BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/instansi

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan barang/jasa merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa yang dilakukan oleh kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/instansi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai dengan diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Kegiatan pengadaan barang/jasa tidak hanya dilakukan oleh sektor swasta, tetapi juga dilakukan oleh sektor pemerintahan. Pengadaan barang/jasa bisa dilakukan secara konvensional atau secara elektronik. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, perkembangan pengadaan barang/jasa secara elektronik semakin pesat. Perkembangan secara elektonik ini juga didukung oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan itu sudah empat kali direvisi. Revisi terakhir ialah Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pengadaan barang/jasa secara konvensional mulai ditinggalkan karena proses tersebut membutuhkan waktu lama, dinilai tidak transparan, spesifikasi yang diarahkan, kualifikasi barang tidak sesuai spesifikasi, volume barang yang tidak sesuai dengan yang tertulis di dokumen lelang, panitia kurang independen dan akuntabel, integritas panitia lemah, penggelembungan anggaran (mark up) dan adanya kemungkinan berkembangnya praktik KKN (korupsi,kolusi, nepotisme). Beberapa modus korupsi yang dilakukan dalam pengadaan barang/ 1

2 2 jasa di antaranya ialah rekayasa dokumen antara pihak panitia dan pihak penyedia jasa, HPS (harga perkiraan sendiri) yang dibuat oleh pihak-pihak yang kira-kira ditunjuk sebagai pemenang lelang, manipulasi dokumen lelang, dan penerimaan suap kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengadaan barang/jasa 1. Untuk mencegah modus-modus tersebut, dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, yang didasari oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Diperintahkan untuk pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement). E-procurement adalah proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang berbasis web atau internalet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarakan oleh LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Aplikasi e-procurement untuk pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia dikembangkan oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang dinamakan SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik). SPSE mulai diterapkan oleh instansi-instansi pemerintah di seluruh Indonesia sejak tahun Unit yang dibentuk oleh sebuah instansi untuk mengoperasikan SPSE adalah LPSE. Pengadaan secara elektronik diperlukan dengan tujuan pengadaan barang/ jasa yang diselenggarakan dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, 1 KPK:Inilah Modus Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa, diakses pada 10 Agustus 2016, dapat diakses pada /kpkinilah-modus-korupsi-pengadaan-barang-dan-jasa

3 3 tidak diskriminatif dalam pembelanjaan uang negara, dan bersaing dengan tujuan tersebut diharapkan ketersediaan barang/jasa dapat diperoleh dengan harga dan kualitas terbaik, proses administrasi yang lebih mudah dan cepat, serta dengan biaya yang lebih rendah sehingga akan berdampak pada peningkatan pelayanan publik. Pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 bertujuan untuk (1) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas; (2) meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat; (3) memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan; (4) mendukung proses monitoring dan audit; dan (5) memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time. Penerapan e-procurement memberikan dampak perubahan dalam pengadaan barang/jasa di setiap instansi pemerintah. Namun, penerapan itu tidak serta merta dapat menurunkan tingkat korupsi dalam pengadaan barang/jasa. Berdasarkan laporan tahunan KPK tahun 2015, jumlah pengaduan korupsi yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa selama tahun 2015 ialah 479 kasus. Kabupaten Bantul merupakan salah satu pemerintah daerah yang menerapkan e-procurement dalam pengadaan barang/jasa. Kabupaten Bantul telah menerapkan e-procurement sejak 5 Januari Pada awal tahun 2016 BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengumumkan tujuh temuan terhadap LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) atas belanja daerah Kabupaten Bantul pada 2015 ( Dari temuan tersebut ada tujuh proyek pembangunan infrastruktur di

4 4 sejumlah instansi bermasalah, antara lain berupa kelebihan pembayaran pekerjaan konstruksi ke rekanan, proyek fisik yang dikerjakan tidak sesuai dengan spesifikasi, serta mutu beton pada pekerjaan jalan dan bangunan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak. Proyek-proyek tersebut melibatkan anggaran miliaran rupiah. Dari hasil audit BPK RI atas belanja daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, khususnya atas belanja modal yang dilaksanakan pada tahun berjalan, yaitu tahun anggaran 2015 terdapat temuan kelebihan pembayaran atas beberapa pos belanja modal di beberapa SKPD. Nilai nominal tersebut sebesar Rp ,95. Ketika dilakukan wawancara pada awal penelitian ini, menurut Kasubbag ULP pada tahun 2015 dan 2016 juga terjadi gagal lelang di Pemda Kabupaten Bantul. Sebagai contoh, pada 2015 terjadi gagal lelang pada paket pekerjaan belanja modal buku perpustakaan tahap II bernilai Rp Untuk tahun 2016, pada juli 2016 seperti yang dilansir pada paket lelang yang gagal terjadi lebih dari tiga proyek. Hal ini juga diungkapkan oleh Kasubbag ULP bahwa gagal lelang sering terjadi pada Temuan BPK dan adanya gagal lelang tersebut mengindikasikan lemahnya sistem pengendalian internal e-procurement di Pemda Kabupaten Bantul. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab lemahnya sistem pengendalian internal, antara lain, kurangnya sumber daya manusia yang terlatih untuk meningkatkan kompetensi pekerjaan, pegawai tidak mengetahui tanggung jawabnya masing-masing, dan tidak adanya pembatasan akses atas sumber daya yang dimiliki. Untuk itu, diperlukan adanya sistem pengendalian internal yang

5 5 lebih baik lagi bagi setiap entitas baik pemerintah pusat maupun daerah dalam pelaksanaan kegiatan opera-sionalnya. Sistem pengendalian internal (SPI) bertujuan untuk mengatur pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah agar tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku. Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan seluruh instansi pemerintah. Adapun SPIP ini terdiri atas unsur lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian internal. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan e-pro curement. Penelitian yang dilakukan oleh Engstrom (2009) tentang Implementation of Public E-procurement in Swedish Government Entities menunjukkan bahwa pelaksanaan e-procurement telah berkembang secara substansial selama beberapa tahun terakhir. Namun, pihak berwenang Pemerintah Swedia masih belum menerapkan dan memanfaatkan e-procurement secara maksimal. Pelaksanaan dan penggunaan e-procurement juga berdampak pada perilaku pembelian, yaitu pada proses pembelian, kriteria seleksi, dan pusat membeli. Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho pada tahun (2012) tentang Analisis Pengendalian Internal Pemerintah pada Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa: Studi Kasus Proyek Peningkatan Jalan dan Jembatan Kota Administrasi Jakarta Utara menunjukkan bahwa kegiatan pengendalian pada proses pengadaan

6 6 barang dan jasa di proyek pembangunan jalan dan jembatan Kota Administrasi Jakarta Utara telah memenuhi lima unsur pengendalian internal. Penelitian yang dilakukan oleh Nurchana (2014) membahas Efektivitas E-procurement dalam Pengadaan Barang dan Jasa: Studi terhadap Penerapan E- procurement dalam Pengadaan Barang/Jasa di Kabupaten Bojonegoro. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan e-procurement dalam pengadaan barang/jasa di Kabupaten Bojonegoro kurang berjalan efektif atau dapat dikatakan belum mencapai tujuan secara maksimal. Penelitian yang dilakukan Putu (2016) tentang Peran E-procurement terhadap Pencegahan Fraud pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Daerah di Pulau Lombok. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa e-procurement memiliki peran untuk menekan kecurangan (fraud) pada pengadaan barang/jasa pemerintah daerah di Pulau Lombok. E-procurement mampu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pada pengadaan barang/jasa sehingga celah kecurangan dapat dikurangi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut. (1) Adanya temuan BPK pada tahun 2015 dalam pengadaan barang/jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. (2) Pada tahun 2016 terjadi gagal lelang dalam proses pengadaan barang/jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.

7 7 Permasalahan tersebut muncul diduga karena adanya kelemahan pada SPI e-procurement di Pemda Kabupaten Bantul. Evaluasi terhadap pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa perlu dilakukan untuk mengidentifikasi apakah sistem pengendalian internal yang diterapkan oleh ULP dan LPSE telah memenuhi semua unsur SPI, apakah pelaksanaan SPIP-nya telah memadai, serta kelemahan apa saja yang masih ditemukan. Rumusan masalah dalam penelitian ini digunakan untuk melihat sejauh mana pengendalian internal yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dalam pengadaan barang/jasa secara e-procurement dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan seluruh instansi pemerintah. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut. (1) Bagaimana penerapan sistem pengendalian internal dalam e-procurement yang dilaksanakan di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul? (2) Bagaimana pelaksanaan e-procurement di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul? (3) Mengapa muncul permasalahan dalam pengadaan barang/jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul?

8 8 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi penerapan SPI dalam e-procurement yang dilaksanakan di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul ditinjau dari persyaratan SPIP yang berdasarkan PP 60 Tahun 2008 tentang SPIP; (2) mengevaluasi pelaksanaan e-procurement di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul; dan (3) mengidentifikasi penyebab munculnya permasalahan dalam pengadaan barang/jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. 1.5 Motivasi Penelitian Pengadaan barang/jasa dengan sistem E-procurement diharapkan bisa lebih transparan dan dapat meminimalisasi kesalahan-kesalahan yang terjadi pada pengadaan secara manual, misalnya mutu barang yang diinginkan tidak sesuai dengan kebutuhan, ada kegagalan proses lelang, ditemukan banyak barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak, dan kualitas bangunan yang tidak memadai. Kesalahan-kesalahan tersebut masih ditemukan pada proses pangadaan barang/jasa di Kabupaten Bantul. Fenomena itu menarik perhatian penulis untuk menelitinya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terkait dengan masalah pengadaan barang/jasa yang terjadi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul terutama terkait dengan masalah sistem pengendalian internal e-procu rement di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul.

9 9 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini melibatkan berbagai pihak sebagai objek penelitian. Pihakpihak tersebut ialah pihak-pihak yang terkait dalam proses pengadaan barang/jasa. Oleh sebab itu, manfaat penelitian ini diharapkan juga dapat memenuhi kebutuhan atas berbagai pihak tersebut. Dengan adanya penelitian ini pihak-pihak tersebut dapat melakukan pengembangan terhadap sistem pengendalian internal e- procurement yang dimiliki dan membenahi pihak-pihak yang bertanggung jawab penuh atas pengadaan barang/jasa di Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul. 1.7 Kontribusi Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada beberapa pihak sebagai berikut. 1. Kontribusi Praktis Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi sebagai acuan evaluasi pengendalian internal dalam pengadaan barang/jasa serta untuk memecahkan masalah dalam pengendalian internal dalam pengadaan barang/ jasa yang bertujuan meningkatkan pengendalian internal dalam pengadaan barang/jasa di Pemda Kabupaten Bantul. 2. Kontribusi Akademis Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi secara akademis, yaitu sebagai literatur bagi penelitian-penelitain selanjutnya untuk meneliti permasalahan e-procurement dan bahkan mengembangkannya ke objek dan ranah yang lebih luas lagi.

10 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul dengan subjek penelitian ULP dan LPSE. Penelitian ini difokuskan pada SPI dalam proses pengadaan barang/jasa secara elektronik (eprocurement) di Pemda Kabupaten Bantul.