Pengendalian sedimentasi di saluran irigasi dengan membangkitkan arus turbulensi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengendalian sedimentasi di saluran irigasi dengan membangkitkan arus turbulensi"

Transkripsi

1 Pengendalian sedimentasi di saluran irigasi dengan membangkitkan arus turbulensi THE CONTROL OF SEDIMENTATION IN IRRIGATION CHANNEL USING GENERATING OF TURBULENCE FLOW SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Disusun oleh: M. Yushar Yahya Alfarobi I JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

2 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui keberadaannya. Semua makhluk hidup memanfaatkan air untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, keberadan air perlu dijaga agar dapat dimanfaatkan seterusnya. Sebagian besar air berasal dari hujan, hujan yang jatuh ke permukaan bumi, sebagian akan meresap ke bawah permukaan bumi dan sisanya akan mengalir di permukaan bumi yang dikenal sebagai air limpasan (surface runoff). Air yang mengalir di permukaan tergantung dari besarnya intensitas hujan dibandingkan terhadap laju infiltrasi dari masing-masing daerah (Mamok Soeprapto dan Susilowati, 1987). Setiap sungai memiliki daerah tangkapan air hujan yang umumnya disebut sebagai Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah suatu kawasan lahan dimana semua air baik dari air hujan maupun air salju, mengalir ke bawah menuju suatu penampungan air, seperti sungai, danau, atau rawa. Tata guna lahan sangat berperan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran. Perubahan tata guna lahan yang tidak memperhatikan lingkungan mengakibatkan semakin besarnya aliran permukaan dan semakin berkurangnya air yang terinfiltrasi ke dalam tanah. Aliran permukaan ini akan langsung menuju sungai. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan tersebut, baik faktor alam (natural factor) maupun faktor manusia (human factor). Namun, penyebab utama kerusakan DAS tersebut kebanyakan akibat ulah manusia. Penebangan hutan, pembuatan sistem terasering yang tidak tepat, industri yang tidak mengindahkan lingkungan, dan eksploitasi material sungai secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada DAS (Jurnalis KOMPAS, 2008). Keadaan yang kurang

3 menguntungkan tersebut dapat menyebabkan sedimentasi, erosi sungai, dan pencemaran sungai. Beragam upaya sudah banyak dilakukan manusia untuk melindungi sumber-sumber air dan menjaga keberlangsungan air agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS yang baik dapat mencegah munculnya masalah-masalah yang terkait dengan air di masa mendatang. Salah satu upaya yang sering dilakukan manusia dalam pemanfaatan air adalah dengan pembuatan bendung untuk meninggikan permukaan air sungai atau waduk serba guna sebagai penampung air. Air permukaan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi beragam kebutuhannya. Salah satu pemanfaatan air terbanyak adalah untuk memasok air ke daerah irigasi. Pasokan air untuk irigasi diambilkan dari air permukaan atau sungai melalui intake pada bangunan utama (bendung) yang dibangun melintang sungai. Setelah melalui intake air mengalir ke awal saluran induk, berupa saluran penangkap pasir. Dengan meningkatnya angkutan sedimen di sungai banyak saluran irigasi mengalami pendangkalan karena endapan. Pada umumnya, sedimentasi ini terjadi akibat material yang terbawa air yang masuk saluran. Jika debit aliran ini rendah maka akan terjadi proses pengendapan di saluran irigasi. Penumpukan material terus berlangsung sehingga endapan semakin banyak dan akan membentuk delta. Sedimentasi ini mengurangi kapasitas saluran sehingga kemampuan untuk memasok air berkurang, dan pada akhirnya akan mengurangi produktivitas tanaman. Terjadinya pengendapan di awal beberapa saluran irigasi menarik untuk dikaji. Gagasan ini diangkat berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, yaitu di Bendung Jati, Kali Madiun yang menunjukkan adanya masalah pengendapan di awal saluran irigasi bahkan telah dipasang alat pengeruk sedimen di saluran penangkap pasir, namun tetap tidak dapat mengembalikan fungsi saluran tersebut.

4 Dalam penelitian ini akan dicoba membangkitkan arus turbulensi di saluran irigasi, sehingga tidak memberi kesempatan bagi sedimen untuk mengendap di awal saluran irigasi. Upaya ini diajukan dalam penelitian, mengingat pintu pembilas tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga endapan semakin lama lebih tebal dan padat Rumusan Masalah Beberapa masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kecepatan aliran di awal saluran induk kurang tinggi sehingga membentuk endapan? 2. Apakah dengan membangkitkan arus turbulensi dapat mencegah sedimentasi? 3. Peralatan apa yang diperlukan untuk membangkitkan arus turbulensi? 1.3. Batasan Masalah Hal-hal yang membatasi obyek penelitian agar langkahnya lebih sistematis dan terarah adalah: 1. Penelitian dilakukan di laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS, dengan menggunakan open flume yang menjadi model saluran irigasi dengan ukuran 7,7 x20x500 3 cm, 2. Aliran pada saluran irigasi dianggap tetap dan seragam (steady uniform flow), 3. Dasar saluran irigasi dianggap kedap air dan pengaruh rembesan air diabaikan, 4. Penelitian hanya dibatasi untuk sedimen non-cohesive, sedimen berupa pasir dengan butiran seragam diameter 2,36 mm atau lolos ayakan no 8.

5 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kecepatan aliran di awal saluran induk, 2. Mengetahui pengaruh arus turbulensi terhadap terjadinya sedimentasi, 3. Mengetahui jenis peralatan yang diperlukan untuk dapat membentuk arus turbulensi Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi khususnya dalam pengelolaan saluran irigasi dan diharapkan dapat menambah wahana dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya bidang irigasi.

6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Saluran Terbuka Aliran air dalam suatu saluran terbuka merupakan aliran bebas (free flow) yang dipengaruhi oleh tekanan udara. Pada semua titik di sepanjang saluran, tekanan udara di permukaan air adalah sama. Ilustrasi aliran pada saluran terbuka dapat dilihat pada Gambar-2.1. Chow dkk., 1989, membedakan saluran terbuka menurut asalnya menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial). Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak sungai di pegunungan, sungai besar, sampai ke muara sungai. Saluran buatan dibentuk oleh manusia, seperti saluran banjir, saluran pembangkit listrik, dan saluran irigasi. Gambar 2.1. Aliran pada saluran terbuka

7 Klasifikasi Aliran Saluran Terbuka Berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan waktu dan ruang, aliran dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a. Aliran tunak (steady flow) Aliran dikatakan tunak bila kedalaman aliran tidak berubah atau dapat dianggap konstan selama selang waktu tertentu (lihat Gambar-2.2). Pada jenis aliran tunak akan terjadi sifat aliran sebagai berikut: 1. Aliran seragam (uniform flow) yaitu terjadi bila kecepatan aliran tidak berubah dan kedalaman saluran sama pada setiap penampang,. 2. Aliran tak seragam (non uniform flow) yaitu terjadi bila kecepatan aliran berubah dan kedalaman saluran tidak sama pada setiap penampang. Gambar 2.2. Steady flow b. Aliran tak tunak (unsteady flow) Aliran dikatakan tak tunak bila kedalaman aliran berubah sesuai dengan waktu (lihat Gambar-2.3). Pada jenis aliran tidak tunak akan terjadi sifat aliran sebagai berikut: 1. Aliran seragam (uniform flow) yaitu terjadi bila kecepatan aliran tidak berubah dan kedalaman saluran sama pada setiap penampang. 2. Aliran tak seragam (non uniform flow) yaitu terjadi bila kecepatan aliran berubah dan kedalaman saluran tidak sama pada setiap penampang.

8 Gambar 2.3. Unsteady flow Chow dkk., 1989, menyatakan bahwa aliran seragam adalah aliran yang mempunyai kecepatan konstan terhadap jarak, garis aliran lurus dan sejajar, dan distribusi tekanan adalah hidrostatis serta luas penampang tidak berubah terhadap ruang, baik besar maupun arahnya. Hal ini berarti bahwa saluran harus mempunyai bentuk tampang identik. Aliran seragam tidak dapat terjadi pada kecepatan aliran yang besar atau kemiringan saluran yang sangat besar. Aliran dalam saluran irigasi termasuk dalam aliran yang seragam, dengan catatan tidak ada perubahan penampang secara mendadak di saluran tersebut. Ciri-ciri pokok aliran seragam adalah sebagai berikut: 1. Kedalaman, luas basah, kecepatan, dan debit pada setiap penampang pada saluran yang lurus adalah konstan. 2. Garis energi, muka air dan dasar saluran saling sejajar, berarti kemiringanya sama. Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi aliran sub kritis, kritis, dan super kritis. Aliran disebut sub kritis apabila gangguan (misalnya batu dilemparkan ke dalam aliran sehingga menimbulkan geombang) yang terjadi di suatu titik pada aliran dapat menjalar ke arah hulu. Aliran sub kritis dipengaruhi oleh kondisi hilir, dengan kata lain keadaan di hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran disebut super kritis. Dalam hal ini kondisi di hulu akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Penentuan tipe aliran dapat didasarkan pada nilai bilangan Froude Fr, yang mempunyai bentuk:

9 V Fr=... (2.1) g. y dengan: Fr = Bilangan Froude v = Kecepatan rata-rata aliran (m/dt) g = Gaya gravitasi (9,81 m/dt 2 ) y = Kedalaman hidrolik (m) Gambar-2.4 menunjukkan perbandingan antara kecepatan aliran dan kecepatan rambat gelombang karena adanya gangguan. Pada Gambar-2.4.a gangguan pada air diam (V = 0) akan menimbulkan gelombang yang merambat ke segala arah. Gambar-2.4.b menunjukkan aliran sub kritis dimana gelombang masih bisa menjalar ke arah hulu. Pada kondisi ini bilangan Froude Fr < 1. Gambar-2.4.c adalah aliran kritis dimana kecepatan aliran sama dengan kecepatan rambat gelombang. Dalam keadaan ini Fr = 1. Sedangkan Gambar-2.4.d adalah aliran super kritis dimana gelombang tidak bisa merambat ke hulu karena kecepatan aliran lebih besar dari kecepatan rambat gelombang. Keadaan ini bilangan Froude Fr > 1. Gambar 2.4. Pola penjalaran gelombang di saluran terbuka

10 Berdasarkan pengaruh kekentalan (viscosity), aliran dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Aliran laminer, terjadi bila gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan dengan kelembamannya. Dalam aliran ini, butir-butir air seolah-olah bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur. 2. Aliran turbulen, terjadi bila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan kelembamannya. Pada aliran ini, butir-butir air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur dan tidak tetap membentuk aliran yang berputar-putar, namun butir-butir tersebut tetap menunjukkan gerak maju dalam aliran secara keseluruhan (Gerald Recktenwald, 2007). 3. Aliran transisi, merupakan aliran peralihan dari aliran laminer menjadi aliran turbulen. Ilustrasi aliran laminer dan turbulen dapat dilihat pada Gambar-2.5 berikut. Gambar 2.5. Aliran laminer dan aliran turbulen Pengaruh kekentalan terhadap kelembaman dinyatakan dengan Bilangan Reynolds (Re) dan didefinisikan sebagai berikut: v.l Re=... (2.2) u dengan: v = kecepatan aliran, L = panjang karakteristik (pada saluran terbuka dianggap sama dengan jari-jari hidrolis R), u = kekentalan kinematik (m 2 /det). u m =... (2.3) r

11 dengan: m = kekentalan dinamik, r = rapat massa fluida. Volker Gravemeier, 2003, mengatakan bahwa aliran disebut laminer apabila bilangan Reynold kecil, ditandai dengan lintasan yang teratur. Dengan peningkatan bilangan Reynold, aliran laminer menjadi tidak stabil dan terjadi olakan-olakan kecil, sehingga aliran disebut transisi. Setelah melalui tahap transisi, akan memasuki tahap dimana aliran disebut turbulen. Aliran akan terlihat bergelombang dan tidak teratur. Nilai-nilai berikut merupakan batasan sifat aliran fluida dalam aliran saluran terbuka. Re 2000 = aliran laminer 2000 < Re 4000 = aliran transisi Re > 4000 = aliran turbulen Untuk saluran terbuka, termasuk saluran irigasi, umumnya jarang terjadi aliran laminer. Fakta bahwa permukaan aliran tampak licin dan mengkilat bagi seorang pengamat tidak boleh disimpulkan bahwa aliran tersebut bersifat laminer. Kemungkinan besar hal ini menunjukkan bahwa kecepatan air di permukaan lebih kecil dari yang diperlukan untuk menimbulkan gulungan-gulungan gelombang (Chow dkk., 1992). Sehingga penelitian ini dicoba untuk membangkitkan arus turbulensi di saluran irigasi dan pada akhirnya diharapkan tidak terjadi sedimentasi di saluran tersebut Kecepatan Aliran Pada Saluran Terbuka Kecepatan aliran pada saluran terbuka dapat ditentukan dengan rumus Chezy, dan rumus Manning atau rumus Strickler. Kedua rumus tersebut hanya dibedakan pada nilai koefisien kekasarannya. Rumus Chezy menggunakan nilai koefisien kekasaran kekasaran C yang ditentukan oleh Ganguillet dan Kutter, H. Bazin, atau Powell (Chow dkk., 1989).

12 Sedangkan rumus Manning yang memiliki nilai koefisien kekasaran n yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, tetumbuhan, ketidakteraturan saluran, trase saluran, pengendapan dan penggerusan, hambatan, ukuran dan bentuk saluran, serta taraf dan debit air (Chow dkk.,1989). Dalam penelitian ini akan digunakan rumus Manning karena rumus tersebut sering digunakan untuk penentuan kecepatan di saluran terbuka Perubahan Penampang Saluran Secara teori, debit (Q) suatu aliran dalam saluran ditentukan oleh kecepatan aliran (V) dan luas penampang saluran (A). Apabila luas penampang saluran kecil, maka kecepatan aliran akan bertambah. Sebaliknya, jika luas penampang saluran besar, maka kecepatan aliran akan berkurang. Selain itu, perubahan penampang saluran juga dapat berpengaruh pada perubahan tekanan dan kecepatan aliran pada saluran. Perubahan penampang saluran tersebut bisa berupa perbesaran saluran maupun pengecilan saluran. a. Perbesaran Penampang Saluran Pada perbesaran mendadak dari aliran seperti yang ditunjukkan pada Gambar- 2.6 mengakibatkan kenaikan tekanan dari P 1 menjadi P 2 dan kecepatan aliran akan menurun dari V 1 menjadi V 2. Pada tempat di sekitar perbesaran penampang (Potongan 1) akan terjadi olakan dan aliran akan normal kembali mulai dari potongan penampang 2. Gambar 2.6. Perbesaran penampang saluran

13 b. Pengecilan Penampang Saluran Pada pengecilan penampang yang mendadak seperti yang ditunjukkan pada Gambar-2.7, garis aliran pada bagian hulu akan menguncup dan akan mengecil pada vena kontrakta. Hal ini dapat mengakibatkan kenaikan kecepatan dari V 1 menjadi V 2. Gambar 2.7. Pengecilan penampang saluran Geometri Saluran Menurut Chow dkk., 1989, bahwa penampang saluran (channel section) adalah potongan melintang saluran yang tegak lurus arah aliran. Penampang saluran inilah yang menjadi tinjauan untuk menentukan geometri saluran. Penampang saluran alam sangat tidak beraturan, kadang berbentuk parabola, lingkaran, trapesium, persegi atau bentuk tidak beraturan lainnya. Namun dalam penelitian ini digunakan asumsi penampang saluran berbentuk persegi. Definisi dari beberapa unsur geometri saluran yang penting adalah sebagai berikut: a. Jari-jari hidraulik (hydraulic radius) Adalah rasio luas basah dengan keliling basah, secara matematis yaitu:

14 A R=... (2.4) P dengan: R = jari-jari hidraulik, A = luas penampang basah, P = keliling basah. b. Kedalaman hidraulik (hydraulic depth) Adalah rasio luas basah dengan lebar puncak, secara matematis yaitu: D= A T... (2.5) dengan: D = kedalaman hidrolik, A = luas penampang basah, T = lebar puncak. Untuk lebih jelas dalam memahami penampang geompetris saluran lihat Tabel-2.1 berikut, yang merupakan daftar beberapa bentuk penampang geometris saluran yang sering dipakai. Tabel 2.1. Unsur-unsur geometris penampang saluran Penampang Luas (A) Keliling Basah (P) Jari jari Hidrolik (R) Lebar Puncak (T) Kedalaman Hidrolik (D) B.h B+2.h B. h B+ 2. h B h (B+z.h).h 2 B + 2. h. 1+ z (Sumber: Chow dkk., 1989) ( B+ z. h). h B+2.z.h B+ 2. h. 1+ z 2 ( B+ z. h). h B+ 2. z. h

15 Saluran Irigasi Saluran irigasi merupakan salah satu contoh dari saluran terbuka yang berfungsi membawa air dari sumbernya (bendung, bendungan) ke petak-petak sawah guna memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Saluran irigasi diupayakan lurus dengan dimensi dan kemiringan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat tidak terjadi endapan maupun penggerusan (KP-03 Standar Perencanaan Irigasi, 1986). Mengingat kondisi topografi yang sering kali tidak sesuai dengan perencanaan, maka kadang diperlukan lining (pada tanah percus atau mudah longsor), bangunan (pada persilangan jalan, sungai, selokan, lembah) maupun belokan (menghindari kampung, kuburan, mencari kontur yang lebih sesuai). Walaupun demikian bangunan maupun belokan yang dimaksud harus tetap dapat memenuhi syarat teknis agar tidak terjadi gerusan pada belokan dan tidak kehilangan energi pada bangunan yang dapat mengakibatkan penurunan muka air yang cukup tinggi. Penurunan muka air ini mengakibatkan berkurangnya luas areal yang dilayani Dimensi Saluran irigasi Dimensi saluran dan bangunan yang direncanakan harus mampu mengalirkan debit rencana. Debit rencana adalah jumlah air per satuan waktu yang direncanakan untuk dialirkan. Untuk mengetahui besarnya debit rencana, terlebih dahulu perlu dihitung kebutuhan air di sawah dan kehilangan air yang mungkin terjadi. Mamok Soeprapto, 2000, menentukan dimensi saluran irigasi berdasarkan faktorfaktor berikut: a. Kemiringan saluran Kemiringan dasar saluran pada umumnya ditentukan oleh kondisi topografi dan kemiringan garis energi yang diperlukan aliran. Di dalam penentuan

16 kemiringan dasar saluran ini harus di jaga agar kehilangan energi sekecil mungkin. Penentuan besarnya kemiringan adalah tahap awal dalam penentuan dimensi saluran. Kemiringan dasar saluran yang diambil harus sedemikian rupa, sehingga dimensi saluran yang dihasilkan sesuai dengan keadaan di lapangan. Pedoman perencanaan dimensi saluran dapat mengacu pada Tabel-2.2 berikut. Tabel 2.2. Pedoman perencanaan dimensi saluran Debit (m 3 /dt) Kemiringan Dinding 1 : m Perbandingan b/h 0,15-0,30 1 1,0 0,30-0,50 1 1,0-1,2 0,50-0,75 1 1,3-1,5 1,00-1,50 1 1,5-1,8 1,5-3,00 1,5 1,8-2,3 3,00-4,5 1,5 2,3-2,7 4,5-5,00 1,5 2,7-2,9 5,00-6,00 1,5 2,9-3,1 6,00-7,50 1,5 3,1-3,5 7,50-9,00 1,5 3,5-3,7 9,00-10,00 1,5 3,7-3,9 10,00-11,00 2 3,9-4,2 11,00-15,00 2 4,2-4,9 15,00-25,00 2 4,9-6,5 25,00-40,00 2 6,5-9,0 (Sumber: KP-03 Standar Perencanaan Irigasi, 1986) b. Tinggi Air Saluran Tinggi saluran dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: 1. Tinggi air normal, yaitu tinggi air saluran yang diperhitungkan atas dasar 100% Q rencana.

17 2. Tinggi air rendah, yaitu tinggi saluran yang diperhitungkan atas dasar 70% Q rencana Tinggi air saluran harus diperhitungkan pada dua keadaan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pada saat aliran maksimal, saluran mampu mengalirkan air, dan pada saat air rendah, saluran dan bangunan-bangunan masih tetap berfungsi dengan baik. Selain itu perlu adanya perencanaan tinggi jagaan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya luapan di saluran. Untuk lebih jelasnya dapat melihat Gambar-2.8 berikut. w y B Gambar 2.8. Tinggi air dan tinggi jagaan pada saluran irigasi Perencanaan Irigasi Departemen Pekerjaan Umum RI, mensyaratkan tinggi jagaan minimum seperti pada Tabel-2.3 berikut. Tabel 2.3. Tinggi jagaan minimum untuk saluran dari tanah dan dari pasangan batu Besarnya debit Q (m 3 /det) Tinggi jagaan (m) untuk pasangan batu < 0,50 0,20 0,50 1,50 0,20 1,50 5,00 0,25 5,00 10,00 0,30 10,00 15,00 0,40 > 15,00 0,50 (Sumber: Departemen Pekerjaan Umum RI) Tinggi jagaan (m) saluran dari tanah 0,40 0,50 0,60 0,75 0,85 1,00

18 Sedimentasi di Saluran Irigasi Sedimentasi pada saluran irigasi akan terjadi jika kapasitas angkut sedimen berkurang. Dengan kata lain, kecepatan aliran tidak mampu mengangkut partikel sedimen. Untuk itu kecepatan aliran saluran irigasi harus dijaga. Berdasarkan buku KP 03 tentang Standar Perencanaan Irigasi, 1986, kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan dengan diameter maksimum sediman yang diijinkan (0,06 0,07 mm). Bagian awal dari saluran induk irigasi adalah saluran penangkap pasir yang berfungsi untuk mencegah masuknya sedimen ke dalam jaringan saluran irigasi. Namun, pada kenyataanya banyak saluran penangkap pasir daerah irigasi saat ini tidak berfungsi dengan baik. Salah satunya penyebabnya adalah meningkatnya jumlah dan ukuran butiran sedimen yang terangkut air sungai akibat kerusakan DAS. Sedimen terendap di saluran penangkap pasir dan dengan cepat saluran tersebut dipenuhi dengan endapan. Sedimen ini lama kelamaan semakin banyak dan menjadi padat, pada akhirnya akan membentuk delta-delta di saluran irigasi. Hal inilah, yang akan mendasari penelitian ini untuk membangkitkan arus di saluran penangkap pasir sehingga sedimentasi dapat dicegah Transpor Sedimen di Saluran Irigasi Transpor sedimen adalah perpindahan tempat partikel sedimen oleh air yang mengalir pada suatu tampang aliran yang secara umum bergerak searah aliran (Alfan Widyastanto, 2006). Dalam pola aliran air yang berputar-putar (turbulence flow) energi yang diakibatkan oleh kecepatan aliran air tersebut akan diteruskan ke arah aliran yang lebih lambat oleh gulungan-gulungan air yang berawal dan berakhir secara tidak menentu. Gulungan-gulungan aliran air ini akan mengakibatkan terjadinya bentuk perubahan dari energi kinetis yang dihasilkan oleh adanya gerakan aliran air

19 tersebut menjadi tenaga panas, artinya ada tenaga yang hilang oleh adanya gulungan-gulungan air tersebut (Kironoto, 2003). Menurut Bagnold, 1973, bahwa kecepatan transpor sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran air dan ukuran partikel sedimen. Partikel berukuran kecil dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Sedangkan partikel yang lebih besar, antara lain pasir cenderung bergerak dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar dari pasir, misalnya kerikil bergerak dengan cara menggelinding di dasar saluran (bed load) seperti terlihat pada Gambar-2.9. Gambar 2.9. Transpor sedimen dalam aliran air Dengan bertambahnya kecepatan aliran, kapasitas angkutan sedimen akan bertambah dan terbentuk konfigurasi dasar. Bentuk konfigurasi dasar yang terjadi biasanya mempunyai karakteristik seperti bukit-bukit pasir. Menurut Zhou Liu, 2001, bentuk bukit-bukit pasir tersebut sering dikenal sebagai ripples dan dunes. Ripples mempunyai amplitudo, Hr, relatif kecil terhadap panjang gelombang, Lr, dan bentuknya relatif simetris (lihat Gambar-2.10) sedangkan dunes mempunyai bentuk yang kurang teratur dan asimetris dengan gelombang dengan sisi sebelah hulu lebih landai dan sisi sebelah hilir lebih curam (lihat Gambar-2.11).

20 Gambar Bentuk ripples Gambar Bentuk dunes Ukuran Partikel Sedimen Menurut Pragnyono Mardjikoen, 1987, bahwa penentuan ukuran sedimen menggunakan berbagai macam cara sesuai jenis sedimennya, yaitu: a. Batu, kerakal, kerikil : pengukuran langsung dari isi atau beberapa diameter b. Kerikil, pasir : analisis saringan c. Pasir halus, lumpur : analisis mikroskopik atau sedimentasi Sedimen umumnya berasal dari disintegrasi atau dekomposisi batuan. a. Lempung : pecahan feldspar dan mica b. Lumpur : silikat c. Pasir : kuarts

21 d. Kerikil dan batu : pecahan batuan asal Rapat massa butiran sedimen umumnya (< 4 mm) tidak banyak berbeda. Karena pasir yang paling bayak terdapat di sedimen alam, rata-rata dapat dianggap rapat massanya ρs = 2650 kg/m 3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel-2.4. Tabel 2.4. Klasifikasi butiran menurut AGU Ukuran (mm) Klas Keterangan ,5 0,5-0,25 0,25-0,125 0,125-0,062 0,062-0,031 0,031-0,016 0,016-0,008 0,008-0,004 0,004-0,002 0,002-0,001 0,001-0,0005 < 0,0005 Very large boulder Large bulder Medium boulder Small boulder Large cobles Small cobles Very coarse gravel Coarse gravel Medium gravel Fine gravel Very fine gravel Very coarse sand Coarse sand Medium sand Fine sand Very fine sand Coarse silt Medium silt Fine silt Very fine silt Coarse clay Medium clay Fine clay Very fine clay (Sumber: American Geophysical Union) Boulder Cobles Gravel Sand Silt Clay Awal Gerak Butiran Sedimen Tiga faktor yang berkaitan dengan awal gerak butiran sedimen: 1. Kecepatan aliran dan diameter/ukuran butiran, 2. Gaya angkat yang lebih besar dari gaya berat butiran, 3. Gaya geser kritis.

22 Shields mengemukakan suatu diagram untuk awal gerak butiran pada material dasar seragam (Hoffmans, 1997) dengan parameter mobilitas kritis Shields yang dipengaruhi oleh: 1. Massa jenis zat cair (fluid density) 2. Massa jenis sediment (sediment density) 3. Viskositas kinematik (kinematic viscosity) 4. Ukuran butiran (grain size) 5. Tegangan geser dasar saluran (bed shear stress) Pragnyono Mardjikoen, 1987, mencermati sebuah butir sedimen di atas dasar yang licin dan datar yang terdiri atas sedimen berukuran sama (uniform grains), maka gaya yang bekerja pada butir tersebut adalah: 1. Gaya Vertikal a. Gaya berat di udara (W) = weight force b. Gaya apung (B) = bouyant force c. Gaya angkat hidrodinamik = hydrodynamic lift force 2. Gaya Horisontal a. Gaya gesek (F fr ) = friction force b. Gaya seret hidrodinamik (FD) = hidrodynamic drag force Ketika kondisi permulaan gerak butiran (initiation of particle motion) salah satu yang mampu menggerakkan butir sedimen adalah kecepatan. Menurut Einstein kecepatan yang efektif untuk menggerakkan butir di dasar adalah u z, dipengaruhi oleh gravitasi, jari-jari hidraulik, dan kemiringan dasar saluran Kekuatan Aliran (Stream Power) Kekuatan aliran adalah energi dari suatu aliran untuk menggerakan butiran sedimen. Knight, 1999, mendefinisikan bahwa energi yang dihasilkan berasal dari

23 energi potensial aliran tersebut, energi ini pada akhirnya akan berubah menjadi energi kinetik. Menurut Knight, 1999, faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan aliran adalah sebagai berikut: 1. Berat jenis air 2. Debit aliran 3. Kemiringan saluran Gaya Terapung Suatu Benda Komponen gaya tekan horizontal (F x ; F y ) yang bekerja pada gaya apung suatu benda adalah sama tetapi berlawanan arah sehingga saling meniadakan. Sedangkan gaya vertikal (F d ; F u ) yang bekerja pada benda yang terapung tidak saling meniadakan (Bambang Triatmodjo, 1996). Hukum Archimedes menyatakan bahwa benda yang terapung dalam zat cair akan mengalami gaya apung yang besarnya sama dengan berat zat cair yang dipindahkan benda tersebut. Dengan kata lain, apabila benda terapung dalam zat cair, resultan gaya yang bekerja padanya adalah sama dengan perbedaan antara tekanan ke atas oleh zat cair pada benda dan gaya ke bawah karena berat benda. Seperti yang ditunjukan pada Gambar Fd Fy Fx Fu Gambar Gaya-gaya pada benda terapung

24 Bambang Triatmodjo, 1996 menyatakan gaya tekanan ke bawah pada permukaan atas benda (F d ) tidak sama dengan gaya tekanan ke atas (F u ) yang bekerja pada permukaan bawah benda. Hal ini disebabkan karena kedalaman rerata permukaan atas benda lebih kecil dari kedalaman rerata permukaan bawah benda. Dengan demikian gaya yang bekerja ke bawah pada permukaan atas benda adalah lebih kecil dari gaya ke atas pada permukaan bawah benda. Perbedaan antara gaya tekanan ke atas dan ke bawah adalah gaya apung (F B ) pada benda.

25 2.2. Dasar Teori Pengaliran Air di Saluran Irigasi Debit aliran pada umumnya diberi notasi Q, dengan satuan meter kubik per detik (m 3 /dt). Secara teori, debit dalam suatu aliran dalam saluran irigasi ditentukan oleh kecepatan aliran dan luas penampang saluran. Apabila luas penampang saluran kecil, maka kecepatan aliran akan bertambah. Sebaliknya, jika luas penampang saluran besar, maka kecepatan aliran akan berkurang. Sehingga hubungan antara luas penampang saluran dengan kecepatan aliran ditulis: Q = A. v... (2.6) dengan: Q = debit aliran (m 3 /dt), A = luas penampang (m 2 ), v = kecepatan aliran (m/dt). Dengan bertambahnya kecepatan aliran (V) maka besarnya angkutan sedimen akan bertambah sehingga mengurangi sedimen yang terjadi di saluran. Begitu juga apabila kecepatan aliran (V) kecil maka besarnya angkutan sedimen akan berkurang sehingga akan menimbulkan proses sedimentasi. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengendalikan sedimen yang terjadi dalam saluran irigasi yaitu dengan memperkecil penampang saluran irigasi Kecepatan Aliran Seragam di Saluran Irigasi Untuk saluran buatan, seperti saluran irigasi karakteristik aliran di sepanjang saluran adalah seragam. Kecepatan aliran seragam dalam saluran irigasi biasanya dinyatakan dengan perkiraan yang dikenal dengan Rumus Aliran Seragam (Uniform Flow Formula). Bentuk umum dari rumus aliran seragam turbulen adalah sebagai berikut: V = C. R x. S y... (2.7)

26 dengan: V = Kecepatan aliran seragam (m/dt), C = Faktor tahanan aliran, R = Jari-jari hidrolik (m), S = Kemiringan energi, x, y = eksponen. Sebenarnya banyak sekali variasi rumus kecepatan mengenai aliran seragam. Namun, rumus kecepatan aliran seragam yang sering digunakan adalah Rumus Manning sehingga dalam penelitian ini digunakan juga rumus tersebut. Seperti yang telah dicantumkan pada tinjauan pustaka bahwa bentuk dari rumus Manning adalah sebagai berikut: 1, V = R S... (2.8) n n = (n 0 + n 1 + n 2 + n 3 + n 4 ). m 5... (2.9) dengan: V R S n n 0 n 1 n 2 n 3 n 4 m 5 = kecepatan aliran (m/dt), = jari-jari hidraulik (m), = kemiringan garis energi, = koefisien kekasaran, = nilai dasar dari n untuk saluran yang lurus, seragam dan halus menurut bahan-bahan alamiah yang dikandungnya, = nilai untuk mengoreksi efek ketidakteraturan permukaan, = nilai untuk variasi bentuk dan ukuran penampang saluran, = nilai untuk hambatan, = nilai untuk kondisi tumbuhan dan aliran, = faktor koreksi bagi belokan-belokan di saluran. Nilai-nilai n tersebut dapat dilihat pada Tabel-2.5 berikut.

27 Tabel 2.5. Nilai n untuk penentuan koefisien Manning Keadaan Saluran Nilai-nilai Tanah 0,020 Bahan Pembentuk Batu pecah 0,025 n 0 Kerikil halus 0,024 Kerikil kasar 0,028 Sangat kecil 0,000 Derajat Sedikit 0,005 n Ketidakteraturan 1 Sedang 0,010 Besar 0,020 Bertahap 0,000 Variasi Penampang Kadang Melintang Saluran berganti n 2 0,005 Sering berganti 0,010-0,015 Dapat 0,000 diabaikan Efek Relatif dari Kecil n 0,010-0,015 Hambatan 3 Cukup 0,020-0,030 Besar 0,040-0,060 Rendah 0,005-0,010 Tumbuhan Sedang 0,010-0,025 n 4 Tinggi 0,025-0,050 Sangat Tinggi 0,050-0,100 Kecil 1,000 Derajat Kelokan Cukup m 5 1,150 Besar 1,300 (Sumber: Chow dkk., 1989) Koefiesien kekasaran Manning dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor ini adalah faktor-faktor yang digunakan untuk memperkirakan nilai n pada persamaan (2.10) di atas. Faktor-faktor tersebut terangkum dalam Tabel-2.6 berikut.

28 Tabel 2.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Manning Faktor yang Mempengaruhi Koefisien No. Kekasaran 1 Kekasaran Permukaan Butir kasar Butir halus 2 Tumbuhan Belukar atau bakau Rerumputan 3 Ketidakteraturan Saluran Teratur Tidak teratur 4 Trase Saluran Lurus Berbelok-belok 5 Pengendapan dan Penggerusan Lumpur Kerikil 6 Hambatan Hambatan kecil Hambatan besar 7 Ukuran dan Bentuk Saluran Saluran kecil Saluran besar 8 Taraf Air Air dangkal Air dalam 9 Debit Air Debit kecil Debit besar (Sumber: Chow dkk.,1989) Nilai n Manning Besar Kecil Besar Kecil Kecil Besar Kecil Besar Kecil Besar Besar Kecil Besar Kecil Besar Kecil Besar Kecil Awal Gerak Butiran Sedimen Salah satu yang mampu menggerakkan butir sedimen pada awal geraknya adalah kecepatan. Kecepatan efektif untuk menggerakan butiran dapat ditulis dalam rumus: u x = g. R. S... (2.10)

29 dengan: u * = kecepatan geser (m/dt), g = gravitasi (m/dt 2 ), R = jari-jari hidraulik (m), S = kemiringan dasar saluran. Kecepatan geser tersebut digunakan untuk menentukan bilangan Reynolds yang terjadi. Rumus bilangan Reynolds adalah sebagai berikut: R e u Ds = *.... (2.11) u dengan: R e u * Ds υ = bilangan Reynolds, = kecepatan geser (m/dt), = diameter butiran sedimen (m), = viskositas (m 2 /dt). Bilangan Reynolds digunakan untuk menentukan dimensi tegangan geser ( F * ) dengan menggunakan diagram Shields pada Gambar Rumus dimensi tegangan geser adalah sebagai berikut: F t c =... (2.12) * ( g s -g ). Ds dengan: F * = dimensi tegangan geser, t c = tegangan geser kritis (kg/m 2 ), g s = berat jenis butiran sedimen (kg/m 3 ), g = berat jenis air (kg/m 3 ), Ds = diameter butiran sedimen (m). Tegangan geser dirumuskan sebagai berikut: t =. g. R S... (2.13) 0 r w.

30 dengan: τ 0 = dimensi tegangan geser (kg/m 2 ), g =gravitasi (m/dt 2 ), ρ w = massa jenis air (kg/m 3 ), R = jari-jari hidraulik (m), S = kemiringan dasar saluran. Gambar Diagram Shields Awal gerak butiran sedimen tergantung besarnya tegangan geser yang terjadi. Apabila: τ 0 > τ c maka butiran bergerak τ 0 = τ c maka butiran mulai bergerak (kondisi kritis) τ 0 < τ c maka butiran diam Keseimbangan Benda Terapung Suatu benda terapung dalam keseimbangan stabil apabila pusat beratnya berada di bawah pusat apung. Rumus-rumus berikut untuk menentukan keseimbangan benda terapung dalam bentuk silinder.

31 Berat benda dalam air dirumuskan sebagai berikut: F G 1 2 =. p. D. H. g bendal... (2.14) 4 dengan: F G = berat benda dalam air (N), D = diameter benda (cm), H = tinggi benda (cm), g = berat jenis bandal (gr/cm 3 ). bandal Berat air yang dipindahkan dirumuskan sebagai berikut: F B 1 2 =. p. D. d. g air... (2.15) 4 dengan: F b = berat benda (N), D = diameter benda(cm), d = kedalaman benda yang terendam (cm), g = berat jenis air (gr/cm 3 ). air Untuk rumus momen inersia tampang silinder adalah sebagai berikut: I p 64 D 4 0 =.... (2.16) dengan: I 0 = momen inersia (cm 4 ), D = diameter benda (cm). Dari rumus-rumus di atas, keseimbangan suatu benda dalam zat cair dapat diketahui. Dalam keadaan mengapung berlaku F G = F B Kekuatan Aliran (Stream Power) Kekuatan aliran untuk menggerakan butiran sedimen dirumuskan sebagai berikut: W =g.q.s... (2.17)

32 dengan: Ω = kekuatan aliran (N/dt), γ = berat jenis air (N/m 3 ), Q = debit aliran (m 3 /dt), S = kemiringan dasar saluran Analisis Sedimen a. Berat Jenis Tanah (Specify Grafity) Berat jenis tanah didapat dari perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air di udara pada volume yang sama dan temperatur tertentu. Penelitian berat jenis butiran tanah (G s ) ini dilakukan berdasarkan ASTM D Pada percobaan ini digunakan alat piknometer, yaitu botol gelas dengan leher sempit dan bertutup yang berlubang kapiler, dengan kapasitas 50 cc. Untuk mendapatkan besar berat jenis butiran tanah (specify gravity), digunakan rumus sebagai berikut: ( W -W ) =... (2.18) W ). t G 2 1 s ( W4 -W1 ). t1- ( W dengan: G s = Berat jenis butiran tanah, W 1 = Berat piknometer kosong (gr), W 2 = Berat piknometer + sampel tanah kering (gr), W 3 = Berat piknometer + sampel tanah kering + aquades (gr), W 4 = Berat piknometer + aquades (gr), t 1 = Suhu pada W 4 ( 0 C), = Suhu pada W 3 ( 0 C). t 2

33 b. Analisis Saringan (Sieve Analysis) Analisis saringan ini dimaksudkan untuk menentukan distribusi ukuran butir tanah yang memiliki diamter lebih bsar dari 0,075 mm (tertahan di atas saringan no. 200 ASTM) dengan cara penyaringan. Tanah kering oven disaring pada serangkaian saringan dengan ukuran diameter lubang saringan tertentu dari mulai yang kasar hingga yang halus disusun dari atas kebawah. Dengan demikian butiran tanah akan terpisah menjadi beberapa bagian dengan batas ukuran yang diketahui yaitu sesuai dengan diameter lubang saringan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Wtertahan Persentase tanah tertahan (% tertahan) = 100% W total... (2.20) Persentase tanah lolos (% lolos) = 100% - % tertahan... (2.21) c. Porositas Porositas h, didefenisikan sebagai persentase dari ruang pori terhadap volume sedimen total (bulk). - a= 100 % ( volumetotal volume partikel ) volume total... (2.24) Disamping porositas, h, dikenal juga istilah void ratio (v.r) dan bulk density. Void ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang pori terhadap volume partikel, atau: volume ruang pori v. r = % volume partikel = a a... (2.25)

34 Sedangkan bulk density dihitung menurut persamaan: r = ( 1-a ).... (2.26) b r s dengan: r b = bulk density, r s = mass density. Secara umum dapat dikatakan bahwa material dengan ukuran butiran halus akan mempunyai porositas lebih besar dibandingkan dengan butiran ukuran besar. Beberapa porositas dari material sedimen dapat dilihat pada Tabel-2.7. Tabel 2.7. Angka porositas dari berbagai jenis tanah Kelas tanah h (Porositas) Sand Loamy sand Sandy loam ( ) Loam ( ) Silt loam ( ) Sandy clay loam ( ) Clay loam ( ) Silty clay loam ( ) Sandy clay 0.43 ( ) Silty clay ( ) Clay ( ) (Sumber: Chow dkk., 1988) q e (Porositas Efektif) ( ) ( ) ( ) 0.33 ( ) 0.3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase 1 Analisis Hidraulika Perencanaan Hidraulika pada drainase perkotaan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Erosi adalah lepasnya material dasar dari tebing sungai, erosi yang dilakukan oleh air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : a. Quarrying, yaitu pendongkelan batuan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN

KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN KARAKTERISTIKA ALIRAN DAN BUTIR SEDIMEN May 14 Transpor Sedimen Karakteristika Aliran 2 Karakteristika fluida air yang berpengaruh terhadap transpor sedimen Rapat massa, ρ Viskositas, ν Variabel aliran

Lebih terperinci

PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI DENGAN PENEMPATAN BENDA APUNG

PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI DENGAN PENEMPATAN BENDA APUNG PENGENDALIAN SEDIMENTASI DI SALURAN IRIGASI DENGAN PENEMPATAN BENDA APUNG THE CONTROL OF SEDIMENTATION IN IRRIGATION CHANNEL USING FLOATING OBJECTS PLACEMENT SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged Cabang Teluknaga Kabupaten Tangerang. Pemilihan tempat penelitian ini

Lebih terperinci

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Sungai Cisadane 4.1.1 Letak Geografis Sungai Cisadane yang berada di provinsi Banten secara geografis terletak antara 106 0 5 dan 106 0 9 Bujur Timur serta

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai adalah suatu alur yang panjang diatas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan dan senantiasa tersentuh air serta terbentuk secara alamiah (Sosrodarsono,

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan Bab III HIDROLIKA Sub Kompetensi Memberikan pengetauan tentang ubungan analisis idrolika dalam perencanaan drainase Analisis Hidraulika Perencanaan Hidrolika pada drainase perkotaan adala untuk menentukan

Lebih terperinci

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen 1 BED LOAD Transpor Sedimen Transpor Sedimen 2 Persamaan transpor sedimen yang ada di HEC-RAS Ackers and White (total load) Engelund and Hansen Laursen (total load) Meyer-Peter and Müller Beberapa persamaan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 21 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Erosi Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya buturan tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

Lebih terperinci

AWAL GERAK BUTIR SEDIMEN

AWAL GERAK BUTIR SEDIMEN AWAL GERAK BUTIR SEDIMEN April 14 Transpor Sedimen 2 Konsep Awal Gerak Awal gerak butir sedimen sangat penting dalam kaitannya dengan studi tentang transpor sedimen, degradasi dasar sungai, desain saluran

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN Amelia Ester Sembiring T. Mananoma, F. Halim, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email: ame910@gmail.com ABSTRAK Danau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan 1.3 Pembatasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Penulisan 1.3 Pembatasan Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan sedimen di sungai atau saluran terbuka merupakan suatu proses alami yang terjadi secara berkelanjutan. Sungai di samping berfungsi sebagai media untuk mengalirkan

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal 08 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 3, No. : 08-14, September 016 ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal I B. Giri Putra*, Yusron Saadi*,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR NOTASI... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Batasan

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

PRINSIP DASAR HIDROLIKA PRINSIP DASAR HIDROLIKA 1.1.PENDAHULUAN Hidrolika adalah bagian dari hidromekanika (hydro mechanics) yang berhubungan dengan gerak air. Untuk mempelajari aliran saluran terbuka mahasiswa harus menempuh

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI

MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI MODEL BANGUNAN PENDUKUNG PINTU AIR PAK TANI BERBAHAN JENIS KAYU DAN BAN SEBAGAI PINTU IRIGASI TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan Memenuhi syarat untuk menempuh Colloquium Doctum/ Ujian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Sungai merupakan saluran alami yang mempunyai peranan penting bagi alam terutama sebagai system drainase. Sungai memiliki karakteristik dan bentuk tampang yang berbeda

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Kondisi aliran dalam saluran terbuka yang rumit berdasarkan kenyataan bahwa kedudukan permukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA

2015 ANALISIS SEDIMEN DASAR (BED LOAD) DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG BANDUNG, JAWA BARAT INDONESIA DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki karakteristik tanah yang mudah meloloskan air. Berdasarkan hasil borring dari Balai Wilayah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi terlebih dahulu harus diketahui kondisi sebenarnya dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN

HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN Dasar-Dasar Aliran Fluida Konsep penting dalam aliran fluida 1. Prinsip kekekalan massa (persamaan kontinuitas) 2. Prinsip Energi Kinetik (persamaanpersamaan aliran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. TINJAUAN UMUM Hidrolika adalah bagian dari ilmu yang mempelajari perilaku air baik dalam keadaan diam atau yang disebut hidrostatika maupun dalam keadaan bergerak atau disebut

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

I Putu Gustave Suryantara Pariartha I Putu Gustave Suryantara Pariartha Open Channel Saluran terbuka Aliran dengan permukaan bebas Mengalir dibawah gaya gravitasi, dibawah tekanan udara atmosfir. - Mengalir karena adanya slope dasar saluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SUNGAI Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN

ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN ANALISIS TINGGI DAN PANJANG LONCAT AIR PADA BANGUNAN UKUR BERBENTUK SETENGAH LINGKARAN R.A Dita Nurjanah Jurusan TeknikSipil, UniversitasSriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 32 Indralaya, Sumatera Selatan)

Lebih terperinci

Hidraulika Saluran Terbuka. Pendahuluan Djoko Luknanto Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM

Hidraulika Saluran Terbuka. Pendahuluan Djoko Luknanto Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Hidraulika Saluran Terbuka Pendahuluan Djoko Luknanto Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM Pendahuluan Pengaliran saluran terbuka: pengaliran tak bertekanan pengaliran yang muka airnya berhubungan

Lebih terperinci

Hidrolika Saluran. Kuliah 6

Hidrolika Saluran. Kuliah 6 Hidrolika Saluran Kuliah 6 Analisa Hidrolika Terapan untuk Perencanaan Drainase Perkotaan dan Sistem Polder Seperti yang perlu diketahui, air mengalir dari hulu ke hilir (kecuali ada gaya yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No. 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Penelitian Pemeriksaan material dasar dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pasir Ynag digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Aliran Air di Saluran Terbuka Aliran air dapat terjadi pada saluran terbuka maupun pada saluran tertutup (pipe flow). Pada saluran terbuka, aliran air akan memiliki suatu permukaan

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK

STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BANGUNAN PENANGKAP SEDIMEN PADA BENDUNG INGGE KABUATEN SARMI PAPUA Agnes Tristania Sampe Arung NRP : 0821024 Pembimbing : Ir.Endang Ariani, Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Papua

Lebih terperinci

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY

MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY digilib.uns.ac.id ABSTRAK Sad Mei Nuraini, 2012. MENURUNKAN ENERGI AIR DARI SPILLWAY DENGAN STEPPED CHUTES. Skripsi, Jurusan Tenik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bangunan spillway

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Sungai Menurut Maryono (2007) disebutkan bahwa sungai memiliki aliran yang kompleks untuk diprediksi, tetapi dengan pengamatan dan penelitian jangka waktu yang panjang, sungai

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI SALUWANGKO DI DESA TOUNELET KECAMATAN KAKAS KABUPATEN MINAHASA Olviana Mokonio T Mananoma, L Tanudjaja, A Binilang Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Aliran saluran terbuka terjadi saat air mengalir karena gravitasi hanya tertutup

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Saluran Terbuka Saluran terbuka adalah salah satu aliran yang mana tidak semua dinding saluran bergesekan dengan fluida yang mengalir, oleh karena itu terdapat ruang bebas dimana

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal 7 BAB III LANDASAN TEORI A. Gerusan Lokal Gerusan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat erosi terhadap aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Juga merupakan proses menurunnya atau semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai, 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Gerusan Proses erosi dan deposisi di sungai pada umumnya terjadi karena perubahan pola aliran, terutama pada sungai alluvial. Perubahan tersebut terjadi

Lebih terperinci

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification)

Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Klasifikasi Aliran Fluida (Fluids Flow Classification) Didasarkan pada tinjauan tertentu, aliran fluida dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan. Dalam ulasan ini, fluida yang lebih banyak dibahas

Lebih terperinci

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR SIMBOL

LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK DAFTAR SIMBOL DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR GRAFIK... x DAFTAR SIMBOL... xii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Umum Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempattempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN. Heri Suprapto

HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN. Heri Suprapto HIDROLIKA DAN JENIS ALIRAN DALAM SALURAN Heri Suprapto Dasar-Dasar Aliran Fluida Konsep penting dalam aliran fluida 1. Prinsip kekekalan massa (persamaan kontinuitas) 2. Prinsip Energi Kinetik (persamaanpersamaan

Lebih terperinci

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam Perancangan saluran berarti menentukan dimensi saluran dengan mempertimbangkan sifat-sifat bahan pembentuk tubuh saluran serta kondisi medan sedemikian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI).

KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI). KEHILANGAN HEAD ALIRAN AKIBAT PERUBAHAN PENAMPANG PIPA PVC DIAMETER 12,7 MM (0,5 INCHI) DAN 19,05 MM (0,75 INCHI). Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma,,2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah suatu saluran terbuka yang berfungsi sebagai saluran drainasi yang terbentuk secara alami. Sungai mengalirkan air dari tempat yang tinggi (hulu) ketempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masuk.(sumber: Standar Perencanaan Irigasi KP-02). potensial yang dapat diairi dari sungai yang bersangkutan. BAB II BAB II-Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA.1. Pengertian Bangunan Hidrolis Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai : semua bangunan yang direncakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Irigasi Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Bab I pasal 1 tentang irigasi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Sungai Sungai merupakan jalan air alami dimana aliranya mengalir menuju samudera, danau, laut, atau ke sungai yang lain. Menurut Soewarno (1991) dalam Ramadhan (2016) sungai

Lebih terperinci

Klasisifikasi Aliran:

Klasisifikasi Aliran: Klasisifikasi Aliran: 1) Aliran Invisid dan Viskos 2) Aliran kompresibel dan tak kompresible 3) Aliran laminer dan turbulen 4) Aliran steady dan unsteady 5) Aliran seragam dan tak seragam 6) Aliran satu,

Lebih terperinci

(2) Dimana : = berat jenis ( N/m 3 ) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) Rapat relatif (s) adalah perbandingan antara rapat massa suatu zat ( ) dan

(2) Dimana : = berat jenis ( N/m 3 ) g = percepatan gravitasi (m/dt 2 ) Rapat relatif (s) adalah perbandingan antara rapat massa suatu zat ( ) dan 1. Sifat-Sifat Fluida Semua fluida nyata (gas dan zat cair) memiliki sifat-sifat khusus yang dapat diketahui, antara lain: rapat massa (density), kekentalan (viscosity), kemampatan (compressibility), tegangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat penelitian Penelitian dilakukan di labolatorium hirolika pengairan jurusan teknik sipil fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN

LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN LAMPIRAN 1 DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN Tabel Pengujian analisa saringan agregat halus dan kasar Lokasi asal sampel Sungai Progo segmen Kebon Agung II Jenis sampel Sedimen dasar sungai Berat sampel yang di

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek

Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek D125 Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek Faradilla Ayu Rizki Shiami, Umboro Lasminto, dan Wasis Wardoyo Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB TINJAUAN PUSTAKA.1. Erosi dan Sedimentasi Erosi dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Pengertian Sumur Resapan Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

PENGARUH ENDAPAN DI UDIK BENDUNG TERHADAP KAPASITAS ALIRAN DENGAN MODEL 2 DIMENSI

PENGARUH ENDAPAN DI UDIK BENDUNG TERHADAP KAPASITAS ALIRAN DENGAN MODEL 2 DIMENSI PENGARUH ENDAPAN DI UDIK BENDUNG TERHADAP KAPASITAS ALIRAN DENGAN MODEL 2 DIMENSI Wilman Noviandi NRP : 0021033 Pembimbing Utama: Endang Ariani, Ir.,Dipl.HE Pembimbing Pendamping : Robby Yussac Tallar,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 145 PERBANDINGAN POLA GERUSAN LOKAL DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN BERBENTUK SPILL-THROUGH ABUTMENT DAN VERTICAL WALL WITHOUT WING Oleh: Jennifer Claudia 1), Hendro Suyanto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. - Drainase bawah permukaan (Sub Surface Drainage). Perencanaan dimulai dengan membuat rute drainase yang akan ditinjau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. - Drainase bawah permukaan (Sub Surface Drainage). Perencanaan dimulai dengan membuat rute drainase yang akan ditinjau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum. Perencanaan system drainase didasarkan kepada keberadaan air permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase dibagi menjadi dua yaitu : - Drainase permukaan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan peradaban manusia, sumber daya air terutama sungai mempunyai peran vital bagi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem. Kelestarian sungai,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.sedimentasi merupakan akibat dari adanya

Lebih terperinci

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016

NUR EFENDI NIM: PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU RIAU/2016 ARTIKEL ILMIAH STUDI EXPERIMEN DISTRIBUSI KECEPATAN PADA SALURAN MENIKUNG DI SUNGAI BATANG LUBUH Disusun Oleh : NUR EFENDI NIM: 1110 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai secara umum memiliki suatu karakteristik sifat yaitu terjadinya perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi dikarenakan oleh faktor

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI 2.1. Tinjauan Umum Untuk dapat merencanakan penanganan kelongsoran tebing pada suatu lokasi, terlebih dahulu harus diketahui kondisi existing dari lokasi tersebut. Beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM) Evi J.W. Pamungkas Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara debit aliran air dengan berapa banyak sedimen yang terangkut, berat jenis sedimen, distribusi ukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah, dan

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA

MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA MEKANIKA FLUIDA DI SUSUN OLEH : ADE IRMA 13321070 4 Konsep Dasar Mekanika Fluida Fluida adalah zat yang berdeformasi terus menerus selama dipengaruhi oleh suatutegangan geser.mekanika fluida disiplin ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang mengalir di dalam sungai akan

Lebih terperinci

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N

MONEV E T ATA A IR D AS PERHITUNGAN AN SEDIME M N MONEV TATA AIR DAS PERHITUNGAN SEDIMEN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Uraian Sumber utama dari material yang menjadi endapan fluvial adalah pecahan dari batuan kerak bumi. Batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga

Lebih terperinci

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Pengendalian Erosi dan Sedimentasi Disusun untuk melengkapi tugas TIK Disusun Oleh: Bachrul Azali 04315046 Tugas TIK Universitas Narotama 2015 http://www.narotama.ac.id 04315044 Bachrul azali Page 1 Erosi

Lebih terperinci

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013

Edy Sriyono. Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013 Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil Universitas Janabadra 2013 Aliran Pipa vs Aliran Saluran Terbuka Aliran Pipa: Aliran Saluran Terbuka: Pipa terisi penuh dengan zat cair Perbedaan tekanan mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 17 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Studi Literatur Penelitian ini mengambil sumber dari jurnal-jurnal pendukung kebutuhan penelitian. Jurnal yang digunakan berkaitan dengan pengaruh gerusan lokal terhdadap

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

Desain Rehabilitasi Air Baku Sungai Brang Dalap Di Kecamatan Alas 8.1. DATA SISTEM PENYEDIAAN AIR BAKU LAPORAN AKHIR VIII - 1

Desain Rehabilitasi Air Baku Sungai Brang Dalap Di Kecamatan Alas 8.1. DATA SISTEM PENYEDIAAN AIR BAKU LAPORAN AKHIR VIII - 1 8.1. DATA SISTEM PENYEDIAAN AIR BAKU Pada jaringan distribusi air bersih pipa merupakan komponen yang paling utama, pipa berfungsi untuk mengalirkan sarana air dari suatu titik simpul ke titik simpul yang

Lebih terperinci

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM) Nur Fitriana Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl, Raya Palembang-Prabumulih

Lebih terperinci