PROGRAM AKSI PENGEMBANGAN KERBAU DI KABUPATEN POSO PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN 2007 ABD. HALIM MADA ALI Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Tengah PENDAHULUAN Sektor peternakan memegang peranan penting pada pembangunan perekonomian nasional kita dari sektor ini yang sangat berperan sebagai ujung tombak adalah peternakan rakyat, karena sebagian besar populasi ternak diusahakan dengan sistem peternakan rakyat. Oleh karena itu, peternakan rakyat tetap mempunyai nilai yang penting bila dilihat dari segi sosio-ekonomi peternakan, karena merupakan tulang punggung peternakan di Indonesia. Salah satu ternak yang memiliki potensi besar di negara kita adalah kerbau. Namun keberadaan kerbau kurang mendapatkan perhatian. Jelas terlihat dari kajian-kajian ternak kerbau kurang dipublikasikan dan keunggulan-keunggulan ternak ini masih belum dimanfaatkan. Kerbau merupakan salah satu ternak penting di Indonesia, kegunaannya sangat beragam mulai dari membajak sawah, alat transportasi, sumber daging dan susu, kulitnya digunakan sebagai bahan baku industri dan kotorannya sebagai pupuk. Masalah utama dalam usaha ternak kerbau antara lain kurangnya pejantan yang memadai. Sering terjadi lambatnya induk menjadi bunting dan lamanya jarak beranak bukan semata mata disebabkan oleh rendahnya kondisi, namun karena ketersediaan pejantan yang terbatas saat dibutuhkan. Selain itu, di beberapa lokasi, keamanan ternak kurang terjamin karena rawan pencurian ternak. Pemasaran daging kerbau juga semakin menurun masyarakat lebih menyenangi daging sapi. Padahal ditinjau dari kandungan lemak, sebenarnya daging kerbau lebih sehat dibanding daging sapi. Penjualan ternak dilakukan sesuai kebutuhan petani, misalnya untuk modal dan biaya sekolah anak. Umumnya yang dijual kerbau jantan, namun kalau terpaksa betina pun juga dijual. Banyak juga penjualan kerbau untuk keperluan pesta pernikahan, pembelian alat rumah tangga dan kendaraan bermotor. Revitalitas ternak kerbau merupakan realita yang harus diaplikasikan dalam kondisi objektif saat ini dengan membangun 2 (dua) paradigma, yaitu (1) paradigma produksi, termasuk penekanan pada peningkatan produktifitas (intensifikasi) dan perluasan usaha (ekstensifikasi) yang mendasarkan pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kesejahteraan termasuk dalam hal ini adalah pembibitan yaitu penyediaan bakalan ternak kerbau dan (2) paradigma sistem dan usaha agribisnis, yang mengaitkan peternakan dengan kegiatan industri dan jasa serta menempatkannya dalam perspektif ekonomi makro yang termasuk pengembangan peluang bisnis serta penyerapan tenaga kerja. Tabel 1. Populasi ternak di Kabupaten Poso pada tahun 2006 No. Jenis ternak Jumlah (ekor) 1. Sapi 189.145 2. Kerbau 4.492 3. Kuda 3.315 4. Kambing 188.362 5. Babi 2.211 6. Anjing 189.229 7. Ayam kampung 2.120.288 8. Ayam ras petelur 376.733 9. Ayam ras pedaging 2.358.000 SITUASI PETERNAKAN KERBAU DI KABUPATEN POSO Kabupaten Poso adalah salah satu bagian dari Propinsi Sulawesi Tengah yang mempunyai luas ± 8.712, 25 km 2, dengan 177
jumlah penduduk 164.414 jiwa yang menempati 148 desa/kelurahan pada 12 wilayah kecamatan (BPS, 2007). Berdasarkan data di atas, populasi ternak kerbau tersebar di beberapa wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Lore Utara, Lore Tengah, Lore Selatan, Pamona Barat, Pamona Timur, Pamona Utara dan Pamona Selatan. Secara umum ternak kerbau di Kabupaten Poso dipelihara secara tradisional yaitu di padang pengembalaan atau di lahan sawah yang belum diolah bersama-sama dengan ternak sapi. Berikut ini beberapa gambar peternakan kerbau yang ada di Kabupaten Poso. Gambar 1. Lokasi peternakan kerbau di Kecamatan Lore Utara Gambar 2. Lokasi peternakan kerbau di Kecamatan Lore Utara 178
Gambar 3. Lokasi peternakan kerbau di Kecamatan Lore Utara Di Kabupaten Poso, ternak kerbau telah dipelihara dan dimanfaatkan sejak lama dan menjadi bagian dari adat istiadat dan usaha tani masyarakat setempat, terutama dalam mengolah sawah. Ternak kerbau dipelihara sampai berumur 15-20 tahun setelah induk kerbau tua dan tidak produktif lagi biasanyya dipotong untuk tujuan konsumsi, tidak jarang setelah beranak lebih dari 10 kali. Namun kerbau jantan banyak dijual pada umur yang masih relatif muda untuk konsumsi. Umumnya perkawinan ternak kerbau menggunakan pejantan yang tersedia di lahan pengembalaan. Kadangkala pejantan disewa dari petani lainnya, karena tidak semua petani memiliki kerbau pejantan. Kerbau betina umumnya beranak pertama kali pada umur 4 tahun dengan lama kebuntingan 11 bulan. Sebagian petani melaporkan jarak beranak selama 14 bulan. Namun umumnya ditemui bahwa usia kebuntingan induk sekitar dua bulan pada saat anak sudah berumur setahun dengan demikian jarak beranak menjadi 21 bulan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat reproduksi kerbau hanya mencapai 60%. Masalah utama dalam usaha ternak antara lain kurangnya pejantan yang memadai. Sering terjadi lambatnya induk menjadi bunting dan lamanya jarak beranak bukan semata-mata disebabkan oleh rendahnya kondisi induk, namun karena ketersediaan pejantan yang terbatas saat dibutuhkan. Selain itu, di 179
Gambar 4. Lokasi peternakan kerbau di Kecamatan Parnona Barat beberapa lokasi, keamanan ternak kurang terjamin karena rawan pencurian ternak. Pemasaran daging kerbau juga semakin menurun, karena masyarakat lebih menyenangi daging sapi. Penjualan ternak dilakukan sesuai kebutuhan petani. Seekor betina muda (umur 2-2,5 tahun) sekitar Rp. 3.500.000,- kerbau jantan biasanya dijual pada usia 1,5-2 tahun dengan harga sekitar Rp. 5.000.000,- sedangkan anak betina dipelihara sebagai pengganti induk untuk kerbau bibit. Pada umumnya petani pemelihara kerbau, memiliki lahan ladang atau sawah untuk usaha tani lainnya. Hasil tanaman pangan merupakan andalan mereka untuk hidup sekeluarga. Hasil dari ternak digunakan untuk menutupi biaya keperluan yang lebih besar seperti melanjutkan sekolah anak, memperbaiki rumah, membeli kendaraan bermotor dan lainnya. PENINGKATAN POPULASI KERBAU Sistem pemeliharaan ternak kerbau yang bersifat tradisional dan adanya penjualan ternak tanpa memperhatikan aspek kelestarian, menyebabkan populasi ternak kerbau di Kabupaten Paso berada pada kondisi yang memprihatinkan. Untuk meningkatkan kembali status keberadaan ternak kerbau di Kabupaten Poso, maka pemerintah pada tahun 2006 ini telah mengambil suatu kebijakan dengan 180
memberikan bantuan bibit ternak kerbau kepada petani untuk dimanfaatkan bagi peningkatan populasi. Kegiatan peningkatan populasi ternak kerbau ini baru dapat dilaksanakan di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Pamona Selatan dan Kecamatan Lore Utara. Bantuan bibit berjumlah 60 ekor, yang dibagikan kepada 5 kelompok tani ternak, yang masing masing kelompok mendapat 11 ekor ternak betina dan 1 ekor jantan. Bantuan ternak kerbau yang diberikan kepada kelompok tani ini bersifat mengikat. Artinya bahwa bantuan ini diberikan dalam bentuk pinjaman sehingga petani penerima atau pemelihara wajib mengembalikan, selanjutnya hasil pengembalian akan diberikan kepada kelompok tani lainnya (perguliran). Perguliran ternak kerbau ini dilaksanakan dalam bentuk perguliran Natura artinya pengembalian dalam bentuk ternak kerbau Adapun syarat dan prosedur perguliran ternak kerbau adalah sebagai berikut: 1. Setiap anggota mendapat bantuan 1 ekor kerbau betina dan mengembalikan sebanyak 1 ( satu ) ekor kerbau. 2. Salah satu dari anggota mendapat 1 (satu) pasang kerbau (jantan dan betina ) dan wajib mengembalikan 2 ekor kerbau. 3. Jangka waktu pengembalian adalah 5 tahun dengan waktu sebagai berikut: Tahun I umur kerbau = 2 tahun Tahun II masa pemeliharaan -1 tahun berarti kerbau telah berumur 3 tahun Tahun III (umur kerbau 3 tahun) diharapkan kerbau sudah bunting dengan masa bunting 11 bulan. Diharapkan pada tahun III ini anak pertama dapat lahir. Tahun IV masa pemeliharaan anak selama satu tahun. Tahun V pengembalian dilaksanakan setelah anak kerbau berumur 1 tahun. 4. Untuk anggota yang mendapat 1 (satu) pasang kerbau jangka waktu pengembaliannya adalah 6 tahun dimana waktu : Pada tahun IV diharapkan bunting ke-2 dan masa pemeliharaan anak selama 1 tahun. Pada tahun V atau tahun IV pengembalian anak ke-2 dilaksanakan. 5. Ternak kerbau hasil keturunan dikembalikan kepada pemerintah melalui Dinas Pertanian untuk pengaturan perguliran selanjutnya. Khusus untuk pemeliharaan ternak kerbau, kelompok tani haus mempunyai padang pengembalaan, dimana ternak ditempatkan pada padang pengembalaan tersebut dan disiapkan kandang serta hijauan ternak (HMT). Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan kegiatan pembinaan, pengawasan serta monitoring dan evaluasi. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan populasi ternak kerbau dapat ditingkatkan, yang tentunya harus dibarengi dengan pembinaan secara terus-menerus setiap tahunnya. LOKASI PENGEMBANGAN KERBAU DATARAN TINGGI TAHUN 2007 Tujuan pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Poso sejalan dengan tujuan pengembangan peternakan yang dirumuskan dalam panca Dharma Pembangunan Peternakan. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan rumusan kebijaksanaan dan program yang dalam mendorong partisipasi masyarakat luas yang terlihat dalam pembangunan peternakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan memperhatikan kendala pengembangan itu sendiri. Berbagai faktor kendala yang mempengaruhi perkembangan ternak kerbau adalah faktor ekologis (keadaan tanah dan iklim), biologis (genotipe, pakan dan kesehatan) dan sosial ekonomis (tenaga kerja dan keterampilannya, modal, penguasaan lahan). Besarnya peranan masing-masing faktor tersebut tidak sarna untuk setiap lokasi. Keadaan yang yang terbaik adalah bila faktorfaktor tersebut sangat mendukung pengembangan ternak kerbau. Demikian pula halnya dengan pengembangan ternak kerbau di Kabuten Poso, tentu tidak terlepas dari pengaruh ketiga faktor tersebut di atas. Untuk itu pada tahun anggaran 2007 rencana lokasi pengembangan ternak ternak kerbau yaitu di Kecamatan Lore Utara, sedangkan pengembangan ternak kerbau 181
lumpur dataran tinggi tahun 2008 direncanakan dikembangkan di Kecamatan Lore Selatan dan Lore Tengah. Pemilihan 3 (tiga) kecamatan ini didasarkan pada kecilnya ketiga faktor kendala tersebut di atas. Kecamatan Lore Utara dan Kecamatan Lore Tengah terletak pada daerah dengan ketinggian 1.100-1.200 meter dari permukaan air laut dengan suhu pada malam hari sekitar 18 o C sampai dengan 20 o C dan siang hari 21 sampai dengan 26 C, sedangkan Kecamatan Pamona Selatan terletak pada daerah dengan ketinggian 700-800 meter dari permukaan laut dengan suhu pada malam hari 21 C sampai dengan 23 C dan siang hari 24 sampai dengan 28 o C. Potensi padang pengembalaan untuk ketiga wilayah ini, terutama Kecamatan Lore Utara dan Kecamatan Lore Tengah sangat luas dengan sumber air yang tersedia setiap saat walaupun pada musim kemarau. Gambar 5. Lokasi pengembalaan kerbau di Kecamatan Pamona Selatan dan Lore Utara 182
PENUTUP Teridentifikasinya sistem pemeliharaan yang meliputi cara-cara pemberian pakan, manajemen perkembangbiakan dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas ternak kerbau di Kabupaten Paso. Faktor ekologis, biologis dan sosial ekonomis yang mendukung pada beberapa wilayah di Kabupaten Poso dapat dijadikan bahan pertimbangan agar kiranya untuk ke depan Kabupaten Poso dapat dijadikan sebagai Pusat Perbibitan dan Pengembangan Kerbau nasional. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2007. Kabupaten Poso dalam Angka 2006. 183