Kebidanan Komunitas, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kebidanan Komunitas, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia ABSTRAK"

Transkripsi

1 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Gizi Pada Remaja Putri Di SMP N 1 Gatak, Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013 ABSTRAK Factors associated with the incidence of anemia in adolescent girls at SMP N 1 Gatak, Sukoharjo regency, Central Java Province!"#$!" Rahma Ayu Ningrum¹, Ratu Ayu Dewi Sartika² Kebidanan Komunitas, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Anemia merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia, dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Prevalensi anemia pada anak usia sekolah 37%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP N 1 Gatak, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain study cross sectional. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa prevalensi anemia pada siswi putri di SMP N 1 Gatak sebesar 32%. Berdasarkan uji statistik didapatkan rata-rata kadar Hb 12,8 g/dl, pengukuran Hb menggunakan alat Hemocue kit. Pengetahuan anemia adalah variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian anemia setelah dikontrol oleh variabel pendidikan ibu, variabel pekerjaan ibu, variabel pantangan terhadap makanan dan variabel pengetahuan TTD. Kata Kunci : Anemia, Remaja Putri ABSTRACT Anemia is the most prevalent nutritional problem in the world, and affects more than 600 million people. The prevalence of anemia in school-age children 37%. This study aims to determine the factors associated with the incidence of anemia in adolescent girls at SMP N 1 Gatak, District Gatak, Sukoharjo regency, Central Java Province. This research is quantitative by using a cross-sectional study design. Results of this study declare that the prevalence of anemia in young girls at SMP N 1 Gatak is 32%. Based on statistical tests obtained an average hemoglobin level of 12.8 g / dl, HemoCue Hb measurements using the tool kit. Knowledge anemia is the most dominant variables associated with the incidence of anemia

2 after controlled by variable maternal education, maternal employment variables, variables and variable food dietary restrictions against and TTD knowledge Keywords: Anemia, adolescent girls PENDAHULUAN Remaja beresiko tinggi menderita anemia, khususnya anemia defisiensi besi, remaja putri beresiko lebih tinggi daripada remaja putra, remaja putri merupakan kelompok yang rentan untuk terkena anemia. Anemia terbagi menjadi 2 tipe anemia yaitu anemia gizi dan non gizi, anemia gizi yang disebabkan oleh kekurangan zat besi disebut anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi merupakan penyebab anemia terbesar di Indonesia dan negara berkembang lainnya, lebih dari 50% anemia adalah anemia defisiensi besi. Menurut data Riskesdas 2007 Prevalensi anemia di Indonesia pada remaja putri adalah 11,3%, sedangkan prevalensi anemia di Provinsi Jawa tengah tahun 2007 pada remaja putri 12,4%. Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar haemoglobin (Hb) yang dilaksanakan oleh Seksi Pembinaan Gizi Masyarakat Dinas kesehatan Kota Semarang terhadap remaja putri (Siswi SMP dan SMA) tahun 2008 menunjukkan remaja putri yang mengalami anemia sebanyak 40,13%. Prevalensi anemia pada WUS tahun 2010 di Kabupaten Sukoharjo 16,87%, dan pada survey yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo pada bulan oktober tahun 2011 terhadap WUS didapatkan 17,25% menderita anemia, Hasil tersebut didapatkan dari 1200 sampel dimana terbanyak pada usia anak sekolah (SMP), Kecamatan dengan prevalensi anemia WUS tertinggi ada di Kecamatan Gatak yaitu sebesar 36%. Anemia yang terjadi pada remaja dipengaruhi oleh kebiasaan makan pada remaja, pola konsumsi makanan, pola menstruasi, status sosial ekonomi, kebiasaan konsumsi tablet tambah darah (TTD) dan tingkat pengetahuan individu yang bersangkutan. Lebih lanjut dalam penelitian lainnya menyebutkan bahwa variabel yang berhubungan bermakna secara statistik dengan kejadian anemia pada remaja putri adalah tingkat pengetahuannya mengenai anemia yaitu bahwa remaja putri yang memiliki pengetahuan buruk, 53,5% menderita anemia defisiensi besi. Dampak anemia pada remaja putri yaitu pertumbuhan terhambat, tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi, mengakibatkan kebugaran/kesegaran tubuh berkurang,

3 daya konsentrasi menurun sehingga semangat belajar/prestasi menurun, pada saat akan menjadi calon ibu maka akan menjadi calon ibu yang beresiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan. TINJAUAN PUSTAKA Anemia gizi ialah keadaan dimana kadar HB dalam darah lebih rendah dari normal, akibat kekurangan satu macam atau lebih zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan darah, (misalnya zat besi, asam folat, virtamin B12), tanpa memandang penyebab kekurangan tersebut, untuk memastikan diagnosis anemia perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar HB dan Ht.Sebagai indikator untuk menilai derajat anemia, digunakan nilai cut off point hemoglobin yang tetapkan WHO (2001): Tabel 1 Nilai Cut off points Kategori Anemia Kelompok Umur/Gender Nilai Hb(g/dl) 6 bulan 5 tahun tahun 11, tahun 12 Wanita >15 tahun 12 Wanita hamil 11 Laki-laki 13 Defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Menurut DepKes (2001), penyebab anemia gizi karena kurangnya zat besi atau Fe dalam tubuh. Karena pola konsumsi masyarakat Indonesia, terutama wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber heme Iron yang daya serapnya > 15%. Ada beberapa bahan makanan nabati yang memiliki kandungan Fe tinggi (non heme Iron), tetapi hanya hanya bisa diserap tubuh < 3% sehingga diperlukan jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan Fe dalam tubuh, jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi. Anemia juga disebabkan karena terjadinya peningkatan kebutuhan oleh tubuh terutama pada remaja, ibu hamil, dan karena adanya penyakit kronis. Penyebab lainnya karena perdarahan yang disebabkan oleh haid yang berlebihan, perdarahan saat melahirkan dan investasi cacing terutama cacing tambang,malaria.

4 Klasifikasi Anemia menurut (Crowin dalam Ningrum, 2013) ada 3 jenis yaitu : Ø Anemia pernisiosa merupakan anemia megaloblastik dengan karakteristik sel darah merah besar yang abnormal dengan nuklei imatur (blastik). Anemia pernisiosa disebabkan defisiensi vitamin B 12 dalam darah. Ø Anemia defisiensi folat (asam folat) merupakan anemia megaloblastik dengan karakteristik perbesaran sel darah merah yang memiliki nuklei atau inti sel imatur. Defisiensi asam folat disebabkan kekurangan asam folat. Ø Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik-hipokromik yang terjadi akibat defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan darah secara lambat dan kronis Klasifikasi Defisiensi Besi menurut beratnya defisiensi dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu : 1. Deplesi besi (iron depleted state): Cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu. 2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik. 3. Anemia defiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi Adapun tanda-tanda dari anemia adalah (1) lesu, lemah, letih, lelah, lalai (5L), (2) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, (3) Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi pucat. Penderita anemia dapat mengalami salah satu tanda atau beberapa tanda anemia tersebut. Dampak anemia pada remaja putri yaitu pertumbuhan terhambat, tubuh pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi, mengakibatkan kebugaran/kesegaran tubuh berkurang, daya konsentrasi menurun sehingga semangat belajar/prestasi menurun, pada saat akan menjadi calon ibu maka akan menjadi calon ibu yang beresiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan (Badriah dalam Ningrum, 2013) Menurut Departemen gizi dan kesmas (FKM UI dalam Ningrum, 2013) akibat lain yang ditimbulkan oleh anemia adalah penurunan perfoma kerja pada kelompok dewasa, sedangkan

5 dampak terhadap bayi dan anak-anak dihubungkan dengan gangguan perilaku dan pengembangan kecerdasan. Cara Mencegah dan mengobati Anemia Menurut Departemen Gizi dan Kesmas (FKM UI, 2010) mengatakan bahwa anemia bisa dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe dengan kebutuhan dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara ini bervariasi antara satu wanita dengan wanita yang lainnya, tergantung riwayat reproduksi dan jumlah kehilangan darah selama menstruasi. Peningkatan konsumsi Fe untuk memenuhi kebutuhan Fe dilakukan melalui peningkatan konsumsi makanan yang mengandung heme iron, bersifat mempercepat (enhancer) non heme iron, dan meminimalkan konsumsi makanan yang mengandung penghambat absorbsi Fe (inhibitor). Jika kebutuhan Fe tidak tercukupi dari diet makanan, dapat ditambah dengan suplemen Fe. Kebutuhan besi (yang diabsorpsi atau fisiologis) harian dihitung berdasarkan jumlah zat besi dari makanan yang diperlukan untuk mengatasi kehilangan basal, kehilangan karena menstruasi dan kebutuhan bagi pertumbuhan. Kebutuhan tersebut bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin; dalam kaitannya dengan berat badan, kebutuhan ini paling tinggi pada bayi yang kecil. Tabel 2. Kecukupan Zat besi untuk remaja menurut AKG Indonesia Usia Laki-laki tahun tahun tahun Wanita tahun tahun tahun Zat Besi (mg/hari) METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain study cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswi SMP N 1 Gatak, Besar sampel dalam

6 penelitian ini menggunakan tehnik Simple random sampling. Sampel minimal sebanyak 96 siswi yang dibulatkan menjadi 100. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden yang telah diuji coba. Kuesioner meliputi 13 variabel antara lain frekuensi konsumsi makanan dengan menggunakan Food Frequensy Quesionery (FFQ), pola menstruasi, pantangan makanan, pengetahuan tentang anemia, pengetahuan tentang Tablet Tambah Darah (TTD), konsumsi TTD. Data yang didapat dari kuesioner kemudian dianalisis dengan menggunakan program pengolah data.kegiatan dilakukan mulai dari pengisian kuesioner oleh responden kemudian pemeriksaan Hb oleh petugas dengan menggunakan alat hemoque. HASIL PENELITIAN Gambaran dan distribusi frekuensi anemia pada remaja putri adalah Tabel 3. Gambaran Kadar Hb Responden (N=100) Variabel Min Maks Mean Median Std.Dev Hb (gr/dl) 10, ,8 13 1,16 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa rata-rata hasil pemeriksaan kadar hb respoden adalah sebesar 12,8 gr/dl. Setelah diklasifikasikan didapatkan 32% siswi mengalami anemia. Berdasarkan analisis data didapatkan bahwa 61% pendidikan ayah responden rendah, 68% dengan pendidikan ibu rendah, sedangkan 68% proporsi ibu responden bekerja. Untuk frekuensi makanan yang mengandung heme, non heme, peningkat absorbsi zat besi proporsi terbesar masuk dalam kategori jarang. Proporsi pada pantangan makanan ada 17% dengan jenis makanan antara lain Hati, kerang, udang, kacang panjang, ikan asin,telur dan belut. Distribusi pada pola menstruasi 61% menunjukan tidak normal dengan melihat dari frekuensi menstruasi, lama menstruasi dan jumlah pembalut yang dipakai dalam 1 siklus menstruasi. Gambaran pengetahuan anemia dan TTD bisa dilihat pada (tabel 4) bawah ini :

7 Tabel 4. Distribusi Tingkat pengetahuan tentang anemia dan TTD pada responden Pengetahuan Salah Benar n % n % Pengetahuan Anemia Pengertian Anemia Penyebab Anemia Gejala Anemia Cara Kenali Anemia Sumber Makanan Zat Besi Dampak Anemia Cara Cegah Anemia Tindakan jika Anemia Kadar Hb pada Anemia Cara Obati Anemia Pengetahuan TTD Manfaat TTD Aturan minum TTD untuk cegah anemia Aturan minum TTD untuk obati anemia Makanan Peningkat Absorbsi Zat Besi Makanan Penghambat Absorbsi Zat Besi Pengetahuan responden tentang anemia yang terendah yaitu pada sumber makanan yang mengandung zat besi dimana jawaban benar hanya 13%. Sedangkan pengetahuan responden tentang anemia yang tertinggi yaitu pada cara mengenali anemia dimana jawaban benar sebesar 93%.Pengetahuan responden tentang TTD yang terendah yaitu pada jenis makanan yang bersifat peningkat absorbsi zat besi dimana jawaban benar hanya 29%. Sedangkan pengetahuan responden tentang anemia yang tertinggi yaitu pada manfaat tablet tambah darah dimana jawaban benar sebesar 72%. Tabel 5. Gambaran Pengetahuan Responden (N=100) Variabel Min Maks Mean Median Std.Dev Pengetahuan Anemia 2 9 6,9 7 1,64 Pengetahuan TTD 0 5 2,6 3 1,13 Distribusi gambaran pengetahuan tentang anemia dan TTD dengan kategori baik masingmasing 67% dan 57%. Dan 85% siswi tidak pernah mengkonsumsi TTD selama menstruasi. Dari 13 variabel yang diteliti, ada 10 variabel yang berhubungan dengan kejadian anemia yaitu pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, asupan heme, asupan non heme, asupan peningkat absorbsi Zat besi, asupan penghambat absorbsi zat besi, pantangan makanan, pengetahuan anemia dan tentang TTD.

8 Variabel pengetahuan tentang anemia, merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian anemia setelah dikontrol oleh variabel pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pantangan terhadap makanan dan variabel pengetahuan tentang TTD. Variabel konfounder pada penelitian ini adalah variabel pendidikan ayah, asupan peningkat zat besi dan asupan hem. (Tabel 6 ). Tabel 6. Permodelan Terakhir Analisis Multivariat Variabel B S.E. Wald df Pendidikan ayah Pendidikan ibu Pekerjaan ibu - 1,06 P- Value OR 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper 0,95 1,25 1 0,26 0,34 0,05 2,22 2,81 0,94 8,97 2,00 0,96 4,30 Asupan hem 1,80 0,91 3,94 Asupan peningkat Pantangan makanan Pengetahuan Anemia Pengetahuan TTD 1,49 0,80 3,47 2,13 0,89 5,76 2,86 0,82 12,27 2,22 0,80 7, ,00 16,56 2,64 103,96 0,04 7,38 1,12 48,81 0,05 6,02 1,02 35,50 0,06 4,42 0,93 21,06 0,02 8,37 1,48 47,52 0,00 17,42 3,52 86,23 0,01 9,17 1,92 43,77 PEMBAHASAN Pada penelitian ini ada keterbatasan yang ditemukan antara lain Pengukuran variabel asupan gizi menggunakan metode Food Frequency Questionaire (FFQ) yang mempunyai kelemahan tidak bisa mengestimasi asupan zat gizi secara akurat dibandingkan dengan Food Recall ataupun food record karena tidak dapat mengukur detail penting asupan makanan, seperti metode pengolahan makanan. Pada penelitian ini volume darah saat menstruasi tidak diukur secara langsung. Volume darah diasosiasikan dengan pembalut yaitu jumlah pembalut yang dipakai selama satu siklus menstruasi. Pola menstruasi pada penelitian ini dikaji hanya pada saat itu saja, sehingga pada pola menstruasi tidak bisa menggambarkan kejadian anemia yang sesungguhnya, karena harus melihat pola menstruasi paling tidak dalam waktu 6 bulan terakhir. Begitu juga dengan konsumsi TTD yang dikaji hanya pada saat itu saja. Selain itu kuesioner yang dibuat oleh peneliti masih sangat sangat dangkal dalam menggali informasi terhadap responden seperti

9 pada Jenis konsumsi makanan peningkat absorbsi zat besi (MFP) belum dimasukkan, pada konsumsi TTD tidak ditanyakan sejak kapan konsumsi TTD dan berapa jumlahnya. Secara teoritis banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia seperti yang terlihat pada kerangka teori. Namun mengingat tujuan penelitian, terbatasnya sumberdaya dan sumberdana serta waktu, maka masih banyak variabel-variabel yang tidak diteliti. Anemia gizi ialah keadaan dimana kadar HB dalam darah lebih rendah dari normal, akibat kekurangan satu macam atau lebih zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan darah, (misalnya zat besi, asam folat, virtamin B12), tanpa memandang penyebab kekurangan tersebut, untuk memastikan diagnosis anemia perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengukur kadar HB dan Ht. Sebagai indikator untuk menilai derajat anemia, digunakan nilai cut off point hemoglobin yang tetapkan WHO (2001) untuk remaja usia yaitu 12 gr/dl. Pada penelitian ini diketahui bahwa rata-rata kadar Hb remaja putri di SMP N 1 Gatak adalah 12,822 g/dl atau dalam kategori normal. Dan yang mengalami anemia sebanyak 32%. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Witrianti (2011) terhadap remaja putri di Kota Bekasi dengan prevalensi 31,9% dan penelitian yang dilakukan oleh Syafyanti (2001) sebesar 30%. Berdasarkan uji statistik, faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia dalam penelitian ini meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan ibu, konsumsi hem, konsumsi non hem, konsumsi peningkat zat besi, konsumsi penghambat zat besi, pantangan terhadap makanan, pengetahuan tentang anemia dan pengetahuan tentang Tablet Tambah Darah ( TTD). Pada penelitian ini ditemukan kejadian anemia tertinggi pada kelompok responden dengan pendidikan ayah maupun pendidikan ibu yang rendah dibandingkan dengan pendidikan tinggi. Hasil uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ayah maupun pendidikan ibu dengan kejadian anemia. Dengan demikian remaja dengan pendidikan ayah yang rendah cenderung 3,2 kali lebih tinggi untuk anemia dibandingkan dengan responden yang pendidikan ayah tinggi. Begitu juga remaja dengan pendidikan ibu yang rendah cenderung 3,6 kali lebih tinggi untuk anemia dibandingkan dengan responden yang pendidikan ibu tinggi.

10 Penelitian ini sejalan dengan penelitian siahaan (2012) yang menunjukkan bahwa prevalensi anemia lebih tinggi pada ayah yang berpendidikan rendah. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan orangtua terutama ibu tentang kesehatan dan gizi anak. Dengan pendidikan yang tinggi diharapkan tingkat pengetahuan ibu juga semakin tinggi, ibu dengan pendidikan tinggi akan lebih mudah menyerap informasi tentang kesehatan dan gizi ibu dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah. Pengetahuan ibu yang baik tentang penyusunan pola makan keluarga, mulai dari pemilihan bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi keluarga. Pekerjaan orang tua bukan merupakan faktor utama terhadap status gizi remaja, namun pekerjaan berpengaruh terhadap daya beli atau kemampuan untuk menyediakan pangan di rumah, pemilihan bahan pangan yang akan disediakan, dan pemberian uang saku terhadap remaja putri. Beberapa hal ini pada akhirnya berpengaruh pada status gizi remaja putri. Berdasarkan status pekerjaan orang tua terdapat juga dampak terhadap status gizi remaja putri yaitu ibu yang bekerja memiliki kendala kesulitan untuk menyediakan makanan yang sehat di rumah, akibatnya remaja putri lebih memilih jajan atau mengkonsumsi makanan di luar rumah yang tidak terjamin keamanan dan kesehatan makanannya. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian anemia (p-value=0,029), hal ini mungkin dikarenakan oleh karena ibu yang bekerja tidak sempat atau tidak memiliki waktu, sehingga kurang memperhatikan jenis konsumsi makanan, frekuensi makanan yang disajikan untuk keluarganya. Penelitian ini sejalan dengan siregar (2003) di bogor, bahwa pekerjaan ibu turut mempengaruhi kejadian anemia. Hal ini berbeda dengan pernyataan oleh Apriadji (1986) bahwa pada ibu yang bekerja akan bisa lebih memperhatikan apa yang dikonsumsi untuk keluarganya dikarenakan ada penghasilan tambahan dari pekerjaannya. Pada penelitian ini ditemukan kejadian anemia tertinggi pada kelompok responden dengan frekuensi konsumsi heme dan non heme yang jarang dibandingkan dengan konsumsi yang sering. Hasil uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi heme dan non heme dengan kejadian anemia. Dengan demikian remaja dengan frekuensi konsumsi heme yang jarang cenderung 4,3 kali lebih tinggi untuk anemia

11 dibandingkan dengan responden dengan frekuensi konsumsi yang sering. Begitu juga remaja dengan frekuensi konsumsi non heme yang jarang cenderung 3,3 kali lebih tinggi untuk anemia dibandingkan dengan responden dengan frekuensi konsumsi yang sering. Dalam pengamatan peneliti, terlihat bahwa secara umum konsumsi makanan dan kebiasaan makan pada siswi SMP tergantung pada pengetahuan dari responden dan juga karena rendahnya pendidikan orangtua, selain itu dikarenakan adanya pantangan terhadap makanan tertentu yang justru banyak kandungan heme atau non-heme. Penelitian ini sejalan dengan Siregar (2003) yang mengatakan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan makan sumber heme dengan kejadian anemia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guthrie dan Garro yang mengatakan bahwa zat besi heme mempunyai nilai bioavailabilitas yang yang lebih tinggi dan dapat diserap langsung oleh tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswi SMP N 1 Gatak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan peningkat Absorbsi Zat besi yang jarang (65%). Hasil analisis Bivariat antara Peningkat absorbsi zat besi dengan anemia mempunyai hubungan yang bermakna (p-value=0,035). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Kwatrin (2007) di Banten dan Hamid (2002) dipadang yang mengatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara keduanya dengan nilai p-value >0,05. Berdasarkan hasil uji tabu silang diketahui bahwa dari siswi yang jarang mengkonsumsi makanan peningkat ini terkena anemia sebesar 40% dan nilai OR 3,2, hal ini kemungkinan terjadi karena siswi tidak tahu makanan yang menjadi peningkat absorbsi zat besi, dan karena rendahnya pengetahuan siswi tentang hal ini. Penelitian ini sejalan dengan Lestari (1996) di Bandung yang mengatakan terdapat hubungan yang bermakna antara asupan peningkat dengan kejadian anemia. Absorbsi zat besi dalam hidangan bisa dicapai secara maksimal bila hidangan terdiri dari kombinasi bahan makanan yang mengandung Heme, non heme, meat factor dan vitamin C. Selain itu keberadaan zat peningkat absorbsi besi dalam hidangan sehari-hari sangat berpengaruh terhadap absorbsi zat besi non heme yang terdapat dalam berbagai jenis bahan makanan yang dihidangkan.

12 Pada penelitian ini proporsi siswi dengan kebiasaan makan bahan makanan penghambat absorbsi besi jarang lebih tinggi dibandingkan dengan yang sering yaitu sebesar 82%. Tapi bila dilihat dari proporsi siswi yang sering makan makanan penghambat ini proporsi kejadian anemia sebesar 55,6%. Ada hubungan yang bermakna antara makan makanan penghambat absorbsi zat bei dengan kejadian anemia, nilai OR 3,4 yang artinya siswi dengan kebiasaan makan makanan penghambat absorbsi zat besi sering akan cenderung 3,4 kali lebih tinggi mengalami anemia. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh kwatrin (2007) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara keduanya dengan nilai p-value <0,05. Menurut pengamatan peneliti, hal ini dimungkinkan karena kebiasaan atau gaya hidup remaja sekarang yang sangat konsumtif terhadap minuman teh atau kopi dan sejenisnya. Ketika remaja sedang berkumpul atau bermain dengan teman-temannya, umumnya mereka mengkonsumsi minuman teh atau kopi yang saat sedang digemari masyarakat luas. Pada penelitian ini ditemukan kejadian anemia tertinggi pada kelompok responden yang memiliki pantangan makanan dibandingkan yang tidak memiliki pantangan makanan. Begitu juga kejadian tidak anemia tertinggi pada kelompok responden yang tidak memiliki pantangan makanan dibandingkan yang memiliki pantangan makanan. Hasil uji hubungan menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pantangan makanan dengan kejadian anemia. Dengan demikian remaja yang memiliki pantangan makanan cenderung 3,9 kali lebih tinggi untuk anemia dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki pantangan makanan. Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Handayani (2010) di Kabupaten Bintan yang memaparkan proporsi remaja putri yang memiliki pantangan dan mengalami anemia sebanyak 40% dan proporsi remaja putri mengalamai anemia yang tidak memiliki pantangan ada sebesar 26%. Perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan mempengaruhi jumlah konsumsi makanan dan zat-zat gizi, terjadinya perubahan pola makan remaja, misalnya takut gemuk mereka hanya makan sekali sehari, banyak melakukan aktifitas fisik yang lebih tinggi, Kebiasaan ngemil yang rendah gizi dan kebiasaan makan yang siap saji yang komposisi gizinya tidak seimbang.

13 Hasil uji statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pola menstruasi dengan kejadian anemia (p-value 0,599), hal ini dikarenakan siswi SMP masih dalam masa peralihan dari anak-anak ke remaja, pada tahap ini siswi SMP baru dalam masa pubertas, sehingga pola menstruasi tidak bisa menjadi tolak ukur terjadinya anemia. Penelitian ini sejalan dengan Witrianti (2011) di kota Bekasi dimana tidak ada hubungan ynag bermakna antara pola menstruasi dengan kejadian anemia. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh siregar (2003) di Bogor bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara Pola menstruasi dengan kejadian anemia. Berdasarkan hasil uji statistik dalam penelitian ini diketahui bahwa tingkat pengetahuan tentang anemia dengan nilai p-value 0,000 sedangkan pengetahuan tentang TTD nilai p-value 0,004 sehingga ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan anemia dan pengetahuan TTD dengan kejadian anemia, dengan proporsi 66,7% siswi yang mengalami anemia mempunyai pengetahuan yang tidak baik tentang anemia dan 48,8% mengalami anemia dengan tingkat pengetahuan TTD yang tidak baik. Dengan demikian remaja yang memiliki pengetahuan tentang anemia yang tidak baik cenderung 11,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan yang baik. Begitu juga remaja yang memiliki pengetahuan tentang tablet tambah darah yang tidak baik cenderung 3,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan yang baik. Hal ini bisa dikarenakan kurangnya informasi baik dari media massa, iklan, akses informasi yang yang masih rendah ataupun kurang mendapat sosialisasi terkait dengan anemia dan TTD. Penelitian ini tidak sejalan dengan siahaan (2012) di Kota Depok, bahwa pengetahuan tidak mempunyai hubungan terhadap kejadian anemia. Namun penelitian ini sejalan dengan Gayuh (2009) yang mengatakan bahwa tingkat pengetahuan pada siswi yang tidak baik mengalami anemia sebesar 53,5%. Hasil uji statistik dalam penelitian ini diketahui bahwa 34,1% yang tidak mengkonsumsi TTD mengalami anemia, walaupun hasilnya menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi TTD dengan kejadian anemia pada remaja putri (p-value 0,375). Hal ini dimungkinkan karena remaja saat ini tidak dibiasakan mengkonsumsi TTD oleh orang tuanya. Selain itu, pengetahuan yang kurang tentang TTD dapat menjadi alasan rendahnya konsumsi TTD saat haid pada remaja putri. Hasil penelitian ini sejalan dengan Nurhayati (2005) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antar konsumsi TTD dengan kejadian anemia dengan nilai p-value 0,28.

14 SIMPULAN Prevalensi anemia pada remaja putri di SMP N 1 Gatak, kabupaten Sukoharjo sebesar 32%, dengan rata-rata kadar Hb 12,8 g/dl. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada penelitian ini antara lain pendidikan ayah, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, asupan heme, asupan non heme, asupan peningkat absorbsi Zat besi, asupan penghambat absorbsi zat besi, pantangan makanan, pengetahuan tentang anemia dan pengetahuan tentang TTD. Pengetahuan tentang anemia merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian anemia setelah dikontrol oleh variabel pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pantangan terhadap makanan dan variabel pengetahuan tentang TTD. SARAN Sebaiknya pihak sekolah bekerja sama dengan puskesmas untuk mengadakan penyuluhan tentang anemia; pola konsumsi makan; pantangan terhadap makanan dan konsumsi TTD terhadap siswi, melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, penyuluhan bagi orangtua siswi tentang penyediaan bahan makanan yang mengandung heme, non heme, Peningkat absorbsi zat besi dan penghambat absorbsi zat besi. Bagi siswi agar meningkatkan konsumsi sumber makanan zat besi dan meningkatkan konsumsi makanan peningkat absorbsi zat besi, mengkonsumsi TTD secara rutin sesuai dengan aturan minumnya untuk mencegah dan mengobati agar tidak mengalami anemia. DAFTAR PUSTAKA Ambarwati, FR Gizi dan Kesehatan Reproduksi. Cakrawala Ilmu, Yogyakarta Badriah,DL Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. PT Refika Aditama: Bandung Bakta,IM Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Cakrawati D, Mustika NH, Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan. Alfabeta, Bandung Crowin J, Elizabeth Buku Saku Patofisiologi (Handbook of Phatofisiology) (Nike Budhi Subekti, Alih Bahasa). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Depkes RI, Program Pencegahan dan Penanggulangan Gizi mikro TA.2010 Subdit Gizi makro. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Direktorat Jendral Nina Kesehatan Masyarakat Depkes RI, Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2007, Jakarta

15 Gizi dan Kesmas, Gizi dan Kesmas. Edisi revisi. Departemen Gizi dan Kesmas. FKM UI. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta gizi.depkes.go.id/download/nutritionprobleminindonesia.pdf Hermawan, R Analisis Jurnal Penyerapan Zat Besi Pada Wanita Muda India: Hubungan Status Besi dengan anemia. Lash, A.A. & Coyer, S.M. 2008, "Anemia in Older Adults", Medsurg Nursing, vol. 17, no. 5, pp ; quiz 305. Manuaba, IBG Memahami Kesehatan Reproduksi wanita. Arcan: Jakarta Nakashima, A.T.A., de Moraes, Augusto César Ferreira, Auler, F. & Peralta, R.M. 2012, "Anemia prevalence and its determinants in Brazilian institutionalized elderly", Nutrition, vol. 28, no. 6, pp Ningrum RA, Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMP N 1 Gatak, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa tengah. Notoatmodjo, Soekidjo Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta Ruud JS, TBonnie TD, Premenstrual Syndrome : Nutritional Implications. dalam : Zucas DK, ira W (Eds). Nutritional concern of women. 2!" ed. CRC press LLC. Boca Ranton. Hal 61-74

16

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia khususnya anemia defisiensi besi, yang cukup menonjol pada anak-anak sekolah khususnya remaja (Bakta, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kualitas SDM yang dapat mempengaruhi peningkatan angka kematian. sekolah dan produktivitas adalah anemia defisiensi besi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik dan mental yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap di mana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanakkanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008). Anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia merupakan suatu kondisi konsentrasi hemoglobin kurang dari normal, anemia merefleksikan eritrosit yang kurang dari normal di dalam sirkulasi dan anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu golongan dari suatu kelompok usia yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan yang akan dikonsumsinya. Taraf kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi besi. Masalah anemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), 111 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja dalam ilmu psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia pada remaja putri merupakan salah satu dampak masalah kekurangan gizi remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anemia Gizi Besi (AGB) masih menjadi masalah gizi yang utama di Indonesia. Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11) anemia. (14) Remaja putri berisiko anemia lebih besar daripada remaja putra, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah keadaan dimana jumlah eritrosit dalam darah kurang dari yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis.

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah. pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas, istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu masalah gizi wanita yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Setiap pasangan menginginkan kehamilan berlangsung dengan baik, bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya produktifitas kerja dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan zat gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan kecerdasan, menurunnya

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ANEMIA DENGAN STATUS HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ANEMIA DENGAN STATUS HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG ANEMIA DENGAN STATUS HEMOGLOBIN REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR Relationship Knowledge and Attitude about Anemia with Haemoglobin Status of Adolescent Girls in SMAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologik, dan perubahan sosial (Mansur, 2009). Pada remaja putri, pubertas

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologik, dan perubahan sosial (Mansur, 2009). Pada remaja putri, pubertas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa perubahan atau peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia adalah berkurangnya jumlah kadar Hb (sel darah merah) hingga dibawah nilai normal, kuantitas hemoglobin dan volume packed red blood cells ( hematokrit)

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 11 BANDA ACEH TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 11 BANDA ACEH TAHUN 2013 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 11 BANDA ACEH TAHUN 2013 Nurbaiti Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah Banda Aceh Abstrak Penyebab anemia adalah kurangnya konsumsi

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DI SMA NEGERI 15 MEDAN

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DI SMA NEGERI 15 MEDAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DI SMA NEGERI 15 MEDAN Sophie Devita Sihotang*, Nunung Febriany** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia karena defisiensi besi merupakan kelainan gizi yang paling sering ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat. Saat ini diperkirakan kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode remaja adalah periode transisi dari anak - anak menuju dewasa, pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik dan perkembangan emosional antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat pada tubuh remaja membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekurangan zat besi merupakan salah satu masalah gizi utama dan jika terjadi pada anak-anak akan menjadi persoalan serius bangsa. Kekurangan zat besi mempunyai pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi. Prevalensi anemia di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu pembangunan yang telah memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi mikro yang cukup serius dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian besar anemia di Indonesia

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DENGAN POLA MAKAN UNTUK PENCEGAHAN ANEMIA DI SMA SWASTA BINA BERSAUDARA MEDAN TAHUN 2014 No. Responden : A. IDENTITAS RESPONDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu bangsa akan maju dan mandiri jika manusianya berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) seseorang dalam darah lebih rendah dari normal sesuai dengan nilai batas ambang menurut umur dan jenis kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena tanpa kesehatan yang optimal manusia tidak dapat melakukan semua aktifitas kesehariannnya dengan sempurna.perilaku

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *) PENDAHULUAN Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan tahap seseorang mengalami masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak berakhir. Hal ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia adalah penyebab kedua terkemuka didunia dari kecacatan dan dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius global ( WHO, 2014).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

MENSTRUASI TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP MUHAMMADIYAH 21 BRANGSI KECAMATAN LAREN LAMONGAN

MENSTRUASI TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP MUHAMMADIYAH 21 BRANGSI KECAMATAN LAREN LAMONGAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN TABLET Fe PASCA MENSTRUASI TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMOGLOBIN PADA REMAJA PUTRI DI SMP MUHAMMADIYAH 21 BRANGSI KECAMATAN LAREN LAMONGAN Khoirotul Ummah*, Sulistiyowati**, Cucuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan yang banyak dijumpai di berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Wanita muda memiliki risiko yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII DAN IX DI SMP N 8 MANADO

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII DAN IX DI SMP N 8 MANADO HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS VIII DAN IX DI SMP N 8 MANADO Sitti Rahmini Paputungan 1), Nova H. Kapantow 1), A. J. M. Rattu 1) 1) Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK N 2 YOGYAKARTA

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK N 2 YOGYAKARTA HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI SMK N 2 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Nur Khatim AH Tiaki 201510104338 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa depan bangsa yang akan menggantikan generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia anak menjadi usia dewasa. Salah satu

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DI PONDOK PESANTREN AL-MUNAWWIR KOMPLEK Q KRAPYAK YOGYAKARTA. Hera Ariyani 1, Ekawati 1

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DI PONDOK PESANTREN AL-MUNAWWIR KOMPLEK Q KRAPYAK YOGYAKARTA. Hera Ariyani 1, Ekawati 1 188 Media Ilmu Kesehatan Vol. 4, No. 3, Desember 2015 TINGKAT ANEMIA DI PONDOK PESANTREN AL-MUNAWWIR KOMPLEK Q KRAPYAK YOGYAKARTA 1 Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta Hera Ariyani 1, Ekawati 1 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diperkirakan kurang lebih 2,15 milyar orang di dunia menderita anemia dengan prevalensi kejadian anemia dengan prosentase bayi dan anak < 2 tahun (48%), anak sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan dampak masalah gizi pada remaja putri. Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, dapat karena kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hamil. Anemia pada ibu hamil yang disebut Potensial danger of mother and. intra partum maupun post partum (Manuaba, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. hamil. Anemia pada ibu hamil yang disebut Potensial danger of mother and. intra partum maupun post partum (Manuaba, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia adalah jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh terlalu sedikit, dimana peran sel darah merah sangat penting karena sel darah merah mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Hemoglobin merupakan protein berpigmen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia pada Remaja Putri Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan dewasa yaitu antara usia 12 sampai 21 tahun. Mengingat pengertian remaja menunjukkan ke masa

Lebih terperinci

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016

KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016 KEBIASAAN MINUM TABLET FE SAAT MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI KELAS XI DI SMA MUHAMMADIYAH 7 YOGYAKARTA TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Iffah Indri Kusmawati 201510104258 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber energi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Ibu yang sedang hamil mengalami proses pertumbuhan yaitu pertumbuhan fetus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia remaja merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang berawal dari usia 9-10 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun. Remaja sebagai golongan individu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN HUBUNGAN ANTARA ASUPAN Fe DENGAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DENGAN BERAT BADAN BAWAH GARIS KUNING MENURUT KMS DI KELURAHAN SEMANGGI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh : LAILA MUSFIROH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah kadar hemoglobin 1. Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di seluruh dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI PADA SISWI KELAS III DI SMAN 1 TINAMBUNG KABUPATEN POLEWALI MANDAR

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI PADA SISWI KELAS III DI SMAN 1 TINAMBUNG KABUPATEN POLEWALI MANDAR HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS GIZI TERHADAP KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI PADA SISWI KELAS III DI SMAN 1 TINAMBUNG KABUPATEN POLEWALI MANDAR Hapzah 1), Ramlah Yulita 2) 1) STIKES Bina Bangsa Majene

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi utama yang terjadi di seluruh dunia. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia 15-49 tahun yang menderita anemia di enam

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH REMAJA PUTRI DI WILAYAH PUSKESMAS JENGGOT KOTA PEKALONGAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH REMAJA PUTRI DI WILAYAH PUSKESMAS JENGGOT KOTA PEKALONGAN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH REMAJA PUTRI DI WILAYAH PUSKESMAS JENGGOT KOTA PEKALONGAN PADA ANEMIA Himawati Abstrak merupakan salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia. Remaja putri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia (Rasmaliah,2004). Anemia dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang diharapkan setiap pasangan suami istri. Masa kehamilan adalah suatu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses pembuahan dalam rangka melanjutkan keturunan sehingga menghasilkan janin yang tumbuh di dalam rahim seorang wanita (1). Di mana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 10 MANADO

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 10 MANADO HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT BESI DAN PROTEIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMP NEGERI 10 MANADO Sharon G. A. Soedijanto 1), Nova H. Kapantow 1), Anita Basuki 1) 1) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN PENELITIAN PENGARUH PEMBERIAN TABLET Fe DAN BUAH KURMA PADA MAHASISWI DI JURUSAN KEBIDANAN TANJUNGKARANG Nora Isa Tri Novadela*, Riyanti Imron* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang E_mail :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih banyak ditemukan, baik masalah akibat kekurangan zat gizi maupun akibat kelebihan zat gizi. Masalah gizi akibat kekurangan zat gizi diantaranya

Lebih terperinci

Serambi Akademica, Vol. II, No. 2, November 2014 ISSN :

Serambi Akademica, Vol. II, No. 2, November 2014 ISSN : Serambi Akademica, Vol. II, No. 2, November 2014 ISSN : 2337-8085 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA BARO

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR HB DALAM PEMBERIAN TABLET FE + VITAMIN C PADA REMAJA PUTRI DI KOTA BUKITTINGGI. Hasrah Murni (Poltekkes Kemenkes Padang )

PERBEDAAN KADAR HB DALAM PEMBERIAN TABLET FE + VITAMIN C PADA REMAJA PUTRI DI KOTA BUKITTINGGI. Hasrah Murni (Poltekkes Kemenkes Padang ) PERBEDAAN KADAR HB DALAM PEMBERIAN TABLET FE + VITAMIN C PADA REMAJA PUTRI DI KOTA BUKITTINGGI Hasrah Murni (Poltekkes Kemenkes Padang ) ABSTRACT The objective of the study was to look at the differences

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Status Gizi a. Definisi Status Gizi Staus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam

Lebih terperinci

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi anak usia sekolah disebabkan adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi).

Lebih terperinci

Yane Liswanti, Dina Ediana 1Program Studi DIII Analis KesehatanSTIKes BTH Tasikmalaya *Coresponding author :

Yane Liswanti, Dina Ediana 1Program Studi DIII Analis KesehatanSTIKes BTH Tasikmalaya *Coresponding author : HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU KONSUMSI ZAT BESI (fe) PADA IBU HAMIL TERHADAP KADAR hb DI KELURAHAN CILAMAJANG KEC. KAWALU KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2016 Yane Liswanti, Dina Ediana 1Program Studi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG GIZI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA ABSTRAK. Satiti Setiyo Siwi, S.S.T.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG GIZI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA ABSTRAK. Satiti Setiyo Siwi, S.S.T. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG GIZI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL DI KECAMATAN JEBRES SURAKARTA ABSTRAK Satiti Setiyo Siwi, S.S.T. Penyebab tak langsung kematian ibu di Indonesia diantaranya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI, DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH DI KELURAHAN SEMANGGI DAN SANGKRAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh VIKA YUNIATI J 300 101

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI KELAS X DAN XI SMA NEGERI 1 POLOKARTO

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI KELAS X DAN XI SMA NEGERI 1 POLOKARTO HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI KELAS X DAN XI SMA NEGERI 1 POLOKARTO Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S.

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S. HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI DI SMP NEGERI 13 MANADO Natascha Lamsu*, Maureen I. Punuh*, Woodford B.S. Joseph* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi (pembuahan) hingga permulaan persalinan. Dalam periode kehamilan ini ibu membutuhkan asupan makanan sumber

Lebih terperinci

KEJADIAN KEK DAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KALONGAN KABUPATEN SEMARANG

KEJADIAN KEK DAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KALONGAN KABUPATEN SEMARANG KEJADIAN KEK DAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KALONGAN KABUPATEN SEMARANG Puji Pranowowati 1, Yuliaji siswanto 2, Alfan Afandi 3 Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Ngudi Waluyo

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI.

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI. HUBUNGAN POLA MAKAN DAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI ABSTRACT Baiq Nurlaily Utami 1, Surjani 2, Eko Mardiyaningsih 3 1,2) Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran 3) Akademi Keperawatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 21 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian proyek intevensi cookies muli gizi IPB, data yang diambil adalah data baseline penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan proporsi penduduk usia tua (di atas 60 tahun) dari total populasi penduduk telah terjadi di seluruh dunia. Proporsi penduduk lanjut usia (lansia) dari total

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anemia Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi besi, etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan yaitu hemodilusi. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Heatlh Organization 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan

Lebih terperinci

DETERMINAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 22 KOTA JAMBI

DETERMINAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 22 KOTA JAMBI Isati dan Hastono Jurnal Kesmas Jambi (JKMJ) DETERMINAN KEJADIAN ANEMIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 22 KOTA JAMBI Determinants of Anemia in Adolecent Girls in SMP Negeri 22 Jambi City Isati¹ dan Sutanto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia defisiensi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara berkembang dan negara miskin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia. Anemia banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang umum terjadi di dunia, terutama di negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka kejadian anemia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat.

BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting. dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyatakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 26 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah crosectional study. Penelitian dilakukan menggunakan data sekunder dari Program Perbaikan Anemia Gizi Besi di Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vitamin B12, yang kesemuanya berasal pada asupan yang tidak adekuat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. vitamin B12, yang kesemuanya berasal pada asupan yang tidak adekuat. Dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu kadar hemoglobin

Lebih terperinci