 23

38 yaitu jasad renik yang menyebabkan AIDS. HIV melumpuhkan system kekebalan tubuh, terutama sel-sel darah putih yang membantu dalam menghadang penyakit (Hutapea; 2004). AIDS merupakan suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh sangat menurun karena HIV, sehingga menyebabkan individu beresiko tinggi menderita penyakit fatal Sarcoma Kaposi, jenis kanker limpa yang jarang terjadi dan berbagai macam infeksi jamur, virus dan bakteria yang berbahaya (Davidson, 2004). Dari definisi di atas penulis menyimpulkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS (Acruired Immunodeficiency Syndrome) disebut dengan sindrom kehilangan kekebalan tubuh. Jadi, AIDS adalah suatu penyakit dimana sistem kekebalan tubuh menurun dan menyebabkan penderitanya mudah atau beresiko terkena penyakit fatal Penyebaran HIV/AIDS HIV paling sering ditularkan melalui hubungan seksual beresiko, terlepas dari penularan seksualnya. Menurut Davidson (2004) HIV terdapat dalam darah, sperma, cairan vagina. Dan penularan terjadi jika cairan yang terinfeksi tersebut masuk kedalam aliran darah. AIDS tidak dapat ditularkan melalui hubungan sosial atau bahkan dengan tinggal bersama dengan penderita AIDS atau positif HIV, dengan catatan mencegah terjadinya kontak dengan darah yang terinfeksi. Kategori perilaku beresiko tinggi, diantaranya: pengguna narkoba suntik, 24

39 pengguna jarum suntik yang tidak steril secara bersama-sama, bayi yang dilahirkan oleh ibu yang positif HIV. Sedangkan menurut Kaplan (1997) penularan HIV paling sering terjadi melalui hubungan seksual atau perpindahan darah yang terkontaminasi, seks anal, seks vaginal dan virus yang terkontaminasi paling mungkin menularkan virus. Penularan dari darah yang terkontaminasi paling sering terjadi jika seseorang yang ketergantungan pada zat intravena memungkinkan jarum hipodermik bersamasama atau teknik sterililasi yang tepat dan anak-anak dapat terinfeksi in-utera atau melalui air susu ibu jika ibunya terinfeksi dengan HIV. Penulis menyimpulkan HIV (Human Immunodeficiency Virus) terdapat dalam darah, sperma dan cairan vagina. Penularan virus ini akan terjadi ketika cairan yang terinfeksi masuk kedalam aliran darah, penularan atau penyebaran melalui seks anal, vaginal dan oral yang tidak terlindungi dapat menularkan virus. HIV/AIDS tidak akan menular melalui hubungan sosial maupun tinggal bersama, dengan catatan mencegah terjadinya kontak dengan darah yang terinfeksi. Kategori yang beresiko tinggi adalah pengguna nakoba suntik yang tidak steril yang digunakan bersama-sama dan bayi yang dilahirkan dari ibu yang positif HIV Pencegahan HIV/AIDS Menurut Davidson (2004) pencegahan bisa dilakukan melalui perubahan perilaku. Para ilmuwan secara umum sepakat bahwa program-program penggantian jarum suntik atau pembagian jarum suntik secara gratis dan alat 25

40 suntik, mengurangi penggunaan jarum secara bergantian dan mengurangi penyebaran infeksi melalui penggunaan narkoba intravera. Fokus utama dalam mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seks adalah mengubah caracara berhubungan seks, seseorang yang dapat menghilangkan kemungkinan tertular dengan melakukan hubungan monogami dengan hanya satu orang yang hasil tes HIV-nya negatif. Walaupun demikian pencegahan terbaik adalah mendorong orang-orang yang berhubungan seksual secara aktif untuk menggunakan kondom, karena efektivitas kondom dalam pencegahan HIV hampir 90 persen. Sedangkan menurut Kaplan (1997) pencegahan HV/AIDS bisa dilakukan dengan cara melakukan hubungan seks yang aman dan menghindari menggunakan jarum suntik hipodermik yang sudah di gunakan secara bersama-sama atau terkontaminasi. Penulis menyimpulkan pencegahan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan cara melakukan perubahan perilaku yaitu dengan cara tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian, setia pada pasangan dan dalam melakukan hubungan seksual menggunakan kondom Dinamika psikologis penderita HIV/AIDS Menurut Hutapea (2004) seorang yang menderita HIV/AIDS sering mengalami masalah-masalah psikologis, terutama kecemasan, depresi, rasa bersalah (akibat perilaku seks dan penyalahgunaan obat), marah dan dorongan untuk melakukan bunuh diri. Orang yang tertular HIV/AIDS sering marah kepada 26

41 kalangan medis karena ketidakberdayaan mereka menemukan obat atau vaksin penangkal HIV/AIDS. Mereka juga jengkel terhadap masyarakat luas yang mendiskriminasikan penderita HIV/AIDS. Untuk sebagian penderita HIV/AIDS, ketidakpastian nasib pengidap HIV dan potensi untuk menderita AIDS akan menimbulkan perasaan cemas dan depresi. Sering dihinggapi perasaan menjelang maut, rasa bersalah akan perilaku yang membuat infeksi dan rasa diasingkan oleh orang lain. Stress akan ikut melemahkan sistem imun, yang terlebih dahulu sudah dilumpuhkan oleh HIV. Banyak orang yang tertular HIV/AIDS ditinggalkan oleh teman atau kekasih mereka. Stress yang disebabkan kehilangan ini pun akan ikut melemahkan sistem imun mereka. Menurut Kaplan (1997) orang HIV/AIDS berbeda kondisinya dengan orang yang menderita penyakit parah lainnya seperti kanker dan stroke. Infeksi HIV/AIDS selain berpengaruh terhadap fisik pengidapnya juga memiliki pengaruh terhadap psikososial seperti hubungan status emosi, perubahan dalam pola adaptasi perilaku dan fungsi kognitifnya, perilaku hidup sehat, perubahan tujuan, hidup dan peranannya di masyarakat, perubahan dalam kehidupan spiritual sampai persiapan menjelang kematiannya. Dari penjelasan di atas penulis mendapatkan kata kunci dinamika psikologis yang dialami penderita HIV/AIDS yaitu kecemasan, depresi, rasa bersalah, marah, dorongan untuk melakukan bunuh diri. Infeksi HIV/AIDS selain berpengaruh terhadap fisik berpengaruh juga terhadap psikososial seperti status emosi, perubahan pola adaptasi, perilaku dan fungsi kognitif, perilaku hidup sehat dan perubahan tujuan. 27

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit tersebut muncul begitu saja. Seperti kata pepatah Tidak ada asap tanpa adanya api, tentu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan turunnya sistem kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunice

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Nilai - nilai yang ada di Indonesiapun sarat dengan nilai-nilai Islam. Perkembangan zaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seorang anak mengalami pubertas dan mulai mencari jati diri mereka ingin menempuh jalan sendiri dan diperlakukan secara khusus. Disinilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Peningkatan harga diri penderita HIV/AIDS dapat dilakukan dengan memberi pelatihan. Oleh karenannya, seorang penderita HIV/AIDS atau ODHA sangat perlu diberi terapi psikis dalam bentuk

Lebih terperinci

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak akan terlepas dari sebuah interaksi. Interaksi yang berlangsung dapat mendorong para pelaku untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) pertamakali ditemukan di propinsi Bali, Indonesia pada tahun 1987 (Pusat Data dan Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes. RI, 2008). Virus tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan

Lebih terperinci

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu internasional karena HIV telah

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired Immunodefiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat, disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam berita akhir-akhir ini terlihat semakin maraknya penggunaan narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan berdampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan global dewasa ini. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan dari gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya daya tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Susun Oleh: NYA SORAYA RIZKINA (106070002284) Skripsi

Lebih terperinci

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran warga negara dalam terselenggaranya pemerintahan dalam suatu negara adalah penting hukumnya. Pemerintahan dalam suatu negara akan berjalan dengan baik dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV di Indonesia masih menjadi masalah yang serius dan komplek serta menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di Indonesia juga masih tinggi,

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Viruse (HIV) merupakan virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 1 PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 TANGGAL 1 DESEMBER 2015 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN

Lebih terperinci

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS (Aquired Immune Deficiency Sindrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Penyebab AIDS adalah virus yang mengurangi kekebalan tubuh secara perlahan-lahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini salah satu aspek kesehatan yang menjadi bencana bagi manusia adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria atau banci adalah laki-laki yang berorientasi seks wanita dan berpenampilan seperti wanita, (Junaidi, 2012: 43). Waria adalah gabungan dari wanita-pria

Lebih terperinci

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015 TANGGAL 1 DESEMBER 2015 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman sekarang ini banyak mengalami perubahan, terutama meningkatnya jumlah kasus penyakit menular langsung di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan

Lebih terperinci

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR, Menimbang: a. b. c. bahwa dalam upaya untuk memantau penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV/AIDS (Human Immuno deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah yang mengancam seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Posttraumatic Growth (PTG) 2.1.1 Pengertian Posttraumatic Growth is the experience of positive change that occurs as a result of the strunggle with highly challenging life cries

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus). Kasus HIV dan AIDS pertama kali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari Human Imunno deficiency Virus dalam bahasa Indonesia berarti virus penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi wabah internasional atau bencana dunia sejak pertama kehadirannya adalah HIV/AIDS.Sejak pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome adalah penyakit yang merupakan kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang

Lebih terperinci

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

A. Landasan Teori. 1. Pengetahuan. a. Definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan Agar terhindar dari berbagai persoalan karena aborsi, maka remaja harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kritis mengenai segala kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih sering terjadi. Seorang perempuan bernama Mairinda yang kini menjabat

BAB I PENDAHULUAN. masih sering terjadi. Seorang perempuan bernama Mairinda yang kini menjabat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha) masih sering terjadi. Seorang perempuan bernama Mairinda yang kini menjabat sebagai manajer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV merupakan famili retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia terutama limfosit (sel darah putih) dan penyakit AIDS adalah penyakit yang merupakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat stres pada orang dengan HIV/AIDS (Odha) karena napza suntik usia 20-30 tahun di Yayasan X Bandung. Adapun yang menjadi sampel dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu jenis retrovirus yang memiliki envelope, yang mengandung RNA dan mengakibatkan gangguan sistem imun karena menginfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan HIV- AIDS saat ini tidak hanya terbatas

Lebih terperinci

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti Ragu? Jangan cuma Ikut VCT, hidup lebih pasti Sudahkah anda mengetahui manfaat VCT* atau Konseling dan Testing HIV Sukarela? *VCT: Voluntary Counselling and Testing 1 VCT atau Konseling dan testing HIV

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat individu rentan terhadap

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh : SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS DAN VOLUNTARY COUNSELLING AND TESTING (VCT) SERTA KESIAPAN MENTAL MITRA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN KE KLINIK VCT DI SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus - Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini berkembang secara pandemik. Masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001)

BAB II LANDASAN TEORI. yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Merokok 2.1.1 Pengertian Perilaku Merokok Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan suatu jenis virus yang menyerang sel darah putih sehingga menyebabkan kekebalan tubuh manusia menurun. AIDS atau Acquired

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak pertama kali ditemukan (1987) sampai dengan Juni 2012, kasus HIV/AIDS tersebar di 378 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh (33) provinsi di Indonesia.

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA Rosnancy Sinaga : Email: sinagaantyj@yahoo.com Abstrak Penelitian ini dilatar belakangi oleh karena adanya peningkatan penderita HIV/AIDS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun 2008-2009. Menurut data per 31 Desember 2008 dari Komisi Penanggulangan AIDS Pusat, di 10 Propinsi jumlah kasus

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu 100 BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu kenyataan yang harus ditanggung oleh para ODHA. Terinfeksinya ODHA dilatarbelakangi

Lebih terperinci

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sel darah putih bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja

Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja Disusun Oleh: NOVITA BARSELIA P. (106070002277) Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang diantaranya Acquired Immuno Defesiiency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ialah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh manusia rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemi human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syindrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di dunia. Di tingkat global,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek kesehatan. Tubuh

Lebih terperinci

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIRETROVIRAL PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) Edy Bachrun (Program Studi Kesehatan Masyarakat, STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun) ABSTRAK Kepatuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS DAN IMS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA, Menimbang : a. bahwa perkembangan HIV/AIDS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Populasi Dan Sampel

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Populasi Dan Sampel 46 III. METODE PENELITIAN 3.1 Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah semua Wanita Tuna Susila yang menjadi kelayan dan sedang direhabilitasi di panti rehabilitasi sosial wanita Jawa Barat.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU MENGENAI HIV / AIDS PADA SISWA SISWI KELAS DUA DAN TIGA SALAH SATU SMA SWASTA DI KOTA BANDUNG TAHUN 2006

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU MENGENAI HIV / AIDS PADA SISWA SISWI KELAS DUA DAN TIGA SALAH SATU SMA SWASTA DI KOTA BANDUNG TAHUN 2006 LAMPIRAN 1 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU MENGENAI HIV / AIDS PADA SISWA SISWI KELAS DUA DAN TIGA SALAH SATU SMA SWASTA DI KOTA BANDUNG TAHUN 2006 Nama :. ( inisial ) Jenis Kelamin : L / P ( lingkari

Lebih terperinci

Berusaha Tenang Mampu mengendalikan emosi, jangan memojokan si-anak atau merasa tak berguna.

Berusaha Tenang Mampu mengendalikan emosi, jangan memojokan si-anak atau merasa tak berguna. Berusaha Tenang Mampu mengendalikan emosi, jangan memojokan si-anak atau merasa tak berguna. Jangan Menunda Masalah Adakan dialog terbuka dengan anak, jangan menuduh anak pada saat dalam pengaruh narkoba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan atau tindakan oleh pihak pemerintah, masyarakat, pemberi kerja, penyedian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan atau tindakan oleh pihak pemerintah, masyarakat, pemberi kerja, penyedian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stigma Sosial Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya (KBBI). Menurut Castro dan Farmer (2005) stigma ini qwedapat mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) termasuk salah satu penyakit menular yang merupakan kumpulan gejala penyakit yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epidemi HIV&AIDS di Indonesia sudah berlangsung selama 15 tahun dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang memudahkan penularan virus penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus tersebut merusak sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini peredaran dan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat Indonesia nampaknya sudah sangat mengkhawatirkan dan meningkat tiap tahunnya. Kepala Badan Narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti oleh masyarakat, selain karena mematikan, virus HIV juga merupakan penyakit menular yang penyebarannya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1] PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang berperan sebagai sistem kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS adalah gejala penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan AIDS adalah suatu penyakit yang fatal. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi Setiap orang berhak

BAB I PENDAHULUAN. 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi Setiap orang berhak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pasal 28 H

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG Menimbang: a. bahwa HIV merupakan virus perusak sistem kekebalan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent)

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent) Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Informan (Inform Concent) ANALISIS PERSEPSI PENYAKIT DAN NILAI SYARIAT ISLAMI TERHADAP MINAT MEMANFAATKAN PELAYANAN VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (VCT) DI KOTA

Lebih terperinci

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR Oleh: Chenia Ilma Kirana, Hery Wibowo, & Santoso Tri Raharjo Email: cheniaakirana@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) menjadi agenda penting baik dikalangan kedokteran maupun dikalangan politisi

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan IMS seperti perubahan demografi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius di abad ini, dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK SIKAP DAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG TINDAKAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA (Studi Deskriptif Pada Siswa/Siswi SMP SWASTA Jambi Di Kelurahan Bantan Kecamatan Medan Tembung)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup lainya. Manusia memiliki kecenderungan seksual atau sering dikenal dengan orientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi wabah internasional atau bencana dunia sejak pertama kehadirannya adalah HIV/AIDS. Acquired Immuno Deficiency

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum mendapat pengakuan dari masyarakat. Karena dalam hukum negara Indonesia hanya mengakui

Lebih terperinci

BAB 1 LATAR BELAKANG. mengenai keberadaan AIDS dan virus HIV belum terlalu berkembang. Namun,

BAB 1 LATAR BELAKANG. mengenai keberadaan AIDS dan virus HIV belum terlalu berkembang. Namun, BAB 1 LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Beberapa dekade lalu pengetahuan dan pemahaman masyarakat Indonesia mengenai keberadaan AIDS dan virus HIV belum terlalu berkembang. Namun, seiring dengan terjadinya

Lebih terperinci