PERBANDINGAN CAMPURAN AC-WC TERHADAP PENGGUNAAN KADAR PIPIH DAN LONJONG BERDASARKAN SPESIFIKASI KIMPRASWIL 2005

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

VARIASI AGREGAT PIPIH TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati Arfan Hasan ABSTRAK

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

BAB III LANDASAN TEORI

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

METODOLOGI PENELITIAN

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PERBEDAAN GRADASI TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL LAPIS PENGIKAT (AC-BC)

PENGARUH SUHU DAN DURASI TERENDAMNYA PERKERASAN BERASPAL PANAS TERHADAP STABILITAS DAN KELELEHAN (FLOW)

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PERENCANAAN GRADASI AGREGAT CAMPURAN. dari satu fraksi agregat yang penggabungannya menggunakan cara analitis.

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

NASKAH SEMINAR INTISARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

BAB I PENDAHULUAN. agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB III LANDASAN TEORI

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

Metodologi Penelitian

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.2, Januari 2013 ( )

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

PENGGUNAAN LIMBAH HANCURAN GENTENG SEBAGAI ALTERNATIF AGREGAT KASAR PADA CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

PENGARUH PERENDAMAN BERKALA PRODUK MINYAK BUMI TERHADAP DURABILITAS CAMPURAN BETON ASPAL

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS -WC

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

Transkripsi:

PERBANDINGAN CAMPURAN AC-WC TERHADAP PENGGUNAAN KADAR PIPIH DAN LONJONG BERDASARKAN SPESIFIKASI KIMPRASWIL 2005 Oleh Lusyana, Yan Parta Wijaya ABSTRAK Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang Sifat-sifat fisik agregat seperti bentuk butir berpengaruh langsung terhadap sifat campuran. Terutama untuk lapisan permukaan (surface course) agregat harus 90% terdiri dari bentuk kubus, karena memberikan ikatan (interlocking). Tujuan dilakukannya penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji karakteristik Marshall dari campuran Laston Lapis Aus/Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) yang memiliki kadar agregat pipih dan lonjong 0% dengan yang memiliki kadar agregat pipih dan lonjong melebihi dari standar yang ditetapkan oleh Kimpraswil tahun 2005. Hasil perencanaan dengan metoda Marshall memperlihatkan bahwa nilai KAO campuran yang tanpa agregat pipih dan lonjong lebih kecil (5,35%) dengan nilai stabilitas 1260 kg lebih kecil dibandingkan campuran yang menggunakan pipih dan lonjong melebihi persyaratan (5,45%) dengan nilai stabilitas 1210 kg. Dalam penelitian ini, penggunaan partikel pipih dan lonjong yang melebihi persyaratan Kimpraswil 2005 yaitu maksimum 25% untuk kadar pipih dan 10% untuk kadar kelonjongan akan menunjukkan kecendrungan penurunan kinerja, dimana perbedaan KAO Marshall antara 2 variasi campuran ini sebesar 0,1% cukup signifikan apabila di kaitkan dengan biaya produksi campuran beraspal dilapangan. ata kunci : AC-WC, partikel pipih dan lonjong, interlocking PENDAHULUAN Bahan perkerasan jalan merupakan salah satu factor utama dari banyak factor yang ikut menentukan tingkat kestabilan perkerasan jalan secara keseluruhan (Siswosoebrotho, 2001). Pada umumnya konstruksi perkerasan jalan menggunakan jenis perkerasan lentur (Flexible Pavement). Kadar agregat dalam perkerasan lentur umumnya berkisar antara 90-95% dari berat total. Penggunaan agregat pada perkerasan jalan ditentukan berdasarkan sifatsifat fisik agregat yang juga akan menentukan kekakuan dan kekuatan dari struktur perkerasan. Sifat-sifat fisik agregat yang mempengaruhi campuran agregat yang perlu diperhatikan tersebut antara lain adalah : berat jenis, kekerasan agregat, gradasi, durabilitas dan keawetan, bentuk butir dan tekstur permukaan, serta kebersihan. Sifat-sifat fisik tersebut berpengaruh langsung terhadap sifat campuran seperti bentuk butir yang berpengaruh terhadap cara pengerjaan campuran, kemampuan pemadatan serta kekuatan perkerasan aspal. Terutama untuk lapisan permukaan (surface course) agregat harus 90% terdiri dari bentuk kubus. Bentuk butiran kubus memberikan ikatan (interlocking) satu sama lain dan permukaan yang kasar memberikan gesekan yang besar antar agregat, sehingga kestabilan konstruksi tercapai dan gradasi tidak berubah. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain : a Mengkaji karakteristik Marshall dari campuran Laston Lapis Aus/Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) yang memiliki kadar agregat pipih dan lonjong 86

b 0% untuk mendapatkan kadar aspal optimum (KAO) Membandingkan kinerja campuran AC-WC yang memiliki kadar agregat pipih dan lonjong melebihi dari standar yang ditetapkan oleh Kimpraswil tahun 2005 dengan campuran AC-WC yang memiliki kadar agregat pipih dan lonjong 0%. British Standard Institution, BSI, (1975) membagi bentuk-bentuk agregat dalam 6 kategori, yaitu : bulat (rounded), tidak beraturan (irregular), bersudut (angular), pipih (flaky), lonjong (elongated), pipih dan lonjong (flaky and elongated). Bahan dan Pengujian Campuran Beraspal Panas Pemilihan jenis agregat merupakan hal yang penting dalam perencanaan campuran beraspal. a Agregat Kasar Fraksi agregat kasar untuk perencanaan adalah yang tertahan saringan No.8 (standar ASTM) atau 2,36 mm. Agregat ini harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki yang nantinya akan mengganggu kelekatan aspal. b Agregat Halus Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau pengayakan batu pecah yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan ayakan No.200 (0,075 mm). Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen campuran melalui friksi dan perilaku saling mengunci partikel-partikelnya. c Bahan Pengisi (Filler) Filler adalah suatu mineral agregat dari fraksi halus yang hampir seluruhnya lolos saringan No.200 (75 m) dan tidak kurang dari 75 % terhadap beratnya. Partikel filler mengisi ruang antara agregat halus dan kasar sehingga memberikan kontribusi untuk meningkatkan kepadatan. d Indeks Kepipihan Dan Kelonjongan (Flakiness and Elongation Index) Gambar 1 Bentuk butir agregat i.rounded; ii. Irregular; iii. Angular;iv. Flaky; v. Elongated; vi. Flaky and Elongated Pada penghancuran batuan yang sangat keras dan getas akan terjadi proporsi bentuk pipih yang cukup besar. Tetapi pada proses crushing selanjutnya akan didapat proporsi bentuk bersudut yang lebih banyak. Pengukuran indeks kepipihan dan kelonjongan biasanya dilakukan untuk agregat yang diambil langsung dari alam seperti dari sungai atau dari penggalian langsung batuan di gunung. Bentuk agregat pipih dan atau lonjong tidak disukai dalam struktur perkerasan jalan karena karena sifatnya yang mudah patah sehingga dapat mempengaruhi gradasi agregat, interlocking dan menyebabkan peningkatan porositas perkerasan tidak beraspal. Bina Marga masih menerima bentuk agregat pipih, yaitu maksimal 25%. Pada penggunaan praktis di lapangan, agregat berbentuk bulat dapat digunakan untuk lapisan permukaan dengan sebelumnya dipecahkan terlebih dahulu. 87

Aspal Aspal adalah suatu material yang berwarna hitam atau coklat tua yang bersifat termoplastis. Pada temperatur ruang berbentuk padat sampai semi padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak atau cair, sehingga aspal dapat membungkus agregat pada saat pembuatan campuran. Pada saat temperaturnya turun kembali menuju suhu ruang, aspal akan menjadi keras dan mengikat agregat ditempatnya. Jenis aspal yang umum digunakan di Indonesia adalah aspal dengan penetrasi 60/70 (aspal pen 60/70) dan penetrasi 80/100 (aspal pen 80/100). Laston Lapis Aus (AC-WC) Campuran Laston Lapis Aus (AC-Wearing Course) adalah merupakan lapisan paling atas dari struktur perkerasan yang berhubungan langsung dengan roda kendaraan, mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan Laston Lapis Pengikat (AC-Binder Course), dengan ukuran maksimum agregat 19 mm. Kekuatan lapis beton aspal didapat dari gradasi agregatnya yang menerus (Continuous Graded). Gradasi agregat seperti ini akan menjadikan struktur agregat saling mengunci. Laston memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku, yaitu tahan terhadap pelelehan plastis namun cukup peka terhadap retak, sehingga dengan demikian campuran ini cukup peka terhadap variasi kadar aspal dan perubahan gradasi agregat. METODE PENELITIAN Gradasi Agregat Campuran Kombinasi gradasi agregat campuran yang digunakan adalah Laston Lapis Aus yaitu harus memenuhi batas-batas gradasi agregat seperti tercantum pada Tabel 1. Perencanaan Campuran Beraspal Suatu campuran beraspal harus memiliki workability yang baik, yaitu kemampuan campuran tersebut untuk dapat dihamparkan dan dipadatkan untuk mencapai kepadatan yang diinginkan tanpa kesulitan. Karakteristik dasar yang harus dimiliki oleh campuran aspal panas adalah stabilitas, fleksibilitas, durabilitas dan kekesatan permukaan (Krebs & Walker, 1971). Tabel 1 Gradasi Laston Lapis Aus (AC-WC) % Berat yang Lolos Ukuran LASTON LAPIS AUS (AC- Ayakan WC) Gradas ASTM mm a Spesifika FULLE i si R Rencan 1 25 ¾ 19 100 100 100 ½ 12,5 90-100 82,8 95,0 3/8 9,5 Maks.90 73,2 85,0 No.8 2,36 28-58 39,1 48,6 No.16 1,18 28,6 No.30 0,60 21,1 No.20 0,07 5,5 4-10 8,3 0 5 DAERAH LARANGAN No.4 4,75-53,6 - No.8 2,36 39,1 39,1 48,6 No.16 1,18 25,6-38,1 28,6 31,6 No.30 0,60 19,1-29,0 21,1 23,1 No.50 0,30 15,5 15,5 21,0 88

Mulai Studi Literatur Persiapan Material Pengujian Agregat Kasar, Halus, Filler Pengujian Aspal Penetrasi 60/70 Tidak Memenuhi Syarat? Memenuhi Syarat? Tidak Ya Ya Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Dengan Metoda Marshall untuk campuran A dan B Memenuhi Syarat? Tidak Ya Analisis Data Kesimpulan Dan Saran Selesai Gambar 2 Diagram Alir Kegiatan Penelitian Secara keseluruhan terdapat dua variasi campuran yang dipilih dalam penelitian yaitu : 1. Tipe A adalah campuran AC-WC dengan kadar pipih dan lonjong lebih besar dari standar (> 25%) dengan jumlah sampel 15 buah. 2. Tipe B adalah campuran AC-WC dengan kadar pipih dan lonjong 0% (15 sampel) Pengujian Marshall Pengujian Marshall adalah untuk menentukan Kadar Aspal Optimum, yaitu kadar aspal dimana campuran yang dihasilkan memiliki sifat-sifat yang terbaik berdasarkan pengujian sifat-sifat volumetrik (kepadatan, VIM, VMA dan VFA) dan karakteristik Marshall (Stabilitas, kelelehan dan Marshall Quotient). Pengujian di Indonesia di standarisasikan di dalam SNI 03-2489-1991. 89

Tabel 2 Hasil Pengujian Sifat-sifat Fisik agregat Kasar, Agregat Halus, dan Filler No Karakteristik Persyaratan Hasil Pengujian Agregat Min Maks A B Agregat Kasar 1 Penyerapan, % - 3 0,797 2 Berat Jenis - Berat Jenis Bulk 2,5-2,676 - Berat Jenis SSD 2,5-2,697 - Berat Jenis Apparent 2,5-2,734 3 Abrasi dengan Mesin Los Angeles, % - 40 20 4 Kelekatan Agregat terhadap Aspal, % 95 - > 95 5 Angularitas, % 95/90 - > 95 6 Partikel Pipih, % - 25 26,5 7 Partikel Lonjong, % - 10 14,881 Agregat Halus 1 Penyerapan, % - 3 0,100 2 Berat Jenis - Berat Jenis Bulk 2,5-2,678 - Berat Jenis SSD 2,5-2,681 - Berat Jenis Apparent 2,5-2,685 Filler 1 Berat Jenis - - 2,644 Agregat Gabungan 1 Penyerapan, % - 3 0,164 2 - Berat Jenis Bulk 2,5-2,670 - Berat Jenis SSD 2,5-2,683 - Berat Jenis Apparent 2,5-2,705 Tabel 3 Hasil Pengujian Aspal Penetrasi 60/70 No Jenis Pengujian Hasil pengujian Persyaratan 1 Berat Jenis 1,030 1 - Min Maks 2 Penetrasi, 25 ºC, 100 gr, 5 detik, 0,1 mm 62,24 60 79 3 Titik Lembek, o C 49,5 48 58 4 Titik Nyala, o C 336 200-5 Daktilitas, 25 ºC, 5 cm/menit, cm > 130 100-90

Tabel 4 Hasil Pengujian Marshall Pada Campuran A Sifat Campuran Hasil Pengujian Kadar Aspal, % 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 Spesifikasi Kepadatan, t/m 3 2,266 2,316 2,371 2,387 2,393 - V I M, % 9,573 6,915 3,989 2,632 1,651 3,5-5,5% V M A, % 18,95 17,62 16,11 15,99 16,21 > 15% V F A, % 49,49 60,79 75,24 83,59 89,86 > 65% Stabilitas, kg 1087,94 1175,11 1287,71 1025,26 979,20 > 800 kg Kelelehan, mm 3,27 3,33 3,27 3,55 3,60 > 3 mm Marshall Quotient, kg/mm 333,46 352,62 397,74 308,29 275,95 > 250 kg/mm Tabel 5 Hasil Pengujian Marshall pada campuran B Sifat-Sifat Campuran Hasil Pengujian Kadar Aspal, % 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 Spesifikasi Kepadatan, t/m 3 2,285 2,330 2,374 2,397 2,399 - V I M, % 8,73 6,23 3,76 2,09 1,30 3,5-5,5% V M A, % 18,13 16,95 15,83 15,45 15,84 > 15% V F A, % 51,93 63,31 76,26 86,52 91,79 > 65% Stabilitas, kg 1091,24 1200 1338,29 1095,65 991,74 > 800 kg Kelelehan, mm 3,27 2,97 3,10 3,33 3,43 > 3 mm Marshall Quotient, kg/mm 335,02 408,83 434,20 332,33 298,35 > 250 kg/mm KAO Marshall 5,45 % 5,20 5,70 V I M V M A V F A Stabilitas Kelelehan Marshall Quotient 4,5 5,0 5,5 6,0 Gambar 3 Grafik KAO Campuran A dan Campuran B HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data Pengujian Marshall Campuran AC-WC Parameter ini sangat berkaitan dengan nilai kepadatan (Density) dan sangat menentukan nilai Kadar Aspal Optimum (KAO). Pada gambar 4 terlihat campuran B mempunyai Karakteristik Volumetrik Volumetrik campuran yang berperan penting dalam uji Marshall, yaitu VIM, VMA, dan VFA. kepadatan yang lebih tinggi dari campuran A. Hal ini disebabkan dari bentuk butiran campuran B yang tidak memiliki agregat pipih dan lonjong (bentuk butir bersudut/kubus) 91

sehingga aggregate interlockingnya lebih kuat jika dibandingkan dengan campuran A yang memiliki persentase agregat pipih dan lonjong lebih besar dari persyaratan. Dari gambar 6 terlihat bahwa pada kadar aspal yang sama, campuran A dengan kepadatan lebih rendah, memberikan nilai VMA yang lebih besar jika dibandingkan dengan campuran B yang memiliki kepadatan lebih besar. Karena campuran A memiliki bentuk butiran pipih dan lonjong cukup banyak sehingga jumlah ruang antara agregat juga lebih banyak. Gambar 4 Perbandingan nilai Kepadatan terhadap perubahan kadar aspal Gambar 6 Perbandingan Kurva VMA Terhadap Perubahan Kadar Aspal Gambar 5 Perbandingan Kurva VIM Terhadap Perubahan Kadar Aspal Pada Gambar 5 memperlihatkan, untuk kadar aspal yang sama, campuran tipe A mempunyai nilai VIM yang lebih besar jika dibandingkan dengan campuran B. Hal ini karena campuran A memiliki rongga antar agregat yang besar, sedangkan rongga yang terisi aspal hanya sedikit karena aspal lebih banyak menyelimuti agregat. Akibatnya rongga yang tersisa dalam campuran pun menjadi lebih besar dibandingkan campuran B. Gambar 7 Perbandingan Kurva VFA Terhadap Perubahan Kadar Aspal Pada kadar aspal yang sama, campuran B memiliki nilai VFA yang lebih tinggi dibandingkan dengan campuran A. Hal ini disebabkan karena pada kadar aspal tersebut campuran B memiliki VIM yang lebih kecil karena jumlah ruang antara agregat sudah terisi oleh aspal efektif. Juga karena luas agregat yang terselimuti aspal lebih kecil pada campuran B dibandingkan campuran A. 92

Sehingga aspal lebih cendrung mengisi ruang yang kosong. Karakteristik Marshall Pada Gambar 8, pada kadar aspal yang sama campuran B memiliki nilai Stabilitas lebih besar dibandingkan campuran A. Rendahnya nilai stabilitas pada campuran A yang memiliki persentase pipih dan lonjong lebih dari persyaratan, karena bentuk agregat pipih kurang memberikan ikatan satu sama lainnya (interlocking) dan kemungkinan karena tipisnya, akan bertambah pecah atau patah bila dibebani, sehingga dapat merubah gradasi agregat dari campuran AC-WC tsb. Sedangkan campuran B yang tanpa pipih dan lonjong, kekuatannya akan terbentuk dari gaya kunci mengunci (interlocking) dari agregat yang bersudut. Dari gambar terlihat bahwa campuran A memiliki kelelehan lebih tinggi dibandingkan campuran B. Hal ini sesuai dengan tebal film aspal yang ada pada masing-masing campuran dimana untuk campuran A tebal film aspal sebesar 10 m, campuran B tebal film aspal sebesar 9,95 m. Pada kadar aspal yang sama campuran B dengan nilai stabilitas paling besar, memiliki nilai MQ yang lebih besar jika dibandingkan dengan campuran A. Hal ini juga disebabkan campuran B memiliki kelelehan yang lebih rendah, sehingga didapatkan campuran yang lebih kaku dibandingkan campuran A. Gambar 10 Perbandingan Kurva Hasil Bagi Marshall Terhadap Perubahan Kadar Aspal Gambar 8 Perbandingan Kurva Stabilitas Terhadap Perubahan Kadar Aspal Gambar 9. Perbandingan Kurva Kelelehan Terhadap Perubahan Kadar Aspal Analisis Kadar Aspal Optimum (KAO) Dari dua variasi campuran yang dilakukan, campuran B (tanpa pipih dan lonjong) memiliki nilai KAO lebih rendah (5,35%) dibandingkan campuran A (5,45%). Hal ini karena pada campuran B luas agregat yang akan terselimuti aspal lebih sedikit dibandingkan pada campuran A, sehingga dibutuhkan kadar aspal yang lebih sedikit juga. Ini menguntungkan karena akan dapat mengurangi biaya dari campuran beraspal tersebut. 93

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil perencanaan campuran AC-WC dengan metoda Marshall memperlihatkan bahwa nilai kadar aspal optimum (KAO) campuran B lebih kecil (5,35%) dibandingkan campuran A (5,45%). Hal ini karena pada campuran B luas agregat yang akan terselimuti aspal lebih sedikit dibandingkan pada campuran A. 2. Nilai stabilitas pada KAO Marshall untuk campuran yang yang tanpa agregat pipih dan lonjong adalah 1260 kg, lebih tinggi dari campuran A yaitu 1210 kg. 3. Dalam penelitian ini, penggunaan partikel pipih dan lonjong yang melebihi persyaratan Kimpraswil 2005 yaitu maksimum 25% untuk kadar pipih dan 10% untuk kadar kelonjongan akan menunjukkan kecendrungan penurunan kinerja. Perbedaan Kadar Aspal Optimum Marshall antara 2 variasi campuran ini sebesar 0,1% cukup signifikan apabila di kaitkan dengan biaya produksi campuran beraspal dilapangan. Saran 1. Perbedaan penggunaan aspal untuk campuran A dan B menyebabkan perlu adanya kajian lebih lanjut tentang efisiensi biaya yang diperoleh. 2. Perlu melengkapi kinerja campuran pada penelitian ini dengan melakukan pengujian analitis seperti Wheel Tracking atau UMATTA. DAFTAR PUSTAKA AASHTO, 1998, Standard Specifications for Transportation Materials and Methods of Sampling and Testing, Washington D.C, Bambang Ismanto, Prof. Dr. Ir, M.Sc, 2001, Bahan kuliah Perancangan Perkerasan dan Bahan, Penerbit ITB Departemen Kimpraswil, 2005, Campuran Beraspal Panas. Buku V Spesifikasi. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1999, Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak, Departemen PU Ginting, Kariantoni, 2001, Pengaruh Kadar Agregat Pipih dan Lonjong dalam Workabilitas dan Modulus Campuran Beton Aspal, Tesis Magister, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Institut Teknologi Bandung Krebs, D.Robert, Walker, D.Richard, 1971, Highway Material, Mcgraw-Hill Book Company New York. Lusyana, 2007, Pengaruh Penambahan Pasir Sungai Pada Campuran Laston Lapis Aus (AC- WC) berdasarkan Spesifikasi kimpraswil 2005, Program TPSDP PNP. Shell Bitumen, 1990, The Shell Bitumen Handbook, Shell Bitumen, U.K. Standar Nasional Indonesia, 1991, Pengujian Campuran Beraspal dengan Alat Marshal, SNI No. : 03-2489-1991 94