Definisi BUT dalam Perpajakan di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Definisi BUT dalam Perpajakan di Indonesia"

Transkripsi

1 Definisi BUT dalam Perpajakan di Indonesia BUT merupakan sarana yang digunakan oleh negara sumber untuk memperoleh hak pemajakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak luar negeri di negara sumber. Melalui BUT, negara sumber memiliki hak pemajakan primer atas penghasilan yang diterima WP LN Dalam ketentuan pasal 2(5) Undang undang Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008, Bentuk Usaha Tetap diartikan sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa : a. Tempat kedudukan manajemen b. Cabang perusahaan c. Kantor perwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik f. Bengkel g. Gudang h. Ruang untuk promosi dan penjualan i. Pertambangan dan penggalian sumber alam j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Undang-undang PPh No 36 Tahun 2008 pasal 2(5) menyebutkan bahwa yang dapat dianggap sebagai BUT dalam kegiatan e commerce adalah sebuah dedicated server yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet Pengertian Dedicated Server Hosting adalah jasa layanan internet yang menyediakan sumber daya server-server untuk disewakan sehingga memungkinkan organisasi atau individu menempatkan informasi di internet berupa HTTP, FTP, atau DNS. Server hosting terdiri dari gabungan server-server atau sebuah server yang terhubung dengan jaringan internet berkecepatan tinggi. Ada beberapa jenis layanan hosting yaitu shared hosting, VPS atau Virtual Dedicated Server, dedicated server, colocation server.

2 Shared Hosting adalah menggunakan server hosting bersama sama dengan pengguna lain satu server dipergunakan oleh lebih dari satu nama domain. VPS, Virtual Private Server, atau juga dikenal sebagai Virtual Dedicated Server merupakan proses virtualisasi dari lingkungan software sistem operasi yang dipergunakan oleh server. Karena lingkungan ini merupakan lingkungan virtual, hal tersebut memungkinkan untuk menginstall sistem operasi yang dapat berjalan diatas sistem operasi lain. Dedicated Server adalah penggunaan server yang dikhususkan untuk aplikasi yang lebih besar dan tidak bisa dioperasikan dalam shared hosting atau virtual dedicated server. Dalam hal ini, penyediaan server ditanggung oleh perusahaan hosting yang biasanya bekerja sama dengan vendor. Colocation Server adalah layanan penyewaan tempat untuk meletakkan server yang dipergunakan untuk hosting. Server disediakan oleh pelanggan yang biasanya bekerja sama. Karakteristik E-commerce dan Dampaknya terhadap BUT Kemajuan teknologi serta perkembangan perdagangan dunia yang menuju pada kondisi yang tidak mengenal batasan negara (borderless) memicu timbulnya transaksi-transaksi lintas negara. Jenis transaksi ini semakin berkembang dan semakin mendominasi perekonomian dunia. Sudah tidak menjadi kesulitan lagi ketika kita membutuhkan buku impor misalnya kita dapat saja langsung memesan melalui internet. Menurut Dr Jean-Philippe Chetcuti dalam artikelnya berjudul The Challenge of E-commerce to the Definition of a Permanent Establishment:The OECD s Response e-commerce memiliki karakteristik sebagai berikut: - Bersifat virtual yang berarti bahwa keberadaan sebuah perusahaan di suatu negara dapat seluruhnya digantikan dengan sebuah web site atau server. - Disintermediated dan tidak tergantung pada manusia. Sebuah perusahaan tidak lagi memerlukan intermediasi untuk berusaha di negara lain dan tidak bergantung pada manusia bahkan bisa saja tidak melibatkan manusia sama sekali. - Bersifat global. Cakupan pasarnya bersifat tidak terbatas dan tidak mengenal batasan negara. - Anonymous yang berarti bahwa transaksi bisnis terjadi tanpa bertatap muka sehingga antara penjual dan pembeli tidak saling mengetahui satu sama lain. Perkembangan perdagangan elektronik membawa konsekuensi pada aspek perpajakan khususnya di negara sumber. Dengan adanya BUT, khususnya yang bertipe fixed place seperti gudang, kantor dll

3 memungkinkan negara sumber memiliki hak pemajakan primer. Namun dengan perkembangan e-commerce maka sebuah perusahaan dapat melakukan penetrasi ke sebuah negara tanpa kehadiran fisik karena dapat digantikan oleh website dan server sebagai intermediasi. Hal ini akan membawa kemungkinan terjadinya kehilangan pemajakan negara sumber atas kegiatan tersebut karena kegiatan tersebut tidak memenuhi kriteria fixed place untuk menjadi BUT. Dampak lainnya dari perkembangan e-commerce adalah kemungkinan hilangnya BUT yang terbentuk dari agen yang berkedudukan tidak bebas (dependent agent). Kemajuan teknologi memungkinkan perusahaan untuk melakukan kegiatan perdagangannya di suatu negara tanpa melalui agen yang bertindak atas nama perusahaan. Perusahaan dapat melakukan kesepakatan kontrak dan kegiatan lainnya secara remote dari tempat domisilinya tanpa menghired dependent agent di negara sumber. Hal ini mengakibatkan hilangnya hak pemajakan negara sumber karena kegiatan tersebut tidak memenuhi kriteria BUT. Dengan semakin canggihnya dan semakin mendominasinya kegiatan e-commerce maka kemungkinan negara sumber memiliki hak pemajakan melalui BUT menjadi semakin kecil. Respon OECD Melalui publikasinya yang terangkum dalam Model Tax Convention on Income and on Capital (july 2008) OECD telah memasukkan masalah e-commerce ini dalam bagian commentary atas article 5 yang kira-kira dapat disarikan sebagai berikut: Bahwa diperlukan pembedaan antara peralatan komputer dengan data dan software yang tersimpan di dalamnya. Data dan software tersebut misalnya berupa web site, web site ini tidak memenuhi kriteria place of business untuk dapat digolongkan sebagai salah satu syarat BUT namun server sebagai tempat data/software tersebut berada merupakan seperangkat peralatan komputer yang memiliki lokasi fisik sehingga memenuhi kriteria fixed place of business dari perusahaan yang mengoperasikan server tersebut. Pembedaan antara kedua hal ini diperlukan karena adanya kemungkinan bahwa perusahaan yang mengoperasikan server tersebut berbeda dengan perusahaan yang melakukan bisnis melalui website yang terdapat di dalam server tersebut. Hal ini dimungkinkan ketika sebuah perusahaan bekerja sama dengan Internet Service Provider (ISP) dengan menempati space tertentu di dalam server tersebut untuk keperluan web sitenya. Ketika hal ini terjadi maka perusahaan tersebut tidak memenuhi kriteria place of business meskipun mereka menyewa space tertentu di dalam server karena pada hakikatnya web site tersebut bersifat abstrak (intangible). Lain halnya ketika website tersebut berada dalam server yang menjadi kepunyaan perusahaan sendiri (bisa juga melalui server

4 yang disewa perusahaan) maka ketika hal ini terjadi maka kemungkinan kriteria BUT dapat terpenuhi karena adanya place of business. Untuk menjadi BUT maka selain harus memenuhi kriteria place of business maka juga harus memenuhi kriteria fixed. Kriteria fixed place of business ini terpenuhi ketika server tersebut berlokasi di tempat tertentu selama kurun waktu periode tertentu sehingga dapat digolongkan bersifat fixed. Ketika sebuah perusahaan mengoperasikan peralatan komputer di suatu tempat tertentu, BUT dapat terbentuk meskipun tidak ada pegawai perusahaan tersebut yang mengoperasikan peralatan tersebut. Apabila operasi e-commerce melalui peralatan komputer yang ditempatkan di suatu negara tertentu hanya terbatas pada aktivitas persiapan (preparatory) dan pembantu/pendukung (auxiliary) maka tidak menimbulkan BUT. Aktivitas preparatory dan auxiliary ini antara lain: - Hanya membantu berupa hubungan komunikasi misalnya antara pemasok dan konsumen. - Digunakan untuk advertising. - Mengumpulkan data untuk perusahaan. - Menyediakan informasi Namun demikian ketika fungsi preparatory dan auxiliary ini menjadi bagian yang sangat esensial dan signifikan dari aktivitas bisnis perusahaan atau bisnis inti (core function) dari perusahaan yang dilakukan melalui peralatan komputer serta memenuhi ketentuan fixed place of business maka server tersebut masuk dalam definisi BUT. Respon DJP Dengan berlakunya UU Nomor 36 tahun 2008 maka ketentuan mengenai aspek perdagangan internet (e-commerce) ditegaskan dalam pasal 2 ayat 5 UU PPh yang menyebutkan bahwa termasuk dalam BUT adalah komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet (selanjutnya disebut dedicated server). Pada dasarnya transaksi e-commerce bersifat tidak nampak (intangible) sehingga melalui definisi ini tampaknya DJP berusaha untuk mewujudkan transaksi tersebut kedalam hal yang nyata sehingga memenuhi kriteria BUT sebagaimana disebutkan dalam oecd berupa place of business namun definisi ini menurut penulis belum menjelaskan secara tegas komponen fixed sebagaimana disyaratkan OECD karena belum ditegaskan batasan periode waktu tertentu sehingga suatu server menjadi fixed. Pemberlakuan pasal ini adalah untuk merespon semakin maraknya transaksi-transaksi e-commerce yang dilakukan WP LN di Indonesia. Ketentuan baru ini memberikan penegasan bahwa negara sumber adalah pemegang hak pemajakan primer atas penghasilan yang diterima server tersebut.

5 Tipe BUT Dedicated Server Menurut Gunadi (2007, 88), BUT terdiri dari 4 tipe yaitu BUT fasilitas atau aset, BUT aktivitas, BUT keagenan dan BUT perusahaan asuransi. Dari keempat tipe BUT ini maka dedicated server termasuk dalam BUT fasilitas atau aset. Hal ini juga sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat 5 UU PPh yang menyebutkan bahwa dedicated server termasuk dalam BUT yang mengandung pengertian suatu tempat usaha (place of business) sebagaimana halnya dengan gudang, tanah, gedung dll. Masih menurut Gunadi, BUT asset type ini memiliki tempat usaha yang merupakan kepunyaan sendiri, disewa dari pihak lain atau dengan cara lain (misalnya difasilitasi pihak lain) yang memungkinkan pemanfaatan tempat usaha tersebut. Berkaitan dengan kapan saat pemajakannya menjadi milik negara sumber maka hak pemajakan BUT tersebut dimulai (sehingga negara sumber berhak atas pemajakannya) bukan pada saat keberadaan fasilitas tersebut namun bermula semenjak pengusaha menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha dengan menggunakan fasilitas tersebut. Dan berkaitan dengan kapan berakhirnya hak pemajakan, secara contrary dapat ditarika kesimpulan bahwa hak pemajakan negara sumber berakhir ketika penutupan atau terminasi usaha dan kegiatan tersebut. Penghasilan BUT Dedicated Server Berdasarkan penjelasan di atas maka ketika WP LN melakukan kegiatan usaha dan kegiatan di Indonesia melalui pemasangan server di Indonesia maka negara sumber (dalam hal ini Indonesia) sudah memliki hak pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh WP LN tersebut karena server yang dipasang tersebut sudah memenuhi ketentuan/definisi BUT sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 5 UU PPh. Permasalahan akan menjadi sedikit complicated ketika server tersebut tidak hanya digunakan untuk melayani kegiatan perdagangan di Indonesia saja namun juga digunakan untuk melayani kegiatan perdagangan di luar Indonesia sehingga membawa ke pertanyaan selanjutnya apakah penghasilan yang diterima BUT dedicated server dari luar Indonesia akan dikenakan pajak di Indonesia atau penghasilan yang dikenakan pajak hanya dari sumber Indonesia saja? Misalnya saja, perusahaan MNC A,ltd., sebuah perusahaan perdagangan elektronik dari negara X akan memperluas jangkauan perdagangannya ke kawasan Asia Tenggara. Perluasan jangkauan ini diwujudkan dengan meletakkan server di Jakarta. Menurut ketentuan pasal 2 ayat 5 maka atas pemasangan server ini Indonesia sudah memiliki hak pemajakan atas penghasilan A,ltd. dari server tersebut. Namun karena server ini tidak hanya melayani Indonesia saja maka akan timbul pertanyaan apakah Indonesia juga memiliki hak pemajakan atas penghasilan server ini yang diterima dari negara-negara Asia Tenggara lainnya?

6 Ketentuan mengenai jenis-jenis penghasilan BUT apa saja yang dikenakan pajak terdapat dalam pasal 5 UU PPh. Cara pengatribusian (dialokasikan sebagai penghasilan kena pajak) penghasilan pada BUT meliputi atribusi (Gunadi, 2007, 31): - Berdasarkan fakta (attribution by fact) yaitu atas penghasilan dari usaha atau kegiatan yang betul-betul diusahakan oleh BUT. - Berdasarkan penarikan paksa (force of attraction) atas penghasilan dari penjualan barang atau penyerahan jasa sejenis (dengan yang dilakukan oleh BUT) oleh kantor pusatnya. - Berdasarkan hubungan efektif (effectively-connected income) atas penghasilan sebagaimana disebut dalam pasal 26 (misal bunga, deviden, royalti) yang diperoleh kantor pusat dari sumber Indonesia apabila ada hubungan efektif antara BUT dengan aktivitas atau kegiatan pemberi penghasilan tersebut. Sepintas dengan melihat ketiga jenis sumber penghasilan BUT tersebut, terutama dengan melihat poin 1, maka pertanyaan sebelumnya dapat dijawab bahwa atas penghasilan server dari negara lain termasuk dalam pengertian penghasilan BUT sehingga dikenakan pajak di Indonesia meskipun bukan bersumber dari Indonesia. Dalam bahasa yang lebih sederhana pertanyaan di atas sebenarnya dapat diubah menjadi apakah BUT dedicated server dikenakan pajak berdasarkan basis world wide income (seperti WPDN) atau dikenakan berdasar basis teritori (atas penghasilan dari Indonesia saja). Poin-poin berikut akan berupaya untuk mendeskripsikan lebih jauh masalah ini untuk mencapai suatu kesimpulan. Kewajiban Perpajakan BUT Walaupun BUT termasuk Wajib Pajak Luar Negeri, namun kewajiban perpajakan BUT hampir sama dengan WP Badan Dalam Negeri. Suatu BUT berkewajiban untuk memiliki NPWP dan melakukan pembukuan. Apabila memenuhi ketentuan di UU PPN, BUT juga wajib dikukuhkna sebagai PKP. Setelah memiliki NPWP dan/ atau dikukuhkan sebagai PKP, BUT berkewajiban menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya yang sama dengan WP Dalam Negeri. BUT wajib menyampaikan SPT PPh badan, SPT PPh pasal 21/26, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal $ ayat 2dan PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perbedaan mendasar dalam perlakukan PPh antara WP Badan Dalam Negeri dengan BUT adalah : 1. Sumber penghasilan BUT yang dikenakan PPh adalah penghasilan dari Indonesia saja karena BUT termasuk WP Luar Negeri 2. Adanya perlakuan khusus tentang penghasilan yang menajdi objek pajak BUT dan biaya yang boleh dikurangkan bagi UT yang diatur dalam Pasal 55 UU PPh

7 3. Adanya kewajiban khusus pemotongan PPh pasal 26 atas Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak di Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 26 ayat 4 UU PPh. BUT adalah WPLN Berdasarkan definisi Subjek Pajak Luar Negeri yang terdapat dalam pasal 2 ayat 2 beserta penjelasannya dapat diketahui bahwa subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dari hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa BUT adalah subjek pajak luar negeri dan sekaligus sebagai wajib pajak luar negeri (WPLN) Implikasi penting dari status WPLN BUT juga dijelaskan pada penjelasan pasal 2 ayat 4 dengan memberikan komparasi bahwa Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. Dari hal ini dapat diketahui bahwa BUT (termasuk BUT dedicated server) dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia saja. Implikasi lainnya dari status WPLN ini dapat dilihat dengan melakukan analisis atas pasal 24 UU PPh. Dalam penjelasan pasal 24 diketahui bahwa kredit pajak PPh pasal 24 hanya diberikan atas penghasilan yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) di luar negeri. Sehingga BUT sebagai WPLN tidak mendapatkan hak untuk mendapatkan kredit atas pajak yang telah dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang diterimanya di luar negeri. Konsekuensi dari tidak berhaknya BUT mendapatkan kredit pajak adalah penghasilan dari luar negeri tersebut menjadi tidak dapat digunggungkan dengan penghasilan dari Indonesia atau dengan kata lain yang dipajaki hanya atas penghasilan dari Indonesia saja. Sedikit kerancuan timbul ketika kita melihat bagian lain dari penjelasan pasal 2 ayat 2 UU PPh yang menyatakan bahwa pemenuhan kewajiban perpajakannya (maksudnya adalah BUT) dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Ketentuan ini menimbulkan kesan bahwa definisi penghasilan BUT dipersamakan dengan definisi penghasilan WPDN yang menganut basis world wide income sebagaimana dijelaskan pada pasal 4 ayat 1 UU PPh. Namun menurut penulis, kata-kata dipersamakan itu lebih kepada perlakuan atas penghasilan yang diterima BUT dari sumbernya di Indonesia. Bahwa BUT memang hanya dikenakan pajak atas penghasilan

8 yang bersumber di Indonesia namun perlakuannya dipersamakan dengan WPDN misalnya terkait dengan witholding tax (BUT dan WPDN sama-sama kena witholding tax), tarif pajak (dua-duanya berhak atas tarif yang sama), ketentuan administratif (dua-duanya memiliki NPWP) dll. Perubahan Penjelasan Pasal 5 ayat 1 huruf a Ketika berlakunya UU nomor 7 tahun 1983 maka penjelasan pasal 5 ayat 1 huruf a menyatakan bahwa penghasilan BUT adalah penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan usaha atau harta bentuk usaha tetap yang bersangkutan, baik yang diperoleh di Indonesia maupun yang diperoleh dari luar Indonesia. Dari kata-kata terakhir inilah dapat disimpulkan kalau pada saat itu pengakuan penghasilan BUT dipersamakan dengan WPDN yang menganut prinsip world wide income. Namun demikian, ketika terjadi perubahan kedua atas UU PPh dengan dikeluarkannya UU Nomor 10 tahun 1994 maka penghasilan BUT adalah penghasilan yang berasal dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Rumusan baru ini menghapus kata kata maupun yang diperoleh dari luar Indonesia sehingga dapat kita simpulkan kalau dengan berlakunya UU ini (UU Nomor 36 tahun 2008 tidak mengamandemen pasal ini) maka penghasilan BUT yang dikenakan hanya yang bersumber dari Indonesia saja. Pasal 24 ayat 3 huruf e Pasal 24 ayat 3 huruf e menyatakan bahwa penghasilan BUT adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.ayat 3 pasal ini menerangkan mengenai ketentuan tentang sumber penghasilan yang digunakan dalam proses pengkreditan pajak yang sudah dibayar di luar negeri. Dengan melihat rumusan pasal 24 ayat 3 huruf e tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penghasilan BUT menggunakan prinsip teritori yakni hanya memperhitungkan penghasilan dari negara tempat BUT tersebut melaksanakan kegiatan atau penghasilan. Dari ketiga poin analisis di atas maka dapat diketahui bahwa penghasilan yang dikenai pajak atas BUT dedicated server hanya atas penghasilan yang bersumber dari negara BUT dedicated server tersebut melakukan usaha atau kegiatan. Meskipun misalnya server tersebut melayani (sehingga memperoleh penghasilan) kawasan di luar negaranya berada, maka atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak di negara tempat server itu berada. Hal ini bukan berarti penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak namun penghasilan tersebut akan digabungkan dan dikenakan pajak di negara kantor pusat BUT tersebut.

22/06/2013. Materi Kuliah SUBJEK PAJAK. Definisi Subjek Pajak. Subjek Pajak (Ps 2 UU No 36 Th 2008)

22/06/2013. Materi Kuliah SUBJEK PAJAK. Definisi Subjek Pajak. Subjek Pajak (Ps 2 UU No 36 Th 2008) Materi Kuliah SUBJEK PAJAK Definisi Subjek Pajak Subjek pajak adalah orang/pihak yang dituju oleh undang-undang perpajakan untuk dikenakan pajak Subjek Pajak (Ps 2 UU No 36 Th 2008) Orang Pribadi Warisan

Lebih terperinci

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BENTUK USAHA TETAP BUT. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP BUT Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com BENTUK USAHA TETAP Definisi : (pasal 2 UU Pph) bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Penghasilan (PPh) Dasar Hukum : No. Tahun Undang-Undang 7 1983 Perubahan 7 1991 10 1994 17 2000 36 2008 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN 1. a. Orang Pribadi b. Warisan

Lebih terperinci

2/26/2015. PPh. Pajak yang dikenakan : Terhadap subjek pajak Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.

2/26/2015. PPh. Pajak yang dikenakan : Terhadap subjek pajak Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. PPh Pajak yang dikenakan : Terhadap subjek pajak Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak (Pasal 1 UU PPh) Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi, dan warisan yg blm terbagi Subjek

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

PPh Pasal 26. Pengantar

PPh Pasal 26. Pengantar PPh Pasal 26 Pengantar PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak LN (baik orang pribadi maupun badan) selain bentuk

Lebih terperinci

Materi E-Learning Perpajakan

Materi E-Learning Perpajakan Kompilasi Materi Teori Perpajakan : 1. Bentuk Usaha Tetap 2. Norma Perhitungan Penghasilan Netto 3. Pajak Penghasilan Final 4. Utang Pajak dan Penagihan Pajak Sumber : Seri Perpajakan www.pajak.go.id BENTUK

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5768 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Pembayaran Pajak pada PT. XL Axiata / PT. XL Planet atas Transaksi E-commerce PT. XL Planet merupakan anak perusahaan PT. XL Axiata yg bergerak di bidang

Lebih terperinci

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK

BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK BAB III PERLAKUAN PENETAPAN SUATU KEGIATAN SEBAGAI BUT AGEN YANG TIDAK BEBAS BERDASARKAN KETENTUAN DOMESTIK Dalam Undang-undang Pajak Domestik di Negara Jerman pada tahun 1922 memberikan pandangan yang

Lebih terperinci

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai Berbagi informasi terkini bersama teman-teman Anda Jakarta Istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bukan suatu hal yang asing bagi masyarakat Indonesia. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini semakin memudarkan batas geografis antar negara di dunia. Berdasarkan cara pandang tersebut, para pengusaha dari berbagai negara dapat

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.279, 2015 KEPABEANAN. Perdagangan. Ekspor. Impor. Kawasan Berikat. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut UU No.16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA

Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA Beneficial Owner Certificate of Domicile Limitation on Benefit Article YOHANES DWIKI R. D. FIDIRA MAHARANI YUH MELIALA Beneficial Owner Pengertian Umum Beneficial Owner Pemilik manfaat dari penghasilan

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUMAS 2011 KATA PENGANTAR DAFTAR

Lebih terperinci

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Sistem Perpajakan Indonesia Self Assesment System Hak/Kewajiban WP Dalam Self Assesment System: Menghitung Menyetor Melapor Memperhitungkan 3 WAJIB

Lebih terperinci

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN PERSANDINGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUMAS 2011 KATA PENGANTAR DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III BENTUK USAHA TETAP DILIHAT DARI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

BAB III BENTUK USAHA TETAP DILIHAT DARI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN BAB III BENTUK USAHA TETAP DILIHAT DARI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN A. Sumber Hukum Bentuk Usaha Tetap Ketentuan bentuk usaha tetap dalam suatu perjanjian sangat penting artinya, selain mengatur hak

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

LAPORAN PEMROGRAMAN WEB Pembutan Hosting

LAPORAN PEMROGRAMAN WEB Pembutan Hosting LAPORAN PEMROGRAMAN WEB Pembutan Hosting Laporan ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah pemrograman web di UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Dosen : Masduki Zakariya M.T OLEH : ZeinSyahida Kusuma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk membiayai pengeluaran yang berkaitan dengan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Pajak merupakan sumber penerimaan negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa transaksi

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 41 P5.1 Teori Pajak Penghasilan 23, 25, 26 & Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

Lebih terperinci

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA

MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA MAKALAH PAJAK INTERNASIONAL MODEL PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Oleh : Misdawati 1110531019 Risa Kurnia 1210532063 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 2015 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN E-COMMERCE

PERKEMBANGAN E-COMMERCE PERKEMBANGAN E-COMMERCE 2011 2015 236 juta jiwa Populasi Penduduk 248 juta jiwa 105 % 55 juta jiwa Penetrasi Internet 139 juta jiwa 252 % $ 0,9 Milyar e-commerce Market $10 Milyar 1111 % Pengertian e-commerce

Lebih terperinci

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi

Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi Perpajakan Joint Operation Usaha Jasa Konstruksi Priyanto Rustadi Pengantar Bentuk penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Joint Operation dapat bermacam-macam, baik itu dari usaha, dari modal maupun

Lebih terperinci

HOSTING & INTERNET MARKETING

HOSTING & INTERNET MARKETING BAB HOSTING & INTERNET MARKETING TUJUAN: 1. Praktikan dapat memahami dan mengunggah (upload) file bisnis secara online (hosting). 2. Praktikan dapat memahami dan melakukan pemasaran secara online. 6.1.

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN A. Pajak Penghasilan atas Kompensasi Opsi Saham untuk Karyawan dari Pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN

BAB III OBJEK PENELITIAN BAB III OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia dimulai pada tahun 1816 dengan adanya tenement tax (huistaks), yaitu sejenis pajak yang dikenakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Bentuk usaha ini memiliki ciri dan karakter masing masing. Ada yang hanya bertujuan

BAB 4 PEMBAHASAN. Bentuk usaha ini memiliki ciri dan karakter masing masing. Ada yang hanya bertujuan BAB 4 PEMBAHASAN Sekarang ini, berbagai jenis usaha telah berkembang pesat di masyarakat kita. Bentuk usaha ini memiliki ciri dan karakter masing masing. Ada yang hanya bertujuan mencari keuntungan dan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB PAJAK PENGHASILAN Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB 1 PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 1 A D A L A H PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA DALAM TAHUN

Lebih terperinci

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak

PERPAJAKAN LANJUTAN. by Ely Suhayati SE MSi Ak PERPAJAKAN LANJUTAN by Ely Suhayati SE MSi Ak PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Dalam kondisi bisnis internasional semakin meningkat, WP Dalam Negeri dan WP BUT mungkin saja memperoleh penghasilan dari luar negeri,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.I. Simpulan Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah melakukan pengamatan, penghitungan, dan pembahasan terhadap pelaksanaan Tax Treaty antara Indonesia dan United Kingdom

Lebih terperinci

Ketentuan Tentang Sumber Penghasilan (KTSP) / Source rules

Ketentuan Tentang Sumber Penghasilan (KTSP) / Source rules Perpajakan Internasional Ketentuan Tentang Sumber Penghasilan (KTSP) / Source rules 6 September 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 dalam Ketentuan Perpajakan Untuk memberikan

Lebih terperinci

L5

L5 L4 L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 Pokok-pokok Perubahan Ke Empat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 yaitu Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 No. Keterangan Sebelum Perubahan Sesudah Perubahan

Lebih terperinci

Perpajakan internasional

Perpajakan internasional AKUNTANSI INTERNASIONAL MODUL 13 PERTEMUAN 13 Perpajakan internasional OLEH ; NUR DIANA SE, MSi JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2016 PERPAJAKAN INTERNASIONAL Tujuan Kebijakan

Lebih terperinci

Perpajakan Internasional. Yurisdiksi Pemajakan. 30 Agustus Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Perpajakan Internasional. Yurisdiksi Pemajakan. 30 Agustus Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Perpajakan Internasional Yurisdiksi Pemajakan 30 Agustus 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Pengertian yurisdiksi Etis / retributif Etis / retributif Menurut KBBI : 1. Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Ada banyak definisi atau pendapat yang dikemukan oleh para pakar mengenai pengertian pajak, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA UNTUK NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA, DAN JEPANG

ANALISIS PERBANDINGAN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA UNTUK NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA, DAN JEPANG ANALISIS PERBANDINGAN BENTUK USAHA TETAP DI INDONESIA UNTUK NEGARA SINGAPURA, MALAYSIA, DAN JEPANG HARTONO PURNOMO 1, YUNITA ANWAR 2 Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) 53696969,

Lebih terperinci

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI Modul ke: 02Fakultas EKONOMI NPWP dan PKP Pertemuan 2 Perpajakan I Program Studi AKUNTANSI Daftar Isi NPWP Tata Cara Pendaftaran NPWP melalui e-registration Cara Pindah KPP Penghapusan NPWP Pengusaha Kena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan Menurut Undang-Undang no. 28 th. 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 12: PPh Pasal 24 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penerapan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 (Umum dan Perhitungannya), Anda harus mampu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan negara. Karena pajak mempunyai kontribusi yang tinggi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan negara. Karena pajak mempunyai kontribusi yang tinggi terhadap BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang terbesar dan berperan penting dalam pembangunan negara. Karena pajak mempunyai kontribusi yang tinggi

Lebih terperinci

KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA

KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA KETENTUAN PENERAPAN P3B DAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN P3B PERDIRJEN SEBELUMNYA Perdirjen Pajak Nomor 61/PJ/2009 tentang Tata Cara Penerapan P3B s.t.d.t.d. Perdirjen Pajak Nomor 24/PJ/2010 (11 Pasal): #Pemotongan

Lebih terperinci

Ahmad Fauzi

Ahmad Fauzi Ahmad Fauzi info@ahmadfauzi.web.id +62857-1831-3301 Pengertian Hosting Mengapa Hosting? Jenis Hosting Penggunaan Hosting Target Marketing Potensi Pasar Integritas Data Center Pendanaan Adalah jasa layanan

Lebih terperinci

UN Model, OECD Model & Indonesian Model. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

UN Model, OECD Model & Indonesian Model. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com UN Model, OECD Model & Indonesian Model Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com Perbandingan UN Model, OECD Model dan Indonesian Model UN Model Model yang dikembangkan untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak)

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui terdapat 2 (dua) prinsip dasar pemungutan PPN atas transaksi lintas batas (cross

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut masyarakat umum pajak adalah iuran yang secara paksa dipungut dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut masyarakat umum pajak adalah iuran yang secara paksa dipungut dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut masyarakat umum pajak adalah iuran yang secara paksa dipungut dan dipotong oleh pemerintah, pemerintah pemotong dan memungut pajak dikarenakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian Hosting Hosting adalah tempat atau jasa internet untuk membuat halaman website yang telah di buat menjadi online dan

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian Hosting Hosting adalah tempat atau jasa internet untuk membuat halaman website yang telah di buat menjadi online dan BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian Hosting Hosting adalah tempat atau jasa internet untuk membuat halaman website yang telah di buat menjadi online dan bisa diakses oleh orang lain. Sedangkan Hosting Itu

Lebih terperinci

Bab 8 BENTUK USAHA TETAP (BUT)

Bab 8 BENTUK USAHA TETAP (BUT) Bab 8 BENTUK USAHA TETAP (BUT) PENGERTIAN BUT Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal

Lebih terperinci

Ruth Rassita Kembaren. Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat

Ruth Rassita Kembaren. Universitas Bina Nusantara Jalan Rawa Belong Raya No.8, Kemanggisan Jakarta Barat PERLAKUAN PERPAJAKAN TERHADAP PENERBANGAN BERDASARKAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (PERBANDINGAN INDONESIA DENGAN CHINA DAN INDONESIA DENGAN JEPANG) Ruth Rassita Kembaren Universitas Bina Nusantara

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal BADAN ORANG PRIBADI Syarat Objektif Syarat Subjektif Wilayah tempat kedudukan KANTOR PELAYANAN PAJAK Wilayah tempat tinggal Fungsi NPWP - Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan - Sebagai identitas

Lebih terperinci

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak

PT SULUH PRIMA TARGET. Resume Peraturan Pajak Resume Peraturan Pajak Nomor : SE-130/PJ./2010 Tanggal : 30 Nopember 2010 Tentang : PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN HAK ATAS BARANG KENA PAJAK YANG BERADA

Lebih terperinci

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23 dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23 Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Oleh Subur Harahap, SE, Ak, MM, CFP Partner SUHA Planner Financial Consulting

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA

Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA Bab 4 PASAL-PASAL TAX TREATY DAN PENJELASANNYA RUANG LINGKUP P3B Untuk mempermudah pemahaman pembaca tentang P3B, maka ruang lingkup P3B dengan menggunakan United Nations (UN) Model dikelompokkan sebagai

Lebih terperinci

PENGANTAR PAJAK INTERNASIONAL

PENGANTAR PAJAK INTERNASIONAL PENGANTAR PAJAK INTERNASIONAL Latar Belakang Se8ap negara mempunyai Undang- Undang Perpajakan tersendiri. Kekuatan modal dikelompokkan: a. Capital Expor8ng Countries. b. Capital Impor8ng Countries. Kedua

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2017 TENTANG TATA CARA PENERAPAN PERSETUJUAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai tata cara penerapan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I)

Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Konsep Dasar Perpajakan Internasional (Bag.I) Hello! We are : Ahmad Deza Perdana Dhiyana Riyani Viva Nurakifiya G. Table of Contents 1. Transaksi Lintas Batas Negara dan Konsep Dasar Pemajakannya 2. Ruang

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PENGERTIAN Ketentuan dalam Pasal 23 UU PPh mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP DN dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita

LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL. Amanita Novi Yushita LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DAN FISKAL 1 PENDAHULUAN Masa akuntansi atau periode adl jangka waktu tertentu yang digunakan sbg dasar untuk menghitung posisi keuangan suatu perush. Laporan keuangan dibuat

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan)

Definisi. SPT (Surat Pemberitahuan) Definisi SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto

SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto SPT (Surat Pemberitahuan) Saiful Rahman Yuniarto Definisi adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak

Lebih terperinci

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 Pajak Penghasilan Pasal 23 Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Sub Topik 1. UU No. 36 Tahun 2008-Pasal 23 2. Pemotong

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PENGERTIAN PAJAK Pengertian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang kepada wajib

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

BAB II LANDASAN TEORI. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Keuangan Negara II.1.1 Definisi Keuangan Negara Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara : Keuangan Negara adalah semua

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisa Pelaksanaan Pemotongan / Pemungutan PPh Pasal 23 PT DEF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisa Pelaksanaan Pemotongan / Pemungutan PPh Pasal 23 PT DEF BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Pelaksanaan Pemotongan / Pemungutan PPh Pasal 23 PT DEF Selama Tahun 2016 PT.DEF merupakan anak perusahaan yang bergerak dalam bidang Garmen dan bukan merupakan

Lebih terperinci

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.01/2017

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.01/2017 I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.01/2017 Pada tanggal 4 Desember 2017 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.01/2017 tentang Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memenuhi pembangunan nasional secara merata, yang dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Sumber penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagian besar berasal dari pajak. Pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Pajak Penghasilan Pasal 25 1. Pengertian dan Definisi Pajak Sebelum kita mengetahui lebih spesifik mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 ada baiknya kita mengetahui

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN

BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN BAB 4 EVALUASI DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Jumlah Kepemilikan NPWP Terdaftar dari Tahun 2011, 2012, dan 2013 Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tigaraksa Semakin beratnya beban pemerintah dalam pembiayaan

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) DAN BATAS PEMBAYARAN PAJAK Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau

Lebih terperinci

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)

Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) Bab 3 PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) PENGERTIAN DAN TUJUAN PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA Perjanjian penghindaran pajak berganda adalah perjanjian pajak antara dua negara bilateral

Lebih terperinci

Mochammad Tanzil Multazam

Mochammad Tanzil Multazam Mochammad Tanzil Multazam 1. Pembukuan 2. Legalitas Perusahaan 3. Pajak Terkait Perusahaan 1. Aturan 2. Jenis Dokumen 3. Pembuatan 4. Penyimpanan 5. Pengalihan 6. Pemusnahan 1. Undang-Undang No. 8 Tahun

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok)

ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II. Cabang Tanjung Priok) ANALISIS PROSES PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 (Studi Kasus: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok) RIZKI WULANDARI Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2010 TENTANG BIAYA OPERASI YANG DAPAT DIKEMBALIKAN DAN PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN DI BIDANG USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH definisi pajak yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA BUNGA, DENDA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dipotong atas penghasilan penghasilan yang berasal dari modal penyerahan jasa hadiah dan penghargaan SIAPA PEMOTONG PPH Wajib Pajak

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENDAPATAN Kantor Dagang

Lebih terperinci