MEMBANGUN TATA KELOLA & KELEMBAGAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN: PEMBELAJARAN DARI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU. Andie Wibianto/MPAG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMBANGUN TATA KELOLA & KELEMBAGAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN: PEMBELAJARAN DARI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU. Andie Wibianto/MPAG"

Transkripsi

1 MEMBANGUN TATA KELOLA & KELEMBAGAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN: PEMBELAJARAN DARI TAMAN NASIONAL PERAIRAN LAUT SAWU Andie Wibianto/MPAG

2 Ringkasan Upaya membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan merupakan faktor penting untuk mencapai pengelolaan yang efektif berdasarkan EKKP3K. Taman Nasional Perairan Laut Sawu sebagai salah satu kawasan konservasi perairan mengalami proses membangun tata kelola ini dalam rentang waktu yang cukup panjang. Dokumentasi pembelajaran proses membangun tata kelola di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu merupakan upaya untuk berbagi pengalaman dengan kawasan konservasi perairan lainnya. Pembelajaran dimulai dari bagaimana konsep bersama tentang pengelolaan dibangun. Berbagai diskusi dilakukan untuk membangun pemahaman sebagai langkah awal untuk membangun konsep. TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi nasional sehingga lembaga pengelolanya juga merupakan wakil dari pemerintah nasional yaitu BKKPN Kupang. Lembaga ini diperkuat dengan mitra-mitra di daerah melalui Tim P4KKP yang membantu proses perumusan rencana pengelolaan. Kemudian tim P4KKP bertransformasi menjadi Dewan Konservasi NTT yang berperan menjembatani berbagai isu konservasi dengan pemerintah daerah. Masyarakat luas juga dilibatkan dalam proses perencanaan melalui konsultasi public, melalui sistem perwakilan. Kelompok perempuan juga dilibatkan dalam konsultasi publik walaupun persentasenya kecil. Integrasi rencana pengelolaan dengan tata ruang propinsi NTT menunjukkan bagaimana rencana pengelolaan berintegrasi dengan rencana pembangunan daerah. Begitu juga dengan masuknya kearifan lokal ke dalam zona pemanfaatan tradisional. Integrasi kepentingan daerah dan kearifan lokal merupakan salah satu upaya untuk menjamin manfaat dan kepentingan lokal di dalam rencana pengelolaan. Walaupun dari segi manfaat ekonomi langsung, hal ini belum dirasakan masyarakat luas. Namun strategi pemanfaatan sudah dirumuskan di buku pengelolaan. 2

3 Daftar Isi Ringkasan... 2 Daftar Isi... 3 Daftar Singkatan Pendahuluan... 5 Metode... 6 Struktur penulisan Tata Kelola dan Kelembagaan... 8 Tata kelola secara global... 8 Tata kelola menurut EKKP3K Kawasan Konservasi Perairan Laut Sawu Gambaran umum pembelajaran Upaya membangun konsep pengelolaan Laut Sawu Pengembangan kelembagaan Mendorong partisipasi masyarakat Membangun kemitraan Mendorong partisipasi kelompok perempuan dalam tata kelola Laut Sawu Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan kebijakan dan kepentingan lokal Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan pemerintah daerah Mengintegrasikan pengelolaan kawasan perairan masyarakat ke dalam pengelolaan TNP Laut Sawu Manfaat pengelolaan secara ekonomi Kesimpulan Daftar Pustaka Lampiran

4 Daftar Singkatan BLHD BKKPN BKSDA DKP EKKP3K IUCN KK LMMA LSM MPA NTT PKK PP RFLP-FAO RPJMD RTRW TNC TNP Tim P4KKP Badan Lingkungan Hidup Daerah Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT Dinas Kelautan dan Perikanan Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulaupulau Kecil International Union for Conservation of Nature Keluarga Locally managed marine area lembaga Swadaya Masyarakat Marine Protected Area Nusa Tenggara Timur Program Kesejahteraan Keluarga Peraturan Pemerintah Regional Fisheries and Livelihoods Program- Food and Agriculture Organisation of United Nations Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah The Nature Conservancy Taman Nasional Perairan Tim Pengkajian, Penetapan dan Perancangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan 4

5 1. Pendahuluan Dokumentasi pembelajaran membangun Tata Kelola dan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Laut Sawu merupakan upaya untuk mendokumentasikan dan menggambarkan proses serta faktor-faktor yang merupakan kekuatan dan tantangan, yang berkontribusi terhadap kesuksesan dan kegagalan ketika membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan. Tujuan utama dari dokumentasi proses pembelajaran ini adalah untuk berbagi pengalaman tentang proses yang pernah dilakukan ke berbagai pihak yang terlibat secara aktif untuk membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan. Berbagai kegiatan telah dilakukan sebagai bagian dari upaya membangun tata kelola. Lebih dari lima tahun, TNC ikut ambil bagian dalam membangun tata kelola laut sawu. Para pemangku kepentingan kawasan perairan di Laut Sawu telah melakukan kegiatan membangun tata kelolanya lebih dari 10 tahun. Proses pembelajaran dari keterlibatan berbagai pihak dan rentang waktu yang cukup lama diharapkan dapat membantu kawasan lain dalam membangun tata kelola kawasan konservasinya. Sementara itu, upaya untuk membangun tata kelola di Taman Nasional Perairan Laut Sawu juga merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan dalam rangka mencapai pengelolaan kawasan konservasi yang efektif sesuai dengan Buku Pedoman EKKP3K. Dokumentasi ini ditujukan untuk para pihak yang tertarik dalam membangun tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan. Proses pembelajaran ini juga bisa membantu para pihak untuk melakukan persiapan, pelaksanaan dan pemantauan atas upaya-upaya untuk membangun tata kelola. 5

6 Metode Dokumentasi proses pembelajaran ini mengangkat studi kasus di Taman Nasional Perairan Laut Sawu. Sumber utama dari dokumentasi proses pembelajaran ini adalah dari dokumen yang dapat diakses, misalnya laporan, presentasi, dan dokumen resmi pemerintah. Sumber lainnya adalah wawancara dan diskusi terstruktur dengan 19 orang yang terlibat langsung dalam membangun tata kelola TNP Laut Sawu sejak diinisiasi atau terlibat di tengah-tengah proses membangun tata kelola (Lampiran A). Pertanyaan kunci yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman mereka meliputi: - Keterlibatan dalam proses membangun tata kelola TNP Laut Sawu - Keberhasilan yang paling berkesan - Tantangan terbesar dalam membangun TNP - Best Practices dari kegiatan yang pernah dilakukan. - Bagaimana kegiatan bisa dilakukan dengan lebih baik dimasa datang? Berdasarkan hasil diskusi itu maka penulisan proses pembelajaran dengan membagi tema-tema: - Upaya membangun konsep bersama - Pengembangan kelembagaan dan dasar hukumnya - Upaya mendorong keterlibatan masyarakat - Membangun kemitraan - Keterlibatan perempuan dalam membangun tata kelola TNP Laut Sawu - Menyelaraskan pengelolaan TNP Laut Sawu dengan kebijakan lokal, termasuk didalamnya manfaat bagi pemangku lokal 6

7 Struktur penulisan Dokumentasi pembelajaran ini dikemas dalam dua belas bagian. Bagian pertama yang merupakan bagian dari bab ini adalah pengantar yang memaparkan tentang latar belakang, tujuan, target pembaca dan struktur penulisan. Bagian kedua memaparkan tentang tata kelola dan kelembagaan baik secara global maupun berdasarkan EKKP3K, faktor-faktor penting dalam tata kelola dan peran tata kelola dalam mencapai keberhasilan. Bagian ketiga menceritakan tentang TNP Laut Sawu. Bagian keempat merupakan pengantar tentang penulisan proses pembelajaran untuk bagian-bagian berikutnya. Bagian kelima memaparkan tentang proses pembelajaran membangun konsep bersama pengelolaan Laut sawu. Bagian ini menceritakan tentang proses membangun tujuan bersama. Bagian keenam memaparkan tentang proses pengembangan kelembagaan dan landasan hukumnya. Bagian ini juga menceritakan tentang peran kelembagaan, upaya membangun struktur kelembagaan dan kapasitas manusianya. Bagian ketujuh menceritakan tentang upaya-upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam tata kelola. Bagian kedelapan memaparkan tentang upaya untuk membangun kemitraan. Bagian kesembilan menceritakan tentang keterlibatan kelompok perempuan dalam membangun tata kelola Laut Sawu. Bagian kesepuluh memaparkan tentang upaya untuk menyelaraskan pengelolaan TNP Laut Sawu dengan kebijakan pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Bagian ini juga membahas tentang manfaat pengelolaan secara ekonomi. Bagian terakhir memaparkan tentang kesimpulan. 7

8 2. Tata Kelola dan Kelembagaan Upaya membangun tata kelola di kawasan konservasi perairan adalah sebuah upaya untuk menjamin bahwa kawasan konservasi perairan tersebut dikelola dengan baik sesuai dengan tujuan pengelolaannya. Bagian ini membahas tentang tata kelola secara global, tata kelola di dalam perspektif EKKP3K, dan faktor-faktor penting yang memperkuat dalam tata kelola untuk mencapai keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif. Tata Kelola secara global Kompleksnya hubungan antara sumber daya alam laut dan manusia serta institusi yang memanfaatkannya membutuhkan sebuah system pengelolaan yang baik. Secara umum ada tiga bentuk pendekatan pengelolaan kawasan konservasi perairan di dunia (Kooiman 2003): - dikelola oleh pemerintah - dikelola oleh berbagai pihak dengan pendekatan kolaborasi - dikelola oleh masyarakat termasuk didalamnya swasta Pengelolaan sebuah kawasan konservasi perairan oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun daerah, maka pengelolaan dan tanggungjawab pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah. Kerangka hukum formal merupakan dasar utama dalam pengelolaan, terutama dalam proses pengambilan keputusan. Besarnya kekuasaan pemerintah untuk mengatur pengelolaan bukan berarti menutup partisipasi masyarakat. Great Barrier Reef MPA di Australia merupakan salah satu contoh dimana masyarakat berpartisipasi dalam zonasi dan pengelolaan walaupun negara mempuyai hak dan tanggungjawab penuh dalam pengelolaannya (Olsson et al 2008; Sutton dan Tobin 2009). 8

9 Pengelolaan kawasan konservasi secara kolaborasi dilakukan dengan pertimbangan begitu banyak para pihak yang berkepentingan sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara kolaborasi. Maksud dari pengelolaan secara kolaborasi ini bagaimana para pihak berbagi peran, pengalaman dan pengetahuan, dan kepercayaan dalam pengelolaan (Berkes et al 2009). Pengelolaan secara kolaborasi dapat dianggap sebuah proses penyelesaian masalah secara bersama. Pengelolaan oleh masyarakat, termasuk didalamnya oleh lembaga swadaya masyarakat, masyarakat dan swasta. Contoh pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat adalah LMMA, pengelolaan kawasan konservasi dengan berdasarkan Sasi di Maluku. Pengelolaan oleh swasta, misalnya adalah kawasan konservasi yang dikelola oleh hotel dan resort dengan berbagai tingkatan partisipasi masyarakat dan pemerintah untuk pengelolaannya (Svensson et al 2008). Ketiga bentuk pengelolaan ini bisa berdiri sendiri atau merupakan gabungan. Kooiman et al (2005) menganalisa bahwa penggunaan salah satu bentuk pendekatan pengelolaan saja sering menghasilkan pengelolaan yang jauh dari harapan. Mohan et al (2005) menambahkan bagaimana sebuah kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh pemerintah secara de jure namun dalam pelaksanaannya menggunakan pendekatan kolaborasi dari berbagai pihak, terutama untuk daerah-daerah yang jauh dari pusat pengelolaan. Berdasarkan studi di 20 kawasan konservasi perairan di dunia, kombinasi dari ketiga pendekatan pengelolaan diatas bisa memperkuat tata kelola kawasan konservasi perairan (Jones et al. 2013). Pengelolaan kawasan konservasi perairan melibatkan pelaku, institusi dan interaksi (Kooiman dan Bavinck 2005). Pelaku adalah pihak-pihak yang terlibat baik itu secara individu maupun organisasi. Jumlah para pihak yang mempunyai kepentingan dengan kawasan konservasi berubah-ubah dengan berjalannya waktu. Untuk melibatkan banyak orang memang membutuhkan waktu yang cukup lama tetapi jika diperlukan adanya konsensus, dukungan, dan juga dalam rangka meningkatkan kesadaran semua pemangku kepentingan maka pelibatan banyak pihak adalah hal yang penting dalam membangun tata kelola. 9

10 Institusi merupakan kerangka struktur, cara dan bentuk interaksi antara berbagai orang/organisasi, misalnya aturan-aturan perorangan mengetahui bagaimana berinteraksi, apa yang mereka harapkan dan diharapkan dari berinteraksi. Kerangka institusi ini bisa secara formal yang disahkan dalam aturan-aturan atau tidak formal. Institusi ini diperlukan dengan meningkatnya jumlah pelaku yang mempunyai berbagai kepentingan seiring dengan berjalannya waktu. Mahon et al (2005) mengusulkan kerangka interaksi yang dikenal dengan institusi harus di formalkan terutama untuk memudahkan komunikasi, kelembagaan dan partisipasi perwakilan dari para pihak sehingga memudahkan pelaku-pelakunya untuk terlibat. Sementara itu, interaksi merupakan bentuk hubungan antara satu aktor dengan aktor lainnya. Interaksi dibatasi oleh kerangka institusi dan menghasilkan konsekuensikonsekuensi. Ketiga komponen ini: pelaku, institusi dan interaksi merupakan komponen penting dalam membangun tata kelola. Para pihak yang terlibat dalam tata kelola mempunyai berbagai alasan yang menjadi dasar mereka untuk ikut berpartisipasi dalam membangun tata kelola. Jones et al. (2011) mendiskusikan tentang lima insentif yang bisa dirancang dari awal sehingga mendorong para pelakunya untuk terlibat dalam pengelolaan. Kelima insentif ini berangkat dari pemahaman bahwa pengelolaan kawasan konservasi membutuhkan kerangka hukum sebagai dasar untuk mengelola sumber daya alam, memperkuat peran masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan konservasi, serta market insentif yaitu penggunaan insentif ekonomi untuk membantu peningkatan sumberpenghidupan masyarakat. Insentif tersebut adalah 1. Ekonomi: menggunakan pendekatan ekonomi dan hak kepemilikan untuk mencapat tujuan kawasan konservasi perairan. Insentif ini didorong oleh mekanisme pasar 2. Interpretasi: mempromosikan kesadaran tentang komponen konservasi di kawasan konservasi perairan, tujuan dan kebijakan untuk mencapai tujuan ini 3. Pengetahuan: menghormati kebijakan lokal tentang pemanfaatan tradisional 10

11 4. Hukum: merumuskan dan melaksanakaan hukum, peraturan untuk meningkatkan kepatuhan atas peraturan kawasan konservasi perairan. 5. Partisipasi: menyediakan ruang dan waktu bagi semua pihak kunci untuk ikut terlibat dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang bisa mempengaruhi kehidupan dan rasa kepemilikan mereka terhadap kawasan konservasi perairan. Insentif-insentif ini menjadi aspek-aspek penting dalam upaya membangun tata kelola. Kajian di 20 kawasan konservasi perairan di negara-negara kawasan segitiga karang menemukan beberapa aspek yang mempengaruhi tata kelola yaitu kejelasan hak kepemilikan atas sumber daya, partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, keanekaragaman institusi yang terlibat dan faktor legal (Jones et al. 2013). Sementara itu, kajian efektifitas pengelolaan kawasan konservasi didunia oleh IUCN (Leverington et al. 2008) menemukan beberapa aspek yang mempengaruhi tata kelola yaitu: berhubungan dengan tahap perencanaan, komunikasi yang intensif, partisipasi masyarakat, sumber daya manusia yang profesional dalam mengelola kawasan konservasi, penelitian dan pemantauan, sarana dan prasarana, serta informasi. Indonesia juga mempunyai panduan teknis dalam menilai efektifias pengelolaan. Hal ini akan dijelaskan pada bagian berikut ini. Tata kelola menurut EKKP3K EKKP3K atau yang dikenal dengan Pedoman Teknis Evaluasi Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, merupakan perangkat untuk menilai kerja dan efektifitas pengelolaan kawasan konservasi dalam memberikan hasil-hasil yang diharapkan pada aspek-aspek kelembagaan, sumberdaya kawasan dan sosial ekonomi budaya masyarakat, berdasarkan SK Dirjen KP3K No.44 tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (EKKP3K). 11

12 Berdasarkan EKKP3K, pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan Pulaupulau kecil harus mencakup tiga aspek, yaitu aspek tata kelola, sumberdaya dan sosial ekonomi budaya. Adapun strategi dan kegiatan yang dikembangkan untuk membangun tata kelola adalah: - peningkatan sumber daya manusia - penatakelolaan kelembagaan - peningkatan kapasitas infrastruktur - penyusunan peraturan pengelolaan kawasan - pengembangan organisasi/kelembagaan masyarakat - pengembangan kemitraan - pembentukan jejaring kawasan konservasi perairan - pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan - monitoring dan evaluasi Tata kelola berpengaruh besar terhadap efektifitas pengelolaan. Untuk itu proses membangun tata kelola menjadi sangat penting. 12

13 3. Kawasan Konservasi Perairan Laut Sawu Laut Sawu dideklarasikan oleh pemerintah sebagai sebuah Taman Nasional Perairan dengan nama Taman Nasional Perairan Laut Sawu (TNP Laut Sawu) melalui sebuah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 38/2009 tanggal 8 Mei TNP Laut Sawu mempunyai luas perairan sekitar 3,5 juta hektar. TNP Laut Sawu terdiri dari 2 bagian yaitu Wilayah Perairan Selat Sumba dan sekitarnya, seluas , 64 ha dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya, seluas , 37 hektar. Figure 1: Peta zonasi Laut Sawu Laut Sawu mempunyai sebaran terumbu karang dengan keanekaragaman hayati species yang sangat tinggi. TNC mencatat 532 species karang dimana 11 species endemik dan sub endemik dan merupakan tempat hidup bagi 350 jenis ikan karang (TNC Savu Sea, 2011). TNP Laut Sawu mempunyai luas hutan mangrove sekitar 5019,53 hektar dengan 13

14 daerah yang mempunyai luasan mangrove paling besar yaitu Sumba Timur dan Rote Ndao. Sementara itu berdasarkan citra satelit, lamun paling banyak ditemukan di Sumba Timur, Sabu Raijua dan Rote Ndao dengan total luasan 5320,62 hektar. TNP Laut Sawu juga merupakan perlintasan dari 22 jenis mamalia laut (termasuk paus biru dan paus sperma), habitat penting bagi duyung, ikan pari manta dan penyu (Kahn 2005). Fenomena upwelling yang membawa massa air laut bersuhu dingin dari dasar perairan yang kaya akan nutrient ke perairan diatasnya menyebabkan beberapa kawasan seperti perairan Kupang sebelah barat, Rote sebelah barat, Sumba Timur dan Manggarai serta Manggarai Barat pada bulan Mei sampai October mempunyai produktifitas primer yang tinggi bagi perikanan. Laut Sawu merupakan sumber ikan dan memberikan kontribusi 65% sumber ikan kepada propinsi NTT. Selain itu, Laut Sawu juga merupakan daerah utama jalur pelayaran di Indonesia. Melihat dari pentingnya sumber daya alam Laut Sawu, maka TNP Laut Sawu ditetapkan dengan tujuan (Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, ): Melindungi dan melestarikan sumber daya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya Mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan dan ekosistemnya serta jasa lingkungannya secara berkelanjutan Melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan konservasi perairan Secara khusus tujuan pencadangan TNP Laut Sawu: Mewujudkan kelestarian sumber daya ikan dan ekosistemnya sebagai bagian wilayah ekologi perairan Laut Sunda Kecil Melindungi dan mengelola ekosistem perairan Laut Sawu dan sekitarnya sebagai platform pembangunan daerah (bidang perikanan, pariwisata, masyarakat pesisr, pelayaran, ilmu pengetahuan dan konservasi) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sumber mata pencaharian yang berkelanjutan 14

15 Perairan yang ada di TNP Laut Sawu merupakan wilayah perairan dari 10 kabupaten di propinsi NTT, dengan perincian 49 kecamatan dan 189 desa pesisir. Jumlah rumah tangga perikanan yang berada di pantai dari 10 kabupaten ini terbanyak berada di Kabupaten Kupang (1.399 KK), diikuti Kabupaten Rote Ndao (1.247 KK), Kabupaten Manggarai (1.162 KK) dan kabupaten lainnya berada dibawah 1000 KK (BPS NTT 2012). Masyarakat yang tinggal di TNP Laut Sawu mempunyai keragaman suku bahasa dan kesenian seperti halnya keragaman budaya NTT secara umum. Misalnya di Pulau Timor ada suku Helong, Dawan, Tetun, Kemak dan Marae. Sementara di Pulau Rote terdapat suku Rote. Di Flores terdapat suku Manggarai Riung, Ngada, Ende Lio, Nagekeo, Sikka-Krowe Muhang, Lamaholot, Kedang dan Labala. Ditambah lagi suku Sabu, Alor, dan Sumba. 15

16 4. Gambaran umum pembelajaran Tata kelola merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan (EKKP3K). Sedikit dokumentasi yang menggambarkan bagaimana proses tata kelola sebuah kawasan konservasi perairan dibangun. Dimulai dari tahap awal ketika konsensus dibangun untuk membangun konsep pengelolaan, hal ini akan dipaparkan di bagian kelima. Pengembangan kelembagaan dan landasan hukum merupakan salah satu aspek penting dalam tata kelola. Pengembangan kelembagaan disini termasuk di dalamnya kemampuan pengelolanya dalam memecahkan masalah, analisa pemangku kepentingan yang dinamis, dan menciptakan serta menangkap peluang yang ada. Hal ini akan dijelaskan pada bagian pengembangan kelembagaan (Bagian Keenam). Jones et al (2011) mengungkapkan bahwa empat faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia di kawasan konservasi yaitu faktor kepemimpinan, peran lembaga swadaya masyarakat dan keadilan dan stewardship. Gutierrez et al (2011) menganalisa bahwa kepemimpinan sebagai salah satu aspek dalam social capital yang ada di masyarakat yang merupakan faktor penting dalam pencapaian pengelolaan yang efektif. Pengalamanpengalaman membangun kelembagaan lengkap dengan sumber daya manusianya akan di bahas pada bagian ini. Partisipasi masyarakat telah diakui merupakan hal penting dalam pengelolaan kawasan konservasi. Partisipasi masyarakat didorong dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Pada bagian bagaimana mendorong partisipasi masyarakat memaparkan bagaimana tim TNP Laut Sawu membangun cara yang efektif untuk mendekatkan masyarakat dengan pengelola (Bagian 7). Bagian 8 memaparkan tentang pengalaman dalam membangun kemitraan di TNP Laut Sawu. Diakui banyak pihak bagaimana membangun kemitraan merupakan tantangan tersendiri. Sementara itu, TNP Laut Sawu mendapatkan dukungan yang cukup besar baik itu dari Pemerintah Daerah, akademik dan 16

17 masyarakat umum. Hal ini akan dijelaskan pada Bagian 8. Bagian sembilan menjelaskan tentang upaya yang dilakukan untuk mendorong partisipasi aktif kelompok perempuan. Baik perempuan maupun laki-laki merupakan agen perubahan dalam proses pembangunan (Okali et al 2011). Sudah sewajarnyalah jika partisipasi kelompok perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam lebih ditingkatkan (Fitriana and Stacey 2012). Bagian ini membahas bagaimana upaya yang dilakukan untuk mendorong partisipasi kelompok perempuan, IUCN melaksanakan kajian dari kawasan konservasi secara global (Leverington 2008). Mereka menemukan bahwa program khusus yang memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat merupakan hal penting dalam membangun upaya pengelolaan yang baik. Hal ini akan di bahas pada bagian 10. Bagian 11 memaparkan tentang upaya TNP Laut Sawu untuk menyelaraskan dengan kebijakan daerah propinsi NTT. Bagian ini juga membahas tentang integrasi kebijakan lokal dalam rencana pengelolaan. Lilifuk, pengelolaan tradisional di Desa Kuanheum-Kabupaten Kupang, merupakan salah satu contoh pengelolaan tradisional yang diintegrasikan dalam rencana pengelolaan TNP Laut Sawu. Bagian terakhir, yaitu penutup, merupakan kesimpulan dari berbagai pengalaman membangun tata kelola TNP Laut Sawu. 17

18 5. Upaya membangun konsep pengelolaan Laut Sawu Awal mula pembentukan kawasan konservasi di Laut Sawu dimulai dengan diskusi tentang wilayah perlintasan mamalia laut di Laut Sawu pada awal tahun Dalam perjalanannya sampai dengan bulan Oktober 2005 sebuah tim dibentuk untuk mendorong proses melindungi mamalia laut di Laut Sawu. Studi ekologi dan sosial ekonomi masyarakat secara intensif dilakukan. Awal tahun 2008, inisiasi tentang pembentukan kawasan konservasi dimulai. Pada bulan Januari 2009, workshop yang dihadiri oleh 21 Bupati di NTT, kepala Bappeda dan dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten yang berkaitan dengan Laut Sawu menyepakati dan mendukung pembentukan kawasan konservasi TNP Laut Sawu. Tonggak deklarasi pencadangan Laut Sawu sebagai wilayah konservasi dilakukan pada World Ocean Conference/WOC bulan Mei Kemudian, dari tahun 2010 sampai 2013 konsultasi publik dilakukan di tingkat desa. Saat ini masyarakat NTT menunggu keputusan mentri tentang penetapan TNP Laut Sawu sebagai sebuah kawasan konserasi perairan. Diskusi untuk membangun konsep dimulai dari membangun pemahaman pemangku kepentingan di NTT, terutama pemerintah daerah. Diskusi, seminar dan kegiatan bersama dilakukan untuk membangun pemahaman dan kesepakatan bersama bagaimana laut sawu ini akan dikelola. Upaya membangun pemahaman ini dilakukan dengan diskusi mingguan oleh anggota Tim P4KKP bersama pemangku kepentingan lainnya. Selain itu juga, pelatihan tentang dasar-dasar kawasan konservasi perairan dengan peserta para birokrat di NTT dan perguruan tinggi membantu peningkatan pemahaman. Kemudian mereka inilah yang ikut menyebarluaskan tentang informasi kawasan konservasi. Ibu Maria Goreti, BKKPN Kupang, mengatakan bahwa peningkatan pemahaman oleh birokrat di Pemda propinsi memperlancar kerjasama dan selanjutnya bisa membantu peningkatan pemahaman masyarakat. Kemampuan untuk membangun pemahaman dan 18

19 tujuan bersama ini merupakan tantangan besar. Bapak Maxi Ndun dari Himpunan Nelayan mengatakan sosialisasi keliling masyarakat membantu untuk membangun konsep bersama. Beliau menegaskan bahwa jika masyarakat mengetahui manfaat pengelolaan bagi sektor perikanan, nelayan akan mendukung penuh kegiatan ini. Bapak Issak Angwarmasse dari Dinas kelautan dan perikanan Propinsi NTT mengatakan bahwa visi bersama bagaimana anak cucu bisa menikmati apa yang kita nikmati sekarang menjadi dasar dalam membangun pemahaman pengelolaan Laut Sawu. Bapak Raimundus Nggajo dari BKKPN Kupang menegaskan bahwa tidak ada kepentingan lain selain untuk bersama-sama mengelola dan menjaga sumber daya di Laut Sawu. Berangkat dari kesamaan visi dan misi untuk mengelola Laut Sawu ini maka tim P4KKP merumuskan tujuan pengelolaan TNP Laut Sawu seperti yang sudah dituliskan di awal. Diskusi tentang inisiasi TNP Laut Sawu dimulai dengan wilayah perlintasan paus. Dalam perjalanan perumusan perencanaan pengelolaan, semua aspek biologi dan ekologi dimasukkan dan mempunyai bobot yang sama, termasuk di dalamnya pengelolaan habitat penting dan perlintasan Paus. Rofi Al Hanif dari BKKPN Kupang menyatakan bahwa seharusnya Paus sebagai hewan yang menjadi simbol Laut Sawu lebih ditekankan dan tercermin lebih kuat dalam buku perencanaan. Begitu juga dengan alat tangkap yang dapat menganggu perlintasan paus seharusnya dilarang di TNP Laut Sawu ini, misalnya gillnet dan longline. Untuk menjawab hal ini, BKKPN Kupang bersama Dewan Konservasi berencana untuk menyiapkan Pusat Informasi Paus di Kupang sebagai upaya untuk mengangkat Paus sebagai hewan perlindungan utama di TNP Laut Sawu. Pembelajaran dari proses membangun konsep secara bersama adalah: - Upaya membangun konsep kawasan konservasi dimulai dari membangun pemahaman bersama dengan waktu yang tidak pendek. Diskusi formal dan informal membantu proses ini. - Rumusan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu merupakan hasil dari upaya membangun konsep bersama antara Tim P4KKP dan BKKPN dimana didalamnya 19

20 terdapat rumusan tujuan pengelolaan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan ini. - Inisiasi awal dari konsep pengelolaan Laut Sawu adalah perlindungan perlintasan Paus. Namun dalam perumusan rencana pengelolaan, penekanan terhadap paus tidak begitu menonjol. Sehingga tim akhirnya menyadari hal ini dan menyiapkan Pusat Informasi Paus di Kupang. 20

21 6. Pengembangan kelembagaan Upaya membangun tata kelola kawasan konservasi mengalami dinamika yang sangat tinggi, baik itu untuk mengelola sumberdaya alamnya maupun para pihak yang memanfaatkan sumber daya alam. Untuk itu membangun tata kelola harus memperhatikan kelembagaan dan kemampuan pengelolanya. Kelembagaan merupakan faktor penting dalam membangun tata kelola sebuah kawasan perairan. Sebuah lembaga dibentuk untuk mengimplementasikan pengelolaan. Lembaga ini bisa dibentuk oleh pemerintah, lsm maupun masyarakat sipil. TNP Laut Sawu merupakan kawasan konservasi taman nasional perairan pertama yang dikelola oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan. Lembaga pengelolanya disebut dengan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang (BKKPN-Kupang) yang dibentuk pada bulan Maret BKKPN Kupang mempunyai tugas melaksanakan pemangkuan, pemanfaatan dan pengawasan kawasan konservasi perairan nasional yang bertujuan untuk melestarikan sumber daya ikan dan lingkungannya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku (Buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu). BKKPN Kupang dibantu oleh Tim P4KKP Laut Sawu melalui SK Gubernur No. 180/2009 untuk menjalankan tugasnya dalam menyiapkan rencana pengelolaan. Tujuan pembentukan tim P4KKP agar representasi pemerintah daerah dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi yang ada di NTT tetap terkawal (TNC 2012). Peran Tim P4KKP akan berakhir ketika TNP Laut Sawu ditetapkan. Persiapan penetapan dilakukan sejak medio Dengan persiapan ini maka Tim P4KKP juga bersiap-siap mengakhiri perannya dan bermetamorfosis menjadi Dewan Konservasi NTT berdasarkan SK Gubernur No 74/ Fungsi Dewan Konservasi lebih luas dengan mengintegrasikan seluruh kegiatan konservasi di NTT. Dewan 21

22 Konservasi ini adalah dewan yang dibentuk untuk tingkat propinsi. Diharapkan kabupaten juga membentuk tim konservasi untuk tingkat kabupaten sehingga bisa mengkoordinir berbagai keahlian dan kepentingan dalam pengelolaan kawasan konservasi. Kawasan konservasi TNP Laut Sawu mencakup 3.5 juta hektar, yang terdiri dari 10 kabupaten dan 195 desa pesisir. Wilayah yang luas ini membutuhkan tenaga profesional di bidang konservasi. BKKPN Kupang juga mengelola tujuh kawasan konservasi lainnya di NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku dan Papua. Sementara itu, saat ini BKKPN Kupang mempunyai jumlah staf sebanyak 80 orang. Jumlah ini sudah termasuk 10 orang tenaga kontrak yang ditempatkan di kabupaten di NTT sebagai jembatan untuk berkomunikasi dengan Pemda Kabupaten. Menurut DR Yesaya Mau keberadaan satu orang tenaga kontrak di kabupaten tidak mampu secara penuh melaksanakan tugas BKKPN Kupang di tingkat Kabupaten. Perhatian tentang strategi penempatan dan kombinasi keahlian staf di tingkat kabupaten juga menjadi perhatian anggota dewan konservasi lainnya. Ibu Ana Salean menambahkan permasalahan sumber daya manusia di BKKPN Kupang membutuhkan perhatian karena sebagai badan pengelola yang mengelola kawasan yang luas di NTT harus kuat. Beliau menambahkan belum lagi kemampuan tenaga kontrak ini dalam berkomunikasi dan bernegoisasi dengan pemerintah daerah. Sehingga perhatian tentang penempatan staf menjadi perhatian banyak pihak. Sumber daya manusia merupakan faktor penting sesuai dengan EKKP3K. Pembelajaran dari membangun kelembagaan: - Dukungan kelembagaan dari Gubernur sangat kuat untuk memperlancar proses pengelolaan TNP Laut Sawu. Hal ini terbukti lewat pembentukan Tim dan Dewan Konservasi. Sinergi antara kegiatan BKKPN dan juga tim pendukung dari propinsi membantu kelancaran proses perencanaan. 22

23 - BKKPN tidak bekerja sendiri dalam menggalang dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat. Jejaring dan upaya menghilangkan ego sektoral dari berbagai instansi membantu kelancaran proses perencanaan dan sosialisasinya. - Hal penting lainnya bahwa setiap pertemuan terdokumentasi dengan baik. Catatan pertemuan merupakan dokumen penting ketika melakukan seri pertemuan. Sehingga hasil diskusi sebelumnya menjadi bahan rujukan setiap peserta yang hadir dan diskusi antar lembaga berdasarkan catatan pertemuan tersebut. Catatan pertemuan ini juga menjadi alat untuk mengevaluasi komitmen yang diberikan oleh lembaga yang ahdir ketika pertemuan. - Pembelajaran lainnya, anggota dewan konservasi menyatakan bahwa kepemimpinan dalam tata kelola Laut Sawu adalah sangat penting. Rusydi dari Universitas Muhammadiyah mengatakan bahwa kepemimpinan yang ada di BKKPN dan juga tim inisiator dari Tim P4KKP serta Dewan Konservasi mempengaruhi kelancaran proses membangun koordinasi. Kepemimpinan dalam proses ini merupakan pengikat bagi semua orang yang ingin ikut aktif berpartisipasi. Hal ini didukung dengan kajian oleh Gutierrez et al 2011 bahwa kepemimpinan di masyarakat merupakan hal pentng dalam pengelolaan kawasan konservasi. - Kawasan yang begitu luas membutuhkan tenaga profesional. Sehingga strategi penempatan staf harus mendapatkan perhatian 23

24 7. Mendorong Partisipasi Masyarakat Yang dimaksud dengan partisipasi masyarakat adalah peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dengan berjalannya waktu, partisipasi masyarakat telah bergerak dari partisipasi yang terbatas sampai kepada partisipasi untuk ikut dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa tingkatan partisipasi masyarakat (Pretty et al. 1995; Arnstein 1969): - Informing: kelompok masyarakat menerima informasi tentang kegiatan dari pihak luar. Tidak ada kesempatan bagi masyarakat untuk mempengaruhi merubah kebijakan. Komunikasi lebih satu arah - Consulting: Masyarakat menerima informasi tentang sebuah rencana kegiatan. Pendapat mereka juga dimintakan - Pengambilan keputusan bersama: Masyarakat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Tahap ini merupakan pendekaan arus bawah yang sempurna. Proses partisipasi masyarakat yang terjadi di TNP Laut Sawu dimulai dari wakil masyarakat dari 110 desa terlibat dalam pemetaan partisipatif pada tahap awal. Tim survai melakukan kajian ekologi berdasarkan hasil diskusi pemetaan dengan wakil masyarakat ini. BKKPN, kemudian, sebagai lembaga pengelola TNP Laut Sawu membentuk tim kelompok kerja yang bertujuan untuk menghasilkan rencana pengelolaan dan zonasi tahun Rencana pengelolaan dan zonasi ini dipresentasikan ke masyarakat lewat konsultasi publik di 125 desa. Konsultasi publik ditingkat desa dilakukan oleh tim konsultasi publik yang terdiri dari anggota dewan konservasi dan BKKPN. Tim menghubungi Dinas kelautan dan Perikanan tingkat Kabupaten untuk menyiapkan acara konsultasi publik. Kemudian, tim dari kabupaten memberitahukan kepada desa. Di beberapa tempat, lembaga swadaya 24

25 masyarakat (LSM) di tingkat kabupaten juga dilibatkan untuk membantu proses konsultasi publik. Kegiatan konsultasi publik tidak dilakukan disetiap desa, namun dilakukan di ibukota kecamatan misalnya, atau di desa dimana ada beberapa desa yang berdekatan. Total ada 45 lokasi dimana konsultasi publik dilakukan. Melihat dari jumlah desa yang terlibat dalam konsultasi publi (125 desa) maka sekali konsultasi publik, ada dua sampai tiga desa terlibat sekaligus. Wakil masyarakat dipilih oleh kepala desa ikut hadir dalam pertemuan tersebut. Diskusi dilakukan secara dinamis. Setiap peserta dapat memberikan masukan. Bahkan rencana pengelolaan ini pernah ditolak masyarakat di Manggarai Barat akibat imbas dari informasi yang tidak tepat dari kegiatan di Taman Nasional Komodo. Dewan Konservasi menjelaskan kepada masyarakat luas tentang rencana pengelolaan TNP Laut Sawu. Masyarakat di Desa Nangabere menerima usulan tentang rencana pengelolaan ini dan menyetujui rencana zonasi. Pemahaman tidak hanya dilakukan ketika konsultasi publik namun juga ketika acara informal dilakukan. Hasil diskusi dengan masyarakat ini kemudian menjadi masukan dan modifikasi dalam zonasi dilakukan. Dari hasil diskusi diatas, berdasarkan tingkat partisipasi Pretty et al. (1995), keterlibatan masyarakat ketika proses sosialisasi rencana pengelolaan TNP Laut Sawu baru pada tahap consulting dimana mereka dimintakan pendapatnya tentang rencana pengelolaan. Masyarakat belum ikut serta dalam proses pengambilan keputusan. Ada beberapa pembelajaran ketika konsultasi publik yaitu: - Pelibatan LSM yang berada di tingkat kabupaten, apapun bidang kegiatan mereka, sangat membantu proses pendekatan masyarakat. Mereka telah melakukan kegiatan bersama masyarakat sehingga mengetahui karakteristik masyarakat. - Pedoman pelaksanaan konsultasi publik telah disiapkan oleh tim pelaksana konsultasi publik. Sehingga siapapun anggota tim pelaksana konsultasi publik yang 25

26 melaksanakan kegiatan di desa-desa menyampaikan informasi dan memfasilitasi diskusi dalam standard yang hampir sama. - Konsultasi publik dapat dipolitisir oleh sekelompok tertentu yang mempunyai kepentingan berbeda. Misalnya konsultasi publik di Sumba Timur dimana sekelompok orang mempunyai kepentingan lain. Pembelajarannya adalah peta pemangku kepentingan juga harus dipelajari ketika mengajak masyarakat ikut dalam diskusi rencana pengelolaan. - Ketika konsultasi publik hanya wakil masyarakat yang dipilih oleh kepala desa yang ikut hadir dalam pertemuan. Informasi tentang rencana pengelolaan ini hanya terbatas sampai ke peserta yang hadir. Misalnya, ketika penulis menanyakan kepada ketua forum nelayan tradisional di Oelua dan Papela, Rote tentang rencana pengelolaan laut Sawu, mereka tidak mengetahui. Begitu juga ketika nelayan di Oesapa Kupang yang menangkap ikan di perairan laut Sawu mereka tidak mengetahui tenang rencana pengelolaan ini. Sehingga perlu diinformasikan kepada kepala desa dan wakil masyarakat yang hadir agar mereka juga perlu menginformasikan kepada teman lainnya. Pembelajaran dari sini adalah jumlah desa dan masyarakat nelayan di NTT ini sangat banyak sehingga diadakan pertemuan dengan sistem perwakilan. Perlu dipikirkan mekanisme penyebarluasan informasi ini dari peserta yang hadir ketika konsultasi publik ke anggota nelayan lainnya. - Masyarakat terlibat dalam kegiatan persiapan rencana pengelolaan laut sawu lewat pemetaan partisipatif dan konsultasi publik. Hanya beberapa orang yang terlibat dalam pemetaan partisipatif. Wakil masyarakat terlibat secara luas dalam konsultasi publik. Sementara itu tim perancang TNP Laut sawu berharap informasi tentang rencana pengelolaan laut Sawu tersebar luas. Sehingga perlu kesepakatan dengan anggota tim lainnya di tingkat kabupaten dan propinsi bahwa kegiatan lainnya yang dilakukan bersama masyarakat pesisir dihubungkan dengan rencana pengelolaan laut sawu sehingga masyarakat bisa terinformasikan tentang laut sawu. - Bentuk penerimaan masyarakat atas rencana pengelolaan ini berbeda-beda, ada yang mendukung prositif ada juga yang menentang. Kemampuan tim konsultasi publik untuk menjelaskan dan fasilitasi proses diskusi sangat berperan penting untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan masyarakat. 26

27 8. Membangun Kemitraan Pelaksanaan kemitraan dalam kawasan konservasi merupakan amanat peraturan pemerintah melalui PP No 60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Sebagaimana tercantum dalam pasal 18 dari PP 60 Tahun 2007: Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dalam mengelola kawasan konservasi perairan dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan antara unit organisasi pengelola dengan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, lembaga penelitian, maupun perguruan tinggi. Berdasarkan mandat ini maka pengelolaan kawasan konservasi harus membangun kemitraan dari berbagai pemangku kepentingan. Ada beberapa manfaat dalam melibatkan berbagai pihak (Kooiman, 2005): - keanekaragaman para pelaku saling meningkatkan pengetahuan - dapat memformulasikan permasalahan dengan lebih baik sehingga menghasilkan solusi yang lebih baik juga - meningkatkan kepatuhan atas kebijakan yang telah ditetapkan - berbagi peran dan tanggungjawab - merupakan hak setiap pemangku kepentingan untuk didengar dan mendengar mengenai rencana pengelolaan, terutama rencana tersebut akan memberikan dampak ats sumber penghidupan mereka Menurut Biengen (2013) ada tiga aspek penting dalam kemitraan: konsultasi, koordinasi kerjasama. Tiga aspek ini bisa berdiri sendiri dan bisa juga saling terintegrasi. Untuk kasus TNP Laut Sawu yang begitu luas dan keragaman masyarakatnya yang tinggi, maka dukungan pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat dan masyarakat luas sangat diperlukan. DR Yesaya Mau, Kepala BKKPN Kupang, mengatakan bahwa BKKPN sangat membutuhkan para mitra untuk sama-sama membangun dan mengelola TNP Laut sawu yang juga memberikan 27

28 kesejahteraan masyarakat yang tinggal di kawasan ini. Dewan Konservasi merupakan salah satu bentuk kemitraan yang solid di NTT. Berdasarkan buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, ada sebuah badan kolaborasi yang disebut dengan Dewan Konservasi NTT yang dibentuk bedasarkan SK Gubernur No 74/Kep/HK/2013. Dewan konservasi ini merupakan kemitraan yang strategis antara berbagai pihak di NTT dengan lembaga pengelola. Fungsi dewan konservasi ini menjembatani dan mengkoordinasikan berbagai pihak yang terkait terhadap dukungan TNP Laut Sawu. Lebih jelasnya ada di Buku Rencana Pengelolaan Laut Sawu. Hal yang menarik dari Dewan Konservasi NTT adalah anggotanya bersedia melakukan kegiatan yang berkaitan dengan TNP laut Sawu tanpa mengharapkan imbalan ekonomi. Commitment dari anggota dewan konservasi untuk mewujudkan pelaksanaan TNP laut sawu yang efektif sangat tinggi. Semua pihak yang diwawancara untuk dokumentasi ini mengatakan bahwa investasi pertemanan yang tidak hanya tentang Laut Sawu sangat membantu proses diskusi dan upaya membangun tata kelola laut Sawu. Jotham Ninef, Ketua Harian Dewan Konservasi NTT mengatakan bahwa kegiatan bersama-sama tentang pengelolaan sumber daya alam laut telah dilakukan jauh sebelum pembentukan dewan konservasi. Kegiatan sosial bersama seperti olahraga (seperti bulutangkis, selam bersama) merupakan contoh bagaimana awal dan upaya untuk memperat kemitraan dilakukan. Pernyataan ini juga didukung oleh Efferhad Ludoni, yang dulunya bertugas di Polisi Air namun sekarang di kepolisian Kupang, bahwa pertemanan dan visi bersama tentang betapa pentingnya upaya untuk melindungi sumber daya alam yang ada di perairan Laut Sawu menjadi penguat dalam segala kegiatan di Dewan Konservasi. Dari kegiatan kemitraan ini juga, dewan konservasi berhasil menjembatani diskusi antara BKKPN Kupang dan BKSDA NTT tentang langkah konkrit yang bisa dilakukan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam pesisir dan laut di NTT. Pada medio October 2013, dalam sebuah seminar membangun jejaring kawasan konservasi perairan di NTT, BKSDA sangat mengapresiasi kegiatan dewan konservasi NTT dan mendukung upaya membangun kerjasama (Wiratno, 2013). 28

29 Beberapa pembelajaran dari upaya membangun kemitraan adalah: - Investasi pertemanan dan kegiatan sosial diluar kegiatan pekerjaan merupakan faktor penting didalam membangun kemitraan yang lebih erat. Anggota tim dewan konservasi membangun proses ini dari sejak mereka mulai melakukan diskusi-diskusi tentang pengelolaan sumber daya alam laut di awal tahun 2000an. - Upaya membangun kemitraan merupakan bentuk koordinasi, kolaborasi, kerjasama secara bersama. Sehingga upaya membangun kepercayaan bersama sangatlah penting dalam membangun kemitraan ini - Ada 33 orang yang menjadi anggota dewan konservasi ditambah dengan lima pelaksana harian. Mereka ini adalah para pihak dan wakil dari organisasi yang mempunyai kepentingan untuk membangun kawasan konservasi perairan di NTT. Keterlibatan berbagai organisasi dan individu yang ada di NTT membantu proses membangun koordinasi dan kerjasama kegiatan. - Disamping komitmen organisasi, komitmen individu merupakan faktor penting di NTT ini. Hal ini terlihat walaupun ada beberapa dari anggota dewan konservasi yang sudah dipindahtugaskan ke bidang lainnya, tetap memberikan kontribusi pemikiran dan tenaga untuk kawasan konservasi perairan NTT. 29

30 9. Mendorong Partisipasi Kelompok Perempuan dalam Tata Kelola Laut Sawu Sumber daya alam laut dimanfaatkan oleh kelompok perempuan dan laki-laki. Apalagi di NTT, sumberpenghidupan yang berasal dari kawasan pesisir dan mangrove merupakan faktor penting bagi kelompok perempuan (Fitriana and Stacey, 2012). Mereka membentuk kelompok informal untuk melakukan kegiatan secara bersama, misalnya pergi dan pulang bersama, kemudian juga melakukan proses dan penjualan bersama jika hasil tersebut dijual. Kegiatan di wilayah pesisir ini tidak hanya sekedar mengambil hasil laut bagi kelompok perempuan namun ada kekuatan dan keterikatan sosial yang dibangun dalam kegiatan ini. Di Kei-Maluku, aktifitas memanfaatkan hasil laut di kawasan pesisir bagi kelompok perempuan sekaligus menjadi ajang pertukaran informasi, dan berbagi suka-duka (Sitmatauw, 2013). Sehingga keterlibatan mereka dalam pengelolaan kawasan konservasi dan pengelolaan sumber daya alam laut merupakan faktor penting (Harcourt, 2008) dan kelompok perempuan seharusnya tidak mendapatkan dampak negatif yang lebih besar dari pengelolaan kawasan konservasi. Dalam upaya membangun tata kelola kawasan konservasi NTT, kelompok perempuan di tingkat desa terlibat ketika proses konsultasi publik. Menurut Ibu Rehatta, anggota dewan konservasi NTT dari Universitas Kristen Artha Wacana: Kelompok perempuan merupakan pemangku kepentingan yang penting dalam pengelolaan sumber daya alam di NTT. Kelompok perempuan diundang untuk pertemuan konsultasi publik. Berdasarkan undangan yang dikirimkan ke desa-desa memang dituliskan peserta dari wakil PKK yang bisa dianggap merupakan wakil dari kelompok perempuan. Sementara itu, dari investigasi dokumentasi hasil konsultasi publik di tujuh kabupaten, rata-rata sekitar 10.6% persen wakil dari kelompok perempuan ikut menandatangai proses diskusi 30

31 akhir kesepakatan di tingkat kabupaten. Namun dari tujuh kabupaten ini (Timor Tengah Selatan, Rote Ndao, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Timur), ada dua kabupaten dimana tidak ada wakil dari kelompok perempuan yang iku menandatangani rekomendasi hasil akhir, yaitu Rote Ndao dan Sumba Barat. Dari proses ini terlihat bahwa kelompok perempuan memang diundang dan diikutsertakan dalam diskusi namun terkadang dalam proses perumusan hasil dan pengambilan keputusan tidak diikutsertakan. Padahal kelompok perempuan juga merupakan pemanfaat sumber daya alam pesisir dan laut sehingga seharusnya diikutsertakan dalam perumusan hasil dan pengambilan keputusan (Harcourt, 2008). Pembelajarannya adalah ketika mengirimkan undangan harus menegaskan kembali hadirnya wakil kelompok perempuan walaupun undangan panitia sudah mencantumkan wakil dari PKK yang mungkin dimaksudkan sebagai wakil dari kelompok perempuan. Selain itu keterbatasan waktu dan batasan tempat pelaksanaan terkadang membatasi keterlibatan kelompok perempuan. Ini merupakan pembelajaran dalam mengundang wakil dari kelompok perempuan. Harapan keterlibatan kelompok perempuan tidak hanya ditingkat kehadiran, namun juga ikut dalam diskusi perumusan hasil dan proses pengambilan keputusan. Hal ini terkadang yang dilupakan dimana banyak pihak beranggapan kehadiran saja sudah penting yang sebenarnya ikut dalam perumusan hasil dan bagaimana hasil dari pengelolaan ini tidak merugikan kepentingan kelompok perempuan yang juga banyak melakukan kegiatan di wilayah pesisir. 31

32 10. Menyelaraskan pengelolaan Laut Sawu dengan kebijakan dan kepentingan lokal Menyelaraskan pengelolaan Laut sawu dengan pemerintah daerah Kawasan Konservasi Perairan laut Sawu terletak di propinsi NTT. Sehingga mau tidak mau program pengelolaan TNP Laut Sawu harus selaras dengan program pembangunan propinsi NTT dan kabupaten yang berada di dalamnya. Berdasarkan buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu, sasaran dan tujuan pengelolaan Laut Sawu mengakomodir strategi pokok pengembangan daerah. Tujuan yang ingin dicapai dari pengelolaan juga mencerminkan delapan agenda pembangunan propinsi NTT yang tercantum di RPJMD NTT Begitu juga dengan kebijakan tata ruang propinsi NTT (Perda RTRW ) mempertimbangkan kawasan perlindungan termasuk didalamnya zonasi dari TNP Laut sawu dan juga kawasan konservasi lainnya. Adanya keselarasan antara rencana pengelolaan dan rencana pembangunan daerah ini dapat terjadi karena berperannya fungsi Dewan Konservasi NTT. Menurut Gaspar Enga dari Bappeda yang juga anggota Dewan Konservasi: Aktifnya anggota Dewan Konservasi dalam perencanaan strategi pembangunan NTT memberikan kontribusi yang besar masuknya rencana pengelolaan TNP Laut Sawu dalam rencana pembangunan daerah propinsi. Setiap anggota Dewan Konservasi NTT yang duduk di kantor kedinasan, misalnya BLHD, DKP dan Pariwisata mengintegrasikan rencana pengelolaan TNP Laut Sawu dalam rencana pembangunan dari dinas mereka yang kemudian diolah lagi oleh Bappeda. Sehingga orang-orang kunci di kedinasan tersebut harus mempunyai pemahaman dan visi yang sama untuk membangun perairan Laut 32

33 Sawu. Hal ini juga ditegaskan oleh Bapak Joni Rohi dari Dinas Pariwisata bahwa keterlibatan dinas dalam memasukkan program yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu membantu mempercepat proses integrasi ini. Proses pembelajaran adalah: - Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di NTT mendapatkan dukungan dari gubernur beserta jajarannya. Hal ini bisa didapatkan karena anggota tim yang aktif mempersiapkan kawasan konservasi di NTT terdiri dari orang-orang yang mewakili dinas-dinas dari jajaran di Propinsi NTT. Peran mereka sangat strategis dalam mempengaruhi kebijakan propinsi NTT. - Peningkatan pemahaman di tingkat pengambil keputusan dilakukan dengan diskusi melalui workshop dan pertemuan informal. Mereka inilah yang juga memberikan masukan kepada kepala daerah NTT - Dewan Konservasi NTT melakukan diskusi dengan kepala daerah lebih dari lima kali pertahun sejak mereka terbentuk. Berangkat dari meningkatnya pemahaman dan ketertarikan ini, dukungan dari Kepala Daerah juga semakin meningkat. - Peran orang-orang kunci di kantor-kantor dinas ketika memasukkan kegiatan yang berkaitan dengan TNP Laut Sawu dalam rencana anggaran didukung oleh Bappeda sebagai badan yang mengkoordinasikan rencana pembangunan daerah. Sehingga kerjasama antara bagian rencana program di dinas dan Bappeda sangat penting. Mengintegrasikan pengelolaan kawasan perairan masyarakat ke dalam pengelolaan TNP Laut Sawu Keanekaragaman masyarakat di propinsi NTT sangat tinggi. Hal ini juga diakui dalam buku Rencana Pengelolaan TNP Laut Sawu. Keanekaragaman suku dan tata kehidupannya ini memberikan pengaruh bagaimana mereka mengatur sumber daya alam lautnya. Sejak turun temurun, masyarakat pesisir di NTT mempunyai kearifan lokal dalam pemanfaatan sumber daya perikanan. Ini dapat dijumpai pada masyarakat Belong 33

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA

RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA RENCANA AKSI PENGELOLAAN TNP LAUT SAWU DAN TWP GILI MATRA Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) KUPANG Jl. Yos Sudarso, Jurusan Bolok, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Provinsi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT

EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT EFEKTIVITAS SUB ZONA PERLINDUNGAN SETASEA DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TNP LAUT SAWU, NTT Mujiyanto, Riswanto dan Adriani S. Nastiti Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Jl. Cilalawi No. 01 Jatiluhur,

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008

Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008 1 Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah Satker Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut 2008 2 3 Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN LOKAKARYA NASIONAL KONSERVASI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Melestarikan Laut Kita: Peran Pemangku Kepentingan mendorong Pengelolaan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan konservasi di Indonesia baik darat maupun laut memiliki luas lebih dari 28 juta hektar yang kini menghadapi ancaman dan persoalan pengelolaan yang sangat berat.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016 KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016 OLEH : DRS. HADJI HUSEN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI NTT BADAN

Lebih terperinci

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PENGALAMAN MENDORONG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA OLEH BURUNG INDONESIA

PENGALAMAN MENDORONG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA OLEH BURUNG INDONESIA PENGALAMAN MENDORONG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA OLEH BURUNG INDONESIA Inisiatif oleh Burung Indonesia 1. Fasilitasi Penataan Batas Partisipatif di TN Manupeu Tanadaru (Sumba,

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI

POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI POTENSI EKOLOGIS KEANEKARAGAMAN HAYATI Ekosistem Pesisir dan Laut 1. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa endapan kalsium karbonat (CaCO 3) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT Oleh: Rony Megawanto Tekanan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi seiring dengan meningkatkan permintaan pasar (demand) terhadap produk-produk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT PENGEMBANGAN KONSERVASI LAUT (Mewujudkan Kawasan Suaka Perikanan Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya) Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu Kabupaten yang paling banyak memproduksi Ikan, komoditi perikanan di Kabupaten Kupang merupakan salah satu pendukung laju perekonomian masyarakat,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI SUAKA ALAM PERAIRAN KEPULAUAN WAIGEO SEBELAH BARAT DAN LAUT SEKITARNYA DI PROVINSI

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

vi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN NOMOR KEP.38/MEN/2009 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NASIONAL LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

KEPUTUSAN NOMOR KEP.38/MEN/2009 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NASIONAL LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.38/MEN/2009 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NASIONAL LAUT SAWU DAN SEKITARNYA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

LESSON LEARNED DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KELAUTAN DI EKOREGION SUNDA KECIL

LESSON LEARNED DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KELAUTAN DI EKOREGION SUNDA KECIL LESSON LEARNED DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KELAUTAN DI EKOREGION SUNDA KECIL Putu Oktavia, Uly Faoziyah, B. Kombaitan, Djoko Santoso Abi Suroso, Andi Oetomo, Gede Suantika Email: putu.oktavia@gmail.com

Lebih terperinci

MENJAWAB TANTANGAN KONSERVASI KELAUTAN,PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL ( MEMAHAMI MAKNA UNTUK MENGELOLA )

MENJAWAB TANTANGAN KONSERVASI KELAUTAN,PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL ( MEMAHAMI MAKNA UNTUK MENGELOLA ) MENJAWAB TANTANGAN KONSERVASI KELAUTAN,PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL ( MEMAHAMI MAKNA UNTUK MENGELOLA ) DISAMPAIKAN OLEH AGUS DERMAWAN DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 90 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 90 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 90 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, URAIAN TUGAS JABATAN DAN TATA KERJA UNIT SENTRA BUDAYA BANYUMAS PADA DINAS KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR MALUKU KEPUTUSAN GUBERNUR MALUKU NOMOR 387 TAHUN 2016 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL KEPULAUAN LEASE KABUPATEN MALUKU TENGAH GUBERNUR MALUKU, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH +- PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

CATATAN KRITIS PERTEMUAN PARA AHLI DAN PIHAK TERKAIT KKPD KABUPATEN BERAU

CATATAN KRITIS PERTEMUAN PARA AHLI DAN PIHAK TERKAIT KKPD KABUPATEN BERAU CATATAN KRITIS PERTEMUAN PARA AHLI DAN PIHAK TERKAIT KKPD KABUPATEN BERAU Hari dan Tanggal : Rabu, 1 Mei 2013 Waktu : Pukul 09.00-17.30 Wite Tempat : Balai Mufakat, Kabupaten Berau, Tanjung Redeb Peserta

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/KEPMEN-KP/2014 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI TAMAN WISATA PERAIRAN PULAU GILI AYER, GILI MENO DAN GILI TRAWANGAN DI PROVINSI

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari Kuwati, M. Martosupono dan J.C. Mangimbulude Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Email: kuwatifolley@yahoo.co.id Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT BAB VIII KELEMBAGAAN DAN PERAN MASYARAKAT 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penyelenggaraan penataan ruang. Proses penyelenggaraan penataan ruang memerlukan lembaga

Lebih terperinci

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010

RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010 RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2010-2014 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010 VISI - KKP Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1136, 2014 KEMEN KP. Penyuluh Perikanan. Swasta. Swadaya. Pemberdayaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM BAPPEDA KOTA BANDUNG. 2.1 Sejarah tentang Berdirinya BAPPEDA di Kota Bandung

BAB II GAMBARAN UMUM BAPPEDA KOTA BANDUNG. 2.1 Sejarah tentang Berdirinya BAPPEDA di Kota Bandung BAB II GAMBARAN UMUM BAPPEDA KOTA BANDUNG 2.1 Sejarah tentang Berdirinya BAPPEDA di Kota Bandung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung adalah salah satu lembaga teknis di lingkungan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.29/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DI BIDANG PENANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI BULELENG NOMOR : 523/ 630/ HK / 2011

KEPUTUSAN BUPATI BULELENG NOMOR : 523/ 630/ HK / 2011 KEPUTUSAN BUPATI BULELENG NOMOR : 523/ 630/ HK / 2011 T E N T A N G PENCADANGAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI KABUPATEN BULELENG BUPATI BULELENG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan kelestarian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 2011 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA TAHUN 2010-2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH Draft 4 GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan STRATEGI SANITASI KABUPATEN (SSK) I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sesungguhnya masih menjadi isu strategis di Indonesia. Tidak hanya di tingkat masyarakat, namun juga pada sisi para pengambil

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2015 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717). PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 99/M-IND/PER/8/2010 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA - 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG GubernurJawaBarat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI JAWA BARAT Menimbang

Lebih terperinci

Panduan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Panduan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil SUPLEMEN PEDOMAN E-KKP3K Panduan Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Direktorat Jenderal Kelautan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan tersebar dari pulau Sumatera sampai ke ujung timur

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) . BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR No. 13/09/53/Th. I, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa salah satu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN DIBIDANG PENANGKAPAN IKAN UNTUK PERAIRAN UMUM DARATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN, DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA, PULAU HATTA, DAN PULAU AY

IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA, PULAU HATTA, DAN PULAU AY Disampaikan dalam Simposium Nasional Kawasan Konservasi Perairan Kementerian Kelautan dan Perikanan 9-10 Mei 2017 IDENTIFIKASI ANCAMAN TERHADAP KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN TAMAN WISATA PERAIRAN LAUT BANDA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA Jalan A. Yani (Jalur Dua) Sungailiat Bangka Telp. : (0717) Fax : (0717) 92534

BUPATI BANGKA Jalan A. Yani (Jalur Dua) Sungailiat Bangka Telp. : (0717) Fax : (0717) 92534 BUPATI BANGKA Jalan A. Yani (Jalur Dua) Sungailiat 33215 Bangka Telp. : (0717) 92536 Fax : (0717) 92534 SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KONSULTAN KOMUNIKASI CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA

KERANGKA ACUAN KONSULTAN KOMUNIKASI CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA KERANGKA ACUAN KONSULTAN KOMUNIKASI CONSERVATION INTERNATIONAL INDONESIA Nama Organisasi Periode pekerjaan: Conservation International Indonesia Mei : Mendukung pencapaian visi dan misi CI Indonesia melalui

Lebih terperinci

Rencana kerja Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Sumbawa Tahun 2017 disusun sebagai bahan acuan penyelenggaraan program dan

Rencana kerja Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kabupaten Sumbawa Tahun 2017 disusun sebagai bahan acuan penyelenggaraan program dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Sumbawa pada tahun anggaran 2017 telah menyusun tema pembangunan daerah yang berorientasi pada upaya Pemantapan Pelayanan Publik dan Percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di negara yang sedang

Lebih terperinci