RUNTUHNYA MITOS NEGARA BUDIMAN KEKUATAN EKONOMI POLITIK ASING BERUSAHA MENYINGKIRKAN KEDAULATAN RAKYAT (Kasus AQUA DANONE di Padarincang, Banten)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RUNTUHNYA MITOS NEGARA BUDIMAN KEKUATAN EKONOMI POLITIK ASING BERUSAHA MENYINGKIRKAN KEDAULATAN RAKYAT (Kasus AQUA DANONE di Padarincang, Banten)"

Transkripsi

1 RUNTUHNYA MITOS NEGARA BUDIMAN KEKUATAN EKONOMI POLITIK ASING BERUSAHA MENYINGKIRKAN KEDAULATAN RAKYAT (Kasus AQUA DANONE di Padarincang, Banten) I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak dua dekade terakhir ini, perkembangan industri air minuman dalam kemasan (AMDK) mengalami perkembangan yang pesat, tidak tersedianya air sehat oleh pemerintah dan lahirnya UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air mempercepat lahirnya berbagai macam produk AMDK yang tentu saja berimplikasi pada semakin banyaknya daerah yang menjadi sasaran eksploitasi air. Seiring dengan trend tersebut dan degradasi hutan, muncullah konflik sumberdaya air, perebutan sumber mata air dan atau menyusutnya sumber air sehingga semakin sulit atau kelangkaan bahkan mulai mengalami kekeringan pada saat tertentu. Salah satu perusahaan yang sangat agresif mengembangkan industrinya, terutama setelah bermerger dengan Danone adalah Aqua... Sebagai perusahaan yang merintis industri AMDK di Indonesia tidaklah mengherankan bila Aqua menjadi icon AMDK di masyarakat dan tentu saja menguasai pasar nasional dan mulai merambah ekspor. Tidak cukup dengan hal tersebut, PT. Tirta Investama berupaya mencari daerah baru untuk lokasi eksploitasinya. Setelah beberapa riset dilakukannya, akhirnya pilihan jatuh ke Desa Curug Goong, Kecamatan Padarincang Kabupaten Serang, Banten. Kawasan yang dipilihnya di sisi Cagar Alam Rawa Danau yang sekaligus merupakan lumbung air bawah tanah Cadangan Air Bawah Tanah (CABT) Rawa Danau. Pilihan lokasi di Curug Goong tepatnya sumber mata air Cirahab ini awalnya berlangsung tanpa keresahan. Tak lama kemudian masyarakat mengetahui dilokasi tersebut akan dibangun pabrik Aqua yang akan menyedot air bawah, masyarakat mulai resah. Keresahan yang terjadi akibat kekhawatiran dikuasainya sumber mata air Cirahab dan eksploitasi air bawah tanah. Informasi mengenai perlawanan dan keluhan masyarakat di sekitar pabrik Aqua di Sukabumi dan Klaten menjadi dasar utama keresahan mengingat kehidupan warga sama dengan kedua daerah tersebut. Keresahan inilah yang kemudian menyulut konflik yang semula antara warga dengan pemerintah dan perusahaan kemudian berkembang meluas sehingga masyarakat terbelah antara yang pro dan kontra karena perusahaan tidak sekedar sosialisasi melainkan juga mengorganisasikannya tentu dengan dorongan pemerintah.

2 1.2. Sumber Daya Air di Banten 1 Banten merupakan propinsi yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, oleh karenanya Banten merupakan satuan ruang ekologis Jawa. Provinsi yang berdiri sejak 2000 ini merupakan wilayah yang subur, hutannnya luas, perkebunan rakyat dan swasta atau pemerintah juga luas, hanya di daerah utara saja yang berkembang pesat sebagai wilayah industri dan pemukiman sebagai konsekuensi daerah penyangga Jakarta yang tidak hanya sebagai ibu kota melainkan juga industri, perdagangan dan pelabuhan. Sumber daya air Banten sesungguhnya cukup melimpah, namun karena konsetrasi di daerah tertentu menyebabkan pentingnya distribusi dan menajemen pengelolaannya. Perkembangan masyarakat dan kebutuhan pembangunan juga akan menciptakan kebutuhan air yang tidak sedikit di masa depan, oleh karenanya perusakan hutan dan peruntukan ruang akan berpengaruh terhadap sumber daya air. Saat ini memang air banyak membawa manfaat meskipun bencana juga telah terjadi di Banten, banjir bandang di beberapa daerah contohnya. Bahkan di beberapa tempat terutama kawasan industri sudah muncul konflik penggunaan air antara industri, masyarakat dan petani termasuk limbahnya. Beberapa daerah pada musim kemarau tidak bisa memperoleh air terutama air bersih untuk kebutuhan rumah tangga, di lain tempat pasokan air pertanian kian tahun kian turun sehingga lambat laun menjadi sawah tadah hujan. Di lain sisi pemerintah antusias melayani kepentingan industri baik melalui air sungai, danau maupun air bawah tanah sehingga menimbulkan diskriminasi dan komersialisasi oleh pemerintah yang berimplikasi bagi turunnya produksi dan derita rakyat. Potensi Air di Banten berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS), Provinsi Banten dibagi menjadi enam DAS, yaitu : DAS Ujung Kulon, meliputi wilayah bagian Barat Kabupaten Pandeglang (Taman Naional Ujung Kulon dan sekitarnya); DAS Cibaliung-Cibareno, meliputi bagian Selatan wilayah Kabupaten Pandeglang dan bagian selatan wilayah Kabupaten Lebak; DAS Ciujung-Cidurian, meliputi bagian Barat wilayah Kabupaten Pandeglang; DAS Rawadano, meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang; DAS Teluklada, meliputi bagian Barat wilayah Kabupaten Serang dan Kota Cilegon; DAS Cisadane-Ciliwung, meliputi bagian Timur wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Tata air permukaan untuk wilayah Provinsi Banten sangat tergantung pada sumber daya air, khususnya sumber daya air bawah tanah. Terdapat 5 satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) yang telah di identifikasi, yang bersifat lintas kabupaten maupun kota, antara lain CABT Labuan, CABT Rawadano dan CABT Malingping dan lintas propinsi, meliputi CABT 1 Tulisan ini diambil dari Profil dan RPJMD Propinsi Banten

3 Serang Tangerang dan CABT Jakarta (Keputusan Menteri ESDM Nomor: 716.K/40/MEM/2003 Tentang Batas Horisontal Cekungan Air Tanah Pulau Jawa dan Madura). Potensi dari masingmasing satuan cekungan air bawah tanah ini, dapat diuraikan sebagai berikut: Satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Labuan CABT Labuan ini mencakup wilayah Kabupaten Pandeglang (± 93 %) dan Kabupaten Lebak (± 7 %) dengan luas lebih kurang 797 km2. Batas cekungan air bawah tanah di bagian barat adalah selat Sunda, bagian utara dan timur adalah batas pemisah air tanah dan di bagian selatan adalah batas tanpa aliran karena perbedaan sifat fisik batuan. Jumlah imbuhan air bawah tanah bebas (air bawah tanah pada lapisan akuifer tak tertekan/akuifer dangkal) yang berasal dari air hujan terhitung sekitar 515 juta m3/tahun. Sedang pada tipe air bawah tanah pada akuifer tertekan/akuifer dalam, terbentuk di daerah imbuhannya yang terletak mulai elevasi di atas 75 m dpl sampai daerah puncak Gunung Condong, Gunung Pulosari dan Gunung Karang; Satuan Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Rawadano CABT Rawadano mencakup wilayah Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, dengan total luas cekungan lebih kurang 375 km2. Batas satuan cekungan satuan air bawah tanah ini di bagian utara, timur dan selatan berupa batas pemisah air bawah tanah yang berimpit dengan batas air permukaan yang melewati Gunung Pasir Pematang Cibatu (420 m), Gunung Ipis (550 m), Gunung Serengean (700 m), Gunung Pule (259 m), Gunung Kupak (350 m), Gunung Karang (1.778 m), Gunung Aseupan (1.174 m) dan Gunung Malang (605 m). Sedang batas di bagian barat adalah Selat Sunda. Berdasarkan perhitungan imbuhan air bawah tanah, menunjukkan intensitas air hujan yang turun dan membentuk air bawah tanah di wilayah satuan cekungan ini sejumlah 180 juta m3/tahun, sebagian diantaranya mengalir dari lereng Gunung Karang menuju Cagar Alam Rawadano sekitar 79 m3/tahun. Sedang air bawah tanah yang berupa mata air pada unit akuifer volkanik purna Danau yang dijumpai di sejumlah 115 lokasi menunjukkan total debit mencapai m3/tahun. Sementara itu pada unit akuifer volkanik Danau pada 89 lokasi, mencapai debit 367 m3/tahun. Total debit dari mata air keseluruhan sebesar m3/tahun; Satuan Sub Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Serang Cilegon Satuan sub cekungan ini merupakan bagian dari CABT Serang Tangerang, yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang, dengan luas wilayah sekitar km2. Batas satuan cekungan ini di bagian utara adalah laut Jawa, bagian timur adalah K.Ciujung, bagian selatan merupakan batas tanpa aliran dan bagian barat adalah Selat Sunda. Dari hasil perhitungan neraca air menunjukkan jumlah imbuhan air bawah tanah di wilayah satuan cekungan ini sebesar 518 juta m3/tahun, sedang jumlah aliran air bawah tanah pada tipe lapisan akuifer tertekan sekitar 13 m3/ tahun, berasal dari daerah imbuhan yang terletak di sebelah utara dan barat daya yang mempunyai elevasi mulai sekitar 50 m dpl. Satuan Sub Cekungan Air Bawah Tanah (CABT) Tangerang

4 Satuan sub cekungan ini mencakup wilayah Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak dan sebagian Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat), dengan total luas sekitar km2. Batas sub cekungan ini di sebelah Utara adalah Laut Jawa, bagian timur adalah Kali Cisadane, bagian Selatan yang merupakan kontak dengan lapisan nir akuifer, serta bagian barat adalah Kali Ciujung. Jumlah imbuhan air bawah tanah di seluruh sub CABT Tangerang sekitar 311 juta m3/tahun sedangkan jumlah aliran air bawah tanah tertekan terhitung sekitar 0,9 juta m3/tahun. Keberlanjutan sumberdaya air tersebut, disamping masih luasnya kawasan hutan yang ada juga karena hujan di banten relatif cukup. Dari data yang dimiliki pemerintah daerah memperlihatkan curah hujan tertinggi sebesar mm pada musim penghujan bulan September Mei mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Pandeglang sebelah barat dan curah mm pada bulan September Mei mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Serang sebelah Utara, seluruh luas wilayah Kota Cilegon, 50% luas wilayah Kabupaten Tangerang sebelah utara dan seluruh luas wilayah Kota Tangerang. Pada musim kemarau, curah hujan tertinggi sebesar mm pada bulan April Desember mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Serang sebelah utara, seluruh luas wilaya h Kota Cilegon, 50% luas wilayah Kabupaten Tangerang sebelah utara dan seluruh luas wilayah Kota Tangerang, sedangkan curah hujan terendah pada musim kemarau sebanyak mm pada bulan Juni September mencakup 50% luas wilayah Kabupaten Tangerang sebelah selatan dan 15% luas wilayah Kabupaten Serang sebelah Tenggara. Meskipun luas kawasan hutan masih cukup besar namun ancaman terjadinya degradasi lingkungan yang semakin luas terutama akibat semakin maraknya perambahan hutan (deforestrasi) secara signifikan telah menyebabkan terjadinya penurunan daya dukung hutan sebagai daerah tangkapan air yang berfungsi sebagai penahan dan penyimpan air. Disamping itu, kondisi tersebut diperparah pula dengan meningkatnya kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) serta situ/danau sehingga menyebabkan semakin menurunnya kapasitas atau kemampuannya dalam menampung dan menyimpan air. Kondisi tersebut terlihat dari semakin luasnya kerusakan Daerah Aliran Sungai di Provinsi Banten. Hingga tahun 2005, dari sepanjang m sungai lintas kabupaten/kota yang ditangani oleh provinsi, sepanjang m atau sekitar 19,54% berada dalam kondisi rusak berat dan m atau 13,03% berada dalim kondisi rusak ringan. Sementara itu sisanya sepanjang m atau 67,43% masih dalam kondisi baik/ Kerusakan DAS tersebut umumnya terjadi pada 3 Satuan Wilayah Sungai utama yang terdapat di Provinsi Banten, yaitu Satuan Wilayah Sungai (SWS) Ciujung-Ciliman, SWS Cisadea-Cikuningan dan SWS Ciliwung- Cisadane. Meluas dan bertambahnya jumlah DAS kritis ini telah mengarah pada tingkat kelangkaan dan peningkatan daya rusak air yang semakin serius. Disamping sungai, kerusakan situ/danau yang berfungsi sebagai penampung air juga semakin bertambah dari tahun ke tahun. Dari sejumlah 49 buah situ/danau yang dikelola provinsi dengan total luas sebesar 1.573,5 m2, pada tahun 2005 sebanyak 41 situ berada dalam kondisi

5 baik,4 situ rusak ringan, dan 4 situ rusak berat Kerusakan situ/danau tersebut umumnya terjadi sebagai akibat dari meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keantalannya sebagai penampung dan penyedia air. Kondisi ini diperparah dengan kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat layanan sumber daya air tersebut semakin menurun. Kecenderungan semakin menurunnya daya dukung sumberdaya air tersebut berdampak pada tidak terdistribusinya sumberdaya air secara merata. Kondisi ini khususnya berlangsung bersamaan dengan terjadinya pergantian musim hujan dan kemarau. Pada musim penghujan ketersediaan air sangat melimpah bahkan hingga mengakibatkan munculnya efek negatif seperti terjadinya bencana banjir dan longsor, sebaliknya pada musim kemarau ketersediaan air sangat minim sehingga mengakibatkan kekeringan. Semakin berkembangnya kawasan permukiman dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas infrastruktur penampung air seperti situ atau danau makin menurun sebagai akibat meningkatnya sedimentasi dan kerusakan lingkungan sekitarnya, sehingga menurunkan keandalan penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Selain itu, kelangkaan air yang terjadi cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara lain pola eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan amblesan permukaan tanah. Kerusakan air tanah sangat sulit untuk dipulihkan, sehingga apabila hal tersebut terjadi terus-menerus secara pasti akan berujung pada terjadinya bencana lingkungan yang berimplikasi luas. Sejalan dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan perbaikan kualitas hidup masyarakat, kebutuhan akan ketersediaan sumberdaya air bagi permukiman, industri, pertanian, dan perdagangan juga semakin meningkat. Di Provinsi Banten dengan jumlah penduduk mencapai 9,3 juta jiwa pada tahun 2005, telah menyerap kebutuhan air sebesar 164 juta m3/tahun,diperkirakan pada lima tahun ke depan diperlukan ketersediaan air sebesar 175 juta m3/tahun. Pada sektor industri, dari sekitar industri yang terdapat di Provinsi Banten terserap sekitar 110 juta m3 air baku per tahunnya dan pada lima tahun ke depan diperkirakan akan menyerap kebutuhan air sebesar 120 juta m3/tahun. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan ketersediaan air pada satu sisi namun di sisi lain ketersediaannya semakin terbatas, maka hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan terjadinya konflik di masa yang akan datang. Oleh karena itu pengaturan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air secara bijak hendaknya perlu disiapkan sedini mungkin sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya konflik tersebut. Rawa Danau Antara Mitos dan Realitas Rawa Danau yang terletak di Kabupaten Serang, tepatnya masuk ke dalam wilayah Kecamatan Padarincang, Mancak dan Gunung Sari. Rawa Danau tidak hanya merupakan danau belaka, menyebutkan Rawa Danau berati kita juga membicarakan tentang kawasan cagar alam, kawasan DAS sekaligus CABT dan juga kawasan yang memiliki geothermal. Suatu kawasan yang sungguh lengkap dan mempesona karena keindahan alamnya dan mitos yang

6 mengitarinya. Potensi sumberdaya alam Rawa Danau ini tidak dapat dipisahkan dari Gunung Karang yang terletak di Kabupaten Pandeglang karena dari sinilah aliran air bermula termasuk air bawah tanah. Tidaklah mengherankan bila banyak sungai, mata air dan air terjun. Selain air tanah, Kabupaten Serang juga memiliki beberapa mata air dengan debit yang cukup besar (> 100 lt/detik). Data Mata Air yang Mempunyai Debit > 100 lt/detik Di Kabupaten Serang No. Nama Lokasi Debit (lt/dt) 1 Cibanta Cacaban Citundun Bojong 100 Sumber : RTRW Kab. Serang Rawa Danau mendapatkan pasokan air dari beberapa sungai di Padarincang, seperti Sungai Kalumpang, Sungai Cibojong, Sungai Cilehem dan dari Sungai Cirahab yang menjadi pemasok air terbesar bagi ketersediaan air di Rawa Danau. Tetapi dalam beberapa tahun belakangan menunjukan saat ini telah terjadi penurunan volume air. Sungai Cibojong telah mengalami pendangkalan yang cukup signifikan karena aktifitas penebangan liar di daerah hulu, hal serupa terjadi pada sungai Cilehem, menyusul Cikalumpang yang mulai tampak indikasi penurunan pertahunnya. Namun demikian, air danau masih cukup bahkan limpahan air dari Rawa Danau ini dimanfaatkan oleh PT. Krakatau Tirta Investama untuk kebutuhan industri termasuk bagi kebutuhan harian masyarakat di kota Cilegon. Rawa Danau merupakan sebuah cagar alam yang yang didominasi rawa-rawa dan juga terdapat sebuah danau. Luas kawasan ini sekitar ha yang ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon. Pulau ini menjadi tempat bersarang bagi aneka jenis binatang reptil, seperti ular dan buaya. Tidak kurang dari 250 jenis burung bermukim di kawasan ini (lihat kotak 1) Sekilas Rawa Danau Cagar Alam Rawa Rawa Danau mungkin tidak sefamiliar Situ Gintung, namun keberadaannya yang perlu diketahui. Rawa Danau terletak diantara Kecamatan Padarincang, Gunungsari, dan Mancak di Kabupaten Serang. Kita dapat mencapai lokasi ini melalui tiga jalur, yaitu; Jakarta-Cilegon-Anyer-Rawaadano, Jakarta-Serang-Padarincang-Rawadano, dan Jakarta-Serang- Anyer-Cinangka-Padarincang-Rawadano. Rawadano kaya akan ekosistem seperti binatang reptil, ular, buaya dan 250 jenis burung yang bermukim diluas areal ha yang merupakan rawa dan danau. Rawadano memiliki potensi pariwisata yang cukup menjanjikan, selain memiliki keindahan panorama yang eksotic, akses transportasi yang baik dapat ditempuh dari segala arah, ditopang oleh pariwisita Pantai Anyer dan Ibu kota, dan potensi lain yang dimiliki ialah kandungan karbon (C). 1. Rawa Danau Sebagai Pengatur Ketersediaan Air Lapisan gambut yang terdapat dalam hutan rawa dapat menyimpan air sampai 80% dari volumenya. Sebagian air

7 Selain itu, Rawa Danau yang memiliki asosiasi glei humus dan aluvial kelabu dengan kedalaman efektif tanah > 90 cm dan tekstur tanah sedang terdapat di kawasan dan pada bagian tengahnya sesungguhnya memiliki kandungan geothermal sekitar 100 MW sedangkan Gunung Karang sebesar 170 MW. Potensi dan pesona Sumberdaya alam tersebut menjadi sempurna dengan mitos yang berkembang sekitar wilayah ini seperti mitos buaya putih, mitos sangkuriang dan tiga nyai serta lainnya. CIRAHAB DI TENGAH TARIKAN LOKAL DAN PUSARAN GLOBAL

8 Cirahab yang merupakan salah satu kampung dari Desa Curug Goong Kecamatan Padarincang diapit dari dua area penting; Rawa Danau dan Gunung Karang yang memiliki potensi aktif. Tidaklah mengherankan bila dikawasan ini terdapat sumber air yang cukup besar dan banyak masyarakat menggantungkan kebutuhannya. Bahkan sumber air ini menjadi tujuan masyarakat lokal berwisata. Di sekitar daerah ini terdapat juga sumber air panas. Padarincang sendiri, merupakan Kecamatan yang terdiri dari beberapa desa, tak ada yang menonjol, seperti kebanyakan pedesaan lainnya, masyarakatnya hidup berkecukupan bahkan memiliki kelimpahan air dan masyarakatnya hidup dalam suasana keguyuban. Warga desa sebagian besar adalah petani sawah dan kebun seperti desa di kecamatan sekitarnya. Disamping daerah yang subur, wilayah ini dikenal sebagaii daerah yang banyak memiliki warga dengan kegagahannya, memiliki jawara dengan golok Ciomasnya. Secara turun temurun mata air Cirahab digunakan oleh warga sekitar untuk kebutuhan seharihari, ratusan hektar sawah mendapatkan pasokan air bagi kebutuhan tanaman padi dan tanaman lainnya, petani mendapatkan berkah dari limpahan air yang keluar dari Cirahab ini. Warga sekitar dapat menanfaatkan keindahan alam Cirahab untuk berekreasi, satu-satunya area wisata air di Padarincang dan merupakan salah satu kebanggaan warga Padarincang.. Beberapa kampung yang berdekatan di area Cirahab antara lain yaitu Kampung Sukaraja, Kampung Sukamanah, Kampung Eksodan, Kampung Cibetus, dan Kampung Cilehem. Sebagian besar dari seluruh warga di Padarincang ini memanfaatkan air sumur dengan kedalaman rata-tara 8-14 meter, sebagian yang lain menggunakan aliran sungai untuk memenuhi kebutuhan mencuci dan mandi. Sementara beberapa desa yang posisinya berada di atas kawasan Cirahab sering kesulitan mendapatkan air disaat musim kemarau. Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan dalam beragam bentuk mulai merubah masyarakat dan cara hidupnya, demikian pula perlakuan terhadap sumberdaya alam yang melimpah, hutan berubah menjadi sawah, kebun dan pemukiman dan air yang melimpah mulai dieksploitasi. Sepuluh tahun terakhir, pemanfaatan air menjadi barang ekonomis mulai merambah kawasan ini. Air permukaan banyak difungsikan untuk memenuhi kebutuhan industri dan perkotaan dan kemudian berkembang industry air minum dalam kemasan serta air untuk isi ulang. Sejak tiga tahun terakhir, tepatnya 2007 lalu, PT Tirta Investama melirik potensi besar CABT Rawa Danau bukan sekedar volumenya melainkan juga kualitas air purba yang ada di bawah tanah tersebut yang kaya akan mineral. Pada tahun itulah perusahaan yang memproduksi AMDK dengan merk Aqua Danone mulai melakukan upaya untuk mengeksploitasinya, setelah izin diperoleh dari Pemda setempat, maka persiapan dilakukan untuk memastikan kepentingannya terjamin. Cirahab Curugoong terpilih sebagai lokasi perusahaan. PT Tirta Investama (Aqua Danone) Dalam upaya meneguhkan sebagai pemasok air minum dalam kemasan tingkat nasional, bahkan internasional, perusahaan setelah melakukan surveinya memutuskan untuk berinvestasi di Cirahab Curugoong Padarincang. Potensi sumberdaya air di CABT Rawa Danau

9 ini dianggap memenuhi standar perusahaan, oleh karenanya pihak PT Tirta Investama tetap berupaya dengan beragam cara agar pabrik di Cirahab ini dapat beroperasi sekalipun berhadapan dengan penduduk. Berdasarkan data AMDAL yang dibuat perusahaan, beberpa informasi penting yang menyangkut investasinya dan berbagai prasangka menyangkut informasi tersebut dikalangan masyarakat dapat dilihat dalam matrik berikut: Informasi dasar investasi PT. Tirta Investama Luas lahan 12 hektar Status sudah dibebaskan, rencana kedepan PT. Tirta Investama akan melakukan pembebasan lahan lain di sekitar area dengan proyeksi pabrik terbesar se Asia Rencana Investasi Rp ,00 Izin pengeboran 150 m Sulit untuk mengontrol tingkat kedalaman pipa penyedot, bisa saja pihak perusahaan menambah tingkat kedalaman saat ketersediaan air bawah tanah mulai menurun Rencana penggunaan tenaga kerja Volume penyedotan air 174 orang Terdapat penyimpangan informasi di level public, warga mendapatkan informasi bahwa tenaga yang akan tertampung di pabrik Danone berkisar pada tenaga kerja 63 liter perdetik Sulit untuk melakukan control terhadap aktifitas produksi, bisa saja pihak perusahaan menambah volume daya sedot untuk

10 meningkatkan kuantitas produksi Rencana Produksi per-tahun Jenis Barang KBLI Satuan Kapasitas Air Minum Dalam kemasan liter Minuman ringan liter Penolakan Terhadap Tirta Investama Masyarakat Padarincang yang menyadari masa depan ketersediaan air menyatakan kesepahaman bersama bahwa komersialisasi air akan memunculkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar; setidaknya akan menghilangkan hak dasar warga atas air serta semakin berkurangnya kapasitas dan kualitas air di wilayah Padarincang. Pada tahun 2008 warga telah dengan tegas menolak kehadiran korporasi besar di sektor air. PT. Tirta Investama dipandang sebagai salah satu perusahaan yang telah menyebabkan terjadinya kekeringan. Catatan di Sukabumi dan Klaten menjadi referensi empirik bagi warga Padarincang untuk terus menggalang solidaritas dan dukungan dalam upaya mencabut surat izin Bupati No. 593/Kep.50-Huk/2007 tertanggal 8 Februari Surat izin tersebut memiliki kecacatan dari sisi proses, pertama tidak adanya proses sosialisasi untuk mendapatkan legitimasi publik terkait dukungan warga atas rencana pembangunan tersebut, kedua tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku bahwa seharusnya surat izin tersebut terbit setelah AMDAL selesai dibuat.pemaksaan kehendak ini pada akhirnya memunculkan gerakan penolakan fase pertama dengan memunculkan nama Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan yang beranggotakan kelompok pemuda dan mahasiswa, alim ulama, tokoh masyarakat serta beberapa aktivis dari Kontras, Walhi, LBH Jakarta serta mendapatkan perhatian dari Komnas HAM. Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan telah berhasil menghentikan sementara rencana pembangunan yang telah berlangsung di Cirahab, Desa Curug Goong, Padarincang. Bupati Serang H. Ahmad Taufik Nuriman bersedia menghentikan dan berjanji akan mencabut surat izin yang telah diberikan kepada PT. Tirta Investama, disusul dengan pernyatan dari pihak perusahaan bahwa mereka bersedia menghentikan pembangunan dan mencari tempat lain jika warga Padarincang tetap melakukan penolakan.

11 Penolakan warga pada terhadap kehadiran PT. Tirta Investama yang akan mengeskploitasi air di kawasan Cirahab Padarincang karena minimnya keterlibatan warga tidak bisa disalahkan. Pemerintah saerah seharusnya sejak awal melakukan sosialisasi dengan baik dan transparan. Bahkan ada sebagian warga yang merasa dibodohi pada tahap pembebasan lahan, mereka mendapat informasi jika lahan tersebut diperuntukkan untuk pembangunan sarana pendidikan sehingga menimbulkan antusiasme warga yang dilakukan pada akhirnya memunculkan reaksi dari warga. Kedamaian warga Padarincang ternyata tidak berlangsung lama. Setelah berlangsungnya pesta demokrasi tahun 2009, PT.Tirta Investama mulai kembali mengsusik kedamaian kehidupan warga Padarincang. Bersama dengan pemerintah daerah Banten dan Serang, PT. Tirta Investama berupaya untuk merealisasikan hasrat mereka mendirikan pabrik AMDK. Pada pertengahan tahun 2010, warga Padarincang menggelar forum terbuka yang melahirkan kesepakatan mengenai bahaya krisis air yang akan muncul di Padarincang, sebagai respon atas rencana Aqua Danone untuk kembali membangun pabrik di Padarincang yang sebelumnya untuk membantu rencana tersebut. Dalam perjalanannya, masyarakat dikagetkanoleh hadirnya alat berat di kawasan tersebut, pengeboran rencana tersebut telah dihentikan pada tahun 2008 akibat penolakan masyarakat. Forum terbuka ini dihadiri warga, aktivis, ulama, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat, yang intinya bertujuan untuk membangun sikap bersama terhadap rencana hadirnya kembali Aqua Danone di Padarincang. Forum terbuka ini diisi dengan diskusi tentang dampak privatisasi dan komersialisasi air. Berdasarkan diskusi di forum terbuka ini, telah meneguhkan kembali sikap masyarakat untuk menolak kebijakan pemerintah Kabupaten Serang yang telah memberikan izin kepada PT. Tirta Investama untuk beroperasi di Padarincang. Kronologi gerakan penolakan warga terhadap PT. Tirta Investama bisa dilihat pada kotak 2 berikut ini Pro-Kontra Warga Tidak dapat dipungkiri, sejak awal munculnya gerakan perlawanan terhadap pembangunan pabrik AMDK,pada saat yang bersamaan juga muncul kelompok warga lainnya yang mendukung kehadiran pabrik AMDK tersebut.warga yang mendukung rencana pembangunan pabrik beranggapan bahwa segala kebijakan pemerintah harus didukung dalam bentuk apapun, dengan segala konsekuensi yang menyertainya. Proses industrialisasi memang memiliki dampak baik positif maupun negatif, namun warga yang mendukung pembangunan berpendapat bahwa pembangunan pabrik tersebut sangat dibutuhkan meskipun harus ada yang dikorbankan. Beberapa alasan yang diungkapkan warga yang mendukung pembangunan pabrik antara lain adalah : 1. Pembangunan pabrik tersebut kan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat di sekitar lokasi 2. Memberi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat 3. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan pembangunan khususnya di Kecamatan Padarincang

12 Warga pendukung pembangunan pabrik memiliki pandangan praktis dan cenderung bermuara pada bagaimana mendapatkan keuntungan finansial. Persoalan kekeringan ataupun hilangnya hak warga atas air tidak begitu dipersoalkan. Secara politik kelompok ini mendapat mendapat dukungan dari pihak legislatif khususnya dari salah satu anggota dewan yang berasal dari komisi IV. Anggota dewan ini bahkan terlibat langsung dalam penggalangan dukungan dan meng-klaim telah mendapatkan restu dari alim ulama yang terhimpun dalam kelompok pengajian Tambihul Umah 2. Selain anggota dewan yang telah disebut di atas, Kepala Desa (mana aja..??) juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kelompok ini. Pada awalnya, para Kepala Desa merupakan bagian dari kelompok yang menolak kehadiran pabrik Aqua Danone, namun seiring berjalannya waktu, sikap mereka berbalik mendukung kehadiran pabrik tersebut. Pada sisi yang lain, kelompok warga yang menolak kehadiran pembangunan pabrik berpendapat bahwa tidak setiap kebijakan pemerintah harus selalu didukung, mengingat kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang serta tidak berpihak pada kepentingan warga. Kebijakan pemerintah harus dikawal dan dikontrol untuk menghindari dampak buruk akibat kegagalan kebijakan. Alasan-alasan warga yang menolak kehadiran pabrik Aqua Danone adalah : 1. Mempertahankan hak dasar warga atas air 2. Melindungi sumber air dari ancaman kekeringan 3. Menjaga ketentraman dan kenyamanan Padarincang sebagai daerah pertanian 4. Menghindari terjadinya kerusakan yang lain, sebagai efek domino dari aktivitas industri 5. Menjaga Rawa Danau sebagai cagar alam yang harus dipertahankan Pandangan yang dikemukakan didasarkan atas bagaimana menjaga kelestarian alam. Selain itu, hak atas air bagi warga tidak boleh diabaikan oleh negara. Praktek komersialisasi air justru akan menghilangkan hak atas air warga sebagai salah satu hak dasar. Kronologis Perlawanan 1. Warga Serang Adukan Danone Group Ke DPRD Rabu, 28 Mei Karena respon warga tidak ditanggapi oleh pemerintah dan perusahaan, maka warga mengadukan kekhawatirannya ke pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Serang juni Aktivitas pembangunan pabrik Aqua dihentikan sementara mengingat semakin menguatnya penolakan warga terhadap rencana pembangunan pabrik tersebut, warga mengancam akan melakukan boikot dan memblokade akses jalan menuju lokasi pembangunan. Rencana bahwa akan ada pertemuan atara pihak 2 Sebagai catatan penggerak pengajian Tambihul Umah memiliki hbungan yang dekat dengan salah satu pengusaha lokal yang memliki kepentingan langsung terhadap rencana pembangunan pabrik Aqua Danone dan memiliki hubungan kekerabatan dengan anggota dewan yang berasal dari komisi IV

13 perusahaan dengan 13 kepala desa se kecamatan Padarincang yang akan dilaksanakan pada tanggal 23 juni terancam batal mengingat pertemuan tersebut dinilai hanya sebagai upaya untuk memuluskan rencana pembangunan. Sebelumnya Pertemuan di Le Dian yang difasilitasi PT. Tirta Invstama menemui jalan buntu. Disamping itu, Pemda belum sampai mengeluarkan IMB dan izin operasi karena belum ada kajian amdalnya. (Radar Banten, 13 Juni 2008) 3. Menanggapi pengaduan masyarakat, pihak perusahaan melakukan manuver untuk mengantisipasinya, bahkan melakukan ekspose tandingan untuk melawan opini masyarakat dengan melibatkan ahli untuk mencounter pendapat masyarakat tersebut di depan komisi D DPRD Kabupaten Serang. Salah satu manuver yang dilakukan selama proses berupa CSR, karena penolakan maka mereka meningkatkan intensitasnya dan menjanjikan jumlah yang besar setiap bulannya. Namun bila ditelusuri naskah releasenya sesungguhnya penuh tipuan, karena yang berkembang di masyarakat adalah tiap bulan akan memperoleh CSR sekitar Rp. 500 juta hingga Rp. 1 milyar, faktanya tidak demikian (lihat lampiran 2) Juni Warga melakukan audiensi dengan bupati Serang, Ahmad Taufik Nuriman. Dalam pertemuan tersebut warga mendesak agar bupati mencabut surat izin yang diberikan kepada PT. Tirta Investama. Dihadapan perwakilan warga yang terdiri dari para alim ulama, tokoh masyaakat, pemuda, kalangan LSM dan mahasiswa yang hadir dalam audiensi terebut Taufik Nuriman mengatakan jika rencana pembangunan pabrik ini hanya akan menimbulkan suasana tidak kondusif di tengah-tengah masyarkat pihaknya bersedia untuk mencabut izin lokasi tetapi ia berharap kepada masyarakat agar memberikan kesempatan pada pihak perusahaan untuk menyampaikan hasil kajian, jika tidak ada dampak yang akan merugikan maka masyarakat harus bekerja sama untuk memuluskan rencana pembangunan tersebut Juli 2008 Ekspos hasil studi Amdal yang digelar di aula Setda II kabupaten Serang mendapatkan protes dari perwakilan masyarakat, Ketua Forum Lintas Barat, Abdul azis mengatakan keberadaan pabrik Aqua telah terbukti hanya menimbulkan masalah, beberapa pengalaman seperti di Sukabumi dan Klaten cukup menjadi landasan kuat kenapa warga harus menolak kehadiran PT. Tirta Investama, ekspos yang digelar oleh pihak perusahaan hanya merupakan ritual korporasi agar tampak ilmiyah Di luar acara ekspos, mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Serang (HAMAS) menggelar aksi penolakan pembangunan pabrik Aqua. HAMAS menuntut agar rencana pembangunan itu dibatalkan dengan alasan hanya akan mnimbulkan kekeringan dan merugikan warga. Parmaningsih selaku Coorporation Secretary PT. Tirta Investama tetap optimis jika rencana pembangunan pabrik Aqua dapat dilanjutkan, ia menilai penolakan warga itu

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dalam bab sebelumnya telah dibahas tentang konflik antara masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan swasta. Berdasarkan analisis atas kasus konflik

Lebih terperinci

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST

Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG. Di tulis oleh: Subki, ST Judul Artikel PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN SERANG Di tulis oleh: Subki, ST Disampaikan kepada: Tim redaktur/pengelola website DLHK Provinsi Banten Kawasan pusat pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 30 Juni 30 Juni 2008 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KURANGNYA DAERAH RESAPAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA

KURANGNYA DAERAH RESAPAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA KURANGNYA DAERAH RESAPAN AIR DI KAWASAN BANDUNG UTARA Tineke Andriani 10040015161 Rizka Rahma Zahira 10040015162 Prasetyo Raharjo 10040015163 M. Rafil Hasan 10040015164 Claudhea Fauzia 10040015165 Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA G U B E R N U R NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 522 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peran yang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI D.14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA SUMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN AIR TANAH BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pemanfaatan air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang

Lebih terperinci

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NATUNA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2012 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Bab V Kesimpulan Dan Saran. kabupaten Maluku Tenggara Barat provinsi Maluku. Ijin pengelolaan disahkan

Bab V Kesimpulan Dan Saran. kabupaten Maluku Tenggara Barat provinsi Maluku. Ijin pengelolaan disahkan Bab V Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan PT Karya Jaya Berdikari merupakan salah satu perusahaan representasi negara untuk mengelola sumber daya hutan model HPH (Hak Pengusahaan Hutan) di kabupaten Maluku

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANA PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950); PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG POLA INDUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa sumber daya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 5 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Provinsi Banten secara geografis terletak pada batas astronomis 105 o 1 11-106 o 7 12 BT dan 5 o 7 50-7 o 1 1 LS, mempunyai posisi strategis pada lintas

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah; LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. WALIKOTA SALATIGA, bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PANIMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEBUN RAYA RIMBE MAMBANG

KEBUN RAYA RIMBE MAMBANG Senin, 14 Nopember 2016 KEBUN RAYA RIMBE MAMBANG Oleh: BUPATI BANGKA KRONOLOGIS KEBUN RAYA RIMBE MAMBANG 1. RINTISAN HUTAN RIMBE DI DESA DALIL LAHAN SELUAS 55,7 HEKTAR OLEH MASYARAKAT DESA DALIL DAN BUMDes

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. menyuarakan penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap

BAB VI PENUTUP. menyuarakan penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kemenangan yang diraih masyarakat kontra semen terhadap PT. Semen Gresik, tidak terlepas dari peran penting masyarakat Sedulur Sikep dalam menyuarakan penolakannya. Penolakan

Lebih terperinci

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH Air tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2012 009 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam perkembangan era globalisasi persaingan serta perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam perkembangan era globalisasi persaingan serta perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan era globalisasi persaingan serta perkembangan perusahan di dunia bisnis sangat ketat dan pesat khusus dalam pengelolahan air, oleh sebab itu perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandung dengan luas wilayah 16.730 ha semula dirancang hanya untuk berpenduduk 500.000 jiwa. Namun kenyataannya, kini berpenduduk 3 juta jiwa (siang hari) dan 2,5

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khatulistiwa. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dan memiliki cadangan air

I. PENDAHULUAN. khatulistiwa. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dan memiliki cadangan air 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tipe daerah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa. Curah hujan di Indonesia cukup tinggi dan memiliki cadangan air bersih

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENGAMBILAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan salah satu sumber daya air

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa dengan adanya perubahan kewenangan perizinan dalam

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis Sumber: Gambar 4.1 Peta Provinsi Banten 1. Batas Administrasi Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa yang memiliki luas sebesar 9.160,70

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR

IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR OLEH : TOMMY FAIZAL W. L2D 005 406 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN 0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR \l TAHUN 2017 TENTANG CADANGAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci