PENGAWASAN TUGAS HAKIM PENGADILAN NEGERI OLEH N HAKIM PENGAWAS PENGADILAN TINGGI (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh)
|
|
- Suparman Muljana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 ISSN Pages pp PENGAWASAN TUGAS HAKIM PENGADILAN NEGERI OLEH N HAKIM PENGAWAS PENGADILAN TINGGI (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh) Mukhtari 1, Faisal A Rani 2, Dahlan Ali 3 1) Magister Ilmu Hukum Program Banda Aceh mukhtari_sh@yahoo.com. 2) 3) Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Abstract: Article 39 (1) and (3) of the Act Number 48, 2009 regarding the Justice Power states that the monitoring of trial at all courts under the Supreme Court including the internal monitoring on judge behaviors. The monitoring is also ruled in the decision of the Head of MARI Chief Number: KMA/080/SK/VIII/2006 regarding the Guidance of Court Monitoring. However, the monitoring towards judges of the First Instance Court by the High Court Judges appointed in the Jurisdiction of the Hight Court of Aceh is not accordance with the existing laws. Keywords: Monitoring and the First Instance Court Judges Abstrak: Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung termasuk dalam hal ini pengawasan internal atas tingkah laku hakim. Pengawasan terhadap hakim juga diatur dalam Keputusan Ketua MARI Nomor : KMA/080/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pengawasan Peradilan. Namun kenyataan dalam pelaksanaan pengawasan terhadap hakim pengadilan negeri oleh hakim tinggi pengawas yang ditunjuk di wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kata kunci: Pengawasan dan Hakim Pengadilan Negeri PENDAHULUAN Di Indonesia Kekuasaan Kehakiman sejak awal kemerdekaan juga diniatkan sebagai cabang kekuasaan yang terpisah dari lembagalembaga politik seperti MPR/DPR dan Presiden. Dalam penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 sebelum perubahan, ditentukan Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Oleh karena itu, kemudian jaminan terhadap kedudukan lebaga kehakiman dalam undang-undang tentang kekuasaan kehakiman. Keberadaan hakim dalam sistem peradilan saat ini diatur dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kehakiman). Pasal 1 angka 5 jo Pasal 10 ayat (1) UU Kehakiman menyebutkan bahwa : Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Hasil penelitian diketahui di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh juga dilakukan pengawasan oleh hakim pengawas terhadap pelaksanaan tugas hakim di pengadilan negeri Volume 3, No. 1, Februari
2 belum sepenuhnya berjalan sebagaimana mestinya. Hasil penelitian sementara diketahui bahwa dalam periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 hanya 10 orang hakim dilaporkan ke Mahkamah Agung karena menyalahi ketentuan yang berlaku. Terhadap hakim dimaksud telah dikenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya padahal dalam praktik dan laporan masyarakat ditemukan berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan hakim baik berupa pelanggaran kode etik maupun dalam penyelenggaraan peradilan. Jumlah hakim dimaksud relative lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain Indonesia. Namun demikian dapat saja rendahnya jumlah hakim yang nakal dan melanggar ketentuan yang berlaku ini disebabkan karena kurangnya pengawasan yang dilakukan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris dan guna memperoleh data sekunder dilakukan penelitian kepustakaan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, teori-teori yang berkaitan dengan pengawasan terhadap pembebasan bersyarat. Sedangkan untuk memperoleh data primer dilakukan penelitian lapangan dengan mewawancarai para responden dan informan yang terkait. KAJIAN KEPUSTAKAAN Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim (2002, 141) mengutip pendapat Montesquieu, dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, dimana ketiga jenis kekuasaan itu mesti terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas (functie) maupun mengenai alat perlengkapan (orgaan) yang melakukannya. Menurut ajaran Montesquieu ini tidak dibenarkan adanya campur tangan atau pengaruh-mempengaruhi antara kekuasaan yang satu dengan yang lainnya yang kemudian dikenal dengan pemisahan kekuasaan. Perkembangan konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian negara hukum itu terus berkembang mengikuti sejarah perkembangan umat manusia. Karena itu dalam rangka memahami secara tepat dan benar konsep negara hukum, perlu terlebih dahulu diketahui gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan hukum, yang mendorong lahir dan berkembangnya konsepsi negara hukum (S.F. Marbun, 1997 : 9). Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum dan kenegaraan gagasan mengenai Negara Hukum sudah berkembang semenjak 1800 Sebelum Masehi. (J.J. von Schmid, 1988, hlm. 7). Akar terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran Negara Hukum adalah pada masa Yunani kuno. Sedangkan menurut Jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum (Jimly Asshiddiqie, 1994 : 11). Sebagai sebuah sistem, hukum di suatu Negara terdiri dari elemen yaitu 39 - Volume 3, No. 1, Februari 2015
3 Kelembagaan (institutional), Kaedah aturan (instrumental) dan perilaku para subyek hukum yang menyandang hak dan kewajiban yang ditentukan oleh norma aturan itu (elemen subyektif dan kultural) (Asshiddiqie Jimly, 2005: 21). Kemudian ketiga elemen sistem hukum tersebut juga mencakup berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan negara. Adapun kegiatan dimaksud menurut Asshiddiqie Jimly (2005: 21). adalah mencakup : a. kegiatan pembuatan hukum (law making) b. kegiatan pelaksanaan hukum atau penerapan hukum (law administrating) c. kegiatan peradilan atas pelanggaran hukum (law adjudicating) atau dalam arti sempit disebut penegakan hukum (law enforcement) d. pemasyarakatan dan pendidikan hukum (law socialization and law education) e. pengelolaan informasi hukum (law information management). Kelima kegiatan dalam sistem hukum terbagi dalam tiga wilayah fungsi kekuasaan negara, (Faiz Mohammad Pan, 2007) yaitu : 1. fungsi legislasi dan regulasi 2. fungsi eksekutif dan administratif 3. fungsi yudikatif atau judisial. Apabila dilihat dari penyelenggaraan lembaga peradilan yang merupakan pelaksanaan kekuasaan dibidang kehakiman dalam sebuah negara hukum, maka negara hukum dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi manusia dan prinsip due process of law (Hamdan Zoelfa, 2013). Pada akhir tahun 2009, tepatnya tanggal 29 September 2009, DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang di Bidang Kekuasaan Kehakiman. Yaitu Undang-Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang Undang Kekuasaan Kehakiman tersebut perlu dikaji dan dipahami secara kritis oleh masyarakat terkait dengan bagaimana masa depan kekuasaan kehakiman yang merdeka pada tahun 2010 dan di masa depan. Ini di karenakan masyarakat mendambakan agar pelaku kekuasaan kehakiman itu merdeka dan independen sehingga keadilan dan kebenaran bisa ditegakkan dengan konsisten dan setiap warga negara harus diperlakukan secara sama di depan hukum. Menurut Moch. Koesnoe dengan melihat konstruksi kekuasaan seperti yang terdapat dalam UUD 1945 ini menarik kesimpulan bahwa tatanan kekuasaan dalam negara RI adalah sebagai berikut : 1. Kekuasaan Primer yang dinamakan kedaulatan. 2. Kekuasaan Subsidair. 3. Kekuasaan melakukan kedaulatan itu oleh Hukum Dasar atau UUD 1945 (Koesnoe Moch, 1997: 9). Kemudian apabila ditelaah dari teori kewenangan dan pengawasan dapat dijelaskan bahwa apabila dikaitkan dengan kewenangan, maka fungsi dan tugas hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia. Herry Chambel Black yang dikutip Faisal A. Rani, mengatakan bahwa kata fungsi berasal dari bahasa Latin functus, asal dari Volume 3, No. 1, Februari
4 kata kerja fungor, yang artinya cara untuk melakukan (to perform), melaksanakan (execute), menjalankan (administer) (Faisal A. Rani, 2009 : 13-14). Padmo Wahjono, yang juga dikutip Faisal A. Rani (2009 : 14).mengatakan bahwa fungsi adalah sesuatu pekerjaan yang tetap dalam organisasi, yang diselenggarakan atau diemban oleh seseorang (pelaku). Fungsi adalah tetap sifatnya sedang pelakunya dapat bergantiganti. Sedangkan Bintan R. Saragih (1991:58), dalam disertasinya mengartikan fungsi adalah tugas dan wewenang. Dalam penelitian ini, yang dimaksud tugas hakim pada pengadilan negeri adalah menyangkut tugas dalam hal adminitrasi pengadilan dan juga tanggung jawab untuk mematuhi kode etik profesi hakim. Apabila dilihat dari kedudukan hakim dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, maka kata kedudukan antara lain diartikan ialah letak(nya), tempat(nya); tinggi rendah pangkat dalam jabatan; tingkatan; martabat; keadaan yang sebenarnya tentang sesuatu perkara dan sebagainya; status (keadaan atau tingkatan orang, badan Negara). Status adalah kedudukan yang mengikatkan akibat hukum tertentu. Kata kedudukan juga mempunyai arti adalah level, peringkat, kedudukan sesuatu, khususnya dalam tatanan hirarkhis (W.J.S. Poerwadarminta, 1966: ). Berdasarkan uraian di atas, konsep atau batasan pengartian tentang kata kedudukan dalam penelitian ini sebagai bentuk kedudukan hakim sebagai perpanjangan tangan dari kekuasaan Mahkamah Agung dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Hal ini sesuai dengan pendapat Faisal A. Rani (2009 : 15) bahwa kedudukan Mahkamah Agung dapat dikemukakan: (1) Kedudukan dalam pengertian letak atau tempat Mahkamah Agung dalam susunan kekuasaan Negara. (2) Kedudukan dalam arti hubungan Mahkamah Agung, baik hubungan dengan Lembaga Tertinggi Negara maupun hubungan dengan Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een ambten complex) di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subyek-kewajiban (Rusadi Kantaprawira, 1998: 39). Menurut Phillipus M. Hadjon, (tt 203) jika dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah bevoegheid. Ateng Syafrudin (2000:22) berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Dengan demikin, terdapat perbedaan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang (competence, bevoegheid). Apabila dikaitkan dengan teori pengawasan, maka pelaksanaan tugas hakim pengadilan negeri juga menjadi objek dari pengawasan oleh hakim pengawasan dari pengadilan tinggi yang melaksanakan kewenangan Mahkamah Agung dalam pengawasan. Sujamto (1986 : 2) mengatakan bahwa : Pengawasan dimaksud merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam pencapaian 41 - Volume 3, No. 1, Februari 2015
5 tujuan manajemen itu sendiri. Pengawasan berasal dari kata awas yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang di awasi. HASIL PENELITIAN Sistem Pengawasan Internal Terhadap Hakim Pengadilan Negeri dalam Mewujudkan Independensi Hakim. Berkaitan dengan tugas pengawasan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim, maka hakim dituntut untuk menjunjung tinggi kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman. Pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya, sesuai dengan rencana dan aturan yang berlaku. Dalam praktik pengawasan terhadap pelaksanaan tugas hakim di pengadilan negeri secara internal dilakukan oleh Mahkamah Agung yang dilaksanakan dengan melakukan penunjukan hakim tinggi pengawasa daerah. Hal yang sama juga dilakukan di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh, di mana pengawasan seara internal oleh hakim pengawas terhadap pelaksanaan tugas hakim di pengadilan negeri. Pelaksanaan pengawasan terhadap tugas hakim dan adminitrasi pengadilan di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi/Tipikor Aceh di Banda Aceh sebagai salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung RI, mengacu kepada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan Pedoman Pengawasan Peradilan yang diatur dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/080/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Lembaga Peradilan. Selain itu untuk pengawasan internal juga telah dibentuk Tim Pengawasan Disiplin Hakim dan Pegawai Negeri yang bentuk sebagai dasar dari Ketentuan pasal 7 Keputusan Sekretaris MARI Nomor : 035/SK/IX/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Ketua MARI Nomor : 071/KMA.SK/V/2008 Tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan. Bentuk pengawasan yang dilaksanakan meliputi pengawasan internal, pengawasan melekat, pengawasan rutin/reguler, pengawasan keuangan dan penanganan pengaduan. Pengawasan dilaksanakan dengan maksud: a. Memperoleh informasi apakah penyelenggaraan tehnis peradilan, pengelolaan administrasi peradilan, dan pelaksanaan tugas umum peradilan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Memperoleh umpan balik bagi kebijaksanaan, perencanaan dan pelaksanaan tugas-tugas peradilan. c. Mencegah terjadinya penyimpangan, maladministrasi, dan ketidakefisienan penyelenggaraan peradilan. d. Menilai kinerja. Volume 3, No. 1, Februari
6 Hambatan yang dihadapi dalam Pengawasan Internal Terhadap Hakim Pengadilan Negeri di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh hakim tinggi yang ditunjuk dengan berkoordinasi dengan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi/Tipikor Aceh di Banda Aceh selaku koordinator pengawasan, meliputi: a. Menjaga agar pelaksanaan tugas pengadilan negeri sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Mengendalikan agar administrasi peradilan dikelola secara tertib sebagaimana mestinya, dan aparat peradilan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. c. Menjamin terwujudnya pelayanan publik yang baik bagi para pencari keadilan yang meliputi: kualitas putusan, waktu penyelesaian perkara yang cepat, dan biaya berperkara yang murah. Kemudian berdasarkan keterangan yang diperoleh dari salah hakim tinggi yang ditunjuk selaku hakim pengawas diketahui bahwa bentuk pengawasan terdiri atas : a. Pengawasan langsung, yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan; b. Pengawasan tidak langsung, yaitu dilakukan dengan melakukan pengujian atau penilaian atas laporan atau isi dokumen. Hasil penelitian diketahui bahwa dalam periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 hanya 10 orang hakim dilaporkan ke Mahkamah Agung karena menyalahi ketentuan yang berlaku. Terhadap hakim dimaksud telah dikenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya padahal dalam praktik dan laporan masyarakat ditemukan berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan hakim baik berupa pelanggaran kode etik maupun dalam penyelenggaraan peradilan. Jumlah hakim dimaksud relatif lebih rendah dibandingkan dengan wilayah lain Indonesia. Namun demikian dapat saja rendahnya jumlah hakim yang nakal dan melanggar ketentuan yang berlaku ini disebabkan karena kurangnya pengawasan yang dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan internal terhadap hakim pengadilan negeri di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh masih mengalami berbagai hambatan. Adapun hambatan yang dihadapi dalam pengawasan internal terhadap hakim pengadilan negeri antara lain kurang keterbukaan dan transparansi, adanya kesan menutupi guna menjaga nama baik, kurang lengkapnya metode pengawasan dan tidak dijalankannya metode pengawasan yang ada secara efektif dan kelemahan sumber daya manusia, karena penentuan seseorang menjadi pengawas tidak jelas dan tidak melibatkan partisipasi publik dan rumitnya birokrasi yang harus dilalui untuk melaporkan/ mengadukan perilaku hakim yang menyimpang untuk menutupi kelemahan pengawasan oleh Mahkamah Agung Volume 3, No. 1, Februari 2015
7 Konsekwensi Terhadap Hakim Pengadilan Tinggi yang Tidak Melaksanakan Pengawasan Apabila dilihat dari profesi hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman terdapat tiga unsur pokok yang terkait langsung dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya, yaitu tugas yang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk kemudian diperinci lebih lanjut tentang cara melaksanakannya, aparat sebagai pelaksana tugas tersebut yang terdiri atas komponen pelaksana, pendukung, dan penunjang serta lembaga, yaitu wadah (struktur dan organisasi) beserta sarana dan prasarana tempat para aparat melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini termasuk pula dalam hal ini hakim tinggi yang ditunjuk sebagai pelaksana pengawasan di daerah, di mana ia melaksanakan tugas sebagai kewajibannya sebagai aparat dari lembaga pemegang kekuasaan kehakiman. Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi hakim tingi pengawas yang menjadi objek penelitian ini, maka bagi hakim pengawas selain harus melaksanakan tugas dan fungsi sebagai hakim dan etika profesi hakim juga bertanggung jawab atas jalannya pengawasan terhadap rekan seprofesi. Besarnya tanggung jawab tersebut karena dalam proses pelaksanaan pengawasan tidak mengurangi kebebasan hakim dalam kecuali ditemukan adanya indikasi perbuatan tercela. Kondisi ini terkadang menimbulkan rasa sungkan antar sesama rekan seprofesi sehingga hakim tinggi tidak sepenuhnya melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena tidak terlaksana kewajibannya dalam pengawasan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berpotensi dikenakan sanksi. Terhadap hakim tinggi pelaksana pengawasan yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tinggi akibat tidak terlaksananya kewajiban pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya dapat saja dicap tidak berhasil melakukan proses pengawasan dan pembinaan bagi hakim rekan seprofesi karena tidak dapat menjalin kerja sama dan koordinasi dengan instansi terkait lainnya dalam penyelenggaran pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya. Bagi hakim tinggi pengawas apabila tidak melaksanakan kewajibannya atau melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya termasuk dalam proses pengawasan pembebasan bersyarat. Sanksi yang dapat diterapkan sampai pada tingkat pemberhentian dari tugas fungsional secara tidak hormat. Namun demikian, sampai saat ini terhadap hakim tinggi pengawas yang melalaikan tugas pengawasan di lingkungan Pengadilan Tnggi/Tipikor Aceh di Banda Aceh sanksi yang pernah dikenakan berupa sanksi teguran dan pernyataan tidak professional dalam menjalankan tugas yang berpengaruh pada kredit poin kenaikan pangkat hakim dan sanksi tertinggi yang pernah diterapkan adalah hakim tinggi yang bersangkutan dikenakan sanksi pernyataan sebagai hakim non palu (nonjob), sehingga walaupun berstatus hakim yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai hakim selama masa hukuman. Volume 3, No. 1, Februari
8 Hal ini seperti yang pernah diterapkan terhadap 2 orang hakim tinggi pengawas pada tahun 2012 dan 5 orang hakim tinggi pengawas pada tahun Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa konsekwensi terhadap hakim pengadilan tinggi yang tidak melaksanakan pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai hakim dan hakim tinggi pengawas adalah yang bersangkutan dapat dikenakan penjatuhan sanksi berupa teguran tertulis berupa pernyataan tidak professional dalam menjalankan tugas, pemberhentian sementara (hakim tanpa palu) dan pemberhentian dari kedinasan apabila terhadap yang bersangkutan tidak lagi dapat dilakukan pembinaan. KESIMPULAN Sistem pengawasan internal terhadap hakim pengadilan negeri dilaksanakan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan Keputusan Ketua MARI Nomor : KMA/080/SK/VIII/2006. Selain itu, di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh pelaksanaan pengawasan dilakukan melalui penunjukan hakim pengawasan melalui SK Ketua PT Aceh Nomor 60/SK/KPT-BNA/IV/2014 Tentang Penunjukan Hakim Tinggi Pengawas Daerah. Hambatan dalam pengawasan internal terhadap hakim pengadilan negeri di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Aceh antara lain kurangnya keterbukaan dan transparansi dalam penanganan perkara, adanya kesan menutupi guna menjaga nama baik korps, kurang lengkapnya metode pengawasan dan tidak dijalankannya metode pengawasan yang ada secara efektif, kelemahan sumber daya manusia, karena penentuan seseorang menjadi pengawas tidak jelas, tidak melibatkan partisipasi publik serta rumitnya birokrasi yang harus dilalui untuk melaporkan/mengadukan perilaku hakim yang menyimpang untuk menutupi kelemahan pengawasan oleh Mahkamah Agung. Konsekwensi terhadap hakim pengadilan tinggi yang tidak melaksanakan pengawasan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai hakim dan hakim tinggi pengawas adalah yang bersangkutan dapat dikenakan penjatuhan sanksi berupa teguran tertulis berupa pernyataan tidak professional dalam menjalankan tugas, pemberhentian sementara (hakim tanpa palu) dan pemberhentian dari kedinasan apabila terhadap yang bersangkutan tidak lagi dapat dilakukan pembinaan. SARAN Disarankan kepada hakim tinggi pengawas agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar dapat menerapkan berbagai ketentuan hukum sesuai dengan tempatnya. Disarankan kepada hakim dengan kedudukannya sebagai kunci dalam upaya penegakan hukum agar dalam pelaksanaannya berpedoman pada ketentuan hukum. Disarankan agar Mahkamah Agung dan Komisis Yudisial agar dapat mengupayakan adanya koordinasi dalam penegakan hukum terhadap pelaku penyelenggaraan kekuasaan kehakiman Volume 3, No. 1, Februari 2015
9 DAFTAR PUSTAKA Ahsin Thohari, A., Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, Elsam, Asshiddiqie Jimly, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Bruggink, J.J.H., Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Edisi Indonesia : Refleksi tentang Hukum, diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, Faisal A. Rani, Fungsi dan Kedudukan Makamah Agung Sebagai Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman yang Ssesuai dengan Paham Negara Hukum, Syiah Kuala University Press, Banda Aceh, Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, Marbun, S.F., Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 9 Vol Nazir, Mohd, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1983 Prayudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, Sobirin Malian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, Sujamto, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Von Schmid, J.J., Pemikiran Tentang Negara dan Hukum, Pembangunan, Jakarta, Wuisman, J.J. M., Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD 1945, Disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM, Denpasar, Hamdan Zoelfa, Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Negara Setelah Perubahan UUD 1945, Artikel, Diakses 26 November Faiz Mohammad Pan, Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, (New Delhi India : 19 Maret 2007), website Bintan Regen Saragih, Peranan DPR-GR Periode Dalam Menegakkan Kehidupan Ketatanegaraan yang Konstitusional Berdasarkan UUD 1945, Disertasi, Unpad, Bandung, Rusadi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, tanpa tahun.. Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, Sonny Pungus, Teori Kewenangan, Diakses Maret 2013 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Volume 3, No. 1, Februari
REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.
1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: hukum Republik Indonesia. Kata Merdeka disini berarti terbebas dari
88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Di dalam setiap pengambilan putusan yang dihasilkan, Mahkamah Konstitusi mendasarkan pada Undang-Undang No. 48
Lebih terperinciMengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam
TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciKomisi Yudisial. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008
Komisi Yudisial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 25 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Komisi Yudisial dan Konteks Pemantauan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta, Kanisius.
96 DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta, Kanisius. Abu Daud Busroh dan H. Abubakar Busro, 1983, Asas-Asa Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan
1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciRANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KEPALA BADAN KEAHLIAN DPR RI ------------------------------------------------------------ (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945
PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Oleh: Verdinandus Kiki Afandi, Nengah Suantra, Made Nurmawati (Bagian
Lebih terperinciPENDEPORTASIAN ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN
ISSN 2302-0180 7 Pages pp. 62-68 PENDEPORTASIAN ORANG ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN Gindo Ginting 1, Faisal A Rani 2, Dahlan Ali 3 1) Magister Ilmu Hukum Program Banda Aceh e-mail : gindo_g@yahoo.co.id
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciPENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2
PENGISIAN DAN MASA JABATAN HAKIM KONSTITUSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Pendahuluan Kemampuan MK menjalankan peran sebagai pengawal konstitusi dan pelindungan hak konstitusional warga negara melalui
Lebih terperinciOleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)
PERKEMBANGAN PENGATURAN KOMISI YUDISIAL DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
Kewenangan Mahkamah Syar iyah di Aceh sebagai Pengadilan Khusus Kanun Jurnal Ilmu Hukum Yusrizal, Sulaiman, Mukhlis No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 65-76. KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945
KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY
SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan
Lebih terperinciDaftar Pustaka. Abbas, Bakri. Empat Pemikiran Politik Barat, Penerapan di dunia modern, Yayasan Kampus Tercinta-IISIP, Jakarta, 2003.
Buku Daftar Pustaka Abbas, Bakri. Empat Pemikiran Politik Barat, Penerapan di dunia modern, Yayasan Kampus Tercinta-IISIP, Jakarta, 2003. Ahsin Thohari, A. Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan, Elsam,
Lebih terperinciKEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA NEGARA FANDI SAPUTRA / D
KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA NEGARA FANDI SAPUTRA / D 101 08 582 ABSTRAK Komisi Yudicial lahir pada era reformasi saat amandemen ke III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciTINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA
TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciTinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1
Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Hamdan Zoelva 2 Pendahuluan Negara adalah organisasi, yaitu suatu perikatan fungsifungsi, yang secara singkat oleh Logeman, disebutkan
Lebih terperinciKOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.
KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto
KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto I. Pendahuluan Pada tahun 1999 2002 dilakukan amandemen terhadap UUD Tahun 1945 yang merupakan bagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
SURAT KEPUTUSAN Nomor : W13-A/0200/HM.00/ SK/I/2009 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA KETUA PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya.saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris
Lebih terperinciKODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA
KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 01 November 2014; disetujui: 01 Desember 2014 Terselenggaranya tata pemerintahan
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Penetapan Panitia Penguji Disertasi... iii Ucapan Terima Kasih... v Ringkasan... x Summary... xiii Abstrak... xvi Abstract... xvii
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara Bantu dalam Struktur Ketatanegaran Republik Indonesia Corruption Eradication Commission Institutional
Lebih terperinciTANTANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DALAM PUTUSAN SENGKETA PILKADA
TANTANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DALAM PUTUSAN SENGKETA PILKADA Oleh MUHAMMAD SIDDIQ ARMIA, MH., PhD Email: msiddiq@ar-raniry.ac.id Disampaikan dalam diskusi publik Klinik Etik dan Hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.3, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA NEGARA. MAHKAMAH AGUNG. Badan Peradilan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Jimly Asshidiqi, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Atas dasar Undang-undang dasar 1945, Indonesia mempunyai sistem kekuasaan yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif bahkan menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanannya Kode Etik profesi Advokat dirasa masih berfungsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perjalanannya Kode Etik profesi Advokat dirasa masih berfungsi kurang optimal dalam menjaga dan menegakkan martabat profesi Advokat di Indonesia, oleh
Lebih terperinciperilaku dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman (peradilan). Kata kunci: Eksistensi, kode etik
EKSISTENSI KOMISI YUDISIAL TERHADAP PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI HAKIM 1 Oleh: Dewi Margareth Kalalo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kode etik dan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 39/PUU-XIII/2015 Pengawasan Tingkah Laku Hakim oleh Mahkamah Agung
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 39/PUUXIII/2015 Pengawasan Tingkah Laku Hakim oleh Mahkamah Agung I. PEMOHON Ina Mutmainah Kuasa Hukum Yandi Suhendra, S.H.; Dian F. Maskuri, S.H., M.H.; Samuel Silaban,
Lebih terperinciBAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)
BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciPENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI BANTUL NOMOR 6 TAHUN 2017 T E N T A N G PEDOMAN PENGAWASAN INTERNAL
PENGADILAN NEGERI BANTUL KELAS I B KEPUTUSAN NOMOR 6 TAHUN 2017 T E N T A N G PEDOMAN PENGAWASAN INTERNAL Menimbang a. Bahwa pengawasan merupakan salah satu fungsi pokok manajemen sebagai pengendali agar
Lebih terperinciLEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :
209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM
ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM Disampaikan oleh : Dr. Sri Muryanto, SH.,MH. Pada hari : Sabtu, tanggal 23 Mei 2015 Tempat : Ruang Sidang FH UII Lt. III, Jl. Taman Siswa No. 158, Yogyakarta.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL I. UMUM Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM
Sub Tema : ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PERILAKU HAKIM Disampaikan oleh : Dr. Sri Muryanto, SH.,MH. 1 Pada hari : Sabtu, tanggal 23 Mei 2015 Tempat : Ruang Sidang FH UII Lt. III, Jl. Taman Siswa No. 158,
Lebih terperinciPELANGGARAN ETIK DAN HAK PRIBADI DALAM KASUS KODE ETIK DI MAHKAMAH KONSTITUSI
PELANGGARAN ETIK DAN HAK PRIBADI DALAM KASUS KODE ETIK DI MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Rahma Fitri * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018 Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu pelaku
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah
Lebih terperinciDR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015
DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN
Lebih terperinciLEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia
LEMBAGA LEMBAGA NEGARA Republik Indonesia 1. Sumbernya a. Berdasarkan UUD (Constitutionally entrusted powers) b. Berdasarkan UU (Legislatively entrusted powers) 2. fungsinya a. lembaga yang utama atau
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciKOMISI YUDISIAL DAN INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN
KOMISI YUDISIAL DAN INDEPENDENSI KEKUASAAN KEHAKIMAN Oleh: A. AHSIN THOHARI Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Pasal 24B Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PERADILAN ETIK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
SEMNAS MKD DPR-IKAHI/BRW/21032018 1 KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI PERADILAN ETIK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh Basuki Rekso Wibowo Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga SEMNAS
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. martabat, serta etika dan perilaku hakim. perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkret dan konsisten
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jabatan publik dalam wilayah kehakiman di Indonesia telah diikat oleh kode etik untuk menjaga kehormatan profesi hakim.salah satu hal penting yang disorot
Lebih terperinciPELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR. Tengku Erwinsyahbana
PELANGGARAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR Tengku Erwinsyahbana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera E-mail: tengkuerwins@umsu.ac.id
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP.05.02 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
Lebih terperinci