RINGKASAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

-1- SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14 /SEOJK.03/2016 TENTANG PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI

No. 15/7/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 15/ 8/DPbS Jakarta, 27 Maret 2013 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/SEOJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN BANK UMUM UNTUK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING

Yth. 1. Direksi Bank Umum Syariah; 2. Direksi Bank Umum Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah, di tempat.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /SEOJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA BANK UMUM BERDASARKAN MODAL INTI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No. 15/6/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

No. 15/27/DPNP Jakarta, 19 Juli 2013 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar

Usulan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Pasal Ayat Batang Tubuh Penjelasan

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kembali Peraturan Bank Indonesi

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

2016, No tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

RINGKASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/4/PBI/2015 TENTANG PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 9/5/PBI/2007 TENTANG PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. Syariah Berdasarkan Modal Inti, maka perbankan diharuskan untuk memberikan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/17/PBI/2008 TENTANG PRODUK BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

TENTANG RENCANA BISNIS BANK UMUM

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu melakukan perubahan atas Peraturan Bank Indonesia

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/3/PBI/201 /PBI/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENGGUNAAN RUPIAH DI WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /SEOJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 20/7/PADG/2018 TENTANG KEPESERTAAN OPERASI MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS

2017, No e. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/14/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/10/PBI/2009 TENTANG UNIT USAHA SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/ 21 /PBI/2010 TENTANG RENCANA BISNIS BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.03/2018 TENTANG PENETAPAN BANK SISTEMIK DAN CAPITAL SURCHARGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/12/PBI/2015

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia te

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 8 /PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 14/ 24 /PBI/2012 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/24/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/24/PBI/2009 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No.12/ 27 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2010 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA. Perihal : Rencana Bisnis Bank Umum

2 Mengingat d. bahwa penerapan prinsip kehati-hatian tersebut sejalan dengan upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan domestik; e. bahwa penera

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No. 18/11/DEKS Jakarta, 12 Mei Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2 e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia tenta

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 37 /PBI/2008 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/22/PBI/2010 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

No. 14/ 1 /DPM Jakarta, 4 Januari Maret SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING

-2- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/2/PBI/2016 TENTANG TRANSAKSI LINDUNG NILAI BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

DRAFT PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 3/ /20 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/15/PBI/2005 TENTANG JUMLAH MODAL INTI MINIMUM BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/13/PBI/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 11/3/PBI/2009 TENTANG BANK UMUM SYARIAH

Transkripsi:

RINGKASAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN Ketentuan : Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17/POJK.03/2018 tentang Perubahan atas Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 Tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank Berlaku : 15 Agustus 2018 Ringkasan : 1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank mengatur mengenai cakupan kegiatan usaha dan pembukaan jaringan kantor sesuai dengan modal inti Bank yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan dan daya saing perbankan nasional. 2. Pokok-pokok pengaturan POJK ini meliputi antara lain: a. Umum 1. Bank hanya dapat melakukan kegiatan usaha dan memiliki jaringan kantor sesuai dengan modal inti yang dimiliki. 2. Ketentuan ini berlaku untuk Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dari Bank Umum Konvensional dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (Kantor Cabang Bank Asing KCBA) b. Pengaturan Kegiatan Usaha Bank 1. Berdasarkan modal inti yang dimiliki Bank dikelompokkan dalam 4 kelompok usaha (Bank Umum Kelompok Usaha BUKU) sebagai berikut: a. BUKU 1, Bank dengan modal inti kurang dari Rp1 Triliun; b. BUKU 2, Bank dengan modal inti Rp1 Triliun sampai dengan kurang dari Rp5 Triliun; c. BUKU 3, Bank dengan modal inti Rp5 Triliun sampai dengan kurang dari Rp30 Triliun; dan d. BUKU 4, Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun. 2. Cakupan produk dan aktivitas yang dapat dilakukan BUKU sebagai berikut:

i. Bank Umum Konvensional a. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah, kegiatan pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit, dan jasa lainnya, dalam Rupiah. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan valuta asing terbatas sebagai pedagang valuta asing b. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam rupiah dan valuta asing dengan cakupan yang lebih luas dari BUKU 1. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup spot dan derivatif plain vanilla serta melakukan penyertaan sebesar 15% pada lembaga keuangan didalam negeri; c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 25% pada lembaga keuangan di dalam dan di luar negeri terbatas di kawasan Asia. d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 35% pada lembaga keuangan di dalam dan di luar negeri dengan cakupan wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide). ii. Bank Umum Syariah a. BUKU 1 hanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah, serta kegiatan pembiayaan perdagangan, kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas, kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan, dan jasa lainnya, dalam Rupiah berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. BUKU 1

hanya dapat melakukan kegiatan dalam valuta asing terbatas sebagai pedagang valuta asing. b. BUKU 2 hanya dapat melakukan kegiatan produk atau aktivitas dalam Rupiah dan valuta asing dengan cakupan yang lebih luas dan berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. BUKU 2 dapat melakukan kegiatan treasury terbatas mencakup transaksi spot dan kegiatan treasury dasar lainnya berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, serta melakukan penyertaan sebesar 15% pada lembaga keuangan syariah di dalam negeri; c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 25% pada lembaga keuangan syariah di dalam dan di luar negeri terbatas di kawasan Asia; d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah dan valuta asing dan melakukan penyertaan sebesar 35% pada lembaga keuangan dalam dan luar negeri dengan cakupan wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide). 3. Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah mengacu pada kegiatan usaha Bank Umum Syariah sesuai dengan kelompok BUKU dari Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya; dan untuk kegiatan-kegiatan usaha tertentu yang tidak termasuk produk atau aktivitas dasar bank syariah (kegiatan usaha Bank Umum Syariah BUKU 1) hanya dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 4. Bagi Bank Umum Konvensional yang melakukan penyertaan kepada Bank Umum Syariah sebesar 5% dari modal Bank atau lebih, diberikan tambahan batasan penyertaan sebesar 5% dari modal Bank sehingga batasan penyertaan modal pada BUKU 2 paling tinggi sebesar 20% dan BUKU 3 sebesar 30% dari modal Bank. 5. Bank dalam semua BUKU wajib menyalurkan kredit atau pembiayaan produktif termasuk kredit atau pembiayaan kepada UMKM dengan target tertentu, yaitu:

a. BUKU 1 paling rendah 55% dari total kredit atau pembiayaan; b. BUKU 2 paling rendah 60% dari total kredit atau pembiayaan; c. BUKU 3 paling rendah 65% dari total kredit atau pembiayaan; d. BUKU 4 paling rendah 70% dari total kredit atau pembiayaan. 6. Pengecualian kewajiban menyalurkan kredit atau pembiayaan produktif diberikan kepada Bank yang memfokuskan diri untuk membiayai kepemilikan rumah untuk kepentingan rakyat paling kurang 75% dari total kredit atau pembiayaan. 7. Bank wajib memperoleh persetujuan Otoritas Jasa Keuangan untuk melakukan produk/aktivitas tertentu yang bukan merupakan cakupan produk atau aktivitas dasar dan/atau memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi, antara lain penerbitan structure product, penerbitan surat utang ekuitas dan kegiatan jasa sistem pembayaran. c. Pengaturan Jaringan Kantor 1. Persyaratan pembukaan jaringan kantor adalah Tingkat Kesehatan Bank dan alokasi modal inti (Theoretical Capital TC) sesuai lokasi dan jenis kantor Bank. 2. BUKU 3 dapat membuka kantor cabang, kantor perwakilan dan jenis kantor lainnya didalam dan luar negeri terbatas di kawasan Asia. Sedangkan BUKU 4 dapat membuka kantor cabang, kantor perwakilan dan jenis kantor lainnya di wilayah yang lebih luas dari BUKU 3 (international world wide). 3. Dalam perhitungan ketersediaan modal inti untuk jaringan kantor, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan: pembagian zona berdasarkan tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan pembangunan;. koefisien masing-masing zona; dan a. biaya investasi pembukaan jaringan kantor Bank untuk masing-masing BUKU

4. Bank wajib menyediakan alokasi modal inti yang cukup bagi seluruh jaringan kantor yang dimiliki bank. Dalam hal Bank tidak memiliki ketersediaan alokasi modal inti yang cukup, Bank tidak dapat melakukan pembukaan jaringan kantor yang baru sampai terpenuhinya peningkatan modal untuk mencukupi alokasi modal inti yang dibutuhkan. Bank masih dapat dipertimbangkan untuk membuka jaringan kantor yang baru apabila bank menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada UMKM minimal 20% atau UMK minimal 10% dari total kredit atau pembiayaan bank serta terdapat upaya pemupukan modal yang dilakukan bank. 5. Dalam menentukan jumlah jaringan kantor yang dapat dibuka, selain pertimbangan TKS, alokasi modal inti, pangsa UMKM/UMK dan pemupukan modal, Otoritas Jasa Keuangan akan mempertimbangkan: a. Memberikan insentif tambahan jumlah jaringan kantor yang dapat dibuka bagi Bank yang memiliki ketersediaan alokasi modal inti yang cukup dan menyalurkan kredit UMKM paling rendah 20% atau UMK paling rendah 10%. b. Pencapaian efisiensi bank. 6. Ketersedian alokasi modal inti tidak diberlakukan bagi: a. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran kredit atau pembiayaan kepada UMK; b. pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya; c. pembukaan Jaringan Kantor di kabupaten atau kota Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang ditetapkan dan diprioritaskan oleh pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis naional. 7. Dalam rangka perimbangan penyebaran jaringan kantor, Bank dalam BUKU 3 dan BUKU 4 yang membuka jaringan kantor di Zona 1 atau Zona 2 dalam jumlah tertentu wajib diimbangi dengan pembukaan jaringan kantor di Zona 5 atau Zona 6 dengan jumlah tertentu. Kewajiban ini dikecualikan bagi bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemda yang melakukan

pembukaan kantor di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya. d. Perlakuan pengawasan terhadap Bank yang mengalami penurunan Modal Inti. Bank yang mengalami penurunan Modal Inti sehingga mengalami penurunan BUKU selama 3 bulan berturut-turut wajib menyusun rencana tindak yang dapat berupa penghentian kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan BUKU atau menambah modal. Bank diberikan jangka waktu 1 tahun untuk menyelesaikan pelaksanaan action plan tersebut. e. Pengenaan sanksi kepada Bank. Pengenaan sanksi kepada Bank mengacu kepada Pasal 52 UU Perbankan atau Pasal 58 UU Perbankan Syariah yaitu teguran tertulis, penurunan peringkat Tingkat Kesehatan, larangan pembukaan jaringan kantor dan/atau pembekuan kegiatan usaha tertentu.

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK 1. Apakah tujuan dari penerbitan POJK ini? Penerbitan POJK tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank bertujuan untuk meningkatkan ketahanan, daya asing, dan efisiensi industri perbankan nasional dalam rangka menghadapi dinamika regional dan global serta mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia secara optimal dan berkesinambungan. 2. Apa saja yang diatur dalam POJK ini? Secara garis besar POJK dimaksud mengatur mengenai pengelompokan bank berdasarkan kegiatan usaha sesuai dengan besarnya modal inti, kewajiban bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan produktif dan pembukaan jaringan kantor bank yang harus didukung oleh alokasi modal inti yang mencukupi. 3. Bagaimana pengelompokan bank berdasarkan kegiatan usaha yang diatur dalam POJK ini? POJK ini mengelompokkan bank berdasarkan kegiatan usaha yang disesuaikan dengan modal inti atau disebut dengan istilah Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU), yaitu : a. BUKU 1 adalah Bank dengan Modal Inti sampai dengan kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah); b. BUKU 2 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun Rupiah) sampai dengan kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun Rupiah); c. BUKU 3 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun Rupiah) sampai dengan kurang dari Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun Rupiah); dan

d. BUKU 4 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun Rupiah). 4. Kegiatan usaha apa saja yang dapat dilakukan oleh masing-masing BUKU? Secara garis besar, kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh masingmasing BUKU adalah : Bagi Bank Umum Konvensional a. BUKU 1 hanya dapat melakukan: 1) kegiatan dalam Rupiah berupa penghimpunan dana dan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar, kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance); kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama, kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas; kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit dan jasa lainnya. 2) kegiatan sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA); dan 3) kegiatan lainnya yang digolongkan sebagai produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah yang lazim dilakukan oleh Bank dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku b. BUKU 2 dapat melakukan: 1) kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing berupa kegiatan penghimpunan dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1 dan kegiatan penyaluran dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas; kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance); kegiatan treasury secara terbatas; jasa lainnya; 2) Kegiatan Usaha sebagaimana pada BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas untuk keagenan dan kerjasama dan kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking; 3) Kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia; 4) Kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit; serta;

5) Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia. d. BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau seluruh wilayah di luar negeri dengan jumlah lebih besar dari BUKU 3. 5. Kegiatan usaha apa saja yang dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah? Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah mengacu pada kegiatan usaha Bank Umum Syariah sesuai dengan kelompok BUKU dari Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya. Selain itu, kegiatan-kegiatan usaha tertentu yang tidak termasuk produk atau aktivitas dasar bank syariah (kegiatan usaha Bank Umum Syariah BUKU 1) hanya dapat dilakukan oleh Unit Usaha Syariah setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. 6. Selain pengaturan sebagaimana disebutkan diatas, apakah ada pengaturan khusus lainnya terkait dengan kegiatan usaha bank yang diatur dalam POJK ini? Ya, POJK ini juga mengatur secara khusus kegiatan usaha berupa penyertaan modal dan penyaluran kredit atau pembiayaan produktif, yaitu: Untuk penyertaan modal pengaturannya adalah sebagai berikut: a. BUKU 2 paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) dari modal Bank; b. BUKU 4 paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari modal Bank; dan c. BUKU 4 paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen) dari modal bank. Untuk penyaluran kredit atau pembiayaan produktif, pengaturannya adalah sebagai berikut:

a. paling rendah 55% (lima puluh lima persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 1; b. paling rendah 60% (enam puluh persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 2; c. paling rendah 65% (enam puluh lima persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 3; dan d. paling rendah 70% (tujuh puluh persen) dari total kredit atau pembiayaan, bagi BUKU 4. 7. Bila pada saat ketentuan ini berlaku terdapat bank yang telah melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan BUKU-nya, langkah apa yang harus dilakukan oleh bank tersebut? Bank yang melakukan Kegiatan Usah yang tidak sesuai dengan kegiatan BUKU Bank tersebut, wajib: a. Menyesuaikan Kegiatan Usaha mengikuti BUKU; atau b. Meningkatkan Modal Inti. 8. Dengan adanya pengaturan BUKU tersebut, apakah bank tetap diwajibkan untuk mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk dapat melakukan kegiatan usaha sesuai BUKU-nya? Untuk penerbitan produk atau aktivitas non dasar dan/atau memiliki risiko serta kompleksitas yang tinggi tetap wajib memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Pengaturan yang lebih detail mengenai hal ini akan dituangkan dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. 9. Apakah yang dimaksud dengan alokasi modal inti untuk jaringan kantor? Alokasi modal inti untuk jaringan kantor adalah ketersediaan modal inti bank untuk mendukung keberadaan jaringan kantor yang dimiliki bank. 10. Bagaimana cara menghitung ketersediaan alokasi modal inti untuk jaringan kantor? Ketersediaan alokasi modal inti untuk jaringan kantor dihitung dengan mempertimbangkan jenis kantor, lokasi jaringan dan biaya investasi pembukaan jaringan kantor yang besarnya ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan.

11. Apakah perhitungan alokasi modal inti untuk jaringan kantor hanya untuk pembukaan jaringan kantor baru? Perhitungan alokasi modal inti untuk jaringan kantor tidak hanya untuk jaringan kantor yang akan dibuka namun juga untuk jaringan kantor yang telah ada. Perhitungan alokasi modal inti tidak diberlakukan untuk: a. Pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran kredit kepada UMK; b. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya; c. Pembukaan Jaringan Kantor di kabupaten atau kota Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang ditetapkan dan diprioritaskan oleh pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. 12. Apakah pembukaan layanan office channeling dari Unit Usaha Syariah pada jaringan kantor Bank Umum Konvensional induknya dan layanan delivery channel dari Bank Umum Syariah pada jaringan kantor Bank Umum Konvensional induknya juga memperhitungkan alokasi modal inti Bank? Pembukaan layanan office channeling dari Unit Usaha Syariah (UUS) pada jaringan kantor Bank Umum Konvensional induknya dan layanan delivery channel dari Bank Umum Syariah pada jaringan kantor Bank Umum Konvensional induknya tidak wajib memperhitungkan alokasi modal inti Bank. 13. Bagaimana jika berdasarkan perhitungan ketersediaan alokasi modal inti ternyata modal inti bank tidak mencukupi untuk mendukung jaringan kantor bank yang telah ada, apakah bank harus menutup sebagian jaringan kantornya? Bank tidak perlu menutup jaringan kantor yang telah ada namun sementara bank tidak dapat melakukan pembukaan jaringan kantor yang baru sampai terpenuhinya peningkatan modal untuk mencukupi alokasi modal inti yang dibutuhkan. Bank masih dapat dipertimbangkan untuk membuka jaringan kantor yang baru apabila bank menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada UMKM minimal 20% atau UMK minimal 10% dari total kredit atau pembiayaan bank serta terdapat upaya pemupukan modal yang dilakukan bank.

14. Sanksi apa yang dikenakan kepada bank yang melanggar ketentuan dalam POJK ini? Bank yang melanggar beberapa ketentuan dalam POJK ini, dikenakan sanksi berupa sanksi administratif seperti: a. teguran tertulis; b. penurunan peringkat Tingkat Kesehatan Bank; c. larangan pembukaan jaringan kantor baru; dan/atau d. pembekuan kegiatan usaha tertentu