BAB II MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS), KETERAMPILAN PROSES SAINS, PENGUASAAN KONSEP, MULTIMEDIA DAN POKOK BAHASAN FLUIDA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS), KETERAMPILAN PROSES SAINS, PENGUASAAN KONSEP, MULTIMEDIA DAN POKOK BAHASAN FLUIDA"

Transkripsi

1 BAB II MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS), KETERAMPILAN PROSES SAINS, PENGUASAAN KONSEP, MULTIMEDIA DAN POKOK BAHASAN FLUIDA A. Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan menggunakan LKS. Model pembelajaran CLIS bertujuan membentuk pengetahuan (konsep) ke dalam memori siswa agar konsep tersebut dapat bertahan lama, karena model pembelajaran CLIS memuat sederetan tahap-tahap kegiatan siswa dalam mempelajari konsep yang diajarkan. Menurut Driver (1988) tahapan-tahapan CLIS secara umum seperti gambar 2.1 Orientasi Pemunculan gagasan awal Penyusunan gagasan Pengungkapan dan pertukaran gagasan Perbandingan dengan gagasan awal Perubahan situasi konflik Kontruksi gagasan baru Evaluasi Penerapan Gagasan Gambar 2.1 model pembelajaran CLIS Kaji ulang perubahan gagasan 13

2 Tahapan-tahapan di atas dijelaskan sebagai berikut: 1. Orientasi Pada tahap ini guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan meteri yang akan diajarkan. 2. Pemunculan gagasan awal Pada tahap ini guru mengungkap konsepsi awal siswa dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki. 3. Penyusunan gagasan Tahap ini terdiri dari pengungkapan dan pertukaran gagasan, perubahan situasi konflik,kontruksi gagasan baru,dan evaluasi. Siswa diberikan LKS dan melakukan kegiatan belajar dalam kelompok secara berdiskusi dan bertukar gagasan untuk menjawab pertanyaan dan masalah dalam LKS 4. Penerapan gagasan Pada tahap ini siswa menjawab pertanyaan yang disusun dalam LKS untuk menerapkan kosep ilmiah mengenai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. 5. Kaji ulang perubahan gagasan Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk melakukan refleksi terhadap hasil pembelajaran yang telah diperoleh. Berdasarkan tahapan-tahapan yang dilaksanakan pada model pembelajaran CLIS maka dapat dikemukakan karakteristik model pembelajaran CLIS antara lain: 1. Dilandasi oleh pandangan konstruktivisme 14

3 2. Pembelajaran berpusat pada siswa 3. Melakukan aktifitas hands on/ minds on 4. Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar Faktor-faktor penting dalam pelaksanaan pembelajaran model pembelajaran CLIS ini adalah: 1. Menciptakan situasi belajar terbuka dan memberikan kebebasan pada siswa dalam mengemukakan ide atau gagasan. 2. Memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya pada teman atau gurunya, kemudian pada akhir kegiatan pembelajaran guru menjelaskan konsep-konsep ilmiah untuk menghidari miskonsepsi pada siswa. 3. Memberikan tugas perorangan yang dikerjakan siswa di rumah berupa PR sebagai penerapan konsep. Kelebihan-kelebihan CLIS sebagai berikut : 1. Gagasan anak lebih mudah dimunculkan. 2. Membiasakan siswa untuk belajar mandiri dalam memecahkan suatu masalah. 3. Empat syarat perubahan konsepsi yang dikemukakan oleh posner et al terpenuhi. 4. Menciptakan kreatifitas siswa untuk belajar sehingga tercipta suasana kelas yang lebih nyaman dan kreatif, terjadi kerjasama sesama siswa dan siswa terlibat langsung dalam melakukan kegiatan. 5. Menciptakan belajar yang lebih bermakna karena timbulnya kebanggaan siswa menemukan sendiri konsep ilmiah yang dipelajari. 15

4 6. Guru mengajar akan lebih efektif karena dapat menciptakan suasana belajar yang aktif Adapun kelemahan CLIS adalah sarana laboratorium harus lengkap, kemudian siswa yang belum terbiasa belajar mandiri atau berkelompok akan merasa asing dan sulit untuk menguasai konsep. B. Pembelajaran Konvensional (Metode Ceramah) Pada pembelajaran konvensional dengan metode ceramah guru memberikan penerangan atau penuturan secara lisan kepada sejumlah siswa. Siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya. Pada umumnya siswa menerima saja apa yang dijelaskan oleh guru. Dalam pembelajaran dengan metode ini guru memegang peran sebagai sumber informasi bagi siswa. Guru lebih mendominasi proses pembelajaran yang meliputi menerangkan materi pelajaran, memberikan contoh-contoh memandu penyelesaian soal serta menjawab semua pertanyaan yang diajukan siswa. Berhubungan dengan metode ceramah yang digunakan ini, Nasution (1982) memberikan gambaran ciri-ciri pembelajaran konvensional, yaitu: 1. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok, kepada kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individual. 2. Kegiatan pembelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis, dan media lain menurut pertimbangan guru. 3. Siswa umumnya bersifat pasif karena harus mendengarkan penjelasan guru. 4. Kecepatan belajar siswa umumnya ditentukan oleh kecepatan guru dalam mengajar. 16

5 5. Keberhasilan belajar umumnya ditentukan oleh guru secara subyektif. 6. Diperkirakan hanya sebagian kecil saja dari siswa yang menguasai materi pelajaran secara tuntas. Seperti metode-metode lainnya, metode pembelajaran konvensional ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Menurut (Wartono, 1996) keunggulan dari metode ini adalah dapat digunakan untuk siswa dalam jumlah yang besar dan dapat menyelesaikan suatu materi pelajaran dengan cepat. Sedangkan kelemahankelemahan dari pembelajaran ini antara lain: 1. Siswa seringkali tidak aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran jadi kurang efektif. 2. Terutama bagi siswa yang belum cukup dewasa, pembelajaran konvensional ini sering menimbulkan kebosanan. 3. Terutama untuk pendidikan sains bagi siswa yang masih muda pembelajaran ini tidak sesuai dengan tuntutan tujuan pendidikan sains yang modern, yang antara lain menuntut adanya pendidikan tentang metode ilmiah dan sikap ilmiah dalam pendidikan sains, sains bukan hanya mengajarkan fakta tetapi juga harus melatih keterampilan dan kecakapan. Berikut ini perbedaan sintak pembelajaran CLIS dengan pembelajaran konvensional Tabel 2.1 Perbedaan model CLIS dengan pembelajaran konvensional No. Perbedaan CLIS Pembelajaran konvensional 1. Kegiatan awal a. Guru mengecek kehadiran siswa Fase 1: orientasi a. Guru melakukan apesepsi a. Mengkondisikan siswa. b. Menyampaikan tujuan pembelajaran. 17

6 No. Perbedaan CLIS Pembelajaran konvensional dan menghadapkan siswa pada fenomena alam yang sering di jumpai Fase 2 : Pemunculan gagasan awal a. Guru menggali konsepsi awal siswa 2. Kegiatan inti Fase 3: penyusunan gagasan a. Siswa menggunakan teori untuk berhipotesis b. Guru mengajak siswa berkelompok untuk melakukan eksperimen c. Siswa melakukan eksperimen untuk membuktikan hipotesisnya d. Siswa diminta untuk menghubungkan hasil eksperimen dengan hipotesis Fase 4 : penerapan gagasan a. Siswa di minta menjawab pertanyaan-pertanyan di LKS b. Dengan bimbingan guru, siswa mendiskusikan hasil eksperimen 3. Penutup Fase 5 : kaji ulang perubahan gagasan a. Guru memberikan pertanyaan lisan atau kuis untuk mengevaluasi apa yang telah diperoleh siswa selama proses pembelajaran a. Guru menerangkan suatu konsep, b. Siswa bertanya halhal yang tidak dimengerti c. Guru memberikan contoh soal aplikasi konsep d. Guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan soal dari buku paket e. Siswa mencatat materi yang diterangkan dan diberi soal-soal pekerjaan rumah. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. C. Multimedia 1. Media pembelajaran Kata media berasal dan bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah atau perantara atau pengantar. Heinich, dkk (1982) dalam Arsyad (2006) 18

7 mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Secara umum media mempunyai kegunaan: (1) memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis; (2) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra; (3) menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar; (4) memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya; (5) memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama. Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp dan Dayton (1985) dalam Arsyad (2006) adalah (1) penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar; (2) pembelajaran dapat lebih menarik; (3) pembelajaran dapat ditingkatkan; (4) proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan; (5) sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan; (6) peran guru berubahan kearah yang positif. Dua sisi penting dan fungsi media dalam proses pembelajaran di kelas yaitu: (1) membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat keberlangsungan proses belajar mengajar. Penyajian informasi atau keterampilan 19

8 secara utuh dan lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu; (2) membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara lain dalam pemusatan perhatian dan mempertahankan perhatian, memelihara keseimbangan mental, serta mendorong belajar mandiri (Arifin et al, 2003). 2. Multimedia Menurut Arsyad, 2006 multimedia diartikan sebagai lebih dari satu media. Ini bisa berupa kombinasi antara teks, grafik, animasi, suara, dan video, yang mana perpaduan dan kombinasi dua atau lebih jenis media ditekankan pada kendali komputer sebagai penggerak keseluruhan gabungan media itu. Sedangkan Haffos (1994) dalam Munir (2008) mendefinisikan multimedia sebagai suatu sistem komputer yang terdiri dan hardware dan software yang memberikan kemudahan untuk menggabungkan berbagai komponen seperti gambar, video, grafik, animasi, suara, teks, dan data yang dikendalikan dengan program komputer. Thomson (1994) dalam Munir (2008) mendefinisikan multimedia sebagai suatu sistem yang menggabungkan gambar, video, animasi, suara secara interaktif. Jayan dkk (1995) dalam Munir (2008) mendefisikan bahwa multimedia adalah dasar dari teknologi modern yang meliputi suara, teks, video, gambar dan data. Dari definisi-definisi tersebut nampaknya ada kesamaan bahwa teknologi multimedia mencakup berbagai media dalam sofware pembelajaran. Sajian multimedia dapat diartikan sebagai teknologi yang mengoptimalkan peran komputer sebagai media yang menampilkan teks, suara, grafik, video, animasi dalam sebuah tampilan yang terintegrasi dan interaktif (Munir, 2008). 20

9 Menurut Karyadinata (2006) elemen-elemen multimedia terdiri dari: a. Teks; teks merupakan simbol kata atau kalimat yang berfungsi menjelaskan tentang isi dan materi multimedia. Kebutuhan teks bergantung pada kegunaan aplikasi multimedia. b. Gambar; gambar dalam multimedia dapat berupa foto, gambar ilustrasi, dan gambar hasil sketsa tangan. Gambar-gambar tersebut mempunyai peran dalam menyampaikan informasi. c. Grafik; grafik dalam multimedia juga berfungsi sebagai penyampai informasi yang berhubungan dengan fakta, data statistik, dan gagasan-gagasan dalam matematika. d. Suara; dengan menggunakan suara aplikasi lebih terintegrasi, pemakai dapat merasakan kenyamanan terhadap suara yang mewakili aplikasi tersebut sehingga suatu informasi dapat disampaikan lebih cepat. e. Video; video dapat diambil dan kejadian sebenarnya yang direkam, yang berguna untuk menambah daya tarik dan memperjelas informasi yang akan disampaikan. f. Animasi; animasi dapat diartikan sebagai subyek yang bergerak, animasi berguna untuk mensimulasikan konsep tentang hal-hal yang melibatkan gerakan. Misalnya pergerakan kerangka acuan dalam gerak. 3. Penggunaan Multimedia dalam Pembelajaran Dalam dunia pendidikan, aplikasi multimedia berfungsi sebagai perangkat lunak (sofware) pembelajaran, yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran 21

10 pembelajaran memiliki beberapa keistimewaan menurut Munir (2008) antara lain (1) menyediakan proses interaktif dan memberikan kemudahan umpan balik, (2) memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam menentukan topik pembelajaran dan, (3) memberikan kemudahan kontrol yang sistematis dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan multimedia (komputer) akan memberikan motivasi yang lebih tinggi karena komputer selalu dikaitkan dengan kesenangan, permainan, dan kreativitas. Hal ini dikarenakan komputer memiliki sejumlah kemampuan dan kelebihan. menurut Heinich (1996) dalam Karyadinata (2006) beberapa kelebihan komputer sebagai sarana/media pembelajaran antara lain (1) siswa dapat belajar sesuai kemampuan dan kecepatannya masing-masing dalam memahami pengetahuan dan informasi yang ditampilkan; (2) aktivitas belajar siswa dapat terkontrol; (3) siswa mendapat fasilitas untuk mengulang jika diperlukan, dimana dalam pengulangan tersebut siswa bebas mengembangkan kreativitasnya; (4) siswa dibantu untuk memperoleh umpan balik (feed back) dengan segera; (5) tercipta iklim belajar yang efektif bagi siswa yang lambat (slow learner), tetapi juga dapat memacu efektivitas belajar bagi siswa yang lebih cepat (fast learner); (6) pemberian umpan balik (feed back) dan penguatan (reinforcement) terhadap hasil belajar dapat diprogram; (7) pemeriksaan dan pemberian skor hasil belajar secara otomatis dapat diprogram; (8) memberikan sarana bagi siswa untuk melakukan kegiatan tertentu dapat dirancang; (9) informasi dan pengetahuan dengan tingkat realisme yang tinggi dapat 22

11 disampaikan karena kemampuannya mengintegrasikan komponen warna, musik, animasi, dan grafik. Disamping memiliki kelebihan, komputer sebagai sarana/media dalam pembelajaran juga memiliki kelemahan yang diantaranya (1) tingginya biaya pengadaan dan pengembangan program komputer, terutama yang dirancang khusus untuk maksud pembelajaran, (2) pengadaaan, pemeliharaan dan perawatan komponen komputer yang meliputi hardware dan software memerlukan biaya yang relatif tinggi untuk jangka pendek; (3) merancang dan memproduksi program pembelajaran berbasis komputer merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Memproduksi program komputer merupakan kegitan intensif yang memerlukan waktu banyak dan juga keahlian khusus. Penggunaan sebuah program komputer memerlukan perangkat keras dengan spesifikasi yang sesuai. Perangkat lunak sebuah komputer seringkali tidak dapat digunakan pada komputer yang spesifikasinya tidak sama (Iksanuddin, 2007). Pada penelitian ini multimedia yang akan digunakan adalah video dan animasi. Multimedia ini akan di integrasikan pada tahap orientasi dan tahap pemunculan gagasan awal. D. Keterampilan Proses Sains Sains merupakan sekumpulan ilmu-ilmu serumpun yang terdiri atas Biologi, Fisika, Geologi dan Astronomi yang berupaya menjelaskan setiap fenomena yang terjadi di alam (Liliasari, 2005). Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan 23

12 pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas, 2003). Dalam rangka mentransformasikan definisi literasi sains ke dalam penilaian (assessment) literasi sains, PISA mengidentifikasi tiga dimensi besar literasi sains, yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains. Proses sains merujuk pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan (Rustaman N., et al., 2004). Menurut Herlen (Indrawati, 1999:3) keterampilan proses ( prosess-skill ) sebagai proses kognitif termasuk didalamnya juga interaksi dengan isinya (content). Lebih lanjut Indrawati (1999:3) mengemukakan bahwa Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan (falsifikasi). Jadi Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki (Dahar, 1985:11). Keterampilan proses sains melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual (learning competence), manual (procedural competence), sosial (social competence) serta komunikasi (communicative competence) (Graber et al., 24

13 2002; Nentwig et al., 2002). Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan (Rustaman N., et al., 2003). Sedangkan keterampilan komunikasi terlibat karena dalam keterampilan proses mereka berkomunikasi dengan sesamanya dan melaporkan hasil kegiatannya, misalnya melaporkan hasil percobaan. Keterampilan proses bertujuan untuk mengembangkan kreativitas siswa dalam belajar, sehingga secara aktif dapat mengembangkan dan menerapkan kemampuan-kemampuannya. Bila siswa hanya belajar untuk mencapai hasil, maka mereka akan mendapatkan nilai-nilai yang tinggi. Namun mereka tampak kurang mampu menerapkan perolehannya, baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap dalam situasi lain. Akibatnya pengetahuan itu tidak bermakna dalam kehidupan sehari-hari dan cepat terlupakan. Keterampilan proses perlu dikembangkan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa. Semiawan (1992:14-15) berpendapat bahwa terdapat empat alasan mengapa pendekatan keterampilan proses sains diterapkan dalam proses belajar mengajar sehari-hari, yaitu : 1. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. 25

14 2. Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret. 3. Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. 4. Dalam proses belajar mengajar seharusnya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri anak didik. Para ahli pendidikan sains membagi keterampilan proses sains secara berbeda-beda namun hampir sama satu sama lain. Pada Tabel 2.2 dikemukakan beberapa jenis keterampilan proses menurut beberapa ahli. Tabel 2.2. Perbandingan Jenis Keterampilan Proses Sains No Nama Jenis keterampilan proses 1. Conny Semiawan (1985) Observasi (menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang/waktu), membuat hipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan variabel, interpretasi data, kesimpulan sementara, menerapkan konsep, berkomunikasi. 2 Indrawati (1999) Melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan/ penyelidikan, menerapkan sub konsep/ prinsip 3. Nuryani Rustaman (2003) Melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan atau penyelidikan menerapkan konsep atau prinsip dan mengajukan pertanyaan. 26

15 Dalam penelitian ini, keterampilan proses yang digunakan mengacu kepada jenis keterampilan proses yang dikemukakan oleh Rustaman et al (2003). Perincian aspek-aspek keterampilan proses sains yang diungkapkan oleh Rustaman adalah sebagai berikut : 1) Melakukan Pengamatan (Observasi) Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan ilmiah mendasar. Dalam mengobservasi atau mengamati kita memilah-milahkan mana yang kurang atau tidak penting. Kita menggunakan semua indera untuk melihat, mendengar, merasa, mengecap, dan mencium. Menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk keterampilan proses mengamati. 2) Mengajukan Pertanyaan Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. 3) Menafsirkan Pengamatan (Interpretasi) Fakta atau data yang diperoleh dari hasil observasi sering kali memberikan suatu pola. Pola dari fakta/data ini dapat ditafsirkan lebih lanjut menjadi suatu penjelasan yang logis. Karakteristik keterampilan interpretasi diantaranya : mencatat setiap hasil pengamatan, menghubungkan-hubungkan hasil pengamatan, menemukan pola atau keteraturan dari suatu seri pengamatan dan menarik kesimpulan. 4) Mengelompokkan (Klasifikasi) Keterampilan mengklasifikasi atau menggolong-golongkan adalah salah satu kemampuan yang penting dalam kerja ilmiah. Dalam membuat klarifikasi perlu 27

16 diperhatikan dasar klasifikasi misalnya menurut suatu ciri khusus, tujuan atau kepentingan tertentu. Karakteristik keterampilan klasifikasi diantaranya ; mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. 5) Meramalkan (Prediksi) Prediksi dalam sains adalah perkiraan yang didasarkan pada hasil pengamatan yang realibel. Memprediksi berarti pula mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati berdasarkan penggunaan pola yang ditemukan sebagai hasil penemuan. Untuk membantu mengembangkan kemampuan prediksi sebaiknya guru bertolak dari aspek keterampilan interpretasi, yaitu menemukan pola. Setelah pola dikenali siswa, mereka memperkirakan hal-hal yang belum terjadi berdasarkan pola tersebut. Melalui cara ini prediksi akan lebih nyata bagi mereka dan jelas perbedaannya dengan meramal biasa atau dengan berhipotesis. 6) Berhipotesis Kemampuan membuat hipotesis adalah salah satu keterampilan yang sangat mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Hipotesis menyatakan hubungan antar dua variable, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya. 28

17 7) Merencanakan Percobaan Merencanakan percobaan adalah kemampuan menentukan objek yang akan diteliti, alat, dan bahan yang akan digunakan, variable atau factor-faktor yang perlu diperhatikan, langkah-langkah percobaan yang akan ditempuh serta cara mencatat dan mengolah data untuk menarik kesimpulan. Karakteristik keterampilan kemampuan merencanakan percobaan diantaranya : menentukan alat, bahan, dan sumber yang digunakan, menentukan variable-variabel, menentukan variable yang dibuat tetap, diukur/ditulis, menentukan cara dan langkah kerja, menentukan bagaimana mengolah data hasil pengamatan untuk diambil kesimpulan. 8) Menerapkan Konsep atau Prinsip (Aplikasi) Aplikasi adalah menggunakan generalisasi yang telah dipelajarinya pada situasi baru, atau untuk menerapkan apa yang diamatinya. Menerapkan konsep adalah kemampuan menerapkan konsep yang telah dikuasai untuk memecahkan masalah tertentu, atau menjelaskan suatu peristiwa baru dengan mengunakan konsep yang telah dimilikinya. Karakteristik keterampilan menerapkan konsep diantaranya : menggunakan konsep pada situasi baru, dan menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang terjadi. 9) Mengkomunikasikan Mengkomunikasikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengubahan informasi dari satu media ke media lainnya. Keterampilan berkomunikasi merupakan hal yang penting yang harus dimiliki seseorang karena dengan keterampilan ini ia dapat menggunakan gagasan, temuan, bahkan perasaannya 29

18 kepada orang lain. Karakteristik keterampilan berkomunikasi diantaranya : menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram, menjelaskan hasil percobaan, menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas, serta mendiskusikan hasil percobaan. Pada penelitian ini keterampilan proses sains yang dianalisis meliputi 7 jenis keterampilan proses, seperti diuraikan dalam tabel 2.3 Tabel 2.3 Aspek Keterampilan Proses sains Yang Diamati Tahapan Pembelajaran CLIS Jenis Keterampilan Proses Tahap Orientasi Tahap Pemunculan gagasan awal Meramalkan (Prediksi) Merencanakan percobaan Tahap penyusunan gagasan Tahap penyusunan gagasan Tahap penerapan gagasan Kaji ulang perubahan gagasan Melakukan Pengamatan (Observasi) Mengelompokkan (Klasifikasi) Menafsirkan Pengamatan (Interpretasi) Menerapkan Konsep atau Prinsip (Aplikasi) Mengkomunikasikan Pemilihan indikator ini dikarenakan bahwa indikator-indikator keterampilan tersebut diharapkan (diprediksi) dapat tergali dengan penerapan model pembelajaran CLIS. E. Penguasaan Konsep Ratna Willis Dahar (1996) menjelaskan beberapa ciri konsep yaitu : 30

19 1. Konsep merupakan buah pikiran yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang. 2. Konsep itu timbul sebagai hasil dari pengalaman manusia dengan lebih dari satu benda peristiwa atau fakta. 3. Konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia yang merangkum banyak pengalaman. 4. Konsep merupakan perkaitan fakta-fakta atau pemberian pola pada faktafakta. 5. Suatu konsep dianggap kurang tepat, disebabkan timbulnya fakta-fakta baru, dan karena itu konsep yang bersangkutan harus mengalami perubahan. Konsepsi berbeda dengan konsep. Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan berdasarkan kesepakatan sedangkan konsepsi bersifat lebih khusus atau spesifik dan individual. Konsep adalah sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun sistematis atau gagasan yang bermakna dan disepakati oleh para ilmuan, maka konsepsi sering dianggap sebagai cara menerima yang bersifat subjektif (Ratna Willis Dahar, 1996). Setiap siswa memiliki tafsiran tertentu terhadap suatu konsep dalam kepalanya dan tafsiran tersebut dapat berbeda untuk setiap orang. Tafsiran perseorangan dari suatu konsep ilmiah disebut konsepsi. Konsepsi dapat pula diartikan sebagai hasil proses pengendapan konsep pada sesorang individu yang mampu dikemukakan kembali secara lisan maupun tulisan yang dapat dipahami oleh orang lain (Berg, 1991). Sedangkan menurut Poerwadarminta (1985), 31

20 konsepsi adalah pengertian pendapat (paham). Dan dapat juga diartikan sebagai rancangan (cita-cita dan sebagainya) yang telah ada dalam pikiran. Dalam proses pembelajaran, konsepsi siswa mengenai suatu konsep dapat berbeda dengan guru ataupun dengan konsep yang dikemukakan oleh ilmuwan. Konsepsi yang dikemukakan oleh ilmuwan pada umumnya lebih kompleks dan melibatkan banyak hubungan antar konsep dibanding dengan konsepsi siswa. Sedangkan konsepsi siswa lebih sederhana juga mungkin menyimpang dari konsep yang benar menurut ilmuwan. Berg (1991) mengemukakan bahwa perbedaan konsepsi antar siswa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: 1. Pengetahuan dan pengalaman berhubungan dengan konsep yang telah dimilikinya. 2. Struktur pengetahuan telah terbentuk dalam otaknya. 3. Perbedaan kemampuan dalam hal: 1) Menentukan apa yang diperhatikan ketika belajar. 2) Menentukan apa yang masuk ke otak. 3) Menafsirkan apa yang masuk ke otak. 4) Perbedaan apa disimpulkan dalam otak. Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam, pada dasarnya terbentuk dari kumpulan-kumpulan pengetahuan yang mencakup hukum-hukum, konsepkonsep dan keterampilan-keterampilan yang kesemuanya itu dapat mencerminkan proses yang telah terjadi atau sedang berlangsung di alam semesta. Maka, penguasaan konsep menjadi tujuan pemberian materi pelajaran fisika disekolah, 32

21 artinya bahwa konsep-konsep yang diajarkan kepada siswa bukan sebagai hafalan saja, melainkan juga harus dipahami dan dikuasai. Bila siswa telah menguasai konsep yang diajarkan tertanam dalam pikiran siswa dengan baik. Tertanamnya konsep dalam pikiran siswa mempunyai arti bahwa informasi atau pengetahuan yang diajarkan terorganisir secara hierarkis dan terhubung pada struktur kognitif siswa. Seorang siswa dianggap telah menguasai suatu konsep yang telah diajarkan, apabila siswa tersebut dapat menterjemahkan dari keadaan abstrak ke keadaan lain, dari bentuk simbolik ke bentuk lain, atau sebaliknya, serta dapat menafsirkan yang berupa kemampuan untuk mengorganisir data yang ada menurut pandangan individu itu sendiri. Menurut Poerwadarminta (Mustafa, 1996:15), penguasaan diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, kepandaian, dan sebagainya. Sehingga kata penguasaan konsep lebih merujuk pada kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuannya berupa konsep-konsep yang telah dipelajarinya. Penguasaan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa tentang konsep fisika khususnya pada konsep cahaya, yang dapat dilihat dari jawaban siswa setelah pre test dan post test. Penguasaan konsep siswa yang dievaluasi dalam penelitian ini berdasarkan ranah kognitif pada Taksonomi Bloom, yaitu meliputi aspek hafalan (recall) yang dinyatakan sebagai C 1, aspek pemahaman (comprehension) yang dinyatakan sebagai C 2, aspek penerapan (aplication) yang dinyatakan sebagai C 3, aspek 33

22 analisis sebagai C 4, aspek sintesis yang dinyatakan sebagai C 5 dan aspek evaluasi (evaluation) yang dinyatakan sebagai C 6, sedangkan pada penelitian kali ini, penguasaan konsep pada ranah kognitif dibatasi hanya sampai C 4 saja. F. Deskripsi Materi Fluida Konsep fluida merupakan konsep yang cukup penting dalam kurikulum pebelajaran Fisika. Konsep ini diperkenalkan pada siswa sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan merupakan konsep yang sangat dekat dengan fenomena yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian pada kenyataannya tidak sedikit siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep fluida dan mengaplikasikannya dalam permasalahan sehari-hari. Hal ini dikarenakan dalam pengajarannnya di sekolah siswa menerima pelajaran ini hanya dengan mendengarkan atau mencatat hukum-hukum yang berlaku yang diberikan oleh guru tanpa benar-benar memahami konsep konsep yang ia pelajari. Secara makroskopik, materi dapat digolongkan ke dalam benda padat dan fluida. Fluida adalah suatu zat yang dapat memberikan sedikit hambatan terhadap perubahan bentuk ketika ditekan yang dapat mengalir. Zat yang termasuk fluida adalah zat cair dan gas.molekul-molekul di dalam fluida mempunyai kebebasan lebih besar untuk bergerak sendiri-sendiri. Dalam zat cair gaya interaksi antara molekul-molekul yang disebut gaya kohesi masih cukup besar, karena jarak antara molekul-molekul tidak terlalu besar. Akibatnya zat cair masih tampak sebagai satu kesatuan, kita masih dapat melihat batas-batas zat cair. Selain itu, zat cair tidak mudah dimampatkan. Lain halnya dengan gas, molekul-molekul gas dapat 34

23 dianggap sebagai suatu sistem partikel bebas dimana gaya kohesi antara molekul sangat kecil. Di samping itu, gas lebih mudah dimampatkan daripada zat cair. Sedangkan fluida statis adalah adalah fluida dalam keadaan diam. Adapun pokokpokok yang akan dipelajari pada fluida statis adalah: massa jenis, tekanan hidrostatis, hukum pascal, hukum archimedes, tegangan permukaan cair dan kapilaritas (Tipler, P.A, 1998). 1. Massa jenis Massa jenis suatu benda merupakan salah satu karakteristik dari benda tersebut yang membedakannya dengan benda yang lain. Kerapatan benda dapat didefinisikan sebagai perbandingan massa benda terhadap volumenya. Secara matematis dapat dituliskan ρ = massa jenis (kg/m 3 ), m = massa benda (kg) dan V = volume (m 3 ). Massa jenis suatu fluida yang seragam dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu temperatur dan tekanan. Massa jenis zat cair relatif konstan jika terjadi perubahan temperatur dan tekanan. Hal ini sangat berbeda dengan gas, massa jenisnya sangat sensitif dengan perubahan temperatur dan tekanan. 2. Tekanan Dalam Fluida Bila sebuah benda dimasukan keadalam fluida contohnya air, setiap permukaan benda akan merasakan gaya yang diberikan fluida. Gaya ini tegak lurus pada setiap permukaan benda dan memiliki besar yang sama pada titik yang sama. Gaya persatuan luas ini disebut tekanan. Secara matematis tekanan ini dituliskan 35

24 P = tekanan (N/m 2 = Pa), F = gaya (N) dan A = luas (m 2 ). Tekanan yang diberikan fluida ini akan bervariasi sesuai dengan kedalaman benda yang tercelup dalam fluida. Untuk memahami tekanan perhatikan gambar di bawah ini. h 1 h 2 Gambar 2.2. Menunjukkan perbedaan tekanan pada kedalaman yang berbeda. Tekanan pada kedalaman h 1 akan berbeda dengan tekanan pada kedalaman h 2. Tidak hanya faktor kedalaman saja yang mempengaruhi tekanan. Kerapatan fulida dan percepatan gravitasi memberikan pengaruh juga pada tekanan. Seandainya air diganti dengan minyak maka tekanan yang diberikan kedua fluida itu akan berbeda. Perbedaan gravitasi pada titik yang berbeda gaya dapat menimbulkan tekanan berbeda yang diberikan oleh fluida. Persamaan tekanan di atas dapat ditulis kembali dalam bentuk P o = tekanan atmosfer ( 1 atm = 76 cmhg = 101 kpa), h = kedalaman (m), g= percepatan gravitasi (m/s 2 ). Prinsip yang sangat penting dalam tekanan oleh zat cair dikenal dengan prinsip pascal: Tekanan yang diberikan pada zat cair dalam ruang tertutup akan diteruskan secara tegak lurus sama besar ke segala arah. Sebuah penerapan 36

25 sederhana dari prinsip pascal adalah dongkrak hidrolik yang dapat dilihat seperti gambar dibawah ini. F 1 A 2 A 1 F 2 Gambar 2.3 Dongkrak hidrolik, penghisap kecil diberi tekanan sehingga tekanan ini diteruskan sama besar ke penghisap besar. Tekanan yang diberikan pada penghisap kecil akan sama besar dengan tekanan yang dirasakan oleh penghisap besar. keadaan tersebut, secara matematis dapat dituliskan Mekanisme dongkrak hidrolik di atas yaitu sebuah gaya yang kecil pada penghisap kecil akan memunculkan suatu gaya yang besar pada penghisap besar. Gaya yang dimunculkan ini akan bermanfaat untuk mengangkat berat benda yang besar. 3. Prinsip Archimides Bila sebuah benda seluruhnya atau sebagian tercelup dalam sebuah fluida yang diam, maka fluida tersebut mengerahkan tekanan pada setiap bagian benda. Bagian yang terdalam tercelup akan mendapat tekanan lebih besar dibanding bagian lainya. Ini menyebabkan resultan gaya yang menyebabkan tekanan ini mendorong benda ke atas. Gaya ini disebut sebagai gaya apung. 37

26 h 1 h 2 Gambar 2.4. Menunjukkan resultan gaya yang bekerja pada benda mengarah ke atas yang disebut gaya apung. Dengan memperhatikan gambar di atas, dapat kita perhatikan bahwa semua gaya dari samping akan saling meniadakan. Gaya apung merupakan resultan dari gaya dari bawah dengan dari atas yang bekerja pada benda. besar gaya apung ini sama dengan berat fluida yang dipindahkan. Dari sini kita mendapatkan prinsip Archimides sebuah benda yang seluruhnya atau sebagian tercelup dalam suatu fluida yang akan merasakan gaya apung ke atas yang besarnya sama dengan berat fluida yang dipindahkan. Secara matematis besar gaya ini dituliskan F A = gaya apung (N), ρ F = kerapatan fluida (kg/m 3 ), V bt = volume benda tercelup dalam fluida (m 3 ). Dari prinsip Archimides ini keadaan benda yang yang berada dalam fluida dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu terapung, melayang dan tenggelam. V F A W V bt F A F R = 0 F R = 0 F R 0 Ρ b < Ρ f V bt Ρ b = Ρ f F A Ρ b > Ρ f =V W Terapung Melayang Tenggelam W Gambar 2.5. Menunjukkan tiga keadaan benda yang berada dalam suatu fuida, V bt =V 38

27 a. Tenggelam Sebuah benda yang tenggelam pada suatu fluida, jika massa jenis fluida lebih kecil dari massa jenis zat benda atau besar gaya apung F a lebih kecil dari berat benda W = m.g. Pada peristiwa ini, volume benda yang tercelup di dalam fluida sama dengan volume total benda yang mengapung, namun benda bertumpu pada dasarnya bejana, sehingga ada gaya normal didasar bejana, sehingga ada gaya normal di dasar bejana sebesar N. persamaan hukum I Newton pada peristiwa benda tenggelam, yaitu :, karena Vt > Vb, maka berlaku : > ρ f b. Melayang Benda melayang di dalam zat cair berarti benda tersebut mempunyai massa jenis sama dengan massa jenis zat cair atau besarnya gaya apung F a sama dengan berat benda W = m.g. Hal ini dapat diturunkan dari hukum Newton sebagai berikut. Pada keadaan setimbang berlaku Karena V f = V b = V, maka : ρ f = ρ b 39

28 c. Terapung Jika benda berada dalam fluida yang massa jenisnya lebih besar dari massa jenis rata-rata benda tersebut, maka benda tersebut akan terapung. Hal ini dapat diturunkan dari hukum Newton sebagai berikut. Pada keadaan setimbang berlaku Pada kasus benda terapung, gaya apung fluida sama dengan berat benda. F a = W dan Sehingga diperoleh : atau 40

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FISIKA SISWA SMA Ali Ismail M.Pd ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses

II._TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses 6 II._TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan salah satu bentuk keterampilan proses yang diaplikasikan pada proses pembelajaran. Pembentukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah

JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah JIPFRI, Vol. 1 No. 2 Halaman: 83-87 November 2017 JIPFRI: Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika dan Riset Ilmiah PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCE (CLIS) BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE

2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN S LEARNING IN SCIENCE BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa dan negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Setiap bangsa yang ingin berkualitas selalu berupaya untuk meningkatkan tingkat

Lebih terperinci

PENILAIAN KETERAMPILAN PROSES.

PENILAIAN KETERAMPILAN PROSES. PENILAIAN KETERAMPILAN PROSES readonee@yahoo.com IPA terbentuk & berkembang melalui suatu proses ilmiah, yang juga harus dikembangkan pada peserta didik sebagai pengalaman bermakna yang dapat digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada tingkat sekolah dasar adalah merupakan pondasi bagi pendidikan pada jenjang selanjutnya sehingga para pendidik di sekolah dasar memiliki tanggung jawab

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan

Lebih terperinci

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan Permendikbud No. 65 Tahun 2013 proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala

BAB I PENDAHULUAN. siswa (membaca, menulis, ceramah dan mengerjakan soal). Menurut Komala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumit, sulit dipahami dan membosankan, tiga kata yang menjadi gambaran betapa pelajaran fisika kurang disukai oleh siswa pada umumnya. Pemahaman konsep, penafsiran grafik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Salah satu tahapan

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Salah satu tahapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Potensi peserta didik akan berkembang dengan baik melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

Dengan P = selisih tekanan. Gambar 2.2 Bejana Berhubungan (2.1) (2.2) (2.3)

Dengan P = selisih tekanan. Gambar 2.2 Bejana Berhubungan (2.1) (2.2) (2.3) FLUIDA STATIS 1. Tekanan Hidrostatis Tekanan (P) adalah gaya yang bekerja tiap satuan luas. Dalam Sistem Internasional (SI), satuan tekanan adalah N/m 2, yang disebut juga dengan pascal (Pa). Gaya F yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Model Pembelajaran CLIS Model pembelajaran CLIS adalah kerangka berpikir untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS merupakan lembaran tempat siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika diharapkan memberikan pengalaman sains langsung kepada siswa untuk memahami fisika secara utuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dikatakan bahwa pembelajaran fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Para ahli dalam bidang belajar pada umumnya sependapat bahwa perbuatan belajar itu adalah bersifat komplek, karena merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan sains dan teknologi yang demikian pesat pada era informasi kini, menjadikan pendidikan IPA sangat penting bagi semua individu. Kemampuan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran, pengalaman belajar yang didapat oleh siswa merupakan hal yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Agar proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4).

BAB I PENDAHULUAN. negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20, 2003, h. 4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BIDANG STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI

BIDANG STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI BIDANG STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA FPMIPA UPI KETERAMPILAN PROSES SAINS (IPA) Anggapan: IPA terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah, yang juga harus dikembangkan pada peserta didik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Pemahaman Pemahaman terhadap suatu pelajaran diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan Sekolah Dasar adalah memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dasar bagi siswa dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations Pendekatan pembelajaran menurut Sanjaya (2009: 127) adalah suatu titik tolak atau sudut pandang mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang dalam bertindak atau beraktifitas menuju pembenaran, dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi pendidikan yang intinya untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dipaparkan pelaksanaan penelitian, hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi peningkatan hasil belajar aspek kognitif, profil afektif, profil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Carin dan Evans (Rustaman, 2003) bahwa sains

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Hasil Belajar Hasil Belajar Matematika merupakan suatu perubahan yang dicapai oleh proses usaha yang dilakukan seseorang dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

Penyajian Fenomena Kontekstual Berbantuan Komputer Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Kalor Pada Siswa Kelas X B SMA Negeri 1 Marawola

Penyajian Fenomena Kontekstual Berbantuan Komputer Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Kalor Pada Siswa Kelas X B SMA Negeri 1 Marawola Penyajian Fenomena Kontekstual Berbantuan Komputer Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Kalor Pada Siswa Kelas X B SMA Negeri 1 Marawola Habibi, Unggul Wahyono dan Haeruddin e-mail: habibi_bibboys@yahoo.co.id

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sains tersebut (Gallagher, 2007). Dengan demikian hasil belajar sains diharapkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Generik Sains Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman kepada siswa untuk mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan pengetahuan sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Diyanti, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pembelajaran Inkuiri Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) menyatakan Inkuiri pada dasarnya dipandang sebagai suatu proses untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar sebagai salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar seharusnya

Lebih terperinci

Materi I KONSEP MEDIA PEMBELAJARAN

Materi I KONSEP MEDIA PEMBELAJARAN Materi I KONSEP MEDIA PEMBELAJARAN Mengapa media pembelajaran diperlukan? PEMBELAJARAN BELAJAR MEMBELAJARKAN Belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pilar utama dalam mengantisipasi kehidupan dimasa depan adalah pendidikan, karena pendidikan selalu diorientasikan pada penyiapan peserta didik untuk berperan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kekuatan yang dinamis dalam menyiapkan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki kekuatan yang dinamis dalam menyiapkan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung sepanjang hayat dan dalam segala lingkungan. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Maket Media pembelajaran didefinisikan oleh Heinich (dalam Daryanto, 2010: 4) kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefinisikan sebagai perantara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembelajaran yakni membentuk peserta didik sebagai pebelajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran menuntut langkah kreatif guru sebagai fasilitator pembelajaran. Esensi perubahan tersebut berorientasi pada usaha pencapaian tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

Oleh: Kartimi, Ria Yulia Gloria dan Ayani. Abstrak

Oleh: Kartimi, Ria Yulia Gloria dan Ayani. Abstrak PENERAPAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PENGAJARAN BIOLOGI UNTUK MENGETAHUI HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN EKOSISTEM KELAS VII DI SMPN 1 TALUN Oleh: Kartimi, Ria Yulia Gloria dan Ayani Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata Praktikum Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman merupakan mata praktikum wajib bagi mahasiswa jurusan pendidikan biologi FKIP UMS, berbobot 1 sks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh siswa di sekolah. Menurut Komala (2008:96), ternyata banyak siswa menyatakan bahwa pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bahan Ajar 2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Hamdani (2011:218) mengemukakan beberapa pengertian tentang bahan ajar, yaitu sebagai berikut: a. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara

TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Pengembangan Penelitian merupakan kegiatan pencarian, penyelidikan, dan percobaan secara alamiah dalam bidang tertentu untuk mendapatkan suatu informasi yang datanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER

BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER BAB III TINJAUAN PEDAGOGIK PEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER Saat ini penggunaan ICT untuk kegiatan belajar dan mengajar menjadi salah satu ciri perkembangan masyarakat modern. ICT dapat dimaknakan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Solving Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal untuk memajukan suatu bangsa karena kemajuan bangsa dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum sekolah menengah atas/madrasah aliyah disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sains memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era globalisasi dan teknologi

Lebih terperinci

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran A. Pengertian Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau

Lebih terperinci

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( )

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( ) Keterampilan Proses Sains Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA oleh Litasari Aldila Aribowo (0402517032) PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Pemebelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berasal dari Bahasa Inggris, yaitu natural science. Nature artinya berhubungan dengan alam atau yang bersangkut paut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Problem-Based Learning a. Pengertian Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 disebutkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 20 menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimyati dan Mudjiono (2009:5) menyatakan bahwa belajar, perkembangan, dan pendidikan merupakan hal yang menarik dipelajari. Ketiga hal tersebut terkait dengan pembelajaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kualitas pendidikan yang ada pada bangsa

Lebih terperinci

Kata media berasal dari bahasa Latin yang berarti medius secara harfiah berarti

Kata media berasal dari bahasa Latin yang berarti medius secara harfiah berarti 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media dalam Pembelajaran Kata media berasal dari bahasa Latin yang berarti medius secara harfiah berarti Istilah media adalah bentuk jamak dari medium yang berarti perantara

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD )

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD ) LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK ( LKPD ) Mata Pelajaran Materi Pokok : FISIKA : Fluida Statik NAMA KELOMPOK : ANGGOTA : 1.. 3. 4. 5. Kompetensi Dasar Menganalisis hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang II. KAJIAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (2004: 7) pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci