BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR PERIKANAN DENGAN METODE MICROBIAL FUEL CELL SATU BEJANA DWILINA APRIYANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR PERIKANAN DENGAN METODE MICROBIAL FUEL CELL SATU BEJANA DWILINA APRIYANI"

Transkripsi

1 BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR PERIKANAN DENGAN METODE MICROBIAL FUEL CELL SATU BEJANA DWILINA APRIYANI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 RINGKASAN DWILINA APRIYANI. C Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan dengan Metode Microbial Fuel Cell Satu Bejana. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan WINI TRILAKSANI. Semakin menipisnya sumber daya energi mengakibatkan energi menjadi barang langka dan mahal. Hal tersebut menjadikan kegiatan terkait dengan energi baru terbarukan menjadi sesuatu yang mendesak untuk segera dilakukan. Usaha menghasilkan energi listrik dapat dilakukan melalui teknologi microbial fuel cell (MFC). Limbah cair telah direkomendasikan sebagai sumber terbarukan untuk menghasilkan energi listrik, bahan bakar dan kimia. Sampai abad terakhir, proses lumpur aktif merupakan proses pengolahan limbah cair yang banyak digunakan. Namun, proses ini membutuhkan energi intensif dan membutuhkan 2% dari total konsumsi listrik. Limbah cair industri perikanan dapat dijadikan sebagai substrat pada sistem MFC. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses pemanfaatan limbah cair perikanan dengan teknologi MFC satu bejana, serta menganalisis karakteristik limbah cair dan listrik yang dihasilkan. Metode yang digunakan adalah MFC satu bejana dengan limbah cair buatan sebagai substrat. Perlakuan yang diberikan adalah limbah cair tanpa lumpur aktif dan limbah cair dengan penambahan lumpur aktif. Pengukuran listrik dilakukan selama 5 hari (120 jam) dan pada hari ke-0, ke-3 dan ke-6 dilakukan analisis parameter beban limbah cair yang terdiri dari kandungan total nitrogen, nitrogen-amonia, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) dan Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS). Beban limbah cair selama proses pengolahan dengan sistem MFC satu bejana mengalami penurunan, terutama pada limbah cair dengan penambahan lumpur aktif. Kandungan total nitrogen, BOD, COD dan amonia limbah cair dengan penambahan lumpur aktif mengalami penurunan masing-masing 33,74 mg/l, 68 mg/l, 120 mg/l dan 3,23 mg/l selama 6 hari pengamatan. Nilai MLSS dan MLVSS pada limbah cair dengan penambahan lumpur aktif mengalami peningkatan masing-masing 1040 mg/l dan 773 mg/l selama 6 hari pengamatan. Nilai listrik yang dihasilkan cenderung mengalami peningkatan selama 120 jam. Nilai listrik dari limbah cair tanpa lumpur aktif lebih tinggi dibandingkan limbah cair dengan penambahan lumpur aktif. Nilai listrik tertinggi terjadi pada jam ke-119, yaitu 144,9 mv pada limbah cair tanpa lumpur aktif dan 87,6 mv pada limbah cair dengan penambahan lumpur aktif.

3 BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR PERIKANAN DENGAN METODE MICROBIAL FUEL CELL SATU BEJANA DWILINA APRIYANI C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

4 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan dengan Metode Microbial Fuel Cell Satu Bejana adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2013 Dwilina Apriyani C

5 Judul Nama NIM Program Studi : Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan dengan Metode Microbial Fuel Cell Satu Bejana : Dwilina Apriyani : C : Teknologi Hasil Perikanan Pembimbing I Pembimbing II Dr.Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. NIP Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc. NIP Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill. NIP Tanggal pengesahan :...

6 KATA PENGANTAR Ucapan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, atas karunia-nya yang berlimpah, yang membuat penulis sanggup menyelesaikan skripsi yang berjudul Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan dengan Metode Microbial Fuel Cell Satu Bejana sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada: 1 Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc selaku pembimbing II yang telah memberikan nasihat, arahan dan bimbingan serta kesabaran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2 Ibu Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen penguji yang telah memberi saran perbaikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 3 Mama, Bapak dan Mba Lia untuk dukungan baik dalam bentuk materi maupun non materi, perhatian, kasih sayang, serta kepercayaan yang telah diberikan pada penulis tanpa batas. 4 Mba Dini, Ibu Ema, Kang Abe, Pak Jajang, Mba Retno, Mas Jack, Mas Mail dan Pak Ahmad selaku laboran dan staf TU yang telah banyak membantu selama penelitian, terimakasih atas kerjasama dan sarannya. 5 THP angkatan 45 atas kebersamaan dan pengalaman berharga yang diberikan selama kurang lebih 4 tahun. 6 Sahabat terbaik khususnya Mufida, Oktarina, Nurrahman, Andi, dan Hilma atas kebersamaan, keceriaan, semangat dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. 7 Rico, Esa, Santos, Aksar, dan Helmy yang telah membantu serta menemani selama penelitian berlangsung. 8 Teman satu bimbingan: Rico, Yunisha, Syukron, Oktarina, Desi, Diah, dan Dita M atas dukungan, semangat, dan tempat untuk berbagi curahan hati. 9 Teman-teman lab Ombeng: Esa, Rico, Hardi, Aksar, Syukron, Edo, Bang Ucok, Cecep, Icha, Andri Dwi, Silvi, dan Fitri Mpit yang telah menemani, vi

7 memberi semangat, dan berbagi canda tawa pada saat akhir penyelesaian skripsi. 10 Teman kosan SQ Bawah: Lia, Nia, Dudu, Fitra, Hana M, Ulfa, Kak Dayu, Kak Septi, Mita, Hana dan Nurul, yang telah banyak memberi semangat dan keceriaan setiap hari selama penelitian dan penyusunan skripsi. 11 Teman-teman THP angkatan 44, 46, dan 47 yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. 12 Tim asisten Oseanografi Umum periode atas kekompakan, pengertian dan keceriaan lain yang diberikan selama penyelesaian skripsi. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkannya. Bogor, Januari 2013 Penulis vii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada.tanggal 7 April Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan bernama Satino dan Supiyem. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai di SDN Pekayon Jaya 7 Bekasi pada tahun 1996 hingga tahun Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun yang sama di SMPN 12 Bekasi hingga tahun Pendidikan formal selanjutnya ditempuh di SMAN 3 Bekasi pada tahun 2005 dan lulus pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun Selama perkuliahan, penulis aktif berorganisasi dalam Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (DPM FPIK) sebagai bendahara komisi PSDM tahun dan Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan (HIMASILKAN) tahun Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Ikhtiologi tahun 2010, Diversifikasi dan Pengolahan Produk Hasil Perairan tahun 2012, Teknologi Pengolahan Limbah dan Hasil Samping Hasil Perairan tahun 2012, Oseanografi Umum tahun 2011 dan Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Biolistrik dari Limbah Cair Perikanan dengan Metode Microbial Fuel Cell Satu Bejana dibawah bimbingan Bustami Ibrahim dan Wini Trilaksani untuk menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

9 DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Limbah Cair Industri Perikanan Microbial Fuel Cell (MFC) Microbial Fuel Cell Satu Bejana METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Persiapan alat MFC satu bejana Pembuatan limbah cair buatan Pengukuran listrik dan beban limbah cair Prosedur Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) (APHA 1975) BOD (Biological Oxygen Demand) (APHA 1975) Total nitrogen (AOAC 2005) Kadar N-NH 3 (Nitrogen-amonia) (APHA 1975) MLSS (Mixed Liquor Suspended Solids) (APHA 1975) MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solids) (APHA 1975) Rancangan Percobaan (Mattjik dan Jaya 2006) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Limbah Cair Perikanan Total nitrogen Biological oxygen demand (BOD) Chemical oxygen demand (COD) Nitrogen-amonia MLSS dan MLVSS xi ix

10 4.3 Listrik Limbah Cair Perikanan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA x

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Prinsip kerja MFC (Logan et al. 2006) Sistem kerja MFC satu bejana (Lovley 2006) Diagram alir tahapan penelitian Desain MFC satu bejana Total nitrogen limbah cair selama di dalam MFC satu bejana BOD limbah cair selama di dalam MFC satu bejana COD limbah cair selama di dalam MFC satu bejana Amonia limbah cair selama di dalam MFC satu bejana MLSS limbah cair dan lumpur aktif selama di dalam MFC satu bejana MLVSS limbah cair dan lumpur aktif selama di dalam MFC satu bejana Nilai listrik limbah cair perikanan... 29

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Karakteristik limbah cair perikanan Baku mutu air limbah bagi usaha/kegiatan pengolahan perikanan Mikroorganisme pada sistem MFC Karakteristik limbah cair perikanan buatan Redoks elektroda pada MFC dan hasil potensial redoks... 33

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Nilai rata-rata listrik limbah cair perikanan selama 5 hari Hasil uji statistik limbah cair perikanan... 44

14 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran energi yang didorong pesatnya laju pertambahan penduduk dan industrialisasi dunia, mengakibatkan tersedotnya cadangan energi, khususnya energi fosil yang merupakan sumber energi utama dunia. Hal tersebut mendorong meningkatnya harga energi dunia. Saat ini sumber daya energi di Indonesia dan dunia semakin menipis. Hal ini mengakibatkan energi menjadi barang langka dan semakin mahal. Kementerian Luar negeri RI (2011) menyebutkan bahwa proporsi minyak bumi sebagai sumber utama energi mencapai 40% dari total permintaan energi dunia, namun cadangannya terus berkurang. Pada tahun 2011 pertumbuhan permintaan minyak bumi dunia mencapai 1,7% sementara peningkatan produksi hanya mencapai 0,9%. Cadangan minyak bumi di Indonesia diperkirakan 9 milyar barel, dengan tingkat produksi rata-rata 0,5 milyar barel per tahun, sehingga diperkirakan cadangan minyak akan habis dalam waktu 18 tahun. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) (2010) menambahkan bahwa 50% konsumsi energi nasional Indonesia selama ini berasal dari minyak bumi. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada sumber energi tak terbarukan tersebut. Masalah tersebut harus segera dicari solusinya karena cepat atau lambat sumber energi tersebut akan habis. Keadaan ini menyebabkan negara-negara di dunia termasuk Indonesia rentan terhadap resiko krisis energi dunia. Ancaman krisis energi dan bahan bakar menjadikan kegiatan terkait dengan energi baru terbarukan menjadi sesuatu yang mendesak untuk segera dilakukan. Saat ini, potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia Mega Watt (MW) dan baru 22% yang dimanfaatkan (BPPT 2010). Keunggulan dari energi terbarukan yaitu energi terbarukan lebih sesuai dengan potensi lokal di tanah air, lebih ramah lingkungan, lebih berkelanjutan dalam jangka panjang, dan relatif tidak tergantung dengan fluktuasi saham minyak dunia (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2012). Berdasarkan sumber energi, bentuk listrik merupakan energi yang paling praktis digunakan (Rittman 2008). Konsumsi energi listrik sendiri pada tahun

15 mencapai 90,35 juta BOE (Barrel Oil Equivalent) (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2011). Selain itu, statistik perkembangan energi terbarukan dalam bentuk listrik cenderung mengalami peningkatan dari tahun , yaitu 5.228,69 MW pada tahun 2005 menjadi 8.772,50 MW pada tahun 2010 (Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi 2011). Faaij (2006) menyampaikan bahwa terdapat berbagai teknologi konversi yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik ini, yaitu pembakaran, gasification, dan fermentasi (gas metan). Namun teknologi konversi pembakaran dan gasification berdampak terhadap penipisan cadangan bahan bakar fosil dan peningkatan jumlah CO 2 di atmosfer. Oleh karena itu diperlukan teknologi baru yang lebih efisien untuk menghasilkan energi listrik. Usaha menghasilkan energi listrik dapat dilakukan melalui teknologi microbial fuel cell (MFC) dengan memanfaatkan senyawa yang mengandung hidrogen atau senyawa yang menghasilkan elektron sehingga ramah lingkungan (Suyanto et al. 2010). MFCs adalah salah satu tipe sistem bioelectrochemical (BESs) yang mengubah biomassa secara spontan menjadi energi listrik melalui aktivitas metabolisme mikroorganisme (Pant et al. 2010). Limbah cair telah direkomendasikan sebagai sumber terbarukan untuk menghasilkan energi listrik, bahan bakar dan kimia. Saat ini, teknologi yang hanya dapat menghasilkan energi tersebut dari limbah cair untuk skala komersil adalah degradasi anaerobik (Rozendal et al. 2008). Disisi lain pengolahan limbah cair saat ini masih banyak menggunakan teknologi dengan prinsip degradasi aerobik. Sampai abad terakhir, proses lumpur aktif merupakan proses pengolahan limbah cair yang banyak digunakan. Namun, proses ini membutuhkan energi intensif dan berdasarkan pendugaan, jumlah energi listrik yang dibutuhkan untuk menyediakan oksigen pada proses lumpur aktif hampir mendekati 2% total konsumsi listrik di Amerika (Pant et al. 2010). Sama halnya dengan di Amerika, di Inggris 3-5% konsumsi listrik nasional digunakan untuk pengolahan limbah cair. Pompa dan aerasi merupakan proses yang banyak menggunakan energi (21% dan 30-55%) (Alzate-Gaviria 2011). Sementara itu, manajemen limbah saat ini menekankan pada reuse dan recovery energi.

16 3 Permasalahan pengolahan limbah cair tersebut dapat diatasi dengan mengggunakan alternatif teknologi MFC. Konversi energi listrik telah diteliti dengan menggunakan perbedaan tipe limbah cair, termasuk limbah cair domestik, pengolahan pangan dan hewan (Cheng dan Logan 2011). Salah satu limbah cair lain yang dapat dimanfaatkan sebagai substrat pada MFC adalah limbah cair perikanan. Limbah cair yang dihasilkan oleh industri perikanan berasal dari berbagai proses. Secara umum limbah cair industri hasil perikanan mengandung banyak protein dan lemak. Beberapa tipe MFC telah dikembangkan antara lain MFC dua bejana oleh Oh dan Logan (2006), MFC satu bejana oleh Liu et al. (2005), disain upflow oleh He et al. (2006), dan desain tubular oleh Zuo et al. (2007). Semua sistem tersebut telah diujikan pada skala lab menggunakan konsentrasi substrat yang tinggi serta larutan penyangga yang baik (Cheng dan Logan 2011). Diantara perbedaan tipe MFC yang telah dikembangkan, MFC dengan katoda udara merupakan tipe yang dapat diaplikasikan untuk pengolahan limbah cair karena hasil kekuatan tinggi, struktur sederhana, dan biayanya relatif murah. Penggunaan MFC satu bejana dapat mengurangi biaya peralatan karena ada pengurangan biaya bejana katoda dan membran, sehingga lebih dapat diaplikasikan pada pengolahan limbah cair dan konversi energi (Das dan Mangwani 2010). 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari proses pemanfaatan limbah cair perikanan dengan teknologi MFC, serta menganalisis karakteristik limbah cair dan listrik yang dihasilkan dengan MFC satu bejana.

17 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Industri Perikanan Limbah industri perikanan dapat didefinisikan sebagai apa saja yang tersisa dan terbuang dari suatu kegiatan penangkapan, penanganan, dan pengolahan hasil perikanan. Tipe limbah utama yang ditemukan dari limbah cair pengolahan ikan adalah darah, kotoran, jeroan, sirip, kepala ikan, cangkang, kulit dan sisa daging. Secara umum, tipe limbah cair industri pengolahan ikan dapat dibagi dalam dua kategori yaitu volum banyak-persentase limbah rendah dan volum sedikit-persentase limbah tinggi. Kategori volum banyak-persentase limbah rendah terdiri dari air yang digunakan untuk pembongkaran, transportasi, penanganan ikan dan air pencucian. Proses pada pembuatan tepung ikan menghasilkan jenis limbah kategori volum sedikit-persentase limbah tinggi (Colic et al. 2007). Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah (Ibrahim 2005). Terdapat 3 tipe utama aktivitas pengolahan ikan, yaitu industri pengalengan dan pembekuan ikan, industri minyak dan tepung ikan, dan industri pengasinan ikan (Priambodo 2011). Karakteristik limbah cair perikanan dapat dilihat melalui parameter ph, jumlah padatan terlarut, suhu, bau, BOD, COD, dan konsentrasi nitrogen serta fosfor (FAO 1996). Limbah cair industri pengolahan ikan memiliki karakteristik jumlah bahan organik terlarut dan tersuspensi yang tinggi jika dilihat dari nilai BOD dan COD. Lemak dan minyak juga ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Terkadang padatan tersuspensi dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor juga ditemukan dalam jumlah tinggi. Limbah cair industri pengolahan ikan juga mengandung sodium klorida dalam konsentrasi tinggi dari proses pembongkaran kapal, air pengolahan, dan larutan asin (Colic et al. 2007). Secara umum karakteristik limbah cair industri pengolahan ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

18 5 Tabel 1 Karakteristik limbah cair perikanan Parameter Satuan Industri pengalengan Industri minyak ikan Industri pengasinan dan pembekuan dan tepung ikan ikan ikan Amonia mg/l 37 1, BOD mg/l COD mg/l Lemak dan mg/l 1,401 12,750 1,305 minyak Sumber: Priambodo (2011) Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2007). Baku mutu limbah cair industri pengolahan perikanan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Baku mutu air limbah bagi usaha/kegiatan pengolahan perikanan Parameter Satuan Kegiatan Pembekuan Kegiatan Pengalengan Pembuatan Tepung Ikan ph TSS mg/l Sulfida mg/l Amonia mg/l Klor bebas mg/l BOD mg/l COD mg/l Minyak-lemak mg/l Sumber: Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007) Pengolahan limbah cair yang pertama dilakukan adalah penyaringan (screening), sedimentasi (sedimentation), pemisahan lemak dan minyak, dan pengapungan (flotation). Pengolahan limbah cair pada tahap pertama ini dilakukan untuk padatan yang mengapung dan mengendap. Penyaringan dapat menghilangkan padatan berukuran besar (lebih besar 0,7 mm). Sedimentasi dilakukan untuk menghilangkan padatan tersuspensi yang ada pada limbah cair. Limbah cair perikanan mengandung jumlah minyak dan lemak yang berbeda. Gravity separation dapat dilakukan untuk menghilangkan minyak dan lemak yang terdapat di permukaan dan tidak teremulsi. Pengapungan adalah pengolahan

19 6 limbah cair untuk menghilangkan minyak, lemak dan padatan tersuspensi. Sistem pengapungan merupakan sistem pengolahan limbah yang efektif karena dapat juga menghilangkan minyak dan lemak (FAO 1996). Tahap kedua pengolahan limbah cair adalah proses biologi dan kimia yang betujuan untuk menghilangkan material organik yang terdapat pada limbah cair. Tujuan pengolahan limbah cair secara biologi adalah untuk menghilangkan padatan yang tidak mengendap dan bahan organik terlarut dengan mikroba. Mikroorganisme bertanggung jawab mendegradasi bahan organik dan menstabilkan limbah organik. Pengolahan limbah cair secara biologi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pengolahan limbah secara aerobik dan anaerobik. Proses pengolahan secara aerobik terdiri dari sistem lumpur aktif, aerated lagoons, aerasi, trickling filters, rotating biological contractors, dan pilihan pengolahan aerobik. Proses pengolahan secara anaerobik terdiri dari digestion system dan imhoff tanks. Pengolahan limbah cair dapat juga dilakukan secara fisikokimia, antara lain coagulation-floculation dan disinfection yang terdiri dari klorinasi dan ozonasi (FAO 1996). 2.2 Microbial Fuel Cell (MFC) Microbial fuel cells merupakan salah satu tipe biofuel cells. Beberapa tipe biofuel cells yang ada antara lain microbial fuel cells dan enzymatic fuel cells (Kim et al. 2002). Microbial fuel cells (MFCs) merupakan sistem atau alat yang menggunakan bakteri sebagai katalis untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik. Elektron diproduksi oleh bakteri dari substrat yang kemudian ditransfer ke anoda (kutub negatif) dan dialirkan ke katoda (kutub positif) yang disambungkan oleh perangkat konduktivitas termasuk resistor, atau dioperasikan dibawah muatan untuk menghasilkan listrik yang dapat menjalankan alat. Aliran positif pengukur arus mengalir dari kutub positif ke negatif, arah yang berlawanan dengan aliran elektron (Logan et al. 2006). Prinsip kerja sistem MFC adalah bakteri pada bejana anoda mentransfer elektron dari donor elektron ke elektroda anoda (Logan et al. 2006). Bakteri yang hidup pada bejana anoda mengkonversi substrat seperti glukosa, asetat dan juga limbah cair menjadi CO 2, proton dan elektron. Bejana anoda berada dalam kondisi

20 7 anaerobik dan bakteri harus mengubah penerima elektron alaminya menjadi penerima elektron insoluble seperti anoda (Microbialfuelcell 2008). Penerimaan elektron ke anoda berlangsung melalui kontak langsung, kabel-kabel nano (nanowires) atau pengangkut elektron yang dapat larut. Selama produksi elektron, proton juga diproduksi dalam jumlah banyak. Proton ini bermigrasi melalui cation exchange membrane (CEM) ke bejana katoda. Elektron mengalir dari anoda melalui hambatan luar ke katoda tempat bereaksinya penerima elektron (oksigen) dengan proton (Logan et al. 2006). Gambar 1 menunjukan prinsip kerja dari sistem MFC. Reaksi yang terjadi pada sistem MFC dengan contoh substrat asetat adalah sebagai berikut: reaksi pada anoda : CH 3 COO - + 2H 2 O 2CO 2 + 7H + + 8e - reaksi pada katoda : O 2 + 4e - + 4H + 2H 2 O Keseluruhan reaksi yang terjadi merupakan degradasi substrat menjadi karbondioksida, air dan pada saat yang bersamaan dihasilkan listrik sebagai hasil samping. Berdasarkan reaksi pada elektroda, bioreaktor MFC dapat menghasilkan listrik dari aliran elektron di anoda ke katoda melalui rangkaian eksternal (Du et al. 2007). Gambar 1 Prinsip kerja MFC (Logan et al. 2006). Sistem MFC harus mempunyai substrat yang dapat dioksidasi di bagian anoda. Elektron dapat ditransfer ke anoda oleh mediator elektron, membran yang terhubung langsung dengan transfer elektron, atau dengan nanowires yang

21 8 dihasilkan oleh bakteri (Logan et al. 2006). Pada sistem MFC, substrat merupakan faktor penting dalam efisiensi produksi listrik. MFC dapat dioperasikan pada suhu ruang dan dapat didesain untuk keperluan pada suhu mikroba dapat hidup. MFC dapat mengekstrak hampir 90% elektron dari komponen organik dan dapat berkelanjutan sendiri serta terbarukan saat terjadi kepadatan mikroorganisme yang menghasilkan energi melalui transfer elektron ke elektroda (Lovley 2006). Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mentransfer elektron dari hasil metabolisme bahan organik ke anoda. Sedimen laut, tanah, limbah cair, sedimen air tawar, dan lumpur aktif merupakan sumber bahan organik untuk mikroorganisme. Tabel 3 menampilkan jenis mikrooganisme dengan substratnya pada sistem MFC. Tabel 3 Mikroorganisme pada sistem MFC Mikroba Actinobacillus succinogenes, Alcaligenes faecalis, Enterococcus gallinarum, Pseudomonas aeruginosa, Clostridium beijerinckii, Clostridium butyricum, Erwinia dissolven, Gluconobacter oxydans, Klebsiella pneumoniae, Lactobacillus plantarum, Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, Rhodoferax ferrireducens, Shewanella putrefaciens, Streptococcus lactis Aeromonas hydrophila, Geobacter metallireducens, Geobacter sulfurreducens, Shewanella putrefaciens Clostridium beijerinckii, Clostridium butyricum Clostridium beijerinckii, Clostridium butyricum, Shewanella oneidensis, Shewanella putrefaciens Clostridium beijerinckii, Clostridium butyricum Desulfovibrio desulfuricans Escherichia coli Rhodoferax ferrireducens Rhodoferax ferrireducens Shewanella putrefaciens Sumber: Du et al. (2007) Substrat Glukosa Asetat Tepung kanji Laktat Molasses Sukrosa Glukosa sukrosa Silosa Maltosa Piruvat Sistem MFC dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan termasuk monitoring aktivitas bakteri, penghasil listrik untuk area lokal, dan proses pengolahan limbah cair (Kim et al. 2002). Jumlah kekuatan listrik dari sistem MFC dalam proses pengolahan limbah cair secara potensial dapat membagi listrik yang dibutuhkan dalam proses pengolahan limbah konvensional yang mengonsumsi banyak tenaga listrik untuk proses aerasi lumpur aktif. Molekul

22 9 organik seperti asetat, propionat, butirat dapat didegradasi menjadi CO 2 dan H 2 O. Beberapa sistem MFC menggunakan jenis mikroba yang mempunyai kemampuan khusus untuk mengurangi sulfida yang terdapat pada limbah cair. Pada beberapa kasus, MFC dapat mengurangi COD hingga 80%. Limbah rumah tangga dan limbah cair pengolahan makanan merupakan sumber biomassa yang baik untuk MFC karena memiliki bahan organik yang tinggi (Du et al. 2007). 2.3 Microbial Fuel Cell Satu Bejana Desain MFC yang sederhana dan efisien adalah MFC tanpa bejana katoda dan menempatkan katoda langsung dengan permukaan proton exchange membrane (PEM). Desain ini mengurangi penggunaan aerasi air karena oksigen di udara dapat langsung ditransfer ke katoda. Desain pertama yang dibuat pada skala laboratorium digunakan untuk menghasilkan listrik dari limbah cair, katoda ditempatkan di bagian tengah silinder, sehingga kamar anoda membentuk silinder mengelilingi katoda. Membran nafion direkatkan dengan katoda dan membran nafion tersebut berkontak langsung dengan larutan di dalam bejana anoda. Tipe kedua desain MFC satu bejana adalah tabung tunggal dengan dua elektroda berbentuk bulat ditempatkan bersebrangan di ujung tabung. Elektroda anoda ditutup untuk mencegah difusi oksigen ke kamar anoda, sementara itu satu sisi katoda terbuka ke udara dan sisi satunya menempel dengan PEM dan berada pada bagian bejana anoda yang berisi larutan (Logan 2005). Sistem kerja MFC satu bejana ditampilkan pada Gambar 2. Gambar 2 Sistem kerja MFC satu bejana (Lovley 2006).

23 10 PEM digunakan pada sistem MFC karena PEM sudah digunakan dalam hidrogen fuel cells. Saat air digunakan di dalam bejana anoda, PEM menjadi tidak berguna karena air akan mengahantarkan proton ke katoda. PEM dapat lebih efisien sebagai pembawa proton dibandingkan air, namun daya tahan internal sistem akan dibatasi oleh difusi proton di dalam air, bukan di dalam PEM. Oleh karena itu, pada beberapa studi PEM dihilangkan untuk meningkatkan tenaga yang dihasilkan oleh MFC (Logan 2005). Sistem MFC satu bejana, sistem dengan aliran yang berkelanjutan, dan tanpa membran merupakan sistem yang baik untuk pengolahan limbah cair karena dapat dikembangkan untuk skala besar (Du et al. 2007).

24 11 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Bagian Industri Hasil Perairan, Laboratorium Preservasi dan Diversifikasi Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perairan, dan Laboratorium Lingkungan Perairan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain lumpur aktif, limbah ikan berupa kulit dan sisa daging, akuades, K 2 Cr 2 O 7 0,025 N, H 2 SO 4 pekat, indikator ferroin, ferrous ammonium sulfat [Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2 ] 0,2 N, NaOH pekat, asam borat (H 3 BO 3 ) 4%, indikator bromcherosol green dan methyl red, HCl, asam hypochlorous, reagen phenate, dan kertas saring Whatman 42. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, kaca acrylic, elektroda karbon grafit berbentuk batang, kabel, multimeter digital tipe DT 830B, timbangan digital (Tanita KD 160), Kjeldahl (Labentech), botol Erlenmeyer, buret, pipet, botol DO, DO meter (Lutron DO5510), aerator, spektrofotometer (Optima SP-300), oven (Yamato Drying Oven DV 41), tanur (Yamato Muffle Furnace FM 38), cawan porselen, kompor listrik dan desikator. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama yaitu persiapan MFC satu bejana mengacu pada Moqsud dan Omine (2010) dengan memodifikasi letak elektroda, tahap kedua adalah pembuatan limbah cair buatan (Ibrahim 2007) dan tahap terakhir adalah pengukuran listrik dari MFC satu bejana mengacu pada Suyanto et al. (2010) serta analisis kualitas limbah cair yang terdiri dari analisis BOD, COD, total nitrogen, nitrogen-amonia, mixed liquor suspended solids (MLSS), dan mixed liquor volatile suspended solids (MLVSS). Alur tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

25 12 Persiapan bahan dan alat penelitian Persiapan alat MFC satu bejana Pembuatan limbah cair buatan Penempatan limbah cair buatan ke dalam alat MFC satu bejana Karakterisasi limbah cair perikanan buatan (Total nitrogen, nitrogen-amonia, BOD dan COD) Pengukuran listrik selama 5 hari (120 jam) Pengukuran beban limbah cair (Total nitrogen, nitrogen-amonia, BOD, COD, MLSS dan MLVSS) hari ke-0, ke-3 dan ke-6 Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian Persiapan alat MFC satu bejana Desain sistem MFC yang digunakan adalah MFC satu bejana mengacu pada Moqsud dan Omine (2010) dengan memodifikasi letak elektroda. Bejana yang digunakan terbuat dari bahan acrylic dengan dimensi 10x7x10 cm. Volume limbah cair yang digunakan adalah 600 ml. Elektroda yang digunakan adalah karbon grafit berbentuk batang dengan ukuran 7x1x1 cm. Sistem MFC yang digunakan merupakan sistem MFC satu bejana tanpa membran mengacu pada penelitian Liu dan Logan (2004). Desain MFC satu bejana tanpa membran yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah penambahan lumpur aktif ke dalam bejana yang berisi limbah cair perikanan dengan perbandingan antara lumpur aktif dan limbah cair yaitu 1:10 mengacu pada Patil et al. (2009). Jumlah MFC yang dibuat sebanyak 6 buah untuk 3 kali ulangan.

26 13 Gambar 4 Desain MFC satu bejana Pembuatan limbah cair buatan Limbah cair buatan dibuat menggunakan sisa hasil pengolahan ikan (isi perut, kulit, dan daging). Pembuatan limbah cair dilakukan menurut cara Ibrahim (2007) yakni: limbah potongan daging dan kulit ikan yang diperoleh dicincang, selanjutnya direbus pada air mendidih selama 10 menit dengan rasio berat ikan (kg) dan volume air (liter) adalah 1:5. Air rebusan disaring untuk memisahkannya dari padatan dan ampas ikan. Setelah air rebusan yang disaring menjadi dingin, siap digunakan untuk percobaan. Kemudian dilakukan analisis karakteristik limbah cair buatan meliputi BOD, COD, total nitrogen, dan nitrogen-amonia Pengukuran listrik dan beban limbah cair. Masing-masing elektroda dihubungkan dengan kabel lalu bejana ditutup rapat. Kedua kabel dihubungkan oleh multimeter. Multimeter diatur untuk pengukuran tegangan listrik pada skala terkecil terlebih dahulu kemudian nilai tegangan yang tertera pada layar multimeter diamati setiap jam selama 5 hari (Suyanto et al. 2010). Pada hari ke 0 (awal), 3 (tengah), dan 6 (akhir) dilakukan analisis beban limbah cair yang terdiri dari analisis BOD, COD, total nitrogen, dan nitrogen-amonia. Khusus untuk perlakuan penambahan lumpur aktif dilakukan juga analisis MLSS dan MLVSS. Setiap analisis dilakukan 3 kali ulangan.

27 Prosedur Analisis Analisis beban limbah yang dilakukan pada penelitian yaitu chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD), total nitrogen, nitrogen-amonia, mixed liquor suspended solids (MLSS), dan mixed liquor volatile suspended solids (MLVSS) COD (Chemical Oxygen Demand) (American Public Health Association (APHA) 1975) Prosedur penentuan parameter COD adalah sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 5 ml K 2 Cr 2 O 7 0,025 N. Selanjutnya ditambahkan H 2 SO 4 pekat sebanyak 7,5 ml dan didiamkan selama kurang lebih 15 menit di dalam ruang asam. Setelah itu ditambahkan 3 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan menggunakan larutan ferrous ammonium sulfat [Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2 ] 0,2 N. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau terang menjadi merah terang. Selain itu dilakukan juga titrasi terhadap blanko. Penentuan COD dilakukan dengan menggunakan rumus: Keterangan: B= Volume titrasi balnko (ml) S= Volume tittasi sampel (ml) N= Normalitas Fe(NH 4 ) 2 (SO 4 ) 2 V= Volume sampel yang digunakan (ml) BOD (Biological Oxygen Demand) (APHA 1975) Sampel diambil sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan diencerkan menggunakan akuades dengan faktor pengenceran 15 dan 20 kali. Setelah itu sampel tersebut diaerasi selama 10 menit. Setelah 10 menit, pisahkan sampel pada dua botol BOD, satu untuk inkubasi dan botol lainnya untuk mengukur DO pada larutan sampel. Sampel yang diinkubasi menggunakan botol BOD tidak boleh terdapat gelembung udara dalam botol BOD tersebut. Sampel kemudian diinkubasi selama lima hari di tempat gelap pada suhu 20 C. Setelah lima hari dilakukan pengukuran DO pada sampel yang telah diinkubasi. Nilai BOD dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

28 15 Keterangan: D1= Nilai DO sampel sebelum inkubasi D2= Nilai DO sampel setelah inkubasi P = Volume pengenceran Total nitrogen (Association of Official Analitycal of Chemist (AOAC) 2005) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis total nitrogen dengan metode Kjeldahl terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Sampel dipipet sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl, lalu ditambahkan setengah butir kjeltab dan 10 ml H 2 SO 4 pekat secara perlahan ke dalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 C selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening, kemudian didinginkan. Selanjutnya sampel dari tabung kjeldahl dipindahkan ke labu takar 100 ml untuk dilakukan pengenceran dengan akuades. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH 40% lalu dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer 125 ml yang berisi 10 ml asam borat (H 3 BO 3 ) 4%. Destilasi dilakukan sampai larutan asam borat yang berwarna merah menjadi warna biru dalam waktu ±15 menit. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Perhitungan total nitrogen dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: A = Volume titrasi sampel (ml) B = Volume titrasi blanko (ml) C = ml contoh Fp = Faktor pengenceran Kadar N-NH 3 (Nitrogen-amonia) (APHA 1975) Sampel yang telah didestilasi diambil sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian MnSO 4 ditambahkan sebanyak 1 tetes ke dalam tabung reaksi tersebut. Setelah itu ditambahkan asam hypochlorous sebanyak 0,5 ml dan reagen phenate sebanyak 0,6 ml. Setelah ditambahkan reagen tersebut dilakukan pengocokkan. Perubahan warna pada larutan sampel akan terjadi karena adanya penambahan reagen tersebut. Perubahan warna ini akan stabil pada larutan sampel setelah 10 menit sejak reagen ditambahkan ke larutan sampel. Larutan blanko dan larutan standar dibuat selama pengukuran ini. Nilai

29 16 absorban diukur pada larutan blanko menggunakan spektrofotometer. Atur panjang gelombang spektrofotometer pada 630 nm dan nilai total amonia nitrogen sampel akan keluar pada display alat tersebut MLSS (Mixed Liquor Suspended Solids) (APHA 1975) Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) merupakan jumlah total suspended solid yang berasal dari sistem MFC satu bejana. Total Suspended Solid (TSS) merupakan jumlah berat kering dalam mg/l lumpur yang ada dalam air limbah setelah mengalami penyaringan (Sugiharto 1987). Kertas saring Whatman 42 dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kemudian diambil sampel sebanyak 50 ml dengan diaduk terlebih dahulu dan disaring dengan kertas saring Whatman 42 yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah itu kertas saring tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu C selama 2 jam. Setelah itu kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Konsentrasi MLSS dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 6 Keterangan: A= Berat akhir kertas saring (gr) B= Berat awal kertas saring (gr) V= Volume sampel (ml) MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solids) (APHA 1975) Mixed Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS) merupakan MLSS yang telah dipanaskan pada suhu 600 C sehingga benda volatilnya menguap (Sugiharto 1987). Prosedur penentuan parameter MLVSS adalah cawan porselin yang akan digunakan dikeringkan dalam tanur selama 10 menit pada suhu 550 C dan selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kertas saring dari uji MLSS dimasukkan ke dalam cawan porselin dan diletakkan dalam tanur selama 2 jam pada suhu 550 C. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Bila perlu lakukan pengulangan proses pengeringan untuk mendapatkan berat yang konstan. Konsentrasi MLVSS dapat dihitung dengan rumus: 6

30 17 Keterangan: C= Berat awal cawan (gr) D= Berat akhir cawan (gr) V= Volume sampel (ml) 3.5 Rancangan Percobaan (Mattjik dan Jaya 2006) Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dalam waktu (RAL intime) dengan satu faktor, yaitu penambahan sumber mikroorganisme berupa lumpur aktif. Waktu dianggap sebagai pengamatan berulang sehingga akan terlihat perkembangan respon selama penelitian berjalan. Perlakuan yang dilakukan terdiri dari limbah cair tanpa lumpur aktif dan limbah cair dengan penambahan lumpur aktif. Apabila ada perbedaan nyata antar perlakuan dan waktu pengamatan dilanjutkan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95%. Data diolah dengan software SAS Model rancangan percobaan yang digunakan adalah Y ijk = µ + α i + δ ij + ω k + γ jk + αω ik + ε ijk Keterangan: Y ijk = nilai respon faktor A taraf ke-i, ulangan ke-j, waktu pengamatan ke-k µ = rataan umum α i = pengaruh faktor ke A taraf ke-i δ ij = komponen acak perlakuan ω k = pengaruh waktu pengamatan ke-k γ jk = komponen acak waktu pengamatan αω ik = pengaruh interaksi waktu dengan faktor A = komponen acak dari interaksi waktu dengan perlakuan ε ijk

31 18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Cair Perikanan Limbah cair industri pengolahan ikan dapat dikarakterisasi melalui parameter fisikokimia, organik, nitrogen dan kandungan fosfor (Tay et al. 2006). Kontaminan utama yang terdapat pada limbah cair perikanan merupakan campuran berbagai substrat, terutama bahan organik alami. Penelitian ini menggunakan limbah cair perikanan buatan sebagai pengganti limbah cair industri perikanan. Tujuan penggunaan limbah cair buatan adalah agar limbah yang digunakan lebih stabil. Menurut Ibrahim (2007) penggunaan limbah cair buatan bertujuan agar umpan yang akan dimasukkan ke dalam sistem sebagai influen memiliki karakteristik yang lebih stabil dan mudah dikendalikan. Proses pembuatan limbah cair perikanan mengacu pada penelitian Ibrahim (2007), yaitu perbandingan antara daging ikan (kg) dengan air (L) adalah 1:5. Proses perebusan limbah padat dilakukan dalam pembuatan limbah cair buatan yang bertujuan untuk melarutkan kandungan bahan organik yang terdapat pada limbah padat. Tujuan perebusan pada pembuatan limbah cair buatan yaitu mendapatkan kadar nitrogen yang tinggi dalam limbah cair yang dihasilkan (Irma 2008). Karakteristik limbah cair buatan yang dihasilkan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik limbah cair perikanan buatan Parameter Satuan Limbah cair buatan Limbah cair perikanan* Total N mg/l 607, BOD mg/l COD mg/l 1062,4 571 Amonia mg/l 3,89 1,7 * Sumber: Ibrahim (2007), limbah cair industri pengalengan tuna dan sarden Limbah cair perikanan buatan memiliki jumlah nitrogen yang tinggi. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan untuk pembuatan limbah cair berupa daging ikan yang memiliki kandungan protein tinggi. Tay et al. (2006) meyampaikan bahwa konsentrasi nitrogen dapat tinggi pada limbah cair industri perikanan. Tingkat kandungan nitrogen yang tinggi dikarenakan kandungan protein yang tinggi pada ikan atau invertebrata laut (15-20% berat basah). Limbah cair perikanan buatan memiliki nilai BOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah cair dari industri pengalengan tuna dan sarden.

32 19 Limbah cair perikanan memiliki nilai BOD yang sangat tinggi disebabkan oleh tingginya komponen organik yang terkandung di dalam limbah cair perikanan. Tay et al. (2006) menyatakan bahwa kebutuhan oksigen pada limbah cair perikanan dikarenakan dua hal, yaitu komponen karbon yang digunakan sebagai substrat oleh mikroorganisme aerobik dan komponen nitrogen yang secara alami terdapat pada limbah cair perikanan seperti protein, peptida dan amina volatil. Analisis COD dilakukan dengan metode dikromat. Limbah cair perikanan buatan memiliki nilai COD yang tinggi. Limbah cair dari industri pengolahan ikan memiliki karakteristik nilai COD yang tinggi karena kandungan kompnen organik dan anorganik yang tinggi, sehingga oksigen yang digunakan untuk menguraikan komponen organik tersebut secara kimiawi juga tinggi. Ibrahim et al. (2009) menyatakan bahwa limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi dengan tingkat pencemaran yang berbeda, tergantung pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Priambodo (2011) menambahkan bahwa perbedaan proses produksi menghasilkan limbah cair dengan jumlah dan kualitas yang berbeda. Carawan (1991) menyatakan bahwa rata-rata nilai COD dari proses pengalengan ikan tuna antara mg/l. Nilai amonia limbah cair perikanan buatan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai amonia limbah cair dari industri pengalengan tuna dan sarden. Amonia merupakan hasil penguraian senyawa nitrogen. Nitrogen di dalam limbah cair terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen amonia, proporsinya tergantung bahan organik yang didegradasi (Ibrahim 2007). Nilai baku mutu amonia dari limbah cair perikanan antara 5-10 mg/l (Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2007). Karakteristik limbah industri pengalengan tuna dan sarden pada Tabel 4 menunjukkan bahwa limbah cair perikanan buatan yang digunakan pada penelitian ini telah memenuhi karakteristik limbah cair industri perikanan, khususnya limbah cair industri pengalengan tuna dan sarden. 4.2 Kondisi Limbah Cair Perikanan dalam Sistem MFC Satu Bejana Sistem MFC memiliki kemampuan sebagai bioreaktor untuk mengolah limbah cair. Berbagai macam jenis limbah cair yang mengandung bahan organik dapat dijadikan sebagai substrat pada sistem MFC, salah satunya adalah limbah cair perikanan yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Sistem MFC dapat

33 20 mengolah limbah cair dengan memanfaatkan mikroorganisme yang terdapat pada susbstrat untuk mendegradasi bahan organik. Sistem MFC juga dapat menghasilkan listrik dengan cara menangkap elektron hasil degradasi bahan organik dengan elektroda. Pengukuran listrik dilakukan selama 5 hari. Tipe sistem MFC yang digunakan berupa MFC satu bejana dengan perlakuan pemberian lumpur aktif. Penambahan substrat lumpur aktif pada limbah cair perikanan diharapkan mampu meningkatkan degradasi bahan organik dan listrik yang dihasilkan semakin besar. Parameter karakterisitik limbah cair yang dianalisis selama pengolahan di dalam sistem MFC adalah total nitrogen, BOD, COD, nitrogen-amonia, MLSS dan MLVSS. Analisis MLSS dan MLVSS hanya dilakukan pada sistem MFC dengan perlakuan pemberian lumpur aktif. Sebelum dimasukkan ke dalam sistem MFC, lumpur aktif terlebih dahulu diaklimatisasi dengan limbah cair buatan yang akan digunakan Total nitrogen Total nitrogen menunjukkan jumlah total nitrogen organik yang terdapat dalam limbah cair. Nitrogen di dalam air limbah terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen amonia, proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung. Total nitrogen organik selama di dalam sistem MFC dapat dilihat pada Gambar 5. Rata-rata Total N (mg/l) ,32 ax 607,32 ax 573,58 ax 607,32 ax 607,32 ax 573,58 ax Hari Gambar 5 Total nitrogen limbah cair selama di dalam MFC satu bejana. Limbah cair Limbah cair dan lumpur aktif. Huruf a dan b menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar perlakuan. Huruf x, y dan z menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu pengamatan. Total nitrogen mengalami penurunan yang sama selama di dalam sistem MFC satu bejana, baik limbah cair tanpa pemberian lumpur aktif dan limbah cair

34 21 dengan pemberian lumpur aktif, yaitu 607,32 mg/l pada hari ke-0 kemudian menjadi 573,58 mg/l pada hari ke-6. Penambahan lumpur aktif tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan total nitrogen selama di dalam sistem MFC satu bejana (P>0,05). Penurunan total nitrogen menunjukkan terjadinya reaksi penguraian senyawa nitrogen organik. Penurunan yang sama antara kedua perlakuan tersebut menunjukkan bahwa limbah cair tanpa pemberian lumpur aktif dapat menguraikan senyawa nitrogen organik melalui mikroorganisme yang terdapat pada limbah cair tersebut. Bakteri yang terdapat pada lumpur aktif diduga masih beradaptasi dengan substrat yang ada, sehingga proses penguraian senyawa nitrogen masih berjalan sama dengan perlakuan tanpa pemberian lumpur aktif selama selama 6 hari. Ibrahim et al. (2005) menyatakan bahwa mikroorganisme dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya dan mencapai fase pertumbuhan logaritmik sampai hari ke-8 dengan menggunakan substrat yang tersedia. Degradasi limbah cair secara biologis merupakan proses yang berlangsung secara alamiah, namun berjalan lambat. Avnimelech et al. (2001) menyatakan bahwa kecepatan penurunan nitrogen organik sangat kompleks karena hanya sebagian dari nitrogen organik yang berubah menjadi nitrogen anorganik, sementara itu sisanya digunakan untuk memproduksi protein bakteri yang selanjutnya akan menjadi biomassa sel. Nitrogen dalam air limbah pada umumnya terdapat dalam bentuk organik dan oleh bakteri berubah menjadi nitrogen amonia. Dalam kondisi aerobik bakteri dapat mengoksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat (Ginting 2007) Biological oxygen demand (BOD) Biological oxygen demand atau BOD merupakan jumlah miligram oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerobik untuk menguraikan bahan organik karbon dalam satu liter air selama lima hari pada suhu 20 C±1 C (BSN 2009). Hasil pengukuran BOD limbah cair selama di dalam sistem MFC dapat dilihat pada Gambar 6.

35 22 Rata-rata BOD (mg/l) ax 450 ax 428 ax 475 ax 436 ax 407 ax Hari Gambar 6 BOD limbah cair selama di dalam MFC satu bejana. Limbah cair Limbah cair dan lumpur aktif. Huruf a dan b menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar perlakuan. Huruf x, y dan z menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu pengamatan. Nilai BOD limbah cair selama 6 hari mengalami penurunan. Perlakuan pemberian lumpur aktif pada limbah cair mengalami penurunan yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian lumpur aktif. Perlakuan penambahan lumpur aktif ke dalam limbah cair tidak memberikan pengaruh terhadap penurunan BOD (P>0,05). Penurunan nilai BOD tersebut menunjukkan terjadinya proses penguraian senyawa organik. Semakin besar jumlah bahan organik yang diuraikan semakin banyak oksigen yang digunakan, karena oksigen tersebut digunakan untuk penguraian senyawa organik. Penurunan nilai BOD selama 6 hari yang tidak terlalu signifikan dari kedua perlakuan menandakan bahwa mikroorganisme di dalam sistem MFC tidak menguraikan bahan organik dengan maksimal. Hal ini dapat disebabkan kurangnya oksigen di dalam bejana anoda yang tidak diberi aerasi atau dikondisikan untuk kondisi anaerobik. Sulihingtyas et al. (2010) menyatakan bahwa kerja aerasi yang kurang maksimal menyebabkan persediaan oksigen terlarut di dalam sistem tidak mencukupi bagi mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik. Selain itu, mikroorganisme di dalam sistem MFC dengan penambahan lumpur aktif yang diduga masih beradaptasi menggunakan oksigen tersebut untuk proses adaptasi. Nilai BOD yang ditampilkan merupakan nilai BOD 5. Nilai BOD 5 hanya merupakan indeks jumlah bahan organik yang dapat dipecah secara biologik bukan ukuran sebenarnya dari limbah organik (Jenie dan Rahayu 1993). Oksidasi

36 23 berjalan sangat lambat dan secara teoritis memerlukan waktu yang tak terbatas. Oksidasi organik karbon akan mencapai 60-70% dalam waktu 5 hari (BOD 5 ) dan dalam waktu 20 hari akan mencapai 95% (Siregar 2005). Oksidasi yang berjalan lambat ini juga mengakibatkan penurunan nilai BOD yang tidak signifikan. Nilai BOD yang dihasilkan menunjukkan bahan organik atau beban limbah cair selama di dalam sistem MFC masih cukup tinggi. Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007 menetapkan nilai baku mutu BOD limbah cair industri pengolahan ikan khususnya pengalengan yaitu 75 mg/l. Nilai BOD diduga masih dapat menurun seiring dengan penambahan waktu inkubasi di dalam sistem MFC dan penambahan konsentrasi lumpur aktif untuk mempercepat proses penguraian bahan organik Chemical oxygen demand (COD) Pengukuran COD menekankan kebutuhan oksigen secara kimia dimana senyawa-senyawa yang diukur adalah bahan-bahan yang tidak dapat dipecah secara biokimia (Ginting 2007). Hasil pengukuran COD limbah cair perikanan selama di dalam sistem MFC dapat dilihat pada Gambar 7. Rata-rata COD (mg/l) ax 848 ay 816 ay 901 bx 805 by 781 by Hari Gambar 7 COD limbah cair selama di dalam MFC satu bejana. Limbah cair Limbah cair dan lumpur aktif. Huruf a dan b menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar perlakuan. Huruf x, y dan z menunjukkan pengaruh perbedaan nyata antar waktu pengamatan. Nilai COD limbah cair mengalami penurunan selama di dalam sistem MFC satu bejana. Perlakuan pemberian lumpur aktif ke dalam sistem MFC satu bejana memberikan pengaruh berbeda terhadap penurunan nilai COD (P<0,05) dan terjadi penurunan nilai COD yang nyata antara hari ke-0 dengan hari ke-3 dan ke-6 dari kedua perlakuan. Nilai COD limbah cair tanpa pemberian lumpur aktif

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Bagian Industri Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Industri Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Industri Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Industri Perikanan Limbah industri perikanan dapat didefinisikan sebagai apa saja yang tersisa dan terbuang dari suatu kegiatan penangkapan, penanganan, dan pengolahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Cair Perikanan Limbah cair industri pengolahan ikan dapat dikarakterisasi melalui parameter fisikokimia, organik, nitrogen dan kandungan fosfor (Tay et

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 17 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2012. Karakterisasi limbah padat agar, pembuatan serta karakterisasi karbon aktif dilakukan di Laboratorium Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pengujian kualitas fisik telur dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas kimia telur dilakukan

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan, mulai bulan Juli hingga November 2009. Pemeliharaan ikan dilakukan di Kolam Percobaan, Departemen Budidaya

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit pisang dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Kerja Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biomassa dari bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu Dan Tempat Penelitian. B. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu Dan Tempat Penelitian. B. Alat dan Bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu pada 7 Oktober 2015 hingga 7 November 2015 di Sub Lab Kimia FMIPA UNS dan Balai Laboratorium Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c. BAB 3 METODE PERCOBAAN Pada analisis yang dilakukan terhadap penentuan kadar dari beberapa parameter pada limbah cair pengolahan kelapa sawit menggunakan beberapa perbedaan alat dan metode, adapun beberapa

Lebih terperinci

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN II. TUJUAN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan oksigen kimia 3. Untuk mengoksidasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai Oktober 2011, dan dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Limbah cair usaha kegiatan peternakan dari MT Farm Ciampea b. Air Danau LSI IPB. c.

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5. BAB 3 ALAT DAN BAHAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat- alat 1. Gelas ukur 25mL Pyrex 2. Gelas ukur 100mL Pyrex 3. Pipet volume 10mL Pyrex 4. Pipet volume 5mL Pyrex 5. Buret 25mL Pyrex 6. Erlenmeyer 250mL

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. METODOLOGI 3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus tahun 0. Pelaksanaan penelitian bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan dan

Lebih terperinci

KINERJA RANGKAIAN SERI PADA SISTEM MICROBIAL FUEL CELL SEBAGAI PENGHASIL BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR PERIKANAN SYEILA ROSMALAWATI

KINERJA RANGKAIAN SERI PADA SISTEM MICROBIAL FUEL CELL SEBAGAI PENGHASIL BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR PERIKANAN SYEILA ROSMALAWATI KINERJA RANGKAIAN SERI PADA SISTEM MICROBIAL FUEL CELL SEBAGAI PENGHASIL BIOLISTRIK DARI LIMBAH CAIR PERIKANAN SYEILA ROSMALAWATI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung (BBPBL), Laboratorium Pengelolaan Limbah Agroindustri

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini diperlukan alur penelitian, berikut merupakan diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. STUDI LITERATUR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana limbah cair yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari limbah cair

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand) Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Water Treatment Plan (WTP) sungai Cihideung milik Institut Pertanian Bogor (IPB) kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN A.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, (USU), Medan. A.2 BAHAN DAN PERALATAN A.2.1 Bahan-Bahan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN 3. METODE PENELITIAN 3. 1. KERANGKA PEMIKIRAN Ide dasar penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu teknik pengolahan limbah pertanian, yaitu suatu sistem pengolahan limbah pertanian yang sederhana,

Lebih terperinci

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

MATERI METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. III. MATERI METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2014-Januari 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Proses pengomposan dilaksanakan di Talang Padang Kabupaten Tanggamus Januari - Februari 2013 sedangkan analisis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007

Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN YANG MELAKUKAN PENGOLAHAN AIR

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea terhadap ketersediaan NH3, volatile fatty acids dan protein total secara in vitro dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen 23 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari kulit singkong dengan penggunaan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau atau tauge. Nata yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dan Laboratorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blotong dan sludge industri gula yang berasal dari limbah padat Pabrik Gula PT. Rajawali

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO 3 Mulai Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO 3 2,5 g/l

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN 1 METODOLOGI PENELITIAN LAMPIRAN 1 METODOLOGI PENELITIAN L1.1 Flowchart Prosedur Penelitian L1.1.1 Flowchart Prosedur Analisa M-Alkalinity Mulai Dimasukkan 5 ml sampel ke dalam beaker glass Ditambahkan aquadest hingga volume

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XVIII PENGUJIAN BAHAN SECARA KIMIAWI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Pemeliharaan, pengamatan bobot badan, penyembelihan dan pengamatan sifat non karkas landak dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Kambing Perah, Laboratorium Industri Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak. Nata yang dihasilkan kemudian

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja III.1. Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan limbah pulp kakao yang berasal dari perkebunan coklat PT IGE di updelling Cipatat sebagai media atau substrat untuk

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN STUDI PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN ph LIMBAH PABRIK TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT Fajrin Anwari, Grasel Rizka Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 hingga Januari 2011. Penelitian dilakukan di laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan Protein Total Fodder Jagung Hidroponik pada Umur Panen Berbeda Secara In Vitro telah dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder jagung hidroponik dengan media perendaman dan penggunaan dosis pupuk yang berbeda dilakukan pada tanggal

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berjudul Pengujian Biji Pala (Myristica sp.) sebagai Bahan Anestesi Lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dilaksanakan di Laboratorium Bahan Baku dan Industri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci