MANAJEMEN STRATEGIS PADA PEMERINTAH DAERAH: INOVASI MENUJU BIROKRASI PROFESIONAL. Oleh: Hindri Asmoko

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN STRATEGIS PADA PEMERINTAH DAERAH: INOVASI MENUJU BIROKRASI PROFESIONAL. Oleh: Hindri Asmoko"

Transkripsi

1 MANAJEMEN STRATEGIS PADA PEMERINTAH DAERAH: INOVASI MENUJU BIROKRASI PROFESIONAL Oleh: Hindri Asmoko * Tulisan ini bertujuan untuk membahas penerapan manajemen strategis dalam pengelolaan pemerintah daerah di Indonesia. Fokus pembahasan adalah menghubungkan antara konsep manajemen strategis pada sektor privat dengan aturan pengelolaan pemerintah daerah yang ada dalam perundang-undangan di Indonesia. Pembahasan dilakukan dengan mengkaji literatur mengenai manajemen strategis dan konsep manajemen strategis yang ada dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang pengelolaan pemerintah daerah. Setelah itu akan diuraikan alternatif pendekatan dalam manajemen strategis yang mungkin dapat diterapkan pada pemerintah daerah di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas maka sistematika pembahasan dalam tulisan ini adalah bagian pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang permasalahan dalam pengelolaan pemerintah daerah. Bagian kedua, kajian literatur manajemen strategis. Bagian ketiga, alternatif pendekatan manajemen strategis. Bagian keempat, manajemen strategis dalam pengelolaan pemerintah daerah di Indonesia. PENDAHULUAN Sesuai amanat UUD 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. * Kepala Subbidang Informasi dan Pelaporan Kinerja pada Pusdiklat Pengembangan SDM, BPPK 1

2 Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan antar wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Aspek hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Disamping itu perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Pada tingkat daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan menjadi tugas dan kewajiban kepala daerah beserta aparat yang ada di bawahnya. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan tugas kepala daerah salah satunya adalah memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, terdapat perbedaan pengelolaan dibanding dengan sektor privat. Perbedaan ini terutama disebabkan adanya perbedaan karakteristik diantara keduanya. Menurut Antoni dan Young (2003) karakteristik organisasi nonprofit adalah ketiadaan ukuran laba, adanya pertimbangan pajak dan hukum, kecenderungan menjadi organisasi jasa, kendala yang lebih besar pada tujuan dan sasaran, kurang tergantung pada klien untuk dukungan keuangan, dominasi profesional, perbedaan dalam tata kelola, pentingnya pengaruh politik, dan tradisi pengendalian manajemen yang kurang. Dari karakteristik tersebut, ketiadaan motif laba merupakan ciri yang utama pada organisasi sektor publik. Adanya perbedaan karakteristik tersebut menyebabkan konsep dan praktik manajemen sektor privat tidak dapat diterapkan sepenuhnya pada sektor publik. Meskipun demikian tidak berarti bahwa sektor publik tidak dapat dilakukan dengan manajemen kewirausahaan. Menurut Osborne dan Gabler (1992) terdapat sepuluh prinsip dalam menerapkan kewirausahaan pada pemerintahan yaitu pertama, pemerintahan kewirausahaan 2

3 mendorong kompetisi diantara penyedia pelayanan. Kedua, pemerintah mendayagunakan masyarakat dengan mendorong pengendalian masyarakat. Ketiga, ukuran kinerja adalah outcome bukan input. Keempat, Pemerintahan dikendalikan oleh tujuannya atau misinya bukan oleh aturan dan regulasi. Kelima, pemerintah mendefinisikan kliennya sebagai konsumen. Keenam, pemerintah berusaha untuk mencegah timbulnya masalah daripada mencari solusi setelah masalah terjadi. Ketujuh, pemerintah memanfaatkan tenaganya untuk menghasilkan uang tidak sekedar membelanjakan. Kedelapan, pemerintah mendorong desentralisasi wewenang. Kesembilan, pemerintah lebih suka pada mekanisme pasar daripada mekanisme birokrasi. Kesepuluh, pemerintah tidak menfokuskan pada penyediaan pelayanan publik tapi sebagai katalisator semua sektor. Hood (1995) mempertimbangkan sistem manajemen sektor publik dalam bentuk dua elemen pokok yaitu tingkat perbedaan dari sektor privat dan tingkat dari aturan operasi untuk menjadi penyangga terhadap kebijakan politis dan manajerial. Menggunakan dua unsur pokok ini, Hood mengidentifikasi tujuh doktrin yang mendasari new public management (NPM) yaitu pertama, penguraian sektor publik menjadi unit korporasi di organisasi berdasarkan produk. Kedua, ketentuan persaingan didasarkan kontrak, dengan pasar internal dan kontrak bersyarat. Ketiga, menekankan pada gaya sektor privat mengenai praktik manajemen. Keempat, lebih menekankan pada disiplin dan penghematan dalam penggunaan sumber daya. Kelima, lebih menekankan pada manajemen puncak yang bervisi. Keenam, standar dan ukuran kinerja dan keberhasilan dapat diukur secara jelas. Ketujuh, penekanan lebih besar pada output. Doktrin satu sampai dengan empat menyangkut teknik NPM dalam mengurangi perbedaan administrasi sektor publik dibanding dengan sektor privat. Doktrin lima sampai dengan tujuh menyangkut teknik NPM dalam mengurangi aturan sektor publik dan meningkatkan ketersediaan kebijaksanaan bagi manajer sektor publik. Desentralisasi pengelolaan pemerintahan daerah yang disertai adanya otonomi yang luas dan tata kelola pemerintahan yang mengacu pada konsep kewirausahaan dan manajemen publik baru menyebabkan pentingnya manajemen strategis pada pengelolaan pemerintah daerah. Weschsler dan Berry mengemukakan manajemen strategis dipandang sebagai alat penting di negara bagian karena beberapa alasan. Pertama, model manajemen strategis 3

4 menjanjikan pendekatan terstruktur, berurutan untuk mengelola kekomplekan tinggi, masalah tidak berurutan yang dihadapi negara bagian (Olsen dan Eadie, 1982). Kedua, manajemen strategis dipandang oleh politisi dan pemimpin manajerial sebagai mekanisme untuk memasukkan perspektif rasional-teknik dalam proses pemerintah. Ketiga, manajemen strategis menawarkan kebijakan yang lebih besar dan mengijinkan untuk mengembangkan dasar untuk pengambilan keputusan (Bryson dan Roering, 1987; Olsen dan Eadie, 1982). Keempat, manajemen strategis menarik bagi pejabat pemerintah negara bagian karena telah digunakan secara luas di sektor privat dan diadopsi oleh pemerintah dipandang mendorong praktik yang paling baik dari keberhasilan organisasi bisnis. KAJIAN LITERATUR MANAJEMEN STRATEGIS Pengertian manajemen strategis tidak dapat dilepaskan dari perkembangan sebelumnya terutama berkaitan dengan perencanaan strategis. Berry dan Wechsler menjelaskan pengertian perencanaan strategis sebagai suatu proses sistematis untuk mengelola organisasi dan arah mendatang dalam hubungan dengan lingkungan dan permintaan stakeholder eksternal, mencakup perumusan strategi, analisis kekuatan dan kelemahan agensi, identifikasi stakeholder agensi, implementasi tindakan strategis, dan manajemen isu. Gaspersz (2004) menjelaskan manfaat perencanaan strategis diantaranya adalah: Berguna bagi perencanaan untuk perubahan dalam lingkungan dinamik yang kompleks. Berguna untuk pengelolaan hasil. Perencanaan strategis merupakan suatu alat manajerial yang penting. Perencanaan strategis berorientasi masa depan. Perencanaan strategis mampu beradaptasi. Perencanaan strategis adalah penting untuk mendukung pelanggan. Perencanaan strategis mempromosikan komunikasi. Menurut Graham manajemen strategis menggantikan perencanaan strategis sebagai suatu konsep terintegrasi karena dua hal. Pertama, perencanaan rasional/ekonomis harus diintegrasikan dengan sistem administratif kritis (strategis) lainnya seperti pengendalian 4

5 manajemen, komunikasi dan sistem informasi, motivasi dan imbalan, struktur organisasi, dan biaya organisasi. Kedua, perumusan suatu perencanaan tidak menjamin pelaksanaan dan umpan balik berikutnya untuk telaah dan koreksi tindakan. Liou menjelaskan salah satu variasi utama dari gaya/model perencanaan strategis adalah manajemen strategis. Pengembangan manajemen strategis penting karena ia mengoreksi adanya perumusan strategi pada tahap awal dan memberikan perhatian khusus pada implementasi dan evaluasi strategi pada tahap akhir dari proses strategis secara menyeluruh. Dengan kata lain, pendekatan strategis pada manajemen menekankan analisis organisasional sistematis yang menguji fungsi dan tujuan organisasi, lingkungan organisasi internal dan eksternal, dan kerangka kerja pembuatan keputusan organisasi dari perspektif jangka panjang. Model atau proses manajemen strategis terdiri dari lima komponen yang saling berhubungan yaitu pertama, pengamatan lingkungan dengan mengidentifikasi faktor budaya, demografi, ekonomi, dan politik dan implikasinya terhadap organisasi. Kedua, menetapkan misi dan tujuan dengan mengidentifikasi isu dan peluang untuk pelayanan atau pendekatan baru didasarkan pada pengamatan lingkungan. Ketiga, menganalisis kekuatan dan kelemahan internal dan eksternal serta sumber daya yang terbatas dari organisasi. Keempat, mengembangkan rencana tindakan dan menetapkan prioritas. Kelima, mengembangkan strategi implementasi dan memonitor implementasi. Aplikasi dari manajemen strategis pada organisasi sektor publik terdiri dari komponen yang sama dengan sektor privat diantaranya pernyataan misi, pengamatan lingkungan, pengamatan organisasi, sasaran dan implementasi, dan telaah dan monitoring implementasi. Menurut Bryson pada organisasi sektor publik menekankan pada pentingnya proses perumusan strategi yang terdiri dari delapan langkah interaktif yaitu perjanjian awal diantara pembuatan keputusan, identifikasi mandat yang dihadapi organisasi pemerintah, klarifikasi misi dan nilai organisasi, identifikasi peluang eksternal dan ancaman yang dihadapi organisasi, identifikasi kekuatan internal dan kelemahan organisasi, identifikasi isu strategis, pengembangan strategi, dan gambaran organisasi di masa mendatang. Manfaat yang diperoleh dengan penerapan manajemen/perencanaan strategis pada organisasi sektor publik diantaranya adalah: 5

6 1. membantu organisasi publik berpikir secara strategis 2. mengklarifikasi arah mendatang 3. memecahkan masalah organisasi 4. meningkatkan kinerja 5. berhubungan secara efektif dengan lingkungan yang berubah 6. membangun tim kerja dan keahlian, dan 7. memudahkan interface administrasi politik melalui membangun hubungan kerjasama antara pejabat terpilih dan manajer publik. Menurut Toft beberapa kendala yang perlu dipertimbangkan dalam penggunaan manajemen strategis pada sektor publik adalah: 1. pemerintah berorientasi tindakan dan biasanya jangka pendek. 2. strategi publik pada tingkat agensi dirancang oleh legislatif. 3. perencanaan publik dilakukan dalam lingkup intern. 4. analisis keandalan cukup rumit dan sulit. 5. agensi publik kurang familier dengan proses kelompok informal untuk pemecahan masalah, membangun tim, dan lain-lain. 6. karena kendala anggaran dan orientasi jangka pendek, pekerjaan untuk perencana sektor publik sulit dijustifikasi. 7. strategi publik akan dicapai melalui desain organisasi, penganggaran dan pengendalian keuangan, dan sistem dan kebijakan personil. PENDEKATAN ALTERNATIF MANAJEMEN STRATEGIS Bryson dan Roering (1987) mengidentifikasi lima model berbeda yang dapat digunakan untuk penerapan manajemen strategis pada pemerintah negara bagian. Kelima model tersebut adalah model kebijakan Harvard, sistem perencanaan strategis, manajemen stakeholder, model manajemen portofolio, dan manajemen isu strategis. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing model tersebut. Model Kebijakan Harvard 6

7 Model ini merupakan model yang paling banyak digunakan. Pendekatan ini menekankan pada pengembangan kesesuaian antara organisasi dengan lingkungannya. Pencapaian kesesuaian ini dinilai oleh ahli strategi melalui analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, dikenal sebagai analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, and threats). Penilaian ini mengarahkan organisasi untuk mengembangkan strategi dalam membangun kekuatan, mengatasi kelemahan, menangkal ancaman, dan mengeskploitasi peluang. Di dalam model ini, manajer strategis akan menggunakan model SWOT untuk menguji sifat permintaan dan tekanan pihak eksternal, mengidentifikasi peluang dan kendala sumber daya, menetapkan peluang program, menemukan ancaman politik, menetapkan tujuan dan prioritas organisasi, dan menilai kapasitas internal. Berdasarkan pertimbangan ini, strategi yang berupa perencanaan dan tindakan dapat dikembangkan untuk mencapai aliansi kerjasama organisasi dengan lingkungannya. Menurut Wechsler dan Berry, model ini paling sesuai diterapkan pada lingkungan dimana organisasi mempunyai kapasitas yang cukup untuk melakukan pemilihan strategis, tindakan, dan preferensi yang jelas tentang sasaran yang akan dicapai. Jadi, pendekatan ini cocok dalam lingkungan dimana strateginya adalah internally directed atau negotiated yaitu pada organisasi yang mempunyai kapasitas organisasi tinggi dan pengaruh eksternal yang tinggi atau rendah. Model ini juga dapat dipakai oleh pelaku strategis pemerintahan di tiga wilayah yaitu pertama, pengamatan lingkungan eksternal. Menurut Pflaum dan Delmont (1987) pengamatan lingkungan mensyaratkan scanning, identifikasi isu kunci dan tren, analisis dan interpretasi pentingnya strategis, menciptakan produk bermanfaat untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Bagi pelaku strategis pemerintahan, pengamatan kecenderungan lingkungan ini bermanfaat dalam pembuatan kebijakan, perencanaan anggaran, dan pengembangan sistem manajemen. Kedua, analisis politik. Jenis penilaian strategis ini membantu pelaku pemerintahan untuk menetapkan tidak hanya sifat tren politik tetapi juga untuk menilai kekuatan dan relevansi dari kecenderungan ini. Sebagai pelaksana perumusan dan implementasi kebijakan, analisis SWOT ini akan menginformasikan waktu, bentuk, dan isi dari pilihan kebijakan pemerintah. Ketiga, perumusan dan implementasi kebijakan. Dengan 7

8 menggunakan model ini, pelaku strategis pemerintahan dapat lebih mudah merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan. Sistem Perencanaan Strategis Menurut Bryson Roering, perencanaan strategis merupakan suatu sistem dimana manajer membuat, mengimplementasikan, dan mengendalikan keputusan penting lintas fungsi dan level dalam perusahaan. Sistem perencanaan strategis harus menjawab empat pertanyaan mendasar yaitu kemana kita pergi (misi), bagaimana kita memperolehnya (strategi), apakah cetak biru tindakan kita (anggaran), dan bagaimana kita mengetahui jalur yang kita lalui (pengendalian). Pada level organisasi, sistem perencanaan menyarankan pertimbangan manajemen tradisional berhubungan dengan maksud (tujuan dan sasaran), kebijakan dan perencanaan program, alokasi sumber daya, dan evaluasi hasil. Mekanisme perencanaan formal mengantarkan suatu elemen dari rasionalitas komprehensif yang secara inheren atraktif pada pejabat pemerintah negara bagian. Meskipun beberapa pengamat memandang pendekatan perencanaan sesuai dengan sektor publik dan memperhatikan metode perencanaan formal sebagai kekuatan, kendala yang dipaksakan pada jurisdiksi. Menurut Bryson proses perencanaan strategis meliputi sepuluh langkah berikut: 1. menginisiasi dan menyetujui proses perencanaan strategis. 2. mengidentifikasi mandat organisasi. 3. mengklarifikasi misi dan nilai organisasi. 4. menilai lingkungan internal dan eksternal organisasi untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. 5. mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi. 6. merumuskan strategi untuk mengelola isu. 7. menelaah dan mengadopsi rencana strategis. 8. menetapkan visi organisasi. 9. mengembangkan proses implementasi. 10. menilai kembali strategi dan proses perencanaan strategis. 8

9 Beberapa kelemahan sistem berasal dari latar belakang yang sama. Sistem perencanaan rasional mensyaratkan suatu ukuran khusus dari suatu kontinuitas dan jadi rentan terhadap gangguan lingkungan politis yang berubah. Disamping itu kapasitas yang diperlukan untuk implementasi proses perencanaan oleh agensi dan pemerintah lokal secara serius underestimated, menghasilkan frustasi dan konflik. Manajemen Stakeholder Menurut Freeman (1984), pendekatan stakeholder pada manajemen strategis dipredikatkan pada pengakuan dari kepentingan dan klaim bersaing baik di dalam maupun di luar organisasi. Dari perspektif ini, tugas kritis ahli strategis adalah untuk mengapresiasi kepentingan stakeholder dan merumuskan strategi untuk mengoptimalkan dukungan pada organisasi. Dalam praktik, hal ini mensyaratkan organisasi untuk memetakan lingkungan internal dan eksternal, mengidentifikasi pelaku yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh organisasi, menetapkan permintaan stakeholder, dan menilai sifat hubungan kekuasaan ketergantungan untuk melindungi dari ancaman, mengembangkan dukungan pada program dan kebijakan, dan memperoleh sumber daya yang dibutuhkan. Secara internal organisasi membutuhkan pembangunan kapasitas dan atau memperoleh pengendalian terhadap operasi kritis. Studi Ohio mengenai manajemen strategis (Wechsler dan Backoff, 1986, 1987) menunjukkan beberapa agensi menggunakan pendekatan ini dalam manajemen strategisnya. Dari perspektif Ohio Department of Natural Resources, permintaan terhadap tanggung jawab program dan perbedaan konstituen menghadirkan dua tantangan utama yaitu pertama, menyangkut kehadiran setiap kelompok stakeholder dan menyeimbangkan permintaannya. Kedua, stakeholder mempunyai suatu kepentingan lebih besar dan komitmen pada departemen yang mempunyai kepentingan khusus. Model Manajemen Portofolio Model ini didasarkan pada suatu analogi dengan konsep investasi personal. Menurut Bryson dan Roering (1987), ketika seorang investor merakit suatu portofolio saham untuk mengelola risiko dan merealisasikan hasil yang optimum, seorang manajer korporat dapat 9

10 berpikir bahwa perusahaan sebagai suatu portofolio dari bisnis dengan potensi yang berbeda dapat diseimbangkan pada hasil manajer dan arus kas. Boston Consulting Group mengusulkan model portofolio pada sektor privat, membedakannya antara lini bisnis dalam dua dimensi yaitu pertumbuhan pasar dan pangsa pasar. Perusahaan menggunakan matrik BCG untuk membagi lini bisnis menjagi empat yaitu pertumbuhan tinggi/ pangsa pasar tinggi (stars), pertumbuhan rendah/ pangsa pasar tinggi (cash cows), pertumbuhan tinggi/ pangsa pasar rendah (question marks), pertumbuhan rendah/ pangsa pasar rendah (dogs). Berdasarkan klasifikasi ini, perusahaan menetapkan sifat dan biaya dari komitmen setiap bisnis dalam portofolio. Meskipun hal ini bermanfaat untuk pemikiran pemerintah negara bagian, kriteria ekonomi yang mendasari model portofolio secara jelas kurang sesuai untuk organisasi sektor publik. Untuk dapat diterapkan pada negara bagian, adalah perlu untuk identifikasi dimensi yang mengklasifikasikan program menurut kriteria politik-ekonomi. Atraktivitas model portofolio sektor privat dapat ditemukan dalam ketentuan yang sederhana, kejelasan konseptual, dan tegas. Persyaratan untuk kriteria multidimensi pada organisasi sektor publik membatasi hal ini. Beberapa ahli strategis sukses menggunakan logika umum dari model portofolio ini dipadukan dengan pendekatan lainnya. Manajemen Isu Strategis Pendekatan ini diperkenalkan oleh Ansoff (1980) yang menjelaskan suatu isu strategis sebagai perkembangan yang akan datang baik dalam organisasi maupun di luar organisasi, yang boleh jadi mempunyai pengaruh penting pada kemampuan organisasi untuk memenuhi tujuannya. Sistem manajemen isu strategis menekankan pada identifikasi awal dan tanggapan cepat pada perubahan yang dapat mempengaruhi organisasi dan masa depannya. Aktivitas yang berhubungan dengan manajemen isu strategis meliputi perhatian kontinyu pada daftar isu strategis kunci yang mutakhir, memonitor lingkungan untuk isu yang muncul, merancang isu pada kelompok manajemen isu strategis, dan pemilihan tindakan yang diambil dari organisasi untuk memecahkan isu prioritas. 10

11 MANAJEMEN STRATEGIS DALAM PENGELOLAAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA Setelah diuraikan pendekatan dalam manajemen strategis yang dapat diterapkan pada pemerintahan, kita akan menganalisis peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan manajemen strategis dalam pengelolaan pemerintah daerah. Pasal 150 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan beberapa hal diantaranya adalah: 1. rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) daerah untuk jangka waktu 20 tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu kepada RPJP nasional, 2. rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) daerah untuk jangka waktu 5 tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJP nasional, 3. RPJM daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif, 4. rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja pemerintah. Sedangkan pada pasal 151 dijelaskan sebagai berikut: 1. satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana strategis (renstra-skpd) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman pada RPJM daerah dan bersifat indikatif, 2. renstra-skpd dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang 11

12 dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Berdasarkan aturan dalam undang-undang di atas, manajemen strategis pada pemerintah daerah lebih mengarah pada pendekatan sistem perencanaan strategis. Rencana strategis dibagi ke dalam beberapa penjabaran antara lain RPJP daerah yang berdimensi waktu 20 tahun yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan daerah. RPJP daerah dijabarkan dalam bentuk RPJM daerah yang berdimensi waktu 5 tahun yang berisi visi, misi, dan program kepala daerah. RPJM ini memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif. Selanjutnya dijabarkan dalam RKPD yang berdimensi waktu 1 tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya. RPJP, RPJM, dan RKPD menjadi acuan satuan kerja perangkat daerah menyusun renstra-skpd. Renstra ini memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dengan aturan perundang-undangan yang ada ini, pengelolaan manajemen strategis pemerintah daerah menggunakan pola sistem perencanaan strategis. Dengan sistem ini setiap SKPD melaksanakan program yang mengarah pada pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan daerah. Penerapan yang konsisten dan tepat atas sistem perencanaan strategis ini akan menjadi suatu inovasi bagi pemerintah daerah menuju pengelolaan birokrasi pemerintah yang professional. REFERENSI Antoni, Robert N. dan David Young Management Control in Nonprofit Organization. McGraw-Hill Companies, New York. Berry, Frances Stokes dan Barton Wechsler State Agencies Experiencewith Strategic Planning: Findings from a National Survey. Public Administration Review. Bryson, J. dan W. Roering Applying private-sector strategic management in the public sector dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W. Bartley Hildreth, New York: Marcel Dekker, Inc. 12

13 Freeman, R Strategic Management: A StakeholderApproah. Pitman, Boston. Gargan, John J. dan Thomas C. Sutton. Strategic Management in City Government dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W. Bartley Hildreth, New York: Marcel Dekker, Inc. Gaspersz, Vincent Perencanaan Strategis untuk Peningkatan Kinerja Sektor Publik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hood, C The New Public Management dalam A Two-Country Comparison of Public Sector Performance Reporting: The Tortoise and Hare. Financial Accountability & Management, 17 (3), Agustus Liou, Kuotsai Tom. Strategic Management and Economic Development dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W. Bartley Hildreth, New York: Marcel Dekker, Inc. Olsen, J. dan Eadie, D The Game Plan: Governance with Foresight dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W. Bartley Hildreth, New York: Marcel Dekker, Inc. Osborne, David dan Ted Gaebler Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. Addison-Wesley, New York. Pflaum, A. dan Delmont, T External scanning: A tool for planners. Journal of the American Planning Association. Toft, Graham S. Synoptic (One Best Way) Approaches of Strategic Management dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W. Bartley Hildreth, New York: Marcel Dekker, Inc. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Wechsler, Barton dan Frances Stokes Berry. Strategic Management in State Government dalam Handbook of Strategic Management, Jack Rabin, Gerald J. Miller, W. Bartley Hildreth, New York: Marcel Dekker, Inc. 13

MANAJEMEN STRATEGIS PADA PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SORONG

MANAJEMEN STRATEGIS PADA PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SORONG MANAJEMEN STRATEGIS PADA PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SORONG O1eh: Kilyon.N.Mobalen Universitas Padjajaran Program Magister, Program Studi Ilmu Administrasi Publik Program Pascasarjana Fakultas

Lebih terperinci

Manajemen Strategis. Novia Kencana, S.IP., MPA

Manajemen Strategis. Novia Kencana, S.IP., MPA Manajemen Strategis Novia Kencana, S.IP., MPA Analisa Kekuatan dan Kelemahan Pertanyaan analisa lingkungan internal : 1. Isu-isu apa sajakah yang lebih kuat/unggul? 2. Siapa yang memiliki kepemimpinan

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : / BAP-I/IV/2011 TENTANG Jalan Panji No. 70 Kelurahan Panji Telp. (0541) 661322. 664977 T E N G G A R O N G 75514 KEPUTUSAN KEPALA BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Nomor : 600.107/ BAP-I/IV/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian, dan

Lebih terperinci

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BKPPD Kabupaten Bengkulu Utara RENSTRA BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kerangka Otonomi Daerah yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah dalam menjalankan manajemennya sehari-hari merasakan terjadinya

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2016 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA UTARA I-0 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

Disusun oleh : Arlin Zulkarnain Yogi Prasetyo Hendy

Disusun oleh : Arlin Zulkarnain Yogi Prasetyo Hendy Disusun oleh : Arlin Zulkarnain Yogi Prasetyo Hendy PENDAHULUAN Pada Model administrasi tradisional lebih kepada fokus ke dalam dan perspektif jangka pendek. Model administrasi publik tradisional hanya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Rencana Strategis (RENSTRA)

Rencana Strategis (RENSTRA) Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2014 Rencana Strategis (RENSTRA) TAHUN 2014-2019 DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN

Lebih terperinci

Pemerintah Kota Tangerang

Pemerintah Kota Tangerang RENCANA KERJA INSPEKTORAT KOTA TANGERANG TAHUN 2018 Penyusunan Rancangan Akhir Rencana Kerja Inspektorat Kota Tangerang Tahun 2018 merupakan pelaksanaan kegiatan mengacu pada Rancangan Akhir Rencana Kerja

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -1- BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula

Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula Strategi perencanaan pembangunan nasional by Firdawsyi nuzula Latar belakang Amandemen Keempat UUD NRI 1945 Tidak ada GBHN Pemilihan Presiden secara langsung Pemilihan Kepala Daerah secara demokratis UU

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG [- BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG P embangunan sektor Peternakan, Perikanan dan Kelautan yang telah dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Garut dalam kurun waktu tahun 2009 s/d 2013 telah memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil pengujian penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. hasil pengujian penelitian, dan sistematika penulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dalam sebuah laporan ilmiah merupakan pengantar bagi pembaca untuk mengetahui apa yang diteliti. Bab ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan mengapa penelitian

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan

BAB I. PENDAHULUAN. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau, yang menjadi salah satu pertimbangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TANGGAL 6 JUNI 2011 1.1. LATAR BELAKANG Dalam masa kepemimpinan Bupati terpilih untuk lima tahun mendatang, Kabupaten Gresik tentu akan menghadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) INSPEKTORAT KAB.MURA TAHUN ANGGARAN

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) INSPEKTORAT KAB.MURA TAHUN ANGGARAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) INSPEKTORAT KAB.MURA TAHUN ANGGARAN 2010-2015 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-nya dan atas izin perkenan-nya jualah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Hal ini akan menuntut tanggung jawab lembaga pendidikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. ini. Hal ini akan menuntut tanggung jawab lembaga pendidikan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi begitu cepat memberi imbas pada perubahan lingkungan dan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini akan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 2006 (40/2006) TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU.

DESA MENATA KOTA DALAM SEBUAH KAWASAN STRATEGI PEMBANGUNAN ROKAN HULU. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai Kabupaten yang baru berusia 17 tahun, sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk mengisi pembangunan, dapat dilihat akses-akses masyarakat yang terpenuhi

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sebagai perwujudan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang memberikan landasan bagi berbagai bentuk perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN RENSTRA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KAB. KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN RENSTRA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KAB. KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) harus

Lebih terperinci

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur

Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja merupakan suatu usaha memetakan strategi ke dalam tindakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja merupakan suatu usaha memetakan strategi ke dalam tindakan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kinerja merupakan suatu usaha memetakan strategi ke dalam tindakan untuk pencapaian suatu target tertentu. Sehingga pengukuran kinerja merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BAPPEDA I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BAPPEDA I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), diamanatkan bahwa daerah harus menyusun rencana

Lebih terperinci

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA BUPATI SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar perencanaan pembangunan daerah senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan melalui Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRATEGIS. Proses Perencanaan Semester 2

PERENCANAAN STRATEGIS. Proses Perencanaan Semester 2 PERENCANAAN STRATEGIS Proses Perencanaan Semester 2 PERENCANAAN STRATEGIS VIDEO PERENCANAAN STRATEGIS Latar belakang/konteks Rencana statutori vs rencana berbasis kinerja Manajemen strategis Perencanaan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG

RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG RENCANA KERJA TAHUN 2017 BAGIAN PEMBANGUNAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG PEMERINTAH KOTA PADANG SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANG BAGIAN PEMBANGUNAN TAHUN 2016 KATA PENGANTAR Sebagai tindak lanjut instruksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa agar kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI) BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

: 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman praja mengenai. Konsep Rencana Strategis Daerah.

: 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman praja mengenai. Konsep Rencana Strategis Daerah. A. MENGENALI KONSEP RENCANA 2 STRATEGIS DAERAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : MENGENALI KONSEP RENCANA STRATEGIS DAERAH : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dasar Hukum. Penyusunan Hubungan Antar Dokumen Sistematika Penulisan Maksud dan Tujuan 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Dasar Hukum. Penyusunan Hubungan Antar Dokumen Sistematika Penulisan Maksud dan Tujuan 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dasar Hukum BAB 1 Penyusunan Hubungan Antar Dokumen Sistematika Penulisan Maksud dan Tujuan 1.1. LATAR BELAKANG Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Utara Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18 ayat (1) menegaskan bahwa Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa

Lebih terperinci

KONSEP TATA KELOLA TI

KONSEP TATA KELOLA TI KONSEP TATA KELOLA TI Pertemuan ke 2 Mata Kuliah Tata Kelola dan Audit Sistem Informasi Diema Hernyka S, M.Kom Konsep IT Governance Outline : Pentingnya Tata Kelola TI Perbedaan Manage dan Govern Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Dengan terbitnya Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, selaras,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2015

RENCANA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 RENCANA KERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA BANJARMASIN TAHUN 2011 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 1 - BAB I PENDAHULUAN

- 1 - BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) mengamanatkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); Rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Amandemen ke-empat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

RENSTRA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TAHUN

RENSTRA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TAHUN RENSTRA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TAHUN 2010-2015 PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA-SKPD) 2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja (Renja) SKPD pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

Manajemen Strategik dalam Pendidikan

Manajemen Strategik dalam Pendidikan Manajemen Strategik dalam Pendidikan Oleh : Winarto* A. Pendahuluan Manajemen pendidikan yang diterapkan di lingkungan internal sistem persekolahan hanyalah sebagian dari tanggung jawab kepala sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan Pembangunan daerah harus diawali dengan pelaksanaan perencanaan yang baik dan transparan, walaupun perencanaan yang baik dapat dibuat dengan tidak mudah.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI NON-PROFIT

PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI NON-PROFIT PERENCANAAN STRATEGIS UNTUK ORGANISASI NON-PROFIT DR. Johannes Buku : Manajemen Stratejik - bab 11 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti BAB ini diharapkan menjelaskan hal-hal berikut. anda dapat 1.Perkembangan

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH, RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH, RENCANA STRATEGIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam rangka mengaktualisasikan otonomi daerah, memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Boyolali mempunyai komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012 LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 462/KEP/GUB/BAPPEDA-2/2012 TANGGAL : 13 JULI 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah, sehingga

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENSTRA SKPD ) TAHUN ANGGARAN

RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENSTRA SKPD ) TAHUN ANGGARAN RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( RENSTRA SKPD ) TAHUN ANGGARAN 2010-2015 DINAS KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN MUSI RAWAS KATA PENGANTAR B erdasarkan Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang

Lebih terperinci

Rencana Kerja (RENJA ) 2015

Rencana Kerja (RENJA ) 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang - Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU-SPPN) yang telah dijabarkan secara teknis dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang BAB I INTRODUKSI Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Perubahan Tahun 2016

Rencana Kerja Perubahan Tahun 2016 Lampiran Tahun 2016 Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Bontang BAB I P E N D A H U L U A N I.1. LATAR BELAKANG Dengan ditetapkannya UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

Rancangan Akhir Renstra Dinas Peternakan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rancangan Akhir Renstra Dinas Peternakan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang No. 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang Undang

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lamandau ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Lamandau ( ) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ngawi, Januari 2018 KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENPENCATATAN SIPIL KABUPATEN NGAWI

KATA PENGANTAR. Ngawi, Januari 2018 KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENPENCATATAN SIPIL KABUPATEN NGAWI 1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat-nya, sehingga Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ngawi Tahun 2018 dapat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

Page 1 of 12 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Nagan Raya merupakan salah satu kabupaten yang sedang tumbuh dan berkembang di wilayah pesisir barat-selatan Provinsi Aceh. Kabupaten yang terbentuk secara

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENSTRA-SKPD) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS

RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENSTRA-SKPD) BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENSTRA-SKPD) 2010-2015 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci