RINGKASAN. Policy Brief: PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. Konflik sosial masih sering terjadi yang penanganannya kerap dilakukan secara represif
|
|
- Djaja Irawan
- 8 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 RINGKASAN Konflik sosial masih sering terjadi yang penanganannya kerap dilakukan secara represif Penanganan konflik sosial lebih melibatkan peran komunitas melalui pendekatan kesejahteraan Rekomendasi kebijakan Keanekaragaman suku, agama, ras, dan golongan di Indonesia merupakan modal dan faktor yang memberikan kontribusi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun sekaligus juga bisa menjadi potensi terjadinya segresi sosial yang bisa memicu munculnya konflik vertikal maupun horizontal. Kemungkinan pecahnya konflik akan semakin besar apabila terjadi ketimpangan pembangunan, ketidakadilan serta kesenjangan sosial dan ekonomi, kemiskinan serta dinamika kehidupan politik yang tidak terkendali. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa di Indonesia sampai saat ini masih sering terjadi konflik sosial dalam berbagai bentuk di berbagai wilayah dengan berbagai sebab. Konflik tersebut mengakibatkan hilangnya rasa aman, menciptakan rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis dendam, kebencian dan perasaan permusuhan, sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum. Terhadap berbagai konflik yang terjadi tersebut, berbagai kebijakan penanganan konflik telah dilakukan oleh Pemerintah baik yang bersifat pencegahan, penghentian maupun pemulihan pascakonflik. Kebijakan penanganan konflik sosial pada umumnya dilakukan sepihak oleh pemerintah dengan lebih mengedepankan pendekatan keamanan karena didasarkan pada anggapan bahwa konflik umumnya bersifat vertikal yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam hal ini tindakan penanganan konflik didominasi oleh peran POLRI dan TNI. Pada era demokrasi saat ini di mana hak asasi manusia sangat dijunjung tinggi, penanganan konflik secara represif sebaiknya tidak dilakukan lagi. Dalam situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang saat ini sedang belajar berdemokrasi, pendekatan keamanan justru akan menimbulkan konflik baru antara masyarakat dengan alat negara. Sebagai gantinya, konflik dapat ditangani dengan lebih melibatkan partisipasi komunitas melalui pendekatan kesejahteraan yang dilakukan secara sinergis, sistemik, terarah, dan terkoordinasi sehingga minimalisasi terhadap penyebab pecahnya konflik dan dampaknya dapat dilakukan secara lebih baik. Penanganan konflik dengan mengedepankan pendekatan kesejahteraan telah memiliki payung hukum yakni Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Sebagai kebijakan nasional yang masih bersifat umum, Undang-Undang tersebut masih perlu pejabaran lebih detail agar dapat dilaksanakan. Untuk itu perlu disusun kebijakan operasional yang mengatur tentang tindakan yang perlu dilakukan pada saat pencegahan, penghentian dan pemulihan pascakonflik yang meliputi pokok-pokok substansi sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang dengan memberikan penekanan pada: koordinator penanganan konflik sosial di tingkat nasional secara definitif; penempatan desa/kelurahan sebagai pelaku utama dalam perwujudan masyarakat inklusif secara terencana, terarah, terkoordinasi dan berkelanjutan; melindungi dan memperjuangkan hak dasar korban konflik dan keluarganya; serta penguatan kepranataan tingkat dasar untuk kesiapsiagaan, operasi sosial, pemulihan sosial, dan harmonisasi. 0
2 Konflik sosial masih sering terjadi yang penanganannya kerap dilakukan secara represif Indonesia adalah negara dengan pluralisme struktur sosial yang demikian besar. Terdapat lebih dari pulau, berbagai agama dan aliran kepercayaan, ribuan ras/keturunan dan golongan, ribuan budaya serta didukung dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Kondisi ini menjadi modal sosial dan faktor kekuatan bangsa yang secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi upaya tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun disisi lain dapat menjadi potensi terjadinya segregasi sosial yang berdampak buruk bagi stabilitas nasional jika tidak dikelola dengan kebijakan nasional redistributif yang mampu mencegah terjadinya ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial, ekonomi, kemiskinan, ketidakstabilan kehidupan politik yang tidak terkendali, anomi sosial, dan sebagainya. Pada spektrum lebih luas, Indonesia tidak dapat terlepas dari pengaruh situasi regional dan internasional. Indonesia saat ini terkepung dalam situasi ketidakstabilan regional, terutama Asia Tenggara. Dinamika yang terjadi di poros Malaysia, Singapura, Australia, Brunei dan Papua Nugini sebagai pengikat negara commonwealth yang berafiliasi dengan Inggris, Timor Leste yang berafiliasi dengan Portugal, serta situasi sejumlah negara Asia Tenggara lainnya akan berpengaruh terhadap Indonesia. Transisi demokrasi dalam tatanan regional dan global semakin membuka peluang percepatan dinamika sosial, termasuk faktor pengaruh asing. Posisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara rawan konflik sosial, baik konflik horisontal maupun vertikal. Intensifikasi konflik sosial terjadi sejak awal reformasi pada tahun 1998 dan berlangsung massal sebagai bentuk dinamika kehidupan sosial masyarakat pascakekuasaan pemerintahan Orde Baru. Situasi tersebut telah terbukti membawa pengaruh secara signifikan terhadap tatanan sosial masyarakat terutama dalam merajut integrasi sosial yang berlandaskan livehood, brotherhood togetherness. Selain modal sosial (social capital) mengalami kehancuran, konflik sosial yang terjadi telah berakibat terhadap hilangnya rasa aman, menciptakan rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis dendam, kebencian dan perasaan permusuhan sehingga menghambat terwujudnya kesejahteraan umum. Dalam spektrum lebih luas, konflik sosial yang terjadi telah mengakibatkan segregasi sosial yang kian tajam, eksklusi sosial dan ketidakstabilan sosial yang dapat berujung pada goyahnya ketahanan nasional. Konflik sosial yang terjadi tidak terlepas dari perbedaan ideologis yang kian tajam antara pendatang dengan masyarakat setempat, ketertinggalan budaya (cultural lag) masyarakat setempat dengan pendatang, kesenjangan budaya, ketidakadilan dalam penguasaan 1
3 sumber daya, perbedaan kepentingan dan faktor struktural berupa sejumlah kebijakan nasional yang dapat memicu konflik sosial yang kesemuanya bermuara pada kristalisasi eksklusi sosial berupa ikatan primordialistik berbasis suku, agama, ras, dan golongan. Pada masa lalu berbagai kebijakan nasional penanganan konflik telah dilakukan oleh Pemerintah namun pada umumnya lebih mengedepankan pendekatan keamanan dan tidak terlalu banyak melibatkan peran komunitas. Dalam hal demikian tindakan represif lebih kuat dengan dominasi sektoral pada peran TNI/POLRI. Pendekatan tersebut bukan hanya digunakan pada konflik yang bersifat vertikal saja, tetapi juga diterapkan jika terjadi konflik horisontal. Berlarut-larutnya penanganan konflik yang tidak berkesudahan telah memperparah kondisi kesejahteraan masyarakat karena jumlah angka kemiskinan di daerahdaerah pascakonflik semakin bertambah. Oleh karena itu, upaya dan strategi yang sistematis, terencana dan terpadu pada pencegahan konflik sangatlah penting untuk dilakukan. Pada konteks yang demikian, terdapat sejumlah kebijakan nasional yang justru berpotensi memicu konflik yang terkonfigurasi dalam sejumlah ketentuan negara yang dianggap kurang berpihak kepada kepentingan masyarakat, baik di sektor industri, pemanfaatan sumber daya alam, pembentukan provinsi atau kabupaten/kota baru, serta sektor-sektor lainnya. Tanggap terhadap permasalahan tersebut, berbagai kebijakan penanganan konflik terus diupayakan penyusunan dan penetapannya. Kebijakan nasioal terbaru dalam rangka penanganan konflik adalah Undangundang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri. Kedua peraturan penanganan konflik tersebut sayangnya belum dapat dilaksanakan secara komprehensif dan integratif karena belum bersifat operasional, mengakar di masyarakat, integratif dan sistemik baik pada pencegahan, penghentian, dan pemulihan pascakonflik. Oleh karena itu perlu disusun kebijakan yang implementatif sekaligus dapat dijadikan payung hukum bagi pelaksana di lapangan agar tidak ragu dalam melaksanakan penanganan konflik sosial. Dalam perumusan kebijakan operasional penanganan konflik perlu didasarkan pada analisis terhadap terjadinya berbagai konflik yang telah terjadi selama ini. Berdasarkan fakta di lapangan, sejumlah konflik sosial tejadi antara pendatang dan pribumi di banyak wilayah, terutama di daerah-daerah di mana terjadi konsentrasi pemukiman kelompok pendatang. Eforia keterbukaan sejak tahun 1998 membawa transisi perilaku sosial masyarakat yang kian tidak terkendali karena kurang kuatnya penegakkan hukum. Pelanggaran HAM hampir terjadi pada setiap hari di 2
4 lingkungan masyarakat. Pola konflik sosial yang terjadi mengerucut pada konflik budaya (Dayak dengan Madura), konflik ideologi (ajaran Ahmadiyah, sempalan Jaringan Islamiah, kelompok liberal, pengungsi eks Timor Leste, neo Marxis dengan kedok kerakyatan), konflik penguasaan sumber-sumber ekonomi (konflik Masuji, Lampung), konflik kepentingan yang meluas menjadi konflik antar-agama (Maluku, Maluku Utara, Poso), serta konflik karena faktor ketidakadilan (konflik sosial di Lampung Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Aceh dan sebagainya). Isu Jawanisasi sebagai bagian dari stereotipe masyarakat pribumi terhadap pendatang juga telah menjadi potensi konflik di sejumlah daerah (Sumatera Utara, Papua, dan Aceh). Pola konflik di berbagai wilayah tersebut tidak berdiri sendiri namun saling berkaitan dengan isu lain. Beberapa kejadian konflik tidak dapat dipisahkan dari konflik yang terjadi sebelumnya dan umumnya kembali terulang. Konflik tersebut sesungguhnya memiliki akar persoalan yang lebih dalam dari sekadar perseteruan dua kelompok. Dari data yang tersedia, konflik sosial antara pendatang dengan pribumi telah menghasilkan pengungsian besar-besaran pada periode tahun yang mencapai lebih dari 1,5 juta jiwa, ribuan jiwa terbunuh, hilangnya hak dasar korban, harta benda dan rusaknya infrastruktur. Demikian juga modal sosial berupa norma, nilai, kepercayaan, keberfungsian institusi lokal dan jaringan sosial ketetanggaan yang berlandaskan hidup berdampingan secara damai, persaudaraan sejati, komitmen bersama menjadi runtuh. Bahkan sampai saat ini, jumlah mereka yang belum kembali ke rumah masih cukup besar tersebar di sejumlah wilayah. Konflik di Indonesia tidaklah tunggal dan bisa mengalami transformasi kausatif atau berpindah dari penyebab yang satu ke penyebab yang lain. Secara umum potensi konflik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Kebijakan pembangunan yang kadang cenderung berpihak pada salah satu kelompok tertentu. 2) Legitimasi dan institusi sosial politik kurang berjalan dengan baik yang menimbulkan reaksi masyarakat dalam bentuk kekecewaan dan ketidakpercayaan. Hal ini mendorong potensi konflik yang laten menjadi muncul ke permukaan. Seiring dengan kenyataan tersebut, maka pada realitas di masyarakat pilihan untuk menggunakan kekerasan dari berbagai pihak muncul sebagai pendekatan penyelesaian permasalahan. 3) Penggunaan kekerasan dalam mewujudkan tertib sosial. Kekerasan atau tindakan represif yang dilakukan oleh masyarakat maupun elit kadang sengaja dilakukan untuk mewujudkan tertib sosial secara cepat. Kesadaran atas tindakan yang manusiawi dianggap lambat dalam mewujudkan sistem sosial yang tertib, aman, dan sejahtera. 3
5 4) Pelanggaran hak asasi manusia. 5) Isu agama yang muncul karena ajaran agama mendapatkan konteks penafsiran yang luas dan beraneka ragam serta tergantung pada ideologi kelompok sosial keagamaan tertentu. Pemeluk agama yang memakai isuisu agama yang tidak toleran berpotensi menimbulkan konflik-konflik sosial dengan pemeluk agama lain, pemeluk agama yang sama dan pemeluk kepercayaan yang dianggap tidak beragama. 6) Tindak kekerasan militer dan pertentangan elit dalam menyelesaikan konflik. Konflik sosial yang ada cenderung diselesaikan dengan jalan kekerasan yang diharapkan dapat segera tuntas namun ternyata menyimpan potensi konflik yang baru. 7) Melemahnya mekanisme tradisional dan memudarnya identitas budaya asli. Perhitungan sosial-ekonomi yang rasional telah menggantikan modal sosial dalam mekanisme tradisional menjadi modal keuangan. Dalam pengertian sempit berupa pertimbangan untung-rugi. Akibatnya, mekanisme tradisional yang berlandaskan nilainilai lingkungan setempat pudar bersamaan dengan pudarnya identitas budaya asli sehingga menimbulkan krisis identitas. Krisis identitas, dalam arti tidak relevannya nilai-nilai lama dan belum kokohnya nilai-nilai baru, mendorong elit dan masyarakat tidak percaya sepenuhnya untuk mentransformasikan mekanisme tradisional dan identitas budayanya dalam konteks identifikasi/deteksi dini konflik-konflik sosial (early warning system). Bila tidak diolah dengan tepat di ruang publik maka keduanya justru menjadi kendala dalam menyelesaikan konflik dan sekaligus sebagai potensi konflik sosial yang sulit untuk ditangani secara singkat. 8) Intervensi Asing. Adanya keterbatasan dalam mengeksplorasi sumber-sumber vital perekonomian dan menuntut adanya peran serta asing. Hal ini dapat bernilai positif namun ada juga sisi negatifnya karena bisa saja pihak asing tersebut melakukan intervensi di lokasi rawan. Hal inilah bisa menjadi potensi konflik antar-masyarakat, karena terdapat masyarakat yang telah mendapatkan keuntungan dengan kehadiran pihak asing dan ada juga yang tidak tersentuh dan tidak mengalami peningkatan kesejahteraan. Selanjutnya bisa menimbulkan kecemburuan dan membawa pada tindakan kekerasan untuk menyelesaikannya. Pada semua faktor penyebab konflik di atas perlu dilakukan analisis dari berbagai dimensi untuk sampai pada kesimpulan kebijakan apa yang harus dibuat. 4
6 Penanganan konflik sosial lebih melibatkan peran komunitas melalui pendekatan kesejahteraan Dari dimensi sosial bisa dinyatakan bahwa masingmasing warga memiliki intuisi yang sama untuk saling memperkuat harmonisasi dalam proses interaksi secara dialogis sebagai bagian dari homo homini socious. Watak dan karakter berbeda tidak menghambat kedua kelompok berintegrasi satu dengan lainnya, dengan pola segregasi, amalgamasi atau asimilasi. Nilai dasar yang demikian menjadi kekuatan dan sekaligus peluang untuk dilkembangkan dalam kehidupan masyarakat yang beragam. Tatanan sosial yang memperjuangkan persamaan hak dan kewajiban, egalitarian dalam kesempatan, meruntuhkan ketidakadilan dan sikap toleransi menjadi faktor konsensus untuk membangun masyarakat multikultur yang berbasiskan Bhineka Tunggal Ika. Komitmen nasional yang tinggi menjadi faktor kekuatan dalam menciptakan harmonisasi, namun sayangnya hanya sedikit ketentuan yang mengaturnya. Dalam implementasinya, masih ditemukan sejumlah kebijakan yang masih diskriminatif dalam penerapannya, penegakan hukum yang masih lemah, otonomi daerah yang tidak memperhatikan penguatan modal sosial masyarakat sehingga disharmonisasi sosial tetap bermunculan pada saat ini. Dalam konteks kebudayaan, keragaman budaya yang ada dapat menjadi faktor kekuatan dan peluang untuk mencegah konflik sosial jika dilakukan proses penetrasi budaya dalam bentuk pembauran dan persemaian budaya antara lain inkulturasi, akulturasi atau lintas budaya antar-kedua kedua kelompok, atau segregasi budaya dengan didukung toleransi antara satu dengan lainnya. Perbedaan kebudayaan antar kedua belah pihak tidak akan bermasalah jika masing-masing pihak saling menghargai dan menghormati, tidak saling menganggu dan meresahkan. Dalam konteks kebudayaan, konflik sosial terjadi karena masih terdapat sebagian warga yang melakukan kecongkakan budaya, etnosentrisme, primordialistik kedaerahan, mempertahankan budaya lokal namun tidak dalam konteks keindonesiaan dan ego lainnya sehingga mempolakan sistem perilaku ke arah prasangka, sterotipe, penguasaan atas budaya lainnya dan sikap intoleran. Akibatnya tabrakan budaya dan benturan budaya tidak terelakkan. Ini semua adalah faktor kelemahan yang perlu dikikis dalam rangka memperkuat keberagaman masyarakat kearah multikultur. Manusia adalah homo homini economicous di mana setiap warga negara memiliki hak dan peluang yang sama untuk memperoleh hak-hak ekonomi sesuai kemampuannya. Kesamaan kesempatan dalam berusaha menjadikan kemampuan kompetitif merupakan faktor penting bagi kelompok yang memiliki kemampuan daya saing tinggi yang akhirnya cenderung akan menguasai sumber-sumber ekonomi. Kelompok masyarakat yang lebih ulet berusaha untuk mempertahankan hidupnya melalui kerja keras, menabung dan hemat agar mampu memperoleh sumber- 5
7 sumber ekonomi sesuai dengan kemampuannya. Hal ini menjadi kekuatan kunci untuk bersaing sehingga yang unggul adalah kelompok yang tekun dan tidak mudah putus asa dan berjuang terus untuk meraih kesuksesan. Di sisi lain terdapat kelompok yang kontradiktif dengan kelompok tadi sehinga menyebabkanmunculnya kesenjangan ekonomi dan kemiskinan bagi kelompok yang tidak siap dengan kemampuan berkompetisi. Sejumlah kebijakan nasional memang telah diarahkan melalui berbagai program nasional seperti Raskin, BLSM, KUBE-FM, LKM, penguatan ekonomi kerakyatan, namun belum menyentuh faktor redistribusi atas sumber ekonomi. Faktor ini adalah kelemahan dan sekaligus bisa menjadi pemicu munculnya konflik sosial. Berdasarkan pengamatan secara empirik maka terdapat korelasi antara dinamika sistem politik dengan dinamika konflik. Dalam hal ini sistem politik represif dapat menekan frekuensi terjadinya konflik karena semua orang takut melawan aparat yang bisa saja menggunakan senjata untuk menghentikan konflik. Berbeda halnya dengan sistem politik yang memberi ruang kebebasan di mana hal tersebut justru bisa meningkatkan frekuesi konflik. Kemudian sistem politik desentralisasi yang luas menumbuhkan primordialisme kedaerahan yang sempit karena suatu daerah menguatkan rasa kedaerahannya masing-masing sehingga muncul egoprimodial. Hal ini terdapat korelasinya dengan sistem politik yang dibangun saat ini yang kurang berhasil dalam pembangunan wawasan kebangsaan dan terjebak dalam pragmatisme politik. Dari segi hukum dapat disimak bahwa pada masa lalu institusi dan mekanisme hukum komunitas kurang mendapat tempat dalam penanganan konflik sosial karena pendekatan yang digunakan adalah represif sepihak oleh penguasa. Pada era Orde Baru misalnya tidak banyak upaya membuat produk hukum untuk mengelola konflik sosial. Pada saat itu penanganan konflik menggunakan cara-cara represif sehingga semua orang takut apabila berbuat konflik. Hal ini telihat tenang di permukaan namun sebenarnya memendam masalah yang sewaktu-waktu dapat memicu konflik yang lebih besar dan sulit penanganannya. Rekomendasi kebijakan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial perlu segera dibuatkan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk peraturan pemerintah yang memuat tentang tindakan darurat penyelamatan dan pelindungan korban konflik, penggunaan kekuatan TNI dalam penghentian konflik, peran serta masyarakat dalam penanganan konflik, serta perencanaan, penganggaran, penyaluran, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pengelolaan pendanaan penanganan konflik sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang- Undang. 6
8 Selain itu peraturan pemerintah yang akan disusun juga perlu memasukkan hal-hal sebagai berikut: 1) Perlu adanya koordinator penanganan konflik sosial di tingkat nasional yang ditetapkan secara definitif. 2) Penempatan desa/kelurahan sebagai media utama dalam perwujudan masyarakat inklusif secara terencana, terarah, terkoordinasi, dan berkelanjutan. 3) Pelindungan dan upaya memperjuangkan hak dasar korban konflik dan keluarganya. 4) Penguatan kepranataan tingkat dasar untuk kesiapsiagaan, operasi sosial, pemulihan sosial, dan harmonisasi. ooooo000ooooo 7
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
Lebih terperinciPEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2
PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228
Lebih terperinciSAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT
1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yang saya hormati: Tanggal, 19 Juni 2008 Pukul 08.30 W IB
Lebih terperinciBercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia
Dipresentasikan pada The Indonesian Forum seri 3 The Indonesian Institute. Kamis, 3 Maret 2011 Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir.
Lebih terperinciANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA
ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
KEMENTERIAN DALAM NEGERI IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL Widodo Sigit Pudjianto, SH, MH Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri JAKARTA, Senin, 29 Juni 2015
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan tenteram dalam menjalankan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,
Lebih terperinciKONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU
BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH
BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,
Lebih terperinci2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2012 SOSIAL. Stabilitas Nasional. Konflik. Penanganan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengantar Hubungan internasional merupakan hubungan yang kompleks. Fenomena hubungan internasional banyak diwarnai oleh berbagai macam interaksi internasional dengan sifat, pola,
Lebih terperinci2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2012 SOSIAL. Stabilitas Nasional. Konflik. Penanganan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Republik Indonesia adalah negara yang berazazkan Pancasila dengan beragam kebudayaan yang ada. Dengan sistem sosial kebudayan Indonesia sebagai totalitas
Lebih terperinciBercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia
Bercumbu Dengan Konflik RUU Penanganan Konflik Sosial Sebagai Solusi Penanggulangan Konflik di Indonesia Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM. (Ahok) Anggota DPR RI Komisi II Dan Badan Legislasi Fraksi Partai
Lebih terperinci2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P
No.379, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan dan Pengerahan. Kekuatan TNI. Bantuan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciPROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at
PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG
PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA BADAN KESATUAN BANGSA, PERLINDUNGAN MASYARAKAT DAN PENANGGULANGAN BENCANA KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciLAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL
LAPORAN ANALISIS PERDAMAIAN-PEMBANGUNAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR: PROMOSI PERDAMAIAN BERKESINAMBUNGAN DAN PEMBANGUNAN MANUSIA SECARA ADIL Studi ini bertujuan meneliti penyebab dan dampak konflik antara
Lebih terperinciKONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA
1 KONFLIK, PERDAMAIAN DAN MASALAH PENGUNGSI DI MADURA Pengantar Membanjirnya warga etnik Madura yang berasal dari Kalimantan ke pulau Madura hingga mencapai 128.919 orang (OCHA, 2003) menimbulkan sejumlah
Lebih terperinciLAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, agama, serta aliran kepercayaan menempatkan Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGADA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGADA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGADA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGADA, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga
Lebih terperinciKEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SINGKAWANG
PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E
BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEGIATAN TANGGAP DARURAT DAN PERENCANAAN SERTA PERSIAPAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA BENCANA ALAM GEMPA BUMI DAN GELOMBANG TSUNAMI
Lebih terperinciBAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL
BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013
Sambutan Presiden RI pd Prasetya dan Pelantikan Perwira TNI dan Polri, 2 Juli 2013, di Surabaya Selasa, 02 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRASETYA PERWIRA TENTARA NASIONAL INDONESIA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dari segala dimensi. Sebagai sebuah bangsa dengan warisan budaya yang
1 A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia yang menjadi negara kepulauan, mempunyai kemajemukan dari segala dimensi. Sebagai sebuah bangsa dengan warisan budaya yang masih mengakar dalam perkembangan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Lebih terperinciDalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan
Lebih terperinciPERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001
PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut
Lebih terperinciPemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Bahan Pembicara Untuk Dialog Kebangsaan Pada Acara Dies Natalis Universitas
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA
2012, No.362 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA 1. Latar belakang
Lebih terperinciyang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan
Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, suku, ras dan agama. Hal tersebut sangat berkaitan dengan jiwa Nasionalisme bangsa Indonesia. Berbagai
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, :
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciBAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan
Lebih terperinciPidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016
Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010
PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0
Lebih terperinci2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. BAB
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2015 SOSIAL. Stabilitas Nasional. Konflik. Penanganan. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5658) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPancasila Nilai Karakter Bangsa
PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: 10 Pancasila Nilai Karakter Bangsa Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil www.mercubuana.ac.id Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pendahuluan Desain Induk Pembangunan Karakter
Lebih terperinciPROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA
PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA TNI di DENPOM IV/ 4 SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEAMANAN NASIONAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL Jakarta, 16 Oktober 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KEAMANAN NASIONAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB III VISI, DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN
BAB III VISI, DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2005-2025 3.1. Visi Ada beberapa unsur yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun visi dan misi daerah, yaitu mandat dan perubahan-perubahan yang terjadi
Lebih terperinciKodePuslitbang : 3-WD
1 KodePuslitbang : 3-WD LAPORAN PENELITIAN PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA SOSIAL DI KABUPATEN MAHAKAM ULU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TIM PENELITI : 1. Nama Ketua : H. Ahmad Jubaidi, S.Sos, M.Si NIDN : 1129036601
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multi-ethnic society). Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum kemerdekaan,
Lebih terperinciBAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK
BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :
Lebih terperinciBAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME
BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Gerakan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah Aceh, Papua, dan Maluku merupakan masalah
Lebih terperinciRENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011
LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 11 2014 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciBAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME
BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peran Pemerintah dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,
Lebih terperinci72. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)
72. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang disusun dalam
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR SUMBAWA Nomor : SOP - 6 / I / 2016 / Sat.Intelkam STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL I. PENDAHULUAN Bangsa
Lebih terperinciBAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT
BAB 1 PENINGKATAN RASA SALING PERCAYA DAN HARMONISASI ANTARKELOMPOK MASYARAKAT A. KONDISI UMUM Konflik berdimensi kekerasan di beberapa daerah yang antara lain dilatarbelakangi oleh adanya faktor kompleksitas
Lebih terperinciK E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL
K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000 TENTANG PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.
Lebih terperinciSAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PADA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA. Jakarta, 1 Juni 2017
KR/KOJK SAMBUTAN KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN PADA PERINGATAN HARI LAHIR PANCASILA SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA Jakarta, 1 Juni 2017 Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Selamat
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan yang tertuang di dalam Bab I sampai dengan Bab IV tesis ini, maka sebagai penegasan jawaban atas permasalahan penelitian yang
Lebih terperinciW A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG
W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BKPBD) KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Potensi perpustakaan umum dalam menciptakan modal sosial di seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perpustakaan umum dalam menciptakan modal sosial di seluruh lapisan masyarakat didukung oleh prinsip dasar yang dimilikinya, yaitu keterbukaan, tidak diskriminatif
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi dalam RPJMD Kabupaten Cilacap 2012 2017 dirumuskan dengan mengacu kepada visi Bupati terpilih Kabupaten Cilacap periode 2012 2017 yakni Bekerja dan Berkarya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku bangsa, bahasa serta agama yang bervariasi. Hal ini disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBab I U M U M 1.1 Latar Belakang
Bab I U M U M 1.1 Latar Belakang Momentum reformasi pada pertengahan tahun 1997 telah mendorong terjadinya perubahan sosial, politik dan ekonomi yang cukup mendasar di Indonesia pada tahun 1998. Hal ini
Lebih terperinci74. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)
74. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang disusun dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional,
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciK E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN
Lebih terperinciPembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB)
Pembangunan dan Perdamaian Berkelanjutan (PPB) Menuju Dialog Pembangunan untuk Perdamaian 1 Proses PPB: Tinjauan (1) Prakarsa bersama Pemerintah Indonesia, UNDP dan Pemerintah Inggris (DFiD). Dilaksanakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan dengan garis pantai kurang lebih 81.900 km dan memiliki kawasan yang berbatasan dengan sepuluh negara,
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Neg
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2015 PERTAHANAN. Pertahanan Negara. 2015-2019 Kebijakan Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA
Lebih terperinci