Key words : bubuk instan, sari buah, terung pirus, markisa, foam-mat drying. I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Key words : bubuk instan, sari buah, terung pirus, markisa, foam-mat drying. I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 Pembuatan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa (Fassflora edulis var falvicarva) Dengan Metode Foam-Mat Drying ABSTRAK Penelitian dari Pembuatan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan Markisa (Fassflora edulis var falvicarva) Dengan Metode Foam-Mat Drying. Hasil pengujian terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa didapatkan produk terbaik yaitu pada perlakuan C (Sari buah terung pirus : Sari buah markisa = 50 % : 50 %); rendemen 68,5848 %; daya serap air 0,22 ml; kadar padatan yang tidak larut dalam air 0,9127 %; kadar air 2,2273 %; kadar vitamin C 11,0929 mg/100 gr bahan; kadar gula 50,7918 %; warna 4,08; aroma 2,96; dan rasa 3,76. Key words : bubuk instan, sari buah, terung pirus, markisa, foam-mat drying. I. PENDAHULUAN Buah Terung pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner) dan markisa (Fassflora edulis var falvicarva) merupakan salah satu komoditas hortikultura Indonesia. Terung pirus memiliki warna yang menarik tetapi rasa sepat yang terdapat pada buah tersebut kurang disukai. Buah markisa memiliki rasa manis dan aroma yang khas, sedangkan warna yang dimiliki buah markisa kurang menarik. Pengeringan sari buah dengan metode foam-mat drying menggunakan suhu yang tidak terlalu tinggi, kwalitas warna dan rasa bubuk yang dihasilkan cukup bagus, biaya yang digunakan lebih murah dan proses pengeringan tidak terlalu rumit (Kumalaningsih et al, 2005). Penambahan sari buah markisa pada pembuatan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa dengan metode foam-mat drying dapat berpengaruh terhadap mutu dan rasa bubuk instan yang dihasilkan juga merupakan diversifikasi produk campuran sari buah dan sekaligus dapat merangsang berkembangnya agroindustri komoditi terung pirus dan markisa. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav. Sendtner Tanaman ini populer dengan nama Terung Belanda (Chyphomandra betacea Cav Sendtner). Tetapi di daerah Sumatra Barat tanaman ini lebih dikenal dengan nama Terung Pirus. Negara asalnya adalah Peru. Tanaman ini masuk dalam famili Solanaceae. Tinggi pohon dapat mencapai 3,5 meter. Daunnya berbentuk oval dengan panjang 6-12 inci. Bunganya kecil-kecil berwarna merah jambu. Bentuk buahnya bulat telur, panjangnya antara 2 3 inci. Daging buahnya tebal berwarna merah kekuningan, dibungkus oleh selaput kulit tipis yang mudah dikelupas.

2 2 Daging buah melindungi biji-biji yang jumlahnya banyak dan tersusun melingkar rapi. Daya tahan pohon ini bisa mencapai 10 tahun. (Anonim, 2002). Terung pirus merupakan salah satu spesies dari genus solanum dengan klasifikasi sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub-divisio : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Cyphomandra betacea Cav. Sendtner Komposisi kimia yang terkandung di dalam terung pirus menurut Verheij dan Coronel (1997) cit Maulidarmi (2004), antara lain : air, protein, lemak, karbohidrat, serat, abu, vitamin A dan vitamin C yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan gizi masyarakat. Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia terung pirus. Tabel 1. Komposisi Kimia Terung Pirus dalam 100 gram Bahan Komposisi Jumlah Air (gr) 85,00 Protein (gr) 1,50 Lemak (gr) 0,06-0,28 Karbohidrat (gr) 10,00 Serat (gr) 1,40-4,20 Abu (gr) 0,70 Vitamin A (SI) Vitamin C (mg) 25,00 Sumber : Verheij dan Coronel (1997) cit Maulidarmi (2004). Gambar 1. Buah Terung Pirus yang Digunakan 2.2. Markisa (Fassflora edulis var falvicarva) Markisa merupakan tanaman tahunan yang dapat berumur tahun, tumbuh merambat, batang berzat kayu, sulur muncul pada ketiak daun yang berhadapan dan dapat berbuah sepanjang tahun. Markisa yang tumbuh di Sumatra Barat adalah markisa dari jenis Konyal (Fassflora edulis var falvicarva), dengan ciri-ciri buah berwarna kuning dengan rasa manis dan mengandung total asam yang rendah (Asfaruddin, Dahlan dan Rini, 2003). Buah markisa sudah bisa dipanen setelah berumur antara hari dengan tanda-tanda warna kuning dan tangkai buah sudah mengkerut dengan mengeluarkan aroma khas. Semakin tua dipetik, semakin tinggi kualitasnya

3 3 namun semakin tidak tahan lama disimpan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan cit Silvia, 2002). Menurut Salim (1993), tanaman markisa kuning mempunyai batang agak lurus, sedikit berkayu, berumur panjang (sampai 6 tahun) dan dapat menjalar tinggi sekali (kurang lebih 15 meter) pada pohon-pohon atau atap rumah. Buah berbentuk bulat dengan panjang antara 5-7 sentimeter, buah yang masih muda berwarna ungu hijau, sedangkan buah yang telah masak berwarna kuning tua. Kulit buahnya cukup kuat dan tahan, bahkan dapat bertahan selama dalam pengangkutan yang agak jauh. Manurut Salim (1993), biji buah ini banyak dan ditutupi oleh selaput yang mengandung cairan yang rasanya manis, serta baunya harum, sedangkan menurut Asfaruddin et al (2003), cairan atau lendir buah markisa mengandung vitamin dan mineral. Tabel 2 komposisi kimia markisa menurut Verheij dan Coronel (1997) cit Silvia (2002). Tabel 2. Komposisi Kimia Markisa dalam 100 gram Bagian yang Dapat Dimakan Komposisi Jumlah Air (g) Protein (g) 1,2 Karbohidrat (g) 16 Serat (g) 3,5 Ca (mg) 10 Fe (mg) 1,0 Vitamin A (SI) 20 Riboflavin (mg) 0,1 Nikotinamida (mg) 1,5 Vitamin C (mg) 20 Energi Kj 385 Sumber : Verheij dan Coronel (1997) cit Silvia (2002). Gambar 2. Buah Markisa yang Digunakan 2.3. Bubuk Instan Sari Buah Produk bubuk merupakan produk olahan pangan yang berbentuk serbuk, mudah larut dalam air, praktis dalam penyajian dan memiliki daya simpan yang lama (Kumalaningsih et al, 2005). Sari buah adalah produk minuman yang diperoleh secara mekanis dari buah matang atau dari pengenceran sari buah tanpa fermentasi, diawetkan, dan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan. Menurut SNI (1995), bubuk instan sari buah adalah produk yang merupakan campuran ekstrak sari buah, gula pasir dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Berdasarkan pengertian bubuk instan sari buah tersebut, maka bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa adalah bubuk yang berasal dari campuran sari buah terung pirus dan markisa yang ditambahkan bahan tambahan makanan dan dikeringkan sehingga dihasilkan ekstrak sari buah lalu tambahkan gula pasir dan blender.

4 4 Sifat produk pangan bubuk adalah ukuran partikel yang sangat kecil, memiliki kadar air rendah dan memiliki luas permukaan yang besar (Kumalaningsih et al, 2005) Beberapa Prinsip Pengeringan Sari Buah Menurut Winarno, Fardiaz dan Fardiaz (1980), pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Bahan pangan kering lebih pekat daripada setiap bentuk bahan pangan awetan yang lain. Keuntungan pengeringan ini yaitu biaya prosesnya lebih murah, diperlukan tenaga yang lebih sedikit, peralatan pengolahan terbatas, kebutuhan penyimpanan untuk bahan pangan kering minimal dan biaya distribusi berkurang (Muljohardjo, 1988). Sedangkan menurut Winarno et al (1980), keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga mempermudah pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Prinsip pembuatan produk pangan bubuk instan sari buah adalah dehidrasi atau pengeringan. Dalam proses tersebut umumnya diperlukan bahan pengisi sebagai pengikat komponen-komponen bahan yang rusak atau hilang saat pengeringan. Teknologi yang digunakan untuk pembuatan produk pangan bubuk instan biasanya menggunakan peralatan yang canggih seperti spray dryer. Namun, dalam hal ini akan dilakukan dengan teknologi yang sederhana yaitu dengan foam-mat drying (Kumalaningsih et al, 2005) Foam-Mat Drying (Pengering Busa) Pengeringan ini digunakan untuk mengeringkan cairan yang sebelumnya telah dijadikan busa terlebih dahulu dengan jalan dikocok dan memberikan zat pengembang atau pembuih dalam jumlah kecil ke dalam cairan yang dapat membuih. Pembentukan busa suatu cairan menciptakan permukaan yang lebih luas, sehingga pengeluaran air menjadi lebih cepat, selain itu juga memungkinkan penggunaan suhu pengeringan yang lebih rendah (Muljohardjo, 1988). Sedangkan menurut Zubaedah et al (2003), pengeringan busa (foam-mat drying) merupakan cara pengeringan bahan berbentuk cair yang sebelumnya dijadikan busa terlebih dahulu dengan menambahkan zat pembusa yang menyebabkan lengket jika dikeringkan dengan cara lain. Makanan yang dikeringkan dengan metode foam-mat drying mempunyai ciri khas, yaitu struktur remah, mudah menyerap air dan mudah larut dalam air. Keuntungan pengeringan menggunakan metode foam-mat drying antara lain : 1. Dengan bentuk busa maka penyerapan air lebih mudah dalam proses pengocokan dan pencampuran sebelum dikeringkan. 2. Suhu pengeringan tidak terlalu tinggi berkisar antara o C. 3. Bubuk sari buah instan mempunyai kualitas warna dan rasa cukup bagus, karena dipengaruhi suhu penguapan yang tidak terlalu tinggi sehingga warna produk tidak rusak, zat aroma dan rasa tidak banyak yang hilang. 4. Biaya proses pengeringan lebih murah karena energi yang dibutuhkan untuk pengeringan lebih kecil.

5 5 5. Produk lebih stabil selama proses penyimpanan sehingga umur produk akan lebih tahan lama. 6. Bubuk yang dihasilkan mempunyai kepadatan yang rendah dan kadar air bubuk berkisar antara 2-4 % (Kumalaningsih et al, 2005). Adanya lapisan busa pada metode foam-mat drying akan lebih cepat kering dari pada lapisan tanpa busa pada kondisi yang sama, hal ini disebabkan cairan lebih mudah bergerak melalui struktur busa dari pada melalui lapisan padat pada bahan yang sama (Arsdel, Copley dan Morgan, 1973 cit Zubaedah et al, 2003). Menurut Zubaedah et al (2002), konsentrasi busa yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan dan memberi struktur berpori pada bahan dan memungkinkan terjadinya pemanasan disemua bagian sehingga proses penguapan air dari bahan lebih cepat Bahan Tambahan Yang Diperlukan Bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa antara lain : 1. Tween 80 Salah satu pengemulsi sintetik yang sudah dikenal luas adalah tween 80. Pengemulsi ini memiliki nilai HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance) 15. Nilai HLB menunjukkan tingkat kekuatan zat pengemulsi terhadap air dan minyak. Nilai HLB yang besar menyebabkan tween 80 sangat cocok digunakan sebagai pengemulsi pada sistem emulsi minyak dalam air. Tween 80 dalam konsentrasi tertentu juga dapat berfungsi sebagai pendorong pembentukan foam (busa), namun dalam konsentrasi berlebihan justru akan memecahkan foam (busa) (Kumalaningsih et al, 2005). 2. Dekstrin Dekstrin adalah golongan karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang dibuat dengan modifikasi pati dengan asam. Dektrin mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental serta lebih stabil dari pada pati, sebagai pembawa bahan pangan yang aktif seperti bahan flavor, pewarna dan remah yang memerlukan sifat mudah larut ketika ditambahkan air serta sebagai bahan pengisi karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk (Kumalaningsih et al, 2005). Penambahan bahan pengisi diperlukan dalam pembuatan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa dengan metode foam-mat drying, bertujuan untuk mempercepat pengeringan dan mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan dan memperbesar volume. (Suryanto et al, 2001). 3. Asam Sitrat (Kumalaningsih et al, 2005), asam sitrat adalah asam organik yang banyak terdapat dalam buah citrun, berbentuk granula atau bubuk putih, tidak berbau dan berfungsi sebagai pemberi rasa asam, cepat larut dalam air dimana kelarutannya dalam air dingin lebih cepat dari pada dalam air panas. Asam ini juga berperan sebagai bahan pengawet pada produk sirup dan minuman. Kelemahan asam sitrat adalah sifatnya yang sangat mudah menyerap uap air (higroskopis) sehingga memerlukan perhatian yang cukup dalam penyimpanannya (Kumalaningsih et al, 2005).

6 6 4. Gula Gula sering diartikan sebagai karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan gula digunakan untuk menyatakan sukrosa yaitu gula utama yang digunakan dalam industri pangan dan sebagian besar didapat dari tebu dan bit (Buckle, Edward, Fleet dan Wootton, 1987). Menurut Kumalaningsih et al (2005), gula pasir dikenal sebagai bubuk sweeterner yaitu bahan pemanis yang biasanya digunakan dalam jumlah banyak. Gula pasir mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka kelarutan semakin besar. Kristal sukrosa yang berhubungan langsung dengan udara dapat menyerap uap air sampai 1 % dari berat sukrosa. Menurut Buckle et al (1987), meskipun rasa manis adalah ciri gula yang paling banyak dikenal, penggunaannya yang luas dalam industri pangan juga tergantung pada sifat-sifat lainnya. Bagaimanapun juga rasa manis selalu ada pada produk yang mengandung gula dan akan mempunyai pengaruh yang paling berarti pada penerimaan dari produk tersebut III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pangan (BPTP) Sukarami dan untuk analisanya dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Andalas Padang dari bulan Mei - Juli Adapun perlakuan yang digunakan adalah perbedaan konsentrasi sari buah markisa terhadap sari buah terung pirus, yaitu : A = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (100 % : 0 %) B = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (75 % : 25 %) C = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (50 % : 50 %) D = Sari buah terung pirus : Sari buah markisa (25 % : 75 %) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa yang dilakukan terhadap campuran sari buah terung pirus dan markisa sebelum pengeringan, yaitu : 1. ph Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa Tabel 3 menunjukkan nilai rata-rata pengamatan terhadap ph campuran sari buah terung pirus dan markisa. Tabel 3. Rata Rata ph Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa. Perlakuan PH D (25 % : 75 %) 3,9 C (50 % : 50 %) 3,8 B (75 % : 25 %) 3,7 A (100 % : 0 %) 3,6

7 7 Dari Tabel 3 dapat dilihat nilai rata-rata ph campuran sari buah terung pirus dan markisa. Pada perlakuan A diperoleh nilai ph rata-rata 3,6; pada perlakuan B diperoleh nilai ph rata-rata 3,7; pada perlakuan C diperoleh nilai ph rata-rata 3,8 dan pada perlakuan D diperoleh nilai ph rata-rata 3,9. 2. Kadar Vitamin C Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa Tabel 4 menunjukkan nilai rata-rata pengamatan terhadap kadar vitamin C campuran sari buah terung pirus dan markisa. Tabel 4. Rata-Rata Vitamin C Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa. Perlakuan Vitamin C (mg/100 gr bahan) D (25 % : 75 %) 15,9867 C (50 % : 50 %) 16,7933 B (75 % : 25 %) 19,3967 A (100 % : 0 %) 21,2667 Dari Tabel 4 dapat dilihat nilai rata-rata kadar vitamin C campuran sari buah terung pirus dan markisa. Pada perlakuan A diperoleh nilai 21,2667 mg/100 gr bahan, pada perlakuan B diperoleh nilai 19,3967 mg/100 gr bahan, pada perlakuan C diperoleh nilai 16,7933 mg/100 gr bahan dan pada perlakuan D diperoleh nilai 15,9867 mg/100 gr bahan. Vitamin C pada campuran sari buah cenderung mengalami penurunan, hal itu terjadi karena vitamin C mengalami oksidasi saat proses pencampuran sari buah. B. Analisa yang dilakukan terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa setelah pengeringan, yaitu : 1. Rendemen Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan. Tabel 5 menunjukkan nilai rata-rata rendemen bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa. Tabel 5. Rata-Rata Rendemen Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa. Perlakuan Rendemen (%) D (25 % : 75 %) 71,0669 a C (50 % : 50 %) 68,5848 b B (75 % : 25 %) 66,6921 c A (100 % : 0 %) 64,7828 d Kk = 0,9278 % Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rendemen bubuk instan sari buah mengalami kenaikan. Rendemen bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan berkisar antara 64,7828 % (perlakuan A) - 71,0669

8 8 % (perlakuan D). Berat kering sari buah terung pirus yaitu 15 gr / 100 gr bahan yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan vitamin yang tidak larut dalam air. Menurut Buharman, Mala, dan Afdi (2004), rendemen sari buah markisa 60,5 %, sehingga dengan adanya penambahan sari buah markisa maka rendemen bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa akan semakin tinggi. Menurut Winarno et al (1980), dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan akan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang. 2. Daya Serap Air Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa berpengaruh tidak nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan. Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata daya serap air bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa. Tabel 6. Rata - Rata Daya Serap Air Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa. Perlakuan Daya serap air (ml) D (25 % : 75 %) 0,25 C (50 % : 50 %) 0,22 B (75 % : 25 %) 0,18 A (100 % : 0 %) 0,13 Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa daya serap air bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan berkisar antara 0,13 ml (perlakuan A) 0,25 ml (perlakuan D). Dengan penambahan sari buah markisa pada pembuatan bubuk instan campuran sari buah maka padatan yang terbentuk pada bubuk instan akan tinggi, sehingga daya serap bubuk instan terhadap air juga akan semakin tinggi. Menurut Syarief, Santausa dan Budiwati cit Suryanto et al (2001), bubuk sari buah termasuk produk instan yang sangat mudah menyerap air. 3. Kadar Padatan Yang Tidak Larut dalam Air Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa tidak berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan. Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata kadar padatan yang tidak larut dalam air bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa. Tabel 7. Rata-Rata Kadar Padatan yang Tidak Larut dalam Air Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa. Kadar padatan Perlakuan yang tidak larut dalam air (%) D (25 % : 75 %) 0,9299

9 9 C (50 % : 50 %) 0,9127 B (75 % : 25 %) 0,9125 A (100 % : 0 %) 0,9107 Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kadar padatan tak larut dalam air bubuk instan campuran sari buah berkisar antara 0,9107 % (perlakuan A) - 0,9299 % (perlakuan D). Semakin tinggi kadar padatan yang tidak larut dalam air menunjukkan bahwa kelarutan bubuk sari buah semakin rendah. Dengan penambahan sari buah markisa maka kelarutan bubuk instan akan semakin rendah, hal tersebut dikarenakan padatan yang tidak dapat larut dalam air pada sari buah markisa tinggi. Menurut Faesal (1986) cit Mardhiah (1996), padatan yang tidak larut dalam air diantaranya protein, karbohidrat, lilin, dan zat warna pada produk. 4. Kadar Air Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa tidak berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan. Tabel 8 menunjukkan nilai rata-rata kadar air bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa. Tabel 8. Rata-Rata Kadar Air Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa. Perlakuan Kadar air (%) D (25 % : 75 %) 2,2286 C (50 % : 50 %) 2,2273 B (75 % : 25 %) 2,2025 A (100 % : 0 %) 2,1311 Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar air bubuk instan campuran sari buah yang dihasilkan berkisar antara 2,1311 % (perlakuan A) 2,2286 % (perlakuan D). Dengan penambahan sari buah markisa maka kadar air bubuk instan cenderung mengalami kenaikan, karena pada sari buah markisa mengandung kadar gula yang tinggi (terbukti dengan rasanya yang manis) sehingga berpengaruh pada kadar air bubuk instan yang dihasilkan. Menurut Kumalaningsih et al (2005), karakteristik bahan pangan bubuk siap saji memiliki kadar air 2 4 %. 5. Vitamin C Berdasarkan hasil analisa sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf nyata 5 %, menunjukkan bahwa penambahan sari buah markisa berpengaruh nyata terhadap bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang dihasilkan. Tabel 9 menunjukkan nilai rata-rata kadar vitamin C bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa. Tabel 9. Rata-Rata Kadar Vitamin C Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus dan Markisa. Perlakuan Vitamin C bubuk (mg/100 gr bahan)

10 10 A (100 % : 0 %) 39,3929 a B (75 % : 25 %) 23,9760 b C (50 % : 50 %) 11,0929 c D (25 % : 75 %) 8,8681 c Kk = 2,4742 % Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan penambahan sari buah markisa maka vitamin C bubuk instan mengalami penurunan dari 39,3929 mg/100 gr bahan (perlakuan A) menjadi 8,8681 mg/100 gr bahan (perlakuan D). Penurunan kadar vitamin C bubuk instan yang dihasilkan terjadi karena selama pengolahan campuran sari buah mengalami oksidasi vitamin C Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1995), bahwa vitamin C mudah teroksidasi selama pengolahan dan penyimpanan tetapi kerusakannya dapat dihambat dalam keadaan asam. Selain itu menurut Deman (1997), bahwa vitamin C mudah rusak selama proses, pemanasan yang terlalu lama dengan adanya oksigen akan merusak kandungan vitamin C dalam makanan. Pada campuran sari buah untuk bahan baku juga dapat dilihat yaitu dengan adanya penambahan sari buah markisa akan menurunkan kadar vitamin C bahan baku. 6. Organoleptik a. Warna Hasil pengamatan terhadap warna larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa telah diuji oleh 25 orang panelis. Tabel 10 menunjukkan nilai rata-rata pada pengujian terhadap warna. Tabel 10. Skor Rata-Rata Warna Larutan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus Dan Markisa. Perlakuan Warna C (50 % : 50 %) 4,08 a A (100 % : 0 %) 3,88 a B (75 % : 25 %) 2,92 b D (25 % : 75 %) 2,11 c Kk = 26,4554 % 1. Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT. 2. Nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1= tidak suka, 2 = kurang suka, 3 = biasa, 4 = suka dan 5 = sangat suka. Pada Tabel 11 menunjukkan nilai rata-rata uji organoleptik terhadap warna larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa, yaitu berkisar antara 2,11 4,08. Nilai warna tertinggi diperoleh pada perlakuan C yaitu 4,08 (suka). Dengan penambahan sari buah markisa (perlakuan C) maka warna larutan dari warna merah menjadi kuning jingga. Menurut Rodriquez dan Raihana (1986) cit Novitasari (1999), Warna merah pada sari buah terung pirus disebabkan karena adanya zat antosianin, sedangkan

11 11 menurut Tressler dan Joslyn (1961) cit Novitasari (1999), warna kuning disebabkan adanya zat karotenoid pada sari buah markisa. b. Aroma Hasil pengamatan terhadap aroma larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa telah diuji oleh 25 orang panelis. Tabel 11 menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengujian terhadap aroma. Tabel 11. Skor Rata-Rata Aroma Larutan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus Dan Markisa. Perlakuan Aroma C (100 % : 0 %) 2,96 A (50 % : 50 %) 2,96 B (75 % : 25 %) 2,80 D (25 % : 75 %) 2,48 Nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1= tidak suka, 2 = kurang suka, 3 = biasa, 4 = suka dan 5 = sangat suka. Nilai rata-rata pada uji organoleptik terhadap aroma larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa berkisar antara 2,48 2,96 (kurang suka). Hal ini sesuai dengan pernyataan Apandi (1984) dan Pantastico, Chattopdyay dan Subramanya (1986) yang menyatakan bahwa markisa mempunyai bau dan rasa yang khas, akan tetapi akibat penambahan beberapa bahan kimia dan pemanasan dalam pengolahan dapat menyebabkan aroma berbeda dari keadaan semula sehingga kurang disukai konsumen. Sedangkan menurut Muljohardjo (1988), salah satu kerugian yang ditimbulkan dalam proses pengeringan adalah kehilangan senyawa flavour atau senyawa-senyawa volatil yang mudah menguap. c. Rasa Hasil pengamatan terhadap rasa larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa telah diuji oleh 25 orang panelis. Tabel 12 menunjukkan nilai rata-rata yang diperoleh pada pengujian terhadap rasa. Tabel 12. Skor Rata-Rata Rasa Larutan Bubuk Instan Campuran Sari Buah Terung Pirus Dan Markisa. Perlakuan Rasa C (50 % : 50 %) 3,76 a A (100 % : 0 %) 3,24 a b B (75 % : 25 %) 3,00 b D (25 % : 75 %) 2,92 b Kk = 32,6811 % 1. Angka-angka pada jalur yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT. 2. Nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1 = tidak suka, 2 = kurang suka, 3 = biasa, 4 = suka dan 5 = sangat suka.

12 12 Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata rasa pada pengujian organoleptik terhadap rasa larutan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa berkisar antara 2,92 3,76. Rasa pada perlakuan A perlakuan C (perbandingan sari buah terung pirus lebih besar dan sama) panelis memberikan penilaian biasa dan untuk perlakuan D (perbandingan sari buah terung pirus lebih kecil) panelis menyatakan kurang suka. Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarno (1995), bahwa komponen rasa lain akan berinteraksi dengan komponen rasa primer, akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa yang akan mempengaruhi penilaian konsumen. 7. Analisa Produk Terbaik Analisa terhadap produk terbaik berupa bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yaitu pada perlakuan C dengan daya serap air 0,22 ml, kadar padatan yang tidak larut dalam air 0,9127 %, kadar air 2,2273 %, kadar vitamin C 6,0533 % dan uji organoleptik dengan skor untuk warna 4,08, aroma 2,96, rasa 3,76. Dari analisa produk terbaik maka dilanjutkan dengan analisa terhadap kadar gula pada produk terbaik tersebut. Kadar Gula Tabel 13. Kadar Gula Sukrosa Sampel Sukrosa (%) Rata-Rata (%) C1.1 50, ,7918 C1.2 50,9282 C1.3 50,9406 Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kadar gula sukrosa pada bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa berkisar antara 50,5065 % 50,9406 % (perlakuan C). Sedangkan berdasarkan standar mutu SNI serbuk minuman rasa jeruk, jumlah gula sukrosa adalah 75 %. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan gula sebanyak 30 % pada pembuatan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa menghasilkan jumlah sukrosa dibawah standar mutu SNI serbuk minuman rasa jeruk. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan sari buah markisa berpengaruh nyata terhadap rendemen dan kadar vitamin C dan tidak berpengaruh nyata terhadap daya serap air, kadar padatan yang tidak larut dalam air, kadar air. Dimana penambahan markisa semakin menaikkan rendemen dan menurunkan kadar vitamin C bubuk. 2. Bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa yang terbaik adalah perlakuan C (50 % sari buah terung pirus dan 50 % sari buah markisa). Dari hasil analisa organoleptik diperoleh skor nilai yaitu warna 4,08; aroma 2,96; dan rasa 3, Produk terbaik yang diperoleh berdasarkan uji organoleptik dan uji kimia yaitu pada perlakuan C dengan rendeman 68,5848 %, daya serap air 0,22 ml,

13 13 kadar padatan yang tidak larut dalam air 0,9127 %, kadar air 2,2273 %, kadar vitamin C 11,0929 mg/100 gr bahan dan rata-rata kadar gula yaitu 50,7918 % Saran Berdasarkan pelitian yang telah dilakukan terhadap sari buah terung pirus dan markisa, maka penulis menyarankan : 1. Penggunaan metode pengeringan lain pada pembuatan bubuk instan campuran sari buah terung pirus dan markisa, contohnya dengan Spray Drying. 2. Untuk melakukan penelitian tentang pembuatan bubuk instan sari buah dengan jenis buah yang berbeda. 3. Adanya fortivikasi dengan penambahan vitamin C. 4. Adanya penambahan persentase jumlah gula yang ditambahkan. DAFTAR PUSTAKA Anas, Y dan Z. Zuki Penuntun Praktikum Analisis Bahan Makanan. Departemen Pertanian UNAND. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 60 hal. [Anonim] Terung Belanda, Kembaran Tomat Yang Langka. Harian Sinar Harapan Lampung. Rabu, 20 Februari Lampung. [25 November 2005]. Apandi, M Teknologi Buah dan Sayur. Bandung. Alumni. 106 hal. Asfaruddin, H. Dahlan, Rini B Rekayasa dan Introduksi Alat Pemisah Biji dan Cairan Buah Markisa untuk Pembuatan Sirup. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas Vol hal. Biro Pusat Statistik Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik Kabupaten Solok dalam Angka. Kerjasama BAPPEDA Tingkat II Kabupaten Solok dengan Biro Pusat Statistik. Buckle, KA, RA. Edward, G.H. Fleet dan M. Wootton Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta. UI Press. 365 hal. Buharman B., Y. Mala, dan E. Afdi. PERSPEKTIF PENGEMBANGAN AGRIBISNIS MARKISA DI KABUPATEN SOLOK, SUMATRA BARAT. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 7. No.1 : hal.

14 14 Deman, J.M Kimia Makanan. Terj. Padmawinata. Bandung. Teknologi Bandung. 549 hal. Institut Kumalaningsih, S., Suprayogi dan B. Yudha Membuat Makanan Siap Saji. Surabaya. Trubus Agrisarana. 41 hal. Mardhiah, S.Z Pengaruh Pemberian Beberapa Bahan Pengawet Alami Pada Nira Aren Terhadap Mutu Gula Semut yang Dihasilkan. [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 48 hal. Maulidarmi Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanasan Bubur Buah Terung Pirus (Cyphomandra betacea Cav Sendtner) Terhadap Mutu Sirup yang Dihasilkan. [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 42 hal. Muljohardjo, M Tekonologi Pengawetan Pangan. Terj. dari Desrosier, N.W. Jakarta. Universitas Indonesia Press. 614 hal. Novitasari, R Pengaruh Perbandingan Sari Buah Markisa Dengan Sari Buah Terung Pirus yang Dihasilkan. [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 41 hal. Pantastico, T.K., Chattopdyay dan H. Subramanya Fisiologi Pasca Panen, Pengaruh dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta. Gajah Mada University Press hal. Salim, S Diskripsi Pengusahaan Markisa Di Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Jakarta. Direktorat Pengkajian Sistem Industri Primer Deputi Bidang Analisis Sistem Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 17 hal. Silvia, N Perbaikan Proses dan Formula Pembuatan Sirup Campuran Markisa dan Terung Pirus. [Skripsi]. Padang. Fakultas Pertanian Universitas Andalas. 59 hal. SNI Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI Syarat Mutu Minuman Rasa Jeruk. Soekarto, S.T Penilaian Organoleptik. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor. IPB. 120 hal. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi Prosedur Analisa untuk Makanan dan Pertanian. Yogyakarta. Liberti. 138 hal. Suryanto, R., S. Kumalaningsih dan T. Susanto Pembuatan Bubuk Sari Buah Sirsak (Annona muricata L) dari Bahan Baku Pasta dengan Metode Foam-Mat Drying, Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi

15 15 Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. Brawijaya.ac.id. Edisi 20 April [30 November 2005]. 25 hal. Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta. PT. Gramedia. 89 hal. Winarno, F. G Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 253 hal. Zubaedah, E., J. Kusnadi dan I. Andriastuti Pembuatan Laru Yoghurt dengan Metode Foam-Mat Drying, Kajian Penambahan Busa Putih Telur Terhadap Sifat Fisik dan Kimia. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol XIV No hal.

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. produk pangan. Pewarna merupakan ingridient penting dalam beberapa jenis

I PENDAHULUAN. produk pangan. Pewarna merupakan ingridient penting dalam beberapa jenis I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli negara tropika yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di berbagai daerah dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Menurut definisi dari Wikipedia, gulai adalah sejenis makanan berbahan

I. PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu. Menurut definisi dari Wikipedia, gulai adalah sejenis makanan berbahan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk menyediakan kebutuhan akan serat dan vitamin dalam jumlah yang memadai. Buahbuahan memegang peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,(3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin modern serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah mendorong terjadinya perubahan pola konsumsi makanan dan minuman. Sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Naga Buah naga atau dragon fruit merupakan buah yang termasuk kedalam kelompok tanaman kaktus. Buah naga berasal dari Negara Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Lebih terperinci

Kajian Penambahan Dekstrin Terhadap Kadar Vitamin C Dalam Pengolahan Bubuk Sari Jeruk Instan dengan Metode foam-mat drying. Oleh : Tamrin 1.

Kajian Penambahan Dekstrin Terhadap Kadar Vitamin C Dalam Pengolahan Bubuk Sari Jeruk Instan dengan Metode foam-mat drying. Oleh : Tamrin 1. Kajian Penambahan Dekstrin Terhadap Kadar Vitamin C Dalam Pengolahan Bubuk Sari Jeruk Instan dengan Metode foam-mat drying Oleh : Tamrin 1 1 Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi dan Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 Analisis Kimia.1.1 Kadar Air Hasil analisis regresi dan korelasi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara jumlah dekstrin yang ditambahkan pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia larutan. Gas yang dihasilkan saat

TINJAUAN PUSTAKA. gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia larutan. Gas yang dihasilkan saat TINJAUAN PUSTAKA Tablet Effervescent Effervescent didefenisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung gas sebagai hasil reaksi kimia larutan. Gas yang dihasilkan saat pelarutan Effervescent

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan

PENDAHULUAN. Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan PENDAHULUAN Latar Belakang Nira adalah cairan yang rasanya manis dan diperoleh dari bagian tandan bunga jantan tanaman penghasil nira seperti aren, kelapa, tebu, bit, sagu, kurma, nipah, siwalan, mapel,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi A PERBANDINGAN KADAR VITAMIN C, ORGANOLEPTIK, DAN DAYA SIMPAN SELAI BUAH TOMAT (Lycopersicum esculentum) DAN PEPAYA (Carica papaya) YANG DITAMBAHKAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan buah yang lain. Buah pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya mengandung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan salah satu tanaman asli Asia Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia (Ashari, 1995). Durian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Anonim (2011), produksi tomat Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat merupakan salah satu jenis sayuran buah yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tomat banyak dibudidayakan dan produktivitasnya tinggi. Menurut Anonim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar. Tanaman ini mendapat julukan ratunya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversifikasi pangan merupakan program prioritas Kementerian Pertanian sesuai dengan PP Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Maksud penelitian, (5) Manfaat penelitian, (6) Kerangka Berpikir, (7) Hipotesa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat 20 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011 sampai bulan Mei 2011 bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao

TANAMAN PERKEBUNAN. Kelapa Melinjo Kakao TANAMAN PERKEBUNAN Kelapa Melinjo Kakao 1. KELAPA Di Sumatera Barat di tanam 3 (tiga) jenis varietas kelapa, yaitu (a) kelapa dalam, (b) kelapa genyah, (c) kelapa hibrida. Masing-masing mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING

PENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING PENGARUH PENAMBAHAN BUAH DURIAN (Durio zibethinus murr.) TERHADAP KADAR AIR, TEKSTUR, RASA, BAU DAN KESUKAAN KARAMEL SUSU KAMBING 0. R. Puspitarini, V. P. Bintoro, S. Mulyani. ABSTRAK: Susu kambing merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1 PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jambu Biji Merah (Psidium guajava L) Tanaman jambu biji dikenal dengan nama latin Psidium guajava Linn., termasuk suku myrtaceae. Tanaman jambu biji berbentuk perdu, memiliki

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS Aniswatul Khamidah 1 dan Eliartati 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. proses pengolahannya permen terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu

PENDAHULUAN. proses pengolahannya permen terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu PENDAHULUAN Latar Belakang Permen (candy) atau kembang gula adalah salah satu makanan ringan yang terbuat dari gula ataupun pemanis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lainnya dan sangat digemari

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN Page1 TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan salah satu komoditi sayuran buah yang sangat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian.

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Peneltian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan.

I. PENDAHULUAN. makanan selingan berbentuk padat dari gula atau pemanis lainnya atau. makanan lain yang lazim dan bahan makanan yang diijinkan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permen atau kembang gula merupakan produk pangan yang banyak digemari. Menurut SII (Standar Industri Indonesia), kembang gula adalah jenis makanan selingan berbentuk

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015).

sebesar 15 persen (Badan Pusat Statistik, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apel adalah salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Apel digemari karena rasanya yang manis dan kandungan gizinya yang tinggi. Buah apel mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus Dioscorea

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU 1 Taufik Rahman, 2 Agus Triyono 1,2 Balai Besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman dan makanan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin menyadari akan pentingnya mengkonsumsi makanan

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KUALITAS FRUITGHURT KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN SARI TEBU DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KUALITAS FRUITGHURT KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN SARI TEBU DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KUALITAS FRUITGHURT KULIT PISANG (Musa paradisiaca) DENGAN PENAMBAHAN SARI TEBU DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: EMY PRIYANA A 420 100 079 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terung belanda atau dikenal juga dengan nama tamarillo termasuk dalam family Solanaceae (terung-terungan) sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terung belanda atau dikenal juga dengan nama tamarillo termasuk dalam family Solanaceae (terung-terungan) sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terung belanda atau dikenal juga dengan nama tamarillo termasuk dalam family Solanaceae (terung-terungan) sama seperti kentang, terung sayur, dan tomat. (Anna, et

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pengembangan komoditi perkebunan menempati prioritas yang tinggi dalam pembangunan bidang ekonomi di Provinsi Lampung. Kakao merupakan salah satu komoditas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN

KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN KAJIAN SIFAT FISIKOKIMIA DAN SENSORI TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas blackie) DENGAN VARIASI PROSES PENGERINGAN Bambang Sigit A 1), Windi Atmaka 1), Tina Apriliyanti 2) 1) Program Studi Ilmu dan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Bahan baku mie di Indonesia berupa tepung terigu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan salah satu olahan semi padat dengan bahan utama susu. Es krim merupakan produk olahan susu sapi yang dibuat dengan bahanbahan utama yang terdiri atas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman nangka merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang banyak digunakan masyarakat. Buah nangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan salah satu jajanan pasar yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas dan sangat digemari terutama oleh anak-anak, karena es lilin memiliki warna yang menarik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sukun (Arthocarpus altilis) merupakan tumbuhan yang terdapat di kawasan tropika dan banyak dibudidayakan di pulau jawa maupun luar jawa, buah sukun menghasilkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan mayarakat, menyebabkan permintaan bahan pangan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc & Tim Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Disampaikan pada Pertemuan Pengembanan dan Pemanfaatan

Lebih terperinci