ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN"

Transkripsi

1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. B USIA SEKOLAH (8 TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : SINDROM NEFROTIK DI RUANG MELATI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH CIAMIS DARI TANGGAL JUNI TAHUN 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis Disusun oleh : HADHI SISWADI NIM : 13DP SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN CIAMIS 2016

2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. B USIA ANAK SEKOLAH (8 - TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : SINDROM NEFROTIK DI RUANG MELATI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT CIAMIS TANGGAL JUNI Hadhi Siswadi 2, Ade Fitriani 3 INTISARI Karya tulis ilmiah ini berjudul Asuhan Keperawatan Pada An. B Usia Anak Sekolah (8 Tahun) Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Sindrom Nefrotik Di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Ciamis Tanggal Juni Tujuan umum penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual dan mental pada kasus Sindrom Nefrotik dengan pendekatan proses keperawatan.metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang berupa studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang member gambaran nyata dalam asuhan keperawatan yang diberikan. Asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 16 s/d 20 Juni Masalah yang timbul adalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap permeabilitas glomerulus, hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan lemas, Defisit perawatan diri Personal Hygiene berhubungan dengan kurangnya perhatian keluarga terhadap anak yang sakit, Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya. Intervensi yang dilakukan adalah observasi TTV, kaji dan catat pembesaran abdomen dan Berat Jenis urine, timbang berat badan dengan estimasi yang sama, berikan cairan hati hati dan diet rendah garam, diet protein 1-2 gr/kg BB/hari, berkolaborasi dalam pemberian diuretik sesuai instruksi. Implementasi yang dilakukan adalah mengobservasi TTV, mengkaji dan mencatat pembesaran abdomen dan berat jenis urine, menimbang berat badan dengan estimasi yang sama, memberikan cairan hati hati dan memberikan diet rendah garam, dan memberikan diet protein 1 2gr/kg BB/hari, memberikan diuretik sesuai intruksi. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemiohan: Nefrotik Sindrom, harus mendapatkan perawatan dan perhatian untuk mencegah terjadinya gagal ginjal yang disebabkan oleh penumpukan cairan dalam tubuh. Pada umumnya ada masalah yang teratasidan teratasi sebagian.hal ini bisa tercapai dengan adanya kerjasama antara klien, keluarga klien, perawat dan tim kesehatan lainnya. Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Sindrom Nefrotik Kepustakaan : 15 buah ( ) Keterangan : 1. Judul Karya Tulis Ilmiah 2. Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis 3. Dosen Pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis

3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah dari Allah Swt yang diberikan kepada setiap orangtua,anak juga buah hati,anak juga cahaya mata,tumpuan harapan serta kebanggaan keluarga.anak adalah generasi mendatang yang mewarnai masa kini dan diharapkan dapat membawa kemajuan dimasa mendatang.anak juga merupakan ujian bagi setiap orangtua sebagaimana disebutkan dalam Al- Qur an surah al-anfal ayat 28 yang berbunyi : Artinya : Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar. (QS.al-Anfal ayat 28). Dewasa ini masalah kesehatan di dunia semakin bertambah kompleks dengan banyaknya berbagai krisis disegala bidang. Salah satunya dalam bidang kesehatan yang membuat angka kesakitan dan kematian semakin meningkat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), arti sehat adalah suatu kesejahteraan yang lengkap yang mencakup hal sosial, mental dan fisik, dan bukan sekedar tidak menderita suatu penyakit atau ketidakmampuan. (Apriliani Siburian, Juli 2013). Menurut UU No. 36 Tahun 2009, arti sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di

4 2 dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Sedangkan definisi sakit adalah seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu (Apriliani Siburian, Juli 2013). (٤٦) Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia (QS. Al Kahfi:46). Anak merupakan anugrah yang sangat berarti yang dikaruniakan oleh Allah SWT kepada kedua orang tua. Mempunyai anak yang sehat dan cerdas tentu menjadi harapan orang tua. Untuk mendapatkan anak yang sehat dan cerdas, orang tua harus melalui tahap tahap perkembangan anak, karena selain anak dalam tahap pertumbuhan yang membutuhkan nutrisi yang tinggi, anak juga sangat rentan terhadap penyakit. Pada tahun 2008 ini banyak dijumpai berbagai penyakit yang menyerang anak anak yang dapat meningkatkan angka kematian pada anak, salah satunya yaitu penyakit Sindrom Nefrotik. Penyakit Sindrom Nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus, dan ditandai dengan proteinuria (keluarnya protein melalui kencing) yang massif, hipoalbuminemia (kadar albumin dalam darah turun), edema disertai hiperlipidemia (kadar lipid atau lemak meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol dalam darah meningkat). (Apriliani Siburian, Juli 2013) Sindrom Nefrotik merupakan sekolompok gejala seperti proteinuria, hipoabuminemia, edema dan hyperlipidemia. Sindrom nefrotik dikaitkan

5 3 dengan rekasi alergi, infeksi, penyakit sistemik dan masalah sirkulasi. (Ngastiyah, 2006) Angka kejadian Sindrom Nefrotik (SN) pada anak di dunia belum diketahui secara pasti, namun laporan dari luar negri diperkirakan pada anak usia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap anak (Pardede, 2006). Raja Syeh menuturkan angka kejadian di Asia tercatat 2 kasus setiap penduduk (Apriliani S. 2013) Angka kejadian penyakit Sindrom Nefrotik (SN) di indonesia masih sangat tinggi, diperkirakan pada anak berusia dibawah 16 tahun berkisar antara 2 sampai 7 kasus per tahun pada setiap anak. Insiden sindrom nefrotik primer ini 2 kasus pertahun tiap dengan angka prevalensi kumulatif 16 dari anak kurang dari 14 tahun. rasio antara laki laki dan perempuan 2 : 1. Sedangkan di Jawa Barat belum diketahui secara pasti angka kejadian sindrom nefrotik tersebut. (Israr, 2008). Pemerintahan Kabupaten Ciamis dalam meningkatkan kesehatan masyarakat menetapkan Visi yaitu : Mewujudkan Masyarakat Ciamis Mandiri Hidup Sehat di Lingkungan Yang Sehat Tahun Upaya yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan dan sasaran atas rencana strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis tersebut, telah ditempuh melalui penetapan kebijakan program dan kegiatan. Dalam program tersebut meliputi penanganan berbagai penyakit, diantaranya Sindrom Nefrotik (Dinkes Ciamis, 2016) Tanda dan gejala yang dialami oleh penderita Sindrom Nefrotik meliputi berkurangnya nafsu makan, pembengkakan kelopak mata, nyeri perut,

6 4 pembengkakan genitalia, ascites, hematuria, diare, dan distensi abdomen. Konsep pemberian nutrisi dalam menangani penderita hendaknya dijamin agar tidak memberatkan kerja ginjal, membantu kadar ureum dan kreatinin darah serta mengurangi retensi natrium dan air dalam tubuh. Pemberian nutrisi pada Sindrom Nefrotik bertujuan untuk mengganti protein yang keluar bersama air kemih dengan demikian tumbuh kembang anak diupayakan berjalan dengan optimal. (Cecily L Betz, 2009). Kasus terjadinya sindrom Nefotik di Kabupaten Ciamis terjadi hanya 13 kasus di periode Januari sampai dengan Desember tahun 2015 (Tabel 1.1).

7 5 Tabel 1.1 Angka Kejadian Penyakit Di Kabupaten Ciamis Tahun 2015 No Penyakit TOTAL 1 Hipertensi Primer (esensial) 48,007 2 Influenza 41,386 3 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas Akut tidak Spesifik 37,017 4 Tukak Lambung 34,937 5 Nasofaringitis Akuta (Common Cold) 24,587 6 Gastroduodenitesis tidak spesifik 22,190 7 Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) 20,624 8 Diare dan Gastroenteritis 18, Sindrom Nefrotik 13 Sumber : Laporan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3) Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis Tahun Jumlah kasus Sindrom Nefrotik periode Januari Desember 2015 di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, Disajikan dalam Tabel 1.2 :

8 6 Tabel 1.2 Daftar 20 Besar Penyakit di Ruang Melati BLUD Ciamis Bulan Januari Desember 2015 No Diagnosa Jumlah 1 GEA Typhoid Febris Asthma Bronkial TBC 91 6 Bronco Pnemonia 65 7 SD 64 8 Anemia 35 9 Dengue fever Status Asmatikus Septikemia ISPA DC Viral Inpelsi Nefrotik Syndrome Morbili Meningitis DHF Hemofili 9 20 Epilepsi 9 Sumber : Data Rekam Medik Badan Layanan Umum Daerah Ciamis

9 Jumlah kasus Sindrom Nefrotik periode Januari Mei 2016 di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis, Disajikan dalam Tabel 1.3 berikut ini : Tabel 1.3 Daftar 20 Besar Penyakit di Ruang Melati BLUD Ciamis Bulan Januari Mei No Diagnosa Jumlah 1 GEA TF Febris Conpulsi 58 4 TBC 47 5 Asthma BR BP 40 7 SD 34 8 Status Asmatikus 27 9 Dengue Fever Epilepsi Sepsis Anemia DHF 9 14 Morbili 8 15 DC 7 16 Dehidrasi 6 17 Nefrotik Syndrome 5 18 Viral Infeksi 5 19 Vomitus 4 20 Pancytomia 4 Sumber : Data Rekam Medik Badan Layanan Umum Daerah Ciamis

10 8 Menurut catatan Badan Layanan Umum Daerah Ciamis yang merupakan rumah sakit umum daerah yang dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Ciamis. Melalui upaya peningkatan kualitas kesehatan Badan Layanan Umum Daerah Ciamis diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan kesehatan yang profesional dalam penanganan Sindrom Nefrotik (BLUD Rumah Sakit Ciamis, 2016). Penyebab Sindrom Nefrotik sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Sindrom Nefrotik bisa terjadi dari berbagi glomerulopati atau penyakit menahun yang luas. Sejumlah obat obat yang merupakan racun bagi ginjal juga bisa menyebabkan Sindrom Nefrotik, demikian juga dengan halnya pemakaian heroin intravena. (Suriadi & Rita Yulianti, 2010). Sindrom Nefrotik adalah Glomerulonefritis kelainan minimal, Glomerulonefritis membranoproliferatif, Glomerulonefritis pascatreptokok, Glomerulonefritis Primer, Glomerulonefritis sekunder, infeksi keganasan, efek obat dan toksin. Sindrom Nefrotik berkembang menjadi gagal ginjal total dalam waktu 3 4 bulan, maka dari pada itu diperlukan perawatan dan usaha penyembuhan yuang baik dari tenaga kesehatan, baik perawat maupun dokter. Dalam kaitannya dengan proses penyembuhan penyakit Sindrom Nefrotik ini, seorang perawat dituntut untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien dengan harapan akan dapat membantu proses penyembuhan dan pengobatan klien. (Arif Mansjoer, 2008) Dengan melihat keadaan tersebut penulis merasa tertarik untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien Sindrom Nefrotik dengan menggunakan proses keperawatan dan didokumentasikan

11 9 dalam bentuk laporan studi kasus dengan judul : Asuhan Keperawatan Pada An. B Usia Anak Sekolah (8 Tahun) Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Sindrom Nefrotik Di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Ciamis Tanggal Juni B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan pelaksanaan Asuhan Keperawatan sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Mampu memperoleh pengalaman secara nyata dalam Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sindrom Nefrotik dan mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan Sindrom Nefrotik. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian dengan menggunakan pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya serta menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan Sindrom Nefrotik. b. Penulis mampu menganalisa data dan menegakan diagnosa keperawatan serta menentukan prioritas masalah pada klien dengan Sindrom Nefotik. c. Penulis mampu membuat rencana tindakan perawatan untuk mengatasi masalah pada klien dengan berdasarkan prioritas masalah, rumusan tujuan dan masalah pada klien dengan Sindrom Nefrotik.

12 10 d. Penulis mampu melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan berdasarkan kebutuhan klien. e. Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan perawatan yang telah dicapai berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan dan merencanakan kembali tindak lanjut keperawatan dari hasil evaluasi. f. Penulis mampu mendokumentasikan tindakan asuhan keperawatan klien dengan Sindrom Nefrotik yang dilakukan beserta hasil yang dicapai. g. Penulis mampu melihat kesenjangan antara teori dan praktek serta mampu mencari alternatif pemecahan masalah. C. Metode Telahan Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan meliputi tahapan pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi, yaitu pengumpulan data secara langsung melihat, mengamati dan mencatat masalah yang berhubungan dengan materi pembahasan. 2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan wawancara secara langsung terhadap klien, perawat dan keluarga untuk memperoleh data yang lengkap dari tim kesehatan yang terkait dalam memberikan asuhan keperawatan. 3. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari catatan - catatan medik yang ada di rumah sakit.

13 11 4. Partisipasi aktif, yaitu kerjasama baik antara penulis, perawat ruangan, klien dan keluarga klien yang sangat menunjang dalam pengumpulan data. 5. Studi kepustakaan yaitu penulis mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan kasus Sindrom Nefrotik yang diambil baik dari perpustakaan, internet, maupun materi perkuliahan sebagai acuan dan landasan dalam berfikir atau bertindak. D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini terdiri dari empat BAB yaitu : BAB I : Pendahuluan Menjelaskan uraian kasus serta latar belakang, tujuan penulisan, metode telaahan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teoritis Mengemukakan tentang konsep dasar penyakit meliputi pengertian, anatomi, fisiologi ginjal, faktor resiko dan etiologi, patofisiologi, prognosis, manifestasi klinis, penatalaksanaan medik Sindrom Nefrotik, karakteristik anak usia sekolah, dampak hospitalisasi pada anak dan dampak penyakit terhadap kebutuhan dasar manusia pada anak, serta tinjauan teoritis tentang asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi. BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan Tinjauan kasus meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan catatan perkembangan.

14 12 Dan pembahasan dari seluruh proses keperawatan yang meliputi kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus. BAB IV : Simpulan dan Rekomendasi Bab ini berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan formulasi rekomendasi atau saran yang operasional untuk meningkatkan mutu pelayanan pada klien diruangan.

15 13 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Pengertian Sindom Nefotik adalah rusaknya membran kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Nabiel Ridha, 2014). Sindrom Nefrotik adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik : proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suriadi & Rita Yuliant, 2010). Sindrom Nnefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan (1) proteinuris, (2) hipoalbuminemia, (3) hiperlipidemia, dan (4) edema. Hilangnya protein plasma dari rongga vaskular menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga intertisial dan rongga abdomen. Penurunan volume vaskular menstimulasi sistem renin-angiotensin yang mengakibatkan disekresikannya hormone antidiuretik dan aldosteron. Reabsobsi tubular terhadap natrium (Na + ) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravascular. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema. Koagulasi dan trombosis vena dapat terjadi karena

16 14 penurunan volume vaskular yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan kehilangan urine dari koagulasi protein. Kehilangannya imunoglobulin pada urine dapat mengarah terjadinya peningkatan kerentanan terhadap infeksi (Cecily L Betz, 2009). Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa sindroma nefrotik pada anak adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang masif, dengan karakteristik : proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. 2. Anatomi Sumber : Aprilian Siburian, Juli 2013 Gambar 1.1 Anatomi Ginjal

17 15 Sumber : Aprilian Siburian, Juli 2013 Gambar 1.2 Anatomi Ginjal Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitonel dengan panjang ± cm, di samping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis III. Pada fetus dan infant, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang, sehingga waktu dewasa menghilang (Aprilian Siburian, Juli 2013). Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh columna bertini. Dasar piramid di tutup oleh korteks, sedang puncaknya (papila marginalis) menonjol kedalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor / minor ini bersatu menjadi

18 16 pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter. Korteks sendiri terdiri atas glomerulus dan tubuli, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk nefron, satu unit nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang di masukkan pula duktus koligentes) (Aprilian Siburian, Juli 2013). Tiap ginjal mempunyai ± 1,5 2 juta nefron, berarti pula ± 1,5 2 juta juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isotonik dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat telah diabsorbsi, meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung, saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotik dengan plasma darah pada ujung duktus mengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Eric P.Cohen, 2009). 3. Fisiologi Ginjal Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi

19 17 ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.. Menurut Syarifuddin (2008) Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tiga tahap pembentukan urine (Guyton & Hall, 2009) : a. Filtrasi glomerular Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas permukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : cc/menit/luas permukaan tubuh anak. Gerakan masuk ke kapsula bowman s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan

20 18 oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler. b. Reabsorpsi Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi. c. Sekresi Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini

21 19 membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi secara theurapeutik. Pada anak-anak jumlah urine dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur : 1) 1-2 hari : ml 2) 3-10 hari : ml 3) 10 hari - 2 bulan : ml 4) 2 bulan 1 tahun : ml 5) 1 3 tahun : ml 6) 3 5 tahun : ml 7) 5 8 tahun : ml 8) 8 14 tahun : ml 4. Faktor Resiko dan Etiologi a. Faktor resiko 1) Proteinuris. 2) Hipoalbuminemia. 3) Hiperlipidemia. 4) Edema 5) Peningkatan kerentanan infeksi

22 20 b. Etiologi Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun. Jadi merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (Apriliani Siburian, Juli 2013): 1) Sindrom nefrotik primer Belum diketahui faktor etioloinya. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Penyakit ini diturunkan secara resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di

23 21 bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971) (Eric P.Cohen 2009). Tabel 2.1 Klasifikasi kelainan glomerulus pada Sindrom Nefrotik primer Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial Glomerulopati membranosa (GM) Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL) Sumber : Eric P.Cohen Sindrom Nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa Sindrom Nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi Sindrom Nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.

24 22 Di Indonesia gambaran histopatologik Sindrom Nefrotik primer agak berbeda dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan Sindrom Nefrotik primer yang dibiopsi (Ngastiyah, 2008). 2) Sindrom nefrotik sekunder, Sindrom Nefrotik sekunder timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah (Behrman N, 22006) : a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema. b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular. d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis. e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal. (Doengoes, 2006) 5. Patofisiologi Sindrom Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap

25 protein plasma menimbulkan (1) proteinuris, (2) hipoalbuminemia, (3) hiperlipidemia, dan (4) edema. Hilangnya protein plasma dari rongga 23 vaskular menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga intertisial dan rongga abdomen. Penurunan volume vaskular menstimulasi system renin-angiotensin yang mengakibatkan disekresikannya hormon antidiuretik dan aldosteron. Reabsobsi tubular terhadap natrium (Na + ) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume intravascular. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema. Koagulasi dan trombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume vaskular yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan kehilangan urine dari koagulasi protein. Kehilangannya imunoglobulin pada urine dapat mengarah terjadinya peningkatan kerentanan terhadap infeksi (Corwin E. 2009). Sindrom Nefrotik adalah hasil patologis dari berbagai faktor yang mengubah permeabilitas glomurulus. Sindrom nefrotik ini dapat digolongkan menjadi jenis primer dan sekunder (Corwin E. 2009). Sindrom Nefrotik digolongkan berdasarkan temuan temuan klinis dan hasil pemeriksaan mikroskopik jaringan ginjal. Berdasarkan klasifikasi klinis, jenis sindrom ini dibedakan berdasarkan jalannya penyakit, pengobatan, dan prognosisnya. Gejalanya dapat menjadi kronis. Sejumlah anak mengalami kekammbuhan yang berkurang secara bertahap sejalan dengan bertambahnya usia. Prognosis penyakit ini buruk pada anak yang tidak berespons terhadap pengobatan. (Cecily L Betz, 2009)

26 dibawah ini : Mengenai perjalanan Sindrom Nefrotik dijelaskan pada bagan Bagan 1.1 Sindrom Nefrotik Permeabilitas & porositas membrane glomerolus 24 Proteinuria Hipoalbuminemia Tekananonkotik Aktivitas simpatik Katabolisme hati Sintesa hati Produksi lipoprotein Sintesis albumin Kadar albumin/kolesterol Shift cairan intravena ke ekstravaskuler Edema, hipovolemi Ggn integritas kulit Sekresi aldosteron & ADH Retensi Na dan air Kelebihan Cairan Kelebihan volume cairan Suriadi, SKp & Rita Yulianti, SKp, M.Psi, 2010

27 25 Bagan 1.2 Pathway Sindrom Nefrotik - Etiologi : Sistem imun menurun Glomerulus Permiabilitas glomerulus Resiko tinggi infeksi Porteinuria masif Hipoproteinemia Hipovolemia Tekanan onkotik plasma Sintesa protein hepas Aliran darah ke ginjal Pelepasan renin Vasokonstriksi Sekresi ADH Reabsorbsi air dan natrium Volume plasma Retensi natrium renal Edema Usus - Gangguan volume cairan lebih Hiperlipidemia Malnutrisi Gangguan nutrisi Efusi pleura dari kebutuhan Sesak Hospitalisasi Penatalaksanaan Kecemasan anak dan orang tua Personal Hygiene Sumber : Apriliani Siburian Kurang pengetahuan : kondisi, prognosa dan program perawatan Diet Ketidapatuhan Resti gangguan pemeliharaan kesehatan Tirah baring Intoleransi aktivitas

28 26 Keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Karena terjadi penurunan aliran darah ke renal, maka ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi rennin angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air, dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema (Betz L. C, 2009). Pada Sindroma Nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak yang banyak dalam urin (lipiduria). Pada Sindroma Nefrotik juga disertai dengan gejala menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbumin. Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan

29 27 peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun (Ngastiyah, 2008). Proteinuria merupakan kelainan dasar Sindroma Nefrotik. Proteinuria sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin. Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kd melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier (Corwin E. 2009). Pada hiperlipidemia, kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari darah. Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik (Corwin E. 2009).

30 28 Lipiduri, Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeable (Corwin E. 2009). Edema, dahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia dan retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang (Corwin E. 2009). Membran glomerulus yang normalnya impermebel terhadap albumin dan protein lain menjadi permiabel terhadap protein terutama albumin, yang melewati membran dan ikut keluar bersama urine (hiperalbuminemia). Hal ini menurunkan kadar albumin (hipoalbuminemia), menurunkan tekanan osmotik koloid dalam kapiler mengakibatkan akumulasi cairan di interstitial (edema) dan pembengkakan tubuh, biasanya pada abdomnal (ascites). Berpndahnya cairan dari plasma ke interstitial menurunkan volume cairan vaskulr (hipovolemia), yang mengaktifkan stimulasi sistem reninangiaotensin dan sekresi ADH serta aldosteron. Reabsorpsi tubulus terhadap air dab sodium meningkatkan volume intravaskuler (Donna L. Wong, 2009 : 1404).

31 29 6. Prognosis Prognosis tergantung pada kausa Sindrom Nefrotik. Pada kasus anak, prognosis adalah sangat baik kerana minimal change disease (MCD) memberikan respon yang sangat baik pada terapi steroid dan tidak menyebabkan terjadi gagal ginjal (chronic renal failure). Tetapi untuk penyebab lain seperti focal segmental glomerulosclerosis (FSG) sering menyebabkan terjadi end stage renal disease (ESRD). Faktor faktor lain yang memperberat lagi sindroma nefrotik adalah level protenuria, control tekanan darah dan fungsi ginjal (Donna L. Wong, 2009). 7. Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang muncul pada Sindom Nefrotik adalah : kenaikan berat badan, wajah tampak lebam, pembengkakan abdomen, efusi pleura, pembengkakan labia dn skrotum, perubahan urine dan rentan terhadap infeksi (Suriadi & Rita Yulianti, 2010). Walaupun gejala pada anak akan berpariasi seiring dengan perbedaan proses mpenyakit, gejala yang paling sering berkaitan dengan Sindrom Nefrotik adalah (Cecily L Betz, 2009) : a) Penurunan keluaran urine dengan urine berwarna gelap, berbusa. b) Retensi cairn dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genital dan ekstremits). c) Distensi abdomen karena edema dan edema usus yang mengakibatkan kesulitan bernafas, nyeri abdomen, anoreksia, dan diare. d) Pucat. e) Keletihan dan Intoleransi aktivitas.

32 30 Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edem biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umunya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstremitas bawah. (Nabiel Ridha, 2014) 8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Keperawatan Pengkajian (Suriadi & Rita Yulianti, 2010). - Riwayat perawatan - Pemeriksaan fisik khususnya fokus edema - Monitor tanda tanda vital dan deteksi infeksi dini atau hipovolemi - Status hidrasi - Monitor hasil laboratorium dan pantau setiap hari, adanya protein - Pengkajian pengetahuan keluaga tentang kondisi dan pengobatan b. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis untuk Sindrom Nefrotik mencakup (Cecily L Betz, 2009) : 1) Kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari. 2) Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena). 3) Pengurangan edema

33 31 a) Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakan secara cermat untuk mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular, pembentukan trombus atau ketidak seimbangan elektrolit). b) Pembatasan natrium (mengurangi edema) 4) Mempertahankan keseimbangan elektrolit. 5) Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan edema dan terapi inpasif). 6) Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain). 7) Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk anak yang gagal merespon terhadap steroid). 9. Karakteristik Anak Usia Sekolah (6 12 Tahun) a. Pertumbuhan Anak adalah periode transisi dari masa kanak kanak menjadi dewasa, yang biasanya antara usia tahun. Anak merupakan waktu pertumbuhan yang cepat dengan pertumbuhan dramatis pada ukuran dan proporsi tubuh. Selama waktu ini, karakteristik seksual berkembang dan maturitas reproduktif tercapai. Secara umum, anak memasuki pubertas lebih awal (pada usia 9 hingga 10 tahun) dari pada anak laki laki (pada usia tahun) (Bherman N. 2006). b. Ciri ciri perkembangan 1) Perkembangan Motorik pada usia ini, yaitu. a) Perkembangan motorik kasar perkembangan daya tahan :

34 32 (1) Koordinasi dapat menjadi masalah akibat pacu tumbuh yang tidak seimbang. (2) Remaja menengah, kecepatan dan akurasi meningkat sertakoordinasi membaik. (3) Peningkatan daya saing. b) Keterampilan motorik halus peningkatan kemampuan untuk memanipulasi objek. (1) Tulisan tangan rapi (2) Ketangkasan jari semakin halus (3) Koordinasi mata tangan yang tepat 2) Perkembangan komunikasi dan bahasa membaik dengan penggunaan tata bahasa dan bagian pembicaraan yang benar, penggunaan kata popular meningkat. Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang berhubungan dengan pubertas mulai tampak seperti : a) Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri, dll. b) Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu orang lain c) Mulai tertarik dengan lawan jenis (Bherman N. 2006). c. Perkembangan Kognitif Jika pada periode sebelumnya, daya pikiran anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah

35 33 berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar (Bherman N. 2006). 10. Dampak Hospitalisasi Pada Anak Anak dapat bereaksi terhadap stress hospitalisasi sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibanding usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi. (Bherman N. 2006) 11. Dampak penyakit terhadap gangguan kebutuhan dasar pada anak Sejumlah faktor resiko membuat anak-anak tertentu lebih rentang terhadap stress hospitalisasi dibanding dengan yang lainnya. Mungkin karena perpisahan termasuk masalah penting seputar hospitalisasi bagi anak. Berkembangnya gangguan emosional jangka panjang dapat merupakan dampak hospitalisasi. Gangguan emosional tersebut terkait dengan lama dan jumlah masuk rumah sakit, dan jenis prosedur yang dijalani di rumah sakit. (Bherman N. 2006).

36 34 B. Tinjauan Teoritis tentang Asuhan Keperawatan Proses keperawatan merupakan rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang harus di lakukan perawat secara sistematis, sinambung dan professional, mulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga mengevaluasi hasil dari tindakan (Nursalam, 2008). 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2008) a) Pengumpulan data Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan di lanjutkan secara terus menerus selama proses keperawatan berlangsung. 1) Identitas (a) Identitas klien Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, status dan alamat. (b) Identitas Keluarga Meliputi : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan hubungan dengan klien. 2) Riwayat Kesehatan Riwayat kesehatan merupakan proses dalam mengkaji status atau

37 35 masalah kesehatan sekarang dan dahulu serta keluarga, kemudian dapat menggunakan pola PQRST dalam mengumpulkan data yang lebih lengkap tentang setiap keluhan pasien (Prihardjo, 2006) (a) Keluhan Utama Merupakan suatu keluhan yang dirasakan oleh klien sangat mengganggu dari keluhan lain (b) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang terdiri dari : Provikative/palliative (P) yaitu factor penyebab, Quality (Q) seberapa berat nyeri dirasakan, Region (R) seberapa luas nyeri dirasakan, Savety atau skala nyeri (S) seberapa tinggi nyeri yang dirasakan, Time (T) seberapa lama serangan itu terjadi. (c) Riwayat kesehatan dahulu Menerangkan keadaan keluarga apakah ditemukan ada penyakit keturunan kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit menular, akibat kontak langsung maupun tidak langsung antara anggota keluarga. (d) Riwayat kesehatan keluarga Menanyakan tentang riwayat penyakit dalam keluarga dekat klien 3) Data aspek biologis (a) Keadaan/ penampilan umum : lemah, sakit ringan, sakit berat, gelisah, rewel.

38 36 (b) Kesadaran : dapat diisi dengan tingkat kesadaran secara kualitatif atau kuantitatif yang dipilih sesuai dengan kondisi klien. Secara kuantitatif dapat dilakukan dapat dilakukan dengan pengukuran Glassgow Coma Scale (GCS), sedangkan secara kualitatif tingkat kesadaran dimulai dari compos mentis, apatis, somnolen, spoor dan koma. (c) Berat badan/ tinggi badan (d) Tanda-tanda vital yang terdiri dari : (1) Tensi : tekanan sistole / tekanan diastole mmhg (2) Nadi : frekuensi per menit, denyut kuat / tidak, reguler/ ireguler (3) Suhu : o C (4) Frekuensi pernafasan : frekuensi per menit, reguler / irreguler. 4) Pemeriksaan fisik a) Sistem Neurologik (Doengoes, 2009) Menjelaskan kesimetrisan kepala, ketajaman penglihatan, reflek, kesimetrisan pada leher. b) Sistem Persyarafan (1) Nervus I (olfaktorius) : Bagaimana letak hidung apakah ada secret pada rongga hidung

39 37 (2) Nervus II (optikus) : Bagaimana letak kedua mata, apakah penglihatan normal dan dapat melihat dengan jelas. (3) Nervus III (okulomotorius) : Apakah klien dapat mengangkat kelopak mata atas dan kontraksi isokkor atau mengecil. (4) Nervus IV (troklearis) : Apakah klien dapat memutar bola matanya. (5) Nervus V (trigeminus) : Apakah kliendapat mengunyah dengan baik. (6) Nervus VI (abdusen) : Apakah klien dapat menggerakan matanya ke arah lateral. (7) Nervus VII (facillis ) : Apakah otot otot ektremitas wajah baik, otot disekitar mata, mulut baik dan dapat di gerakan. (8) Nervus VII (acusticus) : Bagaimanakah pendengaran klien? Apakah mampu menjawab pertanyaan dan diikuti perintah, bentuk telinga simetris? apakah menggunakan alat bantu pendengaran. (9) Nurvus IX (glosopharingeus) : Apakah klien dapat membuka mulut dan menelan dengan baik? (10) Nervus X (vagus) : Apakah klien kesilitan dalam menelan.

40 38 (11) Nervus XI (asesorius spinal) : Apakah klien mampu menggerakan leher, kepala dan bahu tanpa bantuan orang lain? (12) Nervus XII (Hipoglosus) : bagaimanakah dengan fungsi motorik, apakah klien dapat menggerakan lidahnya, apakah fungsi sensorik normal, seperti membedakan rasa manis dan pahit. c) Sistem Pernafasan Dalam sistem pernafasan kaji ketajaman penciuman bentuk dada, adanya nyeri tekan atau tidak, bunyi suara nafas. d) Sistem Kardiovaskuler Dalam sistem kardiovaskuler kaji apakah ada peninggian vena jugularis, capillari refill, frekuensi nadi, bunyi jantung. e) Sistem Gastroitestinal Dalam sistem gastrointestinal kaji mengenai nafsu makan, kebiasaan defekasi, intoleransi makanan, mual, rnuntah dan nyeri. f) Sistem Perkemihan Pada sistem perkemihan kaji frekuensi buang air kecil. warna apakah ada nyeri saat buang air kecil. g) Sistem Muskuloskeletal Kaji bentuk ukuran, kekuatan otot ekstrimitas atas dan bawah serta ROM pasif apakah ada kelainan atau tidak (Wong Donna L, 2006) :

41 39 (1) Skala Kekuatan Otot : b) 0: tidak ada kontraksi otot. c) 1: kontraksi otot dapat dipalpasi tanpa gerakan persendian. d) 2: tidak mampu melawan gaya gravitasi (gerakan pasif). e) 3: hanya mampu melawan gaya gravitasi. f) 4: mampu menggerakan persendian dengan gaya gravitasi, mampu melawan dengan gaya sedang. g) 5: mampu menggerakan persendian dalam lingkup gerak penuh, mempu melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan penuh. (2) Jenis Gerakan ROM : (a) Fleksi, yaitu berkurangnya sudut persendian. (b) Ekstensi yaitu bertambahnya sudut pesendian. (c) Hipeekstensi, yaitu ekstensi lebih lanjut. (d) Abduksi, yaitu gerakan menjauhi garis tengah tubuh. (e) Adduksi, yaitu gerakan memutai garis tengah tubuh. (f) Rotasi, yaitu gerakan memutari pusat garis tulang. (g) Eversi, yaitu peputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, membentuk sudut persendian. (h) Inverse, yaitu putaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak membentuk sudut persendian. (i) Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana

42 40 pemukaan tangan bergerak ke bawah. (j) Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan bergerak ke atas. (k) Oposisi, yaitu gerakan menyentuh ibu jari kesetiap jari-jari tangan pada tangan yang sama. (Nursalam, 2008) h) Sistem Endokrin Menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan, polipagia, poliurea, polidipsi. (Nursalam, 2008). i) Sistem Integumen Warna kulit, tekstur kulit, turgor kulit, suhu, oedema, infeksi, CRT, kulit pucat, turgor jelek, suhu tubuh meningkat. j) Sistem Genetalia Memeriksa kemungkinan adanya iritasi dan infeksi. 5) Pemeriksan Penunjang Tergantung sarana yang tersedia dimana klien dirawat, pemeriksaannya meliputi : b) Uji Laboratorium - Uji urine Urinalisis Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m 3 /hari Bentuk hialin dan granular Hematuria Uji dipstick urine (hasil positif untuk protein dan darah)

43 41 Berat jenis urine (meningkatkan palsu karena proteinuria) Osmolalitas urine meningkat. - Uji darah Kadar albumin serum (menurun < dari 2g/dl). Kadar kolesterol serum (meningkat dapat mencapi 450 sampi 1000 mg/dl). Kadar triglserid serum meningkat. Kadar hemoglobin dan hematokrit meningkat (mencapai sampai /v l). Kadar elektrolit serum (bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan) (Suriadi, Yuliani Rita 2006). 2. Analisa Data Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan metabolisme, menyeleksi, mengelompokan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data membandingkan dengan standar, menginterpretasikan dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan (Doengoes, 2006). 3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pseti tentang masalah klien serta penyebab yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawtan (Eric P.Cohen, 2009). Diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan Sindrom Nefrotik (Carpenito Moyet, L.J., 2008) :

44 42 a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap permeabilitas glomerulus (Suriadi, Yuliani Rita 2006). b. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Doengoes, 2009). c. Resiko kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan, edema. d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh yang menurun, kelebihan beban cairan cairan, kelebihan cairan (Eric P.Cohen, 2009), e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan pertahanan tubuh. f. Perubahan nutrisi kurang dari kebtuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu makan. g. Gangguan citra tubuh behubungan dengan perubahan penampilan. h. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan. i. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius. j. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan lemas k. Defisit perawatan diri Personal Hygiene berhubungan dengan kurangnya perhatian keluarga terhadap anak yang sakit l. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatannya (Ngastiyah, 2006).

45 43 4. Perencanaan Perencanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukankan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yamg akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan (Suriadi, Yuliani Rita 2006) : a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap permeabilitas glomerulus. 1) Tujuan Volume kelebihan cairan teratasi. Intervensi 1. Observasi Tanda tanda vital. Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional 2. Kaji dan catat pembesaran abdomen dan Berat Jenis urine 3. Timbang berat badan dengan estimasi yang sama. 4. Berikan cairan hati hati dan diet rendah garam. 5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. (Suriadi, Yuliani Rita 2006) Rasional 1. Untuk mengetahui keadaan tanda tanda vital klien. 2. Berat jenis urine dapat mengindikatorkan regimen terapi. 3. Estimasi penurunan edema. 4. Mencegah edema bertambah berat. 5. Menjaga nutrisi untuk tubuh b. Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Doengoes, 2009). 1) Tujuan Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan (pasien mendapatkan volume cairan yang tepat) Tabel 2.3

BAB II TINJAUAN TEORI. Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

BAB II TINJAUAN TEORI. Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi, dan penurunan

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN, Nephrotic Syndrome) merupakan salah satu penyakit ginjal terbanyak yang sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom nefrotik 2.1.1. Definisi sindrom nefrotik Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan glomerular dengan gejala edema, proteinuria masif

Lebih terperinci

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns Pendahuluan Ginjal mempertahankan komposisi dan volume cairan supaya tetap konstan Ginjal terletak retroperitoneal Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

17/02/2016. Rabu, 17 Februari

17/02/2016. Rabu, 17 Februari Rabu, 17 Februari 2016 1 A. Pengertian Sindrom nefrotik adalah penyakit dgn gjl edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasnya, air bersih adalah air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mampu merubah gaya hidup manusia. Manusia sekarang cenderung menyukai segala sesuatu yang cepat, praktis dan

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif.

Sindrom nefrotik adalah suatu konstelasi temuan klinis, sbg hasil dari keluarnya protein melalui ginjal secara masif. Sindroma Nefrotik Definisi : Dikenal dg istilah nephrosis, yakni suatu kondisi yg ditandai adanya proteinuria dgn nilai dlm kisaran nefrotik, hiperlipidemia & hipoalbuminuria. Pada orang dewasa, proteinuria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) adalah salah satu klasifikasi sindrom nefrotik (SN) berdasarkan respon terhadap terapi kortikosteroid. Disebut penderita SNRS

Lebih terperinci

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik

2. Primer/idiopatik: SN yang berhubungan dengan penyakit glomerular, tidak diketahui sebabnya, tidak menyertai penyakit sistemik Sindrom NEFROTIK SN : suatu sindrom klinik yang ditandai dg 1. proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau ratio protein kreatinin pada urin sewaktu > 2mg/ml atau dipstik 2+ 2. Hipoalbuminemia 2,5 gr/dl

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Haryson Tondy Winoto, dr,msi.med. Sp.A Bag. IKA UWK ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL pada bayi dan anak Nefrogenesis : s/d 35 mg fetal stop Nefron : unit fungsional terkecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif.

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL

ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL KONSEP DASAR MEDIS A. PENGERTIAN Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak

Lebih terperinci

BAB 2. Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1 :

BAB 2. Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1 : Latar Belakang Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria masif ( 40 mg/m 2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2mg/mg atau dipstick 2+ ), hipoalbuminemia

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Anatomi & Fisiologi Ginjal pada bayi dan anak Ginjal terletak retroperitoneal (vert T12/L1-L4) Neonatus aterm

Lebih terperinci

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Fungsi homeostatik ginjal Proses penyaringan (filtrasi)

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM RETENSIO PLACENTA ` Di Susun Oleh: Nursyifa Hikmawati (05-511-1111-028) D3 KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2014 ASUHAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom nefrotik (SN) merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri atas proteinuria masif (lebih dari 3,5 gram/hari pada dewasa atau 40 mg/ m 2 / hari pada anak), hipoalbuminemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) merupakan jenis sindrom nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah salah satu organ utama sitem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

Yayan Akhyar Israr, S. Ked

Yayan Akhyar Israr, S. Ked Authors : Yayan Akhyar Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2008 0 Belibis A-17.(http://www.Belibis17.blogspot.com Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk PENDAHULUAN Sindroma

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

Jumlah nefron yang terbentuk setelah lahir tidak dapat dibentuk lagi sehingga bila ada yang rusak jumlahnya akan menurun. Setelah usia 40 tahun,

Jumlah nefron yang terbentuk setelah lahir tidak dapat dibentuk lagi sehingga bila ada yang rusak jumlahnya akan menurun. Setelah usia 40 tahun, BAB XII FAAL GINJAL Ginjal melakukan banyak fungsi, antara lain faal ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia asing yang bersifat toksis, regulasi keseimbangan air dan elektrolit, regulasi osmolalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34

BAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE

LAPORAN KASUS / RESUME DIARE LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering dijumpai pada anak. Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejalagejala klinis yang terdiri dari proteinuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik. yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik. yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang yang

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan 1. Definisi Kehamilan adalah dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu ) dihitung dari hari pertama sampai terakhir.

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3 1. Zat yang tidak boleh terkandung dalam urine primer adalah... Air Asam amino Urea Protein Kunci Jawaban : D Menghasilkan urine primer

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 2/17/2016 2 Sistem traktus urinarius terdiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat. 3 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit ginjal adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian dan cacat tubuh di banyak negara di seluruh dunia (Guyton & Hall, 1997). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan salah satu permasalahan dibidang nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali tanpa keluhan

Lebih terperinci

Struktur bagian dalam ginjal

Struktur bagian dalam ginjal Sitem perkemihan Sistem perkemihan Terdiri atas: dua ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan uretra Fungsi ginjal pembentukan urine Yang lain berfungsi sebagai pembuangan urine Fungsi lain ginjal: Pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstisial (CIS) dan cairan intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada di antara sebagian sel tubuh dan menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Relaps 2.1 Definisi Relaps Relaps (kambuh) adalah munculnya kembali penyakit setelah periode bebas penyakit atau relaps adalah proteinuria 2+ (proteinuria) 40 mg/ m² LPB/ jam) setelah

Lebih terperinci

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan

Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Sari Pediatri, Sari Pediatri, Vol. 4, Vol. No. 4, 1, No. Juni 1, 2002: Juni 20022-6 Pengaruh Lama Pengobatan Awal Sindrom Nefrotik terhadap Terjadinya Kekambuhan Partini P Trihono, Eva Miranda Marwali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hati adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia yang memiliki peran dalam proses penyimpanan energi, pembentukan protein, pembentukan asam empedu, pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis? Gagal Ginjal Kronis Banyak penyakit ginjal yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda gangguan pada kesehatan. Gagal ginjal mengganggu fungsi normal dari organ-organ tubuh lainnya. Penyakit ini bisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat-obat yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorpsi natrium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

DISTRIBUSI GEJALA KLINIK PENDERITA SINDROM NEFROTIK BERDASARKAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RSUP DR.KARIADI TAHUN

DISTRIBUSI GEJALA KLINIK PENDERITA SINDROM NEFROTIK BERDASARKAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RSUP DR.KARIADI TAHUN DISTRIBUSI GEJALA KLINIK PENDERITA SINDROM NEFROTIK BERDASARKAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI DI RSUP DR.KARIADI TAHUN 2008-2013 LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gagal Jantung Kongestif 1.1 Defenisi Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak

Lebih terperinci

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT Dr. Suparyanto, M.Kes GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT CAIRAN TUBUH Cairan tubuh adalah larutan isotonik yang tersusun atas air dan zat terlarut (mineral)

Lebih terperinci

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Indikator Pencapaian: MATERI IX SISTEM EKSKRESI Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Materi Mahluk hidup dalam hidupnya melakukan metabolisme. Metabolisme ini selain

Lebih terperinci

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT TEAM BASED LEARNING MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. Dr. dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) Prof. dr. Husein Albar, SpA(K) dr.jusli

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO pada tahun 2000 terjadi 52% kematian yang disebabkan oleh penyakit tidak menular. Terjadinya transisi epidemiologi ini disebabkan oleh terjadinya perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah yang sangat substansial, mengingat pola kejadian sangat menentukan status kesehatan di suatu daerah dan juga keberhasilan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia, pada penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. dari 14 tahun. Kasus SN lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Nefrotik (SN) masih menjadi masalah utama di bagian nefrologi anak..1, 2 Angka kejadian SN pada anak di Eropa dan Amerika Serikat dilaporkan 2-3 kasus per 100.000

Lebih terperinci

Buku Pegangan Mahasiswa MODUL KAKI BENGKAK. Diberikan pada Mahasiswa Semester Kedua Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Buku Pegangan Mahasiswa MODUL KAKI BENGKAK. Diberikan pada Mahasiswa Semester Kedua Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Buku Pegangan Mahasiswa MODUL KAKI BENGKAK Diberikan pada Mahasiswa Semester Kedua Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin SISTEM MEKANISME DASAR PENYAKIT 2013 MODUL KAKI BENGKAK PENDAHULUAN Modul kaki

Lebih terperinci

PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG TERJADI PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI

PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG TERJADI PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG TERJADI PADA PASIEN DENGAN FAKTOR RISIKO HIPERTENSI Purwanto D 1) 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ABSTRAK Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di dunia yang menyebabkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di masyarakat. Seseorang dapat dikatakan hipertensi ketika tekanan darah sistolik menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menjelaskan proses pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) Pembicara/ Fasilitator: DR. Dr. Dedi Rachmadi, SpA(K), M.Kes Tanggal 15-16 JUNI 2013 Continuing Professional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke- 12 tertinggi angka kematian atau angka ke-17 angka kecacatan diseluruh dunia, serta sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci