Sambutan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sambutan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat"

Transkripsi

1

2 Sambutan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Acara Sosialisasi Pajak dan Penyiapan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015 untuk Bidang Usaha Jasa Konsultan Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat Pagi, salam sejahtera bagi kita semua, Yang terhormat, Ketua Dewan Pengurus Inkindo Provinsi DKI Jakarta, Bapak Peter Frans; Yang Kami hormati, Wakil Ketua Bidang Kepranataan Inkindo Provinsi DKI Jakarta, Bapak Ronald Sihombing; Para Ketua Dewan Pengurus Provinsi Inkindo; Para Pejabat Eselon III di Lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; Seluruh Anggota Ikatan Nasional Konsultan Indonesia; Serta Undangan Lainnya. Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga kita semua dapat berkumpul pada pagi ini dalam Acara Sosialisasi Pajak dan Penyiapan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015 untuk Bidang Usaha Jasa Konsultan. Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran Bapak dan Ibu sekalian

3 Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati, Seperti kita ketahui, bahwa pada tahun 2016 ini Pemerintah menargetkan untuk DJP untuk menghimpun penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.360, 1 triliun atau sekitar 75% dari keseluruhan penerimaan negara yang tercantum dalam Angggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Memang target tersebut merupakan suatu angka yang cukup besar untuk diraih. Namun kami meyakini bahwa Direktorat Jenderal Pajak tidak berjalan sendirian karena kami didukung masyarakat yang sadar dan peduli dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, antara lain para anggota Inkindo. Oleh karena itu, kami sampaikan apresiasi kami atas inisiatif Dewan Pengurus Inkindo Provinsi DKI Jakarta dalam mengajak rekan dalam lingkup bidang usaha Jasa Konsultan untuk bersedia memenuhi kewajiban perpajakannya, khususnya SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati, Terkait dengan upaya pencapaian target penerimaan pajak, DJP telah melakukan beberapa upaya dari mulai penyuluhan, pelayanan, pengawasan sampai dengan penegakan hukum di bidang perpajakan. DJP menyadari sepenuhnya bahwa upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dan kerjasama dengan pihak lain. Salah satu bentuk dukungan yang diperlukan DJP adalah dukungan dari para pemangku kepentingan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan tertib dan benar. Dan sebagai salah satu upaya mewujudkan pelaksanaan kewajiban pajak yang tertib dan benar tersebut, hari ini kita laksanakan acara sosialisasi Pajak dan Penyiapan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015 untuk Bidang Usaha Jasa Konsultan yang dilakukan bersama dengan Inkindo. Kerjasama ini bukanlah yang - 2 -

4 pertama kali dilakukan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Inkindo dan juga kami yakini, bukan kerjasama yang terakhir. Seperti kita ketahui, pada 11 Desember 2015 lalu kita juga telah mengadakan sosialisasi serupa. Sebagaimana kita ketahui bersama, jasa konsultan merupakan pemberian jasa untuk berbagai macam kegiatan, atau tidak terpaku pada pemberian konsultasi pada satu bidang tertentu saja. Usaha di bidang jasa biasanya akan terkait dengan pemotongan PPh Pasal 23. Namun untuk bidang konstruksi, pemerintah memberikan peraturan khusus untuk mempermudah wajib pajak. Pemerintah saat ini juga sedang menggiatkan pembangunan di bidang infrastruktur. Hal ini tentu mendorong peningkatan jumlah pekerjaan di bidang konstruksi yang tidak lepas dari Jasa Konsultan. Dalam bidang konstruksi, Jasa konsultan berperan sebagai perencana dan/atau pengawas. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi diatur bahwa penghasilan dari kegiatan usaha di Bidang Jasa Konstruksi, meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, sebagai penghasilan yang dikenakan PPh Final. Hal tersebut dilakukan untuk menyederhanakan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Sehingga diharapkan dapat memberi kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak. Selain untuk jasa di bidang konstruksi, pemerintah juga mempermudah wajib pajak yang masih tergolong UMKM, yaitu wajib pajak yang peredaran bruto atau omzet per tahunnya di bawah 4,8 miliar dengan memberikan tarif pajak yang bersifat final 1%. Aturan ini dimaksudkan untuk membantu pengusaha yang masih tergolong UMKM untuk dapat berkembang dengan baik, termasuk di dalamnya usaha Jasa Konsultan - 3 -

5 Kecil. Penjelasan lebih lanjut terkait pemenuhan kewajiban perpajakan untuk bidang usaha jasa konsultan akan disajikan oleh para narasumber dari Direktorat terkait. Bapak dan Ibu yang Kami hormati, Pada kesempatan yang baik ini pula, perlu kami sampaikan bahwa saat ini Direktorat Jenderal Pajak telah meluncurkan sarana pembayaran pajak secara daring (online) melalui ATM, Internet Banking, atau mesin EDC(Electronic data capture) yang disebut Mini ATM dengan bekerja sama dengan Bank-bank pembayaran melalui Sistem Pembayaran Pajak secara Elektronik (Billing System) dalam Sistem Modul Penerimaan Negara (MPN G2). Melalui sistem ini, wajib pajak dapat membuat surat setoran elektronik elektronik sendiri dengan menerbitkan Kode Billing melalui saluran internet maupun menggunakan menu panggilan pada ponsel masing-masing. Selain fasilitas pembayaran, Direktorat Jenderal Pajak juga menyajikan layanan perpajakan yang terintegrasi dengan nama DJP Online. Dengan mengakses laman djp-online.pajak.go.id, wajib pajak dapat melakukan pembuatan kode billing untuk pembayaran pajak, hingga melakukan pelaporan pajak. Kini e-spt yang telah wajib pajak buat di computer masing-masing dapat dilaporkan secara online melalui laman DJP Online tanpa perlu lagi dating ke loket TPT di KPP. Bapak dan Ibu yang Kami hormati, Besar harapan kami bahwa para pemangku kepentingan (para anggota Inkindo) dapat menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut di atas dengan baik sehingga tidak hanya memberikan kemudahan juga dapat memberikan kenyamanan dalam menjalankan kewajiban kita sebagai Warga Negara yang taat dan peduli pajak

6 Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati, Dengan diadakannya sosialisasi hari ini, kita akan menjadi semakin jelas mengenai perubahan-perubahan positif yang ada di dalam sistem perpajakan kita serta diharapkan keterbukaan baik dari DJP dan terlebih lagi dari Wajib Pajak juga akan semakin meningkat. Dengan demikian, upaya DJP dalam mengamankan dan mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak dapat tercapai. Dengan optimalnya penerimaan negara, tugas atau peran masing-masing pemangku kepentingan di sini ke depannya juga akan semakin dimudahkan dan memperoleh manfaat yang besar dalam hidup berbangsa dan bernegara. Bapak dan Ibu hadirin yang Kami hormati, Sebagai penutup, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kerjasama dari Inkindo Provinsi DKI Jakarta. Semoga kerjasama ini meningkatkan kontribusi positif kita bagi Bangsa Indonesia dalam setiap peran dan tugas yang kita jalankan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberi keberkahan setiap usaha dan langkah kita semua. Amin. Wabillaahittaufiq wal hidayah Wassalaamu alaikum Wr. Wb. Jakarta, Januari 2016 Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Mekar Satria Utama NIP

7 Sambutan Dewan Pengurus Provinsi INKINDO DKI Jakarta Pada Sosialisasi Perpajakan Usaha Jasa Konsultansi Rabu, 27 Januari 2016 Aula Ditjen Pajak, Jakarta Assalamualikum Warrahmatullah Wabarakatuh, Selamat Pagi, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua, Yang terhormat, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak - Bapak Mekar Satria Utama., SE, M.P.Acc Yang terhormat Para Nara Sumber dari Direktorat Peraturan Perpajakan I dan Direktorat Peraturan Perpajakan II. Yang terhormat, Dewan Pengurus Nasional INKINDO Yang terhormat Para Ketua DPP Inkindo Seluruh Indonesia yang hadir. Yang terhormat peserta perusahan Anggota Inkindo DKI Jakarta. Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan Karunianya, sehingga kita bisa hadir disini dalam keadaan sehat walafiat. Dalam suatu kuesioner yang disebarkan kepada Anggota Inkindo DKI Jakarta, tentang jenis kegiatan yang paling diinginkan oleh anggota, ternyata Sosialisasi Perpajakan Usaha Jasa Konsultansi menduduki peringkat teratas. Hal tersebut mencerminkan kesadaran untuk lebih memahami regulasi perpajakan dan sekaligus menunjukkan ketaatan yang tinggi dari Anggota Inkindo DKI Jakarta terkait dengan perpajakan. Mengingat hal tersebut maka DPP Inkindo DKI Jakarta secara rutin menyelenggarakn kegiatan Sosialisasi Perpajakan Usaha Jasa Konsultansi, bekerjasam dengan Direktorat Jenderal Pajak, seperti yang dilakukan pada hari ini. Sosialisasi perpajakan merupakan kegiatan yang paling banyak dihadiri oleh Anggota Inkindo DKI Jakarta, disamping sosialisasi tentang Sertifikasi Badan Usaha (SBU). Bahkan jumlah pesertanya melebih jumlah peserta pada acara resmi organisasi, seperti Musyawarah Provinsi dan Rapat Kerja Provinsi Inkindo DKI Jakarta.

8 Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Ditjen Pajak yang telah memfasiltasi tempat Sosialisasi dan menyediakan para Nara Sumber yang relevan dengan perpajakan usaha jasa konsultansi. Kegiatan Sosialisasi ini sebagai bentuk pelayanan kepada Anggota, sehingga peserta tidak dipungut biaya (gratis) Hadirin Sekalian yang berbahagia, Dalam suatu kesempatan beraudiensi dengan Bapak Mekar Satria Utama, ada wacana untuk membentuk Tax Center Inkindo, untuk mengoptimalkan pelayanan organisasi di bidang perpajakan jasa konsultansi. Kami menyambut baik gagasan ini, dan sesuai dengan arahan DPN Inkindo Tax Center akan dibentuk di tingkat DPP Inkindo DKI Jakarta, sebagai bentuk pelayanan kepada Anggota. Mengenai Tax Center ini masih dibahas dulu secara internal, bagaimana format yang pas sesuai kebutuhan Inkindo DKI Jakarta. Setelah itu akan ditindaklanjuti dengan MoU antara DPP Inkindo DKI Jakarta dan Ditjen Pajak sebagai payung kerjasama. DPP Inikindo DKI Jakarta dalam pelaksanaan Program Kerja akan terus meningkatkan pelayanan kepada Anggota, salah satunya dalam waktu dekat akan membangun sistem data base berbasis aplikasi Android, sehingga memudahkan anggota mengakses database keanggotaan Inkindo untuk kepentingan kerjasama dan lain-lain. Disamping itu Inkindo DKI juga akan terus mengoptimalkan fungsi milis, website dan facebook, untuk mendesiminasikan informasi-informasi penting bagi anggota. Akhir kata kami ucapkan terima dan penghargaan kepada Panitia Penyelenggara dan Setprov Inkindo DKI Jakarta yang telah bekerjakeras dalam persiapan dan pelaksanaan Acara Sosialisasi Perpajakan Usaha Jasa Konsultansi pada hari ini. Terima kasih. Wabilahi Taufik Walhidayah, Wassalamualaikum Warrahmatullah Wabarakatuh. Dewan Pengurus Provinsi INKINDO DKI Jakarta Ir. Peter Frans Ketua

9 SUSUNAN ACARA SOSIALISASI PERPAJAKAN USAHA JASA KONSULTASI RABU, 27 Januari 2016 No W a k t u A c a r a KETERANGAN Registrasi Pembukaan dan Pembacaan Doa Sambutan Direktur P2Humas Sambutan Ketua Inkindo DKI Jakarta selesai Penutupan Penyampaian Materi Sosialisasi oleh Narasumber dan Tanya Jawab Panitia MC dan M. Ali Ridwan Junaedi Bapak Mekar Satria Utama, S.E,. MP.Acc Bapak Ir. Peter Frans Tim Direktorat Peraturan Perpajakan I dan Tim Direktorat Peraturan Perpajakan II MC

10 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PAJAK PENGHASILAN Direktorat Peraturan Perpajakan II

11 Status Wajib Pajak Konsultan Wajib Pajak Wajib Pajak Badan Wajib Pajak Orang Pribadi Badan Usaha/Badan Hukum Konsultan Orang Pribadi Sebagai Konsultan (Pekerjaan Bebas)

12 Objek Pajak penghasilan dari pekerjaan dan pekerjaan bebas Objek Pajak Penghasilan tambahan kemampuan ekonomis diterima/ diperoleh dari Indonesia/ luar Indonesia untuk konsumsi/ menambah kekayaan penghasilan dari usaha dan kegiatan penghasilan dari modal penghasilan lain dikenakan dengan nama dan bentuk apapun PPh Umum PPh Final perlakukan tersendiri dalam pengenaan pajak

13 Bukan Objek Pajak Non Objek Pajak Pasal 4 ayat (3) UU PPh bantuan, sumbangan, termasuk zakat hibah kepada keluarga, badan keagamaan, pendidikan, badan sosial, usaha mikro/kecil waisan harta sebagai penggantian penyertaan modal natura sehubungan dengan pekerjaan/ jasa pembayaran dari perusahaan asuransi (kesehatan, kecelakaan, jiwa, beasiswa) dividendenganpersyaratan tertentu iuran yang diterima dana pensiun penghasilan dari penanaman modal dana pensiun bagian laba yang diterima anggota perseroan komanditer yang modalny tidak terbagi atas saham penghasilan perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha beasiswa sisa lebih badan nirlaba dalam bidang pendidikan dan litbang bantuan/ santunan yang dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

14 PPh ORANG PRIBADI Penghitungan Biasa Peredaran Bruto ( ) Biaya untuk 3M penghasilan Penghitungan dengan Norma Peredaran Bruto (x) Norma Penghitungan Penghasilan Neto Penghasilan Neto ( ) Kompensasi Kerugian ( ) PTKP Penghasilan Neto Penghasilan Neto setelah Kompensasi Kerugian ( ) PTKP Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak (x) Tarif Pajak (x) Tarif Pajak Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan

15 PPh ORANG PRIBADI Rp Rp Rp Rp Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, paling banyak tiga orang Lapisan Penghasilan Tarif Pajak sampai dengan Rp ,00 5 % di atas Rp50 Juta Rp250 Juta 15% di atas Rp250 Juta Rp500 Juta 25% di atas Rp500 Juta 30%

16 PPh BADAN Peredaran Bruto ( ) Biaya untuk 3M penghasilan tahun pajak 2009 sejak tahun pajak % 25% Penghasilan Neto ( ) Kompensasi Kerugian Penghasilan Kena Pajak (x) Tarif Pajak Pajak Penghasilan lebih rendah 5% PT dengan 40% saham disetor diperdagangkan di bursa efek di indonesia, dan memenuhi syarat lain pengurangan 50% dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp bagi WP badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp

17 Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp ,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Penghitungan pajak yang terutang: Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp ,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang: (50% x 25%) x Rp ,00 = Rp ,00 Contoh 2: Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp ,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp ,00 (tiga miliar rupiah). Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang: 1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: Rp ,00 : Rp ,00) x Rp ,00 = Rp ,00 2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp ,00-Rp ,00 = Rp ,00 Pajak Penghasilan yang terutang: (50% x 25%) x Rp ,00 =Rp ,00 25% x Rp ,00 =Rp ,00 (+) Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp ,00

18 Pemotongan/Pemungutan PPh PPh Pasal 4 ayat (2) untuk penghasilan tertentu, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah PPh Pasal 15 untukwajib Pajak tertentu yang menggunakannormapenghitungankhusus, ditetapkanoleh Menteri Keuangan PPh Pasal 21 untuk penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan PPh Pasal 22 oleh entitas tertentu; untuk pembayaran barang oleh bendahara pemerintah, dari WP tertentu yang melakukan impor atau kegiatan usaha bidang lain, dari WP yang membeli barang yang sangat mewah PPh Pasal 23 atas dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan, sewa, imbalan jasa, dibayarkan kepada WP dalam negeri/ BUT PPh Pasal 26 atas penghasilan yang dibayarkan kepada WP luar negeri

19 Pemotongan/Pemungutan PPh PPh yang dipotong/ dipungut Non Final mengurangi PPh yang dibayar pada akhir tahun pajak penghasilan/ biaya diperhitungkan kembali dalam menentukan PPh pada akhir tahun pajak Final tidak mengurangi PPh yang dibayar pada akhir tahun pajak penghasilan/ biaya tidak diperhitungkan dalam menentukan PPh pada akhir tahun pajak

20 MEKANISME PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PEMOTONG (Witholder) Pemberi Hasil MEMBAYAR YANG DIPOTONG (Subjek Pajak) Penerima Penghasilan OBJEK PEMOTONGAN Psl 4 (2), 15, 21, 22, 23, 26 BUKAN OBJEK Psl 4 (3) UU PPh KEWAJIBAN PERPAJAKAN * POTONG/PUNGUT * SETOR * LAPOR Bukti Potong SSP SPT MASA

21 ADMINISTRASI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN No Jenis Pajak Batas Waktu Penyetoran Batas Waktu Pelaporan SPT 1. PPh Pasal 21/26 Tgl 10 bulan berikutnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir 2. PPh Pasal 22 -Bendahara Pemerintah -Bea Cukai -Industri Tertentu -Pada hari yang sama dengan pembayaran -1 hr setelah pemungutan -Tgl 10 bulan berikutnya -14 hari stlh masa pajak berakhir -idem -20 hari stlh masa pajak berakhir 3. PPh Pasal 23/26 Tgl 10 bulan berikutnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir 4. PPh Pasal 4(2) PPh Pasal 4 ayat (2) setor sendiri Tgl 10 bulan berikutnya Tgl 15 bulan berikutnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

22 PEMOTONG (Witholder) WB Badan - DN WP OP tertentu yg ditunjuk oleh Dirjen Pajak BUT Penyelenggara kegiatan Perwakilan perusahaan LN BUKAN PEMOTONG Perwakilan NA Organisasi Internasional PPh Pasal 23 Membayar OBJEK Dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan Sewa penggunaan harta Jasa teknik Jasa manajemen Jasa konsultan Jasa lain YANG DIPOTONG (SUBJEK PAJAK) WP Dalam Negeri: Orang Pribadi Badan BUT BUKAN OBJEK Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank sewa guna usaha dengan hak opsi SHU Koperasi Dividen OP Dividen yg diterima PT, Koperasi, BUMN/D dengan syarat tertentu Bagian laba yg diterima anggota dari CV, Persekutuan, Fa dan sejenisnya

23 TARIF DAN DASAR PEMOTONGAN PPh PASAL 23 HADIAH DAN PENGHARGAAN, DEVIDEN, BUNGA DAN ROYALTI SEWA DAN JASA LAINNYA 15 % 2% DASAR PEMOTONGAN PENGHASILAN/JUMLAH BRUTO

24 PPh PASAL 4 ayat (2) - Konstruksi Subjek Pajak : Badan dan Orang Pribadi Objek Pajak : Penghasilan dari usaha jasa konstruksi Sifat pengenaan : final Dasar pengenaan : 1. Jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau 2. Jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, Mekanisme pemotongan : Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.

25 Istilah Penting dalam PPh Usaha Jasa Konstruksi: 1. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. 2. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain. 3. Pelaksunaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build). 4. Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. 5. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan

26 Usaha Jasa Konstruksi Layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi Tarif Bentuk jasa Kualifikasi Pengusaha PP Nomor 51 Tahun 2008 s.t.d.t.d PP Nomor 40 Tahun 2009 Sertifikasi 2 % Pelaksanaan Konstruksi Usaha Kecil bersertifikat 3 % Pelaksanaan Konstruksi Usaha Menengah atau Usaha Besar bersertifikat 4 % Pelaksanaan Konstruksi - Tidak bersertifikat 4 % Perencanaan/Pengawasan Konstruksi 6 % Perencanaan/Pengawasan Konstruksi - bersertifikat - Tidak bersertifikat Apabila penyedia jasa adalah BUT, maka laba setelah dikenakan PPh final dikenakan lagi PPh Pasal 26 (4) sesuai ketentuan yang berlaku 17

27

28 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2015 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI Subdit Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh & PPh OP Direktorat Peraturan Perpajakan II 1

29 Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran lain dengan nama/bentuk apapun 1. Pekerjaan; 2. Jasa; 3. Kegiatan yang dilakukan orang pribadi SPDN SPLN PPh Pasal 21 PPh Pasal 26 2

30 Pemotong PPh Pasal 21/26 pemberi kerja yang terdiri dari: a. orang pribadi dan badan; b. cabang, perwakilan atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan atau unit tersebut. bendahara atau pemegang kas pemerintah dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan badan-badan lain orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan penyerahan jasa Penyelenggara kegiatan 3

31 Pemberi kerja bukan pemotong PPh Pasal 21/26 Kantor perwakilan negara asing Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sematamata memperkerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas 4

32 Penerima penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21/26 pegawai; penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk ahli warisnya; bukan pegawai; anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai; mantan pegawai; peserta kegiatan: Peserta perlombaan Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja Peserta/anggota kepanitiaan Peserta pendidikan, pelatihan Peserta kegiatan lainnya 5

33 Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21/26 penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak teratur penghasilan penerima pensiun secara teratur uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun; penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas imbalan kepada bukan pegawai; imbalan kepada peserta kegiatan; imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama; imbalan kepada mantan pegawai; penarikan dana pensiun oleh pegawai. Termasuk: Natura/Kenikmatan dari: Wajib Pajak PPh Final Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus 6

34 Penghitungan besarnya penghasilan Uang rupiah Uang asing Natura/kenikmatan an sesuai dengan yang diterima/diperoleh Kurs Menteri Keuangan Harga Pasar 7

35 Penghasilan yang tidak dikenakan PPh Pasal 21/26 Pembayaran manfaat atau santunan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l UU PPh 8

36 PPh Pasal 21: Pegawai tetap dan Penerima Pensiun Berkala Setiap Masa Pajak, kecuali Masa Pajak terakhir Masa Pajak terakhir Perkiraan Penghasilan Neto yang akan diterima selama setahun, Penghasilan teratur sebulan dikali 12 Selisih antara PPh yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama setahun dengan PPh yang telah dipotong masamasa sebelumnya 9

37 Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan Disetahunkan Tidak Disetahunkan 1. WP OP DN meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia selamanya; 2. Orang asing mulai bekerja di Indonesia pada tahun berjalan untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan; 3. Karyawan pindah cabang 1. WP OP DN mulai bekerja pada tahun berjalan; 2. WP OP DN pindah kerja ke pemberi kerja yang lain 10

38 Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai tetap Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi Dibayar Pemberi Kerja Dikurangi dengan 1. Biaya jabatan, 5% dari pengh. Bruto maks. Rp per tahun atau Rp per bulan 2. Iuran pensiun, THT/JHT yang dibayar sendiri Penerima pensiun Uang Pensiun Berkala Dikurangi dengan Biaya Pensiun, 5% dari pengh. Bruto maks. Rp per tahun atau Rp perbulan Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan) Dikurangi PTKP Penghasilan Kena Pajak Dikenakan Tarif Pasal 17 11

39 PTKP: (PMK 122/PMK.010/2015) Rp ,- Untuk diri Wajib Pajak Tambahan utk WP Kawin Rp ,- Rp ,- Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yg menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang penerapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun kalender atau awal bulan dari bagian tahun kalender 12

40 PTKP Karyawati Kawin Kawin Suami tidak berpenghasilan Tidak Kawin Hanya untuk diri sendiri 1. Diri sendiri; 2. Status kawin; 3. Tanggungan maks Diri sendiri; 2. Tanggungan maks 3. menunjukkan ket. tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan bahwa suami tidak menerima/ memperoleh penghasilan 13

41 Tarif Sampai dengan Rp 50 juta Diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta 5% 15% Sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh Diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta 25% Di atas Rp 500 juta 30% 14

42 PPh Pasal 21: Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Satuan, Borongan Upah/Uang Saku Harian > Tidak Dipotong Dikurangi Dipotong 5% Upah kumulatif > Rp3jt s.d. Rp8,.2 jt sebulan Upah sehari dikurangi PTKP sehari Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah Upah Kumulatif satu bulan melebihi Rp Dikali 12 Dikurangi PTKP Setahun Penghasilan Kena Pajak Dikenakan Tarif Ps 17 PPh Ps 21 Setahun Dibagi 12 Tarif PPh 21 = 5% PPh Pasal 21 Sebulan 15

43 PPh Pasal 21: Bukan Pegawai berkesinambungan Berkesinambungan Ex Pasal 13 ayat (1) Tidak berkesinambungan (50 % x Ph Bruto) Dikurangi PTKP sebulan, Dihitung secara kumulatif (50 % x Ph Bruto) Dihitung secara kumulatif (50 % x Ph Bruto) Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik 16

44 PPh Pasal 21: Lainnya Dewan Komisaris/ Pengawas non Pegawai tetap Mantan Pegawai Peserta program Pensiun yang masih Berstatus pegawai honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur penarikan dana pensiun Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto 17

45 PPh Pasal 21: Peserta Kegiatan Tarif Pasal 17 UU PPh Penghasilan Bruto Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah 18

46 PEGAWAI TETAP TIDAK TETAP BULANAN HARIAN Ph NETO - PTKP Ph BRUTO - PTKP Ph BRUTO 300 RIBU Ph BRUTO(>3jt s.d. 8,2 jt) PTKP Harian Ph BRUTO(>8,2jt) PTKP PENSIUNAN BERKALA Ph NETO - PTKP BERKESINAMBUNGAN ((50% X Ph Bruto) - PTKP bulanan) Kumulatif BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN ex Psl 13 (1) (50% X Ph Bruto) Kumulatif TIDAK BERKESINAMBUNGAN 50 % x Ph Bruto KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI Ph Bruto Kumulatif PESERTA KEGIATAN Ph Bruto 19

47 Penerima penghasilan tidak ber-npwp PPh Pasal 21 sebesar 120% lebih tinggi daripada PPh Pasal 21 yang seharusnya (20% lebih tinggi) Setelah pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember Ber-NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Diperhitungkan oleh pemotong dengan PPh Pasal 21 bulanbulan selanjutnya Tidak berlaku untuk PPh Pasal 21 yang bersifat final 20

48 Ketentuan Khusus 1. Uang Pesangon 2. Uang Manfaat Pensiun 3. THT/JHT yang dibayarkan sekaligus Penghasilan bersumber dari APBN/D yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota, TNI/Polri, dan Pensiunannya PP 68 Tahun 2010 PP 80 Tahun

49 PPh Pasal 26 Tarif Pasal 26: 20 % Penghasilan Bruto Memperhatikan Ketentuan P3B 22

50 Saat terutang PPh Pasal 21/26 Penerima penghasilan Saat dilakukannya pembayaran atau saat terutangnya penghasilan Pemotong akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan 23

51 Kewajiban Pemotong Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender. PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir. Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 Untuk Setiap Masa Pajak Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima Penghasilan 24

52 Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Untuk pegawai tetap/penerima pensiun berkala: dibuat sekali setahun (Form 1721 A1/A2) diberikan paling lama 1 bulan setelah akhir tahun atau pegawai berhenti Untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala: Dibuat setiap kali ada pemotongan Jika dalam satu bulan > 1 kali pembayaran maka bukti potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan Bukti Potong PPh Pasal 21 Tidak wajib dilampirkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 25

53 Kewajiban Penerima Penghasilan Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib Membuat Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong Pajak Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun Wajib Membuat Surat Pernyataan Baru Dalam Hal Terjadi Perubahan Tanggungan Keluarga Paling Lambat Sebelum Mulai Tahun Kalender Berikutnya 26

54 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Budiyanta pada tahun 2013 bekerja di PT Aman Bahagia dengan gaji sebulan Rp ,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp ,00. Budiyanta menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Juli 2013 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp ,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut, Budiyanta menerima rapel sejumlah Rp ,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2013). Pada bulan Oktober 2013 menerima bonus tahunan sebesar Rp ,00. 27

55 A. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai Tetap - Gaji Bulanan Gaji sebulan Rp Pengurangan : Biaya Jabatan (5% xrp ) Rp Iuran Pensiun Rp Rp Penghasilan Neto sebulan Rp Penghasilan Neto setahun (12 x Rp ,00 ) Rp PTKP setahun : - untuk diri sendiri Rp tambahan WP kawin Rp Rp Penghasilan Kena Pajak setahun Rp PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp ,00 = Rp PPh Pasal 21 sebulan Rp ,00 : 12 = Rp

56 B. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Rapel Gaji sebulan Rp Pengurangan : Biaya Jabatan (5% xrp ) = Rp Iuran Pensiun = Rp Rp Penghasilan Neto sebulan Rp Penghasilan Neto setahun ( 12 x Rp ,00 ) Rp PTKP setahun : - untuk diri sendiri Rp tambahan WP kawin Rp Rp Penghasilan Kena Pajak setahun Rp PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp ,00 = Rp % x Rp ,00 = Rp Rp PPh Pasal 21 sebulan Rp ,00 : 12 Rp PPh Pasal 21 Januari s.d Juni 2013 seharusnya adalah : 6 x Rp ,00 Rp PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Januari s.d Juni x Rp ,00 (dari perhitungan contoh A) Rp PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp

57 C. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Bonus Gaji setahun (12 x Rp ,00) Rp Bonus Rp Penghasilan bruto setahun Rp Pengurangan : Biaya Jabatan (5% xrp ,00) = Rp ,00 *Biaya Jabatan dlm setahun maksimal Rp ,00 Rp Iuran Pensiun (12 x Rp ,00) Rp Rp Penghasilan Neto setahun Gaji + Bonus Rp PTKP setahun : - untuk diri sendiri Rp tambahan WP kawin Rp Rp Penghasilan Kena Pajak setahun Rp PPh Pasal 21 setahun atas Gaji + Bonus : 5% x Rp ,00 = Rp % x Rp ,00 = Rp PPh Pasal 21 atas Gaji (dari contoh B) Rp PPh Pasal 21 atas Bonus Rp

58 31

59 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2016 Pajak Penghasilan Pasal 23

60 OUTLINE Dasar Hukum Pemotong PPh Pasal 23 PPh Pasal 23 Objek PPh Pasal 23 Tarif Pengecualian 2

61 Dasar Hukum 1. Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan 2. PMK Nomor 251/PMK.03/2008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal PMK Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta, Jasa Teknik, Jasa Manajemen, dan Jasa Konsultan Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf C Undang-Undang Nomor 36 Tahun Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan Pasal 2 ayat (2) huruf c Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 4) 3

62 Pemotong 1. badan pemerintah; 2. subjek pajak badan dalam negeri; 3. penyelenggara kegiatan; 4. bentuk usaha tetap; 5. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; 6. Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong 4

63 Orang Pribadi yang Ditunjuk Sebagai Pemotong PPh Pasal 23 a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas; b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan; yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa

64 Tarif dan Objek 1. Dividen (kecuali dividen yg diterima orang pribadi); 2. Bunga; 3. Royalti; 4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya ( exc Pasal 21) 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta ( exc sewa Pasal 4 ayat 2 ) 2. Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, jasa lain ( exc Pasal 21) 15 % 2 % Jumlah bruto tidak termasuk PPN (Dalam hal penerima penghasilan tidak ber-npwp, dikenakan tarif 100 (seratus persen) lebih tinggi 6

65 Jenis Jasa lain PMK Nomor 141/PMK.03/2015 a. Jasa penilai (appraisal); b. Jasa aktuaris; c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Jasa hukum; e. Jasa arsitektur; f. Jasa perancang kota dan arsitektur landscape; g. Jasa perancang (design); h. Jasa pengeboran (drilling)di bidang penambangan migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT; i. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan migas; j. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan penambangan migas; k. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; l. Jasa penebangan hutan; m. Jasa pengolahan limbah; n. Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services) o. Jasa perantara dan/atau keagenan; 7

66 Jenis Jasa lain PMK Nomor 141/PMK.03/2015 p. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; q. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; r. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; s. Jasa mixing film; t. Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slede, klise, banner, pamphlet, baliho, dan folder; u. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; v. Jasa pembuatan dan/atau pengelolaan website; w. Jasa internet termasuk sambungannya; x. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data informasi, dan/atau program; 8

67 Jenis Jasa lain PMK Nomor 141/PMK.03/2015 y. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/ atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ a tau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; z. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/ atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; aa. Jasa perawatan kendaraan dan/ atau alat transportasi darat, laut dan udara; ab. Jasa maklon; ac. Jasa penyelidikan dan keamanan; ad. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; ae. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/ atau jasa periklanan; 9

68 Jenis Jasa lain PMK Nomor 141/PMK.03/2015 af. ag. Jasa pembasmian hama; Jasa kebersihan atau cleaning service; ah. Jasa sedot septic tank; ai. aj. ak. al. Jasa pemeliharaan kolam; Jasa katering atau tata boga; Jasa freight forwarding; Jasa logistik; am. Jasa pengurusan dokumen; an. Jasa pengepakan; ao. Jasa loading dan unloading; ap. Jasa laboratorium dan/ atau dilakukan oleh lembaga atau rangka penelitian akademis; aq. Jasa pengelolaan parkir; ar. Jasa penyondiran tanah; as. Jasa penyiapan dan/ atau pengolahan lahan; 10

69 Jenis Jasa lain PMK Nomor 141/PMK.03/2015 at. au. av. aw. ax. ay. az. Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit; Jasa pemeliharaan tanaman; Jasa pemanenan; Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/ atau perhutanan; Jasa dekorasi; Jasa pencetakan/penerbitan; Jasa penerjemahan; ba. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan; bb. bc. bd. be. bf. Jasa pelayanan kepelabuhanan; Jasa pengangkutan melalui jalur pipa; Jasa pengelolaan penitipan anak; Jasa pelatihan dan/ atau kursus; Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM; 11

70 Jenis Jasa lain PMK Nomor 141/PMK.03/2015 bg. bh. bi. bj. Jasa sertifikasi; Jasa survey; Jasa tester, dan Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 12

71 Jumlah Bruto Jumlah Bruto: a. untuk jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap; b. untuk jasa selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk: 1. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa; (dibuktikan dgn kontrak kerja dan daftar pembayaran); 2. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dgn faktur pembelian barang atau material);. 13

72 Jumlah Bruto 3. pembayaran kepada pihak ketiga untuk selanjutnya dibayarkan melalui penyedia jasa (dibuktikan dgn faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis); 4. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga(dibuktikan dgn faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga). c. Dalam hal tidak terdapat bukti sebagaimana dimaksud huruf b, jumlah bruto sebagai dasar pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.. 14

73 Pengecualian Pemotongan PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan PPh Pasal 23 dalam hal imbalan sehubungan dengan jasa lain tersebut telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri 15

74 Definisi 1. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta: penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati. 2. Jasa Teknik: pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi : a. pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik; b. pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau c. pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa. 16

75 Definisi 3. Jasa Manajemen: pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen. 4. Jasa Konsultan: pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya. 17

76 Pengecualian 1. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; 2. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan leasing dengan hak opsi; 3. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c) UU PPh; 4. bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh; 5. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; 6. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan. 18

77

78 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak 2015 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

79

80 Dasar Hukum Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh : Dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dapat ditetapkan cara menghitung Pajak Penghasilan yang lebih sederhana dibandingkan dengan menggunakan UU PPh secara umum. Penyederhanaannya yakni WP hanya menghitung dan membayar pajak berdasarkan peredaran bruto (omzet ). Pasal 17 ayat (7) UU PPh : Pada intinya penerbitan PP 46 Tahun 2013 ditujukan terutama untuk kesederhanaan dan pemerataan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

81

82 Objek, Subjek dan Tarif Objek Pajak Subjek Pajak Tarif Pajak Penghasilan dari usaha Tidak termasuk: a. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas; b. Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh Final dengan ketentuan tersendiri; c. Penghasilan dari usaha di luar negeri. a. Orang pribadi; b. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. Tidak termasuk: a. WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. b. WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar. Pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omzet)

83 Dasar Penentuan Dikenakan PPh Final 1. Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan, yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar. 2. Untuk penentuan pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha: a. bagi Wajib Pajak badan yang baru harus memperhatikan saat beroperasi secara komersial. b. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang baru: 1) peredaran bruto tahun terakhir (setahun atau disetahunkan, dalam hal tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan). 2) akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d. bulan sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan (dalam hal WP baru terdaftar pada Januari s.d. Juni 2013). 3) peredaran bruto bulan pertama disetahunkan (dalam hal WP baru terdaftar setelah 1 Juli 2013).

84 Penyetoran dan Pelaporan Penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya. SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Jika SSP sudah validasi NTPN tidak perlu lapor SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Wajib Pajak dapat melakukan Pembayaran Pajak melalui: a. Loket Bank/Pos Persepsi b. Anjungan Tunai Mandiri (ATM)

85 Surat Keterangan Bebas Penghasilan dari usaha yang dikenai PPh berdasarkan PP No.46 Tahun 2013, dikecualikan dari pemotongan atau pemungutan pajak. Pengecualian pemotongan atau pemungutan pajak dimaksud dilaksanakan melalui Surat Keterangan Bebas yang dapat diajukan Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

86

87 SISTEM PEMBAYARAN PAJAK ELEKTRONIK [BILLING SYSTEM] DALAM SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA (MPN G2) Januari 2016 Direktorat Teknologi Informasi Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

88 DASAR HUKUM PMK-242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PMK 32/PMK.05/2014 TENTANG SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK PER 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK Direktorat Jenderal Pajak

89 DASAR HUKUM PMK-242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK Psl. 11 Ayat (1) Pembayaran dan Penyetoran Pajak dilakukan dengan menggunakan SSP atau Sarana Administrasi lain yang disamakan dengan SSP Ayat (2)... Ayat (3) Sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat berupa : a. BPN atas Pembayaran dan Penyetoran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik atau dengan datang langsung ke bank/pos persepsi b.... Direktorat Jenderal Pajak

90 DASAR HUKUM PER 26/PJ/2014 TENTANG SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK Psl. 2 (1) Wajib Pajak dapat melakukan Pembayaran/Penyetoran Pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik (2)... (3)... (4)... (5) Transaksi pembayaran/penyetoran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui bank/pos persepsi dengan menggunakan Kode Billing Direktorat Jenderal Pajak

91 Infrastruktur: Biller Settlement PERBEDAAN SISTEM MPN-G1 & MPN-G2 Deskripsi MPN-G1 MPN-G2 - DJP Masing-masing biller (DJP, DJBC & DJA) DJPB NTPN 16 digit Numerik (0,1,2..9) Kombinasi Alphabet (A,B,C..Z) dan Numerik (0,1,2..9) Data Reversal & Tidak Diakui Pencatatan Pembayaran & Pelimpahan Diperbolehkan dengan syarat & kondisi tertentu Tiap cabang bank KPPN Mitra Kerja Data Rekonsiliasi Rekon atas (Bank: H+1) Rekon Bawah (DJPB) Tidak diperbolehkan 1 cabang bank didaftarkan KPPN Khusus Penerimaan Notifikasi pembayaran on-line dari Settlement ke Biller Rekon Transaksi dari DJPB Channel pembayaran Teller, e-tax Bank Teller, e-tax Bank, Internet Banking, ATM, EDC Direktorat Jenderal Pajak

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK

Lebih terperinci

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak

Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Modul ke: Perpajakan I PPh 21 Fransisca Hanita Rusgowanto S,Kom. M,Ak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi S1. Akuntansi Pemotong PPh Pasal 21/26 pemberi kerja yang terdiri dari: a.orang pribadi dan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2013 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 31/PJ/20 /PJ/2012 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN

Lebih terperinci

Subjek Pajak PPh Pasal 23

Subjek Pajak PPh Pasal 23 DASAR HUKUM PPh 23 PP 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh Dalam tahun Berjalan PMK 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa lain SE-35/PJ./2010 tentang Pengertian Sewa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE PASAL 04 AYAT 02 1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya a. Obyek PPh Final adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). b. Besar tarif pemotongan adalah 20%

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 81 BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 32/PJ/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: PER- -1 /PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017

PPh Pasal 21. Lingkungan Kewajiban Pajak 12/21/2017 PPh Pasal 21 Lingkungan Kewajiban Pajak sehubungan dengan: 1. Pekerjaan 2. Jabatan PPh Pasal 21 (dikenakan PPh 26 oleh Orang Pribadi 3. Jasa jika diterima oleh 4. Kegiatan Orang Pribadi SPLN) sehubungan

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

PJ.091/PPh/S/002/ KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH BOGOR, 15 MEI 2017

PJ.091/PPh/S/002/ KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH BOGOR, 15 MEI 2017 PJ.091/PPh/S/002/2017-00 KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH BOGOR, 15 MEI 2017 BENDAHARA PENGELUARAN Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan

BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN. II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORI PAJAK PENGHASILAN II.1. Rerangka Teori dan Literatur II.1.1. Pengertian dan Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Liberti Pandiangan (2010:v) adalah salah

Lebih terperinci

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen). DAFTAR TARIF WAJIB POTONG PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 BAGI BENDAHARA PENGELUARAN 1 Keterangan SSP untuk Pemotong PPh Pasal 21 - Diisi Identitas dan NPWP Bendahara NO. URAIAN Golongan PPh MAP Kode

Lebih terperinci

AGENDA. PPh Pasal 26

AGENDA. PPh Pasal 26 1 AGENDA 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 26 2 Landasan Hukum: UU No 36 Th 2008, Psl 21 UU PPh Peraturan Dirjen Pajak No. PER-31/ PJ/ 2012 3 DEFINISI Pajak yang dikenakan terhadap WP Orang Pribadi Dalam Negeri

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1

LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 1 SUSUNAN SATU NASKAH PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 57/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JEDNERAL PAJAK NOMOR PER-31/PJ/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Definisi Pajak Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : a. Menurut Rochmat Soemitro (Suandy,2008:2) : Pajak

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli Dibawah ini adalah beberapa pengertian pajak menurut para ahli, diantaranya: 1. Menurut P.J.A Adriani (2005), Pajak adalah Iuran kepada Negara

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 41 P5.1 Teori Pajak Penghasilan 23, 25, 26 & Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

Lebih terperinci

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com PPH 21 Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com 1 PPh PASAL 21 Pemotongan pajak atas penghasilan yg diterima/diperoleh WP Orang Pribadi Dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan

Lebih terperinci

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh. I. PPh Pasal 21 1. Penghasilan yang Diterima oleh Pegawai Tetap PKP = PB (BJ + IP) PTKP 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan PKP = (PB BP) PTKP 3. Pegawai Tidak Tetap yang Penghasilannya Dibayar

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

UU No 7 Tahun 1983 PMK 184/PMK.03/2007 Perd Pe irj r e j n e No .PER 31/PJ 31/P /2009 Diubah dengan PER 57/PJ/2009. Perd Pe irj r e j n e No

UU No 7 Tahun 1983 PMK 184/PMK.03/2007 Perd Pe irj r e j n e No .PER 31/PJ 31/P /2009 Diubah dengan PER 57/PJ/2009. Perd Pe irj r e j n e No 1 2 UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang No 36 Tahun 2008 PMK 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran

Lebih terperinci

PEMOTONGAN PPh PASAL 21

PEMOTONGAN PPh PASAL 21 PEMOTONGAN PPh PASAL 21 1 Dasar Hukum 1. Pasal 21, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 AGENDA Pengantar Definisi Obyek PPh 23 Pemugut PPh 23 Perhitungan PPh 23 atas jasa, sewa, bunga. SPT PPh 23 Jurnal pembayaran jasa, penerimaan

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir)

SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) SOAL LATIHAN: JAWABLAH SOAL SOAL BERIKUT INI, TERKAIT DENGAN: PER - 16 / PJ / 2016 (Terlampir) 1. PT ABC mempekerjakan Tuan A (Status K3, tanpa NPWP) seorang tukang bangunan, untuk mengganti lantai keramik

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA

PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA PER - 32/PJ/2015 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PA Contributed by Administrator Friday, 07 August 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR

Lebih terperinci

PENYULUHAN. Aspek Perpajakan Dalam Pengelolaan Dana Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

PENYULUHAN. Aspek Perpajakan Dalam Pengelolaan Dana Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat 17-Feb-16 Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak PENYULUHAN Aspek Perpajakan Dalam Pengelolaan Dana Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat KPP Pratama Pondok Aren Universitas Terbuka 18

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM

MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM MAKALAH PERPAJAKAN II PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 UNTUK PEGAWAI, PEGAWAI LEPAS, DAN PENERIMA HONORARIUM Disusun oleh : 1. Nanda Rosyid F0311082 2. Nur Aini Kusumaningrum F0311087 3. Nur Chayati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Penghasilan 1. Defenisi Pajak Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Penghasilan (PPh) Dasar Hukum : No. Tahun Undang-Undang 7 1983 Perubahan 7 1991 10 1994 17 2000 36 2008 SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK PENGHASILAN 1. a. Orang Pribadi b. Warisan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perpajakan. Menurut Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, S.H yang dikutip dalam buku karangan Prof. Dr. Mardiasmo (2011:1) pajak adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu:

Sistem/Cara Pemungutan Pajak ada 3, yaitu: PERPAJAKAN ORGANISASI NIRLABA Tri Purwanto Pengantar Pajak Organisasi Nirlaba UU No 28 Th 2007 ttg KUP Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-545/PJ/2000 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun 2000 A.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB

PAJAK PAJAK DEPARTEMEN IKK - IPB PAJAK PAJAK . PAJAK yang dibayarkan digunakan untuk kegiatan Penyelenggaraan Negara, dan Membiayai pembangunan seperti pembangunan gedung-gedung sekolah, Sarana Kesehatan (rumah sakit), sarana umum, pembangunan

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT Masa Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir ini digunakan untuk melaporkan kewajiban Pemotongan Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 SPT rmal SPT Pembetulan Ke- - Tahun Kalender Formulir

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2009 Tanggal : 25 Mei 2009 Departemen Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak Masa Pajak SPT Masa Pajak Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Formulir

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PAJAK ATAS DANA HIBAH PENELITIAN Walau telah berbasis keluaran, namun kewajiban perpajakan atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo,

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Waluyo, 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH BAB III TINJAUAN TEORI DAN PRAKTIK PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PADA ANGGOTA KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 3.1 Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

4Dra.Riiyati UNIVERSITAS INDONESIA. , ip YerItas, Pro itas, 9ustItia. Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng.

4Dra.Riiyati UNIVERSITAS INDONESIA. , ip YerItas, Pro itas, 9ustItia. Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng. lja t, t UNIVERSITAS INDONESIA, ip YerItas, Pro itas, 9ustItia Kampus Salemba JI. Salemba Raya No. 4, Jakarta 10430 Kampus Depok Gedung Pusat Administrasi Universitas Kampus Universitas Indonesia Depok

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 II.1.1.1 Bank Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

I Daftar dan Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) 1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI Dasar Hukum : PP No. 131 Tahun 2000 Pengecualian: a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU

Lebih terperinci

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal

BADAN KANTOR PELAYANAN PAJAK ORANG PRIBADI. Syarat Objektif Syarat Subjektif. Wilayah tempat kedudukan. Wilayah tempat tinggal BADAN ORANG PRIBADI Syarat Objektif Syarat Subjektif Wilayah tempat kedudukan KANTOR PELAYANAN PAJAK Wilayah tempat tinggal Fungsi NPWP - Sebagai sarana dalam administrasi perpajakan - Sebagai identitas

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Pengertian PPh PASAL 21/26 TATA CARA PEMOTONGAN PPh PASAL 21 DIATUR DALAM PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR : PER-31/PJ/2012 PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan,

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadilan, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Terdapat beberapa pengertian pajak yang diungkapkan oleh para ahli, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan menurut Prof. Dr. Djajadiningrat dalam Siti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas : a.penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b.impor Barang Kena Pajak;

Lebih terperinci

Perpajakan Bagi Koperasi

Perpajakan Bagi Koperasi Perpajakan Bagi Koperasi Pendahuluan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ditegaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN A. Definisi dan Unsur Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) 5 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PETUNJUK UMUM Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000.

DASAR HUKUM. KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006. PMK No. 252/PMK.03/2008. UU No. 7 Th stdd. Update. UU No. 36 Th UU No. 17 Th 2000. PPH PASAL 21 1 DASAR HUKUM UU No. 7 Th 1983 stdd UU No. 17 Th 2000 Update UU No. 36 Th 2008 Juklak Juklak KEP -545/PJ./1998 jo. PER-15/PJ./2006 ttg JUKLAK PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh Ps 21

Lebih terperinci

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23 dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23 Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Oleh Subur Harahap, SE, Ak, MM, CFP Partner SUHA Planner Financial Consulting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Pasal 21/26

Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Pajak Penghasilan Pasal 21/26 PPh PASAL 21/26 PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN - PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA, KEGIATAN ORANG PRIBADI PENGHASILAN BERUPA : - GAJI, BONUS, THR, GRATIFIKASI,

Lebih terperinci

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN. pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 1.1.1 Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara garis besar, pajak dapat didefinisikan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 I. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib

Lebih terperinci

Penghitungan PPh Akhir Tahun

Penghitungan PPh Akhir Tahun PPh Orang Pribadi disampaikan Oleh: Bubun Sehabudin Penghitungan PPh Akhir Tahun Lanjut A Lanjut B Lanjut C Lanjut D A. Penghasilan Neto Fiskal B. Zakat C. Kompensasi Kerugian D. Pengh Tdk Kena Pajak (PTKP)

Lebih terperinci

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018 BENDAHARA PENGELUARAN Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dipotong atas penghasilan penghasilan yang berasal dari modal penyerahan jasa hadiah dan penghargaan SIAPA PEMOTONG PPH Wajib Pajak

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional :

PAJAK PENGHASILAN. Tujuan Instruksional : 3 PAJAK PENGHASILAN Tujuan Instruksional : A. Umum Mahasiswa diharapkan mendapatkan pemahaman tentang pajak penghasilan secara umum B. Khusus o Mahasiswa mengetahui subjek pajak dan bukan subjek pajak.

Lebih terperinci

Kebijakan sehubungan dengan PMK-91/PMK.03/2015 SE NOMOR 53/PJ/2015 tgl 7 Juli Pasal 23 atas Jasa Lain PMK NOMOR 141/PMK.03/2015 tgl 24 Juli 2015

Kebijakan sehubungan dengan PMK-91/PMK.03/2015 SE NOMOR 53/PJ/2015 tgl 7 Juli Pasal 23 atas Jasa Lain PMK NOMOR 141/PMK.03/2015 tgl 24 Juli 2015 TAX UPDATES Pencabutan Konseling PER-22/PJ/2015 tgl 28 Mei 2015 Kebijakan sehubungan dengan PMK-91/PMK.03/2015 SE NOMOR 53/PJ/2015 tgl 7 Juli 2015 Pasal 23 atas Jasa Lain PMK NOMOR 141/PMK.03/2015 tgl

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 BAB II BAB II BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut Rochmat Soemitro

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991)

BAB II LANDASAN TEORI. tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak menurut Santoso (1991) Pajak merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum Pajak mempunyai peran sangat penting bagi negara, baik sebagai sumber penerimaan dalam negeri maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci