PELECEHAN SEKSUAL. (Di Lihat Dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELECEHAN SEKSUAL. (Di Lihat Dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP)"

Transkripsi

1 PELECEHAN SEKSUAL (Di Lihat Dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari ah (S.Sy) OLEH Yayah Ramadyan NIM: KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H /2010M 10

2 11 PELECEHAN SEKSUAL (DI LIHAT DARI KACAMATA HUKUM ISLAM DAN KUHP) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari ah (S. Sy) Oleh: Yayah Ramadyan NIM : Di Bawah Bimbingan : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Hj. Mesraini. M.Ag NIP: Sri Hidayati. M.Ag NIP: KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

3 12 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Sripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidaytullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sankksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 8 Maret 2010 Yayah Ramadyan

4 13 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul Pelecehan Seksual (Dilihat dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP) telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 8 maret skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Pada program studi kepidanaan Islam.Jakarta, 8 Maret 2010 PANITIA UJIAN Mengesahkan, Dekan fakultas Syariah dan Hukum Prof.DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP: KETUA : Dr. Asmawi. M.Ag NIP: (...) 2. SEKRETARIS : Sri Hidayati. M.Ag NIP: (...) 3. PEMBIMBING I : Dr. Hj. Mesraini. M.Ag NIP: (...) PEMBIMBING II : : Sri Hidayati. M.Ag NIP: (...) (...) 6. PENGUJI I : H. Zubir Laini, SH. NIP: (...) PENGUJI II Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag NIP:

5 14 KATA PENGANTAR بسم االله الر حمن الر حيم Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, yang telah memberikan nikmat dan hidayah-nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad S.A.W, serta keluarga dan para sahabat dan pengikutnya. Skripsi ini berjudul Pelecehan Seksual (Di Lihat Dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP) yang disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana Syariah pada program studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MM, MM, Selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-stafnya. 2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. 3. Ibu Dr. Hj. Mesraini M.Ag dan Ibu Sri Hidayati M.Ag, selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam rangka penulisan dan penyelesaian skiripsi ini.

6 15 4. Pimpinan serta para dosen yang telah mendidik penulis, selama menuntut ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Jinayah Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga berkat didikan dan perhatiannya penulis dapat menyelesaikan studi yang diakhiri dengan penulisan skipsi ini. 5. Pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas fasilitas yang di berikan guna penyelesaian skripsi ini. 6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu berdo a dan mendidik dengan penuh kasih sayang serta kedua kakak penulis yakni Siti Hasanah. S.Sos. M.Ec.Dev yang selalu membimbing dan telah meminjamkan laptopnya sampai larut untuk mengetik skripsi, serta Sri Rohayati S.E yang memberikan motifasi dan spirit yang tidak bosan-bosannya kepada penulis. 7. Mamang Nana yang memarahi penulis agar secepatnya menyelesaikan skripsinya dan telah mendo akan agar selalu berada dalam lindungan Allah S.W.T; 8. Ria Lestari yang telah memberikan masukan judul skipsi ini pada penulis; 9. Teman sekolah dan teman sepermainan yang telah memberi support moril, selama dalam proses penyelesaian skripsi: Yuli Astuti S.Pd, Mayang, Toro, Sukoco, Risdianto, Suryani, Zahro, Ali, Desi, Sulis, Ediar, Beny, Agung, Sandy, Alvin, Amri, Khotib, Hendru, dan Moch. Endang Soepandi dan lain-lain yang tidak disebutkan satu persatu. 10. Rekan-rekan di Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya program Studi Jinayah Siyasah, Pidana Islam angkatan 2005: Laili, Indah, Iin, Khusnul Anwar, Sunendi, Ahmad Jaelani, Abdul Malik, Ahmad Jaelani, Deni Junaedi, Santoso, Lukman,

7 16 Adi, Laila, Wiwit, Dewi, Nafis, Rina, Ifada, Rina, dan lain-lain, dan angkatan 2004: Amin Prasetyo, Fahrozi, Novi, Unay, dan program Studi Perbandingan Mazhab yang kenal dengan penulis yakni: Edi, Robi, Aldi, Mustafa, Jaelani, dan lain-lain, yang tidak disebutkan satu persatu oleh penulis. 11. Abang Zulfi yang telah mensuport dari awal ujian komprehensif hingga selesai. Penulis sangat bersyukur telah mengenal Abang Zulfi. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan skipsi ini banyak sekali kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Hanya dengan bermunajat kepada Allah-lah penulis memohon dan berdo a semoga amal baik serta jasa-jasa mereka diberikan balasan pahala yang berlipat ganda oleh Allah S.W.T. Amin ya Robal alamin. Jakarta, 13 Dzulhijah 1430 H 30 November 2009 M Penulis

8 17 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... i iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang..... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Review Pustaka E. Metodelogi Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELECEHAN SEKSUAL A. Pengertian Pelecehan Seksual... B. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual... C. Faktor faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pelecehan Seksual... D. Dampak Pelecehan Seksual Terhadap Korban BAB III PELECEHAN SEKSUAL DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN KUHP... 20

9 18 A. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perbuatan Pelecehan Seksual... B. Pandangan KUHP Tentang Perbuatan Pelecehan Seksual BAB IV PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN KUHP TENTANG SANKSI PIDANA PERBUATAN PELECEHAN SEKSUAL A. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Menurut Hukum Islam... B. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Menurut Hukum Positif... C. Analisa Perbandingannya... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... B. Saran DAFTAR PUSTAKA... 89

10 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikenal sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup di dalam kehidupan yang berkelompok/bermasyarakat. Di sinilah gejala sosial yang disebut dengan pelecehan sering timbul dalam kehidupan manusia. Masalah pelecehan seksual ini merupakan persoalan reaksi jender yang sangat luas dan kompleks yang menyangkut dalam aspek kehidupan manusia seperti terdapat pada moral, agama, iman dan lain-lain. Pelecehan sering dirasakan sebagai perilaku menyimpang, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang terlibat dalam suatu hubungan seksual atau menetapkan seseorang sebagai objek perhatian yang tidak diinginkannya. 1 Artinya, pelecehan seksual dapat berupa sikap yang tidak senonoh, seperti menyentuh anggota tubuh yang vital dan dapat pula hanya berupa kata-kata atau pernyataan yang bernuansa tidak senonoh. Sedangkan orang yang menjadi objek sentuhan atau pernyataan tersebut tidak menyenanginya. 1 Rohan Colier, Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Masyarakat dan Minoritas, (Yogyakarta: PT. Tiara Yogya, 1998), Cet. Ke-1 h. 4.

11 20 Lebih rentan lagi pelecehan seksual ini sangat luas meliputi : main mata, bersiul nakal, cubitan, humor porno, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan imingiming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual bahkan sampai perkosaan. 2 Pelecehan seksual ini bisa sering terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di dalam bus kota, pabrik, supermaket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, dan sebagainya baik pada siang hari maupun pada malam hari. Bila kita cermati lebih detail lagi yang sering menjadi korban pelecehan seksual adalah kaum hawa atau kaum perempuan, perempuan sering dilecehkan secara seksual karena ketidakberdayaannya, yang selalu berada di bawah kekuasaan kaum laki-laki. Namun ada juga yang berpendapat korban pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi pada kaum perempuan saja, tapi ada juga korban pelecehan seksual ini terjadi pada kaum laki-laki sesuai dengan pendapat dari Beuvais, tapi menurut pendapat khaeruddin yang lebih sering dijadikan korban pelecehan seksual hanya kaum perempuan. Artinya, pelecehan seksual ini terjadi karena kaum laki-laki sangat memiliki kekuasaan dan kedudukannya di mata masyarakat, sedangkan kaum perempuan dipandang hanya sebagai pemuas atau pelampiasan hawa nafsu belaka. Selanjutnya, perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual itu tidak hanya perempuan normal. Akan tetapi sering juga dialami oleh perempuan penyandang cacat. Yang dimaksud dengan penyandang cacat dalam Undang-undang no.4 tahun 2 Pelecehan Seksual, 11/19/2008

12 adalah setiap orang yang mempunyai kelainan pada fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan atau hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layak. Para penyandang cacat ini dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok : 1. Penyandang cacat fisik, 2. Penyandang cacat mental dan, 3. penyandang cacat fisik dan mental. 3 Salah seorang di antara wanita penyandang cacat fisik yang menjadi korban adalah MINAH (bukan nama sebenarnya) yang berdomisili di daerah kemayoran Jakarta Pusat,di jln. H. Jiung Rt.15/Rw. 04 No. 20.mengalami pelecehan seksual ketika dia meminta bantuan untuk menyeberangi jalan raya. Pada saat itulah dia diberlakukan tidak senonoh/dipegang payudaranya. 4 Sedangkan, dalam pandangan hukum Islam tentang perilaku pelecehan seksual ini belum diatur secara tegas, karena pembahasannya belum ada dalam Al-qur an maupun hadist, dengan demikian ketentuan hukum tentang pelecehan seksual ini masih menjadi ijtihad para ulama. Hukuman tersebut berbentuk Takzir. Bentuk hukuman tersebut dapat berupa hukuman mati, jilid, denda, pencemaran nama baik dan lain-lain. Hukuman Takzir yang dikenakan kepada pelaku pelecehan seksual harus sesuai dengan bentuk pelecehan seksual yang dilakukan, dan hukuman tersebut 3 Undang-Undang Penyandang Cacat No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal.1 h.1 4 Swadaya Mandiri Ingin Mandiri Laporan : Dwidjo.htm diakses 22 Novenber 2008.

13 22 disanksikan kepada pelaku demi kemaslahatan. Karena pada dasarnya pelecehan seksual ini menyangkut akhlak seseorang baik atau buruknya. Dalam Al-qur an hanya menjelaskan tentang zina bukan tentang pelecehan seksual. 5 Dalam hukum Islam jangankan berciuman atau memegang anggota tubuh seorang perempuan, melihat dengan menimbulkan syahwat saja tidak boleh karena akan membawa ke arah zina. Sebagaimana terdapat dalam surat Al Isra ayat 32 ❼ ❽ ❷ ⓿ (العسر (32:17/ 32. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra/17:32) Tidak hanya melarang mendekati zina, tapi Islam juga memerintahkan kita untuk menjaga pandangan kepada siapa saja kecuaili dengan suami mereka, anak mereka,saudara mereka, orang tua merka, anak-anak mereka. Hal ini sessuai dengan firman Allah dalam surat An-Nur ayat 31 yang artinya: 3 & ❷ 6 ❷ ❷ ❷ 3 ❸ ⓿ 9 3 & 10 ❼ 3 5 Ali Akbar. Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Ghali indonesia, 1982),cet pertama h.5

14 23 3 ❻ ❼ ❸ ❷ ❷ ❼ ❷ 3 ❸ 4 ❻ 3 6 ⓿ ❻ ❼ 3 ❿3 10 ) الن ور/ 42 : (31 Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah ia menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa (tampak) dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau puteraputera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanitawanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Q.S. An- Nur/24:31) Adapun jika ketidaksengajaan maka hal itu tidaklah berdosa, tapi pandangan selanjutnya apabila disertai dengan syahwat atau nafsu seksual maka tidak diperbolehkan Hukum Islam belum menjelaskan sanksi untuk memidanakan pelaku pelecehan seksual, apakah takzir, had, seperti hukuman pada perbuatan zina. Karena belum dijelaskan secara terperinci oleh masyarakat. Oleh karena itu bagi pelaku pelecehan seksual akan dikenakan hukuman takzir. Bentuk hukuman takzir ini akan diserahkan kepada penguasa atau hakim yang berhak untuk memutuskan suatu perkara.

15 24 Di Indonesia perkara yang berkait dengan kriminal dan kejahatan asusila diputuskan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang diadopsi dari hukum Belanda. Meskipun demikian, berkaitan dengan perkara pelecehan seksual dengan ketentuan sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP dinilai belum memadai, bahkan istilah pelecehan seksual tidak ditemukan dalam KUHP. Penanganan yuridis kasus-kasus pelecehan seksual mengalami hambatan-hambatan, terutama menyangkut rumusan tindak pidana ataupun deliknya Dengan kata lain, baik dalam hukum Islam maupun dalam KUHP belum ada ketegasan perlindungan bagi korban pelecehan seksual. Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti persoalan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul PELECEHAN SEKSUAL (DI LIHAT DARI KACAMATA HUKUM ISLAM DENGAN KUHP) B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar tidak terjadi kesimpangsiuran masalah, maka penulis akan membatasi masalah yang akan dibahas adalah tentang sanksi pidana bagi pelaku pelecehan seksual menurut Hukum Islam dan KUHP. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap perbutan pelecehan seksual? 2. Bagaimana pandangan KUHP tentang perbuatan pelecehan seksual? 3. Apakah perbedaan dan persamaan antara Hukum Islam dan KUHP tentang sanksi pidana perbuatan pelecehan seksual?

16 25 C. Tujuan dan Manfaat penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap perbuatan pelecehan seksual. 2. Untuk mengetahui pandangan KUHP tentang perbuatan pelecehan seksual. 3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara Hukum Islam dan KUHP tentang sanksi pidana perbuatan pelecehan seksual. Dari penelitian ini diharapkan mendapatkan manfaat yaitu: 1. Agar dapat mengetahui pandangan mengenai perbuatan pelecehan seksual menurut hukum Islam dan hukum Positif. 2. Agar dapat mengetahui perbandingan perbandingan antara hukum Islam dan KUHP mengenai perbuatan pelecehan seksual. C. Review Pustaka Penulis menggunakan beberapa buku yang berkaitan dengan masalah itu di antaranya adalah : Pertama Suparman Marzuki, Eko Prasetyo Aromaelmina Martha yang berjudul Pelecehan Seksual (Pergumulan Antara Tradisi Hukum dan Kekuasaan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, FH UII, Desember, Cetakan pertama, yang isinya adalah Seksualitas dalam Perspektif Metafisika Fiqh, Seksualitas dalam Perspektif Metafisika Agama, Kejahatan Kesusilaan dan Pelecehan Seksual dalam Perspektif Kriminologi dan Viktimologi.

17 26 Kedua Abrarana Nadhiya, yang berjudul Pelecehan dan Kekerasan Seksual: Analisa Isi Surat Kabar, 1977, yang isinya mengenai berbagai macam Pelecehan Seksual dan kekerasan yang terdapat dari Koran Kompas, Media Massa. Dari berbagai karya tulis di atas, penulis melihat masih ada sisi-sisi lain yang dapat menjadi bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini. Di antaranya adalah belum adanya pembahasan mengenai sanksi pidana bagi pelecehan seksual menurut perspektif hukum Islam dan KUHP, apalagi memperbandingkan antara keduanya. C. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu metode penelitian ilmiah yang menggunakan data dengan tujuan tertentu dan dianalisis serta dijabarkan guna mengetahui kebenaran dari data yang diperoleh. Teknik pengumpulan datanya diperoleh dari studi kepustakaan. Pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, majalah, dokumen-dokumen, media cetak, bahkan dari internet yang berhubungan dengan judul skripsi ini yang mana digunakan dengan penelitian sekunder. Teknis analisis data, penulis menggunakan teknis content analisis, yaitu menganalisa masalah pokok yang diteliti menurut isinya. Sedangkan teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman tulisan skripsi, dan disertai yang disusun oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007.

18 27 G. Sistematika Penulisan. berikut : Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari sub-sub bab sebagai BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : : : : : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, dan sistematika Penulisan Merupakan tinjauan umum tentang pelecehan seksual, yang di Dalamnya membahas tentang pengertian dari pelecehan seksual, bentuk-bentuk pelecehan seksual, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pelecehan seksual Merupakan pembahasan tentang pelecehan seksual dalam pandangan hukum Islam dan KUHP yang di dalamnya membahas tentang pandangan hukum Islam terhadap perbuatan pelecehan seksual dan pandangan KUHP tentang perbuatan pelecehan seksual. Merupakan perbandingan antara hukum Islam dan KUHP tentang sanksi pidana perbuatan. Yang didalamnya membahas tentang sanksi pida na bagi pelaku pelecehan seksual menurut Hukum Islam dan KUHP Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.

19 28 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELECEHAN SEKSUAL. Pengertian Pelecehan Seksual Pelecehan seksual nampaknya merupakan istilah yang baru. Istilah tersebut muncul di Amerika sepanjang tahun 70-an mengikuti pergerakan kaum perempuan. Pada tahun 1980-an istilah pelecehan seksual telah umum dipakai di Inggris. Karena perempuan makin banyak memasuki dunia kerja, tingkat pelecehan seksual semakin meningkat baik setelah terbentuknya kesempatan luas atau disebabkan laki-laki semakin terancam dan melakukan pelecehan seksual agar perempuan tetap berada dalam genggamannya. 6 Pelecehan seksual dirasakan sebagai perilaku intimidasi, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang terlibat dalam suatu hubungan seksual atau menempatkan seseorang sebagai objek perhatian seksual yang tidak diinginkannya 7. Sedangkan menurut tim penulis dari Departemen Pendidikan dan Budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pelecehan seksual itu dapat di bagi dua, yaitu kata pelecehan dan seksual. 8 Dalam Kamus Bahasa Indonesia ini pelecehan berasal 6 Rohan Coier, Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Mayoritas dan Minoritas, (Yogyakarta : PT. Tiara Yogya, 1998), Cet. Ke-,1 h.2 7 Rohan Colier, Ibid. h.4 8 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet Ke-1, h507

20 29 dari kata leceh yang berarti memandang rendah, menghinakan atau tak berharga. Sedangkan kata seksual berasal dari kata seks. Seks, sangat sering diartikan sebagai jenis kelamin biologis, yaitu: laki-laki dan perempuan. Jadi kata seksual (kata sifat) adalah sifat suatu hal yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin, dan hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, serta hal-hal lainnya yang mengandung unsur yang bersifat hasrat atau nafsu seksual. 9 Dengan demikian pelecehan seksual menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah dua kata yang dijadikan satu yang bermakna merendahkan, menghinakan kaum perempuan. Jika kata pelecehan seksual kata sifat merendahkan suatu hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, yang mengandung unsur sifat hasrat atau hawa nafsu. Dalam pengertian pelecehan seksual ini sangat banyak yang diberikan orang dalam kontek kalimat. Namun, dari semua pengertian itu dapat di pahami bahwa pelecehan seksual mengacu pada perbuatan yang dapat dirasakan oleh korbannya tidak menyenangkan, karena perbuatan tersebut bersifat intimidasi, menghina atau tidak menghargai dengan membuat seseorang sebagai objek pelampiasan seksual. Menurut Beuvais 10 pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi pada kaum wanita saja tetapi pada kaum laki-laki juga bisa saja terjadi korban pelecehan seksual. Dan juga Beuvais ini mengelompokkan menjadi empat kelompok yang menjadi pelecehan seksual antara lain: laki-laki melecehkan perempuan, 9 Depdikbud kamus Besar Bahasa Indonesia. Ibid. H Beuvais adalah pakar hukum dari belanda

21 30 perempuan melecehkan laki-laki, heteroseksual melecehkan homoseksual, dan, homoseksual melecehkan heteroseksual. 11 Sasaran pelecehan seksual tidak hanya wanita muda, yang cantik dan bodinya sangat menggairahkan. 12 Akan tetapi juga wanita paruh baya yang mempunyai kekurangan dalam fisiknya. Sering sekali pelaku pelecehan seksual tidak memandang fisik atau usia korban, yang ada hanyalah bagaimana para penikmat syahwat ini dapat melampiaskannya. Perempuan yang sering dijadikan korban adalah perempuan yang masih belia atau remaja, yang masih mudah tidak memiliki cacat pada anggota tubuh, sedangkan laki-laki yang sering melakukan pelecehan seksual adalah laki-laki yang tidak memiliki moral. A. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual Ada beberapa bentuk pelecehan seksual yang berdasarkan tingkatan antara lain 1). Tingkatan pertama : Gender Harassment adalah pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan seseorang berdasarkan jenis kelamin (sexist). Bentuk-bentuknya antara lain : cerita porno atau gurauan yang mengganggu; kata-kata seksual yang kasar dan ditujukan kepada seseorang; kata-kata rayuan tentang penampilan seseorang, tubuh, atau kehidupan seseorang; memandang secara terus menerus, mengerlingkan mata atau melirik dengan 11 Khaeruddin, Pelecehan Seksual Terhadap Istri, (Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada, 1999), cet. Ke-1 h.3 12 WWW. Pelecehan-Seksual-dengan-Mengeluarkan.htm 11/19/2008

22 31 cara yang pantas; memperlihatkan, memakai, atau menyebarkan benda-benda yang tidak senonoh seperti gambar, buku, video porno, memperlakukan seseorang dengan cara berbeda karena berjenis kelamin tertentu, seperti mengistimewakan, tidak mengacuhkan atau mengabaikan berdasarkan jender; serta kalimat-kalimat yang merendahkan tentang pilihan karir perempuan 2). Tingkatan kedua: Seduction Behavior adalah rayuan atau permintaan yang tidak senonoh bersifat seksual atau bersifat merendahkan tanpa adanya suatu ancaman. Bentuk-bentuknya antara lain: pembicaraan mengenai hal-hal yang bersifat pribadi atau bersifat seksualitas; tindakan untuk merayu seseorang; perhatian seksualitas seseorang, usaha menjalin hubungan romantis dengan seseorang; ajakan untuk berbuat tidak senonoh atau asusila; mengganggu privasi seseorang secara sengaja menjadikan seseorang sebagai sasaran sindiran dari suatu pembicaraan seksual, mengucapkan kalimat seksual yang kasar dan menganggu seseorang serta menyebarkan gosip seksual seseorang. 3). Tingkatan ketiga: Sexsual Bribery yaitu ajakan melakukan hal-hal yang berkenaan dengan perhatian seksual disertai dengan janji untuk mendapatkan imbalan-imbalan tertentu. Misalnya: hadiah kenaikan gaji atau jabatan. Bentuk-bentuknya antara lain: secara halus menyuap seseorang dengan janji imbalan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan seksual, misalnya: dipeluk, diraba, dicium, dibelai. Secara langsung atau terang-terangan menjanjikan hadiah untuk melayani keinginan seksual seseorang, pemaksaan tindakan seksual karena memberikan janji atau hadiah, serta secara nyata

23 32 memberikan hadiah kepada seseorang karena bersedia melayani secara seksual. 4). Tingkatan keempat: Sexual Coercion atau Threat yaitu adanya tekanan untuk melakukan hal-hal bersifat seksual dengan disertai ancaman baik secara halus maupun langsung. Bentuk-bentuknya adalah ancaman secara halus dengan pemberian semacam hukuman karena menolak keinginan seksual seseorang, ancaman secara langsung atau terang-terangan dengan harapan seseorang mau melakukan tindakan seksual meskipun tindakan tersebut belum terjadi, melakukan tindakan seksual dengan seseorang yang merasa takut karena ancaman atau hukuman yang diberikannya, serta akibat buruk yang diterima seseorang secara nyata karena menolak tindakan seksual dari seseorang. 1) Tingkatan kelima: Sexual Imposition yang serangan atau paksaan bersifat seksual dan dilakukan secara kasar atau terang-terangan. Bentuk-bentuknya adalah dengan sengaja memaksa menyentuh, berusaha mendorong atau memegang tubuh seseorang. Misalnya, menyentuh anggota tubuh yang vital dan sebagainya serta dengan sengaja memaksa untuk melakukan hubungan seksual. Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual yang lebih serius tingkatannya antara lain: b. Serious Froms of Harassment adalah pelecehan seksual yang bersifat serius seperti tekanan untuk melakukan hubungan seksual melalui telepon atau surat, perkosaan dan penyiksaan seksual.

24 33 c. Less Serious Froms of Harassment adalah pelecehan seksual yang bersifat tidak serius seperti memandangi korban atau menyentuh bagian tubuh dengan sengaja. 13 C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pelecehan Seksual. Pelecehan seksual dan bentuk-bentuknya dapat terjadi karena beberapa faktor. Diantara faktor tersebut adalah : 1. Dominasi hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang. Manusia adalah Zon Politicon, manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan selalu hidup berdampingan, dan saling membutuhkan. Pada hakekatnya antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan dan hak yang sama. Namun kenyataan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat memperlihatkan lain. Banyak fakta yang memperlihatkan ketimpangan relasi jender, posisi laki-laki dan perempuan cenderung berbeda dalam sekian banyak aspek kehidupan. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dengan laki-laki. Laki-laki mempunyai Hak istimewa, dan dinilai sebagai subjek yang cakap hukum, sedangkan perempuan sebagai makhluk pasif, lemah dan objek kehidupan. Akibatnya, laki-laki tidak jarang menjadikan perempuan sebagai barang milik laki-laki yang berhak diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan Sandra S. Tangri. Martha R. Burt dan Leanor B. Johnson. SeksualHarassment At Work:Three Explanatory Models. h Kedudukan dan Nilai Perempuan.

25 34 Dengan demikian laki-laki memiliki kekuasaan terhadap perempuan bukan saja karena dia berada di posisi senior di lembaga-lembaga atau tempat kerja, tetapi karena kedudukan sosial-kulturnya di masyarakat. Di sepanjang waktu pelecehan seksual sering terjadi ketika laki-laki menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki Perempuan dipandang sebagai objek pelampiasan seksual Sepanjang kehidupannya perempuan digambarkan sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya, yang selalu membutuhkan perlindungan. Sejak masa silam dan masa Jahiliyah perempuan digambarkan sebagai barang hidup, yang begitu rendah dan tak berharga. Kalaupun diakui keberadaannya sebagai manusia sangat berbeda jenis dengan laki-laki. Sebagai objek, perempuan diperlakukan saat dijadikan pelampiasan hawa nafsu laki-laki. Hal ini tidak berbeda dengan zaman yang dikatakan telah modern, pandangan ini masih melekat meskipun ada pembebasan dan emansipasi terhadap hak-hak perempuan telah berkembang. Perempuan tetap dipandang sebagai objek seksualitas Rasa iseng disebabkan kurangnya etika dan moral yang kurang baik. Banyak di antara remaja yang mengatakan bahwa mengganggu dan menggoda kaum perempuan, seperti siut suit, ucapan salam yang menggoda, hanya sekedar iseng sambil nongkrong di pinggir jalan. Jadi, tidak ada maksud serius. Hal itu tentunya saja dapat disebabkan kurangnya etika dan moral yang 15 Rohan Colier. Ibid. h Ahmaad Husnan, Keadilan Islam antara Wanita dan Laki-laki. (Solo: Al-Husna, 1995), Cet. Ke-1. h

26 35 erat kaitannya dengan iman yang disertai akhlak yang mulia, karena orang yang beretika dan bermoral baik, tidak mungkin berani melakukan hal-hal yang sangat kurang sopan, karena apa yang dilakukan membuat objek pelecehan merasa sangat direndahkan. Dengan rasa iseng tersebut mereka-mereka tidak peduli apakah orang yang menjadi korban pelecehan seksual yang berpakaian sopan ataupun tidak, dalam kasus menunjukkan gadis berjilbab pun bisa dapat dijadikan korban. D. Dampak Pelecehan Seksual Terhadap Korban Secara umum dampak yang sering terjadi pada korban pelecehan seksual adalah minder atau ingin menjauh dari orang-orang atau mengurung diri. Hal tersebut terjadi karena korban merasa malu, menyalahkan diri sendiri, merasa minder dan direndahkan oleh masyarakat, dan sebagainya. Tidak banyak yang bisa dilakukan korban kecuali berusaha untuk mengurangi agar tidak kembali menjadi sasaran empuk dari laki-laki yang bermoral rendah. Tetapi ada juga orang yang berpendidikan memiliki moral yang sangat rendah. Dampak dalam kehidupan pribadi dan sosial korban merasa direndahkan, hubungan keluarga atau bersosialisasi sangat sulit membina hubungan kembali terutama pada pria karena adanya rasa takut. Pada saat penyerangan berlangsung, korban tidak percaya dan menganggap penyerangan pelecehan seksual hanya terjadi pada orang lain, bukan dirinya, kemudian muncul rasa takut, minder atau menutupi bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan untuk mengundang pelaku untuk melakukan pelecehan seksual.

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Bab XIV : Kejahatan Terhadap Kesusilaan Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA A. Pengaturan Sanksi Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam terhadap Pedofilia 1. pengaturan Sanksi Menurut

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 32 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Pengaturan Hukum Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak 1. Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

NOMOR : U-287 TAHUN Bismillahirohmanirohimi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah : MENIMBANG :

NOMOR : U-287 TAHUN Bismillahirohmanirohimi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah : MENIMBANG : NOMOR : U-287 TAHUN 2001 Bismillahirohmanirohimi Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah : MENIMBANG : 1. Bahwa pornografi dan pornoaksi serta hal-hal lain yang sejenis akhir-akhir ini semakin merebak

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau

Lebih terperinci

PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (PEDOPHILIA) MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (PEDOPHILIA) MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK (PEDOPHILIA) MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI OLEH: AWALIA META SARI NIM. 3222113006 JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM INSTITUT AGAMA ISLAM

Lebih terperinci

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF 38 BAB III PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Konsep Perkawinan Dalam Hukum Positif 1. Pengertian Perkawinan Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan pengertian

Lebih terperinci

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI

BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI 41 BAB II PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PORNOGRAFI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA SEBELUM LAHIRNYA UU NO. 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI A. Menurut Peraturan Sebelum Lahirnya UU No. 44 Tahun 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bangsa Indonesia sejak lama di kenal sebagai Bangsa yang memiliki Adat Istiadat yang serba sopan dan moral yang sopan. Walaupun demikian ternyata budaya atau kepribadian Indonesia semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan I. PEMOHON 1. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti., M.Si (Pemohon I) 2. Rita Hendrawaty Soebagio, Sp.Psi., M.Si.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 46/PUU-XIV/2016 Perbuatan Perzinaan, Perkosaan, dan Pencabulan I. PEMOHON 1. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti., M.Si (Pemohon I) 2. Rita Hendrawaty Soebagio, Sp.Psi., M.Si.

Lebih terperinci

Pelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan

Pelanggaran terhadap nilai-nilai kesopanan yang terjadi dalam suatu. masyarakat, serta menjadikan anak-anak sebagai obyek seksualnya merupakan BAB IV ANALISIS SANKSI PIDANA PEDOPHILIA DALAM PASAL 82 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK MENURUT PERSPEKTIF MAQA>S}ID AL- SYARI>`AH A. Analisis Pasal 82 Undang-Undang no. 23

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan

A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Kekerasan seksual pada anak, yaitu dalam bentuk pencabulan BAB IV ANALISIS UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURABAYA DALAM PERKARA PENCABULAN YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

H M ISTAR A R RI R TON O G N A G, A

H M ISTAR A R RI R TON O G N A G, A PERBUATAN CABUL Dr.H. MISTAR RITONGA, SpF. Dr.H. GUNTUR BUMI NASUTION, SpF DEFENISI Percabulan : Adalah perbuatan yang sengaja untuk meningkatkan nafsu seks di luar perkawinan. FAKTA PERBUATAN CABUL Mrpkn

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM (studi kasus pada mahasiswi Fakultas Syari ah Jurusan Ekonomi Islam angkatan 2009 IAIN Walisongo Semarang) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengertian Anak 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno

2008, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Porno LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N : WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DAN PERBUATAN ASUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang a. bahwa pelacuran dan perbuatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah aset bangsa dan sebagai generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dan kesejahteraannya harus dijamin. Bahwa di dalam masyarakat seorang anak harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam itu menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia. Aspekaspek

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam itu menyangkut seluruh aspek kepentingan manusia. Aspekaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama yaitu untuk merealisasi dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik kemaslahatan individu maupun masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji,

BAB I PENDAHULUAN. segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari ruang lingkup kekerasan seksual, mengenal adanya pencabulan, yaitu segala perbuatan melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya

Lebih terperinci

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan

BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan BAB III ZINA LAJANG DALAM PERSPEKTIF RKUHP 2012 A. Pengertian Zina Lajang Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Tahun 2012 Bagian Keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul yang sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap orang yang melihat atau memandangnya. 20. penyiksaan dan perlakuan tidak senonoh lainnya terhadap perempuan dapat

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap orang yang melihat atau memandangnya. 20. penyiksaan dan perlakuan tidak senonoh lainnya terhadap perempuan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Negara Indonesia yang mengedepankan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus hukum itu sebagai panglima di Negara ini, maka hal ini mengandung konsekuensi

Lebih terperinci

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG

KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG KEJAHATAN DAN PELANGGARAN TERHADAP NYAWA DAN TUBUH ORANG A. PENGANIAYAAN Kejahatan terhadap tubuh orang lain dalam KUHP diatur pada pasal 351-358 KUHP. Penganiayaan diatur dalam pasal 351 KUHP yang merumuskan

Lebih terperinci

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan

tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai undang-undang. Pengertian tersebut tidak memberikan suatu konsepsi tentang

Lebih terperinci

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya Khutbah Pertama:??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????:????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

Lebih terperinci

STUDI KRITIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKINANG PERKARA NO 01/PID.B/2013/PN.BKN TENTANG NARKOTIKA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI

STUDI KRITIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKINANG PERKARA NO 01/PID.B/2013/PN.BKN TENTANG NARKOTIKA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI STUDI KRITIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANGKINANG PERKARA NO 01/PID.B/2013/PN.BKN TENTANG NARKOTIKA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No.

BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No. 72 BAB III TINDAK PIDANA PORNOGRAFI DALAM UNDANG UNDANG NO. 44 TAHUN 2008 A. Pengertian Pornografi Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi telah diundangkan

Lebih terperinci

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Pasal 413 Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Di susun Oleh : Ahmad Abdul Aziz NIM JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI AH

SKRIPSI. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Di susun Oleh : Ahmad Abdul Aziz NIM JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI AH TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG NO. 469 / PID.B / 2010 / PN. SMG. TENTANG PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dan Sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGEMBALIAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI

PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGEMBALIAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGEMBALIAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR: 01/ PID.SUS/ 2011/ PN.TIPIKOR.SMG) SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

BAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM BAB III SANKSI BAGI PELAKU PERZINAAN DALAM PASAL 284 KUHP PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM A. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Unsur-unsur Tindak Pidana Perzinaan Dalam Pasal 284 KUHP Perbuatan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dibidang hukum. Hal ini seiring degan amanat Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dibidang hukum. Hal ini seiring degan amanat Undang-undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia termasuk salah satu Negara yang berkembang sehingga berbagai bidang pembangunan turut dilaksanakan diantaranya pembangunan dibidang hukum. Hal ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENGABAIAN NAFKAH TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PENGABAIAN NAFKAH TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI AKIBAT HUKUM PENGABAIAN NAFKAH TERHADAP ISTRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI OLEH NAFIDHATUL LAILIYA NIM. 3222113012 JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI

PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI PERILAKU SEKSUAL SEJENIS (GAY) DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM SKRIPSI OLEH : ACHMAD WALIDUN NI AM NIM : 2822123002 JURUSAN HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI AH DAN ILMU HUKUM INSTITUT AGAMA

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG SYARAT WANITA ZINA YANG AKAN MENIKAH

STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG SYARAT WANITA ZINA YANG AKAN MENIKAH STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG SYARAT WANITA ZINA YANG AKAN MENIKAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial,

I. PENDAHULUAN. tidak sesuai dengan perundang-undangan. Sebagai suatu kenyataan sosial, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang atau subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam adalah Agama yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia, segala

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam adalah Agama yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia, segala BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah Agama yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia, segala sesuatu yang di perbuat oleh manusia ada tuntunannya baik untuk diri sendiri maupun untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MAKAR (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang Nomor: 188/Pid.B/2011/PN.

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MAKAR (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang Nomor: 188/Pid.B/2011/PN. TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MAKAR (Studi Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang Nomor: 188/Pid.B/2011/PN.Ung) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG

BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG 57 BAB IV TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR :191/PID.B/2016/PN.PDG 4.1. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Pidana Nomor: 191/Pid.B/2016/Pn.Pdg Pada dasarnya hakim

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa negara Indonesia adalah negara hukum

Lebih terperinci

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Persoalan nikah bukanlah persoalan baru yang diperbincangkan publik, tetapi merupakan persoalan klasik yang telah dikaji sejak lama.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan

Lebih terperinci

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu

No berbangsa, yang salah satunya disebabkan oleh meningkatnya tindakan asusila, pencabulan, prostitusi, dan media pornografi, sehingga diperlu TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4928 PORNOGRAFI. Kesusilaan Anak. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN

Lebih terperinci

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA Oleh: Ahsan Dawi Mansur Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan mengada-ada. Pengadilan agama yang selama ini sering diidentikkan dengan kasus-kasus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 181, 2008 PORNOGRAFI. Kesusilaan. Anak. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF TENTANG PEMIDANAAN BAGI PELAKU RECIDIVE TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF SKRIPSI

STUDI KOMPARATIF TENTANG PEMIDANAAN BAGI PELAKU RECIDIVE TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF SKRIPSI STUDI KOMPARATIF TENTANG PEMIDANAAN BAGI PELAKU RECIDIVE TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Pakaian bersih rapih indah

Pakaian bersih rapih indah Pakaian bersih rapih indah Author : admin Asal usul mengenai perlunya berpakaian bagi manusia adalah dari Allah, sebagaimana di jelaskan : Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA 1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat : : a.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1)

BAB IV PENUTUP. 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1) BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Hak-hak suami dalam memperlakukan istri yang nusyuz adalah 1) Menasihati, Nasihat merupakan upaya persuasif dan langkah edukasi pertama yang harus dilakukan seorang suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana 1. Kemampuan Bertanggung Jawab Adanya pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa pembuat mampu bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak yang masing masing berbeda, membutuhkan hukum untuk mengatur kehidupannya agar dapat

Lebih terperinci

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk

Kekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan Bentuk 1 Desain oleh : Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN A. Analisis terhadap ketentuan mengenai batasan usia anak di bawah umur 1. Menurut Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal

I. PENDAHULUAN. berkaitan satu sama lainnya. Hukum merupakan wadah yang mengatur segala hal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia, hal ini dikarenakan hukum dan Hak Asasi Manusia saling berkaitan satu sama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR. A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pencarian kenikmatan seksual orang dewasa yang berakibat merusak fisik dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR BAB IV ANALISIS FIQH JINAYAH TERHADAP PIDANA CABUL KEPADA ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis Terhadap Pidana Cabul Kepada Anak Di Bawah Umur Menurut Pasal 294 Dan Pasal 13 UU No.23 Tahun 2002 Untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional di Indonesia ternyata selain membawa dampak yang positif yang salah satunya meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia, juga

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA ANAK TURUT SERTA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK C. Tindak Pidana Persetubuhan dalam KUHPidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Lebih terperinci

Bentuk Kekerasan Seksual

Bentuk Kekerasan Seksual Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan 1 Desain oleh Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan

Lebih terperinci

Isi Undang-Undang Pornografi & Pornoaksi

Isi Undang-Undang Pornografi & Pornoaksi Isi Undang-Undang Pornografi & Pornoaksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.Pornografi adalah materi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU

Lebih terperinci