TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai merupakan daerah yang dilalui badan air yang bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dan melalui permukaan atau bawah tanah. Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan air yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai populasi (jenis maupun jumlah) biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, badan air dalam, keruh, aliran air lambat, dan populasi biota air didalamnya termasuk banyak, tetapi jenisnya kurang bervariasi (Ghufran dkk., 2007). Sungai pada saat ini menjadi badan air yang cukup penting, karena sungai sebagai ekosistem terbuka lebih mudah mengakumulasi berbagai jenis buangan dari daerah sekitarnya. Pembersihan lahan dan perubahan penggunaan lahan disepanjang daerah aliran sungai (DAS) akan mempengaruhi kualitas air sungai tersebut. Aktivitas manusia disepanjang daerah aliran sungai secara intensif dan ekstensif, langsung atau tidak langsung, dapat merangsang perubahan kualitas air dan kemudian mempengaruhi kelimpahan atau penyebaran biota air yang hidup di dalam sungai tersebut (Afrizal, 1995). Organisme autotrof pada perairan mengalir terdiri atas berbagai macam kumpulan alga, angiospermae, serta beberapa tanaman air. Produser primer di sungai, danau, waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri planktonik autotrof,
makrofita berakar dan alga bentik (perifiton). Dengan adanya parameter fisika dan kimia perairan, seringkali karakteristik biota yang ditemukan di sungai menunjukkan adanya adaptasi terhadap kondisi lingkungan tersebut. Produktivitas dan biomassa perifiton dikontrol oleh energi input/masukan nutrient. Faktor dasar yang mengontrol produktivitas perifiton adalah suhu, cahaya, ketersediaan makromikronutrien dan substrat (Muharram, 2006). Gambaran Umum Sungai Deli Sungai Deli melintasi Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Di Kabupaten Deli Serdang meliputi Kecamatan Sibolangit dan Deli Tua yang secara geografis terletak pada 2 o 57"-3 o 16"LS 98 o 33"BT-98 o 27"BB. Untuk Kota Medan, melintasi Kecamatan Medan Johor, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Deli, Marelan, dan Medan Labuhan terletak pada 2 o 57"-2 o 47"LS 98 o 35"BT-98 o 44"BB. Berdasarkan Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 660.3/1266/K/92, sungai Deli ditetapkan sebagai peruntukan air golongan B. Air golongan B berarti air tersebut dapat dijadikan bahan baku air minum. Berdasarkan data prokasih tahun 1998/1999 terdapat lebih kurang 153 industri sedang/besar dan 81 industri kecil yang berada didelapan kecamatan yang dilewati sungai Deli. Industri tersebut terdiri dari industri makanan, pakaian, kayu, kertas, kimia, barang galian, logam dasar, barang dari logam, sandang dan kulit, serta industri kerajinan umum (Putra, 2002). Perifiton
Perifiton merupakan kumpulan dari mikroorganisme yang tumbuh pada permukaan benda yang berada dalam air. Perifiton dapat tumbuh pada substrat alami dan buatan. Berdasarkan substrat menempelnya, perifiton dibedakan atas epilithic (perifiton yang tumbuh pada batu), epipelic (perifiton yang tumbuh pada permukaan sedimen), epiphytic (perifiton yang tumbuh pada batang dan daun tumbuhan), dan epizoic (perifiton yang tumbuh pada hewan) (Widdyastuti, 2011). Komunitas perifiton umumnya terdiri atas alga mikroskopis yang menempel, baik satu sel maupun alga benang terutama dari jenis diatom, jenis alga conjugales, Cyanophyceae, Euglenaphyceae, Xanthophyceae, dan Cryssophyceae (Arman dan Supriyanti, 2007). Perkembangan perifiton dapat dilihat sebagai sebuah proses akumulasi, yaitu proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Proses ini merupakan kolonisasi dengan proses biologi yang berinteraksi dengan faktor fisika kimia perairan. Perifiton menempel pada substrat dengan memanfaatkan kelebihan morfologinya (Natalia, 2000). Perkembangan perifiton juga dapat ditentukan oleh keberadaan substrat. Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara, karena ada proses pertumbuhan dan kematian. Sedangkan pada substrat berupa benda mati akan bersifat permanen (Setiyorini, 2002). Perifiton Sebagai Bioindikator Pencemaran Perairan Sifat atau mutu perairan dapat diketahui melalui pendugaan terhadap hasil pengukuran/pengamatan parameter fisika, kimia, dan biologi. Penentuan kualitas perairan secara biologi dapat dianalisis secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan melihat jumlah kelimpahan jenis organisme
yang hidup dilingkungan perairan tersebut dan dihubungkan dengan keanekaragaman tiap jenisnya. Analisis secara kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan tertentu (Wijaya, 2009). Perifiton adalah kelompok mikroorganisme yang tumbuh pada beberapa substrat alami seperti batu-batuan, tiang-tiang, atau tonggak-tonggak kayu, tanaman pinggiran perairan, dan bahkan tumbuh pada binatang-binatang air. Pada umumnya terdiri atas bakteri berfilamen, protozoa menempel, rotifer dan alga. Keberadaan perifiton diperairan dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan (Siagian, 2012). Komunitas perifiton berpotensi sebagai indikator ekologis karena perifiton berperan penting sebagai produsen utama dalam rantai makanan, dapat bertahan pada perairan dengan kecepatan arus yang besar, dan kebanyakan jenis-jenis perifiton dapat bersifat sensitif atau toleran terhadap pencemaran, baik terhadap pencemaran organik maupun logam berat (Sitompul, 2000). Menurut Indrawati dkk., (2010) biota akuatik dapat dijadikan indikator biologi karena memiliki sifat sensitif terhadap keadaan pencemaran tertentu sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis pencemaran air. Salah satu biota yang memiliki peran penting di dalam perairan dan dapat dijadikan sebagai indikator biologi adalah perifiton. Perifiton yang biasanya hidup di lingkungan yang tercemar bahan organik ataupun bahan pencemar lainnya adalah dari filum Cyanophyta. Organisme yang bertahan pada kondisi lingkungan buruk ini unumnya merupakan organisme toleran (Hartoto dkk., 2006). Dari hasil penelitian yang dilakukan di estuaria
sungai Cisadane oleh Hariyadi dkk., (2010) tingginya kelimpahan genus dari kelas Cyanophyceae dapat dijadikan indikasi pencemaran organik di wilayah tersebut. Keberadaan genus Microcytis, Oscillatoria dan Scenedesmus dalam jumlah besar dapat mengindikasikan kondisi perairan yang tercemar. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Ekosistem perairan terdiri atas komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain. Komponen biotik meliputi seluruh mahluk hidup yang tinggal pada suatu habitat, sedangkan komponen abiotik merupakan habitat mahluk hidup tersebut dengan berbagai karakteristik fisika dan kimia. Parameter fisika yang berpengaruh terhadap kehidupan perifiton yaitu suhu, kecepatan arus, kecerahan dan padatan total. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi perifiton (Wijaya, 2009). Pada suhu yang tinggi (diatas 30 o C) perairan akan didominasi oleh perifiton dengan jenis alga biru (Muharram, 2006). Kecepatan arus juga merupakan faktor penting bagi organisme perifiton pada perairan mengalir. Makin tinggi kecepatan arus maka semakin cepat perifiton lepas dari substratnya (Sitompul, 2000). Sungai yang dangkal dengan kecepatan arus yang kuat, biasanya didominasi oleh diatom perifik (Wijaya, 2009). Menurut Fardiaz (1992) adanya padatan total akan mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen melalui proses fotosintesis dan menyebabkan air menjadi keruh. Sedangkan parameter kimia yang mempengaruhi kehidupan perifiton yaitu ph dan unsur hara. Pada umumnya perifiton yang hidup diperairan dengan kisaran ph yang netral keanekaragaman jenisnya akan lebih baik. ph optimum untuk perkembangan perifiton antara 8 9. Perifiton mulai berkurang perkembangannya
pada ph 4,6 7,5 (Suparlina, 2003). Selain ph, unsur hara juga sangat berpengaruh bagi kehidupan perifiton. Unsur hara yang dianggap sangat esensial untuk kelangsungan hidup perifiton yaitu nitrogen (N) dan fosfor (F) (Nugroho, 2006). Penelitian Mengenai Perifiton Yang Pernah Dilakukan Perifiton dapat dijadikan sebagai indikator biologi pada pencemaran limbah. Indrawati dkk., (2010) telah melakukan penelitian di sungai Cikuda Sumedang di tiga lokasi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa indikator biologi pada lokasi 1 yaitu Tolypothrix sp. dan Anabaena sp. dengan kualitas air belum tercemar, sedangkan indikator biologi pada lokasi 2 yaitu Ulothrix sp. dengan kualitas air tercemar sedang dan indikator biologi pada lokasi 3 yaitu Gyrosigma sp., Tabellaria sp. dan Oscillatoria sp. dengan kriteria kualitas air tercemar berat. Salah satu contoh sungai yang telah mengalami pencemaran pada badan airnya adalah sungai Ciliwung. Muharram (2006) dari hasil penelitiannya diketahui bahwa pengaruh kegiatan manusia di daerah hulu sungai Ciliwung menyebabkan jenis-jenis perifiton dan fitoplankton yang ditemukan diwilayah tersebut tergolong rendah yaitu berkisar 0,7920 2,1532 ind/cm 2 dan 0,9565 2,7319 ind/l. Adanya tekanan ekologis menyebabkan hanya beberapa jenis perifiton yang dapat tumbuh dan berkembang menyesuaikan diri diperairan tersebut. Jenis yang mendomonasi di hulu sungai Ciliwung adalah dari jenis Bacillariophyceae. Wijaya (2009) berdasarkan hasil pengamatan diperoleh jumlah jenis perifiton sebanyak 62 genera yang berasal dari kelas Bacillariophyceae,
Chlorophyceae, dan Cyanophyceae, serta filum Protozoa. Di samping itu diperoleh fitoplankton sebanyak 50 genera dari kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae. Berdasarkan hasil penilaian kualitas air, kondisi sungai dengan parameter fisika-kimia yang tergolong baik, didapat Indeks Kualitas Air dalam kriteria status perairan yang baik pula. Kemudian berdasarkan klasifikasi dan koefisien saprobik menggunakan parameter biologi (perifiton dan fitoplankton) yang ditemukan menunjukkan pencemaran sungai yang terjadi masih rendah, dengan masukan bahan pencemar berupa bahan organik dan anorganik, namun masih dalam jumlah yang kecil. Hasil penelitian Izzah (2000) mengenai komunitas fitoplankton dan perifiton di sungai Cileman Jawa Barat, diperoleh fitoplankton 150 jenis dan perifiton sebanyak 114 jenis yang berasal dari kelas Basillariophyceae, Chlorophyceae, Chrysophyceae, Dinophyceae, Euglenophyceae, dan Eustigmatophyceae. Namun yang mendominasi perairan tersebut adalah dari kelas Basillariophytaceae. Berdasarkan indeks saprobik dari komunitas fitoplankton dan perifiton, sungai Cileman tergolong dalam perairan yang tercemar sedang.