BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pencemaran udara merupakan masalah global. Sumber pencemaran udara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pencemaran udara merupakan masalah global. Sumber pencemaran udara"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara Pencemaran udara merupakan masalah global. Sumber pencemaran udara adalah terutama pembakaran bahan bakar fosil untuk mendapatkan energi industri dan transportasi. Pencemaran udara nampak secara visual pada udara kelabu yang menyelimuti kota-kota. Pencemaran udara oleh debu juga nampak jelas di dekat pabrik semen dan pabrik pembakar kapur (Setiono dkk, 1998). Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I. No. Kep-03/Men.KLH/II/1991 Menyebutkan : Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Mulia, 2005). Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia kedalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material. Selain itu pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai perubahan atmosfer oleh karena masuknya bahan kontaminan alami atau buatan kedalam atmosfer tersebut (Parker dalam Mukono, 2000). Pencemaran udara ialah jika udara di atmosfer dicampuri dengan zat atau radiasi yang berpengaruh jelek terhadap organisme hidup (Satrawijaya, 2009). 10

2 11 Pengertian lain dari pencemaran udara adalah adanya bahan kontaminan di atmosfer karena ulah manusia (man made). Hal ini untuk membedakan dengan pencemaran udara alamiah (natural air pollution) dan pencemar udara di tempat kerja (occupational air pollution) (Mukono, 2000). Jenis-jenis partikel yang menimbulkan pencemaran udara adalah : a. Gas (partikel pencemar yang berupa gas yang biasanya bersifat toksik contoh: HCI, H 2 S) b. Uap (pencemar udara dalam fase cair/ padat pada suhu kamar) c. Embun/ Fog (pencemar udara dalam fase cair) d. Asap/ Smoke (pencemar udara dalam fase padat) e. Debu (partikel pencemar dalam ukuran 1-75 mikron yang tidak melayang tetapi sudah mengendap) (Anizar, 2009) Klasifikasi Bahan Pencemar Udara Bahan pencemar udara atau polutan dapat dibagi menjadi dua bagian : 1. Polutan Primer Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dan dapat berupa : a. Polutan gas terdiri dari: 1. Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon dioksida (CO atau CO 2 ). 2. Senyawa sulfur yaitu sulfur oksida. 3. Senyawa nitrogen yaitu nitrogen oksida dan amoniak

3 12 4. Senyawa halogen yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan bromine. b. Partikel Partikel yang di atmosfer merupakan karakteristik yang spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspense aerosol cair di atmosfer. Asap (smoke) seringkali dipakai untuk menunjukkan campuran bahan partikulat (particulate matter), uap (fames), gas, dank abut (mist). (Mukono, 2000). Dalam kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan maka partikel dapat berupa keadaan-keadaan berikut: 1. Aerosol, adalah istilah umum yang menyatakan adanya partikel yang terhambur dan melayang di udara. 2. Fog atau kabut, adalah aerosol yang berupa butiran air yang berada diudara. 3. Smoke atau asap, adalah aerosol yang berupa campuran antara butir padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara. 4. Dust atau debu, adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin. 5. Mist, artinya mirip dengan kabut, penyebabnya adalah butiranbutiran zat cair (bukan butiran air) yang terhambur dan melayang diudara. 6. Fume, adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap logam. 7. Plume, adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri.

4 13 8. Smog, adalah bentuk campuran antara smoke dan fog (Wardhana, 2004). Umumnya partikel yang dapat memasuki saluran pernapasan adalah partikel yang berukuran lebih kecil dari 10µm (mikrometer). Partikel dengan ukuran tersebut disebut juga PM 10 (Mulia, 2005). 2. Polutan Sekunder Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO 2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : a. Konsentrasi relatif dari bahan reaktan b. Derajat fotoaktivasi c. Kondisi iklim d. Topografi lokal dan adanya embun (Mukono, 2000) Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. (Mukono, 2000) Baku Mutu Kualitas Udara Baku mutu udara ambien mengatur batas kadar yang di perbolehkan bagi zat atau bahan pencemar yang terdapatdi udara namun tidak menimbulkan gangguan terhadap mahluk hidup, tumbuh-tumbuhan dan atau benda (Mulia, 2005). Berikut ini tabel baku mutu kualitas udara ambient :

5 14 Tabel 1.1 Baku Mutu Kualitas Udara Ambien No Parameter Waktu Pengukuran 1 SO 2 24 jam Baku Mutu Metode Analisis Peralatan 0,01 ppm pararosanilin spektrophotometer 2 CO 8 jam 20,00 ppm NIDR NIDR analyzer 3 NO x 24 jam 0.05 ppm Saltzman spektrophotometer 4 O x 1 jam 0.10 ppm Chemilumine scent spektrophotometer Debu 24 jam mɡ/m 3 Gravimetrik High Volume Sampler 6 Pb 24 jam 0.06 mɡ/m 3 Gravimetrik Hi-vol, AAS 7 H 2 S 30 menit 0,03 ppm hgthiocyanat 8 NH 3 24 jam 2,00 ppm Nessler 9 HC 3 jam 0,24 Flameionization ppm Sumber : Kep-2/Men.KLH/I/1988 dalam Mulia, 2005 spektrophotometer spektrophotometer Gas Chromatography

6 Dampak Pencemaran Udara oleh Debu Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan sebagai berikut : 1. Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran 2. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori pori tumbuhan sehingga mengganggu jalannya fotosintesis 3. Merubah iklim global, regional maupun internasional 4. Mengganggu perhubungan/penerbangan yang akhirnya mengganggu kegiatan social ekonomi di masyarakat 5. Mengganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada : Solubility (mudah larut), komposisi kimia, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu (Mukono dalam Mahdaniar, 2006). 1.2 Klasifikasi Debu Debu adalah partikel-partikel padat yang di sebabkan oleh kekuatan alami atau faktor mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain- lain, yang berasal dari bahan- bahan organik dan anorganik. Misalnya batu kayu, arang batu, biji logam dan lain- lain. (Sumakmur dalam Utomo, 2005). Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan (Pudjiastuti, 2002).

7 16 Debu adalah salah satu partikel yang berbahaya bagi manusia karena mempunyai kemampuan untuk merusak paru-paru (Suryanta, 2009). Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron (Pudjiastuti, 2002) Macam-Macam Debu Berikut ini penjabaran macam-macam debu yang terbagi atas : 1. Debu organik Seperti debu kapas, debu daun-daunan. 2. Debu mineral Merupakan debu yang berasal dari senyawa kompleks seperti debu arang batu, debu silica, debu batu bara, debu kapur. 3. Debu metal Seperti debu timah hitam, debu arsen, debu cadmium. (Utomo, 2005) Komposisi Kimia Debu Ada tiga golongan kompisisi kimia debu ditinjau dari sifatnya yaitu: 1. Inert dust Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan ataupun reaksi fibrosis pada paru-paru. Efeknya sangat sedikit sekali pada penghirupan normal. Reaksi pada jaringan paru-paru terhadap jenis debu ini adalah saluran nafas tetap utuh, tidak berbentuk jaringan parut (fibrosis) di paru reaksi jaringan potensial dapat pulih kembali dan tidak menyebabkan gangguan paru.

8 17 2. Profilferate dust Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut (fibrosis), yang dapat menyebabkan pergeseran pada jaringan alveoli, sehingga akan mengganggu kapasitas paru. Contoh debu ini adalah debu silika, debu abses, debu kapur, debu batu bara dan sejenisnya. 3. Debu asal / basa kuat Golongan debu ini tidak tahan dalam paru, namun dapat menimbulkan iritasi. Efek yang ditimbulkan berupa keracunan secara umum misalnya debu arsen dan efek alergi, khususnya golongan debu organik (Depkes RI dalam Utomo, 2005) Sifat-Sifat Debu Sifat-sifat debu dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu : 1. Setting Rate, yaitu sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasi bumi, namun karena relatifnya debu ini maka cenderung selalu berada di lingkungan. 2. Wetting, yaitu debu yang mempunyai sifat permukaan yang cenderung selalu basah yang selalu dilapisi lapisan air yang sangat tipis. 3. Flocculation, yaitu debu yang cenderung sering basah sehingga dapat saling menempeldan menggumpal. 4. Electrical, yaitu sifat debu yang mempunyai sifat listrik yang tetap yang dapat saling tarik-menarik antar partikel yang bermuatan listrik dan berlawanan. Sifat ini dapat mempercepat proses penggumpalan debu.

9 18 5. Optical properties, yaitu sifat debu yang dapat memencarkan sinar dalam gelap (Utomo, 2005) Ambang Batas Debu Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan.dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut: a mikron = akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas. b. 3-5 Mikron akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah. c. 1-3 mikron sampai dipermukaan alveoli. d. 0,5-0,1 mikron hinggap dipermukaan alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan vibrosis paru. e. 0,1-0,5 mikron melayang dipermukaan alveoli (Sucipto, 2007). Menurut WHO (1996), ukuran debu partikel yang membahayakan adalah ukuran 0,1 5 atau 10 mikron. Depkes mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron (dalam Sucipto, 2007). Nilai Ambang Batas yang selanjutnya disingkat NAB adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kadar Tertinggi Diperkenankan yang selanjutnya disingkat KTD adalah kadar bahan kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja melakukan pekerjaan (Suma mur dalam Lazim, 2012).

10 19 Beberapa mekanisme dapat dikemukakan sebagai sebab hingga dan tertimbunnya debu dalam paru-paru. Salah satu mekanisme itu adalah inertia atau kelembaban dari partikel-partikel debu yang bergerak, yaitu pada waktu udara membelok ketika melalui jalan pernapasan yang tidak lurus, maka partikelpartikel debu yang bermassa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran udara, melainkan terus lurus dan akhirnya menumbuk selaput lendir dan singga di alveoli (Suma mur, 1996) Ukuran Partikel Debu Debu merupakan partikel padat yang mempunyai ukuran diameter 0,1-50 mikron atau lebih. Partikel debu yang dapat dilihat oleh mata adalah yang berukuran lebih dari 50 mikron. Sedang yang berukuran kurang dari 50 mikron hanya bisa dideteksi oleh mata biasa apabila terdapat pantulan cahaya yang kuat dari partikel debu tersebut. Untuk bisa melihat partikel debu yang berukuran kurang dari 10 mikron maka harus menggunakan suatu alat bantu seperti mikroskop (Sucipto, 2007) Mekanisme Penimbunan Debu Dalam Jaringan Paru-Paru Secara anatomis saluran pernapasan/penghantar udara sampai mencapai paru-paru adalah, hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus (Utomo, 2005). Sistem pernapasan tersusun atas saluran pernapasan dan paru-paru sebagai tempat pertukaran udara pernapasan. Pernapasan merupakan proses untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang diperlukan dalam mengubah sumber energi

11 20 menjadi energi, serta membuang CO 2 sebagai sisa metabolisme (Mulia, 2005). 1.3 Defenisi Batu Kapur Gambar 1.1 Anatomi Saluran Pernapasan Sumber : (Utomo, 2005). Batu kapur adalah batuan sedimen berjenis khusus yang terbentuk dari kerangka hewan-hewan kecil lautan. Batu kapur (gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya.

12 21 Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit, tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit (Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3) (Sucipto, 2007). Penggunaan batu kapur sudah beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri karet dan ban, kertas, dan lain-lain. Batuan kapur ini sangat penting artinya sebagai bahan dasar dalam industri. Batuan kapur mempunyai sifat yang istimewa, bila dipanasi akan berubah menjadi kapur yaitu kalsium oksida (CaO) dengan terjadi proses dekarbonisasi (pelepasan gas CO2). Dalam perdagangan dapat dijumpai bermacam-macam hasil pembakaran kapur ini antara lain : 1. Kapur tohor atau Quick lime Yaitu hasil langsung dari pembakaran batuan kapur yang berbentuk oksida-oksida dari kalsium atau magnesium. 2. Kapur padam atau kapur mati (hydrated lime/slake lime) atau kapur sirih Adalah bentuk-bentuk oksida dari magnesium atau kalsium yang dibuat dari kapur keras yang diberi air sehingga berreaksi dan mengeluarkan panas. Bahan ini biasanya digunakan juga dalam adonan untuk pemasangan bata bangunan.

13 22 3. Kapur hydraulic Di sini CaO dan MgO tergabung secara kimia dengan pengotoranpengotoran. Oksida-oksida kapur ini terhydrasi secara mudah dengan menambahkan air ataupun membiarkannya diudara terbuka, pada reaksi ini akan timbul panas. Kapur hydraulik yang dijual sebagai kapur hydrat mengandung beberapa kotoran (impurities) yang terdiri dari silika, allumina, oksida besi dan lainnya sehingga kapur hydraulik murni mungkin hanya mengandung 10-35% kapur bebas ( Sucipto, 2007) Komposisi Batu Kapur Komponen utama pembentuk batu kapur atau batu gamping adalah mineral kalsit (C a CO 3 ), mineral dolomit (C a M g (CO 3 )2) dan arogonit (C a CO 3 ). Gabungan dari tiga unsur ini membentuk warna putih dan bertekstur lembut. Bila ditemukan batu kapur berwarna kelabu menunjukkan batu kapur sudah tidak murni. Ketidakmurnian ini karena tercampur dengan unsur pasir, tanah liat, besi oksida, hidroksida dan material organic (Encarta dalam Utomo, 2005). Proses terbentuknya batu kapur terjadi selama berjuta-juta tahun yang lalu. Batu kapur terbentuk dari unsur karbonat zat kapur yang berasal dari organisme laut seperti kerang-kerangan dan tiram. Karbonat ini merupakan penyusun utama kulit kerang dan tiram. Pada saat organisme ini mati, kulit kerang dan tulang yang tertinggal akan didegradasikan menjadi unsure yang lebih kecil lagi oleh mikroorganisme mikroskopik seperti foraminifera. Hasil degradasi ini membentuk pasir karbonat atau lumpur karbonat. Karena pengendapan ini terjadi terus-

14 23 menerus dalam waktu yang lama dan adanya proses alam, maka endapan pasir dan lumpur karbonat akan mengeras, sehingga jadilah pegunungan batu kapur. Sehingga hamper sebagian besar pegunungan batu kapur berada dekat dengan laut (Encarta dalam Utomo, 2005) Proses Penambangan Batu Kapur Proses penambangan batu kapur dimulai dengan proses stripping, yaitu bagian pengupasan lahan tambang, yaitu meliputi proses pembukaan lahan serta pemindahan tanah penutup. Kegiatan ini dikerjakan dengan cara manual dengan menggunakan cangkul, linggis dan sekop. Setelah terlihat batuan kapur proses selanjutnya adalah pengambilan batu kapur, pengumpulan batu kapur disekitar lokasi penambangan, kegiatan pengangkutan batu kapur dengan cara dipikul atau dengan alat pengangkut truk ke tempat tungku atau tobong pembakaran. Proses pembakaran pada tobong gamping menggunakan bahan bakar kayu selama 48 jam. Proses produksi tradisional penambangan batu kapur, memaksa pekerja berada dalam jarak radius yang sangat dekat dengan sumber pencemaran, berupa debu kapur (Utomo, 2005). Adapun faktor faktor yang mempengaruhi produktivitas pekerja penambangan kapur dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Kelelahan Kata kelelahan menunjukkan keadaaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Terdapat dua jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri

15 24 yang terdapat pada otot. Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang sebabnya adalah persyaratan atau psikis. Sebab-sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas, dan lamanya kerja mental dan fisik, keadaan lingkungan (Suma mur, 1996) Suatu daftar atau gejala-gejala atau perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah : a) Perasaan berat di kepala b) Menjadi lelah seluruh badan c) Kaki merasa berat d) Menguap e) Merasa kacau pikiran f) Kaku dan canggung dalam gerakan g) Tidak dapat berkonsentrasi h) Merasa pernafasan tertekan i) Haus j) Merasa kurang sehat, dan lain-lain (Suma mur, 1996) Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditunjukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja. Misalnya banyak hal yang dicapai dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat, dan lain-lain (Suma mur, 1996) 2. Waktu Kerja Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktifitasnya. Segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi:

16 25 a. Lamanya seseorang mampu kerja dengan baik. b. Hubungan di antara waktu bekerja dan istirahat. c. Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi pagi, siang, sore, dan malam (Suma mur, 1996). Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya (16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktifitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Suma mur, 1996). 3. Kecelakaan-kecelakaan dalam tambang Penambangan penuh dengan bahaya-bahay kecelakaan baik jatuh, atau tertimpa benda-benda yang jatuh termasuk atap tambang atau dnding yang rubuh, maupun ledakan-ledakan. Jatuh terjadi oleh karena sebahagian terbesar dari pekerjaan dilakukan setelah naik atau turun lobang biasanya akibat sistem penyokong dinding atau atap yang kurang baik pemasangannya atau oleh karena tambang telah berumur tua. Ledakanledakan biasanya akibat meledaknya methan atau debu batu halus (Suma mur, 1996).

17 Proses Pengolahan Batu Kapur Sebelum kapur mati (kalsium karbonat) menjadi kalsium oksida (kapur hidup), terlebih dahulu diawali dengan proses pengolahan batu kapur. (Sucipto. 2007) Proses pengolahan batu kapur terdiri dari beberapa tahap yaitu : 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan ini merupakan tahap awal sebelum batu kapur dibakar. Tahap persiapan ini meliputi : a. Kegiatan Pengadaan batu kapur Kegiatan pengadaan batu kapur merupakan kegiatan penambangan batu kapur di pegunungan kapur dengan menggunakan bahan peledak dan peralatan penambangan lainnya. Pemilik lahan penambangan batu kapur oleh masyarakat disebut animer, sedangkan orang yang memiliki tungku pembakaran batu kapur disebut penobong. Penobong mendapatkan batu kapur (bahan mentah) langsung dari animer melalui koperasi Sentra Kapur. b. Kegiatan Pengangkutan dan penimbunan batu kapur Kegiatan pengangkutan batu kapur merupakan kegiatan untuk mengangkut batu kapur dari area penambangan kelokasi pembakaran. Pengangkutan batu gamping menggunakan truk tua dengan kapasitas angkut 3 ton. Kegiatan penimbunan merupakan kegiatan menimbun atau menempatkan sementara batu gamping di sekitar lokasi pembakaran batu kapur sebelum dimasukkan

18 27 kedalam tobong/tungku pembakar. Setelah diturunkan dari truk maka batu kapur ditumpuk di dekat tangga menuju lobang pembakaran. 2. Tahap Pembakaran Tahap pembakaran merupakan tahapan dimana batuan kapur dibakar sampai menjadi kapur, kegiatan pembakaran ini diawali dengan kegiatan menyusun batu kapur kedalam tungku pembakaran (tobong). Tungku pembakaran yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu Tungku berbahan bakar minyak dengan pekerja di bagian pembakaran sebanya 6 orang, dan tungku dengan bahan bakar campuran kayu, oil suldge dan sebagainya, dengan jumlah pekerja 4 orang tiap tungku. Tenaga kerja ini bekerja selama 24 jam yang terbagi dalam 2 shift kerja. Tungku dengan bahan bakar minyak memerlukan waktu 5 jam untuk membakar batu menjadi kapur, sedangkan tungku dengan bahan bakar campuran memerlukan waktu 15 hari untuk membakar batu kapur. Pada kapur yang diperdagangkan kemurnian kapur keras berkisar antara 88-94% dan jumlah oksidanya (CaO dan MgO) sekitar 92-98%. 3. Tahap Pemasaran Tahap pemasaran merupakan tahap kapur sudah dibakar dan siap untuk dijual. Tahap ini meliputi : a. Kegiatan penimbunan kapur Kegiatan ini merupakan kegiatan mengambil dan menata kapur yang sudah matang dari dalam tungku pembakar dan ditata

19 28 disekitar lokasi pembakaran atau langsung di angkut dengan truk untuk dipasarkan. b. Kegiatan Penjualan kapur Merupakan kegiatan untuk menjual atau memasarkan kapur baik melalui perorangan maupun melalui koperasi. Kapur tersebut diangkut dengan truk keluar daerah atau perusahaan tergantung permintaan pasar (Sucipto, 2007) Debu Batu Kapur Debu kapur merupakan salah satu partikel padat yang terbentuk karena kekuatan mekanis, akibat adanya proses penambangan (Sumakmur dalam Utomo 2005). Dilihat dari komposisinya atau materi debu kapur berasal dari golongan anorganik. Sedangkan bila dilihat dari sifat debu kapurnya termasuk profilferate dust, dimana golongan debu ini didalam paru akan membentuk jaringan parut (fibrosis), yang dapat menyebabkan pengerasan pada jaringan alveoli, sehingga akan mengganggu kapasitas paru (Depkes RI dalam Utomo, 2005). Debu kapur dapat terjadi pada proses penambangan. Pada proses penggalian, pengangkutan, dan penumpukan batu gamping, terjadi perpecahan atau penghancuran yang dapat berakibat timbulnya debu. Debu kapur yang terbentuk ukurannya 1 sampai dengan 5 mikron (Utomo, 2005). Debu kapur yang dihasilkan akibat proses pemecahan batu kapur, pengisian ke dalam tanur, pembakaran, pembongkaran, pengecoran dengan air, pengadukan dan pengemasan batu kapur dapat menyebabkan pencemaran udara di lingkungan kerja dan bisa berbahaya bagi tenaga kerja. Untuk mengantisipasi efek

20 29 negatif paparan debu kapur di tempat kerja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah menetapkan NAB zat kimia di udara tempat kerja menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga para pengusaha dapat mengendalikan lingkungan kerja perusahaannya dengan mengacu pada standar ini. Standar ini memuat tentang NAB rata rata tertimbang waktu (time weighted average) zat kimia di udara tempat kerja, dimana terdapat tenaga kerja yang dapat terpapar zat kimia sehari hari selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, serta cara untuk menentukan NAB campuran untuk udara tempat kerja yang mengandung lebih dari satu macam zat kimia. NAB adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada praktek higiene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan (Yulaekah, 2007). 1.4 Kapasitas Paru Menurut Guyton (1997), kapasitas paru dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kapasitas inspirasi Adalah jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum (kirakira 3500 ml).

21 30 2. Kapasitas residu fungsional Adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kira-kira 2300 ml). 3. Kapasitas paru total Adalah volume maksimum di mana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira 5800 ml). 4. Kapasitas vital paru Kapasitas vital paru sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun napas dan volume cadangan ekspirasi, dengan demikian jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 ml) (dalam Madina, 2007) Fungsi Kapasitas Paru Kapasitas paru berfungsi untuk menampung respirasi. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis tergantung pada lamanya seseorang bekerja pada lingkungan yang berdebu. Selain itu terdapat beberapa faktor yang dapat menurunkan fungsi kapasitas paru antara lain : 1. Jenis kelamin Kapasitas vital rata rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter. 40 Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter.

22 31 2. Posisi tidur seseorang nilai kapasitas fungsi paru lebih rendah dibanding posisi berdiri. Pada posisi tegak, ventilasi persatuan volume paru di basis paru lebih besar dibandingkan di bagian apeks, hal tersebut terjadi karena pada awal inspirasi, tekanan intrapleura di bagian basis paru kurang negative dibandingkan bagian apeks, sehingga perbedaan tekanan intrapulmonal - intrapleura di bagian basis lebih kecil dan jaringan paru kurang terenggang. Keadaan tersebut menjadi prosentase volume paru maksimal posisi berdiri lebih besar nilainya. 3. Kekuatan otot - otot pernapasan. Di dalam pengukuran kapasitas fungsi paru merupakan indeks fungsi paru yang bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot - otot pernapasan, apabila nilai kapasitas normal tetapi nilai FEV1 menurun maka dapat mengakibatkan sakit, seperti pada penderita asma. 4. Ukuran dan bentuk anatomi tubuh Obesitas meningkatkan risiko komplikasi KRF (Kapasitas Residu Ekspirasi) dan VCE (Volume Cadangan Ekspirasi) menurun dengan semakin beratnya tubuh. Pada penderita obesitas VCE lebih kecil dari pada CV, mengakibatkan sumbatan saluran napas. 5. Proses penuaan atau bertambahnya umur Umur meningkatkan risiko mortalitas dan morbiditas. Terjadinya penurunan volume paru statis, arus puncak ekspirasi maksimal daya regang paru dan tekanan O2 paru. Aktivitas refleks saluran napas berkurang pada orang berumur, mengakibatkan kemampuan daya pembersih saluran napas berkurang.

23 32 6. Daya pengembangan paru (complience) Peningkatan volume dalam paru menghasilkan tekanan positif, sedangkan penurunan volume dalam paru menimbulkan tekanan negatif. Perbandingan antara perubahan volume paru dengan satuan perubahan tekanan saluran udara menggambarkan complience jaringan paru dan dinding dada. Complience paru sedikit lebih besar apabila diukur selama pengempisan paru dibandingkan diukur selama pengembangan paru (Yulaekah, 2007). 7. Alat Pelindung Pernafasan (masker) Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan. Alat ini digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya, yang dimaksud untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri ini tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi (Sugeng dalam Budiono, 2007). Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengaman tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung diri haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif (Suma mur, 1996). 8. Masa kerja Menurut Siti M (2006), masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat

24 33 bekerja sampai penelitian berlangsung (dalam Suma mur, 1996). Menurut Umar Fahmi Ahmadi (1990), menyebutkan bahwa masa kerja dapat dikategorikan menjadi : a. Masa kerja baru ( < 5 tahun ) b. Masa kerja lama ( 5 tahun ) Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (dalam Yulaekah, 2007) Pengukuran Kapasitas Paru Sering kali kita melihat orang yang memilki kecepatan pernapasan dan kedalaman pernapaan berbeda antara yang satu dengan lainnya. Alat untuk mengukur kapasitas paru menggunakan alat Spirometer. Spirometer adalah suatu piranti untuk mengukur volume udara yang diilhami dan yang berakhir oleh paruparu. Ini merupakan suatu ketepatan tekanan diferensial transducer untuk pengukuran laju alir pernapasan. Dalam pengukuran kapasitas paru dikenal beberapa istilah, seperti : 1. Vital Capasity (VC) / Kapasitas Vital Adalah volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi paru-parunya secara maksimum. 2. Forced Vital Capasity (FVC) Adalah volume udara maksimum yang dapat dimasukkan dalam paru-paru, dan secara paksa serta cepat mengeluarkannya semaksimum mungkin.

25 34 3. Forced Expiratory Volume in First Second (FEV 1 ) Adalah volume udara yang dikeluarkan pada detile pertama dimulai dengan hembusan nafas kuat pada pernafasan penuh (Yulaekah, 2007). Pengukuran Kapasitas paru, disebut : Normal, bila : FVC 70% dan FEV 1 80% Rasio FEV 1 / FVC : 75-80% Tidak normal, bila : a. Restructive : FVC < 70% b. Obstructive : FEV1 < 80% c. Combination: FVC < 70% dan FEV 1 < 80% (Yulaekah, 2007). Berikut penjabaran defenisi dari indikator pengukuran kapasitas paru : 1. Restriksi, yaitu penyempitan saluran paru - paru yang diakibatkan oleh bahan yang bersifat alergen seperti debu, spora jamur dan sebagainya yang mengganggu saluran pernapasan. Keadaan ini menunjukkan adanya penyakit paru atau dari luar yang menyebabkan kapasitas vital berkurang, khususnya kapasitas total paru. Dengan berkurangnya kapasitas vital maka proporsi FEV1 juga menurun, sebagai hasilnya FEVl/FVC (%) jadi menurun. 2. Obstruksi, yaitu penurunan kapasitas fungsi paru yang diakibatkan oleh penimbunan debu - debu sehingga menyebabkan penurunan kapasitas fungsi paru. Penurunan aliran udara mulai dari saluran napas bagian atas sampai bronkiolus berdiameter kurang dari 2 mm ditandai dengan

26 35 penurunan FEV1, FEVl/FVC, kecepatan aliran udara pada ekspirasi. Pemeriksaan FEV1 dan rasio FEV1/FVC merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, dapat diulang dan akurat untuk menilai obstruksi saluran napas. 3. Kombinasi obstruksi dan restriksi (Mixed), yaitu terjadi juga karena proses patologi yang mengurangi volume paru, kapasitas vital dan aliran, yang juga melibatkan saluran napas. Rendahnya FEVl/FVC (%) merupakan suatu indikasi obstruktif saluran napas dan kecilnya volume paru merupakan suatu restriktif. Beberapa kerusakan dapat menghasilkan bentuk campuran. Atau adanya penyempitan saluran paru dan adanya penimbunan saluran paru oleh debu (gabungan antara restriktif dan obstruktif) (Yulaekah, 2007). Sebagian daripada volume statis daripada paru-paru dapat diukur dengan Spirometer yaitu: tidal volume dan kapasitas vital (vital capacity). Tidal volume adalah volume pernapasan normal yaitu dengan menghembuskan udara ekspirasi biasa ke dalam Spirometer setelah inspirasi biasa. Kapasitas vital adalah volume ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal (Siregar, 2004). Walaupun ekspirasi sudah maksimal, tetapi masih tetap ada udara yang tersisa dalam paru-paru disebut volume residu (residual volume). Volume udara dalam paru-paru setelah ekspirasi normal disebut kapasitas residu fungsional (Functional Residual capacity). Kedua volume paru-paru yang terakhir ini tidak dapat diukur dengan Spirometer. Volume ini dapat diukur dengan menggunakan tekhnik pengenceran gas (gas dilution) atau dengan Pletismograf.

27 36 Kapasitas paru-paru (Total Lung Capacity) adalah kapasitas vital + volume residu (Siregar, 2004) Paparan Penyakit Akibat Kerja Berikut penilaian paparan penyakit akibat kerja terdiri dari : 1. Tujuan utama dari penilaian paparan yaitu : a. Menentukan tingkat paparan pekerja terhadap agen-agen berbahaya b. Menilai perlunya langkah-langkah pengendalian c. Memastikan efisiensi langkah-langkah pengendalian yang dipakai. 2. Penilaian Bahaya-Bahaya Penilaian bahaya dalam lingkungan kerja terdiri dari : a. Penentuan kadar agen berbahaya di tempat kerja meliputi beberapa pengukuran dan analisis berbeda adalah : 1. Pengukuran tingkat bahaya seperti bising dan radiasi 2. Pengukuran faktor-faktor lingkungan 3. Pengukuran kadar kontaminan dalam udara 4. Pengukuran sampel udara untuk analisis selanjutnya di laboratorium. b. Perbandingan hasil-hasil yang diperoleh dengan batas paparan yang telah diterima. 3. Langkah-langkah penilaian paparan Langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan penilaian paparan adalah:

28 37 a. Mengidentifikasi bahaya-bahaya dengan mengamati secara cermat proses kerja, mesin, bahan mentah yang digunakan, produk sampingan, bahaya potensial, praktik kerja. b. Merancang suatu strategi pengambilan sampel dengan memprioritaskan bahaya-bahaya yang paling penting serta mendapatkan sampel-sampel yang representatif. 4. Batas paparan (exposure limits) Batasan paparan yang dapat dilakukan terbagi atas : a. Konsentrasi paparan dilingkungan kerja tidak boleh melebihi nilai ambang batas paparan yang telah ditetapkan oleh pihak berwenang yang berhak setelah dikonsultasikan dengan lembaga-lembaga ilmiah yang telah diakui kredibilitasnya dan dengan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling mewakili kepentingan pengusaha dan pekerja. b. Tujuan penetapan nilai ambang batas paparan tersebut adalah untuk melenyapkan atau mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh paparan yang terdapat di udara dan berakibat buruk bagi kesehatan pekerja, sejauh hal tersebut dimungkinkan. c. Sesuai denga peraturan perundang-undangan dan kebiasaan nasional, tingkat-tingkat paparan di lingkungan kerja wajib ditetapkan : 1. Berdasarkan undang-undang. 2. Berdasarkan persetujuan kolektif atau berdasarkan persetujuan lainnya yang di buat antara pengusaha dan pekerja.

29 38 3. Melalui saluran-saluran lain atas persetujuan pihak berwenang yang berhak setelah dikonsultasikan dengan organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja yang paling mewakili kepantingan pengusaha dan pekerja. 4. Nilai ambang batas paparan harus secara berkala di kaji ulang, dengan bertolak ukur pada kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu kedokteran yang berkaitan dengan bahaya kesehatan yang timbul akibat terkena paparan, dan khususnya bertolak ukur pada hasil pemantauan paparan di tempat kerja (Anizar, 2009) Upaya Pengendalian Penyakit akibat faktor pekerjaan bisa dihindarkan asal saja tenaga kerja mempunyai kemauan dan itikad yang baik untuk mencegahnya. Disini tenaga kerja mempunyai peranan yang penting dalam menghindarkan penyakit akibat kerja. Untuk penyakit akibat kerja yang disebabkan golongan debu, upaya pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara : a. Substitusi yaitu mengganti bahan yang memiliki bahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali. b. Ventilasi umum yaitu mengalirkan udara ke ruang kerja agar kadar debu yang ada dalam ruangan kerja menjadi lebih rendah dari kadar nilai ambang batas (NAB). c. Isolasi yaitu menutup proses, bahan atau alat kerja yang merupakan sumber debu agar tidak tersebar ke ruangan lain.

30 39 d. Memodifikasi proses yaitu mengubah proses atau cara kerja sedemikian rupa agar hamburan debu yang dihasilkan berkurang. e. Mengadakan pemantauan terhadap lingkungan kerja yaitu pemantauan terhadap lingkungan kerja agar dapat diketahui apakah kadar debu yang dihasilkan sudah melampaui nilai ambang batas yang diperkenankan f. Alat pelindung diri yaitu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja agar terlindungi dari resiko bahaya yang dihadapi. Misalnya masker, sarung tangan, kaca mata dan pakaian pelindung. g. Penyuluhan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara intensif agar tenaga kerja tetap waspada dalam melaksanakan pekerjaannya (Sucipto, 2007).

31 Kerangka Teori Faktor pencemaran udara : - Bahan pencemar udara - Baku mutu kualitas udara - Dampak pencemaran udara oleh debu Faktor partikel debu : - Klasifikasi debu - Klasifikasi debu di penambangan batu kapur Faktor paparan debu : - Kadar debu - Lama paparan - Penggunaan APD (masker) Kapasitas paru pekerja : - Normal - Tidak normal Penyakit akibat kerja Upaya pengendalian Faktor masa kerja : - < 5 tahun - 5 tahun Gambar 1.2 Kerangka Teori

32 Kerangka Konsep Adapun Kerangka konsep yang nantinya akan di teliti yakni dapat dijabarkan sebagai berikut: Paparan Debu : - Kadar Debu - Lama Paparan - Penggunaan APD (Masker) Masa Kerja : - < 5 Tahun - 5 Tahun Kapasitas Paru Pekerja : - Normal - Tidak Normal Gambar 1.3 Kerangka Konsep Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel dependent (Terikat) : Variabel Independent (Bebas) 2.7 Hipotesis Hipotesis Penelitian 1. Ada Pengaruh antara paparan debu terhadap kapasitas paru pekerja tambang batu kapur di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat. 2. Ada Pengaruh antara masa kerja terhadap kapasitas paru pekerja tambang batu kapur di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat.

33 Hipotesis Statistik 1. H 0 : p = 0 2. Ha : p 0 Kriteria Uji : H 0 ditolak jika p value < critical value (α = 0,05) H 0 diterima jika p value critical value (α = 0,05) (Sugiyono, 2009)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS)

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS) LAPORAN PRAKTIKUM PENGUKURAN DEBU MENGGUNAKAN PERSONAL DUST SAMPLER (PDS) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Laboratorium Kesehatan Kerja Dosen Pengampu : Drs. Herry Koesyanto, MS Nama Kelompok :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di bidang industri merupakan perwujudan dari komitmen politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi segenap

Lebih terperinci

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. 1 PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT. Pencemaran Udara 2 3 Regulasi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara 4 Pencemaran Udara Masuknya atau

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan industri saat ini menjadi sektor yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan utama di dunia, khususnya di negara berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Udara mempunyai fungsi yang sangat penting bagi makhluk hidup terutama manusia. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap detik selama hidupnya akan membutuhkan udara. Secara ratarata manusia tidak dapat mempertahankan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Udara tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu mata BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penambangan kapur tradisional yang terletak secara administratif di Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara merupakan masalah lingkungan global yang terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), polusi udara menyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan pekerja dan akhirnya menurunkan produktivitas. tempat kerja harus dikendalikan sehingga memenuhi batas standard aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tempat kerja merupakan tempat dimana setiap orang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri maupun keluarga yang sebagian besar waktu pekerja dihabiskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kerjanya. Potensi bahaya menunjukkan sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses pembangunan industri. Sehingga peranan sumber daya manusia perlu mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jakarta sebagai kota metropolitan di Indonesia memiliki berbagai masalah, salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah pencemaran udara. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paru-paru merupakan alat ventilasi dalam sistem respirasi bagi tubuh, fungsi kerja paru dapat menurun akibat adanya gangguan pada proses mekanisme faal yang salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat memengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan

Lebih terperinci

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011 Pada pengujian periode I nilai NO 2 lebih tinggi dibandingkan dengan periode II dan III (Gambar 4.1). Tinggi atau rendahnya konsentrasi NO 2 sangat dipengaruhi oleh berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan pembangunan di berbagai bidang yang semakin meningkat apabila tidak disertai oleh upaya pengelolaan lingkungan yang baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Peneitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di kawasan penambangan kapur sederhana Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat. Adapun

Lebih terperinci

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah.

Kata Kunci : Sampah,Umur,Masa Kerja,lama paparan, Kapasitas Paru, tenaga kerja pengangkut sampah. 1 2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KAPASITAS PARU TENAGA KERJA PENGANGKUT SAMPAH DI KABUPATEN GORONTALO Novalia Abdullah, Herlina Jusuf, Lia Amalaia novaliaabdullah@gmail.com Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter Uji Fungsi Paru-paru (lung function test) Peak flow meter Spirometer 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Spirometri 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Peak flow meter PEF = Peak Expiratory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang berwawasan lingkungan telah diterima sebagai suatu prinsip Pembangunan Nasional dengan berbagai peraturan pelaksanaannya. Walaupun demikian, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan atas atau yang selanjutnya disingkat dengan ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, KEPUTUSAN MENTERI NOMOR 13 TAHUN 1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER MENTERI, Menimbang : 1. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak bergerak perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM. Putri Rahayu H. Umar. Nim ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PARU PETERNAK AYAM (Studi Pada Peternakan Ayam CV. Malu o Jaya dan Peternakan Ayam Risky Layer Kabupaten Bone Bolango) Putri Rahayu H. Umar Nim. 811409003 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan atas Crude Palm Oil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi memberikan dampak yang besar bagi kelangsung hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK KEPUTUSAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak bergerak perlu dilakukan upaya pengendalian pencemaran udara dengan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kesadaran Menurut Hasibuan (2012:193), kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986) Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pencemaran udara didefinisikan sebagai hadirnya satu atau lebih substansi/ polutan di atmosfer (ambien) dalam jumlah tertentu yang dapat membahayakan atau mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.

Lebih terperinci

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN

BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN 1. Pencemaran Udara Pencemaran lingkungan kadang-kadang tampak jelas oleh kita ketika kita melihat timbunan sampah di pasar-pasar, pendangkalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan fisik kota yang ditentukan oleh pembangunan sarana dan prasarana. Lahan yang seharusnya untuk penghijauan

Lebih terperinci

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA Minggu VIII PENCEMARAN UDARA Setelah mengikuti tatap muka ini, mahasiswa dapat menjelaskan 1. Jenis dan tipe pencemar udara 2. Perilaku partikel di udaia 3. Proses pembentukan partikel udara 4. Komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk

BAB I PENDAHULUAN. lagi dengan diberlakukannya perdagangan bebas yang berarti semua produkproduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dengan kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi dan transportasi, dunia seakan tanpa batas dan jarak. Dengan demikian pembangunan sumber

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PP RI No. 50 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah kendaraan di kota besar menyebabkan polusi udara yang meningkat akibat pengeluaran emisi gas kendaraan. Banyak faktor seperti tuntutan pekerjaan

Lebih terperinci

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan sektor industri di Indonesia semakin meningkat dan berkembang dari tahun ke tahun. Peningkatan dan perkembangan ini sejalan dengan peningkatan antara

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan penyakit paru (Suma mur, 2011). Penurunan fungsi paru BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap dan gas dapat mengganggu produktivitas dan sering menyebabkan gangguan pernapasan serta dapat menyebabkan penyakit paru (Suma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini, Seluruh Negara dituntut untuk memasuki perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor industri akan bertambah sejalan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pencemaran Udara Udara adalah faktor yang penting dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Udara sebagai komponen lingkungan yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru merupakan salah satu organ vital yang berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen (O 2 ) yang digunakan sebagai bahan dasar metabolisme dalam tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kualitas udara merupakan komponen lingkungan yang sangat penting, karena akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat terutama pada pernafasan. Polutan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting, baik untuk lingkup internasional dan teristimewa bagi Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja di tempat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia dewasa ini maju sangat pesat, seiring dengan tuntutan berbagai kebutuhan bermacam produk. Penerapan teknologi berbagai bidang tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara merupakan komponen lingkungan yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat berlangsung tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai,

Lebih terperinci

Ma ruf Ridwan K

Ma ruf Ridwan K 1 Pengaruh penambahan kadar air dalam bahan bakar solar dan tekanan pengabutan terhadap emisi kepekatan asap hitam motor diesel donfenk Oleh : Ma ruf Ridwan K 2502009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan suatu bahan bangunan yang bahan penyusunnya terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), air, agregar kasar, agregat halus, dan bahan tambah.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-13/MENLH/3/1995 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk mencegah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang A World Health Organization Expert Committee (WHO) menyatakan bahwa kesehatan lingkungan merupakan suatu keseimbangan yang harus ada antara manusia dengan lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan senyawa campuran gas yang terdapat pada permukaan bumi. Udara bumi yang kering mengandung nitrogen, oksigen, uap air dan gas-gas lain. Udara ambien,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Dalam udara terdapat oksigen (O 2 ) : 78,09% volume.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Dalam udara terdapat oksigen (O 2 ) : 78,09% volume. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Udara Udara adalah campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya (Wardhana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

Gas dan Debu. Pada Tambang Bawah Tanah

Gas dan Debu. Pada Tambang Bawah Tanah Gas dan Debu Pada Tambang Bawah Tanah Nama : Gilas Amartha Abieyoga Nim/kelas : 03121402081 / A ABSTRAK Usaha pertambangan adalah kegiatan yang mempunyai resiko kecelakaan kerja yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA (SIMAK-UI) Mata Pelajaran : IPA TERPADU Tanggal : 01 Maret 2009 Kode Soal : 914 PENCEMARAN UDARA Secara umum, terdapat 2 sumber pencermaran udara, yaitu pencemaran akibat

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 169 TAHUN 2003 KEPUTUSAN PROPINSI NOMOR : 169 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK DI PROPINSI Menimbang Mengingat : a. Bahwa Baku Mutu Lingkungan Daerah untuk wilayah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida

Lebih terperinci

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua makhluk hidup memerlukan udara, udara merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan. Udara yang ada disekitar kita tidak sepenuhnya bersih. Pada saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang untuk meningkatkan produktivitas kerja. Bentuk bentuk paparan yang berupa faktor risiko bahaya harus diminimalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. demikian upaya-upaya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan perlindungan tenaga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intensitas pembangunan yang semakin meningkat, seiring oleh pemanfaatan ilmu dan teknologi di berbagai bidang yang lebih maju, telah mendorong pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi sekarang ini menuntut pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja. Dalam pekerjaan sehari-hari pekerjaan akan terpajan dengan berbagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semburan lumpur panas yang terletak di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur adalah salah satu dari akibat ekplorasi di bidang perminyakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3 30'

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kerja. 2) Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan mempunyai dampak yang menyebabkan kehidupan

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci