Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014"

Transkripsi

1 Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014 STRATEGI MENINGKATKAN KESETARAAN GENDER DALAM BIDANG POLITIK DI NUSA TENGGARA BARAT Siti Nurul Khaerani 1 Abstrak: Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam bidang politik perlu dilakukan seperti bidang-bidang lainnya. Selama ini peningkatan kesetaraan dan keadilan gender berjalan lambat dibandingkan dengan bidang yang lain. Peran serta salah satu jenis kelamin dalam hal ini perempuan sangat jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Banyak kendala antara lain anggapan bahwa politik itu keras, kotor, kejam dan lain-lain menyebabkan perempuan tidak pantas untuk berkiprah pada bidang politik. Hal ini karena adanya konstruksi sosial dari masyarakat tentang perempuan bahwa perempuan itu lemah. Akibatnya sulit untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam bidang politik. Kesetaraan dan keadilan gender dapat terwujud jika akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan dalam bidang politik dapat diberikan pada semua jenis kelamin. Kata Kunci: Kesetaraan, gender, politik PENDAHULUAN Sudah bukan rahasia lagi bila jumlah keterwakilan perempuan di parlemen hampir semua Negara sangat sedikit. Hal ini tidak sesuai dengan populasi perempuan dimasing-masing Negara. Di beberapa Negara keterwakilan perempuan pada level pengambil keputusan merupakan posisi yang kritis bagi terlaksananya demokrasi di suatau negara. Selain masalah persentase, kualitas perempuan yang duduk dalam parlemen juga menjadi sangat penting karena akan mempengaruhi peraturan-peraturan atau keputusan terkait perempuan. Banyak penyebab dari rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen misalnya adanya pemikiran bahwa tanggung jawab pengasuhan anak sepenuhnya pada perempuan. Pekerjaan pengasuhan anak ini berakibat pada banyaknya perempuan yang tinggal di rumah sehingga akibat jangka panjangnya adalah tidak banyak perempuan yang berinteraksi secara public (Heines, 1992). Seager (1997) mengatakan kalau laju dari keterwakilan perempuan di parlemen sangatlah lambat sehingga memperkirakan bahwa 1 Penulis adalah dosen tetap Fakultas syari ah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri Mataram Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram 133

2 Siti Nurul Khaerani dengan laju seperti ini keseimbangan antara laki-laki dan perempuan di parlemen baru akan bisa dicapai pada tahun Dalam Negara yang menganut sistem nilai patriarkal, seperti Indonesia, kesempatan perempuan untuk menjadi politisi relatif terbatasi karena persepsi masyarakat mengenai pembagian peran laki-laki dan perempuan, yang cenderung bias kearah membatasi peran perempuan pada urusan rumah tangga. Namun demikian, pada masa perjuangan kemerdekaan kebutuhan akan kehadiran banyak pejuang, baik laki-laki maupun perempuan, membuka kesempatan luas bagi para wanita untuk berkiprah di luar lingkup domistik dengan tanggung jawab urusan rumah tangga. Masyarakat menerima dan menghargai para pejuang perempuan yang ikut berperan di medan perang., dalam pendidikan, dalam pengobatan, dan dalam pengelolaan logistik. Kesempatan ini memberi kemudahan pada perempuan untuk memperjuangkan isu-isu yang berhubungan dengan kepentingan mereka atau yang terjadi di sekitar mereka, selain isu politik. 3 Bagaimanapun juga, perempuan mempunyai kebebasan untuk menempuh pendidikan tinggi, demikian juga untuk menjadi pemimpin sekalipun, termasuk dalam dunia politik. Dan sangat meyedihkan sekali ketika jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki tetapi yang terjun ke dunia politik hanya segelintir orang. Masyarakat selama ini beranggapan bahwa politik itu kotor, keji dan kejam, sehingga kaum perempuan tidak boleh masuk ke ranah tersebut, diskriminasi yang dibuat oleh masyarakat patrilinial selama ini bahwa perempuan itu lemah membuat perempuan menjadi takut untuk masuk kedunia politik. Upaya meningkatkan peran perempuan merupakan pembangunan bidang politik dalam negeri yang menjadi area strategis bagi pencapaian kesetaraan gender. Sebelum memasuki era reformasi, politik dalam negeri tidak banyak mengalami perubahan. Pengambilan keputusan dan kontrol terhadap pembangunan sangat didominasi oleh laki-laki, sedangkan perempuan dalam politik masih sangat minim perannya. Memasuki era reformasi, dorongan untuk meningkatkan peran perempuan bersama laki-laki dalam wilayah politik meningkat. Hal ini dikuatkan oleh dasar hukum pembangunan bidang politik karena pada tahun 2008, dengan dikeluarkannya UU No. 10 tentang pemilihan umum, kebijakan afirmatif diberlakukan dengan menetapkan kuota minimal 30 persen anggota legislatif terdiri dari perempuan. Dengan kuota 30 persen tersebut diharapkan pemikiran-pemikiran perempuan lebih terwakili di dalam parlemen Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2012, dikeluarkan UU.No 8 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, menggantikan UU.No 10 tahun 2008 tentang hal yang sama. Dalam UU tersebut hal yang 2 Sun, 2005 Pada Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2012, Kerjasama Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan BPS, Penerbit Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Tahun 2012,hal Khofifah Indar Parawansa, Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram

3 Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014 penting untuk diperhatikan adalah persyaratan yang mengharuskan setiap partai politik mengajukan 1 (satu) calon legislatif perempuan untuk setiap 3 (tiga) nama calon legislatif. 4 Pada tingkat nasional tidak banyak perubahan keterwakilan perempuan di DPR selama periode (pra -reformasi) dan periode , yaitu berkisar pada 9-12 persen. Namun, pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 terjadi peningkatan keterwakilan perempuan menjadi 18,4 persen. Sementara itu pada tingkat DPRD I rata-rata keterwakilan perempuan mencapai 16 persen, dan DPRD II mencapai 12 persen. Semua DPRD Provinsi telah memiliki representasi perempuan kecuali Bali. 5 Demikian halnya dengan Nusa Tenggara Barat, memiliki perwakilan di DPRD untuk perempuantapi tidak sampai 30%. Tulisan ini akan membahas Strategi Meningkatkan Kesetaraan Gender Dalam Bidang politik Di Nusa Tenggara Barat. Dalam hal ini menekankan kesetaraan gender dalam bidang legislatif. LEGISLATIF DI NUSA TENGGARA BARAT Perempuan di Nusa Tenggara Barat masih sangat minim dalam berperan aktif di bidang politik. Hal ini bisa dilihat dari keterwakilan perempuan di Legislatif dalam periode Pada periode tahun jumlah anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat sebanyak 55 orang, dimana jumlah anggota DPRD perempuan hanya 6 orang atau sekitar 10, 9 persen, sedangkan laki-laki 49 orang atau sekitar 89,1 persen. Dan jika dilihat dari sebaran partai politik, dari 15 partai politik anggota DPRD perempuan hanya ada pada 6 partai. Hal ini tidak sebanding dengan pemilih yang ternyata lebih banyak perempuan. Jumlah pemilih tetap (DPT) pada pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD Nusa Tenggara Barat 2014 dari orang, jumlah pemilih perempuan sebanyak orang atau sekitar 51,5 persen. 6 Sedangkan untuk ketua partai, hanya ada satu perempuan yaitu dari Partai Persatuan Pembangunan. Ternyata banyaknya pemilih perempuan tidak sebanding dengan jumlah anggota dewan perempuan. Itu berarti pemilih perempuan belum tentu memilih calon legislatif perempuan. Dan ini menjadi tantangan sendiri bagi calon legislatif untuk berjuang merebut hati pemilih perempuan dengan berkompetisi dengan calon legislative laki-laki.. Pada tingkat kabupaten/kota seperti di kota Mataram untuk periode dari 35 anggota legislatif di Mataram hanya 3 orang atau hanya 8.5% yang perempuan sisanya sebanyak 32 orang atau 9.5% adalah laki-laki. Anggota legislative tersebut berasal dari partai PDI-P, Demokrat dan PKPB. 7 Sedangkan untuk Kabupaten Lombok Barat secara kuantitatif untuk periode dari 45 anggota legislatif hanya 2 orang perempuan atau hanya 4 4 Tim Penulis, Pembangunan Kesetaraan Gender Background Study RPJMN III ( ), Bapenas, 2014 hal 62 5 Pembangunan Kesetaraan Gender Background Study RPJMN III ( ), hal 62 6 NTB Dalam Angka Mataram Dalam Angka 2013 Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram 135

4 Siti Nurul Khaerani persen, sedangkan laki-laki sebanyak 96 persen. 8 Sedangkan Untuk Kabupaten Lombok Tengah pada periode dari 45 anggota legislatif jumlah anggota legislatif perempuan hanya 4 orang atau 8 persen sedangkan laki-laki sebanyak 41 orang atau 92 persen. 9 Untuk kabupaten Lombok Timur, pada periode jumlah anggota legislatif perempuan hanya 4 orang atau 8 persen dari 50 orang, sedangkan laki-laki 46 orang atau 92 persen. Akan tetapi yang menarik adalah ketua DPRD adalah perempuan. Di kabupaten Lombok Utara untuk periode sebagai kabupaten termuda di Nusa Tenggara Barat yang terbentuk tahun 2009, maka pada pemilihan umum tahun 2009, masyarakat Lombok Utara masih bergabung dengan kabupaten Lombok Barat. Dewan Perwakilan Rakyat kabupaten Lombok Utara baru terbentuk tahun 2010 dan di ketuai oleh Mariadi, S.Ag. Dari 25 Anggota dewan yang ada hanya 1 (satu) orang perempuan yang menjadi anggota DPRD dan berasal dari partai Demokrat (Dra. Ni Wayan Sri Pradianti). Hal ini menunjukkan terjadi perbedaan kesenjangan jumlah yang cukup jauh antara laki-laki dan perempuan dalam bidang legislative. Dan menyebabkan kiprah dari anggota DPRD perempuan menjadi terbatas di legislatife. Posisi anggota legislatif perempuan pada komisi ( komisi 1,2 dan 3) yang ada pun sedikit terbatas hanya sebatas menjadi anggota pada komisi 3 yang membidangi masalah pembangunan. 10 Sedangkan di pulau Sumbawa yang terdiri dari 5 wilayah dengan 4 kabupaten dan 1 kota, juga tidak jauh berbeda peran perempuannya dalam bidang legislatif dengan kabupaten Lombok Utara. Sebagai contoh untuk Kabupaten Sumbawa pada periode , anggota dewan perempuan hanya 1 (satu) orang dari 40 (empat puluh orang), atau hanya 2.5 persen sedangkan 9.75 persen atau 39 orang adalah laki-laki. Jika kita analisa dari peran permpuan di Nusa Tenggara Barat dalam kiprahnya dibidang politik, khususnya bidang legislatif, maka kita dapat melihat bahwa dari seluruh kabupaten bahkan sampai ditingkat kabupaten tidak ada yang sampai 30 persen. Walaupun pada salah satu Kabupaten yaitu Lombok timur ketua DPRD dipegang oleh perempuan. Akan tetapi pada daerah lain posisi perempuan di Legislatif sebatas menjadi anggota komisi, seperti yang ada di Lombok Utara, kecuali untuk tingkat Provinsi salah seorang anggota dewan ada yang menjadi ketua komisi. Dari anggota legislatif yang ada pada periode , legislatif perempuan dari latar belakang karena memiliki ikatan dengan organisasi terbesar yang ada didaerah, menjadi ketua partai sehingga dapat posisi no urut satu, atau karena latar belakang keluarga terpandang yang memiliki pengaruh di masyarakat. 8 Lombok Barat Dalam Angka Lombok Tengah Dalam Angka Sumber: Sekretariat DPRD KLU 136 Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram

5 Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014 KEDALA-KENDALA MEWUJUDKAN KESETARAAN GENDER DALAM BIDANG POLITIK Rendahnya Partisipasi perempuan dalam bidang politik banyak disebabkan oleh persepsi tentang politik, dimana politik itu kejam, keras sehingga tidak cocok bagi kaum perempuan. Pada masyarakat kita konstruksi masyarakat yang dibangun tentang perempuan menyebabkan banyak ketidakadilan gender yang terjadi. Sehingga untuk meningkatkan peran perempuan dalam bidang politik membutuhkan proses yang panjang, dan jika tidak diperjuangkan maka akan sulit mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam bidang politik. Sebagaimana kita ketahui bahwa kesadaran akan kesetaraan gender telah menjadi wacana publik yang terbuka, sehingga hampir tidak ada sudut kehidupan manapun yang tidak tersentuh wacana ini. Gender telah menjadi prespektif baru yang sedang diperjuangkan untuk menjadi kontrol bagi kehidupan sosial, sejauh mana prinsif keadilan, penghargaan martabat manusia dan perlakuan yang sama dihadapan apapun antar sesama manusia termasuk laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil permbangunan tersebut. 11 Akan tetapi hal ini menjadi kendala karena konsep gender pada masyarakat sering dirancukan dengan jenis kelamin. Kata gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris yaitu gender. Jika dilihat dalam kamus bahasa Inggris, tidak secara jelas dibedakan pengertian antara sex dan gender. 12. Karena itu penting sekali memahami perbedaan antara jenis kelamin (sex) dan gender. Yang dimaksud jenis kelamin (sex) adalah perbedaan biologis hormonal dan patalogis antara perempuan dan lakilaki, misalnya laki-laki memilki penis, testis, dan sperma, sedangkan perempuan mempunyai vagina, payudara, ovum dan rahim. Laki-laki dan perempuan secara biologis berbeda, dan masing-masing mempunyai keterbatasan dan kelebihan biologis tertentu. Perbedaan biologis tersebut bersifat kodrati, atau pemberian Tuhan, dan tak seorang pun dapat mengubahnya. Adapun yang dimaksud gender adalah seperangkap sikap, peran dan tanggung jawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Sebagai contoh, laki-laki sering digambarkan sebagai manusia yang kuat, perkasa, berani, rasional dan tegar. Sebaliknya perempuan digambarkan dengan figur yang lemah, pemalu, penakut, emosional, rapuh dan lembut gemulai. Sehingga gender adalah suatu konsep yang mengacu pada peran- 11 Elfi Muawanah, Pendidikan Gender Dan Hak Asasi Manusia,Cet I,(Yogyakarta: Teras, 2009), Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik: Studi Tentang Kualitas Kesetaraan Gender dalam Administrasi Cet I (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008),18. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram 137

6 Siti Nurul Khaerani peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai dengan perubahan zaman. 13 Pemahaman gender sebagai sebuah konstruksi sosial tentang relasi lakilaki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh sistem dimana keduanya berada pada kenyataannya dikonstruksikan oleh kekuasaan, baik kekuasaan politik, ekonomi sosial, kultural, bahkan fiskal karena sebagaimana halnya kenyataan kekuasaan adalah identik dengan kepemimpinan. 14 Perubahan peran gender seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya juga dipengaruhi oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis. Di Inggris sendiri pada abad ke XIX ada anggapan bahwa kaum perempan tidak pantas bekerja di luar rumah guna mendapatkan upah. Tapi pandangan yang lebih kemudian menunjukkan bahwa anggapan ini hanya berlaku bagi perempaun kelas menengah dan kelas atas. Kaum perempuan kelas bawah diharapkan bekerja sebagai pembantu (servants) bagi kaum perempuan yang dilahirkan tidak untuk bekerja sendiri. Dengan kata lain, kelas (class) nyaris selalu berkaitan dengan urusan memutuskan peran gender yang pantas karena memiliki jenis kelamin (sex) biologis tertentu. 15 Dari pengertian dan kosep gender diatas kita bisa menyimpulkan bahwa gender berbeda dengan jenis kelamin dan gender bisa berbeda tergantung waktu, tempat dan masyarakat yang mengalami. Sehingga perbedaan gender seharusnya tidak menjadi penghalang bagi salah satu jenis kelamin untuk ikut serta aktif di masyarakat. Karena gender merupakan bentukan masyarakat yang juga bisa berubah seiring dengan perkembangan zaman. Perbedaan gender sesungguhnya merupakan hal biasa sepajang tidak mengakibatkan ketidakadilan gender. Akan tetapi, realitas di masyarakat menunjukkan perbedaan gender melahirkan berbagai bentuk ketimpangan atau ketidakadilan, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan.sehingga timbul pertanyaan, mengapa ketidakadilan gender terjadi semakin luas dan menyelimuti hampir semua kelompok perempuan? Sejumlah faktor ditenggarai sebagai penyebab dan yang paling mengemuka adalah tiga faktor utama: pertama dominasi budaya patriarkal. Seluruh elemen pembentuk kebudayaan kita memiliki watak yang memihak pada atau didominasi oleh kepentingan lakilaki. Kedua, interprestasi ajaran agama sangat didominasi oleh pandangan yang bias gender dan bias nilai-nilai patriarkal. Ketiga, hegemoni Negara yang begitu kuat. 16 Ketidakadilan gender yang termanifestasi dalam bentuk marjinalisasi, kekerasan, subordinasi, stereotip dan beban ganda telah terjadi di berbagai tingkatan masyarakat. Pertama wujud dari ketidakadilan gender terjadi di tingkat Negara, baik pada suatu Negara maupun organisasi antar Negara. Banyak kebijakan 13 Siti Musdah Mulia dkk, Keadilan dan Kesetaraan Gender( Perspektif Islam), Cet II (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender,2001),vii-ix. 14 Nugroho, Gender, Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, Cet V (Yogyakarta: Rifka Annisa Women s), Mulia, Islam Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram

7 Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014 dan hukum negara, perundang-undangan serta program kegiatan yang masih mencerminkan sebagian dari wujud ketidakadilan gender. Kedua, wujud dari ketidakadilan ini juga terjadi di tempat kerja, organisasi maupun dunia pendidikan. Banyak aturan kerja, manajemen, kebijakan keorganisasian, dan kurikulum pendidikan yang masih melanggengkan ketidakadilan gender tersebut. Ketiga, dalam adat istiadat di banyak kelompok etnik masyarakat, kultur suku-suku maupun dalam tafsiran keagamaan wujud ketidakadialan gender ini pun terjadi. Keempat, ketidakadilan gender juga terjadi dilingkungan rumah tangga. Mulai dari proses pengambilan keputusan, pembagian kerja, hingga interaksi antara anggota keluarga, di dalam banyak rumah tangga seharihari asumsi bias gender ini masih digunakan. Dan Kelima adalah ketidakadilan gender yang sudah mengakar di dalam suatu keyakinan dan menjadi idiologi bagi kaum perempuan maupun laki-laki, hal seperti ini sudah sangat sulit diubah. 17 Dan hal tersebut diatas juga menyebabkan kendala mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam bidang politik, karena banyak ketidakadilan yang terjadi pada salah satu jenis kelmin, yaitu perempuan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola seleksi antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota legislatif: 18 Faktor pertama berhubungan dengan konteks budaya di Indonesia yang masih sangat kental asas patriarkalnya. Persepsi yang sering dipegang adalah bahwa arena politik adalah untuk laki-laki, dan bahwa tidaklah pantas bagi wanita untuk menjadi anggota parlemen. Faktor kedua berhubungan dengan proses seleksi dalam partai politik. Seleksi terhadap para kandidat biasanya dilakukan oleh sekelompok kecil pejabat atau pimpinan partai, yang hampir selalu laki-laki. Di beberapa Negara, termasuk Indonesia, dimana kesadaran mengenai kesetaraan gender dan keadilan masih rendah pemimpin laki-laki dari partai-partai politik mempunyai pengaruh yang tidak proporsional terhadap politik partai, khususnya dalam hal gender. Perempuan tidak memperoleh banyak dukungan dari partai-partai politik karena struktur kepemimpinannya didominasi oleh laki-laki. Ketiga, berhubungan dengan media yang berperan penting dalam membanguan opini publik mengenai pentingnya representasi perempuan dalam parlemen. Keempat, tidak adanya jaringan antara organisasi massa, LSM dan partai-partai politik untuk memperjuangkan representasi perempuan. Selain hal hal tersebut ada beberapa hal yang menjadi penghalang yaitu: kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan wanita sehingga sering dirasakan sulit merekrut perempuan dengan kemampuan politik yang memungkinkan mereka bersaing dengan laki-laki. Perempuan yang memiliki kapabilitas politik memadai cenderung terlibat dalam usaha pembelaan atau memilih peran-peran non partisan. Selain itu factor keluarga, dimana wanita berkeluarga sering mengalami hambatan- 17 Nugroho, Gender Khofifah Indar Parawansa, Hambatan,.. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram 139

8 Siti Nurul Khaerani hambatan tertentu, khususnya persoalan izin dari pasangan mereka. Banyak suami cenderung menolak pandangan-pandangan mereka dan aktifitas mereka diluar rumah.sedangkan kegiatan-kegiatan politik biasanya membutuhkan tingkat keterlibatan yang tinggi dan penyediaan waktu dan uang yang besar, dan banyak perempuan sering memegang jabatan-jabatan yang tidak menguntungkan secara financial. Terakhir sistem multi partai yaitu besarnya jumlah partai politik yang ikut bersaing di pemilihan untuk memenangkan kursi di parlemen mempengaruhi tingkat representasi perempuan, karena setiap partai bisa berharap untuk memperoleh sejumlah kursi di parlemen. Ada kecenderungan untuk membagi jumlah kursi yang terbatas diantara laki-laki, yang mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkat representasi perempuan. Pada masyarakat Nusa Tenggara Barat yang menganut paham patrilinial, kondisi ini juga terjadi. Karena politik diidentikkan dengan kejam dan keras, sedangkan perempuan selama ini dikonstruksikan sebagai perempuan yang lemah, maka para perempuan Nusa tenggara Barat yang memiliki potensi lebih banyak memilih profesi lain yang dianggap lebih aman. Seperti menjadi pegawai administrasi, guru, tenaga kesehatan dll. Keluarga sebisa mungkin menghindari agar anak ataupun keluarga perempuannya berkiprah dipolitik. Kesetaraan gender dalam pembangunan bidang politik dapat tercapai jika akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dari pembangunan bidang politik dapat terwujud. Artinya baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk aktif, berpartisipasi dan membuat keputusan sendiri dalam masalah politik. Misalnya tidak ada halangan secara konstruksi sosial terkait peran gender di masyarakat untuk menyebabkan salah satu jenis kelamin baik perempuan maupun laki-laki untuk menjadi aggota partai politik, menjadi panitia pemilihan umum dan hal lainnya yang terkait bidang politik apakah itu tingkat lokal maupun regional. Sehingga setiap warga Negara baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak yang sama sebagai warga Negara menggunakan hak politiknya Dalam hal akses antara laki-laki dan perempuan tetap saja ada perkecualiannya. contohnya akses untuk aktif di organisasi politik baik laki-laki dan perempuan mendapatkan kesempatan yang sama akan tetapi hal ini juga tergantung dari tingkat pendidikan yang diperoleh oleh laki-laki dan perempuan tersebut. Atau semuanya mendapatkan kesempatan yang sama tergantung kompetensi atau kemampuan dari laki-laki dan perempuan tersebut. Jika dilihat dari kondisi pendidikan perempuan saat ini, dimana tingkat pendidikan dari perempuan sangat terbatas artinya perempuan secara umum dari segi pendidikan masih sangat jauh dari laki-laki maka kesetaraan dalam bidang politik dapat dipaksakan dengan adanya appairmatif action dari masyarakat sendiri untuk mendorong perempuan untuk terlibat dalam pembangunan bidang politik. Saat ini akses perempuan menjadi terbatas karena tidak diimbangi oleh tingkat pendidikan yang tinggi akibatnya partisipasi perempuanpun dalam bidang politik rendah dibandingkan laki-laki. 140 Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram

9 Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014 Selain itu ada anggapan bahwa perempuan cukup mendengarkan sedangkan lak-laki yang lebih banyak memberi saran. Di tingkat lokal perempuan lebih banyak aktif di posyandu atau organisasi perempuan. Sedangkan dibidang lainnya perempuan partisipasinya kurang misalnya menjadi panitia pemilihan (KPPS). Dalam pengambilan keputusan untuk aktif atau tidak dibidang politik sebagian pada masyarakat patrilinial biasanya ditentukan dan perlu persetujuan kepala keluarga yaitu suami, ayah atau lakilaki dalam keluarga. Adapun kendalanya untuk aktif di politik seperti menjadi anggota dewan yaitu biaya yang tinggi selain itu kebebasan juga menjadi kendala, karena perempuan dibatasi aktifitasnya terkait peran domistik perempuan. Jika kita telaah dari uraian diatas maka kita dapat melihat bahwa konstruksi sosial dari peran gender dimana perempuan hanya pantas menjadi pendengar akan membentuk konstruksi sosial yang menjadikan perempuan tidak pantas untuk didengarkan. Apalagi untuk aktif dalam politik. Sehingga keputusan pun untuk menentukan pilihan politik pun harus menjadi pendengar dari orang lain dalam hal ini adalah kepala keluarga. Konstruksi sosial atas peran kepala keluarga adalah laki-laki. Sehingga perempuan tidak memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri hak politiknya. STRATEGI MEWUJUDKAN KESETARAAN GENDER DALAM BIDANG POLITIK Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. 19 Pengintegrasian perspektif gender melalui pendekatan tentang Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat yang setara dan adil dengan menggunakan analisis gender yang prinsipnya terkandung dalam (1) Cedaw (prinsip non - diskriminasi, persamaan substasi dan kewajiban negara; (2) mempertimbangkan dan memperhitungkan aspek-aspek sosial budaya/budaya yang masih patriarki, terutama terhadap perempuan dalam pemenuhan dan penikmatan yang adil dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang dimaksud dengan akses (access) adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya tanpa memiliki otoritas untuk memutuskan terhadap produk/hasil maupun metode pendayagunaan sumber daya tersebut. Jika berbicara tentang sumber daya, maka ada yang berbentuk fisik seperti uang, sawah,kebun, peralatan atau perabot dan ada yang nonfisik seperti 19 Nugroho, Gender.60 Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram 141

10 Siti Nurul Khaerani pendidikan, waktu atau kesempatan, kepemimpinan, struktur hukum, representasi (perwakilan ), dan lain sebaginya. Adapun faktor kontrol merupakan kemampuan atau otoritas untuk memutuskan penggunaan produk atau hasil bahkan juga menentukan metode pendayagunaannya, sehingga memiliki kekuatan untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya tersebut. Sedangkan maksud dari faktor partisipasi dalam konteks analisis gender adalah usaha aktif seseorang untuk ikut serta menjadi bagian dari komunitas dalam proses pengambilan keputusan untuk menggunakan atau mendayagunakan sumber daya yang ada. Dan faktor manfaat adalah sesuatu yang baik untuk didapatkan atau diterima oleh seseorang dari proses pendayagunaan atau mendayagunakan sumber daya. Perolehan manfaat dari sebuah sumber daya akan sangat ditentukan oleh faktor akses, kontrol dan partisipasi seseorang. Semakin besar akses, kontrol dan partisipasi seseorang, semakin besar pula kemungkinannya untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan dari sebuah sumber daya. 20 Ada beberapa cara untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam bidang politik antara lain dengan cara: 21 Yaitu dengan membangun dan memperkuat hubungan antar jaringan dan organisasi perempuan, meningkatkan representasi perempuan dalam organisasi partai-partai politik: mengupayakan untuk menduduki posisi-posisi strategis dalam partai seperti: jabatan ketua dan sekretaris, karena hal ini berperan dalam memutuskan banyak hal tentang kebijakan partai, melakukan advokasi para pemimpin partai politik: ini perlu dalamupaya menciptakan kesadaran tentang pentingnya mengakomodasi perempuan di parlemen, terutama mengingat kenyataan bahwa mayoritas pemilih di Indonesia adalah wanita, membangun akses ke media: Hal ini perlu mengingat media cetak dan elektronik sangat mempengaruhi opini para pembuat kebijakan partai dan masyarakat umum, meningkatkan pemahaman dan kesadaran perempuan melalui pendidikan dan pelatihan dan ini perlu untuk meningkatkan rasa percaya diri perempuan pada kemampuan mereka sendiri untuk bersaing dengan laki-laki dalam upaya menjadi anggota parlemen. Pada saat yang sama, juga perlu disosialisasikan konsep bahwa arena politik terbuka bagi semua warganegaranya, dan bahwa politik bukan arena yang penuh konflik dan intrik yang menakutkan. Meningkatkan kualitas perempuan, karena bagaimanapun juga keterwakilan perempua di parlemen menuntut suatu kapasitasyang kualitatif, mengingat bahwa proses rekrutmen politik sepatutnya dilakukan atas dasar merit sistem. Peningkatan kualias perempuan dapat dilakukan, antara lain dengan meningkatkan akses terhadap fasilitas ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Dan yang terakhir memberika kuota untuk meningkatkan jumlah anggota parlemen perempuan. 20 Wawan Djunaedi dan Iklilah Muzayyanah, Pendidikan Islam Adil Gender di Madrasah, Cet I, (Jakarta: Pustaka STAINU bekerjasama dengan LP3M STAINU Jakarta dan European Union, 2008), 21 Khofifah Indar Parawansa, Hambatan, 142 Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram

11 Qawwãm Volume 8 Nomor 1, 2014 PENUTUP Strategi mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender merupakan sebuah keharusan bagi peningkatan peran serta salah satu jenis kelamin, dalam hal ini perempuan.saat ini peran aktif perempuan dalam bidang politik sangat tertinggal jauh dibandingkan dengan laki-laki. Mulai dari tingkat Provinsi sampai Kabupaten tidak ada yang sampai 30 (tigapuluh) persen. Bahkan dibeberapa tempat legislatif perempuan hanya satu orang, akibatnya kiprah merekapun sangat terbatas. Beberapa kendala dalam mewujudkan kesetaraan gender salah satunya yaitu faktor tradisi, karena itu perlu mereformasi tradisi untuk menetapkan kesetaraan hak dan kesempatan bagi perempuan dan lakilaki. Hal ini dapat dilakukan dengan kesepakatan bersama antara tokoh agama, tokoh masyarakat dan juga pemerintah untuk memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama. Hal ini penting dilakukan karena dalam beberapa hal, tradisi masih berpihak pada salah satu jenis kelamin saja. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram 143

12 Siti Nurul Khaerani DAFTAR PUSTAKA Sun, 2005 Pada Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2012, Kerjasama Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan BPS, Penerbit Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Tahun Khofifah Indar Parawansa, Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia, Tim Penulis, Pembangunan Kesetaraan Gender Background Study RPJMN III ( ), Bapenas, NTB Dalam Angka 2013, BPS NTB. Mataram Dalam Angka 2013,BPS Mataram. Lombok Barat Dalam Angka 2013,BPS Lombok Barat. Lombok Tengah Dalam Angka 2013, BPS Lombok Tengah. Elfi Muawanah, Pendidikan Gender Dan Hak Asasi Manusia,Cet I,Yogyakarta: Teras, Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik: Studi Tentang Kualitas Kesetaraan Gender dalam Administrasi Cet I,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008 Siti Musdah Mulia dkk, Keadilan dan Kesetaraan Gender( Perspektif Islam), Cet II, Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender,2001 Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, Cet V,Yogyakarta: Rifka Annisa Women s. Wawan Djunaedi dan Iklilah Muzayyanah, Pendidikan Islam Adil Gender di Madrasah, Cet I, Jakarta: Pustaka STAINU bekerjasama dengan LP3M STAINU Jakarta dan European Union, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Mataram

POTRET KETIDAKADILAN GENDER PADA MASYARAKAT TRADISIONAL LOMBOK

POTRET KETIDAKADILAN GENDER PADA MASYARAKAT TRADISIONAL LOMBOK Qawwãm Volume 8 Nomor 2, 2014 POTRET KETIDAKADILAN GENDER PADA MASYARAKAT TRADISIONAL LOMBOK Siti Nurul Khaerani 1 Abstrak: Setiap orang tanpa memandang jenis kelamin maupun lingkungan tempat berada berhak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia

Hambatan terhadap Partisipasi Politik Perempuan di Indonesia S T U D I K A S U S INDONESIA - HAMBATAN Hambatan terhadap Partisipasi Politik KHOFIFAH INDAR PARAWANSA SEJARAH TENTANG REPRESENTASI PEREMPUAN DI PARLEMEN INDONESIA merupakan sebuah proses panjang, tentang

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd

GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, hak-hak perempuan mulai dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan publik. Kebijakan tentang perempuan sekarang ini sudah

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN LENA MARYANA MUKTI Anggota DPR/MPR RI 2004-2009 Jakarta, 21 Mei 2015 1 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan

I. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditetapkannya kuota 30 persen untuk keterlibatan perempuan dalam proses politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan terobosan besar

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disuatu negara menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik di era reformasi ini memiliki kekuasaan yang sangat besar, sesuatu yang wajar di negara demokrasi. Dengan kewenanangannya yang demikian besar itu, seharusnnya

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Oleh Dian Kartikasari Koalisi Perempuan Indonesia Page 1 Pokok Bahasan 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik 2. Keterwakilan Perempuan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N

P E N G A N T A R. Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N 10 BAB 1 BAB 1 P E N G A N T A R Pengantar J U L I E B A L L I N G T O N Partisipasi sejajar perempuan dalam pengambilan keputusan bukanlah semata-mata sebuah tuntutan akan keadilan demokrasi, namun juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota K E S I M P U L A N Kesimpulan CECILIA BYLESJÖ DAN SAKUNTALA KADIRGAMAR-RAJASINGHAM DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota parlemen mencapai 8,1 persen. Pada tahun 2002

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. politik masih sangat terbatas. Bahkan di negara yang demokrasinya sudah mapan

I. PENDAHULUAN. politik masih sangat terbatas. Bahkan di negara yang demokrasinya sudah mapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi perempuan dalam bidang politik pada dasarnya sangat besar bukan saja secara kuantitas melainkan juga kualitas. Namun demikian di banyak negara di dunia, baik

Lebih terperinci

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi memiliki pemikiran mendasar mengenai konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA MEMAHAMI GENDER UNTUK MENGATASI KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh : Rahmah Marsinah, SH, MM ----------------------------------------- Abstract : Perbedaan jender pada dasarnya merupakan hal yang biasa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 Deputi Bidang Pemberdayaan Lembaga Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR Norma dan nilai gender dalam masyarakat merujuk pada gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik

Lebih terperinci

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RESUME RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Apa latar belakang perlunya parameter gender dalam pembentukan peraturan perundangundangan. - Bahwa masih berlangsungnya

Lebih terperinci

Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan

Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan Peran Pemerintah Dalam Strategi Peningkatan Keterwakilan Perempuan Oleh: dr. Herus Prasetyo Kasidi, MSc Deputi Kesetaraan Gender Puskapol, 10 Maret 2016 Rendahnya Keterwakilan Perempuan di Legislatif Hasil

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, dan pola pemikiran yang berbeda. Hal inilah yang secara tidak langsung

BAB I PENDAHULUAN. dalam keluarga, dan pola pemikiran yang berbeda. Hal inilah yang secara tidak langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sebagaian masyarakat beranggapan bahwa masalah status laki-laki dan perempuan mempunyai tempat berbeda. Mulai dari kemampuan fisik, penempatan kerja

Lebih terperinci

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani

KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani KETIMPANGAN GENDER DIBEBERAPA BIDANG PEMBANGUNAN DI BALI Oleh : Ni Luh Arjani Abstrak Isu gender tidak hanya merupakan isu regional ataupun nasional, tetapi sudah merupakan isu global. Isu yang menonjol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman telah banyak mengubah pandangan tentang perempuan, mulai dari pandangan yang menyebutkan bahwa perempuan hanya berhak mengurus rumah dan selalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Timbulnya anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada kaum laki-laki masih dapat kita jumpai saat ini. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang telah dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelaku pendidikan. Pedidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelaku pendidikan. Pedidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran telah dilakukan manusia dalam pelaku pendidikan. Pedidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH

BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH BAB II ASPEK HISTORIS KELUARNYA KETETAPAN KUOTA 30% BAGI PEREMPUAN DAN KELUARNYA KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.22&24/PUU-VI/2008 TENTANG SUARA TERBANYAK II.A. Sekilas Tentang Gerakan Perempuan dan Usulan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH DAN UU NO. 8 TAHUN 2012 MENGENAI IMPLEMENTASI KUOTA 30% KETERWAKILAN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DI DAPIL 4 GRESIK

BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH DAN UU NO. 8 TAHUN 2012 MENGENAI IMPLEMENTASI KUOTA 30% KETERWAKILAN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DI DAPIL 4 GRESIK 74 BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH DAN UU NO. 8 TAHUN 2012 MENGENAI IMPLEMENTASI KUOTA 30% KETERWAKILAN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DI DAPIL 4 GRESIK A. Analisis Terhadap Implementasi kuota 30% Keterwakilan

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara,

I. PENDAHULUAN. masyarakat untuk memilih secara langsung, baik pemilihan kepala negara, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menganut konsep demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilihan umum (pemilu) yang melibatkan masyarakat untuk memilih secara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik - FISIP Universitas Indonesia (PUSKAPOL FISIP UI) Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN Komisi Pemilihan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER

STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER Oleh: Dr. Marzuki PKnH FIS -UNY Pendahuluan 1 Isu-isu tentang perempuan masih aktual dan menarik Jumlah perempuan sekarang lebih besar dibanding laki-laki Perempuan belum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1482, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Partisipasi Politik. Perempuan. Legislatif. Peningkatan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 SERI E NOMOR 1 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT

2015 MODEL REKRUTMEN DALAM PENETUAN CALON ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) PROVINSI JAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara demokrasi. Salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Sebagaimana diungkapkan oleh Rudy (2007 : 87)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15A TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15A TAHUN 2009 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15A TAHUN 009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI NOMOR 6 TAHUN 009 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Begitu banyak permasalahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia khususnya yang menimpa kaum perempuan seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

Assalamu alaikum wr. wb.

Assalamu alaikum wr. wb. Assalamu alaikum wr. wb. Islam dan Isu-Isu Kontemporer Pada pokok bahasan Islam dan Isu-isu kontemporer ini akan dibahas: 1. Islam dan Demokrasi 2. Islam dan Masalah Gender 3. Islam dan Hak Azasi Manusia

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci