DRAFT (4a) KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DRAFT (4a) KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TAHUN"

Transkripsi

1 DRAFT (4a) KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TAHUN TIM PENYUSUN JAKSTRANAS IPTEK KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI JAKARTA

2 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penyusunan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 1.3 Dasar Hukum 1.4 Kondisi Saat Ini 1.5 Kondisi yang Diinginkan 1.6 Permasalahan Iptek dalam Peningkatan Daya Saing Perekonomian 1.7 Keterkaitan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek dengan Perencanaan Pembangunan Nasional 1.8 Ruang lingkup Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek BAB II ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK 2.1 Visi Pembangunan Nasional Iptek 2.2 Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek 2.3 Misi Pembangunan Nasional Iptek 2.4 Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional Iptek 2.5 Tujuan Pembangunan Nasional Iptek 2.6 Sasaran Pembangunan Nasional Iptek 2.7 Ukuran keberhasilan BAB III PRIORITAS UTAMA PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEKDALAM SISTEM INOVASI NASIONAL 3.1 Prioritas Penguatan Sistem Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek dalam Rangka Penguatan Sistem Inovasi Nasional 3.2 Prioritas Iptek Bidang Pangan Bidang Energi Bidang Transportasi Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Bidang Pertahanan dan Keamanan Bidang Kesehatan dan Obat Bidang Material Maju BAB IV KERANGKA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK 4.1 Kerangka Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek 4.2 Kunci Keberhasilan Pembangunan Nasional Iptek 4.3 Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek 2

3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah mengalami dinamika pengalaman dalam melaksanakan pembangunan secara menyeluruh sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus Berbagai pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga untuk melangkah menuju masa depan bangsa yang lebih baik, untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam dinamika pembangunan yang dialami bangsa Indonesia, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) telah dijadikan sebagai salah satu pilar utama pembangunan. Pembentukan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) dan lembaga penunjang menjadi bukti akan hal ini. Proses tersebut berjalan secara terus-menerus dan saat ini kita memiliki berbagai lembaga litbang yang dikenal dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan lembaga penunjang seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (Bapeten), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berstatus sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Selain LPNK tersebut, berbagai kementerian telah membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) seperti Balitbang Pertanian, Balitbang Kelautan dan Perikanan, Balitbang Energi dan Sumber Daya Mineral, Balitbang Kesehatan; Balitbang Pertahanan, dan lain-lain. Demikian juga beberapa pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota telah memiliki Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD), perguruan tinggi memiliki Lembaga Penelitian/Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, dan beberapa industri juga telah memiliki unit penelitian dan pengembangan. Ini semua merupakan refleksi dari komitmen bangsa dan negara untuk memajukan iptek 3

4 sebagai pilar utama pembangunan bangsa. Puncak dari komitmen bangsa dan negara Indonesia dituangkan dalam amandemen ke-4 UUD 45 dan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Peningkatan daya saing menjadi semakin penting mengingat perkembangan perekonomian dunia saat ini sudah mengarah pada ekonomi yang semakin sarat dengan pengetahuan. Keberhasilan pembangunan perekonomian tidak lagi bertumpu pada sumber daya alam, melainkan lebih bertumpu pada peningkatan nilai tambah. Pengalaman berbagai negara maju, khususnya yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-Operation and Development - OECD), penguasaan iptek menjadi kunci utama dalam peningkatan nilai tambah. Dari pengalaman tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan menguasai iptek menjadi modal dasar bagi pembangunan ekonomi di era persaingan global. Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah dan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia. Kedua hal tersebut menjadikan Indonesia sangat potensial untuk menjadi negara maju dalam perkembangan ekonomi dan industri dunia. Tantangan ke depan yang harus dijawab bersama adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah serta sumberdaya manusia yang tersedia dengan optimal. Dengan bercermin pada pengalaman berbagai negara yang telah berhasil menggunakan iptek sebagai kunci utama dalam peningkatan daya saingnya, maka penguasaan iptek menjadi suatu keniscayaan bagi Indonesia. Kemampuan Indonesia dalam penguasaan iptek mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berbagai hasil penelitian, pengembangan, dan rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Meskipun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal itu antara lain ditunjukan oleh masih rendahnya sumbangan iptek karya anak bangsa terhadap dunia industri. 4

5 Dalam era persaingan global, pengelolaan infrastruktur mutu nasional yang mencakup metrologi, standar, dan penilaian kesesuaian serta pemanfaatannya oleh pemangku kepentingan memegang peranan penting untuk meningkatkan daya saing nasional. Di Indonesia, pengelolaan pilar utama infrastruktur mutu ini dikoordinasikan oleh BSN bersama dengan lembaga litbang dan lembaga penunjang yang mencakup Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU), Standar Nasional Indonesia (SNI), serta penilaian kesesuaian (PK). SNSU primer atau acuan nasional untuk pengukuran (metrologi) di Indonesia yang mendapatkan pegakuan internasional dikelola oleh LIPI sesuai dengan Keppres No. 79 tahun Hingga saat ini telah tercatat 104 cantuman Calibration Measurement Capability (CMC) LIPI pada Appendix C Key Comparison Data Base (KCDB) pada Bureau International des Poids et Measures (BIPM) Paris ( SNSU merupakan salah satu fakor kunci terjaminnya kebenaran pengukuran atas kualitas produk nasional dan keberterimaan produk di luar negeri, sehingga sangat diperlukan oleh industri nasional. Di dalam pengembangan iptek nasional, SNSU diperlukan untuk memastikan bahwa invensi maupun inovasi hasil litbang iptek memiliki dasar-dasar ukuran yang ekivalen dengan dasar-dasar ukuran yang digunakan di seluruh dunia. Selanjutnya, melalui SNI yang ada diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi para peneliti, untuk digunakan sebagai acuan bagi kegiatan penelitian yang menghasilkan invensi maupun inovasi guna diterapkan oleh sektor produksi dan diterima oleh pasar. Sedangkan kegiatan penilaian kesesuaian diharapkan dapat memfasilitasi keberterimaan hasil litbang khususnya bagi dunia industri. Disamping untuk mendukung keberterimaan dan pemanfaatan hasil litbang iptek, pengelolaan infrastruktur mutu yang terdiri dari kegiatan pengelolaan SNSU oleh LIPI dan BATAN yang dikoordinasikan oleh Komite Standar Nasional Satuan Ukuran (KSNU), pengembangan SNI yang dilaksanakan oleh BSN, dan akreditasi lembaga penilaiaan kesesuaian (LPK), yang terdiri dari laboratorium, lembaga sertifikasi dan lembaga inspeksi, yang dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) serta layanan pengujian, kalibrasi, inspeksi dan 5

6 sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga litbang dan lembaga penunjang. Diharapkan juga pemanfaatan hasil litbang dapat memberikan layanan kepada industri dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan daya saing nasional. Selain itu, untuk menjamin keselamatan manusia dan lingkungan, penerapan iptek yang terkait dengan ketenaganukliran harus senantiasa diikuti dengan pengawasan ketenaganukliran Tujuan Penyusunan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas Iptek) bertujuan untuk memberikan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakandalam penyusunan dan pelaksanaan program-program penelitian, pengembangan dan penerapan iptek dalam kurun waktu di berbagai lembaga iptek agar dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional Landasan Hukum Penguasaan dan pemajuan iptek telah diamanahkan oleh konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen ke-4) dan berbagai peraturan perundangan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar1945 (Amandemen ke-4) Pasal 31 ayat 5 UUD 1945 amandemen ke-4 menyebutkan bahwa Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Selain itu, pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diselenggarakan dengan memperhatikan hak warga negara untuk mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan amanah pasal 28 C yang menyebutkan bahwa Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui 6

7 pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran mengamanatkan pemisahan Badan Pelaksana dan Badan dalam ketenaganukliran. Berdasarkan undang-undang ini, yang berperan sebagai Badan Pelaksana adalah BATAN dan yang berperan sebagai Badan Pengawas adalah BAPETEN. Pada pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa penelitian dan pengembangan tenaga nuklir harus diselenggarakan dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk keselamatan, keamanan, ketenteraman, dan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya padapasal 14 dinyatakan bahwa pengawasan seluruh kegiatan ketenaganukliran dilakukan melalui peraturan, perijinan dan inspeksi, dengan tujuan antara lain untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengamanahkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi minyak dan gas bumi. 4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengamanahkan penelitian dan pengembangan industri dan teknologi di bidang pertahanan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara. 7

8 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas P3 Iptek) bertujuan untuk memperkuat daya dukung iptek dalam mempercepat pencapaian tujuan negara. 6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi mengamanahkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi panas bumi. 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan peraturan perundangan dibawahnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati mengamanahkan pemerintah untuk melaksanakan langkah-langkah konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Agar usaha penyeimbangan antara pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dapat berlangsung secara berkelanjutan maka upaya konservasi harus berpijak pada dukungan iptek. Tanpa usaha untuk mengembangkan iptek yang dibutuhkan, maka Indonesia akan selalu bergantung pada kemampuan luar. Pemanfaatan iptek yang tepat dan efektif untuk melestarikan sumberdaya alam hayati sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan. 8

9 8. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 dan peraturan perundangan dibawahnya Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengamanahkan agar pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang mendukung peningkatan kemampuan untuk menguasai, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan. Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan Sumber Daya Manusia berkualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan peraturan perundangan dibawahnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Lingkungan Hidup mengamanahkan agar pemerintah melakukan kajian lingkungan hidup strategis. Kajian lingkungan hidup strategis perlu didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. 10. Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 tahun 2004 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengamanahkan agar pemerintah mengatur mendorong dan/atau menyelenggarakan penelitian dan pengembangan perikanan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha perikanan agar lebih efektif, efesien, ekonomis, berdaya saing, dan ramah lingkungan, serta menghargai kearifan tradisi/budaya lokal. 11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sebagai penjabaran dari tujuan negara ke dalam visi, misi, dan arah pembangunan nasional dalam kurun waktu 9

10 tahun 2005 sampai tahun Dijelaskan bahwa tantangan persaingan yang makin tinggi pada masa yang akan datang menuntut peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan iptek dalam rangka menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan iptek nasional, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kontribusi iptek untuk meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hajat hidup bangsa; menciptakan rasa aman; memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, energi, dan pangan; memperkuat sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain; mengembangkan budaya iptek di kalangan masyarakat; meningkatkan komitmen bangsa terhadap pengembangan iptek; mengatasi degradasi fungsi lingkungan; mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam; serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas sumber daya iptek, baik SDM, sarana dan prasarana, maupun pembiayaan iptek. 12. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mengamanahkan kepada pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha, lembaga penelitian, atau perguruan tinggiuntuk melakukan rancang bangun dan rekayasa perkeretaapian untuk pengembangan perkeretaapian. 13. Undang-Undang Nomor 24Tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanahkan perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi, pengaturan penggunaan teknologi, dan pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana. 10

11 14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi mengamanahkan penelitian dan pengernbangan untuk pengembangan energi baru dan energi terbarukan untuk menunjang pengembangan industri energi nasional yang mandiri. 15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanahkan penelitian, pengembangan, standardisasi, dan alih teknologi. 16. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara mengamanahkan bahwa untuk menunjang penyiapan Wilayah Pertambangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan, perlu dilakukan penyelidikan dan penelitian tentang pertambangan. 17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengamanahkan penyelenggaraan penelitian danpengembangan peternakan dan kesehatan hewan. 18. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengamanahkan pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan jalan. 11

12 19. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanahkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi (TI) kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan. 20. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial mengamanahkan penyelenggaraan informasi geospasial yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 21. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mengamanahkan penelitian dan pengembangan serta perekayasaan untuk peningkatan kemampuan dan penguasaan teknologi industri pertahanan yang dilakukan dalam suatu sistem nasional. 22. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanahkan penelitian dan pengembangan pangan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan serta menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan pangan yang mampu meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. 23. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan sebagai dasar untuk mendorong penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi 12

13 keantariksaan dan pemanfaatannya untuk kepentingan kesejahteraan, pertahanan, dan keamanan. 24. Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian mengamanahkan bahwa untuk mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak ekonomi nasional, kedalaman dan kekuatan struktur industi serta pemerataan pembangunan industri diperlukan peningkatan kemampuan pengembangan teknologi industri, yang merupakan hasil pengembangan, perbaikan, invensi, dan/atau inovasi dalam bentuk teknologi proses dan teknologi produk termasuk rancang bangun dan perekayasaan, metode, dan/atau sistem yang diterapkan dalam kegiatan industri. 25. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional untuk mendorong penelitian sebagai dasar pengembangan standar dan penilaian kesesuaian. 26. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2003 Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2003 mengamanatkan untuk pengkoordinasian dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan strategis pembangunan nasional iptek, terutama dalam koordinasi antar instansi terkait Kondisi Saat Ini Daya saing didefinisikan sebagai sehimpunan institusi, kebijakan, dan faktorfaktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara (WEF, 2013). Daya saing suatu negara dalam persaingan global diukur dengan indeks daya saing global (Global Competitiveness Index GCI) yang menggambarkan skor dan peringkat daya saing suatu negara di antara negara-negara di dunia. Dalam skala 13

14 1 7 skor daya saing Indonesia mengalami peningkatan dari 4,26 pada tahun menjadi 4,53 pada tahun Peningkatan skor daya saing ini membawa posisi daya saing Indonesia meningkat dari peringkat 54 pada tahun menjadi peringkat 38 pada tahun , seperti dapat dilihat pada Gambar 1.a dan Gambar 1.b. 4,6 4,5 4,4 4,43 4,38 4,46 4, ,3 4,2 4,1 4, Sumber: WEF, diolah oleh Tim Gambar 1.a. Skor Daya Saing Indonesia Gambar 1.b. Peringkat Daya Saing Indonesia Peningkatan daya saing tersebutmerupakan resultan dari kinerja berbagai pilar yang menjadi penopangnya, yang meliputi: institusi, infrastruktur, lingkungan ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pasar finansial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi. Diantara pilar-pilar daya saing tersebut, pilar kesiapan teknologi (technological readiness) dan inovasi berkaitan langsung dengan daya dukung iptek. Pilar kesiapan teknologi mengalami penguatan dari skor sebesar 3,20 pada tahun menjadi 3,66 pada tahun Dengan peningkatan skor ini posisi kesiapan teknologi Indonesia meningkat dari peringkat 88 pada tahun menjadi peringkat 75 pada tahun , meskipun pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh laju peningkatan kesiapan teknologi yang dicapai oleh Indonesia masih lebih rendah dari laju peningkatan kesiapan teknologi yang dicapai oleh negara lain. Dinamika tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.a dan Gambar 2.b. 14

15 3,7 3,6 3,5 3,4 3,3 3,2 3,1 3 2,9 3, , , , , Sumber: WEF, diolah oleh Tim Gambar 2.a. Skor Kesiapan Teknologi Indonesia Gambar 2.b. Peringkat Kesiapan Teknologi Indonesia Adapun pilar inovasi mengalami penguatan dari skor sebesar 3,57 pada tahun menjadi 3,82 pada tahun Dengan peningkatan skor ini posisi inovasi Indonesia meningkat dari peringkat 39 pada tahun menjadi peringkat 33 pada tahun , meskipun pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh laju peningkatan inovasi yang dicapai oleh Indonesia masih lebih rendah dari laju peningkatan inovasi yang dicapai oleh negara lain. Dinamika tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.a dan Gambar 3.b. 3,85 3,8 3,75 3,7 3,65 3,6 3,55 3,5 3,45 3,4 3, , , , , Sumber: WEF, diolah oleh Tim Gambar 3.a. Skor Inovasi Indonesia Gambar 3.b. Peringkat Inovasi Indonesia 15

16 Di antara 10 negara ASEAN, daya saing Indonesia berada pada posisi ke-5 setelah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4. Sumber: WEF (2013) Gambar 4. Posisi Daya Saing Indonesia dalam Lingkup ASEAN Berdasarkan pilar kesiapan teknologi, posisi Indonesia berada pada posisi ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Adapun berdasarkan pilar inovasi posisi Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah Singapura dan Malaysia. Kondisi di atas menunjukkan bahwa berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek sebagai implementasi Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek (Jakstranas Iptek) telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya saing. Seperti diketahui bahwa upaya untuk meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek pada kurun waktu tersebut dilakukan melalui 2 (dua) program, yaitu: program Penguatan Sistem Inovasi Nasional dan Program Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek). 16

17 Melalui kedua program tersebut, telah dicapai beberapa kemajuan baik dalam pencapaian indikator input maupun indikator output. Pencapaian indikator input ditunjukkan dengan kemajuan dalam pilar kelembagaan, sumber daya, dan jaringan iptek. Dalam pilar kelembagaan iptek telah dicapai beberapa kemajuan seperti meningkatnya jumlah pusat unggulan, konsorsium, sentra HKI, dan pranata litbang terakreditasi. Dalam pilar sumberdaya iptek, beberapa kemajuan yang diperoleh antara lain meningkatnya investasi iptek nasional dari 0,048% PDB pada tahun 2010 menjadi 0,08% PDB pada tahun 2012, meningkatnya jumlah peneliti per 1 juta penduduk dari 438 peneliti pada tahun 2010 menjadi 518 peneliti pada tahun Namun demikian posisi Indonesia sangat lemah dalam litbang dunia bila dilihat dari indikator sumber daya iptek, seperti dapat dilihat pada Gambar 5. Saintis dan Enjinir / juta penduduk Anggaran litbang sebagai % PDB Catatan: Ukuran lingkaran merefleksikan jumlah relatif anggaran litbang tahunan masing-masing negara Sumber: Battelle (2011) 17

18 Gambar 5. Posisi Indonesia dalam Litbang Dunia Dari Gambar 5 terlihat bahwa jumlah saintis dan enjinir persejuta penduduk Indonesia berada pada posisi terendah. Demikian juga anggaran litbang sebagai % PDB juga berada pada posisi terendah. Berdasarkan Indikator Iptek Indonesia (LIPI, 2010) anggaran litbang yang berasal dari anggaran pemerintah sejak tahun 1969 mengalami fluktuasi. Dalam kurun waktu tersebut anggaran litbang secara nominal cenderung mengalami peningkatan, namun dalam % PDB cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Sumber: Indikator Iptek Indonesia (LIPI, 2010) Gambar 6. Anggaran Litbang Pemerintah Pencapaian dalam indikator output ditunjukkan dengan kemajuan dalam pilar produktivitas dan pilar pendayagunaan iptek. Dalam pilar produktivitas iptek kemajuan ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah publikasi dan paten terdaftar, sedang dalam pilar pendayagunaan iptek kemajuan ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional oleh industri 18

19 dan masyarakat. Publikasi Indonesia di antara negara-negara ASEAN pada tahun dapat dilihat pada Gambar 7. No Negara Singapore 1 Singapore 12,855 14,429 15,049 16,023 2 Malaysia 10,910 15,087 19,800 20,838 3 Thailand 8,120 9,507 10,277 10,824 4 Indonesia 1,792 2,247 2,991 3,231 5 Viet Nam 1,620 1,990 2,215 2,836 Jumlah publikasi Malaysia Thailand Indonesia Viet Nam Philippines 6 Philippines 1,089 1,181 1,479 1, Cambodia 7 Cambodia Myanmar Brunei Darussalam Tahun Myanmar Brunei Darussalam Laos 10 Laos Sumber: SJR : Scientific Journal Rankings, diolah oleh Tim Gambar 7. Jumlah Publikasi Negara-negara ASEAN Jumlah publikasi Indonesia mengalami kenaikan, akan tetapi jumlahnya jauh di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kemajuan yang dicapai dalam pemabangunan iptek juga belum dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan daya saing produk. Di tengah persaingan yang semakin tinggi dimana setiap negara berupaya untuk meningkatkan daya saing nasionalnya, Indonesia masih didominasi oleh produkproduk dengan kandungan teknologi rendah atau bahan mentah. Ekspor utama Indonesia meliputi batu bara, minyak kelapa sawit, pakaian jadi, crumb rubber, alat listrik, alas kaki (kulit, karet dan kanvas), kertas dan barang dari kertas, audio visual, tekstil lainnya, bahan kimia organik, besi baja, damar tiruan, bahan plastik, barang dari karet, timah, dan biji tembaga (BPS, 2013: xii). Data tersebut diperkuat oleh neraca perdagangan industri manufaktur berdasarkan intensitas teknologi. Data dari The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menggambarkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2011 neraca perdagangan Indonesia untuk 19

20 barang industri dengan kandungan teknologi rendah (low-technology industries) bernilai positif cenderung mengalami peningkatan, sementara untuk barang industri dengan kandungan teknologi menengah-tinggi (medium-high technology industries) dan teknologi tinggi (high technology industries) bernilai negatif dan cenderung mengalami penurunan. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar US$ High Technology Industries Medium-High Technology Industries Medium-Low Technology Industries Low-Technology Industries Sumber: OECD Gambar 8. Neraca Perdagangan Indonesia untuk Industri Manufaktur Berdasarkan Intensitas Teknologi Berdasarkan data di atas terlihat bahwa Indonesia belum dapat memperoleh manfaat yang maksimal dalam pengelolaan sumber daya alam melalui pemanfaatan iptek untuk mendapatkan nilai tambah. Kegagalan meningkatkan nilai tambah produk membawa Indonesia pada resiko terjebak dalam Middle Income Trap. Seperti diketahui sebelum tahun 1990 Indonesia masuk dalam kelompok negara dengan pendapatan rendah (low income country). Sejak tahun 1990 sampai sekarang Indonesia tergolong negara dengan pendapatan menengah bawah (lower-middle income country). Selama lebih dari 20 tahun Indonesia belum mampu bergerak menuju negara dengan pendapatan menengah atas (upper-middle income country). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. 20

21 Industri padat karya Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Gambar 9. Tahapan Pembangunan untuk Peningkatan Pendapatan Nasional Middle Income Trap merupakan fenomena kemandekan pertumbuhan ekonomi dimana negara-negara stagnan pada tingkat pendapatan menengah dan tidak tumbuh menjadi negara maju (ADB, 2012; World Bank, 2012). Data empiris menunjukkan bahwa dari 101 negara yang pada tahun 1960 termasuk dalam kelompok negara dengan pendapatan menengah, hanya 13 negara yang berhasil menjadi negara dengan pendapatan tinggi (High Income Countries) pada tahun 2008, dan 88 negara lainnya terjebak dalam status negara dengan pendapatan menengah (World Bank, 2012). Penyebab utama Middle Income Trap adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan produktivitas. Perlambatan ini disebabkan oleh ketidakmampuan suatu negara untuk bersaing dengan negara lain yang memiliki tingkat upah rendah dalam memproduksi produk ekspor, dan tidak mampu bersaing dengan negara maju yang menghasilkan produk dengan inovasi dan teknologi tinggi (Eichengreen et. al, 2011). 21

22 Ketidakmampuan bersaing dengan negara maju yang menghasilkan produk dengan inovasi dan teknologi tinggi, salah satunya disebabkan oleh lemahnya pemanfaatan teknologi dalam industri. Pada umumnya upaya peningkatan kemampuan teknologi yang dilakukan oleh industri yang berorientasi ekspor masih terbatas pada tahap untuk mendapatkan perubahan kecil (incremental) dalam proses produksi. Investasi industri untuk litbang iptek masih sangat terbatas, sehingga kemampuan mereka dalam menghasilkan teknologi masih rendah. Beberapa industri besar bahkan mempunyai ketergantungan yang besar pada teknologi dari negara asing. Sementara lembaga litbang nasional belum sepenuhnya mampu menyediakan teknologi yang diperlukan oleh industri. Akibatnya ketergantungan semakin besar pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil litbang dalam negeri. Pemanfaatan teknologi hasil litbang dalam negeri dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu: pertama faktor yang berkaitan dengan kesiapan pengguna teknologi; kedua, faktor yang berkaitan dengan kesiapan teknologi hasil litbang yang akan diterapkan; dan ketiga, faktor yang berkaitan dengan efektivitas intermediasi antara penyedia dan pengguna teknologi. Kesiapan teknologi hasil litbang untuk dapat diterapkan oleh pengguna dipengaruhi oleh produktivitas lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai penghasil iptek dan relevansi teknologi yang dihasilkannya dengan kebutuhan industri dan masyarakat sebagai pengguna teknologi. Hal terakhir ini dipengaruhi oleh efektivitas lembaga litbang dan perguruan tinggi serta lembaga penunjang dalam mengoptimalkan penggunaan dan aliran sumber daya iptek yang sangat terbatas. Upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing nasional melalui iptek, antara lain dilakukan dengan pembangunan sarana-prasarana penelitian dan pengembangan iptek. Salah satunya yang merupakan aset nasional yang sangat besar dan strategis adalah dibangunnya kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di kawasan Kota Tangerang selatan, Provinsi Banten pada Tahun Dengan luas area 460 Ha, Puspiptek saat ini menampung 47 pusat/balai litbang dan pengujian dibawah BPPT, Batan, LIPI dan Kementerian Lingkungan Hidup, didukung oleh SDM berjumlah orang, 22

23 dengan sekitar 400 orang diantaranya berkualifikasi Doktor. Disamping pusat/balai litbang dan pengujian, Puspiptek juga dilengkapi dengan perguruan tinggi, fasilitas permukiman dan fasilitas penunjang lainnya. Sejak awal berdirinya, pemerintah telah menginvestasikan lebih dari 500 juta USD di Puspiptek. Puspiptek berkembang di era 90-an karena industri strategis berkembang pada saat itu. Dengan kata lain, telah terjalin sinergi antara lembaga litbang dan industri. Pada tahun 1980 sampai dengan 1997 Puspiptek mempunyai peran penting dalam mendukung pertumbuhan industri strategis. Saat itu, industri strategis banyak mendapatkan dukungan insentif finansial dan fiskal yang memadai. Pada era tahun 1997 hingga 2012, Puspiptek mengalami kondisi yang 'idle' sejalan dengan perubahan kondisi dan arah pengembangan industri strategis. Disamping itu tidak ada investasi baru yang signifikan di Puspiptek menyebabkan kondisi peralatan menjadi usang (obsolete) dan SDM yang menua karena proses regenerasi yang berjalan sangat lambat. Upaya revitalisasi Puspiptek diarahkan pada peningkatan kapasitas sumberdaya, kelembagaan dan jaringan; meningkatkan produktivitas penelitian, pengembangan dan perekayasaan; serta meningkatkan sinergi lembaga litbangyasa dengan perguruan tinggi dan industri dalam pendayagunaan iptek. Dalam mewujudkan kondisi seperti itu, tidak cukup dilakukan hanya oleh Kementerian Riset dan Teknologi, namun dibutuhkan peran serta dari Kementerian/Lembaga Pemerintah terkait, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat. Peran infrastruktur mutu yang terdiri dari metrologi, standar dan penilaian kesesuaian selain diperlukan untuk menunjang kebutuhan industri secara langsung juga diperlukan untuk menjembatani penghasil iptek dan pengguna iptek, sehingga hasil litbang iptek dapat memberi manfaat yang luas pada skala industri nasional. Pemanfaatan hasil iptek untuk mendukung pengembangan standar baik nasional maupun internasional terbukti dapat memberikan dampak bagi daya saing produk nasional. Perumusan standar tempe dalam forum internasional, Codex Alimentarius Commission (CAC) yang diusulkan oleh 23

24 Indonesia, memberikan dampak pada nilai makanan lokal di tingkat internasional. Kajian penerapan SNI pada beberapa produk yang memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan juga telah dilakukan, misalnya produk minyak goreng sebesar Rp. 18,6 trilyun, garam beryodium sebesar Rp. 547, 6 milyar dan air minum dalam kemasan sebesar Rp. 3,4 trilyun (2008). Sedangkan secara makro, dampak penerapan SNI terhadap PDB dan nilai tambah industri pengolahan besar-sedang di Indonesia sebesar 3,6 % (2007). 1.5 Kondisi yang Diinginkan Pembangunan nasional iptek merupakan upaya berkelanjutan yang setiap tahapannya memberikan perubahan atau perbaikan dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek ke arah yang lebih baik untuk mendukung visi pembangunan nasional menuju Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Pada tahun Indonesia berpeluang menjadi kekuatan ekonomi dunia dengan memanfaatkan iptek sebagai kunci peningkatan nilai tambah sumber daya alam. Untuk itu, pada tahun 2019 diharapkan dapat tercapai peningkatan kesiapan teknologi dan inovasi sebagai penopang daya saing. Penguatan pilar-pilar tersebut diharapkan dapat mentransformasikan keunggulan komparatif sumber daya alam menjadi keunggulan kompetitif berbasis inovasi. Melalui transformasi tersebut diharapkan Indonesia mampu keluar dari resiko Middle Income Trap, sehingga dapat bergerak dari negara berpendapatan menengah bawah (low-middle income country) menuju negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country), dan selanjutnya menuju negara berpendapatan tinggi (high income country). Adapun transformasi yang dimaksud dapat diilustrasikan pada Gambar

25 Sumber: MP3EI Gambar 10.Penguasaan Iptek untuk Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Berbasis Inovasi Untuk mendukung proses transformasi menuju ekonomi berbasis inovasi, maka diperlukan infrastruktur mutu yang terdiri dari metrologi, standar dan penilaian kesesuaian untuk memfasilitasi komersialisasi hasil invensi dan penerapan hasil iptek, sehingga hasil litbang iptek dapat meningkatkan daya saing nasional. 1.6 Permasalahan Iptek dalam Peningkatan Daya Saing Perekonomian Penguasaan iptek akan mampu mendukung transformasi dari ekonomi berbasis sumber daya alam menuju ekonomi berbasis inovasi, apabila dapat diwujudkan jaringan antara unsur-unsur kelembagaan iptek untuk membentuk rantai yang mengaitkan kemampuan melakukan penciptaan dan pembaruan di bidang iptek dengan kemampuan memanfaatkan hasil ciptaan dan kebaruan tersebut ke dalam proses produksi barang dan jasa yang kompetitif. Penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek ditujukan untuk menggali kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati endemik Indonesia dan nir hayatinya serta mencari terobosan dan menghasilkan berbagai invensi yang tidak saja 25

26 memperkaya khazanah iptek, tapi juga memberi peluang baru bagi pelaku ekonomi untuk mengembangkan berbagai inovasi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Upaya transformasi tersebut di atas dapat terlaksana apabila kita dapat mengatasi kelemahan dalam: 1) kapasitas dan kapabilitas kelembagaan iptek untuk menjamin terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan iptek; 2) kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produk litbang yang berdayaguna bagi industri; 3) jaringan kelembagaan dan jaringan peneliti pada lingkup nasional dan internasional untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan litbang nasional; 4) produktivitas litbang nasional untuk memenuhi kebutuhan teknologi di dunia industri; dan 5) pendayagunaan iptek nasional untuk penciptaan nilai tambah pada sumber daya alam dan produk inovasi nasional dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi. Lemahnya kapasitas dan kapabilitas kelembagaan iptek untuk menjamin terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan iptek ditunjukkan oleh belum berkembangnya budaya inovasi, masih rendahnya kinerja lembaga iptek, lemahnya legislasi iptek, belum optimalnya peran dan fungsi badan litbang daerah, belum optimalnya peran dan fungsi lembaga intermediasi, adanya hambatan birokrasi dalam penyelenggaraan penelitian dan inovasi, dan belum efektifnya kelembagaan litbang. Situasi tersebut berakar pada permasalahan kelembagaan iptek sebagai berikut: 1. Kinerja lembaga iptek (lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai penyedia iptek, industri/masyarakat sebagai pengguna iptek, dan lembaga intermediasi sebagai penghubung antara lembaga litbang dan perguruan tinggi dengan industri/masyarakat sebagai pengguna) belum optimal. 2. Budaya inovasi belum berkembang di lingkungan lembaga-lembaga pendidikan, iptek, dan industri. 3. Legislasi iptek belum optimal dalam mengatur peran dan fungsi para pemangku kepentingan untuk menjamin terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan iptek. 26

27 4. Belum optimalnya revitalisasi kelembagaan iptek, dimana kelembagaan iptek diarahkan menjadi sumber inovasi bagi dunia usaha dan mampu mendorong penciptaan perusahaan rintisan (start up) berbasis teknologi. 5. Belum optimalnya sinergi antar kementerian dan lembaga yang mengakibatkan adanya hambatan birokrasi dalam penyelenggaraan penelitian dan penerapan hasil-hasilnya. Lemahnya kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produk litbang yang berdayaguna bagi dunia industri disebabkan oleh sumber daya yang terbatas belum dimanfaatkan secara optimal, jumlah dan kompetensi SDM masih sangat kurang dan penyebarannya tidak merata, belum kondusifnya iklim litbang untuk mendukung peningkatan produktivitas SDM, terbatasnya sumber daya keuangan yang tersedia, semakin menuanya sarana dan prasarana iptek, dan kurangnya sarana pengujian produk teknologi. Situasi tersebut berakar pada beberapa permasalahan sumber daya iptek, yaitu kelemahan dalam: 1. Perencanaan sumber daya iptek sebagai akibat dari kelemahan penentuan target capaian iptek dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 2. Manajemen SDM iptek. 3. Manajemen investasi iptek. 4. Manajemen sarana prasarana iptek. 5. Manajemen kekayaan intelektual atau manajemen pengetahuan yang telah dimiliki secara nasional. 6. Manajemen informasi secara nasional. Masih lemahnya jaringan iptek yang meliputi jaringan kelembagaan dan jaringan peneliti pada lingkup nasional dan internasional juga menjadi salah satu faktor yang menghambat peningkatan produktivitas litbang nasional dan pemanfaatannya. Lemahnya jaringan iptek ditunjukkan oleh masih lemahnya interaksi antara lembaga litbang dan industri, belum optimalnya kerja sama antara perguruan tinggi dan lembaga litbang sebagai penghasil iptek dengan industri sebagai pengguna iptek, lemahnya posisi Indonesia dalam kerjasama 27

28 internasional, masih lemahnya jaringan antar pelaku iptek sehingga kegiatan penelitian sering tumpang tindih, dan adanya mismatch antara pemerintah, dunia usaha, institusi riset dan perguruan tinggi untuk secara bersama-sama membangun ekonomi. Situasi tersebut berakar pada permasalahan belum optimalnya jaringan iptek sebagai berikut: 1. Jaringan yang membentuk interaksi peran antara lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai penyedia iptek. 2. Jaringan yang membentuk hubungan sinergis antara berbagai unsur kelembagaan untuk menjamin terjadinya proses penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. 3. Kerjasama internasional sebagai pendorong penguasaan dan pemanfaatan iptek nasional. Lemahnya produktivitas litbang nasional berakibat pada lemahnya daya dukung iptek untuk memenuhi kebutuhan dunia industri. Kelemahan ini ditunjukkan oleh belum terkaitnya kegiatan litbang dengan kebutuhan industri dan kebutuhan nyata,masih kurangnya pengembangan iptek yang berbasis pada local wisdom, lemahnya pengembangan teknologi tepat guna yang dibutuhkan oleh dunia usaha, dan masih relatif rendahnya kualitas riset nasional. Akibatnya, hasil litbang yang diperoleh tidak dapat dimanfaatkan oleh dunia usaha, sehingga ketergantungan pada produk teknologi luar negeri sangat tinggi. Hal inidisebabkan oleh lemahnya relevansi dan produktivitas iptek yang berakar pada kelemahan: 1. Kemampuan mengidentifikasi tema-tema riset yang diperlukan oleh industri dan masyarakat. 2. Kemampuan mengidentifikasi tema-tema riset yang diperlukan untuk memberikan nilai tambah tinggi bagi pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya yang berbasis kearifan lokal. 3. Efektivitas manajemen litbang nasional. 4. Aktivitas litbang di lingkungan industri. 28

29 Terakhir, rendahnya pendayagunaan iptek nasional merupakan faktor yang menghambat penciptaan nilai tambah pada sumber daya alam dan produk inovasi nasional dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh ekspor Indonesia masih didominasi barang mentah (teknologi rendah), belum tumbuhnya industri berbasis teknologi, tidak terjadi vertical value added. Hal tersebut disebabkan olehbelum optimalnya mekanisme intermediasi iptek, masih lemahnya rantai nilai dalam pengembangan produk, belum optimalnya tranfer teknologi dari penghasil ke pengguna teknologi atau antar pengguna teknologi, lemahnya audit teknologi, lemahnya tarikan pasar terhadap hasil litbang; dan masih kurangnya keberpihakan pemerintah dan BUMN terhadap pemanfaatan hasil invensi teknologi dalam negeri. Kelemahan pendayagunaan iptek berakar pada: 1. Masih rendahnya relevansi dan tingkat kesiapan teknologi hasil litbang nasional untuk diterapkan. 2. Masih rendahnya minat kalangan industri sebagai pengguna teknologi untuk menggunakan teknologi hasil litbang nasional. 3. Belum efektifnya intermediasi antara penyedia dan pengguna teknologi. 4. Belum efektifnya proses inkubasi bisnis teknologi yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya IKM berbasis hasil litbang. Uraian di atas menggambarkan situasi problematik yang merupakan akibat sekaligus merupakan penyebab bagi timbulnya situasi lingkungan yang kurang kondusif bagi pertumbuhan kapasitas iptek serta pendayagunaannya dalam kegiatan ekonomi. Hal ini merupakan akibat dari masih lemahnya koordinasi antar kementerian/lembaga, lemahnya sinergi kebijakan, masih banyaknya regulasi yang menghambat penelitian, pengembangan dan penerapan iptek, dan belum adanya skenario pengembangan berkelanjutan. Di sisi lain, situasi problematik tersebut berakibat pada lemahnya daya dukung inovasi terhadap pembangunan ekonomi danlemahnya daya saing ekonomi dalam menghadapi tantangan global. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kemampuan produk 29

30 barang dan jasa nasional dalam menghadapi pasar bebas China ASEAN, dan ekspor Indonesia yang masih didominasi oleh barang-barang mentah dan barang-barang berteknologi rendah. 1.7 Keterkaitan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek dengan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah Keterkaitan antara Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek dengan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah ditunjukkan seperti pada Gambar 11. UU 18/2002: SISNAS P3 IPTEK UU 17/2007: RPJPN Jakstranas Iptek Jakstranas Iptek RPJMN Jakstranas Iptek RPJMN Jakstranas Iptek RPJMN Jakstranas Iptek RPJMN Renstra K/L dan RPJMD Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah 30

31 Gambar 11. Keterkaitan antara Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek dengan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pencana Kerja Pemerintah 1.8 Ruang lingkup Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek Ruang lingkup Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek adalah sebagai berikut: 1. Arah Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek, mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Visi Pembangunan Nasional Iptek; b. Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek; c. Misi Pembangunan Nasional Iptek; d. Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional Iptek; e. Tujuan Pembangunan Nasional Iptek; f. Sasaran Pembangunan Nasional Iptek; g. Ukuran keberhasilan; 2. Prioritas Penguatan Sistem Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek dalam Rangka Penguatan Sistem Inovasi Nasional, mencakup prioritas utama dalam penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) dan prioritas utama dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek untuk mendorong inovasi dalam bidang pangan, energi, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan, kesehatan dan obat, serta material maju. 3. Kerangka Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek yang mencakup penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), kunci keberhasilan yang perlu dipenuhi agar dapat tercapai tujuan pembangunan nasional iptek, dan instrumen kebijakan pembangunan nasional iptek sesuai dengan strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional iptek. 31

32 32

33 BAB II ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK 2.1. Visi Pembangunan Nasional Iptek Visi pembangunan nasional iptek adalah sebagai berikut: Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban Iptek untuk kesejahteraan mengandung makna bahwa pembangunan iptek pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup bangsa. Adapun iptek untuk kemajuan peradaban mengandung makna bahwa pembangunan iptek bertujuan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berkualitas secara ekonomi, sosial dan budaya Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek Visi pembangunan nasional iptek dapat tercapai dengan fondasi pendidikan yang kuat. Dengan basis pendidikan yang kuat, keunggulan komparatif yang bersumber pada budaya masyarakat dan sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dapat diberikan nilai tambah yang maksimal untuk mendapatkan keunggulan kompetitif melalui pemanfaatan iptek. Dengan demikian diharapkan dapat terwujud daya saing dan kemandirian sebagai basis untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup bangsa. Pada akhirnya diharapkan dapat terwujud kehidupan bangsa yang berkualitas secara ekonomi, sosial dan budaya. Semua ini dapat terwujud dengan didukung oleh jiwa kewirausahaan berbasis teknologi serta manajemen dan kepemimpinan yang visioner dan transformatif. Pola pikir pencapaian visi pembangunan nasional iptek dapat dilihat pada Gambar

34 Kehidupan yang berkualitas secara ekonomi, sosial dan budaya Kesejahteraan Daya Saing & Kemandirian Iptek Sumber Daya Alam Budaya Masyarakat Pendidikan Gambar 11. Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek 2.3. Misi Pembangunan Nasional Iptek Misi pembangunan nasional iptek adalah sebagai berikut: 1 Meningkatkan penelitian dan pengembangan iptek sebagai basis untuk membangun daya saing dan kemandirian dalam rangka mencapai kemajuan peradaban bangsa. 2 Meningkatkan dukungan iptek untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional. 34

DRAFT (4) KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TAHUN

DRAFT (4) KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TAHUN DRAFT (4) KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TAHUN 2015-2019 TIM PENYUSUN JAKSTRANAS IPTEK 2015-2019 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI JAKARTA 2014 Masukan silahkan kirim

Lebih terperinci

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif.

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif. P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI I. UMUM Ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Page 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN PERATURAN PELAKSANAANNYA Disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perindustrian tahun

Lebih terperinci

DEWAN RISET NASIONAL

DEWAN RISET NASIONAL DEWAN RISET NASIONAL Sekretariat Gedung I BPPT Lantai 1 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 Telepon : (021) 3905126 / 3168046 Fax : (021) 3905126 / 3926632 URL : www.drn.go.id Email : sekretariat@drn.go.id

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL

PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL PEGURUAN TINGGI SEBAGAI PUSAT INOVASI DAN UNGGULAN RISET DALAM MENDUKUNG PUSAT PUSAT PERTUMBUHAN EKONOMI REGIONAL MAUPUN NASIONAL GUSTI MUHAMMAD HATTA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DISAMPAIKAN PADA SEMINAR

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja kelembagaan Iptek 2. Jumlah peneliti per 1 juta penduduk Mengukur kualitas SDM Iptek 3. Jumlah kekayaan intelektual hasil litbangyasa Iptek Mengukur

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI 2010-2014 KATA PENGANTAR Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai peran dan tugas melaksanakan pengkajian, pengujian, pengembangan,

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya **

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya ** PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya ** A. Pendahuluan Era globalisasi sekarang ini, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan

Lebih terperinci

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA PENDAHULUAN Kunci kemajuan suatu bangsa sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh potensi dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN PEDOMAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT EDISI X 1

BAB 1 PENDAHULUAN PEDOMAN PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT EDISI X 1 BAB 1 PENDAHULUAN Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat disamping melaksanakan pendidikan sebagaimana diamanahkan oleh Undangundang Nomor 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 216 A. KEMENTRIAN : (19) KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

INDIKATOR KINERJA UTAMA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI Lampiran I 1. Jumlah pusat unggulan Iptek Mengukur kinerja Kelembagaan Iptek 2. Jumlah artikel Iptek di media cetak nasional untuk mengukur tingkat kesadaran Iptek Mengukur tingkat kesadaran Iptek masyarakat

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

Amandemen UU no. 18/2002

Amandemen UU no. 18/2002 Amandemen UU no. 18/2002 RUU PPIP & Perpres Peneliti Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik LIPI PP Himpenindo Tim (awal) Penyusun NA RUU PPIP L.T. Handoko laksana.tri.handoko@lipi.go.id L.T. Handoko Amandemen

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2018 TENTANG RENCANA INDUK RISET NASIONAL TAHUN 2017-2045 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan Bab I Pendahuluan LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR TAHUN 2012 TANGGAL JUNI 2012 Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

Lebih terperinci

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEMBANGUNAN NASIONAL SALINAN Lampiran Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor : 246 /M/Kp/IX/2011 Tanggal : 30 September 2011 ARAH PENGUATAN SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK MENINGKATKAN KONTRIBUSI ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. 2. Mewujudkan kolaborasi riset lembaga litbang dengan industri;

KATA PENGANTAR. 2. Mewujudkan kolaborasi riset lembaga litbang dengan industri; KATA PENGANTAR Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) merupakan salah satu program yang ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014, dimana jaringan Iptek, merupakan

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PANDUAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM

Lebih terperinci

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46

Written by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46 RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju

Lebih terperinci

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI

BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH

RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH TAH Jakarta, 2 Maret 2012 Rapat Kerja dengan tema Akselerasi Industrialisasi Dalam Rangka Mendukung Percepatan Pembangunan Ekonomi yang dihadiri oleh seluruh Pejabat Eselon I, seluruh Pejabat Eselon II, Pejabat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan penting terhadap pembangunan perekonomian suatu negara. Struktur perekonomian suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

Terhadap Pemanfaatan Sumber Energi Panas Bumi

Terhadap Pemanfaatan Sumber Energi Panas Bumi BAB III Peranan Penelitian Terhadap Pemanfaatan Sumber Energi Panas Bumi Menurut Benny, peranan penelitian sangatlah penting. Melalui penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, perekonomian hingga ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2013-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Sesuai dengan Permendagri 54/2010, visi dalam RPJMD ini adalah gambaran tentang kondisi Provinsi Sulawesi Selatan yang diharapkan terwujud/tercapai pada akhir

Lebih terperinci

Seminar Nasional PENGUATAN LANDASAN HUKUM UNTUK TERCIPTANYA SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK DAYA SAING DAN KEMANDIRIAN NASIONAL

Seminar Nasional PENGUATAN LANDASAN HUKUM UNTUK TERCIPTANYA SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK DAYA SAING DAN KEMANDIRIAN NASIONAL Seminar Nasional PENGUATAN LANDASAN HUKUM UNTUK TERCIPTANYA SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK DAYA SAING DAN KEMANDIRIAN NASIONAL Jakarta Kamis, 23 Nopember 2017 IR. H. DARYATMO MARDIYANTO KETUA PANSUS RUU

Lebih terperinci

MUHIDIN M. SAID KOMISI V DPR RI

MUHIDIN M. SAID KOMISI V DPR RI RAPAT KONSULTASI REGIONAL (KONREG) BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2015 DUKUNGAN DPR RI TERHADAP PROGRAM PEMBANGUNAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA, 21 APRIL 2015 MENINGKATKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Strategi pada dasarnya merupakan penentuan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi, pemilihan cara bertindak yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci