Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic Community (AEC): Investasi Langsung Luar Negeri (FDI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic Community (AEC): Investasi Langsung Luar Negeri (FDI)"

Transkripsi

1 Iklim Investasi Negara-Negara ASEAN Menuju ASEAN Economic Community (AEC): Investasi Langsung Luar Negeri (FDI) Gek Sintha Mas Jasmin Wika Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Ciputra ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk menganalisis kesiapan negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia dalam menyambut ASEAN Economic Community (AEC), terutama pada sektor aliran investasi langsung luar negeri atau Foreign Direct Investment (FDI). FDI memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan intergrasi perekonomian global. Keterbukaan rezim kebijakan FDImerupakan penunjang utama untuk menarik FDI ke dalam kawasan ASEAN. Berdasarkan studi dari beberapa literatur yang legal dan relevan, penelitian ini mencoba untuk menganalisis dan menginvestigasi rezim kebijakan yang menjadi penghambat masuknya FDI. Rezim kebijakan pemerintah yang digunakan untuk menunjukkan keterbukaan masing-masing negara di kawasan ASEAN dalam menyambut aliran investasi yang bebas ( free flow investment) sebagai salah satu komitmen AEC. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari sisi kebijakan, prosedur penyaringan ( screening) dan penilaian ( appraisal) menjadi rintangan yang serius di beberapa negara ASEAN Kata Kunci: ASEAN Economic Community (AEC), FDI, Rezim Kebijakan FDI ABSTRACT This study aims to analyzethe readiness of ASEAN countries, especially Indonesia in welcoming the ASEAN Economic Community ( AEC). The main discussion topic is the free flow of investment or foreign direct investment (FDI) in ASEAN countries. FDIplays an important roleineconomicgrowthandintegrationin the global economy. Restrictiveness or openness of FDI policy regimes tofdiis amajordeterminant toattract FDIinto theasean region. Based ona studyofseveralrelevantlegalliteratures, this studytriestoanalyzeandinvestigate thepolicy regimewhich restrict ofthe entry offdi inflow.fdi policy regime is usedtodemonstratethe opennessof ASEAN countries in welcoming free flowof investmentas one of theaeccommitments. This study shows that in terms of policies, screening and appraisal are found to be serious impediments in many countries. Keywords: ASEAN Economic Community (AEC), FDI, FDI Policy Regime

2 PENDAHULUAN ASEAN Economic Community (AEC) merupakan sebuah integrasi terbesar yang berada di kawasan negara sedang berkembang. AEC akan menjadi penggerak kekuatan integrasi ekonomi di antara negara ASEAN dan secara global. Jika terealisasi maka akan menjadi pasar tunggal bebas. Salah satu tujuan penyusunan ASEAN Economic Community adalah untuk mempromosikan arus free investment dan semakin membebaskan aliran modal. Melalui integrasi ekonomi yang semakin mendalam, anggota ASEAN dapat membentuk sebuah kawasan yang memiliki dasar produksi yang luas sehingga dapat menarik lebih banyak FDI dan memperkuat FDI serta perdagangan di kawasan Asia Timur. Hal ini dapat meningkatkan peluang untuk perusahaan domestik berpartisiasi dalam jaringan produksi regional dan global (Aldaba dan Yap, 2009). FDI memegang peranan krusial untuk menyukseskan integrasi ekonomi di ASEAN. Selain masuknya arus modal, nilai tukar mata uang asing, akses yang lebih mudah ke pasar internasional dan transfer teknologi, FDI juga dapat menjadi sebuah instrument dalam memperkuat institusi dan menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil (Plummer, 2007). Negara tujuan FDI ( host country) pun telah berubah selama dua dekade terakhir yang ditandai dengan peningkatan share FDI di Negara Berkembang. Secara lebih spesifik, share FDI di Negara berkembang telah meningkat dari 29 persen pada tahun 1970 menjadi 47 persen tahun 2011 (UNCTAD, 2013). Sejumlah negara Asean telah dengan cukup sukses menarik FDI ke dalam negaranya beberapa tahun terakhir. Aliran masuk FDI ke ASEAN empat kali lipat antara tahun 2002 dan Namun, nilai tersebut masih di belakang China. Pada tahun 1980an, anggota ASEAN pernah mengungguli China namun sejak awal 1990an posisi tersebut telah diambil alih oleh China. Oleh karena itu cukup beralasan bahwa mengemukanya momentum AEC salah satunya dimotivasi oleh berkurangnya FDI di ASEAN. Salah satu pilar AEC adalah untuk meningkatkan daya saing ASEAN dalam menarik FDI (Urata dan Okabe, 2009). Share FDI ke Negara ASEAN mengikuti tren krisis finansial pada tahun Rata-rata share FDI pada periode sebesar 25.7 persen, lebih rendah dibandingkan pada tahun dengan rata-rata 35 persen. Pada tahun 2009, Negara ASEAN menghadapi penurunan FDI akibat krisis finansial yang dimulai pada tahun Indonesia, Malaysia, Thailand dan

3 Vietnam mengalami penurunan yang signifikan pada aliran masuk FDI (UNCTAD, 2013). Thorboke dan Salike (2011) menyatakan bahwa krisis financial Asia mengurangi keuntungan dari sisi lokasi untuk masuknya FDI ke ASEAN namun perusahaan multinasional yang telah berada di ASEAN tidak direalokasi Sejumlah faktor menjadi penentu besarnya FDI yang mengalir ke host country. Penciptaan iklim yang kondusif bagi FDI merupakan penunjang utama untuk menarik FDI ke dalam kawasan ASEAN.Stabilitas ekonomi dan politik telah mengemuka sebagai faktor yang penting dalam menarik FDI. Faktor penting lainnya adalah rezim kebijakan mengenai FDI di negara tujuan ( Host Country). Sebuah negara yang memiliki kondisi yang ideal, seperti ukuran pasar yang luas tidak dapat menarik FDI bila negara tersebut menetapkan kebijakan pembatasan FDI. Bahkan jika rezim FDI yang terbuka, sebuah negara akan menghadapi hambatan dalam menarik FDI jika rezim FDI di negara tersebut lemah akan transparansi dan stabilitas. Hal tersebut menegaskan bahwa pentingnya kebijakan yang berkaitan dengan rezim FDI dan lingkungan kebijakan itu sendiri dalam menentukan daya tarik sebuah negara sebagai negara penerima arus masuk masuk FDI (Urata dan Ando, 2010). De Sousa dan Lochard (2004) menemukan bahwa EU memberikan pengaruh yang positif pada arus masuk FDI pada Negara anggota EU. Dampak Integrasi regional terhadap FDI juga diperkuat oleh penelitian Monge dan Naranjo (2002) yang menyatakan bahwa NAFTA memberikan keuntungan yang signifikan pada arus masuk FDI kepada negara anggota NAFTA dibandingkan dengan Negara Amerika Tengah lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi rezim kebijakan keterbukaan FDI Negara anggota ASEAN dalam menyambut AEC. Paper ini terbagi menjadi 5 bagian. Bab 2 mendiskusikan kajian empiris mengenai pentingnya integrasi regional untuk mendorong masuknya FDI. Bab 3 menjelaskan metodologi yang digunakan. Hasil penelitian akan ditampilkan pada Bab 4 dan Bab 5 menyajikan kesimpulan dan saran. KAJIAN EMPIRIS Terdapat dua motif utama FDI, (i) untuk memperoleh input yang lebih murah bagi pasar domestik dan pasar lainnya. Motif pertama disebut sebagai horizontal FDI, terjadi ketika sebuah

4 perusahaan memutuskan untuk menduplikasi fasilitas produksi dan menjualnya di dua pasar yang berbeda di lokasi yang berbeda. (ii) Pencarian biaya input yang rendah, juga dikenal sebagai vertical FDI (Shatz dan Venables, 2000). Sistem ini melibatkan pengalokasian vertical chain produksi ke dalam beberapa tahap dan menempatkannya pada bagian yang berbeda dari rantai produksi di beberapa Negara yang berbeda dimana biaya akan menjadi lebih rendah. (Aldaba dan Yap, 2009) menyatakan bahwasecara umum, berdasarkan pengalaman EU dan NAFTA menunjukkan bahwa integrasi regional memiliki peran yang penting dalam menarik FDI. Dalam EU, implementasi program single market mengakibatkan peningkatan yang signifikan pada investasi manufaktur dan sektor jasa. Pengalaman NAFTA mengindikasikan peningkatan yang besar terjadi pada aliran masuk FDI sejak pembentukan NAFTA. Sejak NAFTA dibentuk FDI dari Amerika dikategorikan sebagai vertikal FDI. Studi pada integrasi ekonomi Eropa secara umum memberikan dukungan secara empiris bahwa integrasi merupakan determinan yang positif bagi FDI. Hal ini mengindikasikan bahwa proses integrasi memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan investasi di Eropa, sejalan dengan perubahan pada pola dan arus FDI setiap tahun. Namun, beberapa studi menyatakan hal yang sebaliknya, integrasi regional bukan merupakan pendorong untuk peningkatan investasi asing. Studi mengenai dampak NAFTA pada FDI cenderung mengarah pada pengaruh positif integrasi regional. Pada studi yang sama ditemukan bahwa penerima manfaat utama proses integrasi adalah US dan Kanada dan manfaat yang diterima oleh Mexico tidak sebesar bila dibandigkan dengan apa yang teori prediksi. Berikut adalah beberapa penelitian mengenai dampak integrasi regional pada FDI yang ditunjukkan pada tabel 2.1

5 Tabel 2.1 Studi Integrasi Regional dan Dampaknya Pada FDI Author (Date) De Sousa dan Lochard (2004) Kyrkilis dan (2004) Pantelidis Dampak Integrasi Regional pada FDI The European Union Pada awal pembentukan pertama EU tidak terdapat manfaat yang signifikan namun pada tahun 1995 terdapat pengaruh yang positif Setelah tahun 1980 terdapat pengaruh yang signifikan pada intra-regional FDI North American Free Trade Agreement (NAFTA) Monge dan Naranjo NAFTA memberikan keuntungan signifikan dibandingkan (2002) dengan Negara Amerika Tegah Lainnya dalam menarik FDI Roberston (2006) Memberikan bukti bahwa Post-NAFTA FDI cenderung menjadi vertikal ASEAN Kawai (2004) Meningkatkan kompetisi di antara perusahaan multinasional yang merupakan bagian dari liberalisasi dan deregulasi di berbagai sektor di berbagai negara, mempromosikan aktivitas global dan akhirnya memperluas perdagangan dan FDI Park dan Park (2007) Integrasi tidak menjamin peningkatan aliran investasi tapi dapat mengoptimalkan manfaat integrasi Sumber: Beberapa studi empiris Spar (1999) menyimpulkanbahwainteraksiantarapemerintahdan MNEs akanmenyebabkanpertumbuhanekonomidankesejahteraan social melalui FDI. Hanyamengandalkan MNEs tidakdapatmengatasimasalahkemiskinan, ketidakstabilanpolitik, pembangunan yang terbelakang.masalah masalahtersebutberada di luarjangkauansebuahperusahaan.tantanganbagipemerintah, pemimpinbisnis, danpendukungadalahuntukmengelolahubungan yang kompleksantaramerekadanuntukmenyusun agenda yang tidakhanya focus padamemerangieksploitasidanmembatasilingkup FDI namunjugatetapmenjaditanggungjawabperusahaanmultinasionaldanpemerintahnegaranegaramajudankhususnunaanggota OECD untukmembantunegaranegaraberkembangdalammembanguninfrastruktur yang dibutuhkansehinggadapatmemperolehmanfaatdari FDI

6 danuntukterusmemberikanbantuankeuangandalambentuk modal produktifjangkapanjangdanmenginvestasikankembalikeuntungan FDI kedalamhost country dibandingkanmembawanyakeuntungantersebutkenegaraasal MNEs. Dampak AEC pada FDI dapatdilihatpadatabel 2.2.Penyediaaninvestasiutamadiklasifikasikanberdasarkanpadabeberapasalurantransmisi. Transmission channel Penetapan Preferential Trading Arrangement (PTA) Perdagangan dan FDI: Horizontal FDI dan Vertical FDI Tabel 2.2 Dampak Potensial AEC Pada FDI Perubahan yang diharapkan Keterangan pada FDI dan Arus modal Positif Liberalisasi investasi, perlindungan, promosi dan pemfasilitasan investasi Positif: pergeseran dari Horisontal FDI menuju ke Vertikal FDI dan meningkatnya Horisontal FDI pada sektor jasa Dengan adanya jaringan produksi, FDI dan perdagangan; singapura, Malaysia, Thailand, Philippines dan Indonesia telah siap dan menjadi partisipan penting dari jaringan produksi regional yang kompleks. Liberalisasi sektor jasa diharapkan meningkatkan Horizontal FDI Market size Positive Pada literatur, ukuran pasar merupakan determinan FDI yang kuat dan memiliki hubungan posotif antara ukuran pasar dan FDI Pertumbuhan Positif FDI dikaitkan secara positif dengan pertumbuhan ekonomi melalui hubungan kausal yang belum jelas Sumber: Saluran transmisi didasarkan pada Medvedev (2006) METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam mengevaluasi rezim kebijakan keterbukaan FDI Negara anggota ASEAN dalam menyambut AEC. Metode kualitatif yang digunakan adalah studi literature. Melalui studi literatur akan diperoleh gambran mengenai rezim kebijakan keterbukaan FDI Negara anggota ASEAN. Melalui gambaran tersebut dapat diambil kesimpulan mngenai rezim kebijakan atau kesiapan masing-masing Negara ASEAN untuk menyambut AEC yang rencananya akan dimulai pada tahun Sumber literatur yang

7 digunakan adalah Doing Business Database yang disusun oleh World Bank, UNCTAD (United Nations Congress on Trade and Development) dan beberapa penelitian mengenai FDI dan AEC. HASIL DAN PEMBAHASAN FDI merupakan aspek penting dalam integrasi ekonomi global. Multinational Enterprises (MNEs) menyumbang sebesar 10 persen output dunia dan 30 persen ekspor dunia (UNCTAD, 2007). Sumber FDI tetap terpusat pada negara dengan berpendapatan tinggi meskipun FDI yang berasal dari negara berkembang juga meningkat secara tajam. Fenomena yang muncul saat ini adalah telah terjadi perubahan destinasi FDI dalam kurun waktu dua decade terakhir dimana terjadi peningkatan pada tinggi share FDI yang menuju ke negara berkembang yaitu sebesar 29 persen pada tahun 1970 menjadi 47 persen pada 2011 (UNCTAD, 2013). Dalam dua decade terakhir Arus FDI ke negara maju rentan terhadap votalitas. Tingkat pertumbuhan tahunan arus masuk FDI ke negara maju berada di antara -47 di tahun 2001 sampai 78 persen di tahun 1998 dengan trend fluktuasi yang besar. Grafik 4.1 menunjukkan fenomena tersebut lebih kritis terjadi di negara maju dibandingkan dengan negara berkembang, meskipun pergerakan FDI yang dinamis di negara maju dan negara berkembang secara umum sejajar. Grafik 4.1. Trend rata-rata pertumbuhan arus masuk FDI berdasarkan kelompok ekonomi, (Persen)

8 Khususnya untuk kawasan ASEAN, arus masuk FDI di ASEAN meningkat antara tahun 1986 dan 1997 sebesar 1100 persen sesuai harga berlaku. Krisis Asia pada akhir tahun 1990 dan krisis industry informasi dan teknologi pada awal tahun 2000an menyebabkan penurunan arus masuk FDI sebelum mulai meningkat kembali pada tahun Krisis finansial global menyebabkan turunnya arus masuk FDI di tahun 2008 dan 2009 namun terjadi pemulihan pada tahun 2011 dengan arus masuk FDI tercatat sebesar 120 Milyar dolar, lima kali lebih besar dibandingkan pada tahun 2000.Saat ini negara ASEAN terhitung menguasai 8 persen dari total arus masuk FDI dunia. Nilai tersebut meningkat dari hanya 3 persen pada tahun 1970 yang mana nilai tersebut setara dengan 2 persen share total PDB dunia. Grafik 4.2 Arus Masuk FDI ke Negara ASEAN (Juta dolar) Sumber: UNCTAD, 2013 Distribusi FDI ke Negara ASEAN dapat dilihat pada tabel 4.1. Indonesia menerima lebih dari saru per tiga total arus masuk FDI pada tahun 1970an namun turun secara substansial beberapa decade terakhir. Malaysia dan Singapore telah menerima share yang cukup besar meskipun share pada negara lainnya menurun di decade terakhir. Singapura merupakan penerima FDI terbesar dengan persentasi sebesar 58 persen dari total FDI pada tahun 2000an dan sebagian FDI Singapura berakhir di negara lain. Dengan kata lain, arus FDI ke Singapura kemungkinan tidak berkontribusi pada produksi Singapura melainkan negra laiinya, seringkali di negra ASEAN lainnya. Thailand menduduki peringkat kedua sebagai negara penerima arus masuk FDI terbesar di antara negara ASEAN sedangkan share Indonesia terhadap total arus masuk FDI di

9 ASEAN menurun tajam dari sebesar 36 persen pada tahun 1970an menjadi hanya 6 persen pada tahun 2000an. Tabel 4.1 Share Total Arus Masuk FDI ke Asia Tenggara (%) Brunei Kamboja Laos Malaysia Myanmar Pjilippines Singapore Thailand Timor Leste Vietnam Indonesia Sumber: UNCTAD, 2013 Salah satufaktorbesarnyaarusmasuk FDI ke Negara ASEAN adalahlingkunganbisnis yang relative kondusifberdasarkanberbagai survey mengenailingkunganbisnis yang dilakukanolehbeberapalembagainternasional.salah satunyaadalahperangkingantiapnegaraberdasarkankemudahanmelakukanbisnis dipublikasikanoleh World Bank. Total negara yang terdaftardalam Doing Business Database sebanyak 189 padatahun Rangking yang ditandaidengannomor yang semakinkecilmencerminkanlingkunganbisnis kondusifsedangkanrangkingdengannomortinggimencerimkankondisi yang buruk.asia Tenggara menempatirangkingkedua di antarakawasannegaraberkembang.biladilihatdarirangkingnegara di kawasan Asia Tenggara secara individual makaakantampakkesenjangan yang tinggi. Singapuramendudukiposisipertamasebagainegaradengankemudahanmelakukanbisnisnamun Timor Lestemendudukiperingkatterakhir.TiganegarayaituSingapura, Malaysia dan Thailand termasuk di dalam 10 persendarinegara di duniadengankemudahanbisnistertinggisedangkanduanegaralainnyayaitu Laos dan Timor yang yang

10 Lestetermasuk di dalam 10 persennegaraterendahdalammelakukanbisnis. Vietnam, Indonesia dan Philippine beradadibawah rata-rata. Kebijakan FDI bekaitan erat dengan kebijakan industri domestik. Jika FDI merupakan faktor yang penting dalam pembangunan ekonomi nasional maka promosi atau penerapan kebijakan yang mempermudah masuknya FDI harus ditetapkan. Batasan terhadap FDI dapat memiliki berbagai macam bentuk, seperti pembatasan kepemilikan pada perusahan asing ketika perlindungan terhadap industri domestic diperlukan. Sehingga banyak negara memiliki atura FDI masing-masing. Sebuah penilaian mengenai lingkungan bisnis negara ASEAN dari perspektif global memberikan informasi yang berguna untuk memahami masalah dan hambatan yang menjadi penghambat FDI. Melalui Doing Business Database yang disusun oleh World Bank (World Bank, 2014), terlihat rangking kemudahan bisnis di 10 Negara ASEAN. Doing Business mengevaluasi 10 aspek lingkungan bisnis: (i) memulai bisnis, (ii) pengurusan lisensi, (iii) tenaga kerja, (iv) pen daftaran property, (v) kemudahan kredit, (vi) proteksi pada investor, (vii) pembayaran pajak, (ix) penetapan kontrak, dan (x) penutupan bisnis. Negara ASEAN secara keseluruhan memiliki masalah yang paling serius pada aspek memulai bisnis (rangking 111) dan penutupan bisnis (rangking 104) pada tahun Rata -rata evaluasi relatif negara ASEAN terhadap aspek memulai bisnis (starting business) secara signifikan memburuk dari rangking 75 menjadi 98. Ranking yang relative rendah yang menjadi salah satu latar belakang terbentuknya AEC yang ditargetkan akan terlaksana pada tahun 2015.

11 Tabel 4.2 Ranking Iklim Bisnis di Asia Tenggara Tahun 2013 Economy Ease of Doing Business Rank Filtered Rank Starting a Business Dealing with Construction Permits Getting Electricity Registering Property Getting Credit Protecting Investors Paying Taxes Trading Across Borders Enforcing Contracts Resolving Insolvency Singapore Malaysia Thailand Brunei Darussalam Vietnam Philippines Indonesia Cambodia Lao PDR Timor- Leste Myanmar Sumber:World Bank

12 Melalui evaluasi lingkungan dan persaingan bisnis yang dilakukan oleh Urata dan Ando (2010) mengindikasikan bahwa penurunan kompleksitas dan jangka waktu yang diperlukan untuk pengurusan prosedur institusional, peningkatan fleksibelitas pasar tenaga keja (mengurangi beban regulasi ketenagakerjaan) dan mengembangkan infrastruktur merupakan aspek penting yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan lingkungan investasi. Mereka menaksir rezim kebijakan FDI di masing-masing negara ASEAN dan memberikan nilai untuk mengevaluasi derajat keterbukaan suatu negara bagi masuknya FDI. Dengan mengaplikasikan metodologi yang telah dimodifikasi oleh Golub (2003), mereka mengevaluasi keterbukaan suatu negara terhadap FDI berdasarkan enam indikator, yaitu lepemilikan asing ( foreign ownership)/akses pasar ( market access), kebijakan nasional, prosedur/birokrasi, komposisi direktur dan manajemen, pergerakan investor (movement of investors) dan performance requirements. Tabel 4.2 Penilaian Rezim Kebijakan FDI di Negara Anggota ASEAN Market Acces National Treatment Screening & Appraisal Board of directors Movement of investors Performance Requirement Total Brunei Cambodia Indonesia Laos Malaysia Myanmar Philippines Singapore Thailand Vietnam Average Standard Deviation Sumber: Urata dan Ando, 2010 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa derajat hambatan atau keterbukaan bervariasi baik antar negara maupun antar elemen. Total nilai terkecil diperoleh oleh Singapura (0.175) dan terbesar oleh Myanmar (0.463). Semakin rendah nilai mengindikansikan semakin terbuka aturan FDI sebuah negara atau rezim kebijakan FDI yang terbuka. Negara dengan keterbukaan aturan FDI tertinggi singapura dan yang paling tertutup 12

13 adalah Myanmar. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rezim kebijakan FDI di Singaura, Philippines dan Kamboja relatif terbuka sedangkan Myanmar, Malaysia dan Laos relative tertutup. Bila dilihat dari rata-rata nilai negara ASEAN dari keenam indikator, nilai movement of investor 0.494) dan prosedur penilaian dan seleks (0.475) paling tinggi dibandingkan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ASEAN memiliki rezim kebijakan yang relative tertutup mengenai kedua indicator tersebut. Movement of investor khususnya dibatasi di Thailand, Kamboja dan Myanmar, sedangkan prosedur seleksi dan penilaian terbatas di Myanmar, Indonesia, Kamboja dan Laos. Prosedur seleksi dan penilaian mencakup aturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah mengenai FDI dan Transparansi serta prosedur yang berbelit-belit. Movement of Investor mencakup pengurusan kepindahan investor ke Host Country. Indonesia memiliki nilai yang relative tinggi pada elemen akses pasar yang disebabkan oleh FDI dibatasi pada beberapa sector yaitu aktivitas real estate dan public administration. Lemahnya national treatment merupakan masalah yang serius yang dihadapi oleh Malaysia dan Kamboja. Terdapat beberapa kasus di Malaysia dimana perusahaan asing diperlakukan secara berbeda dibandingkan dengan perusahaan lokal. Di Brunei, pemerintah berhak untuk membatasi pergerakan perusahaan asing untuk melindungi perusahaan local. Pembatasan pada komposisi manajemen dan direktur terjadi paling tinggi di Brunei dan Philippines, mayoritas direktur harus penduduk local. Urata dan Ando (2010) mengungkapkan bahwa prosedur penyaringan (screening) dan penilaian ( appraisal) menjadi rintangan yang serius di beberapa negara dan peraturan akses pasar di sektor jasa harus diperbaiki. Akses pasar yang lebih terbuka harus diperluas dalam upaya meningkatkan efisiensi dan alokasi teknis. Kesiapan negara ASEAN untuk menyambut AEC khususnya pada arus investasi yang lebih bebas melalui FDI masih perlu ditingkatkan. Beberapa negara memiliki rezim kebijakan terbuka sedangkan lainnya rezim kebijakan tertutup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa hambatan dan minimnya transparansi yang dapat menghalangi pergerakan investasi yang bebas di kawasan ASEAN. 13

14 KESIMPULAN DAN SARAN Prosedur penyaringan ( screening) dan penilaian ( appraisal) merupakan rintangan yang serius dan perlu diatasi oleh beberapa negara ASEAN. Indonesia perlu memperbaiki prosedur penyaringan ( screening) dan penilaian ( appraisal) yang masih berbelit-belit dan kurangnya transparansi. Kesiapan negara ASEAN dalam menarik investasi langsung asing (FDI) untuk menyambut AEC masih perlu ditingkatkan khususnya penyederhanaan prosedur dan peningkatan transparansi. DAFTAR PUSTAKA ADBI, Impact of the ASEAN Economic Community on ASEAN Production Networks Aldaba, M. Rafaelita dan Josef T. Yap, Investment and Capital Flows: Implication of the ASEAN Economic Community. Philippine Institute for Development Studies De Sousa, Jose dan Julie Lochard, The Currency Union Effect on Trade And The FDI Channel. Golub, Stephen S, Measurement of Restrictions on Inward Foreign Direct Kawai, Masahiro, Trade and Investment Integration for Development in East Asia: A Case for the Trade-FDI Nexus. Institute of Social Science, University of Tokyo. Kyrkilis, D. and Pantelis Pantelidis, Economic Convergence and Intra Regional Foreign Direct Investment in the European Union, University of Macedonia and University of Piraeus, Piraeus, Greece. Medvedev, Denis, Beyond trade: the impact of preferential agreements on foreign direct investment inflows. Working Paper Series 4065, The World Bank Monge dan Naranjo, The Impact of NAFTA on Foreign Direct Investment flows in Mexico and the Excluded Countries. Department of Economics, Northwestern University Park, Innwon dan Soonchan Park, 2007 Reform-Creating Regional Trade Agreements and Foreign Direct Investment: Applications for East Asia. Plummer, M., 2007 Completing the AIA Road Traveled, Road Ahead, project of the East- West Center for the ASEAN Secretariat. Shatz, H. dan Anthony Venables, The Geography of international Investment Policy Research, Working Paper 2338, The World Bank. Spar, D., Foreign investment and human rights international, Challenge, January-February. Thorbecke, W. dan S. Nimesh Understanding the Foreign Direct Investment in East Asia. ADBI Working Paper. No

15 UNCTAD, World Investment Report: FDI from Developing and Transition Economies: Implications for Development. New York and Geneva: United Nations., World Investment Report, United Nations: New York and Geneva., World Investment Report: Investing in a Low-Carbon Economy. New York and Geneva: United Nations, 2013, World Investment Report: Inward and outward foreign direct investment flows. New York and Geneva: United Nations Urata, S. dan M. Okabe, Overview: Tracing the Progress toward the ASEAN Economic Community. ERIA Research Project Report , Jakarta: ERIA. pp Urata, S. dan Ando, M., Investment Climate Study of ASEAN Member Countries, ERIA Research Project Report Jakarta: ERIA. pp World Bank, Doing Business Database. 15

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore.

DAFTAR PUSTAKA. ASEAN. (2007). ASEAN Economic Community Blueprint. Singapura: National University of Singapore. 5. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian pada analisis Bab IV tentang analisis faktor penentu Foreign Direct Investment otomotif di 5 negara ASEAN, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa research and development,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi secara terus menerus dan bersifat dinamis. Sasaran pembangunan yang dilakukan oleh negara sedang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007 (Business&Economic Review Advisor, 2007), saat ini sedang terjadi transisi dalam sistem perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan

Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan Mendorong Industri Manufaktur, Memacu Pertumbuhan Muliaman D. Hadad, PhD. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Surabaya, 8 Oktober 2015 Indonesia: bergerak ke sektor tersier? 2 Pangsa sektor industri

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR KARET ALAM DI PROVINSI RIAU Djaimi Bakce, Almasdi Syahza, dan Nur Hamlim (LPPM Universitas Riau) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres ISEI XIX dengan

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara maju di kawasan Eropa masih belum sepenuhnya mereda. Permasalahan mendasar seperti tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat

BAB I PENDAHULUAN. Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat Total inflow (Miliar Dolar AS) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aliran masuk remitansi (remittance inflow) global telah mengalami pertumbuhan pesat sejak memasuki era 1990-an. Pertumbuhan remitansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun 1997 1998 bermula di Thailand, menyebar ke hampir seluruh ASEAN dan turut dirasakan juga oleh Korea Selatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara, karena pasar modal merupakan lembaga intermediasi dana dari pihak yang kelebihan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya

BAB I PENDAHULUAN. modal terutama terjadi dari negara-negara yang relatif kaya modal yaitu umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pembangunan ekonomi internasional yang semakin terkait dan adanya interdependensi antar negara, arus perdagangan barang juga mengalami perkembangan

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara menandakan berhasilnya

Lebih terperinci

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY (Catatan Pertemuan the 8 th ASEAN Finance Ministers Investor Seminar (AFMIS), 8 November 2011, Jakarta I. Latar Belakang (Nugraha Adi) Kawasan ASEAN telah menjadi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1

Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1 Perbandingan Daya Saing Indonesia Diantara Negara-Negara ASEAN 1 Akhmad Farhan Mahasiswa Program Doctor of Business Administration Graduate School of Business, Universiti Kebangsaan Malaysia Abstrak Artikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

FOREIGN DIRECT DIRECT INVESTMENT

FOREIGN DIRECT DIRECT INVESTMENT FOREIGN DIRECT INVESTMENT Arus pemberian pinjaman kepada (pembelian kepemilikan perusahaan) Luar Negeri yang sebagian besar modalnya Dimiliki oleh penduduk dari negara yang melakukan investasi i (Investing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dana yang berasal dari dalam negeri, seringkali tidak mampu mencukupi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang, yang membutuhkan investasi cukup besar untuk menopang pertumbuhan ekonominya. Sementara sumber-sumber dana yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu pendorong peningkatan perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional, melalui kegiatan ekspor impor memberikan keuntungan

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI. Oleh: Ayu Andria Sari

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI. Oleh: Ayu Andria Sari HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi merupakan suatu tujuan utama. Hal ini juga merupakan tujuan utama negara kita, Indonesia. Namun,

Lebih terperinci

Getting Electricity P E R B A I K A N K E B I J A K A N. Jakarta, 21 Januari 2016 DIREKTUR DEREGULASI. invest in

Getting Electricity P E R B A I K A N K E B I J A K A N. Jakarta, 21 Januari 2016 DIREKTUR DEREGULASI. invest in invest in Jakarta, 1 Januari 016 P E R B A I K A N K E B I J A K A N Getting Electricity INDONESIA INVESTMENT COORDINATING BOARD (BKPM) DIREKTUR DEREGULASI 01 by Indonesia Investment Coordinating Board.

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA?

JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; p-issn: e-issn: SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA? JURNAL ILMU EKONOMI & SOSIAL, VOL.VIII, NO. 2, OKTOBER 2017; 81-90 SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI MEA? Christianus Yudi Prasetyo Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta ABSTRAK Negara-negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Liberalisasi perdagangan kini telah menjadi fenomena dunia. Hampir di seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok perdagangan bebas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

PENYEDERHANAAN PERIZINAN IMB

PENYEDERHANAAN PERIZINAN IMB invest in Jakarta, 7 Juli 2015 PENYEDERHANAAN PERIZINAN IMB BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL Franky Sibarani Kepala BKPM 2013 by Indonesia Investment Coordinating Board. All rights reserved PETA PERIZINAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 TRANSFORMASI ASEAN 1976 Bali Concord 1999 Visi ASEAN 2020 2003 Bali Concord II 2007 Piagam

Lebih terperinci

Dua Sisi Investasi Catatan tentang Investasi Langsung Luar Negeri dan Kerja-kerja Advokasi

Dua Sisi Investasi Catatan tentang Investasi Langsung Luar Negeri dan Kerja-kerja Advokasi Dua Sisi Investasi Catatan tentang Investasi Langsung Luar Negeri dan Kerja-kerja Advokasi Bogor, 28-29 29 Maret 2006 Yanuar Nugroho yanuar.nugroho@gmail.com The Business Watch Indonesia Uni Sosial Demokrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Foreign Direct Investment (FDI) sebagai komponen yang meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Foreign Direct Investment (FDI) sebagai komponen yang meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Foreign Direct Investment (FDI) sebagai komponen yang meningkatkan pertumbuhan, mendapat perhatian besar dari negara-negara maju pada umumnya dan negara-negara berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai tukar merupakan salah satu alat untuk kebijakan ekonomi bagi sebuah negara. Nilai tukar adalah salah satu indikator ekonomi yang sangat dibutuhkan khususnya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. penanaman modal. Pembentukan modal dapat dikatakan sebagai kunci utama. tergolong dalam negara maju atau negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan kekuatan ekonomi potensial yang diarahkan menjadi

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau surat berharga. Financial Market sendiri terbagi menjadi dua yaitu Capital

BAB I PENDAHULUAN. atau surat berharga. Financial Market sendiri terbagi menjadi dua yaitu Capital 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Financial Market atau Pasar Keuangan merupakan sebuah mekanisme pasar yang memungkinkan bagi seseorang maupun bagi korporasi untuk dapat melakukan transaksi penjualan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

KEMUDAHAN BERUSAHA (EASE OF DOING BUSINESS) REGISTERING PROPERTY KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEMUDAHAN BERUSAHA (EASE OF DOING BUSINESS) REGISTERING PROPERTY KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEMUDAHAN BERUSAHA (EASE OF DOING BUSINESS) REGISTERING PROPERTY KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL Landasan Hukum Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Undang-Undang Nomor 25

Lebih terperinci

Wahyudi Kumorotomo, PhD. Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada

Wahyudi Kumorotomo, PhD. Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada Wahyudi Kumorotomo, PhD Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada www.kumoro.staff.ugm.ac.id Singapura 1 Malaysia 18 Thailand 49 Brunei Darussalam 84 Vietnam 90 Indonesia 109 Kamboja 127 Filipina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan faktor-faktor produksi yaitu; modal, tenaga kerja dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan faktor-faktor produksi yaitu; modal, tenaga kerja dan teknologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

Global Production Sharing

Global Production Sharing Rubrik Utama Global Production Sharing Oleh: Tiara Kencana Ayu, S. Stat Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB Dr. Ir. Hari Wijayanto, MSi Departemen Statistika, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI Amalia Adininggar Widyasanti Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan sangat berdampak dalam dunia bisnis saat ini. Perusahaan berada dalam lingkungan bisnis yang sangat berbeda

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan BAB V KESIMPULAN Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan intensitas diplomasi dan perdagangan jasa pendidikan tinggi di kawasan Asia Tenggara, yang kemudian ditengarai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok kepentingan yang berupaya mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesarbesarnya dengan upaya yang

Lebih terperinci

PENGARUH COUNTRY RISK INDEX TERHADAP FOREIGN DIRECT INVESTMENT DI INDONESIA Rabu, 29 September 2010

PENGARUH COUNTRY RISK INDEX TERHADAP FOREIGN DIRECT INVESTMENT DI INDONESIA Rabu, 29 September 2010 PENGARUH COUNTRY RISK INDEX TERHADAP FOREIGN DIRECT INVESTMENT DI INDONESIA Rabu, 29 September 2010 Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang membentang luas

Lebih terperinci

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS

ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H TESIS ANALISIS PENERAPAN NILAI TUKAR ASIAN CURRENCY UNIT (ACU) DI KAWASAN ASEAN+3 BAYU DARUSSALAM H151054164 TESIS PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang :

Adapun penulis menyadari beberapa kekurangan dari penelitian ini yang diharapkan dapat disempurnakan pada penelitian mendatang : BAB 5 PENUTUP Berkembangnya regionalisme yang dipicu dari terbentuknya pasar Uni Eropa (UE) yang merupakan salah satu contoh integrasi ekonomi regional yang paling sukses, telah menarik negara-negara lain

Lebih terperinci

Sektor Riil. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sektor Riil. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menggerakkan Sektor Riil Ina Primiana Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad Disampaikan pada Pekan Ilmiah Universitas Padjadjaran Dalam Rangka Dies Natalis,Bandung, 19 November 2009 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Branson, William H. dan Conor N. Healy, 2006, Monetary and Exchange Rate Policy

DAFTAR PUSTAKA. Branson, William H. dan Conor N. Healy, 2006, Monetary and Exchange Rate Policy DAFTAR PUSTAKA Branson, William H. dan Conor N. Healy, 2006, Monetary and Exchange Rate Policy Coordination in ASEAN+1, Hong Kong Institute for Monetary Research. Eichengreen, Barry, 2006, The Parallel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Dalam situasi globalisasi ekonomi, tidak ada satupun negara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang stabil dan pesat merupakan tujuan utama dari kegiatan perekonomian suatu negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi belakangan ini perkembangan perekonomian dunia cukup bergejolak, bahkan cenderung mengalami masalah. Hambatan hambatan antar negara mulai memudar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci