BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI DAN PRINSIP- PRINSIP DASAR KOPERASI. Secara etimologi, koperasi berasal dari bahasa Inggris dari kata co dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI DAN PRINSIP- PRINSIP DASAR KOPERASI. Secara etimologi, koperasi berasal dari bahasa Inggris dari kata co dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI DAN PRINSIP- PRINSIP DASAR KOPERASI 2.1 Koperasi Pemahaman koperasi secara umum Secara etimologi, koperasi berasal dari bahasa Inggris dari kata co dan operation. Co berarti bersama dan operation berarti bekerja sehingga apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maka cooperation berarti bekerja bersama. Kemudian dalam bahasa Belanda disebut cooperatie dimana berasal dari kata co yang berarti bersama dan operatie yang berarti bekerja sehingga apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia cooperatie berarti bekerja bersama. Oleh karena demikian maka apabila dilafalkan dalam bahasa Indonesia menjadi koperasi Pengertian koperasi dan dasar hukum koperasi Mengawali pembahasannya maka terlebih dahulu dibahas mengenai pengertian koperasi. Pada umumnya para ahli memberikan pengertian koperasi secara tersendiri sehingga oleh karena itu sulit untuk memahami pengertian koperasi. Akan tetapi dari setiap pengertian koperasi yang diberikan oleh para ahli tersebut terdapat kesamaan sehingga gambaran tentang adanya kesatuan di antara perbedaan-perbedaan tersebut akhirnya diperoleh juga. Beberapa pengertian tentang koperasi yang dijadikan rujukan di antaranya adalah pengertian tentang koperasi dari para ahli yaitu dari C.R Fay, H.E Erdman, Mohammad Hatta, dan Arifinal 31

2 32 Chaniago. Beberapa pengertian dari masing-masing ahli tersebut dikemukakan sebagai berikut. 1. C.R Fay dalam bukunya yang berjudul Cooperative at Home and Abroad mendefinisikan koperasi sebagai : an association for the purpose of joint trading, originating among the weak and conducted always in unselfish spirit on such terms that all who are prepared to assume the duties of membership share in its rewards in proportion to the degree in which they make uses of their association 2. H.E Erdman dalam tulisannya yang berjudul Passing of Monopoli as an Aim of Cooperatives mengemukakan bahwa : the cooperatives as a business corporation, is a legal person, distinct from its members and contionous to exist not with standing their outstanding individual debts or withdrawal. In contract to the ordinary corporation the cooperative serves only as an agent for its members of cooperative serve themselves. They are both owners and users of the services and a contractual arrangement requires all margins above the cost of operation to be returned to the members in the same proportion as their business with the cooperative 3. Mohammad Hatta mendefinisikan koperasi sebagai usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong, semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan seorang buat semua dan semua buat seorang. 4. Arifinal Chaniago mendefinisikan koperasi sebagai suatu perkupulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. 1 Setelah mengetahui pengertian koperasi dari para ahli maka selanjutnya adalah patut diketahui dasar hukum dari koperasi itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia, dasar hukum dari pengertian koperasi terdapat dalam Pasal 1 angka (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 dimana dalam pasal tersebut disebutkan bahwa koperasi adalah 1 Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar dan Nanda Maulisa Benemay, op.cit, h. 20.

3 33 badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dengan bertumpu pada pendapat-pendapat para ahli dan ketentuan UU Perkoperasiaan tahun 1992 dapat dipetik makna bahwa koperasi adalah badan usaha bersama dimana usaha bersama tersebut menunjukkan semangat bekerja sama dalam kegotongroyongan dengan mengutamakan perserikatan (tidak sendiri-sendiri). 2.2 Sejarah Koperasi di Indonesia Koperasi di Indonesia telah dikenal lebih dari setengah abad yang lalu. Sudah tentu koperasi yang pernah didirikan mengalami pasang surut dalam pelaksanaan usahanya. Dalam uraian berikut ini dilakukan tinjauan periodesasi sejarah koperasi di Indonesia. Dimulai dari periodesasi pada zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, zaman pembangunan/kemerdekaan, zaman orde baru, dan zaman reformasi Zaman penjajahan Belanda Cita-cita untuk mendirikan koperasi telah lama terkandung dalam pikiran bangsa Indonesia. Dalam kesulitan hidup yang serba dengan keputusasaan kemudian muncullah seseorang yang memberi semangat hidup oleh karena Beliau paham tentang jiwa rakyat yang sedang dilanda kemiskinan dan kebodohan. Seseorang tersebut adalah Raden Aria Wiriatmadja, yaitu seorang Patih dari Purwokerto, Jawa Tengah.

4 34 Patih Raden Aria Wiriatmadja merupakan orang Indonesia yang merupakan pelopor cikal bakal pembentukan embrio koperasi di Indonesia pada tahun Ide pembentukan embrio koperasi ini muncul akibat Beliau melihat nasib pegawainya yang selalu menjadi sasaran lintah darat dalam memenuhi kehidupan. Berdasarkan pada ide pembentukan embrio koperasi tersebut maka timbul pemikiran dari Patih Raden Aria Wiriatmadja membentuk Hulp en Spaar Bank (Bank Pertolongan dan Tabungan) yang ditujukan untuk membantu pegawainya. Bank ini mendapat bantuan dari seorang pejabat Belanda yang bernama E. Sieberg, seorang asisten Residen. Karena rajin dan tulus hatinya dalam menolong orang, Patih Raden Aria Wiraatmadja mendapat bantuan dari asisten Residen tersebut berupa bantuan uang sebanyak 4000 gulden untuk mengelola usaha bank tersebut. 2 Pada gilirannya terjadi pergantian asisten Residen oleh De Wolff van Westerroode. Pada masa kepemimpinan De Wolff van Westerroode, justru diberikan dorongan untuk membantu mengembangkan usaha bank tadi menjadi Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouwecrediet Bank (Bank Penolong, Tabungan, dan Kredit Pertanian Purwokerto) dengan tujuan untuk membantu petani. 3 Lambat laun, akhirnya pada tahun 1908 bertepatan dengan lahirnya gerakan Budi Oetomo, koperasi dikembangkan oleh para pendiri Budi Oetomo dimana koperasi yang dirintis adalah koperasi rumah tangga 2 A. Hanan Hardjasasmita, 1982, Sejarah Lahirnya Gerakan Koperasi Indonesia Dan Perkembangannya Sampai Dengan Awal Periode 80 an, Armico, Bandung, h Ibid.

5 35 (koperasi konsumen). Sejak saat itulah masuknya pengaruh sendi-sendi dasar koperasi dari Rochdale ke Indonesia. Sendi dasar demokrasi dan sendi dasar kesamaan hak mulai dikenal dan diterapkan. Sekitar tahun 1912 sendi dasar tersebut dilaksanakan pula oleh organisasi Sarekat Islam yang kemudian mengubah nama menjadi Sarekat Dagang Islam pada tahun Namun, baik ikhtiar Budi Oetomo maupun Sarekat Islam belum menghasilkan koperasi yang semula diharapkan dan bahkan umurnya juga tidak panjang. Koperasi yang lahir sebagai akibat gerakan Budi Oetomo dan Sarekat Dagang Islam tersebut tidak bertahan lama karena Pemerintah Hindia Belanda mengundangkan Staatsblaad Nomor 431 tahun 1915 (Verordening op de Cooperatieve) dimana dengan keluarnya Staatsblaad tersebut menyulitkan penduduk pribumi. Hal-hal yang menyulitkan tersebut diantaranya adalah bahwa dalam pendirian koperasi harus mendapat izin Gubernur Jenderal, akta pendirian koperasi harus dibuat dengan perantaraan Notaris yang tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit, akta pendirian koperasi harus ditulis dalam Bahasa Belanda, biaya materai sekurang-kurangnya 50 gulden, dan setelah koperasi didirikan harus diumumkan di Javasche Courant yang biayanya tinggi. 4 Dengan adanya pengundangan Staatsblaad Nomor 431 tahun 1915 tersebut muncul reaksi dari pergerakan kaum nasional. Pada tahun 1920 akhirnya dibentuk sebuah panitia khusus yang disebut Cooperatieve 4 Soeharto Djojosoempomo, 1964, Pola Koperasi Indonesia dan Perkembangannya, Sinar Asia, Yogyakarta, h. 48.

6 36 Commisie 1920 yang dibentuk atas dasar keputusan pemerintah tanggal 10 Juni 1920 dimana Cooperatieve Commisie 1920 tersebut diketuai oleh Dr. H.J Boeke. Tugas dari panitia tersebut adalah untuk meneliti arti dan manfaat badan koperasi bagi masyarakat pribumi, cara-cara dan saranasarana yang dapat digunakan untuk mengembangkannya. Hasil dari Cooperatieve Commisie 1920 tersebut adalah diundangkannya Staatsblaad Nomor 91 tahun Isi dari Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927 tersebut adalah akta pendirian koperasi tidak perlu dibuat dengan perantaraan Notaris tetapi cukup didaftarkan pada Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi, akta pendirian dapat ditulis dalam bahasa daerah, ongkos materainya adalah 3 gulden, dan pendaftaran koperasi tidak mutlak diumumkan dalam Javasche Courant. Dalam hal ini, dengan diundangkannya Staatsblaad Nomor 91 tahun 1927 pada intinya adalah menguatkan sikap pemerintah yang melihat koperasi sebagai sarana yang tepat untuk memajukan rakyat, menjadikan landasan yang kuat untuk penerbitan peraturan perkoperasiaan bagi masyarakat pribumi dan pembentukan organisasi yang mengurus soal koperasi, mendorong pemerintah untuk terlibat secara aktif dalam pembentukan dan pengembangan perkumpulan koperasi, serta pertumbuhan koperasi diserahkan kepada masyarakat Zaman penjajahan Jepang Zaman penjajahan Jepang yang dimulai pada bulan Maret tahun 1942, koperasi berubah kedudukan dan perannya dari gerakan rakyat yang

7 37 pada prinsipnya memiliki otonomi menjadi alat pemerintah penjajah. Kehidupan koperasi mengalami masa suram dan tidak banyak yang diketahui tentang koperasi pada masa itu. Koperasi dibentuk di hampir seluruh wilayah kecamatan di Jawa dan Madura serta ditugaskan untuk mendistribusikan barang-barang pemerintah kepada rakyat dan mengumpulkan hasil bumi bagi tentara Jepang. 5 Meskipun masa penjajahan Jepang jauh lebih pendek dibandingkan dengan masa penjajahan Belanda, namun pengaruhnya terhadap pertumbuhan perkoperasiaan di Indonesia sangat besar. Pada zaman penjajahan Jepang ini terbukti bahwa pertumbuhan koperasi tidak dapat dipaksakan karena paksaan itu bertentangan dengan jiwa dan prinsip koperasi, yaitu asas sukarela. 6 Ruang gerak koperasi terbatas karena rapat anggota koperasi tidak dapat mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya tetapi harus sesuai dengan kehendak tentara Jepang. Pembatasan lainnya adalah bahwa pendirian koperasi harus mendapat izin dari Residen sebagai penguasa setempat. Peraturan perkoperasiaan yang berlaku pada zaman penjajahan Jepang adalah masih tetap pada Staatsblaad Nomor 91 Tahun 1927 karena dianggap tidak bertentangan dengan pemerintah Jepang. Setelah pemerintah Jepang menyadari potensi koperasi untuk mempengaruhi rakyat maka pemerintah pun membantu pertumbuhannya. Tetapi banyak rakyat yang belum memahami tentang adanya koperasi dan prinsip- 5 A. Hanan Hardjasasmita, op.cit, h H.R.A Rivai Wirasasmita, N. Kusno, dan Erna Herlinawaty Y, 1999, Manajemen Koperasi, Pionir Jaya, Bandung, h. 10.

8 38 prinsipnya sehingga banyak yang menjadi anggota koperasi bukan karena kesadaran tetapi adanya keinginan untuk memperoleh jatah dari pemerintahan Jepang. Oleh karena demikian, maka banyak pihak yang cenderung mengatakan bahwa pada zaman penjajahan Jepang tidak berlaku sendisendi dasar koperasi dan dalam hal ini tentunya koperasi pada zaman penjajahan Jepang kehilangan identitasnya sebagai kelembagaan yang memperjuangkan kesejahteraan rakyat Zaman pembangunan atau kemerdekaan Setelah masa penjajahan Jepang berakhir dan Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tahun 1945 maka terbukalah sejarah baru bagi bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat untuk melaksanakan pembangunan bangsa dengan kemampuan bangsa sendiri. Untuk mengisi kemerdekaan, dibuatlah landasan hukum yaitu Undang- Undang Dasar 1945 yang memuat tentang koperasi dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Atas prakarsa R. Soeriaatmadja yang diangkat menjadi Kepala Jawatan Koperasi yang pertama pada tahun 1946 bahwa pada tanggal 9 sampai dengan 12 Desember 1946 diselenggarakan Konferensi Jawatan Koperasi dimana hadir Kepala-Kepala Jawatan Koperasi keresidenan dan kabupaten seluruh Jawa dan Madura sebanyak 75 orang. Hadir pula Wakil Presiden Drs. Mohamad Hatta yang menyampaikan sambutan yang pada dasarnya menyatakan antara lain sebagai berikut.

9 39 1. Sudah tiba waktunya menyusun perekonomian sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Mendirikan koperasi di Indonesia bukan dengan meniru begitu saja cara di zaman Belanda karena koperasi pada waktu itu adalah reaksi terhadap kapitalisme 3. Dasar perekonomian Republik Indonesia (Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945) adalah mirip dengan kolektivisme dan inilah yang akan kita jalankan dengan rencana perekonomian teratur. 4. Kita mengadakan koperasi di masa kini dan masa yang akan datang bukan sebagai reaksi terhadap adanya masyarakat ganda. 5. Untuk mempersiapkan dan melaksanakan hidup berkoperasi, betapa pentinya pendidikan. 7 Atas anjuran dan penjelasan konferensi sampai juga kepada sejumlah tokoh pusat Koperasi Keresidenan Priangan yang sedang mengungsi bersama staf pegawainya dari Bandung ke Tasikmalaya dan akhirnya diadakan pertemuan keluarga besar koperasi yang disebut kongres Koperasi Indonesia pertama berlangsung dari tanggal 11 sampai dengan 14 Juli Dalam kongres tersebut hasilnya adalah asas koperasi rakyat Indonesia adalah gotong royong dan kekeluargaan, meningkatkan pembentukan modal melalui perlombaan pekan tabungan koperasi, membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia untuk memperjuangkan segi-segi hukum, pendidikan, dan penyuluhan, menyelenggarakan pendidikan dengan mengutamakan pembentukan kader-kader koperasi, menjadikan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi, dan mengusahakan terbentuknya koperasi desa sebagai dasar untuk memperkuat susunan ekonomi bangsa. 7 A. Hanan Hardjasasmita, op.cit. h. 33.

10 40 Pada tahun 1958 diundangkan Undang-Undang Nomor 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. Terdapat dua peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 79 tahun 1958 yang sangat dominan mencerminkan sikap pemerintah dalam membina koperasi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi dan Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1960 tentang Badan Penggerak Koperasi. 8 Setelah keluarnya Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 1960 tersebut, tepatnya pada tahun 1965 melalui Undang-Undang Nomor 14 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasiaan timbul suatu gejala baru pada perkoperasiaan Indonesia. Gejala tersebut adalah diikutsertakannya kekuatan-kekuatan di luar koperasi untuk mencampuri urusan-urusan koperasi secara mendalam. Kekuatan-kekuatan tersebut adalah unsur politik pemerintah yang menyebabkan sendi-sendi dasar koperasi tinggal rumusan saja karena ternyata banyak koperasi yang meninggalkannya dan lebih mengutamakan sebagai ajang untuk mencari keuntungan pribadi Zaman orde baru Dengan diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasiaan maka terbentuklah sendi-sendi dasar koperasi secara lengkap. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 disebutkan bahwa sendi-sendi dasar koperasi Indonesia adalah sifat keanggotaannya sukarela dan terbuka untuk setiap warga negara Indonesia, rapat anggota 8 Ima Suwandi, op.cit, h. 55.

11 41 merupakan kekuasaan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi, pembagian sisa hasil usaha diatur menurut jasa masing-masing anggota, adanya pembatasan bunga atas modal, mengembangkan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya, usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka, serta swadaya, swakerta, dan swasembada sebagai pencerminan daripada prinsip dasar koperasi. Dalam hal ini, poin penting dalam periodesasi koperasi pada tahun 1967 adalah Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 merupakan undang-undang yang pertama kalinya menyebut koperasi sebagai badan hukum. Oleh karena demikian maka dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1967 tersebut tercantum pula ketentuan mengenai rapat anggota yang berfungsi sebagai pencerminan demokrasi ekonomi. Di samping itu, terdapat pula program dari pemerintah untuk memberikan penerangan kepada manajer dalam mengelola usaha koperasi secara profesional sesuai dengan kebijaksanaan yang diletakkan oleh pengurus serta memfungsikan badan pemeriksa sebagai wakil rapat anggota dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan oleh pengurus dan manajer. Kemudian pada tahun 1992, diundangkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasiaan (UU Perkoperasiaan tahun 1992). Undang-Undang ini hadir akibat ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, permodalan, serta pembinaan

12 42 koperasi untuk lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas pada definisi koperasi menurut UU Perkoperasiaan tahun 1992 yakni badan hukum yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi serta berdasar atas asas kekeluargaan Zaman reformasi Pada pertengahan bulan Oktober tahun 2012, Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan sidang paripurna untuk membahas pergantian UU Perkoperasiaan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun Dalam rapat tersebut, Menteri Koperasi dan UKM pada saat itu Bapak Syarifuddin Hasan mendorong percepatan realisasi UU Perkoperasiaan yang baru dengan dasar pengembangan serta pemberdayaan koperasi nasional dimana koperasi selayaknya mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasiaan sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan para anggotanya. Setelah diundangkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 muncul reaksi atas regulasi ini. Reaksi tersebut berasal dari Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Provinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur, Pusat Koperasi An-Nisa Jawa Timur, Pusat Koperasi Bueka 9 Suhardi, Moh. Taufik Makarao, dan Fauziah, op.cit, h Ibid.

13 43 Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Agung Haryono, dan Mulyono. Pihak-pihak tersebut mengajukan permohonan gugatan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi karena ketentuan Pasal 1 angka 1, Pasal 50 ayat (1), Pasal 55 ayat (1), Pasal 56 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 80, Pasal 82, dan Pasal 83 tidak sesuai dengan amanat UUD NRI Mahkamah Konstitusi menilai bahwa Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 yang menyebut koperasi sebagai badan hukum tidak mengandung pengertian substantif dimana hal ini tidak sejalan dengan koperasi seperti apa yang diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (1) UUD NRI 1945 sehingga dalil pemohon bahwa pengertian koperasi mengandung individualisme adalah beralasan menurut hukum. Bahwa Pasal 1 angka 1 berbunyi : koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi Mahkamah Konstitusi menilai bahwa pendefinisian koperasi sebagai sebuah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan sudah jelas menunjukkan semangat pembentuk Undang-Undang Republik Indonesia 11 Agus Sahbani, 2014, UU Perkoperasiaan dibatalkan Karena Berjiwa Korporasi, URL : diakses pada tanggal 6 Januari 2016.

14 44 Nomor 17 tahun 2012 merubah paradigma keberadaan koperasi yang sebelumnya merupakan usaha bersama menjadi usaha pribadi. Di samping itu, Pasal 50 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a dan e, dan Pasal 56 ayat (1) yang memberi tugas kepada pengawas untuk mengusulkan pengurus, menerima atau menolak anggota baru hingga memberhentikan anggota adalah kontradiktif dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) yang menjadikan demokrasi dan persamaan sebagai nilai dasar kegiatan koperasi. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip demokrasi ekonomi. Akibatnya, menurut Mahkamah Konstitusi koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan Perseroan Terbatas. Koperasi menjadi kehilangan roh konstitusionalitasnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bangsa yang berfilosofi gotong royong. Mahkamah Konstitusi berpandangan bahwa meskipun permohonan pemohon hanya mengenai pasal tertentu namun karena pasal tersebut mengandung materi muatan norma substansial yang menjadi jantung perkoperasiaan maka harus dibatalkan seluruhnya. Oleh karena demikian, Mahkamah Konstitusi memutuskan sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 dalam amarnya memuat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasiaan bertentangan dengan UUD NRI 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2012 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dan UU Perkoperasiaan tahun 1992 berlaku untuk sementara waktu sampai dengan

15 45 terbentuknya undang-undang koperasi yang baru. UU Perkoperasiaan tahun 1992 ini berlaku sementara waktu dimaksudkan untuk menghindari kekosongan hukum. 2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Koperasi Asas koperasi Koperasi di Indonesia menganut asas kekeluargaan. Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 2 UU Perkoperasiaan tahun Dengan berdasarkan atas asas kekeluargaan telah mencerminkan adanya kesadaran dari hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatu atas dasar keadilan, kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama. 12 Asas kekeluargaan ini biasanya disebut dengan istilah gotong royong yang mencerminkan semangat kebersamaan. Gotong royong dalam pengertian kerja sama pada koperasi memiliki beberapa pengertian, yaitu gotong royong dalam lingkup organisasi, bersifat terus menerus dan dinamis, dilaksanakan atas dasar hubungan ekonomi, dan dilaksanakan dengan terencana serta berkesinambungan Keanggotaan Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa anggota koperasi terdiri dari orang seorang atau badan hukum. Bertumpu pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Perkoperasiaan tahun 1992 tersebut bahwa Jakarta, h G. Kartasapoetra, Bambang S, dan A. Setiady, 2003, Koperasi Indonesia, Rineka Cipta,

16 46 patut ditinjau ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 tersebut membahas tentang koperasi primer, yaitu koperasi yang dibentuk oleh minimal 20 orang dan dalam ayat (2) nya dibahas tentang koperasi sekunder, yaitu koperasi yang dibentuk oleh minimal 3 koperasi. Dalam pembahasan ini, hanya dibahas ketentuan tentang koperasi primer seperti yang telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun Dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa koperasi primer dibentuk sekurang-kurangnya oleh 20 orang. Orang-orang tersebut tentunya merupakan anggota koperasi yang dalam Pasal 17 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Secara umum yang dapat menjadi anggota koperasi di Indonesia ialah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi ketentuan-ketentuan berikut. 1. Dewasa dan mampu melakukan tindakan hukum. Ini berarti bahwa anak-anak di bawah umur tidak dapat diterima menjadi anggota dan pula tidak dapat mendirikan koperasi di kalangan mereka sendiri. Ini disebabkan oleh karena hanya orang-orang dewasa yang dapat mengikat perjanjian jual beli, memiliki hak menuntut di muka pengadilan. Adanya koperasi-koperasi sekolah yang dimaksud sebagai wadah pendidikan praktek koperasi di sekolah-sekolah dikecualikan dari ketentuan ini, karena koperasi ini dimaksudkan sebagai tempat dimana para murid belajar sambil berbuat sesuatu. Yang tidak dapat menjadi anggota koperasi adalah juga mereka yang walaupun sudah dewasa tetapi tidak berpikiran waras serta dalam keadaan sakit yang tidak mungkin sembuh lagi karena mereka ini tidak mungkin bekerja secara biasa seperti anggota-anggota lain.

17 47 2. Menyetujui landasan idiil, asas, dan sendi dasar koperasi, seorang yang hendak menjadi anggota koperasi, sebelumnya mempelajari maksud dan tujuan koperasi yang bersangkutan dan juga landasan idiil, asas, dan sendi dasar koperasi. Jika seorang menyetujui anggota suatu koperasi, maka dengan sendirinya dapat dianggap bahwa sebelumnya ia telah mempelajari dan menyetujui hal-hal tersebut diatas. Yang sudah menjadi anggota sekalipun perlu terus-menerus mempelajari tentang cara-cara memajukan koperasi sehingga semua anggota turut memikirkan usaha-usaha apa yang dapat menambah perbaikan masingmasing anggota. 3. Sanggup dan memenuhi kewajibannya dan melakukan haknya sebagai anggota koperasi. Anggota koperasi lebih dahulu harus mengetahui kewajibannya baru sesudah kewajibannya sebagai anggota dipenuhi, dapatlah ia menuntut haknya. 13 Setiap anggota koperasi memiliki kewajiban untuk mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam rapat anggota, berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh koperasi, serta mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas dasar rasa kekeluargaan. Kemudian hak dari setiap anggota koperasi adalah menghadiri, menyatakan, dan memberikan suara dalam rapat anggota, memberikan kritik dan/atau saran kepada pengurus baik diminta maupun tidak diminta, meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan anggaran dasar, memilih dan/atau dipilih menjadi pengurus atau pengawas, serta mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Struktur Organisasi Koperasi berikut. Adapun alat-alat perlengkapan organisasi koperasi adalah sebagai 1. Rapat Anggota 13 Ninik Widiyanti, 1992, Manajemen Koperasi, Cet. III, Rineka Cipta, Jakarta, h. 79.

18 48 Rapat anggota memiliki kewenangan tertinggi pada perangkat organisasi koperasi karena rapat anggota memiliki kewenangan untuk menetapkan anggaran dasar, kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha koperasi. Kewenangan lainnya adalah melakukan pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas, rencana kerja, rencana anggaran dan pendapatan belanja koperasi. Pengambilan keputusan dalam rapat anggota dilakukan dengan berbagai ketentuan, yaitu keputusan rapat anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak diperoleh dengan musyawarah maka pengambilan keputusan dilakukan dengan berdasarkan suara terbanyak. Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota memiliki hak satu suara dan hak suara dalam koperasi sekunder yang dapat diatur dalam anggaran dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha koperasi secara berimbang. Di samping itu, rapat anggota berhak untuk meminta pertanggung jawaban pengurus dan pengawas koperasi dalam pengelolaan koperasi. Selain melaksanakan rapat anggota yang dilakukan paling sedikit satu tahun tersebut, koperasi dapat juga melakukan rapat anggota luar biasa. Koperasi dapat melakukan rapat anggota luar biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada rapat anggota. Rapat anggota luar biasa dapat dilakukan atas permintaan

19 49 sejumlah anggota koperasi atau atas keputusan pengurus yang pelaksanannya diatur dalam anggaran dasar. 2. Pengurus Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi setingkat di bawah kekuasaan rapat anggota. 14 Pengurus memiliki peran dalam mengelola dan mengembangkan koperasi. Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun 1992 disebutkan bahwa pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota. Pengurus koperasi terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Ketua koperasi bertugas memimpin dan mengawasi tugas anggota pengurus, memberikan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas kepada rapat anggota, memimpin rapat anggota serta menandatangani buku daftar anggota dan pengurus. Sekretaris bertugas memelihara buku-buku organisasi, bertanggung jawab dalam bidang administrasi, menyelenggarakan notulen rapat, serta menyusun laporan organisasi. Bendahara bertugas mengurus keuangan, mengawasi pengeluaran agar tidak melampaui anggaran belanja serta membimbing dan mengawasi pekerjaan pemegang kas. Pengurus koperasi dipilih dari dan oleh anggota dalam suatu rapat anggota untuk masa jabatan selama 5 tahun dengan kemungkinan dapat dipilih kembali. Sedangkan bagi koperasi yang beranggotakan badan- 14 R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma, 2005, Hukum Koperasi Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h

20 50 badan hukum koperasi, pengurusnya dipilih dari anggota-anggota koperasi. Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi pengurus koperasi ditetapkan dalam anggaran dasar koperasi. Biasanya syarat-syarat tersebut sesuai dengan jenis koperasi dimana pengurus itu akan memimpinnya, yaitu sebagai berikut. a. Harus turut ambil bagian dalam usaha koperasi serta telah memenuhi kewajiban dalam koperasi seperti membayar simpanan pokok dan telah memiliki pengalaman dalam usaha koperasi b. Harus menyediakan waktu untuk menghadiri rapat pengurus serta turut mengeluarkan pendapat yang berguna demi kemajuan para anggota c. Harus mengerti dan memiliki pengalaman tentang organisasi koperasi serta aktif memperhatikan kerapian organisasi koperasi d. Harus bersedia mendengar usul-usul atau keberatan dari pihak anggota guna kebaikan bersama serta membicarakan hal itu dalam rapat pengurus e. Harus menghargai pendapat sesama anggota walaupun tidak selalu sama sebelum mengambil keputusan f. Harus mematuhi keputusan rapat pengurus dan tidak dibenarkan menjalankan kemauannya sendiri-sendiri g. Harus mempunyai sifat terbuka dan mau menerima kemajuan-kemajuan tekonologi baru dan penemuan-penemuan ke arah pembaharuan 15 Kemudian, wewenang pengurus dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 30 ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun 1992 adalah mewakili koperasi di luar dan di dalam pengadilan, memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai ketentuan anggaran dasar, melakukan tindakan dan upaya bagi pengembangan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota. 15 Ibid, h

21 51 Untuk mewujudkan profesionalisme dalam pengelolaan dan pengembangan usaha koperasi, pengurus diberi kuasa untuk mengangkat tenaga pengelola yang memiliki keahlian dalam mengelola usaha koperasi. Pengangkatan pengelola oleh pengurus ini harus mendapat persetujuan dari rapat anggota. Pengelola sebagai manajer ini diberi wewenang dan kuasa yang dimiliki pengurus yang besarnya ditentukan sesuai dengan kepentingan koperasi. Pengelola sebagai manajer ini memiliki kewajiban memimpin pelaksanaan kegiatan usaha yang telah digariskan oleh pengurus, mengangkat dan/atau memberhentikan karyawan koperasi atas kuasa dan/atau persetujuan pengurus, membantu pengurus dalam menyusun anggaran belanja dan pendapatan koperasi, melaporkan secara teratur kepada pengurus tentang pelaksanaan tugas yang diberikan kepadanya dan dapat memberikan saran perbaikan serta peningkatan usaha koperasi Pengawas Pengawas juga merupakan perangkat organisasi koperasi yang berada setingkat di bawah rapat anggota. Anggota pengawas tidak dapat merangkap jabatan sebagai pengurus sebab kedudukan tugas pengawas adalah mengawasi pelaksanaan kepengurusan yang dilakukan oleh pengurus. Berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (1) UU Perkoperasiaan tahun 1992, pengawas koperasi dipilih dari dan oleh anggota koperasi dalam 16 Nindyo Pramono, 1986, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia di dalam Perkembangan, TPK Gunung Mulia, Yogyakarta, h. 131.

22 52 rapat anggota serta bertanggung jawab kepada rapat anggota. Dengan demikian, pengawas ini tidak dibenarkan diangkat dari orang di luar koperasi. Di samping itu, untuk dapat diangkat menjadi pengawas maka patut memiliki keterampilan kerja dan wawasan di bidang pengawasan, jujur, dan berdedikasi tinggi terhadap koperasi. Kewenangan pengawas berdasarkan pada Pasal 39 ayat (2) UU Perkoperasiaan tahun 1992 adalah meneliti catatan yang ada pada koperasi serta mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Untuk dapat melaksanakan pemeriksaan/penelitian diperlukan keahlian khususnya dalam bidang pembukuan. 17 Atas dasar pertimbangan ini, pengawas dapat meminta jasa bantuan audit kepada akuntan publik. Yang dimaksud dengan jasa bantuan audit adalah audit terhadap laporan keuangan maupun audit lainnya sesuai dengan keperluan koperasi Sistem Pertanggung Jawaban Perangkat Organisasi Koperasi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam struktur perangkat organisasi koperasi. Rapat anggota merupakan perwujudan kehendak dari para anggota untuk membicarakan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi. Dalam rapat anggota, anggota bebas untuk memberikan usul atau saran untuk kebaikan jalannya kehidupan koperasi. Melalui rapat anggota, pengurus dan pengawas masing-masing memiliki tanggung jawab. Pengurus bertanggung jawab untuk melaporkan 17 Ima Suwandi, op.cit, h R.T Sutantya Rahardja Hadhikusuma, op.cit, h. 91.

23 53 hasil pelaksanaan pengelolaan koperasi kepada anggota dan pengawas bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pemeriksaan pelaksanaan pengurusan koperasi oleh pengurus kepada anggota. Apabila para anggota tidak berkeberatan dengan laporan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas maka laporan pertanggung jawaban tersebut disahkan dalam rapat anggota. Di samping itu, dalam rapat anggota juga disahkan laporan keuangan tahun berjalan. Dalam hal rapat anggota tidak mengesahkan laporan pertanggung jawaban pengurus dan pengawas maka dapat ditinjau saran dari anggota. Saran tersebut dapat berupa permintaan untuk dilakukan pengulangan audit pembukuan dan untuk itu maka dapat meminta jasa akuntan publik seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Apabila ternyata pengurus terbukti melakukan perbuatan yang secara material merugikan koperasi dengan atas dasar telah dilakukannya audit, maka hal tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh pengurus. Hal ini berarti pula bahwa pengawas tidak melaksanakan tugas pengawasan dengan baik terhadap tindakan yang dilakukan pengurus dalam pengelolaan koperasi.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS

TUGAS AKHIR MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS TUGAS AKHIR MAKALAH LINGKUNGAN BISNIS Oleh : IBNU SURYO WIBOWO 10.12.4559 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Tugas karya ilmiah ekonomi koperasi ABSTRAK Karya Tulis mengenai Koperasi di Indonesia.. Karya Tulis mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koperasi Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai badan

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: PANDU PERDANA PUTRA BP

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: PANDU PERDANA PUTRA BP SKRIPSI PELAKSANAAN PENINGKATAN MODAL KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS NEGERI PADANG (KPRI-UNP) MELALUI MODAL PINJAMAN BANK DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA ANGGOTA Diajukan Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung) 1.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung) 1. BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Simpan Pinjam 1. Pengertian Koperasi, Simpanan dan Pinjaman Dalam kamus besar bahasa indonesia Koperasi adalah perserikatan yang bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 116, 1992 (PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warganegara. Kesejahteraan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi I. PEMOHON 1. Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Provinsi Jawa Timur,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bibit koperasi di Indonesia tumbuh di Purwokerto pada tahun Waktu itu

BAB I PENDAHULUAN. Bibit koperasi di Indonesia tumbuh di Purwokerto pada tahun Waktu itu A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bibit koperasi di Indonesia tumbuh di Purwokerto pada tahun 1896. Waktu itu seorang pamong praja bernama Patih R.Aria Wiria Atmaja mendirikan sebuah bank yang

Lebih terperinci

KEPPRES 24/1999, PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA

KEPPRES 24/1999, PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 24/1999, PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA *48766 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 24 TAHUN 1999 (24/1999) TENTANG PENGESAHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi I. PEMOHON 1. Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Provinsi

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA

ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ANGGARAN DASAR KOPERASI FORTUGA ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- -----BAB I ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ---- ----

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan sebuah pinjaman dengan bunga yang ringan maupun menjual

BAB I PENDAHULUAN. memberikan sebuah pinjaman dengan bunga yang ringan maupun menjual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang dengan pertumbuhan penduduk yang pesat namun kemampuan ekonomi penduduk yang tidak mendukung membuat roda perekonomian

Lebih terperinci

25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN

25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN Pada tulisan sebelumnya telah disinggung bahwa sejarah koperasi di Indonesia berawal dari R.A. Wirjaatmadja, Patih Purwokerto, untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI

PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI 7 Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 10/Per/M.KUKM/XII/2011 Tentang : Pedoman Penyelenggaraan Rapat Anggota Koperasi PEDOMAN PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA

Lebih terperinci

ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH. Oleh. Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK

ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH. Oleh. Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK 1 ANALISIS PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP KINERJA PENGURUS KUD KARYA BERSAMA DI WATES LAMPUNG TENGAH Oleh Yulistina Dosen Tetap STIE Umitra ABSTRAK Tujuan penelitian adalah sebagai bahan kajian dalam perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tamba

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1490, 2015 KEMENKOP-UKM. Modal. Penyertaan. Koperasi. Pemupukan. Petunjuk Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT KELURAHAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

URAIAN MATERI. A. Pengertian Koperasi

URAIAN MATERI. A. Pengertian Koperasi URAIAN MATERI A. Pengertian Koperasi Kata Koperasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu co dan operation. Co berarti bersama, operation berarti usaha. Kalau kedua kata itu dirangkai, maka koperasi dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain lembaga perbankan terdapat lembaga-lembaga perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. selain lembaga perbankan terdapat lembaga-lembaga perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Lembaga Perekonomian di Indonesia sangat pesat, selain lembaga perbankan terdapat lembaga-lembaga perekonomian yang menjamur di Indonesia. Salah satu lembaga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa Koperasi,baik

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP KOPERASI. Koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan

BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP KOPERASI. Koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan BAB II TINJAUAN HUKUM TERHADAP KOPERASI A. Pengertian dan Landasan Koperasi Koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja. 11 Dari dua kata ini,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI

BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI BAB V TATA CARA PENDIRIAN KOPERASI ANGGARAN DASAR/ANGGARAN RUMAH TANGGA KOPERASI Pendirian koperasi didasarkan oleh keinginan dari beberapa orang yang bersepakat bergabung, mengelola kegiatan dan kepentingan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PER/M.KUKM/IX/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PER/M.KUKM/IX/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA KOPERASI MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PER/M.KUKM/IX/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Keputusan

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA MUKADIMAH

ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA MUKADIMAH LAMPIRAN KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24 Tahun 1999 TANGGAL : 24 Maret 1999 ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA MUKADIMAH Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan atas perjuangan seluruh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DEWAN KOPERASI INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XI/2013 Badan Hukum Koperasi, Modal Penyertaan, Kewenangan Pengawas Koperasi dan Dewan Koperasi Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XI/2013 Badan Hukum Koperasi, Modal Penyertaan, Kewenangan Pengawas Koperasi dan Dewan Koperasi Indonesia RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XI/2013 Badan Hukum Koperasi, Modal Penyertaan, Kewenangan Pengawas Koperasi dan Dewan Koperasi Indonesia I. PEMOHON 1. Yayasan Bina Desa Sadajiwa, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan De Poerwokereto Tosche Hulp, Spaar-en Land Boow Crediet

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan De Poerwokereto Tosche Hulp, Spaar-en Land Boow Crediet 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi di Indonesia pertama kali didirikan dan dirintis tahun 1895 oleh seorang patih dipurwokerto bernama Raden Aria Wirjaatmadja dan dinamakan De Poerwokereto

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

BAB I NAMA TEMPAT KEDUDUKAN. menjalankan kegiatan sebagai berikut: 1. Membina dan mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan di antara para anggotanya.

BAB I NAMA TEMPAT KEDUDUKAN. menjalankan kegiatan sebagai berikut: 1. Membina dan mengembangkan rasa kesatuan dan persatuan di antara para anggotanya. BAB I NAMA TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Badan Usaha ini bernama Kelompok Simpan Pinjam Warga Sejahtera dengan nama singkatan KSPWS KSPWS berkedudukan hukum di Rt 2/11 Desa Cijujung Kecamatan Sukaraja Kabupaten

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI SEBAGAI PENYALUR KREDIT. A. Pengertian dan Sejarah Pengaturan Koperasi di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI SEBAGAI PENYALUR KREDIT. A. Pengertian dan Sejarah Pengaturan Koperasi di Indonesia BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOPERASI SEBAGAI PENYALUR KREDIT A. Pengertian dan Sejarah Pengaturan Koperasi di Indonesia Dilihat dari segi bahasa, secara umum koperasi berasal dari kata-kata Latin yaitu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 24 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 1999 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGATURAN MENGENAI DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 111 Undang-undang Nomor 22 Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyederhanaan dan pendayagunaan kehidupan politik,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PARTAI POLITIK LOKAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat : : bahwa

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR. Koperasi Primer Nasional MEDIA INDONESIA MERDEKA

ANGGARAN DASAR. Koperasi Primer Nasional MEDIA INDONESIA MERDEKA ANGGARAN DASAR Koperasi Primer Nasional MEDIA INDONESIA MERDEKA BAB I NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN JANGKA WAKTU Pasal 1 (1) Badan Usaha ini adalah koperasi Pekerja dan Pengusaha Media dengan nama Koperasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Badan Usaha Koperasi 1. Pengertian dan Dasar Hukum Koperasi Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang pekoperasian pada Pasal 1 Ayat 1, pengertian koperasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN

BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ---------------------------- BAB I ---------------------------- ------------------ NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ------------------ --------------------------- Pasal 1 --------------------------- (1) Koperasi

Lebih terperinci

Pembentukan koperasi menurut Undang-Undang no.25 tahun 1992 padal 6 ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut : Koperasi Primer.

Pembentukan koperasi menurut Undang-Undang no.25 tahun 1992 padal 6 ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut : Koperasi Primer. Manajemen Koperasi 2 Organisasi Pembentukan koperasi menurut Undang-Undang no.25 tahun 1992 padal 6 ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut : 20 orang Koperasi Primer Koperasi Primer Koperasi Sekunder

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA BAB I UMUM Pasal 1 Pengertian Anggaran Rumah Tangga merupakan penjabaran Anggaran Dasar IAP Pasal 2 Pengertian Umum (1) Ahli adalah seorang yang berlatar belakang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT (PD. BPR) BANK PASAR KABUPATEN TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEGAL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

Pentingnya Koperasi bagi

Pentingnya Koperasi bagi Bab 8 Pentingnya Koperasi bagi Kesejahteraan Masyarakat Tahuka kamu apa koperasi itu? Apa tujuan didirikannya koperasi? Apa alasan dibuatnya koperasi? Koperasi merupakan organisasi dari anggota, oleh anggota

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Tommy Albert M. Tobing, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 21 Maret 2013

KUASA HUKUM Tommy Albert M. Tobing, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 21 Maret 2013 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XI/2013 Badan Hukum Koperasi, Modal Penyertaan, Kewenangan Pengawas Koperasi dan Dewan Koperasi Indonesia I. PEMOHON 1. Yayasan Bina Desa Sadajiwa, dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pengertian Koperasi Menurut Sri Edi Swasono dalam Sudarsono dan Edilius (2005) secara harfiah kata Koperasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:

Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu: Koperasi Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG P E R K O P E R A S I A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2013 HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5430)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a bahwa

Lebih terperinci

TAHUN : 2005 NOMOR : 06

TAHUN : 2005 NOMOR : 06 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2005 NOMOR : 06 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DEWAN PENGURUS PUSAT IKATAN KELUARGA ALUMNI INSTITUT MANAJEMEN KOPERASI INDONESIA MUKADIMAH

ANGGARAN DASAR DEWAN PENGURUS PUSAT IKATAN KELUARGA ALUMNI INSTITUT MANAJEMEN KOPERASI INDONESIA MUKADIMAH ANGGARAN DASAR DEWAN PENGURUS PUSAT IKATAN KELUARGA ALUMNI INSTITUT MANAJEMEN KOPERASI INDONESIA MUKADIMAH Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana amanat UUD 1945 tiada lain adalah

Lebih terperinci