BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat 1. Posisi Kasus Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga. Jkt.Pusat PT. Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas adalah perusahaan efek yang didirikan pada tahun Awalnya PT AAA memulai bisnisnya di bidang Konsultan Keuangan dan Efek Bersifat Utang Penempatan Swasta. Pada tahun 1997, perusahaan ini memperluas kegiatannya dengan mengatur beberapa efek hutang oleh penerbitan, termasuk Medium Term Notes, Negotiable- Promissory Notes, Promes terstruktur, dan Program Efek Piutang Beragun bagi banyak emiten maupun perusahaan milik negara. Kemudian pada tahun 1998, PT AAA Sekuritas mengakuisisi PT Danaduta Indonesia, yang merupakan perusahaan keamanan dengan lisensi broken-dealer. Kemudian pada tahun berikutnya, perusahaan ini memperoleh Penjamin Emisi Efek dan Lisensi Manajer Investasi. Permohonan pailit terhadap perusahaan yang beralamat di Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan ini diajukan oleh Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah. Permohonan pailit tersebut terdaftar di Pengadilan Niaga pada 29 April 2015 dengan nomor register 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat. 51

2 Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah merupakan nasabah PT. AAA Sekuritas, yang memiliki tagihan kepada perusahaan tersebut sebesar Rp (dua pulu empat miliar). Tagihan itu berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya dan AAA Sekuritas untuk melakukan transaksi Repurchasement Agreement (Repo). Transaksi repo merupakan transaksi jual surat berharga (efek) dengan janji dibeli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan transaksi reverse repo adalah kebalikan dari transaksi repo, yaitu transaksi beli surat berharga (efek) dengan janji dijual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Repo confirmation sebagaimana tersebut di atas terdiri atas: - Repo confirmation Ref.No.004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (lima miliar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember atas nama Bapak Ghozi Muhammad; - Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12 November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (enam miliar enam puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi Ghozi Harharah; 52

3 - Repo confirmation Ref.No.003/RC/FI/Nov/14 tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (lima miliar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember atas nama Bapak Ghozi Muhammad; - Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12 November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (enam miliar enam puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi Ghozi Harharah; - Repo confirmation Ref.No.001/RC/FI/Nov/14 tanggal 02 Desember 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (delapan miliar delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 05 Januari 2015 atas nama Bapak Ghozi Muhammad; Namun, hingga tanggal jatuh tempo pengembalian, AAA Sekuritas belum melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan atau mengembalikan dana-dana para pemohon. Adapun tanggal jatuh tempo Repo adalah pada 29 Desember Pada tanggal tersebut juga, pera pemohon dan termohon mengadakan pertemuan yang bertempat di kantor para 53

4 pemohon, pertemuan tersebut menghasilkan suatu kesepakatan yang pada intinya termohon berjanji/bersedia dan sanggup untuk menyelesaikan dan/atau mengembalikan /membeli kembali saham-saham a quo paling lambat 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal pertemuan. Setelah dua minggu dari pertemuan tersebut, termohon tidak mengembalikan dana yang disepakati, yakni membeli kembalisahamsaham tersebut dalam repo confirmation sebagaimana mestinya, baik pokok utang maupun bunga utang. 2. Identitas Para Pihak Adapun identitas para pihak dalam putusan Nomor Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat adalah: - Termohon Pailit adalah PT. Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas, yaitu sebuah perusahaan efek yang didirikan pada tahun 1995 yang beralamat di Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan. - Pemohon pailit adalah perorangan bernama Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah. Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah merupakan nasabah PT. AAA Sekuritas, yang memiliki tagihan kepada perusahaan tersebut. 54

5 3. Amar Putusan Adapun bunyi amar putusan tersebut adalah sebagai berikut: Mengadili: 1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit Para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Termohon PT Andalan Artha Advisindo Securitas (PT AAA Sekuritas yang beralamat di Jalan Mega Kuningan Barat Kav.F.4.3. Nomor 1, Kawasan Mega Kuningan Jakarta kini beralamat di Jalan Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blog AA No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan, berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya; 3. Menunjuk dan mengangkat Sdr. Syaiful Arif, S.H., M.H, Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat sebagai hakim pengawas; 4. Mengangkat Sdr. Darwin Marpaung, S.H., M.H., beralamat di MASS Law Office, Jalan Hidup Baru Raya No.27, Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai Kurator dalam perkara kepailitan ini. Berdasarkan amar putusan tersebut dapat diketahui bahwa permohonan pailit tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim, namun yang menjadi permaslahan adalah terkait dengan kapasitas para pihak yang mengajukan pailit. 55

6 4. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/ PN.Niaga.Jkt.Pst Majelis Hakim dalam putusannya tanggal 29 Juni 2015 dengan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. memutuskan menerima permohonan pernyataan pailit terhadap PT AAA Sekuritas. Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai bahwa permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh para pemohon telah memenuhi syarat permohonan pailit seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Pasal 2 Ayat (1) berbunyi bahwa Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Sementara Pasal 8 Ayat (4) berbunyi Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi. Dari ketentuan pasal 2 Ayat (1) tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam permohonan pailit unsur-unsur yang harus dibuktikan adalah: a. Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih; b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang; 56

7 c. Yang telah jautuh tempo atau dapat ditagih; d. Dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa berdasarkan pembuktian dalam persidangan, keempat unsur sebagaimana tersebut di atas sudah terpenuhi. Pertama, tentang Pemohon pailit, dalam hal ini adalah atas nama Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah yang merupakan nasabah PT. AAA Sekuritas. Pengertian Kreditor diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. 46 Sementara Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. 47 Dengan mengacu pada ketentuan tersebut maka permohonan pailit dapat dimintakan oleh Debitor sendiri maupun Kreditor. Adapun hubungan hukum antara pemohon dan termohon adalah dengan adanya transaksi repo dan apa yang menjadi kewajiban para pemohon adalah memberi atau menyetorkan kepada termohon dana-dana sebesar ,- (dua puluh empat miliar rupiah), yang tertuang dalam repo confirmation sebagai berikut: 46 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang 47 Pasal 1 Angka 3, Ibid 57

8 - Repo confirmation Ref.No.004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (lima miliar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember atas nama Bapak Ghozi Muhammad; - Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12 November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (enam miliar enam puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi Ghozi Harharah; - Repo confirmation Ref.No.003/RC/FI/Nov/14 tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (lima miliar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember atas nama Bapak Ghozi Muhammad; - Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12 November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (enam miliar enam puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal 58

9 penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi Ghozi Harharah; - Repo confirmation Ref.No.001/RC/FI/Nov/14 tanggal 02 Desember 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok ditambah dengan bungan Rp ,- (delapan miliar delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 05 Januari 2015 atas nama Bapak Ghozi Muhammad; Maka dengan demikian Para Pemohon adalah sebagai pihak kreditur dan Termohon adalah sebagai pihak Debitur sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 Angka 2 dan Angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dan tidak terhalang oleh ketentuan Pasal 2 Ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, dan permohonan pailit dalam perkara ini diajukan oleh Advokat, maka dengan fakta tersebut di atas syarat formil dalam permohonan pernyataan pailit dalam perkara ini tentang Kreditur dan Debitur adalah sah dan diajukan secara benar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Kedua, tentang Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur. Bahwa para Pemohon pailit, dalam hal ini adalah atas nama Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah masih memiliki tagihan kepada Termohon 59

10 sebesar ,- (dua puluh empat miliar rupiah). Berdasarkan hal ini maka sudah dapat dibuktikan Debitur memiliki dua Kreditur. Ketiga, tentang tidak membayar lunas sedikitnya pada satu kreditor. Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang tidak dijelaskan berapa jumlah hutang minimal yang harus ada sehingga dapat diajukan permohonan pailit. Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang hanya dijelaskan bahwa utang adalah kewajiban yang dinyatakan) atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. 48 Pemohon telah melakukan transaksi repo dan apa yang menjadi kewajiban para pemohon adalah memberi atau menyetorkan kepada termohon dana-dana sebesar ,- (dua puluh empat miliar rupiah) untuk membeli saham-saham pada BRI INDO dan FRN Garuda. Tagihan Para Pemohon tersebut secara hukum adalah utang atau kewajiban yang harus Termohon bayar. Dan terbukti termohon tidsk membayar sama sekali 48 Pasal 1 Angka 6, Ibid 60

11 Keempat, tentang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pemohon telah menagih hutang tersebut melalui pada tanggal 29 Desember s/d 30 Desember 2015 dan Surat No. 10/Somasi/KH-DAM/III/2015 pada tanggal 10 Maret 2015, dan telah menagih hutang tersebut berkali-kali secara musyawarah. Tapi hutang tersebut belum juga dibayar oleh Termohon Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka semua unsur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang telah terpenuhi, sehingga berdasarkan Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang Permohonan pailit harus dikabulkan. Oleh karena itu Majelis hakim dalam amarnya mengabulkan permohona pailit pemohon dan menyatakan Perusahaan PT AAA Sekuritas pailit. 61

12 B. Pihak yang berwenang mengajukan Pailit Perusahaan Efek dalam Kasus Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat 1. Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Kepailitan menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana di atur dalam Undang-Undang ini. Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan kembali seseorang dinyatakan pailit apabila mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Pengertian pailit tersebut di atas dapat diartikan bahwa pailit dapat terjadi apabila seorang debitur tidak mampu untuk membayar kepada kreditur atas utang-utangnya yang telah jatuh waktu. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun pihak ketiga atas suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. 62

13 Terkait dengan pihak-pihak yang berwenang mengajukan pailit diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni: a. Debitor sendiri b. Satu atau lebih Kreditornya c. Kejaksaan untuk kepentingan umum d. Bank indonesia dalam hal Debitor adalah bank e. Badan Pengawasan Pasar Modal dalam hal Debitornya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga kliring dan Penjaminan, Lembaga penyimpanan dan Penyelsaiaan. f. Menteri Keuangan dalam hal Debitornya perusahan Asuransi, Reasuransi dana pensiun atau BUMN yang bergerak dalam bidang publik. Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut disebutkan bahwa permohonan pailit terhadap Debitor yang bergerak di bidang Pasar Modal, pengajuan permohonan pernyataan pailit nya hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pasal ini secara tegas menutup kemungkinan kepada pihak lain dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada debitor yang bergerak di bidang Pasar Modal. Hal tersebut juga ditegaskan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (3) menyebutkan bahwa: Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank. 63

14 Selain itu, dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal (UUPM) menyatakan bahwa pembinaan, pegaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang disebut Bapepam. Selain itu berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, berbunyi : Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi- instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan BI terhadap bank. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal hanya dapat diajukan oleh Bapepam oleh karena Bapepam merupakan lembaga yang diberi amanat undangundang untuk mengawasi seluruh kegiatan di bidang pasar modal dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang sendiri memberikan kewenangan penuh hanya kepada Bapepam untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya. 64

15 2. Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Ketentuan mengenai pihak-pihak yang berwenang mengajukan pailit kemudian berubah setelah adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini karena setelah terbentuknya OJK melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal dialihkannya dari Bapepam kepada OJK. Pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang tersebut di atas, diatur dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi: 1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Mentreri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. 49 2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektro perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Dengan demikian fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan perbankan beralih dari BI ke OJK termasuk juga beralihnya wewenang pengaturan dan pengawasan pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya dari Bapepam-LK ke OJK. 49 Adanya lembaga OJK merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI), yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dan masyarakat 65

16 Pengalihan tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang mengubah Susunan Organisasi Eselon I Kementerian Keuangan dengan tidak adanya lagi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam Susunan Organisasi Eselon I Kementerian Keuangan. Adapun adapun fungsi OJK dalam Bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal menyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan sektor pasar modal yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, OJK mempunyai tugas pokok: 50 1) Menyusun peraturan pelaksanaan di bidang Pasar Modal; 2) Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar Modal; 3) Menetapkan ketentuan akuntasi di bidang Pasar Modal; 4) Merumuskan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang Pasar Modal; 5) Melaksanakan analisis, pengembangan dan pengawasan Pasar Modal termasuk Pasar Modal Syariah; 6) Melaksanakan penegakan hukum di bidang Pasar Modal; 50 Otoritas Jasa Keuangan, Fungsi dan Tugas OJK, diakses dari pada pada 28 Mei

17 7) Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh OJK, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; 8) Merumuskan prinsip-prinsip Pengelolaan Investasi, Transaksi dan Lembaga Efek, dan tata kelola Emiten dan Perusahaan Publik; 9) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperolah izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari OJK dan pihak lain yang bergerak di bidang Pasar Modal; 10) Memberikan perintah tertulis, menunjuk dan/atau menetapkan penggunaan pengelola statuter terhadap pihak/lembaga jasa keuangan yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal dalam rangka mencegah dan mengurangi kerugian konsumen, masyarakat dan sektor jasa keuangan; dan 11) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner Dalam melaksanakan tugasnya OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial, khusus untuk Pasar Modal maka berdasarkan pasal 10 ayat (4) huruf d Dewan Komisioner dikendalikan oleh seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota yang bertugas memimpin tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal. 67

18 Terkait dengan asset dan kekayaan Bapeppam diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, bahwa asset kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK. Pada penjelasan pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kekayaan dan kekayaan negara dalam adalah meliputi gedung, kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor, dan infrastruktur lainnya yang merupakan penunjang terselenggaranya kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Yang dimaksud dengan dokumen adalah data dan informasi baik dalam bentuk tertulis maupun elektronik yang dimiliki dan/atau digunakan dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan OJK adalah kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Yang dimaksud dengan digunakan adalah dapat dimanfaatkan, dikelola, dan dipelihara oleh OJK. 68

19 Sementara mengenai keputusan tentang pemberian izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan persetujuan atau penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan sebelum beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dinyatakan tetap berlaku, dan permohonan atas kegiatan tersebut, berdasarkan Pasal 67 ayat 2, penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Peralihan kewenangan sebagaimana tersebut di atas berdampak juga secara langsung terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dimana kewenangan bagi lembaga-lembaga yang diatur dalam ketentuan Pasal (2) sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang tersebut secara otomatis berpindah ke OJK kecuali untuk pengajuan permohonan kepailitan atas Bank yang masih dipegang oleh BI, hal ini karena amanat dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang itu sendiri dalam Pasal 2 ayat (3) yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya menjadi 69

20 kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan (macroprudential). Sehingga pada kepailitan terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal, kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit yang awalnya hanya bisa dilakukan oleh Bapepam sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, yang berbunyi: Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelasaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. 51 Dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka kewenangan pengajuan pailiti tersebut beralih pada OJK, dalam hal ini OJK sebagai otoritas yang memiliki kewenangan pembinaan, pengawasan dan pengaturan di bidang Pasar Modal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kewenangan mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit terhadap debitor Perusahaan Efek yang telah memenuhi syarat-syarat kepailitan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang sejak tanggal 31 Desember 2013 hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 51 Hal itu dikarenakan hanya Bapepam lah lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengawasi seluruh kegiatan yang bergerak dalam kegiatan pengumpulan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek. 70

21 C. Implikasi Hukum Putusan Pailit Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/ PN.Niaga.Jkt.Pst 1. Hasil Pembahasan/Penelitian Sebagaimana telah Penulis uraikan di atas, bahwa terkait dengan pihakpihak yang berwenang mengajukan pailit diatur dalam Pasal 2 Undang- Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni: a. Debitor sendiri b. Satu atau lebih Kreditornya c. Kejaksaan untuk kepentingan umum d. Bank indonesia dalam hal Debitor adalah bank e. Badan Pengawasan Pasar Modal dalam hal Debitornya Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga kliring dan Penjaminan, Lembaga penyimpanan dan Penyelsaiaan. f. Menteri Keuangan dalam hal Debitornya perusahan Asuransi, Reasuransi dana pensiun atau BUMN yang bergerak dalam bidang publik. Terhadap Putusan Pailit Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/ PN.Niaga.Jkt.Pst yang menjadi Termohon adalah perusahaan sekuritas selaku perusahaan yang bergerak di pasar modal (efek). Sementara para pemohon pailit adalah Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah, keduanya merupakan warga negara perseorangan yang menjadi nasabah PT AAA Sekuritas. Pemohon yang mengajukan permohonan pailit adalah pribadi-pribadi yang tidak punya kapasitas sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Sementara menurut Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi: 71

22 Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Mentreri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Dengan demikian Permohon Pailit adalah pihak yang tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan perkara kepailitan terhadap perusahaan yang bergerak di bidang Pasar Modal (Efek). Sebagaimana Penulis uraikan di atas bahwa Permohonan pailit yang diajukan oleh Para Pemohon, menurut Majelis Hakim dalam pertimbangannya telah memenuhi syarat dan unsur kepailitan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, yaitu: a. Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih; b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang; c. Yang telah jautuh tempo atau dapat ditagih; d. Dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Berdasarkan fakta-fakta di persidangan syarat dan unsur sebagaimana tersebut di atas memang terpenuhi. Sehingga menurut Majelis Hakim berdasarkan Pasal 8 Ayat (4) UUK-PKPU permohonan tersebut harus dikabulkan. Namun, yang menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah kapasitas Para Pemohon. Pemohon yang mengajukan permohonan pailit merupakan 72

23 pribadi-pribadi yang tidak punya kapasitas sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga seharusnya kedua kreditor dari PT AAA Sekuritas tidak memiliki alas hak (legal standing) dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT AAA Sekuritas, hal ini karena permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek hanya dapat dikabulkan jika diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Meskipun hakim memiliki kemandirian dan kebebasan untuk memutus suatu perkara. Namun, dalam memutus perkara hakim harus memperhatikan Pasal 50 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa: Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tidakk tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Jadi, seorang hakim dalam memutuskan perkara harus tunduk dan patuh pada undang-undang yang berlaku. Dan apabila merujuk kepada ketentuan tersebut, maka seharusnya Putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Nomor :08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. melanggar ketentuan Pasal 50 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakimana No.48 Tahun Hemat Penulis, putusan hakim tersebut telah mengesampingkan peraturan yang berlaku. Dalam penyelesaian Perkara Kepailitan, maka 73

24 dasar hukum yang di jadikan para Pihak yang terlibat dalam Proses Kepailitan, adalah Undang-undang Nomor 37 Tahun Terkait kasus pada perkara Nomor :08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. maka berlaku ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004, yang berbunyi: Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kriliring dan Penjaminan, Lembanga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan Pernyataan Pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Kemudian dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka berlakulah asas hukum Lex Post Teriori Derogat Legi Priori (ketentuan peraturan (yang baru mengenyampingkan / menghapus berlakunya ketentuan yang lama yang mengatur materi hukum yang sama). Sebagaimana ketentuan Pasal 55 Ayat (1) UU OJK bahwa terhitung tanggal 31 Desember2012, Tugas dan Fungsi Bapepam-LK berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka dengan adanya ketentuan tersebut, kewenangan Bapepam yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU diambil alih oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kewenangan OJK dalam bidang Pasar Modal yang sebelumnya merupakan kewenangan Bapepam, tercantum dalam Pasal 6 huruf b Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK, yang berbunyi OJK melaksanakan tugas pengaturan danpengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal. 74

25 Kemudian dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf Undang-undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi sebagai berikut : Untuk Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, OJK berhak melakukan pembelaan hukum dengan mengajukan gugatan yang ditujukan: a. memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud; b. mengajukan gugatan: 1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari Pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada dibawah pengawasan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun dibawah dibawah penguasaan Pihak lain, dengan itikad tidak baik; atau 2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan, sebagai akibat dari pelanggaran atasperaturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan. Berdasarkan ketentuan tersebut, OJK dalam kerangka melaksankan tugas berhak mengajukan pembelaan hukum dalam kerangka perlindungan terhadap masyarakat yang merasa dirugikan oleh lembaga Jasa keuangan. Sehingga seharusnya para nasabah dari PT. Andalan Artha Advisido 75

26 (AAA Sekuritas), tidak mengajukan gugatan langsung ke Pengadilan tetapi melalui OJK sebagai Pihak yang berwenanng. Namun Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memperhatikan ketentuan tersebut, dan justru mengabulkan permohonan Pailit Para Pemohon. Pengabulan terhadap permohonan Pailit yang diajukan oleh nasabah tersebut, merupakan bentuk penyimpangan terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada tentang Kepailitan. Oleh karenanya. Penjatuhan putusan pailit oleh Majelis Hakim terhadap PT AAA Sekuritas yang merupakan Perusahaan Efek, memungkinkan terjadinya akibat hukum, baik akibat hukum terhadap perusahaan itu sendiri, maupun terhadap para nasabah dari perusahaan tersebut. 2. Akibat Hukum a. Terhadap Perusahaan Sebagaimana ketentan Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU, pada saat putusan pernyataan pailit diputuskan, maka debitor pailit demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, termasuk haknya untuk mengurus harta kekayaannya sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Dalam Penjelasan Pasal 24 ayat (1) disebutkan bahwa apabila debitor adalah suatu Perseroan Terbatas (PT), maka organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan 76

27 berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit, adalah wewenang kurator. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dengan adanya putusan pernyataan pailit terhadap perusahaan PT AAA Sekuritas, organ perusahaan tersebut tetap dapat berfungsi dengan ketentuan dalam pelaksanaan fungsi tersebut tidak menyebabkan berkurangnya harta kekayaan perusahaan yang termasuk dalam harta pailit. Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (4) UUK dan PKPU, apabila sebelum putusan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di buras efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Dalam penjelasan Pasal 24 ayat (4) tersebut disebutkan bahwa, Transaksi efek di bursa efek perlu dikecualikan, hal tersebut untuk menjamin kelancaran dan kepastian hukum atas transaksi efek di bursa efek. Adapun penyelesaian transaksi efek di bursa efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Selain akibat-akibat putusan pernyataan pailit terhadap PT AAA Sekuritas tersebut di atas, putusan pernyataan pailit juga memungkinkan terjadinya dua akibat hukum. Akibat hukum, sebagai berikut: Pertama adalah PT AAA Sekuritas yang dinyatakan pailit dapat tetap beroperasi. Kelanjutan Perusahaan Efek yang dipailitkan dapat terjadi apabila memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 104 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa 77

28 berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Pasal 104 ayat (2) menentukan bahwa apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, kurator memerlukan izin Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut. Diteruskannya kelanjutan usaha dari debitor (Perusahaan Efek) yang dinyatakan pailit maka keuntungan yang akan diperoleh diantaranya yaitu: 52 a. Dapat menambah harta si pailit dengan keuntungankeuntungan yang mungkin diperoleh dari perusahaan itu b. Ada kemungkinan lambat laun si pailit akan dapat membayar utangnya secara penuh c. Kemungkinan tercapai suatu perdamaian. Kedua, pasca penjatuhan putusan pailit terhadap Perusahaan Efek adalah dibubarkannya Perusahaan Efek. Pembubaran Perusahaan Efek dapat terjadi dikarenakan dua hal yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas yaitu: a. Proses pembubaran karena harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan Zainal Asikin, 2000, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Jakarta: Raja Grafindo Persada,hal Pasal 142 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 78

29 Perusahaan Efek yang bubar diakibatkan harta perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, maka Hakim Pengadilan Niaga memutus untuk mencabut kepailitan sekaligus menghentikan tugas kurator. Pada putusan juga Majelis Hakim menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator. Berdasarkan putusan tersebut, maka dilakukan pembubaran Perusahaan Efek oleh Likuidator. b. Proses pembubaran karena harta pailit dalam keadaan Insolvensi 54 Harta pailit yang diputus dalam keadaan insolvensi maka menurut Pasal 187 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, Hakim Pengawas mengadakan rapat kreditor untuk membahas pemberesan harta pailit. Dengan demikian, apabila ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 187 ayat (1) tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terhitung sejak Perseroan dinyatakan dalam keadaan insolvensi (staat van failissement, state of bankcruptcy), berarti pula sejak saat itu terjadi pembubaran perseroan oleh Kurator sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 142 ayat 2 huruf a 54 Pasal 142 ayat (1) huruf e, Ibid 79

30 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persetroan Terbatas yang menyatakan bahwa likuidasi yang dilakukan oleh Kurator adalah likuidasi khusus dalam hal Perseroan bubar karena harta pailit Perseroan dalam keadaan insolvensi. Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 187 ayat (1) UUK dan PKPU, Setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvens, maka menurut Hakim Pengawas dapat mengadakan suatu rapat kreditor pada hari, jam, dan tempat yang ditentukan untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit dan jika perlu mengadakan pencocokan piutang, yang dimasukkan setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1), dan belum juga dicocokkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan OJK Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, Apabila suatu perusahaan efek bubar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1) UUPT, maka izin usaha perusahaan efek tersebut dapat dicabut oleh OJK. Pencabutan izin usaha oleh OJK tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal 61 huruf d yang menentukan bahwa izin usaha perusahaan efek yang melakukan kegiatan 80

31 usaha sebagai penjamin emisi efek atau perantara pedagang efek dapat dicabut oleh OJK apabila perusahaan tersebut bubar. b. Terhadap Para Nasabahnya Sebagaimana ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang berbunyi: Perusahaan Efek yang menerima Efek dari nasabahnya wajib: b. menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari rekening Perusahaan Efek; dan c. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bapepam. Jadi, ketentuan tersebut mewajibkan perusahaan efek yang menerima efek dari nasabahnya untuk menyimpan efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari rekening perusahaan efek, dan menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh OJK. Sehingga aset milik nasabah perusahaan efek tetap menjadi hak para nasabah tersebut meskipun perusahaan efek telah dinyatakan pailit, karena telah terjadi pemisahan antara harta kekayaan perusahaan efek dengan harta kekayaan para nasabahnya. 81

32 Kemudian, terkait ketentuan pemisahan harta kekayaan tersebut telah diatur dalam Pasal 37, bahwa efek nasabah yang dikelola oleh perusahaan efek merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian kekayaan dari perusahaan efek. Oleh karena itu, efek nasabah tersebut harus disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening perusahaan efek. Karena efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari kekayaan perusahaan efek, dalam hal perusahaan efek yang bersangkutan pailit atau likuidasi, efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi. Dengan demikian, semua kreditor atau pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadap perusahaan efek tidak mempunyai hak untuk menuntut efek nasabah yang dikelola oleh perusahaan efek. Lebih lanjut penjelasan Pasal 37 tersebut menjelaskan bahwa di samping kewajiban untuk memisahkan Efek nasabah dari kekayaan Perusahaan Efek, Perusahaan Efek juga wajib menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabahnya agar tidak terjadi pencampuran Efek di antara nasabahnya. Selain itu, Perusahaan Efek juga menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabah agar terhindar dari kemungkinan hilang, rusak ataupun risiko kecurian. Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap nasabah Perusahaan Efek dapat secara mudah mengetahui jumlah efeknya dan menggunakannya untuk kepentingan pembuktian. 82

33 Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, maka pihak-pihak yang bersengketa dengan perusahaan efek (dalam hal ini adalah para kreditor), khususnya dalam hal perusahaan efek yang dinyatakan pailit tidak dapat mengklaim harta kekayaan nasabah perusahaan efek sebagai bagian dari harta perusahaan efek. Hal ini karena telah terjadi pemisahan antara harta kekayaan perusahaan efek dengan harta kekayaan nasabah perusahaan efek. 83

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN BATANG TUBUH PENJELASAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAH REASURANSI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek, yang diterbitkannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN IMBALAN BAGI

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2014 OJK. Perusahaan Pembiyaan. Kelembagaan. Perizinan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5637) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi

2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.371, 2016 KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan Jasa. Pedoman.Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.111, 2011 EKONOMI. Otoritas Jasa Keuangan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-715/BL/2012 TENTANG DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban

Lebih terperinci

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) 1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega

2 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Nega LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2015 KEUANGAN. OJK. Dana Pensiun. Investasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5692) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.05/2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5504 OJK. Pungutan. Kewajiban. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 33) PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan No.133, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6080) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo

2017, No Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Pedoman Kontrak Pengelolaan Reksa Dana Berbentuk Perseroan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomo No.132, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Reksa Dana. Perseroan. Pengelolaan. Kontrak. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6079)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/POJK.02/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 37 ayat (6) UU OJK,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Perdagangan. Berjangka. Komoditi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5548) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

DANA PERLINDUNGAN PEMODAL DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.04/2016 TENTANG DANA PERLINDUNGAN PEMODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG

-1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG -1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBUBARAN DAN PENYELESAIAN LIKUIDASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates Kepailitan Miko Kamal Principal, Miko Kamal & Associates Sejarah Kepailitan Pada masa Hindia- Belanda: Faillissements- verordening Staatblad 1905:217 juncto Staatblad 1906: 348) Masa merdeka: - Peraturan

Lebih terperinci

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; Kamus Pasar Modal Afiliasi 1 hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal; 2 hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN -1- RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2014 TENTANG INVESTASI DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR: KEP-552/BL/2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2015 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2017 KEUANGAN OJK. Informasi Keuangan. Sistem Layanan. Debitur. Pelaporan. Permintaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal No.121, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Portofolio Efek. Nasabah. Individual. Pengelolaan. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6068) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 I. TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN Putusan perkara kepailitan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2014 TENTANG PENERBITAN REKSA DANA SYARIAH

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2014 TENTANG PENERBITAN REKSA DANA SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2014 TENTANG PENERBITAN REKSA DANA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan

Lebih terperinci