Prosiding Seminar ACE 22-23

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Prosiding Seminar ACE 22-23"

Transkripsi

1 ACE Audit Keselamatan Jalan Tahap Detailed Engineering Design (Studi Kasus Peningkatan Kapasitas Jalan Padang Bypass) Ten Mailisa 1*, Yossyafra 1, dan Yosritzal 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Andalas * ten_mylisa@yahoo.co.id Intisari Jalan Padang Bypass merupakan ruas jalan nasional yang dilewati oleh berbagai jenis kendaraan. Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas, jalan Padang Bypass memiliki tingkat kecelakaan yang relatif cukup tinggi dengan jumlah kecelakaan pada tahun 2014 sebesar 110 dengan korban meninggal 23 orang. Pada tahun 2015, ruas jalan Padang Bypass akan ditingkatkan kapasitasnya, maka dirasa perlu untuk melakukan audit keselamatan jalan atas dokumen DED agar dapat dideteksi lebih awal potensi kecelakaan yang akan terjadi sehingga dapat diantisipasi. Penelitian ini menggunakan Pedoman Audit Keselamatan Jalan No. Pd T B dan standar-standar yang berlaku serta melakukan observasi. Pada penelitian ini ditemukan segmen yang berpotensi mengurangi keselamatan jalan yaitu lebar median yang tidak memenuhi standar (0,5 m) pada Km Km ; 7 lokasi yang tidak memiliki keseragaman kecepatan; 5 lokasi persimpangan yang memiliki jarak pandang terbatas; 39 simpang prioritas yang belum mempunyai pengaturan lalu lintas; fasilitas pejalan kaki yang belum memenuhi aspek Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 425

2 keselamatan jalan berupa pelandaian pada trotoar dan pulau, rambu, dan lampu penyeberang jalan; pada lokasi sekolah belum dilengkapi dengan rambu dan lampu penyeberang jalan; pada Km belum dilengkapi dengan fasilitas perlintasan jalan dengan kereta api; desain lampu lalu lintas belum sesuai dengan standar; bangunan jembatan belum dilengkapi dengan lampu penerangan jalan; jarak antar lampu tidak terdapat di dalam dokumen, semua oprit jembatan belum dilengkapi dengan pagar pengaman, serta desain pagar pengaman belum memenuhi standar. Rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan terhadap dokumen DED antara lain lengkapi kekurangan sesuai hasil di atas. Biaya yang dibutuhkan untuk melengkapi atau memperbaiki fasilitas lalu lintas dari analisis audit dengan menggunakan Harga Satuan Dasar tahun 2015 yaitu Rp ,09 (0.21%) dari dana pelaksanaan (Rp ,00). Kata kunci : Audit keselamatan jalan, detailed engineering design, Jalan Padang Bypass LATAR BELAKANG Kecelakaan lalu lintas menurut Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan adalah peristiwa di jalan tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda. Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas, jalan Padang Bypass memiliki tingkat kecelakaan yang cukup tinggi. Tingginya tingkat kecelakaan ini dapat diebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Undangundang No. 22 tahun 2009, kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh: (1) kelalaian pengguna jalan; (2) ketidaklaikan kendaraan; (3) ketidaklaikan jalan; dan (4) lingkungan. Sehubungan dengan tingginya tingkat kecelakaan di jalan raya, Pemerintah Republik Indonesia menyusun Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan yang berisikan strategi Indonesia dalam mencapai target keselamatan jalan yaitu (1) manajemen keselamatan jalan; Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 426

3 (2) jalan yang berkeselamatan; (3) kendaraan yang berkeselamatan; (4) perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan; dan (5) penanganan korban pasca kecelakaan. Untuk mencapai jalan yang berkeselamatan terdapat dua proses yaitu (1) proses reaktif, berupa investigasi lokasi rawan kecelakaan (blackspot); dan (2) proses proaktif, berupa kegiatan audit keselamatan jalan. Audit keselamatan jalan merupakan bagian dari strategi pencegahan kecelakaan lalu lintas dengan suatu pendekatan perbaikan terhadap kondisi desain geometri, bangunan pelengkap jalan, fasilitas pendukung jalan yang berpotensi mengakibatkan konflik lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas melalui suatu konsep pemeriksaan jalan yang komprehensif, sistematis, dan independen (Direktorat Bina Teknik, 2005). Kegiatan audit ini dilakukan pada setiap tahapan kegiatan yaitu mulai dari tahap studi kelayakan sampai tahap beroperasinya suatu jalan. Tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Tahapan audit keselamatan jalan Sehubungan dengan itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai audit keselamatan jalan pada tahap DED dengan studi kasus ruas Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 427

4 Jalan Padang Bypass. Jalan Padang Bypass merupakan jalan nasional yang dilewati oleh berbagai jenis kendaraan mulai dari kendaraan pribadi sampai dengan kendaraan berat. Pada tahun 2015, jalan Padang Bypass direncanakan akan ditingkatkan kapasitasnya, maka dirasa perlu untuk melakukan audit keselamatan jalan atas dokumen DED agar dapat dideteksi lebih awal potensi kecelakaan yang akan terjadi sehingga dapat diantisipasi. Penelitian ini menggunakan Pedoman Audit Keselamatan Jalan No. Pd T B dan checking list yang terdapat di dalam pedoman tersebut pada lampiran C Daftar Periksa C: AKJ untuk Tahap Detail Desain, serta peraturan-peraturan, standar, dan pedoman yang berlaku. METODOLOGI STUDI Gambar 2 Diagram alir penelitian Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 428

5 HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN Jalan Padang Bypass terletak di daerah sub urban Kota Padag yang dimulai dari Pelabuhan Teluk Bayur dan berakhir di Bandara Internasional Minangkabau. Ruas jalan ini terdiri atas dua ruas jalan yaitu Padang Bypass I (N K) dengan panjangnya 4,896 Km dan Padang Bypass II (Baru) (N K) dengan panjang 22,267 Km. Berdasarkan fungsinya, jalan Padang Bypass berfungsi sebagai jalan arteri dengan Kelas 1 (Padang Bypass II (Baru)) dan Kelas II (Padang Bypass I). Jalan Padang Bypass dilakukan peningkatan kapasitas dari 2 lajur menjadi 4 lajur. Berdasarkan gambar desain detail, diperoleh informasi bahwa lebar jalur lalu lintas adalah 4 x 3,50 m, lebar bahu jalan bervariasi antara 0,50 m 3,00 m, dan selokan samping. Jalan ini melewati 9 jembatan yaitu 2 jembatan merupakan pelebaran dari jembatan lama untuk mencapai lebar jembatan sama dengan lebar jalan (Jembatan Irigasi dan Railway Tunnel) dan sisanya merupakan jembatan baru yang berdampingan dengan jembatan lama. Penelitian audit keselamatan jalan tahap Detailed Engineering Design dengan studi kasus peningkatan kapasitas jalan Padang Bypass mengacu kepada Pedoman Audit Keselamatan Jalan No. Pd T B. Audit keselamatan jalan dilakukan untuk memeriksa apakah desain telah memenuhi aspek keselamatan dengan menggunakan pedoman, standar, dan ketentuan sebagai acuan dalam melakukan audit. Aspek yang akan diaudit meliputi aspek desain jalan, detail alinyemen, persimpangan, fasilitas pejalan kaki dan sepeda, lintasan jalan kereta api, kondisi penerangan dan pengaruh cahaya, pengaturan lalu lintas, serta bangunan fisik. Pada penelitian ini ditemukan beberapa segmen jalan yang belum memenuhi aspek keselamatan yang memerlukan perbaikan yaitu lebar median belum memenuhi standar pada Km Km ; 7 lokasi (Km 0+411,729; Km 0+563,176; Km 1+613,502; Km 2+548,497; Km 4+152,63; Km 4+385,919; dan Km 4+638,815) yang memiliki ketidakseragaman kecepatan; seluruh segmen jalan belum dilengkapi denga rambu dan marka yang sesuai dengan standar baik pada persimpangan, tikungan, lokasi penyeberangan jalan, lokasi sekolah, dan lokasi lintasan jalan kereta api; lokasi penyeberangan belum dilengkapi denga rampu dan lampu penyeberang jalan serta belum didesain pelandaian pada trotoar dan pulau; belum ada pengaturan lalu lintas pada Km dan Km ; Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 429

6 jarak antar lampu tidak dijelaskan di dalam gambar dan semua bangunan jembatan belum dilengkapi dengan lampu penerangan jalan; serta semua bangunan jembatan belum dilengkapi dengan pagar pengaman dan desain pagar pengaman belum memenuhi aspek keselamatan. Gambar 2 dan Gambar 3 menunjukkan contoh lokasi hasil audit keselamatan jalan tahap DED yang perlu dilakukan perbaikan serta Tabel 1 menggambarkan hasil audit keselamatan jalan. Gambar 2 Simpang prioritas yang belum dilengkapi pengaturan lalu lintas Gambar 3 Fasilitas pejalan kaki yang belum memenuhi aspek keselamatan Biaya yang dibutuhkan untuk dapat melakukan perbaikan dan melengkapi fasilitas lalu lintas agar sesuai standar keselamatan dengan menggunakan Harga Satuan dasar (HSD) tahun 2015 adalah Rp ,09 atau 0,21% dari dana pelaksanaan konstruksi (Rp ,00). Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 430

7 NO PERMASALAHAN REKOMENDASI KETERANGAN TIPIKAL PENAMPANG MELINTANG 1 Berdasarkan gambar detail desain, pada sta s/d sta , jalur dipisahkan dengan menggunakan median tipe datar. Median tipe datar adalah median yang dibatasi oleh dua buah marka membujur garis utuh. Menurut pedoman perencanan median, penggunaan tipe median ini diizinkan, tetapi jalan Padang Bypass merupakan jalan dengan kelas 2 dengan kecepatan rencana yaitu 80 km/jam dan volume kendaraan yang melintasi jalan ini cukup tinggi serta kendaraan yang banyak dilewati adalah kendaraan berat. Penggunaan median tipe datar dapat berpotensi terjadinya tabrakan karena kecepatan operasional akan melebihi kecepatan rencana sehingga kendaraan melaju cepat dan dapat mengakibatkan kendaraan keluar lajur atau terpental. ALINYEMEN HORIZONTAL DAN VERTIKAL 2 Kecepatan rencana pada ruas jalan Padang Bypass adalah 80 km/jam, namun terdapat 7 (tujuh) lokasi tikungan dengan kecepatan rencana kurang dari 80 km/jam yaitu 60 km/jam dan 40 km/jam. Tikungan dengan a. Lebar median direkomendasikan menjadi minimum 1 m dan tipe median yang digunakan adalah tipe median ditinggikan. b. Jika pelebaran median tidak memungkinkan karena lokasi yang sangat terbatas, maka diantara marka membujur garis utuh dilengkapi dengan marka serong. c. Pada jalur ini dilengkapi dengan rambu peringatan batas kecepatan. a. Direkomendasikan untuk memasang rambu batasan kecepatan baik untuk kecepatan 60 km/jam maupun 40 km/jam dan rambu pengarah tikungan. Perencanaan median mengacu kepada Perencanaan Median Jalan No. Pd T B. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 431

8 kecepatan desain 60 km/jam terdapat di enam titik yaitu Km ,729; Km ,502; Km ,497; Km ,63; Km ,919; Km ,815 dan satu titik dengan kecepatan 40 km/jam yaitu Km ,176. Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri PU No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan yang menyatakan kecepatan rencana pada satu ruas jalan harus seragam, kecuali jika terdapat segmen yang sulit maka kecepatan dapat diturunkan paling besar 20 km/jam. Perubahan kecepatan yang signifikan ini dapat berpotensi terjadinya tabrakan depan belakang dimana kendaraan yang berada di depan melakukan pengereman sedangkan kendaraan belakang tetap melaju dengan kecepatan tinggi. PERSIMPANGAN 3 Persimpangan pada jalan Padang By Pass (Km ; Km ; Km ; Km ; dan Km ) memiliki jarak pandang yang tidak memadai dikarenakan pada persimpangan didapatkan adanya pepohonan, bangunan, serta papan reklame. Jarak pandang yang terbatas dapat menyebabkan potensi tabrakan. b. Direkomendasikan pada lokasi tikungan untuk menggunakan marka garis tengah berupa marka garis menerus/solid. a. Direkomendasikan pohon dan papan reklame dipindahkan. b. Perlunya pengaturan penempatan papan reklame oleh pemerintah daerah agar tidak mengganggu fungsi jalan. c. Pada jalan sebelum memasuki persimpangan perlu memasang rambu peringatan berupa rambu Pemasangan rambu batas kecepatan mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 432

9 4 Beberapa lokasi terdapat simpang kaki tiga. Jarak pandang dari jalan lokal menuju jalan utama terbatas dikarenakan banyaknya penghalang yang terdapat di simpang seperti bangunan rumah maupun papan reklame. Pandangan yang terbatas ini berpotensi terjadinya tabrakan depan samping. persimpangan serta memasang marka garis pengarah pada jalan. a. Direkomendasikan untuk memasang marka garis simpang pada jalan lokal baik berupa marka garis melintang maupun membujur. b. Pada jalan lokal juga dilengkapi dengan rambu yang menyatakan berhenti baik rambu stop atapun rambu segitiga. c. Rekomendasi ini diterapkan juga pada simpang sebagai berikut: FASILITAS PEJALAN KAKI DAN SEPEDA Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 433

10 5 Pada setiap lokasi penyeberangan jalan pada persimpangan (Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; dan Km ) masih belum memenuhi aspek keselamatan bagi pejalan kaki. Desain trotoar dengan jalur penyeberangan atau jalur penyeberangan dengan pulau di desain tidak adanya pelandaian bagi pejalan kaki. Hal ini tidak memberikan aksesibilitas bagi penyandang cacat, anak-anak, dan orang tua serta tidak nyaman bagi pengguna jalan. Selain itu, jalan ini memiliki kecepatan desain rencana 80 km/jam namun desain operasional bisa melewati 80 km/jam dan ini akan berbahaya bagi pengguna jalan jika pada lokasi tidak terdapat informasi bahwa ada lokasi penyeberangan dijalan tersebut. 6 Disepanjang ruas jalan terdapat beberapa sekolah yaitu SMPN 24 (Sta ), SDN 36 Gunung Sarik (Sta ), dan SDN 10 Balai Baru (Sta ) yang terletak tepat di pinggir jalan. Hal ini dapat membahayakan keselamatan murid-murid a. Desain trotoar dan pulau perlu didesain dengan membuat pelandaian ke jalan sehingga jalan memenuhi aspek keselamatan bagi pengguna jalan. b. Direkomendasikan pada lokasi penyeberangan di persimpangan agar menambah lampu penyeberangan jalan. c. Direkomendasikan penggunaan rambu petunjuk bahwa di jalan tersebut terdapat penyeberangan jalan sehingga pengemudi kendaraan dapat mengurangi kecepatan kendaraannya. a. Pada gambar desain digambarkan lokasi SD yang berada di pinggir jalan sepanjang ruas jalan. b. Direkomendasikan untuk memasang rambu yang menyatakan bahwa ada fasilitas sekolah, rambu Pelandaian trotoar di persimpangan dan pada pulau jalan mengacu kepada Perencanaan Trotoar yang diterbitkan oleh Pusjatan Balitbang Departemen Pekerjaan Umum tahun Penggunaan rambu petunjuk penyeberangan jalan mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas. Rambu Petunjuk Lokasi Sekolah Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 434

11 karena jalan ini banyak dilewati oleh berbagai kendaraan baik kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, dan bahkan kendaraan berat. Pada DED belum digambarkan letak SD di sepanjang ruas serta fasilitas pengaturan lalu lintas berupa rambu dan marka. LINTASAN JALAN KERETA API 7 Audit terhadap lintasan jalan kereta api mengacu kepada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta Api. Lintasan jalan kereta api terdapat pada persimpangan Km Perlintasan ini terletak pada jalan 4 (empat) lajur 2 (dua) arah, tidak pada tikungan jalan, tingkat kelandaian kurang dari 5 % (0,37%), dan tidak memenuhi jarak pandang karena pada sisi jalan terdapat bangunan liar, pohon, dan papan reklame. Jarak pandang yang terbatas dapat menimbulkan resiko terjadinya kecelakaan antara kendaraan dengan kereta api. Berdasarkan observasi, lintasan telah dipasang pengaman berupa pintu pengaman penyeberangan jalan, serta pada lokasi dilengkapi dengan lampu penyeberangan jalan. a. Bangunan yang terdapat dibahu jalan/trotoar agar dipindahkan, tanaman perlu dipangkas, serta papan reklame perlu diatur penempatannya. b. Pada jalan sebelum perlintasan kereta api yang telah memiliki rambu agar diperbaiki rambunya baik jenis dan penempatannya. c. Lokasi sta perlu ditambahkan rambu peringatan yang menyatakan bahwa adanya perlintasan kereta api dan rambu larangan berjalan terus. d. Jalan juga dilengkapi dengan marka melintang, marka membujur, serta marka lambang dengan tulisan KA. Jalan juga dilengkapi dengan pita penggaduh (rumble strips) agar kendaraan dapat mengurangi kecepatan kendaraan. Rambu Penyeberangan Jalan Penggunaan rambu mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 tahun 2014 dan penggunaan marka jalan mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 34 tahun Jalan dilengkapi dengan rambu, marka, dan pita Pengaturan jalan melintasi jalur kereta api mengikuti Peraturan direktur Jenderal Perhubungan Darat No. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 435

12 dan rambu yang menyatakan adanya perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api. Tetapi, pada dokumen belum digambarkan fasilitas pengaman. Perlintasan yang tidak dilengkapi dengan pengaman berpotensi terjadinya kecelakaan antara kendaraan dengan kereta api. e. Perlintasan juga dilengkapi dengan lampu isyarat atau isyarat suara. SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta Api. KONDISI PENERANGAN DAN PENGARUH CAHAYA 8 Audit terhadap kondisi penerangan dan pengaruh cahaya mengacu kepada SNI 7391:2008 Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan. Lampu penerangan jalan telah didesain pada semua jalan kecuali pada jalan yang terdapat bangunan jembatan. Jembatan yang tidak dilengkapi dengan lampu penerangan dapat menimbulkan potensi bahaya ketidakselamatan bagi pengguna jalan khususnya pada malam hari karena lampu berfungsi sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan pada malam hari, menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan, serta memberikan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan. Pada dokumen DED telah digambarkan a. Pengaturan jarak antar lampu mengikuti standar yang ada yaitu SNI Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan No. 7391: b. Direkomendasikan pada semua jembatan agar dilengkapi dengan lampu penerangan jalan. c. Direkomendasikan untuk jenis penerangan lampu menggunakan lampu tipe solar cell agar lampu dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Penempatan lampu penerangan mengacu kepada SNI 7391:2008 Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 436

13 standar lampu penerangan tetapi pada detail desain belum digambarkan jarak antar lampu. Jarak antar lampu sangat perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi kemerataan pencahayaan yang baik bagi penglihatan pengendara sehingga efek kesilauan dan ketidaknyaman penglihatan dapat dikurangi atau memberikan cahaya yang jelas sehingga dapat melihat obyek dalam berlalu lintas. Selain itu, berdasarkan survei di lapangan didapatkan bahwa pada lokasi Km Km lampu telah ada, tetapi lampu ini pada malam hari tidak berfungsi. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan di jalan karena penerangan yang kurang sehingga jarak pandang menjadi terbatas. Mengingat kondisi seperti itu, dikhawatirkan nantinya lampu yang telah didesain sesuai standar tidak akan bisa beroperasi sebagaimana mestinya dikarenakan permasalahan di daerah. PENGATURAN LALU LINTAS Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 437

14 9 Gambar desain menunjukkan bahwa pada Km dan Km merupakan simpang lengan tiga. Pada lokasi ini pengaturan persimpangan tidak ada dan dapat berpotensi terjadinya tabrakan depan belakang, depan samping maupun samping samping ketika kendaraan akan berbelok kanan. 10 Pada gambar detail desain didapatkan 9 persimpangan (Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; Km ; dan Km ) yang diatur dengan APILL dan penempatan lampu ini belum sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.116/AJ.404/DRJD/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan dan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan yaitu penempatan lampu di persimpangan kurang dari 3,00 m dari permukaan jalan (2,44 m) dan jika ditempatkan di atas permukaan jalan mempunyai ketinggian yang kurang dari 5,50 m (5,10 m). ketinggian lampu yang kurang dari standar dapat mengakibatkan pengemudi tidak dapat melihat dengan jelas lampu lalu lintas sehingga akan menimbulkan konflik lalu lintas pada persimpangan a. Direkomendasikan pada persimpangan ini untuk memasang alat pengatur isyarat lalu lintas (lampu lalu lintas). b. Memasang rambu petunjuk simpang lengan tiga serta dilengkapi dengan marka garis pengarah. Direkomendasikan ketinggian dan penempatan APILL mengikuti standar Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. SK.116/AJ.404/DRJD/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan dan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan. APILL yang ditempatkan pada persimpangan di sisi jalur lalu lintas, tinggi lampu bagian yang paling bawah sekurang-kurangnya 3,00 m dari permukaan jalan. APILL ditempatkan di atas permukaan jalan tinggi lampu bagian paling bawah sekurang-kurangnya 5,50 m dari permukaan jalan. Km Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 438

15 BANGUNAN FISIK 11 Pada gambar desain detail belum diusulkan penempatan pemasangan pagar pengaman di oprit jembatan. Pemasangan pagar pengaman digunakan untuk melindungi pengguna jalan dari bahaya sisi jalan pada oprit jembatan serta melindungi dari parapet/tembok jembatan. 12 Pagar pengaman dapat berpotensi sebagai bahaya jika tidak didesain dengan berkeselamatan. Pada gambar ditemukan bahwa desain pagar pengaman tidak berkeselamatan yaitu ujung pagar pengaman menggunakan tipe fish tail. Ujung pagar pengaman tipe ini direkomendasikan untuk tidak digunakan karena jika tertabrak, kendaraan bisa tertusuk. a. Direkomendasikan untuk memasang pagar pengaman di sepanjang oprit jembatan dengan ketentuan pada oprit tidak terdapat bangunan. b. Jika disekitar oprit terdapat bangunan maka disarankan untuk menggunakan patok pengarah/delineator serta memasang rambu hazard marker/width marker. Direkomendasikan agar tipe ujung pagar pengaman fish tail diganti dengan menggunakan tipe bull nose dan pengakhirannya cukup ditekuk ke dalam Jembatan yang perlu dilengkapi pagar pengaman yaitu: Jembatan Belimbing Jembatan Laras Jembatan Air Dingin Jembatan kandis 1 Jembatan Kandis 2 Duku Rail Bridge Jembatan yang perlu dilengkapi dengan patok pengarah dan rambu hazard marker/width marker yaitu: Jembatan Irigasi Railway Tunnel Jembatan Batang Arau Jembatan Kuranji Tipe ujung pagar pengaman fish tail Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 439

16 Contoh ujung pagar pengaman tipe bull nose dan pengakhirannya ditekuk ke dalam. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 440

17 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN 1. Hasil audit keselamatan jalan terhadap dokumen DED didapatkan beberapa segmen jalan yang belum memenuhi aspek keselamatan yang memerlukan perbaikan yaitu: a. Lebar median belum memenuhi standar pada Km Km ; b. 7 lokasi (Km ,729; Km ,176; Km ,502; Km ,497; Km ,63; Km ,919; dan Km ,815) yang memiliki ketidakseragaman kecepatan; c. Seluruh segmen jalan belum dilengkapi dengan rambu dan marka yang sesuai dengan standar baik pada persimpangan, tikungan, lokasi penyeberangan jalan, lokasi sekolah, dan lokasi lintasan jalan kereta api; d. Lokasi penyeberangan belum dilengkapi rambu dan lampu penyeberang jalan serta belum didesain pelandaian pada trotoar dan pulau; e. Belum ada pengaturan lalu lintas pada Km dan Km ; f. Jarak antar lampu tidak dijelaskan di dalam gambar dan semua bangunan jembatan belum dilengkapi dengan lampu penerangan jalan; g. Semua bangunan jembatan belum dilengkapi dengan pagar pengaman dan desain pagar pengaman belum memenuhi aspek keselamatan karena menggunakan jenis fish tail yang dapat membahayakan keselamatan pengemudi jika tertabrak akan menusuk kendaraan. 2. Hasil analisis frekuensi diperoleh desain yang paling sering tidak memenuhi standar adalah: a. Pengaturan lalu lintas baik rambu dan marka belum memenuhi standar pada semua segmen jalan baik pada persimpangan, tikungan, lintasan jalan kereta api, dan pada lokasi penyeberangan jalan; b. Fasilitas pejalan kaki masih belum memenuhi aspek keselamatan. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 441

18 3. Pada beberapa segmen jalan yang belum memenuhi aspek keselamatan agar dilakukan perbaikan atau melengkapi dengan perlengkapan jalan yang disarankan pada pembahasan penelitian ini sebagai berikut: a. Lebar median yang kurang memenuhi standar agar menggunakan marka membujur garis utuh dan diantaranya dilengkapi dengan marka serong; b. Pada tikungan memasang rambu batas kecepatan, rambu pengarah tikungan, dan memasang marka garis menerus pada marka tengah; c. Pada lokasi penyeberangan jalan dan lokasi sekolah dilengkapi dengan rambu penyeberangan jalan, lampu penyeberangan jalan, dan rambu petunjuk lokasi sekolah; d. Pada simpang prioritas memasang rambu dan marka prioritas; e. Lintasan jalan kereta api dilengkapi dengan rambu, marka, dan pita penggaduh; f. Bangunan jembatan agar dilengkapi dengan lampu penerangan jalan dan penempatannya berdasarkan standar spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan; g. Oprit jembatan dilengkapi dengan pagar pengaman dengan menggunakan jenis bull nose. 4. Biaya keseluruhan untuk melengkapi atau memperbaiki fasilitas lalu lintas agar sesuai standar keselamatan dengan menggunakan Harga Satuan Dasar (HSD) tahun 2015 seperti yang dijelaskan pada point 3 adalah Rp ,09 atau 0,21% dari dana pelaksanaan konstruksi (Rp ,00). 5. Pada pedoman audit keselamatan jalan ditemukan beberapa kelemahan antara lain berupa kalimat yang sulit dimengerti akibat penterjemahan langsung dari Pedoman Austroads yang berbahasa Inggris dan kekurangan lainnya seperti daftar periksa fasilitas pejalan kaki untuk pengguna jalan disabilitas, kondisi lingkungan di sekitar jalan, kekonsistenan lebar bahu pada jembatan dan jalan, serta desain rambu berupa ukuran dan kondisinya. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 442

19 REKOMENDASI 1. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pedoman audit keselamatan jalan Indonesia dapat disarankan untuk melakukan perbaikan atau pengembangan pada pedoman tersebut seperti diuraikan pada bagian pembahasan laporan ini. 2. Perlu ditetapkan biaya maksimum perbaikan berdasarkan rekomendasi audit misalnya 4 % dari biaya proyek seperti yang diterapkan di beberapa negara (Australia, Amerika Serikat). 3. Hasil dari audit ini belum dapat digunakan sebagai landasan untuk menyatakan tingkat bahaya dari desain jalan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan tingkat bahaya dari DED suatu proyek jalan agar dapat diantisipasi lebih awal. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas serta rekan-rekan Magister Teknik Sipil Konsentrasi Rekayasa Transportasi yang telah memberikan ilmu dan bantuan selama penelitian. REFERENSI Badan Standardisasi Nasional Spesifikasi penerangan jalan di kawasan perkotaan SNI 7391: Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Badan Standardisasi Nasional SNI Geometri jalan perkotaan RSNI T Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Direktorat Bina Teknik Pedoman perencanaan median jalan No. Pd T B. Jakarta: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor: SK.770/KA.401/DRJD/2005 tentang pedoman teknis perlintasan sebidang antara jalan dengan jalur kereta api. Jakarta: Departemen Perhubungan. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 443

20 Menteri Perhubungan. 2014a. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 13 tahun 2014 tentang rambu lalu lintas. Jakarta: Kementerian Perhubungan. Menteri Perhubungan. 2014b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 tahun 2014 tentang marka jalan. Jakarta: Kementerian Perhubungan. Presiden Republik Indonesia Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Jakarta: Ditlantas Babinkam Polri. Presiden Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pusjatan Balitbang Pedoman audit keselamatan jalan No. PD T B. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Pusjatan Balitbang Pedoman perencanaan trotoar. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum. Republik Indonesia Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan Jakarta: Republik Indonesia. Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas 444

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5 Pada bab ini akan diuraikan analisis data dari hasil survei primer dan sekunder yang dilakukan pada Studi Evaluasi Lokasi Black Spot di Jalur Utara dan Selatan Pulau Jawa dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Inspeksi Keselamatan Jalan Tingginya angka lalu lintas, maka salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan Inspeksi Keselamatan Jalan.

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-15-2004-B Perencanaan Separator Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Keselamatan jalan adalah upaya dalam penanggulangan kecelakaan yang terjadi di jalan raya yang tidak hanya disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan maupun pengemudi,

Lebih terperinci

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan BAB V MEDIAN JALAN 5.1 Macam-macam Median Jalan 1. Pemisah adalah suatu jalur bagian jalan yang memisahkan jalur lalulintas. Tergantung pada fungsinya, terdapat dua jenis Pemisah yaitu Pemisah Tengah dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2002 T E N T A N G PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RACHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata

BAB III LANDASAN TEORI. tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Keselamatan Jalan Keselamatan Jalan merupakan isu yang cenderung mengemuka dari tahun ke tahun dan saat ini sudah menjadi permasalahan global dan bukan semata-mata masalah transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT, MENIMBANG : a. bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan fasilitas perlengkapan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Kecelakaan Lalu Lintas Pertumbuhan penduduk, kenaikan pendapatan masyarakat, pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, pemekaran kota, dan peningkatan aktivitas sosial ekonomi sangat

Lebih terperinci

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012 BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, 30-31 Mei 2012 Pengemudi dan pengendara menangkap 90% informasi melalui mata mereka! Engineer harus menyampaikan informasi berguna melalui rambu-rambu dan garis

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data yang ada maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : A. Karakteristik kecelakaan berdasarkan beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL LINGKAR LUAR JAKARTA (JORR) I E1 SEKSI

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, menyatakan bahwa Inspeksi Keselamatan Jalan (IKJ) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.193, 2013 TRANSPORTASI. Perhubungan. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Jaringan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ALAT PENGENDALI LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN JALAN TOL CIREBON (PALIMANAN KANCI)

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisa pengamatan di lapangan, studi referensi, perhitungan dan juga hasil evaluasi mengenai KINERJA RUAS JALAN RAYA CIBIRU JALAN RAYA CINUNUK PADA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1244, 2014 KEMENHUB. Jalan. Marka. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN KECEPATAN KENDARAAN PADA WILAYAH ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU 1

TINJAUAN KECEPATAN KENDARAAN PADA WILAYAH ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU 1 TINJAUAN KECEPATAN KENDARAAN PADA WILAYAH ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU 1 Lusi Dwi Putri, 2 Fitridawati Soehardi, 3 Alfian Saleh 1,2,3 Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru E-mail:lusidwiputri@unilak.ac.id

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, DAN PETUNJUK PADA RUAS JALAN DALAM KABUPATEN SIAK / KOTA SIAK SRI INDRAPURA BUPATI SIAK,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA SIMPANG SUSUN STA 15 + 400 JALAN

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

Persyaratan Teknis jalan

Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan Persyaratan Teknis jalan adalah: ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan dapat berfungsi secara optimal memenuhi standar pelayanan minimal jalan dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH, LARANGAN, PETUNJUK DAN PERINGATAN PADA JALAN TOL BOGOR RING ROAD SEKSI

Lebih terperinci

Spesifikasi geometri teluk bus

Spesifikasi geometri teluk bus Standar Nasional Indonesia Spesifikasi geometri teluk bus ICS : 93.080.01 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, 18 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi, memuat bahwa (Inspeksi Keselamatan Jalan) IKJ merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai 19 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah juga yang sering terjadi di Jalan Tanjakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Menurut Miro (2002), seiring dengan perkembangan jaman, objek yang diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, produksi ekonomi, pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan) Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM Pendahuluan Yang termasuk pejalan kaki : 1. Pejalan kaki itu sendiri

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan lalu lintas yang teratur,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 05 TAHUN 2001 TENTANG PELAKSANAAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iv 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 147 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian Analisis Kelaikan Fungsi Jalan Secara Teknis dengan Metode Kuantitatif dimaksudkan untuk menilai fungsi suatu ruas jalan ditinjau dari segi teknis.

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR A.1. A.1.1. A.1.1.1. Lajur Lalu-lintas A.1.1.2. Bahu A.1.1.3. Median A.1.1.4. Selokan Samping UJI FUNGSI TEKNIS GEOMETRIK Potongan melintang badan jalan Lebar lajur Fungsi jalan Jumlah lajur Arus Lalu-lintas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS TOL CIKAMPEK PURWAKARTA PADALARANG (CIPULARANG)

Lebih terperinci

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS DI RUAS JALAN PROF. DR. IDA BAGUS MANTRA TUGAS AKHIR Program S1 Oleh I DEWA AYU SRI EKA YADNYANI ( 0219151052 ) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK 2009 PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Penentuan Titik Rawan Kecelakaan (Black spot) Berdasarkan Angka Ekuivalen Kecelakaan pada Ruas Jalan PH. H Mustofa - AH. Nasution Di Kota Bandung

Penentuan Titik Rawan Kecelakaan (Black spot) Berdasarkan Angka Ekuivalen Kecelakaan pada Ruas Jalan PH. H Mustofa - AH. Nasution Di Kota Bandung Jumlah Kecelaaan 8th Industrial Research Workshop and National Seminar Penentuan Titik Rawan Kecelakaan (Black spot) Berdasarkan Angka Ekuivalen Kecelakaan pada Ruas Jalan PH. H Mustofa - AH. Nasution

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

Aspek Keselamatan Jalan dalam Pembangunan Jalan. BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

Aspek Keselamatan Jalan dalam Pembangunan Jalan. BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012 Aspek Keselamatan Jalan dalam Pembangunan Jalan BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, 30-31 Mei 2012 Fakta Kerugian negara akibat kecelakaan lalu lintas di jalan raya sepanjang 2010 tercatat Rp 205-220

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS 1 Ruang lingkup Pedoman ini meliputi ketentuan untuk perencanaan fasilitas pengendali kecepatan lalu lintas di jalan kecuali jalan bebas hambatan.

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Daerah Rawan Kecelakaan Daerah rawan kecelakaan yang terdapat pada ruas Jogja-Solo

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak terhadap perkembangan kota di Indonesia. Penduduk merupakan faktor utama dalam perkembangan kota sebagai pusat

Lebih terperinci

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA Pengertian Lalu Lintas Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang dan hewan di jalan, sedangkan angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG RAMBU-RAMBU, MARKA JALAN, DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta UJI LAIK FUNGSI JALAN DALAM MEWUJUDKAN JALAN YANG BERKESELAMATAN (STUDI KASUS JALAN UTAMA DI PUSAT KOTA TERNATE) Josanty Zachawerus Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR. Kata kunci : transportasi, laik fungsi, standar teknis.

ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR. Kata kunci : transportasi, laik fungsi, standar teknis. ANALISIS LAIK FUNGSI JALAN ARTERI DI KOTA MAKASSAR H. Nur Ali 1, M. Isran Ramli 1, Wilda Isnaeni 2 Abstrak Ruas jalan arteri di Kota Makassar merupakan jalan yang berfungsi sebagai jalur transportasi masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 LAMPIRAN A HASIL CHECKLIS LANJUAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMAAN JALAN OGAKARA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15 79 80 abel 1 Kondisi Umum 1 1.1 Kelas / Fungsi Jalan 1.2 Median/Separator Kondisi Umum a ()/

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PADANG ABSTRAK

EVALUASI PENERAPAN ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PADANG ABSTRAK VOLUME 6 NO. 2, OKTOBER 2010 EVALUASI PENERAPAN ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PADANG Titi Kurniati 1, Hendra Gunawan 2, Dony Zulputra 3 ABSTRAK Pembangunan di bidang angkutan jalan saat ini mengutamakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENEMPATAN RAMBU LALU LINTAS, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI KABUPATEN MURUNG RAYA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Umum Kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi pasti akan menimbulkan korban jiwa dan juga kerugian secara materil. Kasus inilah yang juga sering terjadi di Jalan Wonosari,

Lebih terperinci

BAB II TINJAU PUSTAKA. jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan

BAB II TINJAU PUSTAKA. jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan BAB II TINJAU PUSTAKA 2.1 Simpang (Hendarto dkk,2001), Persimpangan adalah daerah di mana dua atau lebih jalan bergabung atau berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

Lebih terperinci

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL)

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Saka Bhayangkara Polres Bantul 2012 ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL) Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI ABASTRAK... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH

MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH MODUL 3 : PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT PENGADAAN TANAH Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1219. 2015 KEMENHUB. Dana Alokasi Khusus. Keselamatan Transportasi Darat. Transportasi Perkotaan. Penggunaan. Petunjuk Teknis. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Ahmad a.k muda dalam kamus saku bahasa Indonesia edisi terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kecelakaan Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas, yang merupakan penjabaran UU No 14 tahun 1992 tentang lalu lintas

Lebih terperinci

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI FINAL KNKT-07-04-06-02 LAPORAN INVESTIGASI DAN PENELITIAN KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN KECELAKAAN TUNGGAL MOBIL BUS AKAP JATUH KE DALAM JURANG DAN MASUK SUNGAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Raya Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geometrik Jalan Antar Kota Dalam Buku Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997 ini merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Inspeksi Keselamatan Jalan Inspeksi keselamatan jalan menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (2016) merupakan pemeriksaan sistematis terhadap jalan atau segmen jalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA 1 SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG KETENTUAN PENGGUNAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS YANG BERSIFAT PERINTAH DAN/ATAU LARANGAN PADA RUAS JALAN TOL SEMARANG (SEKSI A, SEKSI

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal

Lebih terperinci