II. Teori Mengenai Casting

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. Teori Mengenai Casting"

Transkripsi

1 II. Teori Mengenai Casting 1. Pengertian tentang casting Menurut Jablowsy, S., 1982, yang dimaksud dengan casting adalah suatu proses untuk membuat / membentuk restorasi atau rehabflitasi gigi dengan bahan logam. Casting juga merupakan suatu teknik yang sering dilakukan di kedokteran gigi dalam pembuatan tempatan gigi, mahkota gigi tiruan, jembatan rangka gigi tiruan dan lain-lain dengan bahan logam. Proses casting ini menggunakan metode yang disebut lost wax process. Pada prinsipnya pola malam dan bentuk restorasi atau rehabilitasi gigi ditanam dalam adonan bahan investmen gigi (dental invesment) yang ada di dalam casting ring. Kemudian poia malam ini dihilangkan dengan jalan dipanaskan pada suhu tertentu, sampai pola malam hilang sama sekali, sehingga meninggalkan ruang cetak (mould space) di dalam aclonan invesmen. Selanjutnya logam dilelehkan / dicairkan dengan pemanasan dan lelehan logam tersebut dituangkan kedalam ruang cetak dengan tekanan sentri fugal / tekanan udara, sehingga ruang cetak tersebut terisi oleh lelehan dengan bentuk sesuai dengan pola malamnya. Kegunaan dan tujuan casting dibidang kedokteran gigi dan pengertiannya : a. Kegunaan casting dibidang kedokteran gigi adalah untuk pembuatan resforasi, rehabilitasi atau rekonstruksi pada gigi dengan bahan logam yang dilakkan dengan proses casting. Misalnya untuk pembuatan inlay crown and bridge atau gigi tiruan rangka logam, dll. b. Tujuannya adalah untuk mengganti bahan restorasi atau rehabilitasi yang tidak mungkin dilakukan dengan bahan selain logam dan untuk mendapatkan kekuatan / daya tahan yang lebih besar dan bahan yang lain. Misalnya acrylic resin atau amalgam. 2. Tahap-tahap pada proses casting Proses casting melalui beberapa tahap sebagal berikut: a. Tahap I, waxing adalah pembuatan pola dan malam (wax pattern). b. Tahap II, spruing adalah pembuatan sprue pin atau sprue tormer dan casting wax (malam cor). c. Tahap III, investing adalah penanaman pola malam dalam adonan bahan invesmen (yang ada di dalam casting ring). Universitas Gadjah Mada 1

2 d. Taflap IV, pre-heating adalah pemanasan permulaan pada casting ring agar adonan bahan tanam lebih kering. e. Tahap V, wax elimination adalah penghilangan malam dart pola malam yang tertanam dalam adonan bahan invesmen (yang ada di dalam casting ring). f. Tahap VI, heating adalah pemanasan casting ring (yang berisi adonan bahan invesmen) sampai suhu tertentu. g. Tahap VI, melting adalah pelelehan logam yang dtlakukan pada sprue - hold atau fire clay. h. Tahap VIII, casting adalah pengecoran lelehan logarn ke dalam ruang cetak (mould space). Apabila proses casting telah dilakukan maka akan terbentuk bangunan restorasi atau rehabthtasi gigi dan bahan logam. Bangunan mi belum begitu baik untuk dipasang di dalam mulut maka dilakukan finishing dan polishing. Finishing adalah penyelesaian hasil casting dengan menghiiangkan ekses-ekses dan bangunan hasil casting yang tidak perlu, sehingga terbentuk hasil casting yang baik sesuai dengan restorasi atau rehabilitasi yang diinginkan. Setelah finishing kemudian diiakukan polishing, yaitu meratakan, menghaluskan dan mengkilapkan bangunan, sehingga menjadi baik sekali. 3. Macam-macam komponen yang menunjang proses casting dan pengertiannya : a. Die adalah model cetakan dari gigi pilar (abutment) yang terbuat dan gips keras (stone gyps) dan berguna untuk pembuatan pola malam. b. Wax pattern adalah pola / model yang dibuat dan malam, yang akan diganti dengan logam, sehingga terbentuk suatu restorasi atau rehabilitasi gigi yang dikehendaki. c. Srue pin adalah pin / pasak yang terbuat dan bahan tertentu yang berguna untuk pegangan pola malam pada waktu investing dan pembentuk sprue. d. Sprue adalah rongga / saluran yang terjadi setelah dilakukan wax elimination terhadap pola malam, yang menghubuhgkan crucible dengan mould space. e. Crucible Jormer / sprue base adalah bangunan yang terbentuk dan malam atau kayu atau karet sebagai pembentuk cruscible. f. Crucible adalah bangunan seperti corong / kawah dari adonan invesmen, yang terdapat disalah satu ujung casting ring berguna untuk tempat melelehkan logam. g. Mould space / mold space adalah ruang cetak bekas pola malam setelah dilakukan wax elimination dan pola malam (wax pattern). Universitas Gadjah Mada 2

3 h. Reservoir modul / reservoir former adalah bangunan dan malam yang berbentuk bulat atau oval yang diletakkan pada sprue pin yang berguna untuk pembuatan reservoir. Reservoir adalah rongga / ruangan yang berbentuk bulat atau bulat bekas reservoir modul, setelah dilakukan wax elimination. Pengertian mengenai tahap tahap casting. 1. WAXING Waxing adalah cara pembuatan pola malam (wax pattern) Pola malam dibuat dengan tujuan untuk : a. Mendapatkan suatu restorasi atau rehabilitasi gigi sesuai dengan ukuran dan bentuk gigi yang direstorasi atau direhabilitasi. b. Mendapatkan adaptasi yang baik dengan gigi yang direstorasi atau direhabilitasi. c. Mendapatkan hubungan yang baik dengan gigi tetangganya maupun gigi antagonisnya. d. Mendapatkan bentuk anatomi yang baik sesuai dengan bentuk restorasi gigi atau rehabilitasi gigi. Wax pattern berguna untuk membentuk ruang cetak (mould space) di dalam bahan invesmen setelah malam dan pola malam (di dalam invesn) dihilangkan (wax elimination). Cara pembuatan pola malam ada 3 cara : 1. Cara langsung (direct). Cara langsung ini dibuat seluruhnya di dalam mulut pasien, sehingga tidak memerlukan die. 2. Cara tidak langsung. Cara tidak langsung ini pola malam dibuat seluruhnya pada die, sehingga pembuatannya diluar mulut pasien. 3. Cara langsung tidak langsung. Pada cara ini mula-mula sebagian pola malam dibuat di mulut pasien untuk mendapatkan oklusi yang baik, kemudian ditransfer ke die, dan dibuat pola malam sampai selesai, sehingga cara ini dibutuhkan die. Contoh : Universitas Gadjah Mada 3

4 a. cara langsung, misalnya pembuatan tumpatan inlai kelas I dan kelas V. (menurut klasifikasi Black) b. cara tidak langsung, misalnya pembuatan tumpatan inlai klas II, klas Ill, klas IV (menurut klasifikasi Black), onlay, mahkota penuh (full crown) dan jembatan gigi (crown and bridge). Malam yang digunakan untuk pembuatan pola malam adalah casting wax atau inlay wax yang berwarna biru atau hijau. Jenis malam pola ada 2 tipe yaitu : 1. Tipe - I (tipe B) berguna untuk pembuatan pola malam secara langsung. 2. Tipe - II (tipe A) berguna untuk pembuatan pola malam secara tidak langsung atau cara langsung tidak langsung. Perbedaan kedua malam tersebut adalah mengenai setting time dan flow-nya. Komposisi malam cor untuk inlay ini terdiri dari : 1. Malam paratin (paratin wax) 2. Gum dammar (dammar gum) 3. Malam karnauba (carnauba wax) 4. Beberapa bahan pewarna Semua substansi ini merupakan bahan alamiah asli dan derivat dan mineral atau tumbuhan tertentu. Malam parafin umumnya merupakan substansi utama, biasanya konsentrasinya antara 40 % sampal 60 %. Gum damar atau resin damar adalah resin alamiah derivat varitas pohon cemara. Ia dibutuhkan malam paralin untuk mempertahankan kehalusan dinding ruang cetak (mould space) dan untuk mengembalikan resistensi yang Iebih besar terhadap kerapuhan dan penggumpalan. Malam karnauba bentuknya seperti serbuk yang halus dan veritas pohon palm tropis. Mala mini cukuo kuat dan mempunyai titik cair relatif tinggi. Syarat-syarat casting wax untuk pola malam Menurut American Dental Association Specincation (ADAS) No. 4 (cit.peyton and Craig, 1971) menyatakan bahwa casting wax atau inlay casting wax yang digunakan untuk pola malam harus mempunya syarat - syarat sebagai berikut : a. warnanya berbeda dengan warna jaringan disekitar gigi. b. pada waktu dilunakan harus bersifat kohesit. c. tidak mudah patah atau rapuh pada waktu dipotong atau diukir untuk membentuk anatomi gigi sesual. d. pada waktu dibakar atau dipanasi pada suhu tertentu harus habis tak tersisa atau menguap semuanya tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Universitas Gadjah Mada 4

5 2. SPRUING Spruing adalah cara pembuatan sprue pin a. Kegunaan sprue pin untuk : 1) Pembentukan Sprue di dalam invesmen. 2) Pegangan pola malam pada waktu investing. b. Pembuatan sprue pin dapat dibuat dan bahan : 1) Logam Sprue pin yang terbuat dan logam, maka sebelum dilakukan preheating sprue pin diambil lebih dahulu. Untuk memudahkan pengambilan, sprue pin logam dilapisi dengan malam. Keuntungan : Sprue pin yang terbuat dan logam apabila dilekatkan pada pola malam, maka pegangannya lebih erat dan kuat. Kerugiannya : Sprue pin dan logam apabila tidak dilapisi malam, maka akan sukar dikeluarkan atau dilepaskan dan pola malam sesudah investing. 2) Inlay casting wax seluruhnya Sprue pin yang terbuat seluruhnya dan malam inlal (inlay casting wax) maka pada wax elimination tidak perlu diambil karena sprue pin akan hilang bersama - sama dengan pola malamnya. Keuntungannya 1. Pada wax elimination sprue pin akan menguap bersama sama dengan pola malamnya, sehingga tidak meninggalkan malam sedikitpun dalam mould space. 2. Perlekatannya dengan pola malam kuat dan tidak mudah lepas. Kerugiannya : Mudah patah, karena malam inlai apabila sudah keras bersitat getas. 3) Plastik / resin Sprue pin yang terbuat seluruhnya dan malam inlai (inlay casting wax) maka pada wax elimination tidak perlu diambil karena sprue pin akan hilang bersama - sama dengan pola malamnya. Kerugiannya: 1. Sukar dilepaskan dan pola malam sesudah investing dan dibiarkan tidak diambil pada waktu wax elimination. 2. bahan plastik / resin apabila dipanasi akan memuat lebih besar, sehingga akan merusak dinding invesmennya. Universitas Gadjah Mada 5

6 3. Suhu cair plastik Iebih besar daripada malam, sehingga pada waktu wax elimination malam pola sudah mencair dan menguap, tetapi plastik / resin belum cair atau menguap, akibatnya ada sisa plastik di dalam sprue dan ini akan menyumbat aliran logam cair. c. Diameter sprue pin Diameter sprue pin tidak ada ketentuan yang pasti, tergantung dan; pertama, besarnya pola malam yang dibuat dan yang kedua, jenis casting machine yang digunakan untuk casting. Sebagai standar diameter sprue pin sebagai berikut : a. untuk inlai yang kecil ± 1,3 mm b. untuk inlai yang besar ± I,b mm c. untuk mahkota penuh ± 1,6 mm d. untuk inlai yang paling besar ± 2,6 mm Menurut Skinner (1960) dan Peyton and Craig Menurut Skinner (1960) dan F eyton and Craig. (1971) menyatakan bahwa diameter sprue pin, menurut Brown adalah gauge no. 10 atau 0,259 cm, sedangkan menurut Sharpe adalah gauge no. 16 atau 0,129 cm. d. Pemasangan sprue pin Pemasangan Sprue pin pada pola malam hendaknya pada daerah yang tebal dan jauh dan pinggiran pola malam. Sedangkan posisinya pada pola malam dapat tegak (90%) atau miring (45 0 ) terhadap permukaan pola malam. Penempatan sprue pin pada pola malam dengan posisi tegak lurus apabila daerah yang ditempati cukup ketebalannya. Penempatan sprue pin pada pola malam dengan posisi miring, apabila daerah yang ditempati sprue pin pada pola malam tidak cukup ketebalannya atau tipis. Hal ini ada hubungannya dengan gerakan turbolensi yang diakibatkan adanya back presser / tekanan baik. e. Pembuatan Sprue pin yang berhubungan dengan casting machine yang digunakan. Apabila menggunakan chorizontal casting macnine pada casting, maka sprue pin diameternya harus besar dan pendek, sebab pelelehan logam dilakukan pada fire clay. Apabila menggunakan hand casting sistem (slinger aparat) Universitas Gadjah Mada 6

7 yang gerakannya vertikal maka diameter sprue pin kecil dan panjang serta ditambah reservoir former / reservoir former karena pelelehan logam dilakukan pada sprue hold (crucible). Pada sprue pin tidak harus ditambah / dibuat reservoir modul. Untuk sprue pin yang diameternya besar tidak perlu ditambah reservoir modul, tetapi sprue pin yang diameternya kecil perlu ditambah reservoir modul. Ukuran panjang sprue pin juga tidak ada ketentuan yang pasti, karena tergantung dan besar kecilnya dan bentuknya pola malam. 3. INVESTTNG Investing adalah cara untuk menanam pola malam dalam bahan invesmen Yang perlu diperhatikan pada investing : a. Letak pola malam di dalam casting ring. Pola malam letaknya harus ditengah tengah agar jarak antar pola malam dan dinding dinding casting ring sama. b. Jarak pola malam dan dasar casting ring terletak antara (6-8 mm) Perbandingan antara air dan puder (w/p ratio) harus tepat. W/p ratio suatu bahan invesmen tergantung dan petunjuk pabrik yang memproduksinya sebagai contoh invesmen merek Duroterm w/p ratio-nya adalah 10 : 29, dan invesmen merek Durotreem wf p ratio-nya adalah 1 : 3. Bahan invesmen (invesment materials) a. Komposisi Komposisi dasar dan invesmen terdini dari : 1) Binder material (bahan pengikat) 2) Refractory material (bahan tahan panas) 3) Asher chemical (bahan kimia lain) b. Macam-macam Jenis Bahan Invesmen 1. Berdasarkan bahan pengikatnya, maka ada 3 jenis invesmen yaitu : a) Gypsum bonded invesmen materials adalah invesmen yang mengandung bahan pengikat gip. Invesmen ini digunakan pada proses casting untuk pengecoran logam yang titik cairnya kurang dan C, sebab apabila logam yang dicor itu Iebih besar dan 1000 C, maka invesmen akan retak-retak. Bahan pengencernya adalah air (aquadestilata). b) Phospate / sulfate bonded invesment materials adalah bahan invesmen yang mengandung bahan pengikat as. phosphat atau as. sulfat. Invesmen ini digunakan pada proses casting untuk pengecoran logam Universitas Gadjah Mada 7

8 yang titik cairnya lebih besar dan Bahan pengencernya adalah liquit, yang merupakan satu paket dengan puder invesmennya. c) Silicate bonded invesment materials adalah bahan invesmen yang mengandung bahan pengikat silikon (silica). Invesment ini digunakan pada proses casting untuk pengecoran logam yang titik cairnya lebih besar dan Bahan pengencernya adalah liquit, yang merupakan satu paket dengan puder invesmennya. 2. Berdasarkan titik cair logam yang di casting (dicor) ada 2 jenis invesmen, yaitu : a) Gypsum bonded invesment materials, digunakan untuk mengecor logam yang mempunyat titik cair kurang dan C. b) Phosphate / silicale bonded invesment materials digunakan untuk mengecor logam yang mempunyai titik cair lebih dari C c. Cara Investing Casting yang dilakukan di kedokteran gigi proses yang disebut lose wax proccess terdapat 2 teknik investing, yaitu : 1. Manual (hand) investing technic Teknik ini ada 2 cara, yaitu: a) Single investing Pada pninsipnya puder invesmen kering dicampur dengan air (aquades) dengan w/p ratio tertentu. Kemudian diaduk selanjutnya dituangkan ke dalam casting ring, apabila konsistensinya sudah baik. Selanjutnya pola malam dimasukkan / ditanam kedalam casting ring yang b) Double investing Prinsipnya puder invesmen kering dibagi menjadi bagian, misalnya A dan B. Bagian A dibagi menjadi 2 bagian, ialah bagian A1 dan A2. Bagian Al dicampur dengan air (aquades) sampai rata dan bersifat encer. Selanjutnya dengan kuas halus, adonan invesmen A, dioleskan pada seluruh permukaan pola malam secara merata. Kemudian invesmen A2 yang kering ditaburkan diatas seluruh permukaan pola malam, yang telah diolesi dengan invesmen A1 tadi, sehingga berbentuk seperti buah talok / cherry. Pada invesmen B kering dicampur dengan air diaduk sarnpai mendapatkan konsistensi yang baik dan lebih kental dan adonan invesmen Al. Adonan B ini ditungakan ke dalam casting ring sampai Universitas Gadjah Mada 8

9 penuh, yang sebelumnya pola malam sudah dimasukkan / diletakkan ke dalam casting ring dan ditunggu sampai kering. Pada double investing ini terdapat 3 lapisan, yaitu: lapisan adonan invesmen yang encer lapisan invesmen kening lapisan adonan invesmen yang agak kental Pada kedua cara tersebut diatas pencampuran antara puder invesmen kering dan air dilakukan pada rubber bowl dan alat pengadukannya spalula. Pengadukan dan penuangannya dalam casting ring dilakukan dengan tangan. Pencampuran juga dapat dilakukan pada rubber bowl khusus dan pengadukan dilakukan dengan alat yang disebut vacuum mixer (pengadukan dengan hampa udara). Penuangan adonan invesmen ke dalam casting ring dilakukan dengan tangan diatas alat yang disebut vibrator (alat penggetar) agar gelembung - gelembung udara di dalam adonan invesmen dapat keluar. Liquit invesmen atau aquades adalah bahan pelarut / pencampur yang berguna untuk membuat adonan invesmen. Liquit invesmen digunakan apabila pada investing digunakan jenis bahan jenis invesmen berupa phosphate / silicate bonded invesment materials dan liquit ini merupakan satu paket dengan puder invesmennya. Air / aquades digunakan apabila pada investing digunakan jenis bahan invesmen berupa gypsum bonded invesment materials. Pada investing ini dilakukan dengan alat khusus yang hampa udara. Di fakultas kedokteran gigi tidak dilakukan karena tidak ada alatnya. 4. PRE HEATING, WAX ELIMINATION DAN HEATING Di Fakultas Kedokteran Gigi pada semester - 4 hanya menggunakan invesmen jenis gypsum bonded invesmen material s. Sebelum wax elimination, dilakukan dahulu preheating pada temperatur kamar sampai C dalam waktu 15 menit di dalamalat pemanas yang disebut furnace, yang dapat distel mengenam temperatur dan waktunya. Pre heating dilakukan dengan tujuan agar adonan invesmen betul-betul kering. Masih di dalam furnace, lalu dilakukan wax elimination dari C dinaikkan sampai C dengan perlahan lahann dalam waktu 30 menit. Pada temperature C diperkirakan seluruh malam yang ada di dalam adonan invesmen sudah hilang tak bersisa. Setelah wax elimination yang menghasilkan mould space di dalam invesmen, kemudian dilakukan heating yaitu temperatur dinaikkan dan 350 C sampai 700 Universitas Gadjah Mada 9

10 C dalam waktu 30 menit. Heating ini bertujuan agar terjadi baik pemuaian invesmen maupun pemuaian mould space dapat maksimal. Pemanasan hanya sampai 700 C, karena stabilitas bahan invesmen jenis gypsum bonded invesmen materials diperkirakan dalam keadaan stabil. Selanjutnya pada temperatur C C didiamkan selama 30 menit, kemudian casting ring diambil dari casting machine. 5. MELTING DAN CASTING Setelah didiamkan selama 30 menit pada C dengan cepat dipindah ke alat casting macnine dan selanjutnya dilakukan melting. a. Macam macam casting machine 1) Centri fugal casting machine Casting machine macamnya ada 2 jenis ; a) Horizontal centri fugal casting machine. Casting machine ini gerakan memutarnya secara horizontal / mendatar. b) Vertical centrifugal casting machine. Casting machine ini gerakan memutarnya secara vertical / tegak lurus. 2) Air pressure casting machine Alat casting yang menggunakan tekanan udara. Bekerjanya alat ini pnnsipnya sama dengan bekerjanya alat casting vertikal (vertical centri fugal casting machine) hanya bedanya vertical casting machine menggunakan gaya sentri tugal, tetapi air pressure casting machine menggunakan tenaga / tekanan udara. Pada melting (pelelehan) terhadap logam yang akan dicor, dilakukan dengan alat penyemprot api yang disebut blow pipe atau blow torch. b. Macam macam blow torch Berdasarkan bahan pembakarnya blow torch ada 4 macam yaitu : 1) Blow torch dengan menggunakan bahan pembakar bensin dan tenaga angin. 2) Blow torch dengan gas elpiji 3) Blow torcfl dengan gas elpiji dan O2 4) Blow torch dengan gas acetilen (gas karbit = C2H2) dan O2 Biasanya O2 digunakan untuk melelehkan logam yang akan dicor dengan titik cairnya lebih besar dari C Universitas Gadjah Mada 10

11 Untuk logam yang titik lelehnya kurang dan C cukup menggunakan bensin dan udara. Api yang disemprotkan oleh blow torch ada 4 zone, yaitu : 1. Zone I, disebut air dan gas zane transparan. 2. Zone II, disebut combution zone warnanya kering. 3. Zone IIl, disebut reduction zone. Zone ini warnanya biru yang dapat mereduksi logam menjadi meleleh. 4. Zone IV, disebut oxidising zone. Zone ini warnanya merah yang mengoksidasi dari logam, tetapi tidak meleleh. Pada proses casting yang menggunakan horizontal casting machine, pelelehan logam dilakukan pada fire clay, yang terbuat dari bahan ceramic yang tahan panas. Apabila pada proses casting yang menggunakan vertical casting machine (slinger apparate) pelelehan dilakukan pada crucible, tepatnya pada sprue hold. Casting / pengecoran logam ke dalam mould space dilakukan apabila lelehan logam baik pada fire clay, maupun pada crucible sudah bergerak-gerak seperti gerakan air raksa, karena tiupan dari blow torch. Setelah casting dilakukan, kemudian casting ring diambil dan casting machine dan didiamkan sampai dingin sekali dengan sendirinya Selanjutnya hasil cor cliambil dengan merusakkan invesmennya. Hasil casting yang terjadi ada 2 bentuk : 1. Bentuknya bersih seperti warna logam sebelum dicor. Hal ini terjadi apabila logam yang dicor non precius, artinya logam tersebut tidak mengandung logam mulia sebagai dasar dan logam campur / aloy. Pada bentuk ini tidak perlu dilakukan pickling. Bentuknya berubah menjadi warna hitam dan tidak sama dengan warna sebelum dicor. Hal ini terjadi apabila logam campur / aloy yang dicor mengandung bahan dasar logam mulia, misalnya emas atau perak. Keadaan ini terjadi karena adanya peristiwa oksidasi pada permukaan logam cor tersebut. Untuk mengembalikan warna seperti warna semula dilakukan pickling. 6. PICKLING Universitas Gadjah Mada 11

12 Pengertian pickling adalah suatu cara penghilangan / pembersihan oksidasi yang terjadi pada permukaan logam cur yang mengandung logam mulia dengan larutan pickling. Larutan pickling ada 2 jenis : 1. larutan asam hidro chlorida (HCl) 2. larutan asam sulfat (H 2 SO 4 ) Cara pickling : Hasil casting logam aloy yang mengandung dasar logam mulia warnanya hitam diikat dengan benang dan dipanasi dahulu. Sebelumnya sudah dipersiapkan dahulu salah satu larutan pickling yang sudah diencerkan. Sesudah panas, hasil cor dimasukkan ke dalam larutan pickling sebentar sarnpai warna hilang dan warna semula muncul. Oleh karena larutan pickling ini sangat toksis, maka untuk menetralisir, hasil cur dimasukkan ke dalam larutan sodium bicarbonat. 7. FINISHING DAN POLISHING 1) Pengertian finishing Finishing adalah suatu cara untuk membentuk hasil casting menjadi suatu bangunan yang diinginkan dengan jalan menghilangkan / membuang eksesekses pada permukaan hasil casting dan logam yang tidak berguna. Setelah dilakukan finishing maka bentuk bangunan, misalnya yang berbentuk inlay, lull crown atau bridge work, menjadi baik tetapi masih kasar. Kemudian dilakukan polishing. 2) Pengertian polishing Polishing adalah suatu cara untuk membuat suatu bangunan, setelah dilakukan finishing, menjadi rata, halus dan mengkilap, sehingga bentuk bangunan tersebut menjadi amat bagus dan indah. Dan inilah merupakan syarat utama di bidang kedokteran gigi bahwa polishing selalu dilakukan pada alat-alat yang dipasang dalam mulut pasien. 8. KEGAGALAN KEGAGALAN PADA PROSES CASTING 1. Macam macam kegagalan dan penyebabnya a. Distrsion (distorsi atau pengoletan) Distorsi ini dapat terjadi pada waktu pembuatan pola malam atau pada waktu pengambilan hasil casting dan dalam invesmen. Menurut Phillips, (1982), penyebab terjadinya distorsi adalah sebagai berikut : Universitas Gadjah Mada 12

13 1) terjadinya perubahan temperatur yang besar. 2) manipulasi bahan tidak benar. 3) teknik pembuatan malam tidak benar. Penyebab ini terjadi pada pembuatan pola malam. Adapun penyebab terjadinya distorsi pada hasil cor, karena pengambilan hasil casting dan dalam invesmen. Misalnya masih dalam keadaan panas Iangsung diambil, sehingga pada waktu logam dingin akan mengkerut dan pengkerutan ini tidak ada yang menahan, akibatnya terjadi distorsi. b. Surface roughness (permukaan kasar) 1) Air bubbler gelembung - gelembung udara). Hal ini terjadi akibat pada waktu investing masih terdapat gelembunggelembung udara yang terperangkap di dalam adonan invesmen dan menempel pada permukaan pola malam. Pada waktu casting, maka bekas-bekas gelembung udara ini akan diisi oleh lelehan logam. 2) Too rapid heating (pemasanan yang terlalu cepat) 3) W / p ratio (perbandingan antara air dan bahan invesmen) W / p ratio ini adalah sangat penting. Apabila w/p ratio tidak tepat misalnya terlalu kecil atau terlalu besar dapat menimbulkan permukaan kasar dan flash casting. 4) Prolonged healing (pemanasan yang terlalu lama) 5) Casting pressure (tekanan pada waktu casting yang kurang benar) 6) Composition of the invesment (komposisi bahan invesmen) Misalnya bahan invesmen yang sudah lama atau sudah kadaluwarsa, sehingga terjadi kerusakan dan salah satu komponen bahan invesmennya. 7) Foreign body (benda-benda asing) Adanya benda- benda asing yang masuk ke dalam mould space, misalnya pasir atau debu, dapat menimbulkan surface roughness pada permukaan hasil casting. c. Porosity (poros) Penyebab porositas pada hasil casting, karena adanya pengaruh dari faktor faktor teknis. Ada 3 macam porositas, yaitu : 1) Localized shrinkage porosity Porositas ini akibat adanya pengerutan setempat / lokal. 2) Sub surface porosity Porositas yang terjadi pada permukaan dalam dari hasil casting. 3) Micro-porosity. Penyebabnya antara lain : 1. Besar kecilnya sprue Universitas Gadjah Mada 13

14 2. Panjang pendeknya sprue 3. Temperature melting yang terlalu besar Temperatur pada waktu pemanasan mould space terlalu besar. d. Incomplete casting (hasil casting yang tidak lengkap) Penyebabnya antara lain : 1) Wax elimination yang tidak sempurna sehingga masih terdapat sisa malam di dalam mould space. Hal ini terjadi apabila waktu wax elimination tergesa-gesa atau terlalu cepat. 2) Benda asing yang menyumbat sprue, misalnya sprue kemasukkan debu atau pasir atau terjadi kerontokan dan bahan invesmen yang membatasi mould space. 3) Pemutaran casting machine yang lambat, sehingga gaya centri fugal kecil, lelehan logam tidak dapat memasuki seluruh permukaan mould space. 2. Cara-cara menghindari / menanggulangi kegagalan pada proses casting a. Distorsi Apabila ada bagian yang kurang pada pembuatan wax pattern maka penambahannya tidak begitu saja ditambah dengan malam cair yang baru, agar tidak terjadi perbedaan suhu yang besar. 1. Manipulasi bahan harus benar. Pada pelelehan malam harus rata 2. Teknik pembuatan wax pattern harus benar. Pada peletakkan malam pada die (abutmen) harus benar - benar beradaptasi dengan baik tidak boleh ada bagian yang longgar. 3. Pada pengambilan hasil casting dan casting ring harus benar-benar dingin sekali. b. Surface roughness 1) Untuk menghindari terjadinya surface roughness, karena air bubbler ialah pada waktu investing dengan tangan, maka dinding casting ring diketuk - ketuk perlahan lahan agar gelembung udara naik keatas dan hilang. Sebaiknya pada investing menggunakan alat vacuum mixer dan vibrator. 2) Untuk menghindari terjadinya surface roughness ini, maka preheating, wax elimination dan heating harus dilakukan dengan perlahan-lahan pada peningkatan suhu dengan waktu yang tertentu. Universitas Gadjah Mada 14

15 3) Penggunaan w/p ratio harus sesuai dengan w/ p ratio puder invesmen dan cairan dan pabrik yang memproduksi badan invesmen. 4) Untuk menghindari perlakuan ini, maka pemanasan jangan terlalu lama dan harus mengikuti teori yang benar. 5) Tekanan pada waktu casting jangan terlalu besar dan jangan terlalu lambat pemutaran casting machine. 6) Penggunaan bahan invesmen jangan yang sudah kadaluwarsa, karena bahan invesmen yang sudah kadaluwarsakan terjadi kerusakan. c. Incomplete casting 1) Untuk menanggulangi terjadinya incomplete casting yang disebabkan oleh tertinggalnya sebagian malam yang tidak dapat hilang akibat wax elimination dengan perlahan-lahan dan dengan waktu yang tertentu. Sebaiknya wax elimination dilakukan dengan alat furnace, sebab alat ini dapat distel mengenai suhu yang dikehendaki dan dapat dinaikkan suhunya dalam waktu tertentu. Misalnya wax elimination dilakukan dan suhu C dinaikkan menjadi C dalam waktu 30 menit. Pada furnace hal ini dapat distel. 2) Untuk menanggulangi terjadinya incomplete casting yang disebabkan oleh tersumbatnya sprue oleh benda asing sehingga aliran lelehan logam tertahan tidak dapat memasuki mould space. Hal ini dapat ditanggulangi/ dihindari dengan cara pada waktu investing selesai. Sprue pin jangan dahulu diambil. Pengambilan sprue pin bilamana sudah slap untuk dilakukan preheating dan wax elimination. l erutama apabila preheating clan wax elimination dilakukan pada anglo, sebab debu / abu atau pasir yang berasal dan bahan bakan arang, dapat memasuki sprue. 3) Untuk menanggulangi terjadinya incomplete casting yang disebabkan oleh pemutaran casting machine lambat ialah dengan cara berputarnya casting machine mula-mula harus cepat, agar gaya centrifugal yang ditimbulkan oleh putaran casting machine besar, sehingga lelehan logam dapat masuk. Universitas Gadjah Mada 15

LAPORAN PRAKTIKUM SKILL LAB REHABILITASI 1 GIGI TIRUAN JEMBATAN

LAPORAN PRAKTIKUM SKILL LAB REHABILITASI 1 GIGI TIRUAN JEMBATAN LAPORAN PRAKTIKUM SKILL LAB REHABILITASI 1 GIGI TIRUAN JEMBATAN Disusun oleh: SRI HARDIYATI 10612073 PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2015 LAPORAN PRAKTIKUM PROSES

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 1

Universitas Gadjah Mada 1 III. Teknik Casting A. Peralatan yang dibutuhkan pada proses casting ialah : 1. Casting ring Casting ring digunakan untuk investing (penanaman). a. Diameter dan panjang casting ring Diameter dan panjang

Lebih terperinci

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS)

Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) Rencana Program dan Kegiatan Pembelajaran Semester (RPKPS) I. Mata Kuliah : Teknologi Kedokteran Gigi-2 II. Kode : KGD. 1202/I SKS III. Prasyarat : - IV. Status Mata Kuiiah : Wajib V. Deskripsi Singkat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II REVISI LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II Topik : Bahan Tanam Gypsum Bonded Kelompok : C12 Tgl. Praktikum : Selasa, 27 Oktober 2015 Pembimbing : Soebagio, drg.,m.kes PENYUSUN: NO. NAMA NIM 1. FARID MARZUQI

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN DESIGNER TOYS KERAMIK. Proses produksi karya akhir memanfaatkan hasil studi terpilih, baik

BAB IV PROSES PEMBUATAN DESIGNER TOYS KERAMIK. Proses produksi karya akhir memanfaatkan hasil studi terpilih, baik BAB IV PROSES PEMBUATAN DESIGNER TOYS KERAMIK Proses produksi karya akhir memanfaatkan hasil studi terpilih, baik dari bentuk maupun material. Berikut ini adalah proses produksi designer toys keramik.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Gipsum Gipsum merupakan mineral alami yang telah digunakan sebagai model gigitiruan sejak 1756 20 Gipsum yang dihasilkan untuk tujuan kedokteran gigi adalah kalsium sulfat dihidrat

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON Arif Setiyono NRP : 2108 100 141 Dosen pembimbing : Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

Manipulasi Bahan Cetak Alginat

Manipulasi Bahan Cetak Alginat Manipulasi Bahan Cetak Alginat A. Cara Mencampur Tuangkan bubuk alginate dan campurkan dengan air menjadi satu ke dalam mangkuk karet (bowl). Ikuti petunjuk penggunaan dari pabrik. Aduk menggunakan spatula

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Mahkota Jaket a. Indikasi Mahkota jaket dapat dipakai untuk memugar gigi gigi anterior yang :

2.2 Indikasi dan Kontra Indikasi Mahkota Jaket a. Indikasi Mahkota jaket dapat dipakai untuk memugar gigi gigi anterior yang : 1.1 Latar Belakang Mahkota jaket akrilik merupakan restorasi yang meliputi seluruh permukaan gigi anterior yang di buat dari bahan akrilik sesuai dengan warna gigi. Biasanya mahkota jaket dari akrilik

Lebih terperinci

LILIN KEDOKTERAN GIGI. Yunita Fatmala

LILIN KEDOKTERAN GIGI. Yunita Fatmala LILIN KEDOKTERAN GIGI Yunita Fatmala 160110130031 Pendahuluan dan Definisi Lilin merupakan bahan pendukung yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi selain gips Disebut juga wax atau malam Lilin

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bahan cetak dapat dikelompokkan sebagai reversible atau ireversible, berdasarkan pada cara bahan tersebut mengeras. Istilah ireversible menunjukkan bahwa reaksi kimia telah terjadi,

Lebih terperinci

BAB 2 PROSES PENGECORAN

BAB 2 PROSES PENGECORAN BAB 2 PROSES PENGECORAN 2.1. Pendahuluan Proses pengecoran melalui beberapa tahap : pembutan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses

Lebih terperinci

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELEBURAN PERAK CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR GAS

TEKNOLOGI PELEBURAN PERAK CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR GAS Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 TEKNOLOGI PELEBURAN PERAK CAMPURAN DENGAN BAHAN BAKAR GAS Dwi Suheryanto

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai macam bahan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Basis Gigitiruan 2.1.1 Pengertian Basis gigitiruan adalah bagian dari gigitiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigitiruan. 1 Berbagai

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% Pengecoran suhu cetakan 250 C Pengecoran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dokter gigi sering merekomendasikan pembuatan gigitiruan sebagian lepasan, gigitiruan cekat, gigitiruan penuh, atau implan untuk kasus kehilangan gigi dalam perawatan

Lebih terperinci

Diagram TEKNIK MESIN ITS

Diagram TEKNIK MESIN ITS Diagram MESIN 2009 TEKNIK ITS LOGO Add your company slogan Studi Kualitas Hasil Pengecoran Sentrifugal Perak (Ag) dengan Penambahan Seng (Zn) Rantau Wijaya 2104100051 Dosen Pembimbing: DR. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING Sidang Tugas Akhir (TM 091486) STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING oleh : Rachmadi Norcahyo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Laju Perubahan 2.1.1 Laju Perubahan Rata-Rata Laju perubahan rata-rata fungsi dalam selang tertutup ialah : 2.1.2 Garis Singgung pada Sebuah Kurva Andaikan sebuah fungsi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Setting Time Gipsum Tipe II Berdasarkan W : P Ratio Grup : B - 3A Tgl. Praktikum : 5 April 2012 Pembimbing : Devi Rianti, drg., M.Kes Penyusun : 1. Ratih Ayu Maheswari

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PENGERTIAN Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di dalam

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental laboratoris dan dengan desain penelitian post-test only control group. B. Sampel Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Al-Si

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-80 Studi Eksperimental Pengaruh Model Sistem Saluran dan Variasi Temperatur Tuang terhadap Prosentase Porositas, Kekerasan dan

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB Tujuan... 3 BAB II Bentuk Kegagalan Restorasi non plastis/rigid... 5 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA...

DAFTAR ISI BAB Tujuan... 3 BAB II Bentuk Kegagalan Restorasi non plastis/rigid... 5 KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR ISI BAB 1... 2 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang... 2 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan... 3 BAB II... 4 PEMBAHASAN I. Bentuk Kegagalan Restorasi non plastis/rigid... 5 II. Penyebab cacatnya pengecoran...

Lebih terperinci

METODOLOGI. Langkah-langkah Penelitian

METODOLOGI. Langkah-langkah Penelitian METODOLOGI Langkah-langkah Penelitian 7. Centrifugal Casting Proses centrifugal casting yang dilakukan adalah pengecoran sentrifugal horisontal dengan spesifikasi sebagai berikut : Tabung Cetakan Diameter

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVE LAND OPEN CUP

METODE PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVE LAND OPEN CUP SNI 06-2433-1991 METODE PENGUJIAN TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVE LAND OPEN CUP 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan and pegangan dalam pelaksanaan pengujian

Lebih terperinci

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

Soal Suhu dan Kalor. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! Soal Suhu dan Kalor Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar! 1.1 termometer air panas Sebuah gelas yang berisi air panas kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air dingin. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencetakan rahang merupakan tahap awal dalam perawatan prostodontik yang bertujuan untuk mendapatkan replika dari jaringan keras dan jaringan lunak rongga mulut. Cetakan

Lebih terperinci

1. Pengertian Perubahan Materi

1. Pengertian Perubahan Materi 1. Pengertian Perubahan Materi Pada kehidupan sehari-hari kamu selalu melihat peristiwa perubahan materi, baik secara alami maupun dengan disengaja. Peristiwa perubahan materi secara alami, misalnya peristiwa

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR OPTIMUM PADA PENGECORAN INVESTMENT CASTING DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN TANAH LIAT

PENENTUAN TEMPERATUR OPTIMUM PADA PENGECORAN INVESTMENT CASTING DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN TANAH LIAT PENENTUAN TEMPERATUR OPTIMUM PADA PENGECORAN INVESTMENT CASTING DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN TANAH LIAT Prima Eko Susanto 1, Hendra Suherman 1, Iqbal 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

TI-2121: Proses Manufaktur

TI-2121: Proses Manufaktur TI-11: Proses Manufaktur Dasar-dasar Pengecoran Logam Laboratorium Sistem Produksi www.lspitb.org 003 1. Hasil Pembelajaran Umum: Memberikan mahasiswa pengetahuan yang komprehensif tentang dasar-dasar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. 1. Pemilihan panjang serat rami di Laboratorium Material Teknik Jurusan

III. METODOLOGI PENELITIAN. 1. Pemilihan panjang serat rami di Laboratorium Material Teknik Jurusan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Pemilihan panjang serat rami di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. 2. Pengujian Sifat Mekanik (Kekuatan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai Studi Pustaka Identifikasi masalah Rencana Kerja dan Desain

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : SETTING TIME BAHAN CETAK ALGINAT BERDASARKAN VARIASI SUHU AIR (REVISI)

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I : SETTING TIME BAHAN CETAK ALGINAT BERDASARKAN VARIASI SUHU AIR (REVISI) LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik Kelompok : SETTING TIME BAHAN CETAK ALGINAT BERDASARKAN VARIASI SUHU AIR (REVISI) : B5b Tgl. Praktikum : 11 Maret 2014 Pembimbing : Titien Hary Agustantina, drg.,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik Resin akrilik merupakan resin sintetis yang paling banyak digunakan di kedokteran gigi. Resin akrilik terdiri dari powder dan liquid yang dicampurkan. Powder mengandung

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAB 2 DENTAL AMALGAM. Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang

BAB 2 DENTAL AMALGAM. Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang BAB 2 DENTAL AMALGAM 2.1 Pengertian Dental Amalgam Amalgam merupakan campuran dari dua atau beberapa logam (alloy) yang salah satunya adalah merkuri. Kata amalgam juga didefenisikan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Variabel bebas yaitu variasi perbandingan agregat kasar, antara lain : Variasi I (1/1 : 1/2 : 2/3 = 3 : 1 : 2) Variasi II (1/1 : 1/2 : 2/3 = 5 : 1 : 3) Variasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : a) Timbangan digital Digunakan untuk menimbang serat dan polyester.

Lebih terperinci

Merencanakan Pembuatan Pola

Merencanakan Pembuatan Pola SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan Pengecoran Dengan Penambahan Ti-B Coran dg suhu cetakan 200 o C Coran dg suhu cetakan 300 o C Coran dg suhu cetakan

Lebih terperinci

IV. PRINSIP BIOMEKANIK PREPARASI

IV. PRINSIP BIOMEKANIK PREPARASI IV. PRINSIP BIOMEKANIK PREPARASI Ada tiga prinsip : A. Menjaga keawetan struktur (bangunan) gigi B. Retensi (penahanan) dan resistensi (perlawanan) C. Keawetan struktur restorasi Kadang-kadang perlu dikompromikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Gipsum Gipsum merupakan mineral yang ditambang dari berbagai belahan dunia Selain itu, gipsum juga merupakan produk samping dari berbagai proses kimia Di alam, gipsum merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan post-test only control group design. B. Sampel Penelitian Sampel pada penelitian

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI

TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON BAB I DESKRIPSI TATA CARA PENGADUKAN PENGECORAN BETON SNI 03-3976-1995 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup 1.1.1 Maksud Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan

Lebih terperinci

MACAM-MACAM FLOOR HARDENER DENGAN KINERJANYA

MACAM-MACAM FLOOR HARDENER DENGAN KINERJANYA MACAM-MACAM FLOOR HARDENER DENGAN KINERJANYA Leonardo Krisnanto Wijono 1, Gerry Febrian Ongko 2, Prasetio Sudjarwo 3, Januar Buntoro 4 ABSTRAK : Perkembangan bangunan industri membutuhkan permukaan lantai

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini merupakan suatu studi kasus pekerjaan perbaikan struktur kantilever balok beton bertulang yang diakibatkan overloading/ beban yang berlebihan. Tujuan dari

Lebih terperinci

VII. TEKNIK PENCETAKAN

VII. TEKNIK PENCETAKAN VII. TEKNIK PENCETAKAN Pencetakan gigi yang telah dipersiapkan dimaksudkan untuk dapat menduplikasi dari keadaan geligi di dalam mulut pasien. Pencetakan diperlukan: sendok cetak bahan cetak bahan pengisi

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK

BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK II.1 Prinsip Dasar Manufaktur Produk Dalam prinsip dasar proses manufaktur suatu produk saya akan mengklasifikasikan untuk manufaktur produk prototype dan manufaktur

Lebih terperinci

Studi Eksperimen pada Investment Casting dengan Komposisi Ceramic Shell yang Berbeda dalam Pembuatan Produk Toroidal Piston

Studi Eksperimen pada Investment Casting dengan Komposisi Ceramic Shell yang Berbeda dalam Pembuatan Produk Toroidal Piston JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 F-102 Studi Eksperimen pada Investment Casting dengan Komposisi Ceramic Shell yang Berbeda dalam Pembuatan Produk Toroidal Piston Arif Setiyono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal,

BAB I PENDAHULUAN. mudah dalam proses pencampuran dan manipulasi, alat yang digunakan minimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alginat merupakan salah satu bahan yang paling sering digunakan pada praktek kedokteran gigi karena alginat memiliki banyak manfaat, antara lain : mudah dalam

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL

METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL SNI 06-2489-1991 SK SNI M-58-1990-03 METODE PENGUJIAN CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian Permasalahan industri Kandungan unsur Pb yang tinggi dalam tembaga blister Studi literatur Perilaku unsur timbal dalam tanur anoda Perilaku

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN Oleh: M.Nawarul Fuad Shibu lijack LATAR BELAKANG Fungsi velg sebagai roda

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH TEKNIK PENGECORAN DAN PEMBUATAN SEGI TUJUH BAGIAN ORTODONTI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI 1 1 CARA PENGECORAN GIPS 2 2 Cetakan disemprot dengan udara dengan hati-hati. Dimaksudkan untuk menghilangkan sisa-sisa

Lebih terperinci

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball)

Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) Standar Nasional Indonesia Cara uji titik lembek aspal dengan alat cincin dan bola (ring and ball) ICS 93.080.20; 75.140 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan manusia dalam bidang industri semakin besar. kebutuhan akan material besi dalam bentuk baja dan besi cor juga

Lebih terperinci

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole Tedy Purbowo Alumni Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Soejono Tjitro Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini. Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8 34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini diawali dengan mensintesis selulosa asetat dengan nisbah selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan 47 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut : a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 SISTEMATIKA PENELITIAN Adapun tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan pada penelitian ini adalah: 1. Studi literatur, yaitu mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Material Rockwool. Dalam studi kali ini, material rockwool sebelum digunakan sebagai bahan isolasi termal dalam tungku peleburan logam ialah dengan cara membakar

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1 LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL 1 Topik Kelompok : Manipulasi Material Cetak Elastomer : A10 Tgl. Pratikum : Senin, 27 Maret 2017 Pembimbing : Priyawan Rachmadi, drg., Ph.D Penyusun : 1. Salsalia Siska

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis dari penelitian ini adalah eksperimental laboratori.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis dari penelitian ini adalah eksperimental laboratori. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis dari penelitian ini adalah eksperimental laboratori. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Kedokteran dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental Laboratoris 3.2 Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.2.1 Sampel Penelitian Sampel pada penelitian ini menggunakan resin akrilik polimerisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam

EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1 FISIKA SIFAT TERMAL ZAT OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2006 Waktu 1,5 jam EKSPERIMEN 1A WACANA Setiap hari kita menggunakan berbagai benda dan material untuk keperluan kita seharihari. Bagaimana

Lebih terperinci

BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography)

BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography) BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography) Kromatografi kolom termasuk kromatografi cairan, adalah metoda pemisahan yang cukup baik untuk sampel lebih dari 1 gram. Pada kromatografi ini sampel sebagai

Lebih terperinci

Di dalam penggunaannya sebagai bahan keramik, tanah liat yang tergolong secondary clay kita kenal dengan nama dan jenis sebagai berikut :

Di dalam penggunaannya sebagai bahan keramik, tanah liat yang tergolong secondary clay kita kenal dengan nama dan jenis sebagai berikut : I. Definisi Keramik Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Renewable Energy Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan di Laboratorium

Lebih terperinci

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan 5.1 Hasil Percobaan TUGAS AKHIR METALURGI BAB 5 HASIL DAN ANALISA DATA Hasil percobaan yang telah dilakukan di dapatkan cacat shrinkage yang cukup besar pada bagian pertemuan bagian silinder dan balok.

Lebih terperinci

Pengecoran logam. Pengecoran (casting)

Pengecoran logam. Pengecoran (casting) Pengecoran logam (casting) Pengecoran (casting) Adalah proses dimana logam cair mengalir dengan gaya gravitasi atau gaya lain, kedalam cetakan, yang kemudian akan memadat mengikuti bentuk dari ruang cetakan.

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN SNI 03-6877-2002 1. Ruang Lingkup 1.1 Metoda pengujian ini adalah untuk menentukan kadar rongga agregat halus dalam keadaan lepas (tidak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh penahanan waktu pemanasan (holding time) terhadap kekerasan baja karbon rendah pada proses karburasi dengan menggunakan media

Lebih terperinci