Tenurial, Tata Kelola dan Bisnis Kehutanan
|
|
- Surya Indradjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Tenurial, Tata Kelola dan Bisnis Kehutanan Pengalaman dan Peluang untuk Asia pada Konteks Perubahan Menyingkap Potensi Hutan Melalui Reformasi Tenurial Pesan dan rekomendasi utama dari Konferensi Internasional tentang Tenurial, Tata Kelola dan Usaha Kehutanan: Pengalaman dan Peluang untuk Asia pada Konteks Perubahan Lombok, Indonesia July 2011 Disponsori oleh Pemerintah Indonesia, Konferensi Internasional tentang Tenurial, Tata Kelola dan Usaha Kehutanan: Pengalaman dan Peluang untuk Asia pada Konteks Perubahan berlangsung di Santosa Villas dan Resorts, Lombok, Indonesia. Konferensi ini diorganisir oleh Kementerian Kehutanan Indonesia, International Tropical Timber Organization (ITTO), Rights and Resource Initiatives (RRI), dengan dukungan dari 20 organisasi lain, termasuk Global Alliance of Community Forestry (GACF). Upacara pembukaan dilakukan oleh Wakil Presiden Boediono, dan dihadiri oleh Zulkifli Hassan, Menteri Kehutanan; Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan; Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan; TGH. M. Zainul Majdi, Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat; Emmanuel Ze Meka, Direktur Eksekutif ITTO; Hedar Laujeng, Ketua Kamar Masyarakat Dewan Kehutanan Nasional Indonesia; dan Andy White, Koordinator Rights and Resources Initiative.
2 Sekitar 300 peserta yang terdiri dari sejumlah ahli dari Indonesia dan berbagai negara lain di wilayah Asia Pasifik (Australia, Banglades, Cina, Fiji, India, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Sri Lanka, Thailand, Vietnam), dari Eropa (Italia, Belanda, Norwegia, Inggris), Afrika (Kamerun, Kenya, Liberia), Amerika (Bolivia, Brasil, Guatemala, Nikaragua, Amerika Serikat), organisasi regional (RECOFTC, REFACOF, Samdhana Institute), dan organisasi internasional (FAO, GACF, ICRAF, ITTO, RRI, TRAFFIC, UNFF, WRI), perwakilan pemerintah, masyarakat sipil, masyarakat setempat, pemimpin adat, beberapa pejabat terpilih, dan sejumlah donor (Ford Foundation/Climate and Land Use Alliance, GIZ, EU EFI FLEGT Asia, JICA, UK Climate Change Unit) ikut ambil bagian pada pertemuan yang penting ini, yang terdiri dari sesi pleno, sesi paralel dan kunjungan ke lapangan. Pada Konferensi Internasional tentang Tenurial, Tata Kelola dan Usaha Kehutanan: Peluang Baru untuk Afrika Tengah dan Barat yang diselenggarakan di Yaounde pada tahun 2009, para peserta merumuskan sebuah pernyataan yang mendukung diselenggarakannya pertemuan pada tahun 2011 untuk membahas perkembangan baru dalam reformasi tenurial dan tata kelola hutan dengan fokus di Asia. Agenda tersebut kemudian diintegrasikan dan disahkan sebagai kegiatan kebijakan strategis 47 dari Program Kerja Dua Tahunan ITTO Tujuan dari konferensi Lombok ini adalah untuk mengkatalisasi berbagai aksi baru dan lebih luas dalam memajukan reformasi tenurial, meningkatkan tata kelola hutan dan mendukung usaha hutan berbasis masyarakat di wilayah Asia Pasifik. Perubahan konteks peraturan dan kelembagaan dari lanskap hutan akan berkontribusi bagi tujuan yang lebih luas dalam meningkatkan penghidupan kaum miskin, memastikan investasi, mendorong pembangunan ekonomi masyarakat, dan menangani perubahan iklim. Keluaran yang diharapkan dari konferensi ini adalah: 1. Meningkatnya pemahaman dasar dan pertukaran informasi tentang kebijakan tenurial hutan yang inovatif, perundang undangan, pengaturan kelembagaan, dan inisiatif lain dalam konteks nasional dan global yang senantiasa berubah, dengan acuan khusus pada wilayah Asia Pasifik dan perubahan iklim. 2. Pemahaman baru tentang implikasi dari tren dan perkembangan tenurial pada pengelolaan hutan oleh masyarakat untuk negara negara Asia Pasifik. 3. Refleksi pada pengalaman dalam memanfaatkan hak tenurial dan sumber daya hutan pada sejumlah negara di Asia Pasifik untuk memperkuat pengelolaan hutan lestari dan meningkatkan penghidupan masyarakat yang bergantung pada hutan. 4. Adanya peningkatan mekanisme bagi partisipasi para pemangku kepentingan dan pembagian manfaat yang berkeadilan atas pemanfaatan dan konservasi sumber daya hutan tropis yang lestari, termasuk keadilan gender.
3 5. Pemahaman tentang status reformasi dan inisiatif tenurial hutan, pembelajaran dan rekomendasi untuk langkah reformasi berikutnya. Para peserta konferensi mengidentifikasi sejumlah isu utama, tantangan dan pembelajaran, serta menyusun rekomendasi bagi pemerintah, donor dan organisasi internasional, masyarakat, serta organisasi masyarakat sipil. Mereka mencatat bahwa 2011 adalah Tahun Hutan Internasional dan mengakui Deklarasi Tingkat Menteri pada Sesi ke 9 pada Forum Hutan PBB, di mana sejumlah menteri berkomitmen untuk meningkatkan penghidupan rakyat dan masyarakat dengan menciptakan kondisi yang diperlukan bagi mereka untuk secara lestari mengelola hutan, termasuk melalui penguatan kerja sama dalam bidang keuangan, perdagangan, transfer teknologi, peningkatan kapasitas dan tata kelola, serta dengan mendorong tenurial lahan yang pasti, pembuatan keputusan partisipatif dan pembagian keuntungan. Hasil konferensi dirangkum pada bagian di bawah ini. Isu isu dan tantangan utama dalam tenurial hutan, tata kelola dan bisnis masyarakat di Asia Pasifik Umum Tenurial hutan tidak seimbang terjadi di banyak negara di Asia, dan banyak rakyat yang tidak memiliki akses legal terhadap lahan. Meskipun masyarakat memiliki hak adat pada sejumlah besar wilayah hutan, hal ini jarang diakui dalam undang undang. Pada banyak negara, hak masyarakat adat dan masyarakat setempat untuk mengelola hutan mereka sendiri masih diabaikan, dan tidak terdapat mekanisme legal untuk mendukung masyarakat adat dan masyarakat setempat dalam mengelola lahan dan wilayah hutan mereka. Sekitar 68% dari hutan di Asia Pasifik dikelola oleh pemerintah, dibandingkan dengan 32% di Amerika Latin. Pada beberapa negara Asia, hampir semua hutan dikelola oleh pemerintah. Pada hutan publik, sangat sedikit hutan yang diperuntukkan bagi pemanfaatan oleh masyarakat adat dan masyarakat setempat. Pada banyak negara tingginya tingkat kepemilikan negara merupakan warisan dari era kolonial. Tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan pada banyak negara di Asia adalah terkait dengan ketidakadilan dalam penguasaan lahan dan kurangnya akses masyarakat yang bergantung pada hutan terhadap hak kepemilikan. Para rimbawan cenderung berfokus pada aspek teknis dan ekonomis kehutanan, padahal hutan juga memiliki aspek sosial dan politik. Para rimbawan tidak terlatih dengan baik untuk mengatasi permasalahan semacam itu. Beberapa pemerintah di Asia Pasifik memiliki program untuk menyediakan akses yang lebih besar bagi masyarakat kampung hutan, dan untuk meneruskan reforma agraria, namun perkembangannya berjalan lambat. Proses untuk menentukan batas hutan juga terlalu lambat.
4 Pembalakan liar, korupsi, dan perambahan berlanjut semakin meluas, sebagian disebabkan oleh ketidakjelasan tenurial. Bahkan pada negara dengan tenurial masyarakat yang relatif tinggi, negara seringkali mempertahankan hak untuk membatasi pemanfaatan ekonomi lahan, atau bagian dari lahan tersebut, tanpa kompensasi. Sebagai contoh, diharuskannya pemegang ijin untuk mengalokasikan persentase tertentu lahan supaya tidak dipanen. Kurangnya penelitian yang mendukung reformasi tenurial hutan, termasuk pada kepemilikan lahan adat dan dampak dari reformasi tenurial pada konservasi hutan, keadilan sosial, dan pengentasan kemiskinan. Kemiskinan dan pembangunan Sebagian penduduk termiskin di Asia Pasifik merupakan masyarakat yang bergantung pada hutan, namun demikian bantuan pembangunan telah terus menerus gagal dalam memperbaiki penghidupan para penduduk ini. Pemanenan dari hutan yang dikelola masyarakat dibatasi oleh peraturan yaitu hanya pada hasilhasil untuk kebutuhan pokok saja. Masyarakat sangat terbatasi untuk memanen hasil hasil yang bernilai tinggi, khususnya kayu. Kurangnya komunikasi antara pemerintah dan masyarakat membatasi akses masyarakat terhadap sumber daya, program dan pasar, juga menghambat partisipasi yang adil dalam proses pengembangan kebijakan. Dalam banyak kasus hal ini juga disebabkan oleh kurangnya kapasitas masyarakat. Kompleksitas dari berbagai peraturan hutan menjadi halangan bagi pengembangan masyarakat. Donor memiliki fleksibilitas yang rendah dalam menyediakan dana bagi masyarakat adat dan masyarakat setempat berikut federasi, asosiasi dan jaringan kerja mereka. Perubahan iklim Deforestasi dan degradasi hutan di wilayah Asia Pasifik merupakan kontributor signifikan bagi emisi gas rumah kaca global. Sebagai contoh, mayoritas emisi gas rumah kaca bersumber dari perubahan tata guna lahan dan kehutanan. Hak tenurial yang jelas dan pasti serta akses terhadap sumber daya merupakan hal yang sangat penting untuk mitigasi emisi gas rumah kaca dari sektor tata guna lahan. Pertimbangan bagi pengetahuan tradisional kebanyakan tidak diikutkan dalam debat internasional tentang mitigasi perubahan iklim. Lambatnya negosiasi tentang REDD+ menyebabkan ketidakpastian pada tingkat nasional dan pada masyarakat kampung hutan.
5 Konflik Gender Pengaturan tenurial hutan yang tidak jelas, tidak adil dan saling tumpang tindih telah menyebabkan terjadinya konflik antar masyarakat, antara masyarakat dengan perusahaan, dan antara masyarakat dengan pemerintah. Konflik konflik ini dapat dan terkadang melibatkan kekerasan terhadap masyarakat. Pada banyak negara tidak terdapat mekanisme penyelesaian konflik yang efektif untuk menyelesaikan sengketa atas tenurial hutan, yang dapat diperparah oleh akses yang tidak adil terhadap informasi, ketidakseimbangan struktur kekuasaan dan lemahnya kapasitas. Perempuan sering secara tidak adil dipengaruhi oleh konflik atas tenurial hutan yang menyebabkan disintegrasi moral dari nilai nilai keluarga dan masyarakat. Terdapat bias gender dalam lembaga pembangunan, dimana perempuan mendapatkan peran berdasarkan norma norma budaya dan interpretasi keagamaan. Apapun jenis reformasi tenurial yang ada, akan mempengaruhi laki laki dan perempuan dengan cara yang berbeda. Perempuan dapat dimarjinalisasi dengan adanya proses reformasi tenurial lahan. Hak yang lebih besar bagi masyarakat tidak secara otomatis berarti hak bagi perempuan. Seringkali merupakan hal yang sulit bagi perempuan untuk terlibat dalam proses reformasi lahan. Bahkan jika telah terdapat kebijakan yang menyeru pada gender, terdapat tantangan untuk implementasinya. Nampaknya perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah tidak akan dapat dijangkau oleh program program pemerintah atau pembangunan berbasis hutan. Perencanaan dan jaring pengaman Perencanaan tata ruang untuk hutan dan lahan pertanian cenderung dipicu dari atas ke bawah dan mengabaikan pemanfaatan, kepemilikan dan pengetahuan masyarakat, dan hanya terdapat sedikit koordinasi lintas sektoral. Hanya sedikit pemerintah yang telah mengintegrasikan pemetaan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang mereka. Jaring pengaman seperti halnya partisipasi dan persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (free prior and informed consent/fpic) belum sepenuhnya dilembagakan dalam proses reformasi tenurial hutan. Penerapan FPIC memberikan hasil yang mengecewakan pada beberapa hutan, sebagian disebabkan oleh kurangnya pemahaman atas konsep tersebut. Pembelajaran utama Pemicu reformasi tenurial hutan. Peluang untuk reformasi tenurial lahan, termasuk reformasi tenurial hutan, dapat diangkat melalui kekhawatiran publik tentang degradasi lingkungan;
6 perubahan model tata kelola (misalnya dari kediktatoran menjadi demokrasi, atau dari sentralisasi menjadi desentralisasi); aktivisme oleh pengguna hutan, masyarakat adat dan masyarakat setempat; serta komitmen internasional atas hak dan tanggung jawab. Identitas dan perubahan positif. Hak tenurial diperlukan untuk memastikan identitas, warisan budaya dan tradisi masyarakat adat dan masyarakat setempat, dan untuk memungkinkan penduduk pada masyarakat yang bersangkutan untuk hidup dengan martabat dan harga diri yang baik. Reformasi tenurial bukan merupakan awal dan akhir dari permasalahan hutan, namun ini merupakan kondisi kunci untuk mengatasi deforestasi, degradasi hutan dan pembangunan masyarakat. Konflik. Lembaga dan mekanisme yang independen dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik terkait tenurial hutan, baik formal maupun informal. Lembaga dan mekanisme tersebut haruslah bersifat transparan dan mudah diakses. Model model penyelesaian konflik yang berhasil pada tingkat lokal paling baik dikembangkan dengan menggunakan pendekatan partisipatif. Pemetaan masyarakat sering kali merupakan langkah pertama yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik. Pendekatan lintas sektoral. Reformasi tenurial bukan merupakan masalah satu sektor; melainkan bersifat multi dimensional. Hubungan tenurial lahan merupakan kesatuan dari kekuatan sosial, budaya, teknis, kelembagaan, hukum, ekonomi dan politik yang mendorong dan menarik, sebuah proses yang dapat menciptakan tekanan besar. Koordinasi yang sungguhsungguh antar sektor, berbagai tingkat pemerintah yang berbeda, LSM dan masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk perencanaan tata ruang yang efektif dan untuk mempercepat reformasi tenurial dan penyelenggaraan hutan yang dikelola oleh masyarakat. Reformasi tenurial hutan membutuhkan koordinasi antar instansi yang kuat, dan harus berbasis multi pemangku kepentingan. Pemetaan masyarakat. Pemetaan masyarakat merupakan alat penting dalam reformasi tenurial. Peta ini dapat digunakan, sebagai contoh, untuk penetapan kawasan; pendaftaran lahan; revitalisasi hukum adat; transfer pengetahuan untuk generasi yang lebih muda; memperkuat identitas masyarakat; menyelesaikan konflik antar keluarga, masyarakat, perusahaan dan pemerintah; serta litigasi. Adanya partisipasi yang berarti dalam pemetaan masyarakat sangat penting, dan ini bukan merupakan hal yang mudah; diperlukan pendekatan yang berkeadilan gender dan yang memastikan diperolehnya partisipasi dari kelompok marjinal. Kepastian tenurial. Tenurial hutan tidak hanya terkait distribusi lahan dan sumber daya hutan; melainkan juga bagaimana untuk mengamankan dan memanfaatkan sumber daya hutan, termasuk kayu, untuk meningkatkan penghidupan dan mencapai pengelolaan hutan yang lestari pada tingkat desa. Kepastian tenurial untuk suatu kelompok bergantung pada tiga faktor yaitu diakui secara hukum; diterima secara sosial; dan hak tersebut secara eksternal dapat dilaksanakan.
7 Investasi dan bisnis. Memperoleh kendali lokal atas hutan merupakan suatu proses yang dimulai dengan reformasi tenurial dan juga melibatkan investasi untuk menstimulasi pengembangan bisnis pada masyarakat kampung hutan. Penguatan keuangan dapat menyebabkan peningkatan otonomi dan membantu pemegang hak untuk memperoleh kepastian tenurial jangka panjang. Komitmen politik. Reformasi tenurial hutan merupakan sebuah proses yang panjang dan terus berubah, sehingga diperlukan komitmen politik jangka panjang. Mewujudkan inisiatif berbasis pengelolaan hutan oleh masyarakat yang berhasil sering kali membutuhkan suatu proses panjang untuk peningkatan kapasitas dan pembangunan, dan oleh karena itu diperlukan komitmen jangka panjang dari pihak pihak yang terlibat. Oposisi terhadap reformasi, khususnya dari kelompok penguasa yang berkepentingan, mungkin akan kuat, namun hal ini dapat diatasi dengan mempromosikan cerita cerita sukses. Reformasi kelembagaan. Transisi dari pembuatan keputusan terpusat menjadi demokratis membutuhkan reformasi politik dan kelembagaan. Masyarakat membutuhkan akses terhadap pasar, informasi, teknologi dan infrastruktur, namun mereka juga memiliki kapasitas untuk mengelola lembaga mereka sendiri, jika terdapat kepastian tenurial. Menyelesaikan konflik atas tenurial dan pemanfaatan hutan akan memerlukan lembaga untuk mentransfer sebagian dari otoritas mereka terhadap sumber daya. Menyederhanakan peraturan hutan untuk memungkinkan berkembangnya bisnis berbasis masyarakat sering kali merupakan unsur yang penting untuk memastikan bahwa masyarakat dapat berperan besar dalam perkembangan reformasi tenurial. Mitigasi perubahan iklim. Mengurangi emisi gas rumah kaca yang terkait hutan, dan mencapai pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang tidak saling berkesesuaian, namun reformasi tenurial hutan sangat penting untuk keduanya. Peluang pasar baru bagi hasil hasil hutan berikut jasanya, termasuk pasar karbon, harus ditelusuri untuk mendorong pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat. Gender dan jaring pengaman. Proses reformasi tenurial harus secara aktif melibatkan partisipasi perempuan dan kelompok marjinal lain dengan cara yang efektif. Membangun jaring pengaman ke dalam kebijakan, hukum dan sejumlah proses akan membantu melindungi kelompok rawan dari diskriminasi dan penyerobotan manfaat oleh kelompok elit. Rimbawan perlu mendapatkan pendidikan tentang sejumlah pendekatan pada masyarakat dan untuk kaderisasi, termasuk perempuan, dengan pengetahuan yang lebih luas. Prinsip prinsip panduan Semua pihak pemerintah, lembaga, industri, masyarakat, LSM dan organisasi internasional harus menerapkan prinsip prinsip tata kelola yang baik: akuntabilitas, transparansi, efisiensi dan efektivitas, responsif, berpandangan ke depan dan kepastian hukum. Reformasi tenurial hutan memerlukan kebijakan jelas yang seharusnya ditetapkan sebelum penyusunan hukum. Kebijakan tersebut sebaiknya dikembangkan dengan cara yang inklusif dan partisipatif.
8 Rekomendasi Saatnya telah tiba untuk memajukan kehutanan masyarakat ke tingkat yang baru untuk menyingkap potensi hutan agar dapat berkontribusi yang signifikan, konsisten dan lestari bagi masyarakat dan pembangunan nasional. Dengan mengembangkan hasil yang sejauh ini dicapai pada sejumlah negara tropis atas pengakuan hak masyarakat dan pengembangan kebijakan yang tepat, terdapat suatu kebutuhan dan peluang untuk memastikan tercapainya keuntungan ekonomi yang konkrit dan dibagi secara merata. Donor dan berbagai organisasi internasional dipersilakan untuk berkolaborasi memajukan generasi baru dari reformasi tenurial ini dan inisiatif kehutanan yang menargetkan pembangunan lokal dan nasional yang berkelanjutan. Semua pihak Memberikan kepercayaan lebih kepada masyarakat adat dan masyarakat setempat. Mengembangkan kriteria yang disepakati secara meluas untuk menilai keberhasilan reformasi tenurial hutan. Mengumpulkan dan memantau cerita cerita sukses dan proses proses aktif, dan menyediakan data bagi semua pihak untuk lebih mempublikasikan manfaat dan tantangan reformasi tenurial hutan dan pengelolaan serta bisnis hutan berbasiskan masyarakat. Melaksanakan penelitian tentang sistem tenurial lahan adat dan pendekatan inovatif untuk reformasi tenurial. Tidak menggunakan alasan kekurangan penelitian sebagai pembenaran atas lambatnya reformasi. Pemerintah dan LSM memberikan bantuan dan pelatihan terkait peraturan hutan bagi masyarakat, termasuk perempuan, kaum miskin dan penduduk marjinal lain. Memberikan perhatian yang lebih besar untuk memastikan hak masyarakat dalam memanen sumber daya hutan yang bernilai tinggi, termasuk kayu, dan kapasitas mereka dalam memberikan nilai tambah dan memasarkan sumber daya yang bersangkutan. Mendukung peran usaha kehutanan berbasis masyarakat melalui pengembangan kapasitas, reformasi peraturan dan meningkatkan akses untuk kredit. Mengembangkan alat dan mekanisme yang sederhana untuk memastikan bahwa sejumlah proyek dan program mengintegrasikan kepentingan perempuan sebagai komponen intinya. Menerjemahkan konsep seperti FPIC dan jaringan pengaman lain ke dalam bahasa dan sejumlah model berdasarkan pengetahuan dan praktik praktik tradisional. Meningkatkan investasi dalam peningkatan kapasitas bagi masyarakat setempat dan pemerintah daerah.
9 Berpartisipasi dan mendukung tindak lanjut untuk memastikan implementasi dari rekomendasi yang disebutkan dalam laporan ini, sesuai relevansinya pada masing masing negara. Memantau dan melaporkan implementasi dari rekomendasi tersebut pada selang waktu tertentu. Meningkatkan akses pendanaan bagi pengelolaan hutan berbasis masyarakat Pemerintah Meratifikasi dan mengimplementasikan konvensi, deklarasi dan kesepakatan PBB yang mengakui, menghormati dam melindungi hak hak masyarakat adat dan masyarakat setempat yang bergantung pada hutan. Bagi pemerintah yang belum melakukannya, ratifikasi dan laksanakan Kesepakatan International tentang Kayu Tropis (International Tropical Timber Agreement) tahun 2006 sebagai kerangka kerja bagi pembangunan sosial ekonomi hutan. Menggunakan instrumen internasional atas hak masyarakat adat dan masyarakat setempat untuk memandu pemerintah dan kebijakan sektoral dan, jika memungkinkan, mengembangkan hukum nasional yang memayungi untuk melindungi hak hak tersebut. Mendukung, menyadarkan dan meningkatkan kapasitas untuk usaha kehutanan berbasis masyarakat dalam rangka memenuhi persyaratan dari sejumlah inisiatif seperti halnya peraturan kayu EU FLEGT, US Lacey act, dan berbagai peraturan terkait impor yang lain, dan juga sertifikasi. Meningkatkan kondisi yang mendukung untuk bisnis kecil, sehingga masyarakat hutan dapat mendaftarkan bisnis, mengakses pelayanan keuangan, menegosiasikan kemitraan dan menarik investasi yang berkelanjutan. Menciptakan atau mempercepat registrasi, pengakuan dan perlindungan atas hak hak masyarakat adat dan masyarakat setempat, serta penataan batas kawasan hutan. Menerapkan FPIC serta jaringan pengaman lain pada semua kebijakan pemerintah untuk memastikan bahwa hak hak masyarakat adat dan masyarakat setempat dihormati dan nilai lingkungan dilindungi. Menerapkan prosedur yang memastikan bahwa perempuan, kaum miskin dan kelompok marjinal lainnya berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses reformasi tenurial hutan. Menyelenggarakan dan memperkuat jaringan kerja untuk perempuan, kaum miskin dan kelompok marjinal lain pada tingkat desa. Menyelenggarakan atau memperkuat program hutan, dengan anggaran, yang berfokus pada kegiatan perempuan pada tingkat desa.
10 Menciptakan, sesuai kebutuhan, lembaga atau mekanisme independen yang secara formal menyelesaikan konflik yang terkait tenurial hutan. Mengevaluasi prosedur penerbitan instrumen tenurial untuk masyarakat, dan untuk administrasi hasil hutan kayu maupun non kayu serta jasa pada lahan hutan masyarakat maupun swasta, dengan maksud untuk membuat proses aplikasi dan pengesahan lebih cepat, sederhana dan murah. Mengembangkan kerangka kerja hukum dan kebijakan yang terintegrasi dan harmonis terkait tenurial hutan dan lahan. Memastikan bahwa terbitnya peraturan yang berdampak pada tenurial hutan masyarakat diikuti oleh akses terhadap informasi dan peningkatan kapasitas. Mengadopsi pemetaan masyarakat yang berkeadilan gender sebagai komponen penting dalam perencanaan tata ruang dengan menggunakan kombinasi dari pendekatan atas ke bawah (top down) dan dari bawah ke atas (bottom up). Mengembangkan alat dan mekanisme yang sederhana untuk memastikan bahwa proyek dan program mengintegrasikan perhatian terhadap masyarakat adat dan masyarakat setempat. Meningkatkan peran pihak ketiga yang independen dalam pemantauan program program pemerintah. Memastikan bahwa rencana ekonomi yang luas memprioritaskan pembangunan rendah karbon dan, jika relevan, mengikutsertakan pembayaran premium hijau untuk menghasilkan produkproduk dan jasa secara berkelanjutan. Organisasi Masyarakat Sipil Memasukkan anggaran yang sensitif terhadap gender dan jaringan kerja pada semua tingkat dan menyatukan data untuk membantu kaum miskin dalam masyarakat di tingkat desa untuk meningkatkan hak tenurial dan kapasitas untuk meningkatkan penghidupan mereka. Melanjutkan bekerja dengan masyarakat untuk memetakan lahan adat menggunakan proses partisipatif, dan memastikan pengakuan hukum. Memastikan penyediaan nasihat hukum untuk masyarakat dalam penyelenggaraan bisnis berbasis hutan, kepastian tenurial dan komponen tata kelola. Menyediakan dukungan untuk mengakses pasar, dan mencatat kekayaan intelektual masyarakat. Bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pusat, jika relevan, untuk melaksanakan dan memantau kegiatan terkait reformasi dan tata kelola tenurial hutan. Menjembatani kegiatan program antara pemerintah dengan masyarakat, termasuk pemetaan dan perencanaan tata ruang.
11 Sedapat mungkin, memfasilitasi pemahaman dan pemanfaatan peraturan pemerintah yang ada di kalangan masyarakat untuk mewujudkan reformasi tenurial hutan. Mendorong proses proses multi pemangku kepentingan untuk mereformasi hukum, peraturan dan lembaga, termasuk lembaga pengadilan dan semi pengadilan. Memfasilitasi akses yang lebih baik terhadap sumber daya dengan memungkinkan perubahan dalam peraturan fiskal. Bekerja dengan pemerintah untuk memperbaiki dan menyederhanakan peraturan hutan. Membantu menyiapkan usaha kehutanan masyarakat dengan penekanan pada perempuan untuk mengakses pasar bagi produk dan jasa mereka. Memastikan bahwa peningkatan kapasitas yang sesuai dilaksanakan untuk memungkinkan masyarakat dan penduduk setempat mengelola sendiri hutan mereka. Bekerja dengan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dan menciptakan tekanan untuk bernegosiasi dengan pemerintah untuk menghilangkan kebijakan, undang undang dan lembaga yang kontradiktif dalam tenurial hutan. Bekerja dengan masyarakat untuk membangun forum tingkat akar rumput untuk mewujudkan perubahan kebijakan yang bermanfaat dengan memobilisasi para pembuat kebijakan. Bekerja dengan pemerintah untuk melaksanakan reformasi perundang undangan dan implementasi tenurial lahan. Bekerja dengan pemerintah untuk meneliti, mendokumentasi, mediasi dan menyelesaikan konflik lahan. Negosiasi dengan sektor swasta untuk mendukung proses proses reformasi tenurial lahan. Masyarakat Memobilisasi untuk ikut berpartisipasi dan menyedikan input untuk proses perencanaan tata ruang, seperti melalui pemetaan masyarakat. Mengatur dan menetapkan jaringan kerja sehingga kelompok marjinal pada masyarakat dapat secara efektif berpartisipasi dalam proses reformasi dan untuk menyampaikan pendapat dan menuntut hak untuk tenurial hutan. Dengan berhati hati memilih mitra yang dapat memfasilitasi peluang pasar untuk mengkomersialkan barang dan jasa hutan. Melanjutkan konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang lestari. Mengusahakan keberlanjutan ekonomi dalam mengelola hutan mereka.
12 Donor dan organisasi internasional Segera mengusahakan berbagai cara untuk meningkatkan jumlah dana yang menjangkau kelompok paling miskin dan penduduk paling marjinal yang bergantung atas hutan, dan menyediakan dukungan melalui jaringan kerja kelompok target. Dalam hal ini, mendorong pemanfaatan kapasitas nasional dalam melakukannya. Pada program kerja untuk hutan dan sektor sosial, mendukung negara mitra dalam implementasi reformasi tenurial hutan dan bisnis pada tingkat masyarakat. Menyediakan mekanisme yang transparan untuk distribusi bantuan donor untuk memastikan bahwa distribusi ini berkeadilan dan menjangkau pihak yang paling membutuhkan. Dalam bermitra dengan sektor swasta, mendukung pengembangan generasi baru bagi inisiatif kehutanan masyarakat yang bertujuan untuk pembangunan setempat yang berkelanjutan, di mana keuntungan finansial dari pemanfaatan lestari atas barang dan jasa hutan diinvestasikan pada bisnis lokal sebagai landasan untuk ekonomi pedalaman. ITTO memobilisasi Kelompok Penasihat Masyarakat Sipil untuk membantu memajukan dan mendorong berbagai proyek dan program, termasuk penambahan nilai untuk produk produk hijau dan implementasi pragmatis dari sertifikasi. Langkah ke depan Sebagai kesimpulan konferensi, Pemerintah Indonesia dan organisasi masyarakat sipil Indonesia, termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), sepakat untuk mengadakan pertemuan lagi dalam tiga sampai enam bulan ke depan untuk mengembangkan mekanisme kerja sama untuk: Memperkuat pemangku kepentingan Kementerian Kehutanan, Dewan Kehutanan Nasional berikut WGT (Working Group on Tenure). Mengembangkan suatu sistem untuk identifikasi dan pencatatan wilayah hutan yang dimiliki secara adat. Bekerja secara bersama sama untuk mengimplementasikan rekomendasi yang dibuat dalam pernyataan ini. Kelompok Masyarakat Sipil yang hadir pada konferensi berkomitmen untuk: Memastikan terjadinya proses proses partisipatif. Melaksanakan analisis strategis atas isu isu tenurial dan tata kelola yang utama dan mempublikasikan serta mengkomunikasikan analisa tersebut kepada para pembuat kebijakan dan pembuat keputusan.
13 Membentuk sebuah kelompok kerja untuk menindaklanjuti, memantau dan melaporkan implementasi atas rekomendasi yang tercantum dalam pernyataan ini. Menentukan kelompok target untuk aksi masyarakat sipil. Membantu organisasi perempuan di dalam masyarakat adat dan lokal untuk lebih memperoleh keterwakilan dan untuk mengembangkan mekanisme dalam pembuatan keputusan. RRI berkomitmen untuk: Berkolaborasi dengan komite perancang untuk melakukan finalisasi atas deklarasi ini, mengintegrasikan sejumlah komentar dari peserta. Mempublikasikan prosiding rangkuman pada situs internet RRI. Menilai kembali rencana aksi dari sebelas mitra aktif RRI di Asia Pasifik dan secara lebih luas dalam rangka deklarasi dan prosiding pertemuan, dan mengusahakan koordinasi yang lebih luas dengan berbagai inisiatif regional dan nasional. Menawarkan kerja sama kolaboratif dengan sejumlah lembaga Pemerintah Indonesia dan dengan organisasi masyarakat sipil Indonesia untuk memeriksa berbagai kemungkinan sinergi, dan jika diperlukan, memanfaatkannya untuk memfasilitasi peran untuk menghubungkan dengan pembuat kebijakan internasional. Menyediakan sejumlah perhatian pada: o o o analisis hukum dan ekonomi penilaian pilihan tenurial saat ini menjelaskan relevansi instrumen dan kewajiban internasional sebagai materi untuk proses reformasi Mengusahakan kolaborasi dengan donor lain. Memberikan penekanan lebih besar untuk penyelesaian konflik. Memunculkan bukti yang lebih banyak dari keuntungan (maupun kerugian) dan efektifitas proses proses pengelolaan yang berbasis masyarakat dibandingkan dengan pengelolaan oleh perusahaan, pemerintah maupun swasta. Mengklarifikasi implikasi dari perubahan visi untuk mengubah kerangka kerja perusahaan dan lingkungan yang memungkinkan berkembangnya bisnis bisnis berbasis masyarakat. Mengklarifikasi bahwa pengakuan atas teritori masyarakat adat dan wewenang leluhur berada di luar logika teknis kehutanan dan harus melibatkan berbagai lembaga pemerintah.
14 Mengklarifikasi perbedaan visi tentang hutan yang dijadikan acuan oleh pihak pihak yang berbeda dan mengeksplorasi implikasi dari perbedaan ini terkait hak dan pemanfaatan lahan adat.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciPemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia ini dibuat oleh Center for Internasional Forestry Research (CIFOR) dan tidak bisa dianggap sebagai terjemahan resmi. CIFOR tidak bertanggung jawab jika ada kesalahan
Lebih terperinciMenyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan. Center for International Forestry Research
Menyelaraskan hutan dan kehutanan untuk pembangunan berkelanjutan Center for International Forestry Research Siapakah kami Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (Center for International Forestry Research)
Lebih terperinciPidato kebijakan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhyono Bogor, 13 Juni 2012
For more information, contact: Leony Aurora l.aurora@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)8111082309 Budhy Kristanty b.kristanty@cgiar.org Cell Indonesia: +62 (0)816637353 Sambutan Frances Seymour, Direktur
Lebih terperinciPerbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon
Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan
Lebih terperinciDEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA
DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA Jakarta, 1 Juli 2011 - 1 - Untuk menandai 60 tahun hubungan diplomatik dan melanjutkan persahabatan antara kedua negara, Presiden
Lebih terperinciPRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012
PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards
Lebih terperinciGLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21
Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1
Lebih terperinciPerhutanan Sosial Dapat Menjadi Sarana Efektif Bagi Pengentasan Kemiskinan
Dapat disiarkan segera Perhutanan Sosial Dapat Menjadi Sarana Efektif Bagi Pengentasan Kemiskinan Pemerintahan baru wajib memperhatikan kesejahteraan masyarakat di 33.000 desa di dalam dan sekitar hutan
Lebih terperinciKota, Negara Tanggal, 2013
Legalitas Pengeksporan Hasil Hasil--Hasil Hutan ke negara--negara Uni Eropa negara Eropa,, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Gambaran Umum Acara Hari Ini Perkenalan dan Sambutan
Lebih terperinciHELP A B C. PRINSIP CRITERIA INDIKATOR Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional
1 2 5 6 Prinsip 1. Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan
Lebih terperinciPERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF
Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa
Lebih terperinciRoyal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas
Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh
Lebih terperinciDEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
DEKLARASI BANGKOK MENGENAI AKTIVITAS FISIK UNTUK KESEHATAN GLOBAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KONGRES INTERNASIONAL KE-6 ISPAH (KONGRES KESEHATAN MASYARAKAT DAN AKTIVITAS FISIK Bangkok, Thailand 16-19
Lebih terperinciInternational IDEA, Strömsborg, Stockholm, Sweden Phone , Fax: Web:
Extracted from Democratic Accountability in Service Delivery: A practical guide to identify improvements through assessment (Bahasa Indonesia) International Institute for Democracy and Electoral Assistance
Lebih terperinciProyek GCS- Tenurial. Kepastian tenurial bagi masyarakat sekitar hutan. Studi komparasi global ( )
Proyek GCS- Tenurial Kepastian tenurial bagi masyarakat sekitar hutan Studi komparasi global (2014-2016) Pendahuluan Dalam beberapa tahun terakhir ini, reformasi tenurial sektor kehutanan tengah menjadi
Lebih terperinciPertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.
PAPARAN WAKIL MENTERI LUAR NEGERI NILAI STRATEGIS DAN IMPLIKASI UNCAC BAGI INDONESIA DI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL PADA PERINGATAN HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA JAKARTA, 11 DESEMBER 2017 Yang terhormat
Lebih terperinciPENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN
PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN Di sela-sela pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-13 di Kuala Lumpur baru-baru ini,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciSIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan 1/6 Penandatanganan Nota Kesepahaman Tunjukkan Peran Penting Pemerintah
Lebih terperinciMEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA
PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis
Lebih terperinciDeklarasi Dhaka tentang
Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi
Lebih terperinciPanggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014
Panggilan untuk Usulan Badan Pelaksana Nasional Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Indonesia November 2014 A) Latar Belakang Mekanisme Hibah Khusus untuk Masyarakat Adat
Lebih terperinciMengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum
Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kebijakan dan Konvensi Internasional yang berdampak pada Perdagangan
Lebih terperinciDaftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013
Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013 1. Apakah TFCA Kalimantan? Tropical Forest Conservation Act (TFCA) merupakan program kerjasama antara Pemerintah Republik
Lebih terperinciHutan, Pohon dan Wanatani
Program penelitian oleh CGIAR Hutan, Pohon dan Wanatani Penghidupan, Bentang Alam dan Tata Kelola Ringkasan Eksekutif Tantangan Hutan terus ditebang, suhu terus meningkat dan keanekaragaman hayati semakin
Lebih terperinciKerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia
Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan
Lebih terperincimemberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan
INDONESIA VISI 2050 Latar belakang Anggota Dewan Bisnis Indonesia untuk Pembangunan Berkelanjutan (IBCSD) dan Indonesia Kamar Dagang dan Industri (KADIN Indonesia) mengorganisir Indonesia Visi 2050 proyek
Lebih terperinci2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep
No.149, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN. Badan Pengelola. Penurunan. Emisi Gas Rumah Kaca. Kelembagaan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA
Lebih terperinciPidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016
Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciTerjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011
Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011 Pak Muliadi S.E yang terhormat, Terima kasih atas surat Anda tertanggal 24 Februari 2011 mengenai Kalimantan Forests and Climate
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi
Lebih terperinciSTATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*
STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah
Lebih terperinciDANA INVESTASI IKLIM
DANA INVESTASI IKLIM 29 November 2011 USULAN RANCANG MEKANISME HIBAH TERDEDIKASI UNTUK WARGA PRIBUMI DAN MASYARAKAT LOKAL YANG AKAN DISUSUN BERDASARKAN PROGRAM INVESTASI HUTAN PENDAHULUAN 1. Dokumen Rancang
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO,
Lebih terperinciBAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA
BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi prioritas dunia saat ini. Berbagai skema dirancang dan dilakukan
Lebih terperinciBogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas tersusunnya Prosiding Workshop MRV dalam rangka REDD+ di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Prosiding ini merupakan hasil dari workshop dengan judul yang sama yang dilaksanakan
Lebih terperinciKITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM
KITA, HUTAN DAN PERUBAHAN IKLIM Peningkatan Kapasitas Akar Rumput untuk REDD+ di kawasan Asia Pasifik Maret 2012 RECOFTC - The Center for People and Forests adalah satusatunya organisasi nirlaba internasional
Lebih terperinciBAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki peran penting bagi keberlangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Peran penting sumberdaya hutan
Lebih terperinciKajian Tengah Waktu Strategi 2020. Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik
Kajian Tengah Waktu Strategi 2020 Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Kajian Tengah Waktu (Mid-Term Review/MTR) atas Strategi 2020 merupakan
Lebih terperinciKepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia
ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciTINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI
TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPOTRET KETIMPANGAN v. Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain
POTRET KETIMPANGAN Konsentrasi Penguasaan Lahan ada di sektor pertambangan, perkebunan dan badan usaha lain Lebih dari 186.658 hektar area yang ditetapkan kawasan hutan merupakan perkampungan penduduk
Lebih terperinciPembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA
Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA PRINSIP Kaukus Perempuan Asia Tenggara tentang ASEAN1, yang juga dikenal sebagai Kaukus Perempuan, berkomitmen untuk menegakkan
Lebih terperinciDraft Dokumen Panduan: Kebijakan Keterlibatan Stakeholder Untuk Satgas Iklim dan Kehutanan [Governors Climate and Forest (GCF) Task Force]
Draft Dokumen Panduan: Kebijakan Keterlibatan Stakeholder Untuk Satgas Iklim dan Kehutanan [Governors Climate and Forest (GCF) Task Force] Kelompok Ad-Hoc Keterlibatan GCF-Stakeholder 18 Agustus 2010 Satgas
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan
Lebih terperinciMenerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut
Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu
Lebih terperinciKementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN : 2085-787X Volume 5 No. 2 Tahun 2011 Transfer Fiskal antara Pemerintah
Lebih terperinciRingkasan Eksekutif. Inisiatif Tata Kelola Kehutanan Indonesia. Proses dan Hasil Penelitian Kondisi Tata Kelola Kehutanan Indonesia.
Pendahuluan Ringkasan Eksekutif Inisiatif Tata Kelola Kehutanan Indonesia Proses dan Hasil Penelitian Kondisi Tata Kelola Kehutanan Indonesia Disusun oleh: Jaringan Masyarakat Sipil untuk Tata Kelola Kehutanan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS
1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin
Lebih terperinciPemuda Asia Tenggara sebagai Pemersatu untuk Dunia Kita Inginkan
6th UNEP TUNZA Southeast Asia Youth Environment Network (SEAYEN) Meeting Youth Statement pertemuan Panel Tingkat Tinggi di Bali pada kemitraan / kerjasama global (25-27 Maret, 2013) 26 Maret 2013 Pemuda
Lebih terperinciInisiatif Accountability Framework
Inisiatif Accountability Framework Menyampaikan komitmen rantai pasokan yang etis Pengantar untuk periode konsultasi publik 10 Oktober 11 Desember, 2017 Selamat Datang! Terimakasih untuk perhatian anda
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan
Lebih terperincidan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011
Strategi Nasional, Pengembangan Kelembagaan, dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011 Perhatian khusus terhadap hutan bukan hal baru 2007 2008 2009 Jan 2010 Mei 2010
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia di permukaan bumi, seperti
Lebih terperinci2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan
No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG
Lebih terperinciASIAN DEVELOPMENT BANK OPERASI SEKTOR SWASTA
ASIAN DEVELOPMENT BANK OPERASI SEKTOR SWASTA Siapa Kami Private Sector Operations Department (PSOD) dari Asian Development Bank (ADB) mendorong, menjembatani, dan memberi pembiayaan pada perusahaan swasta
Lebih terperinciPemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth
Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM
Lebih terperinciOleh: Imam Hanafi. Lokakarya Pemetaan Partisipatif: Partisipasi Publik dalam Jaringan Data dan Informasi Spasial Nasional/Daerah
Oleh: Imam Hanafi Lokakarya Pemetaan Partisipatif: Partisipasi Publik dalam Jaringan Data dan Informasi Spasial Nasional/Daerah Gedung Kantor Gubernur Provinsi Riau, Pekanbaru Rabu, 6 Februari 2013 JKPP
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG
PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciPENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI
PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang
Lebih terperinciKode etik bisnis Direvisi Februari 2017
Kode etik bisnis Direvisi Februari 2017 Kode etik bisnis Kode etik bisnis ini berlaku pada semua bisnis dan karyawan Smiths Group di seluruh dunia. Kepatuhan kepada Kode ini membantu menjaga dan meningkatkan
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap
Lebih terperinciMAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+
MENTERI KEHUTANAN LETTER OF INTENT (LOI) ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DENGAN PEMERINTAH NORWEGIA TENTANG KERJASAMA PENGURANGAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI KEHUTANAN JAKARTA,
Lebih terperinciMengawal Komitmen Pemerintah dalam Implementasi SDGs
SIARAN PERS Jakarta, 7 Oktober 2015 Mengawal Komitmen Pemerintah dalam Implementasi SDGs Jakarta, 7 Oktober 2015 Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia menagih komitmen pemerintah melaksanakan Tujuan Pembangunan
Lebih terperinciForum Lanskap Global. Rumusan Hasil. 2013, Warsawa, UNFCCC
Forum Lanskap Global Rumusan Hasil 2013, Warsawa, UNFCCC Forum Lanskap Global: Rumusan Hasil Forum Lanskap Global: Rumusan Hasil Rekomendasi 1. Menerapkan prinsip-prinsip pendekatan lanskap dalam REDD+
Lebih terperinciStudi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE
Studi kasus untuk merancang intervensi tingkat perusahaan untuk mempromosikan produktivitas dan kondisi kerja di UKM SCORE 1. Persoalan apa yang akan diselesaikan? Pertumbuhan produktivitas di negara-negara
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai
Lebih terperinciBAPPEDA Planning for a better Babel
DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD
Lebih terperinci-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciDeklarasi Rio Branco. Membangun Kemitraan dan Mendapatkan Dukungan untuk Hutan, Iklim dan Mata Pencaharian
Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernur (GCF) Deklarasi Rio Branco Membangun Kemitraan dan Mendapatkan Dukungan untuk Hutan, Iklim dan Mata Pencaharian Rio Branco, Brasil 11 Agustus 2014 Kami, anggota Satuan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBelajar dari redd Studi komparatif global
Belajar dari redd Studi komparatif global Studi komparatif global REDD dalam kurun waktu beberapa tahun yang diupayakan CIFOR bertujuan menyediakan informasi bagi para pembuat kebijakan, praktisi dan penyandang
Lebih terperinciClimate and Land Use Alliance (CLUA) Evaluasi independen atas hibah kepada. Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernur (GCF) Michael P. Wells & Associates
Climate and Land Use Alliance (CLUA) Evaluasi independen atas hibah kepada Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernur (GCF) Michael P. Wells & Associates 10 Maret 2014 DRAF Pendekatan Evaluasi ini akan dilakukan
Lebih terperinciAkses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia
MIGRANT WORKERS ACCESS TO JUSTICE SERIES Akses Buruh Migran Terhadap Keadilan di Negara Asal: Studi Kasus Indonesia RINGKASAN EKSEKUTIF Bassina Farbenblum l Eleanor Taylor-Nicholson l Sarah Paoletti Akses
Lebih terperinciDOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor
DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP Laporan No.: Nama Proyek Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor Lingkungan dan Pedesaan ID
Lebih terperinciPERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK
PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
Lebih terperinciKerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia
Lampiran Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 6 tahun 2001 Tanggal : 24 april 2001 Kerangka Kebijakan Pengembangan Dan Pendayagunaan Telematika Di Indonesia Pendahuluan Pesatnya kemajuan teknologi
Lebih terperinciSIARAN PERS 1/6. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan
Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan 1/6 Penandatanganan Nota Kesepahaman Tunjukkan Peran Penting Pemerintah
Lebih terperinciPrinsip Kriteria Indikator APPS (Dokumen/ Bukti Pelaksanaan) ya/ tidak 1) Jika tidak/belum, apa alasannya 3) Keterangan 2)
PTabel Cara Penilaian Pelaksanaan Safeguards dengan menggunakan Alat Penilai Pelaksanaan Safeguards (APPS) berdasar Keputusan COP-16 dalam Sistem Informasi Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia Prinsip Kriteria
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan
Lebih terperinciFPIC DAN REDD. Oleh : Ahmad Zazali
FPIC DAN REDD Oleh : Ahmad Zazali SEMINAR DAN LOKAKARYA Skill share pengalaman mengembangkan proyek redd di berbagai wilayah di indonesia, dilaksanakan oleh scale up, dinas kehutanan riau dan fakultas
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciKebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Juni 2015
Kebijakan APRIL Group dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan 2.0 3 Juni 2015 APRIL Group (APRIL) berkomitmen terhadap pembangunan berkelanjutan di seluruh areal kerja perusahaan dengan menerapkan praktik-praktik
Lebih terperinciDiadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002
Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinci