BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL 7.2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 7. MENGANALISIS MITIGASI DAN ADAPTASI BENCANA ALAMLATIHAN SOAL BAB 7

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

2016 STUDI PARAMATERIK PENGARUH INTENSITAS CURAH HUJAN TERHADAP JARAK JANGKAUAN DAN KECEPATAN LONGSOR BERDASARKAN MODEL GESEKAN COLOUMB SEDERHANA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH LAHAR DINGIN PASCA ERUPSI MERAPI 2010 TERHADAP KONDISI FISIK SUNGAI PROGO BAGIAN TENGAH. Jazaul Ikhsan 1, Galih Wicaksono 2

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB III III - 1METODOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak dalam jajaran Ring of Fire dengan 127 gunung masih dinyatakan aktif. Juli 2016, tercatat kurang lebih 18 gunung memiliki status waspada, 2 gunung berstatus siaga, dan 1 gunung masih berstatus awas. Kasus gunung meletus di Indonesia dengan kategori letusan besar terjadi dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, sebagai contoh letusan Gunung Merapi pada tahun 2010, letusan Gunung Kelud pada tahun 2014, Gunung Bromo pada tahun 2015, dan Gunung Sinabung pada tahun 2016 sampai sekarang masih berstatus siaga (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2016). Dampak yang dirasakan warga, seperti terhalangnya aktivitas masyarakat, kehilangan pekerjaan, kehilangan properti, bahkan kehilangan nyawa bisa saja terjadi. Banjir lahar dikategorikan sebagai bencana pasca erupsi. Banjir lahar terjadi akibat adanya hujan yang membasahi material letusan gunung berapi. Aliran yang terbentuk membawa material, yang sering disebut aliran debris. Bencana banjir lahar yang pernah terjadi seperti yang pernah terjadi pada Gunung Kelud, Gunung Bromo, dan Gunung Merapi yang tercatat dapat mengakibatkan terganggunya aktifitas warga dan menyebabkan kerusakan infrastruktur. Kasus banjir lahar yang dinilai mempunyai daya rusak yang tergolong besar terjadi pada bencana letusan Gunung Merapi 2010 silam. Salah satu gunung teraktif di dunia terletak di Indonesia, yaitu Gunung Merapi yang terletak di perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunung Merapi mempunyai ketinggian 2958 mdpl, dengan 1

2 tipe gunung stratovolcano (kerucut). Periode letusan pendek sekitar 2-7 tahun. Tipe letusan Gunung Merapi disebut Tipe Merapi, dengan ciri-ciri adanya awan panas yang menuruni lereng merapi secara gravitasional. Awan panas membawa jutaan material vulkanik yang dimuntahkan Gunung Merapi. Letusan terakhir Gunung Merapi pada tanggal 26 September 2010, menghasilkan 150 juta m 3 material yang tersebar di penjuru Merapi. Sifat dari material vulkanik yang bersifat loose apabila terkena hujan akan menyebabkan material akan terbawa oleh aliran air atau dapat disebut aliran debris. Material yang terbawa oleh aliran air akan bermuara ke sungai sungai yang berhulu di lereng merapi, seperti Sungai Gendol, Kali Putih, Sungai Pabelan, Sungai Kuning, dan lain lain. Indonesia teletak pada daerah tropis, sehingga curah hujan yang terjadi tergolong tinggi yang menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kejadian aliran lahar dingin di Merapi (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2016). Aliran lahar dingin pada periode letusan 2010, yang menyebabkan rusaknya beberapa infrastruktur umum dan permukiman penduduk menjadi bukti dampak banjir lahar dingin yang terjadi pada letusan periode 2010. Rusaknya infrastruktur di lereng Merapi menyebabkan terganggunya aktivitas dari masyarakat. Selain itu banyak properti milik masyarakat yang tinggal di bantaran sungai hilang atau rusak akibat aliran banjir lahar. Seperti Gambar 1.1 seorang warga yang sedang menyaksikan aliran lahar yang melewati Sungai Gendol. Sebanyak 34 juta m 3 material vulkanik masih berada di hulu Sungai Gendol dan Sungai Pabelan yang masih memunculkan bencana banjir lahar pada kedua sungai tersebut (BNPB, 2016).

3 Gambar 1.1 Warga yang sedang menyaksikan aliran lahar yang melewati Sungai Gendol (Putra, 2011) Banjir lahar merupakan kejadian alami yang setidaknya bisa diprediksi supaya korban jiwa maupun material dapat diminimalisir. Hulu sungai gendol dinilai masih berpotensi menimbulkan banjir lahar, dilihat dari Gambar 1.2 yang merupakan gambar dari hulu sungai yang masih menimbun banyak material letusan Merapi periode 2010. Dengan mempertimbangkan hujan yang terjadi pada suatu waktu, kondisi geometri dari lereng, parameter dari tanah penyusun lereng, dan perbandingan dengan kondisi pada saat terjadi banjir lahar, maka analisis kestabilan lereng dapat dijadikan sebagai pemicu terjadinya banjir lahar.

4 Gambar 1.2 Hulu Sungai Gendol (Kaliadem) 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan pada penelitian Analisis Stabilitas Lereng sebagai Inisiasi Kejadian Banjir Lahar dengan Model Hidro-Geoteknik adalah intensitas curah hujan yang mempengaruhi stabilitas lereng Merapi mengakibatkan banjir lahar, dan perbandingan analisis data hujan dewasa ini dengan data hujan saat terjadi banjir lahar dahulu kala, sebagai proses inisiasi kejadian banjir lahar 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian Analisis Stabilitas Lereng sebagai Inisiasi Kejadian Banjir Lahar dengan Model Hidro-Geoteknik bertujuan untuk: 1. melakukan uji permeabilitas tanah dengan menggunakan metode Phillip- Dunne, 2. mengetahui kestabilan lereng akibat hujan saat terjadi banjir lahar tahun 2012 dimodelkan dengan kondisi deposit tahun 2016, 3. membandingkan kestabilan lereng akibat hujan maksimal tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016 dengan hujan yang terjadi pada saat terjadi banjir lahar di Kaliadem.

5 1.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian Analisis Stabilitas Lereng sebagai Inisiasi Kejadian Banjir Lahar dengan Model Hidro-Geoteknik, antara lain: 1) lereng yang ditinjau adalah lereng dari hulu Sungai Gendol (Kaliadem), 2) pengambilan data permeabilitas tanah (K s ) dan suction head ( ) dengan metode Philip-Dunne, 3) nilai properti tanah dicari dengan uji laboratorium, 4) analisis stabilitas lereng menggunakan perangkat lunak SLOPE/W, 5) pembuatan model lereng menggunakan metode long cross section dengan alat waterpass (levelling) dan GPS, 6) data hujan yang digunakan adalah data hujan maksimum tahun 2013, 2014, 2015, 2016, dan data hujan ketika banjir lahar terjadi tahun 2012, 7) material pembentuk lereng dianggap homogen dan isotropis, 8) vegetasi diabaikan dalam pemodelan lereng, 9) pemodelan infiltrasi dilakukan dengan perangkat lunak SEEP/W, 10) kondisi deposit vulkanik didapatkan dari pengukuran lapangan tahun 2016.

6 1.5 Keaslian Penelitian 1) Pradipta (2011), meneliti bagaimana Critical Line Curve hujan yang terjadi di lereng Gunung Merapi, dapat memprediksi kapan tejadinya bahaya dari banjir lahar Merapi dari sudut pandang hidrologi. 2) Muntohar (2009), meneliti tentang bagaimana model hidro-geoteknik dari suatu lereng, yang menyebabkan terjadinya longsor di berbagai tempat berdasarkan data hujan dan data parameter material pembentuk lereng, dengan asumsi lereng yang ditinjau merupakan lereng tak hingga dan penelitian dilakukan di Taiwan. 3) Song dkk (2016), menganalisis lereng tak hingga yang dilakukan di Korea Selatan, dengan mempertimbangkan hujan yang terjadi pada suatu waktu dan mempertimbangkan adanya kondisi tak jenuh dari material pembentuk lereng. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian di atas adalah, hujan yang dapat memprediksi banjir lahar adalah hujan yang dapat meruntuhkan lereng Sungai Gendol dengan analisis stabilitas lereng, bukan dari analisis probabilitas kejadian terjadinya banjir lahar. Model hidro-geoteknik dan analisis stabilitas lereng pada kondisi tak jenuh dilakukan pada lereng terbatas. Sejauh pengetahuan penulis, penggunaan model hidro-geoteknik belum pernah dilakukan untuk memprediksi banjir lahar secara spasio-temporal pada lereng Gunung Merapi.